bab ii tinjauan pustaka a. - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38861/3/bab ii.pdf · pengetahuan...
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kriminalistik
1. Pengertian Kriminalistik
Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak memberikan pengertian
mengenai kriminalistik, namun pengertian kriminalistik diberikan oleh para
pakar. Salah satunya adalah R.Soesilo.
Menurut R.Soesilo, mengenai pengertian kriminalistik yaitu :
Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan untuk menetukan terjadinya
kejahatan dan menyidik pembuatnya dengan mempergunakan cara ilmu
pengetahuan alam, dengan mengesampingkan cara-cara lainnya yang
dipergunakan oleh ilmu kedokteran kehakiman (sekarang ilmu
kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman (sekarang
toksikologiforensik) dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi
forensik)1.
Penulis menyimpulkan pengertian kriminalistik sesuai dengan rumusan
masalah penelitian adalah ilmu pengetahuan untuk menentukan terjadinya
sebuah kejahatan dan siapa pelaku kejahatan dengan menggunakan ilmu
pengetahuan alam dan mengesampingkan cara yang lain seperti ilmu forensik.
Kemudian pada buku tangan kriminalistik dan buku dasar dasar pokok
kejahatan yang digunakan kalangan polri:
a. Pengetahuan dalam menyelidiki kejahatan dengan menggunakan
pengetahuan fisik seperti ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hitung.
1 R. Soesilo, t.t., Kriminalistik (ilmu penyidikan Kejahatan), Politeia, Bogor, hal. 3
17
b. Ilmu pengetahuan yang menentukan terjadinya atau tidak terjadinya
suatu kejahatan dengan mencari (menyidik) pelakunya dengan
menggunakan ilmu alam, kimia, ilmu racun, penyakit jiwa dan lain-
lain2.
Ditinjau dari kutipan di atas penulis berpendapat sangatlah jelas
bahwasannya terdapat kesamaan pendapat mengenai pengertian kriminalistik.
Dengan kata lain kriminalistik merupakan pengetahuan untuk menentukan
terjadinya kejahatan dan menyidik perbuatannya dengan mempergunakan cara
ilmu pengetahuan alam, dengan mengesampingkan cara-cara lainnya yang
dipergunakan oleh ilmu kedokteran kehakiman, ilmu racun kehakiman, serta
ilmu jiwa kehakiman. Dalam hal ini sesuai dengan upaya penyidik dalam
penanganan penyalahgunaan narkotika yang sedang di teliti.
2. Ruang Lingkup Kriminalistik
Ruang lingkup kriminalistik sendiri dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Teknik kriminal
Teknik kriminal adalah teknik dimana mengajarkan tentang menjawab
pertanyaan dalam bidang pengusutan dalam perkara kejahatan.
Dasar-dasar penyidikan teknis melalui:
1) Pengetahuan hukum;
2) Ilmu pengetahuan undang-undang;
3) Ilmu bukti;
4) Ilmu penyidikan;
5) Ilmu Kepolisian;
6) Ilmu jiwa; dan
7) Pengetahuan bahasa3.
2 A. Gumilang, Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik dan Tenik Penyidikan, Angkasa,
Bandung, 1993, hal. 1
3 Sudjono. D., Kriminalistik dan Ilmu Forensik, Bandung, 1976, hal. 38
18
Penulis menyimpulkan arti dari teknik kriminal sesuai dengan rumusan
masalah penelitian adalah teknik yang mengajarkan tentang bagaimana
menjawab pertanyaan dalam bidang pengusutan perkara kejahatan. Dasar-dasar
penyidikan teknis yaitu melalui:
1. Pengetahuan hukum
Menurut pendapat penulis bahwa hal mendasar untuk menyelesaikan suatu
perkara harus memiliki pemahaman dalam bidang hukum, sebab jika tidak
memiliki pengalaman penanganan suatu perkara akan keluar dari jalur
hukum dan tidak memiliki legalitas.
2. Ilmu pengetahuan undang-undang
Menurut pendapat penulis bahwa seseorang yang akan menangani suatu
perkara harus memahami hirarki perundang-undangan, sebab tidak
mengetahui, dikawatirkan undang-undang yang sebagai pijakan untuk
menyelesaikan suatu perkara agar tidak menyalahi konstitusi.
3. Ilmu bukti
Menurut pendapat penulis bahwa guna mencari bukti seseorang yang
menangani perkara harus memahami standart prosedur dalam mencari dan
mengumpulkan alat-alat bukti, dikarenakan bukti-bukti yang didapat agar
bersifat objektif sesuai undang-undang berlaku atau hukum beracara di
Indonesia.
4. Ilmu penyidikan
19
Menurut pendapat penulis bahwa seseorang yang akan menangani perkara
dalam hal ini penyidik harus memahami prosedur tindakan penyidikan
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
5. Ilmu kepolisian
Menurut pendapat penulis bahwa seseorang anggota kepolisian yang
menangani perkara dalam hal ini harus mengenai prosedur penanganan
dalam mengungkap perkara.
6. Ilmu jiwa
Menurut pendapat penulis bahwa ilmu jiwa ini berguna untuk mengetahui
karakteristik pasa subjek yang diperiksa agar mampu menganalisa atau
mengambil langkah untuk bertindak dalam penyelesaian perkara.
7. Pengetahuan Bahasa
Menurut pendapat penulis seseorang yang menangani suatu perkara harus
mengetahui lebih dari satu Bahasa disebabkan karena tidak menutup
kemungkinan subjek yang diperiksa warga Negara asing.
b. Taktik Kriminal
Teknik criminal adalah pengetahuan yang mempelajari problema-
problema taktis dalam bidang penyidikan perkara pidana. Berikut
langkah-langkah awal yang harus diperhatikan oleh petugas penyidik
bila seorang petugas penyidik mendengar ada terjadi peristiwa
kejahatan di suatu tempat tertentu, maka langkah-langkah yang harus
diambil adalah:
1) Penyiapan peralatan untuk penyidikan kejahatan.
2) Pengamatan berkas-berkas.
a. Bekas-bekas psycologis atau psychis, yaitu berupa
penampungan kesan-kesan yang didapat oleh panca indera dari
20
pihak-pihak yang bersangkutan dalam peristiwa, seperti
misalnya penglihatan para saksi, ingatan si korban bila tidak
meninggal, penglihatan yang dihubungkan dengan teori oleh
para ahli dan lain-lain. (bukti-bukti ini bisa diawetkan dengan
tape recorder, foto, dilukis dan sebagainya).
b. Bekas-bekas kebendaan atau meteriil, atau juga dikenal dengan
saksi mati, yaitu misalnya mayat, bagian-bagian tubuh, luka-
luka pada korban atau orang lain, bercak-bercak darah,
senjata/alat yang dipergunakan dan lain-lain..
3) Pemberitahuan peristiwa.
4) Mengadakan penutupan dan penjagaan ditempat kejahatan.
5) Mengadakan pemeriksaan di tempat peristiwa.
6) Memahami petujuk untuk mendapatkan tanda-tanda bekas secara
teratur.
7) Mengenai ringkasan tindakan petugas penyidik setelah berada di
tempat peristiwa4.
Penulis menyimpulkan arti dari taktik kriminal sesuai dengan rumusan
masalah penelitian adalah pengetahuan yang mempelajari mengenai problema-
problema taktis dalam penyidikan perkara pidana. Langkah-langkah yang harus
diambil petugas penyidik adalah sebagai berikut:
1) Penyiapan peralatan untuk penyidikan kejahatan
Menurut pendapat penulis persiapan awal untuk melakukan penyidikan
adalah data-data yang sudah didapat oleh penyidik dalam penyelidikan
dilapangan sebab itu merupakan bukti untuk mengetahui antara fakta
dilapangan dengan pada saat proses penyidikan agar kebenaran dapat
terungkap.
2) Pengamatan bekas-bekas
Adapun bekas-bekas peristiwa pada pokoknya meliputi dua macam yaitu
4 Ibid
21
a. Bekas-bekas psycologis atau psychis, yaitu berupa penampungan
kesan-kesan yang didapat oleh panca indera dari pihak-pihak yang
bersangkutan dalam peristiwa, seperti misalnya penglihatan para saksi,
ingatan si korban bila tidak meninggal, penglihatan yang dihubungkan
dengan teori oleh para ahli dan lain-lain.
(bukti-bukti ini bisa diawetkan dengan tape recorder, foto, dilukis dan
sebagainya)
b. Bekas-bekas kebendaan atau meteriil, atau juga dikenal dengan saksi
mati, yaitu misalnya mayat, bagian-bagian tubuh, luka-luka pada
korban atau orang lain, bercak-bercak darah, senjata/alat yang
dipergunakan dan lain-lain.
Menurut pendapat penulis dengan rangkaian data berdasarkan bekas-
bekas yang ada, disusun jalannya kejadian atau peristiwa, yang selama
atau sesudah pelukisan kembali kejadian pengejaran pelaku atau yang
dicurigai, berlangsung sampai pelaku kejahatan tertangkap, atau
menyerahkan diri.
3) Pemberitahuan peristiwa
Menurut pendapat penulis tindakan-tindakan pemberitahuan ini biasanya
sejalan dengan usaha-usaha memberikan pertolongan kepada si korban
dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak yang dianggap dapat menolong,
terutama kepada dokter terdekat.
22
4) Mengadakan penutupan dan penjagaan ditempat kejahatan
Menurut pendapat penulis hal ini agar Tempat Kejadian Perkara itu tidak
dimasuki masyarakat umum guna petunjuk atau bukti-bukti disana tidak
hilang atau tidak rusak.
5) Mengadakan pemeriksaan di tempat peristiwa
Menurut pendapat penulis agar penyelesaian suatu perkara agar seobyektif
mungkin dengan melihat bukti-bukti ditempat kejadian perkara.
6) Memahami petujuk untuk mendapatkan tanda-tanda bekas secara teratur
Menurut pendapat penulis penyidik mengungkap perkara dengan
menggunakan reka ulang kejadian perkaara atau rekonstruksi.
7) Mengenai ringkasan tindakan petugas penyidik setelah berada di tempat
peristiwa
Menurut pendapat penulis bahwa pada hakekatnya misi dalam penyidikan
perkara kejahatan adalah untuk menjernihkan persoalan, sehingga dapat
dikejar pelakunya dan menghindarkan orang yang tidak bersalah dari
tindakan hukum yang tidak seharusnya. Di sinilah peran kriminalistik
untuk membantu penyidikan sehingga dapat menegakkan hukum karena
kriminalistik memberikan pengetahuan tentang teknik kriminal dan taktik
kriminal.
23
B. Tinjauan Tentang Penyidikan
1. Pengertian Penyidikan
Sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Kepolisian Nomor 13 Tahun
1961 dan Undang-Undang Kejaksaan Nomor 15 tahun 1961, umum dipakai
istilah “pengusutan” sebagai pedoman istilah Belanda “opsporing” dan istilah
Inggris “investigation”. Tapi dengan lahirnya kedua undang-undang tersebut,
diperkenalkanlah istilah “ penyidikan” dalam arti yang sama dengan yang
disebut diatas,sejak itu hilanglah istilah “pengusutan”.
Kalau kita melihat kamus hukum Fockema Andreae, Rechtsgeleerd
Hand woordenbook, didapati bahwa yang dimaksud dengan opsporing
atau opsporing onderzoek (pemeriksaan penyidikan atau pengusutan)
ialah pemeriksaan suatu delik oleh polisi dan penuntut umum sebelum
pemeriksaan (pendahuluan) di muka sidang pengadilan5.
Penulis menyimpulkan pengertian penyidikan sesuai dengan rumusan
masalah penelitian adalah penyidikan merupakan pemeriksaan suatu delik oleh
Polisi dan Penuntut Umum sebelum dilakukan pemeriksaan di ruang
pengadilan.
Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 Undang- Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan :
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
5Andi Hamzah, 1994, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum,
Jakarta : PT.Gahlia Indonesia, hal 6
24
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Menurut penulis bahwasannya penyidikan tersebut dilakukan untuk
mencari keterangan dari siapa saja yang diharapkan dapat memberi tahu
tentang apa yang telah terjadi dan mengungkapkan siapa yang melakukan atau
yang disangka melakukan tindak pidana tersebut, dimana tindakan-tindakan
pertama tersebut diikuti oleh tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu, yang
pada pokoknya untuk menjamin agar orang yang benar- benar terbukti telah
melakukan suatu tindak pidana bisa dijatuhkan ke pengadilan untuk dijatuhi
pidana, dan selanjutnya benar- benar menjalani pidana yang dijatuhkan itu.
Penyidikan berguna untuk mencari serta mengumpulkan bukti- bukti yang
pada taraf pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya
masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi
atau tentang tindak pidana apa yang telah dilakukan serta siapakah
tersangkanya.
2. Wewenang dan Fungsi Penyidik dalam Penggunaan Ilmu Kriminalistik
Terkait Penyalahgunaan Narkotika
1. Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI
Pengertian Penyidik POLRI terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 Undang–
Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menyebutkan :
“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undangundang untuk melakukan penyidikan”
25
Berdasarkan hal tersebut, maka penyidik dapat melakukan penyidikan
menurut Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana, menyebutkan :
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangka”
Pasal 7 angka (1) KUHAP menyatakan bahwa :
“Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pngaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.”
Menurut pendapat penulis terkait hal-hal diatas, penyidik dalam
melakukan tindak penyidikan harus mengumpulkan bukti. Salah satu
caranya adalah melakukan pemeriksaan ditempat kejadian. Pemeriksaan
ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena agar mengetahui pelaku
sesungguhnya yang membawa barang bukti tersebut.
Maka dari itu, orang yang berhak melakukan penyidikan adalah
penyidik. Penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat Pegawai Negeri Sipil
26
(PNS) tertentu yang di berikan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan (Pasal 1, angka 1 KUHAP).
Syarat-syarat sebagai penyidik, adalah:
1. Pejabat penyidik polisi (pasal 6 ayat 1 huruf a, KUHAP)
1.1 Pejabat Penyidik Penuh
Berdasarkan Peraturan Kepangkatan penyidik Kepolisian yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1983 pasal 2 ayat 2,
maka sebagai pejabat penyidik penuh harus memenuhi syarat
kepangkatan sekaurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua
Polisi (AIPDA) ; berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan 2 Polisi
(BRIPKA) bila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada penyidik
berpangkat Pembantu Letnan Dua ; ditunjuk dan diangkat oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia.
1.2 Penyidik Pembantu (pasal 1 ayat 3 KUHAP).
Syarat kepangkatannya sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua
Polisi (BRIPDA) atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Polri
sekurang-kurangnya golongan II a (Pengatur Muda) atau diangkat oleh
Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau
pimpinan kesatuan masing-masing.
1.3 Penyidik Pegawai Negeri Sipil (pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP)
Pegawai Negeri Sipil yang diberikan fungsi dan wewenang khusus
sebagai penyidik. Bersumber pada ketentuan undang-undang pidana
khusus yang menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan
tersebut pada salah satu pasalnya. Dalam melaksanakan tugas
penyidikan kedudukannya dibawah koordinasi Penyidik Polri dan
dibawah pengawasanPenyidik Polri. Hasil penyidikan penyidik Pegawai
Negeri Sipil tersebut harus diserahkan kepada penutut umum dengan
melalui penyidik Polri. Bila terjadi melakukan penghentian penyidikan
harus memberitahu kepada penyidik Polri dan Penuntut umum.6
Pada tinjauan di atas menyangkut tentang penyidik, dalam kaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan ini, maka yang
dimaksud dengan penyidik adalah penyidik Polri. Hal ini perlu di kemukakan
6 M. yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid I, Pustaka
Kartini, Jakarta, 1988, Hal. 110 - 115
27
karena dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 ada
penyidik, selain penyidik Polri, yaitu penyidik BNN (Badan Narkotika
Nasional).
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009,
BNN (Badan Narkotika Nasional) yang diberikan tugas pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
dengan diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (pasal 71). Dengan
demikian, penyidik Polri dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan
terhadap penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Sedangkan pengertian Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika (pasal 1 ayat 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009). Adanya penyidik
BNN yang hanya khusus menangani pemberantasan penyalahgunaan narkotika
dan peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika tersebut wewenangnya
di atur dalam pasal 75 dan pasal 80 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 tahun 2009. Dalam pasal 75, penyidik BNN mempunyi 19 wewenang
diantaranya berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan
memanggil saksi, melakukan penggeledahan dan penyitaan, melakukan
penyadapan, mengambil sidik jari dan memotret tersangka, dan menghentikan
penyidikan. Sedangkan dalam pasal 80 memiliki 8 wewenang, diantaranya
yang terpenting adalah berwenang mengajukan langsung berkas perkara,
28
tersangka, barang bukti, dan harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut
umum. Wewenang lainnya meminta langung kepada instansi untuk melarang
seseorang berpergian ke luar negeri.
Berkaitan dengan masalah penyadapan, menurut penjelasan atas pasal
75 pada huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009,
maka dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyelidikan dan atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN atau
penyidik Polri dengan cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengan
kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau pengiriman pesan melalui
telepon atau alat komunikasi elektronik lainnya. Termasuk di dalam
penyadapan elektronik dengan cara antara lain:
a. Pemasangan transmitter diruangan/kamar sasaran untuk mendengar /
merekam semua pembicaraan (bugging),
b. Pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang yang bias dilacak
keberadaannya (birol dog),
c. Intersepsi internet,
d. Cloning pagar, pelayan layanan singkat (sms) dan fax,
e. CCTV (Close Circuit Television),
f. Pelacak lokasi tersangka (direction fineler).
C. Tinjauan Tentang Narkotika
1. Pengertian Narkotika
Di dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
pengertian narkotika terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum,yaitu:
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapatmenyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnyarasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
29
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini”.
Sesuai kutipan diatas, penulis berpendapat bahwa narkotika adalah zat-
zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan
dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral. Zat-
zat narkotika yang semula ditujukan untuk kepentinganpengobatan, namun
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmuteknologi, khususnya
perkembangan teknologi obat-obatan maka jenisjenis narkotika dapat diolah
sedemikian banyak seperti yang terdapatpada saat ini serta dapat pula
disalahgunakan fungsinya yang bukan lagiuntuk kepentingan di bidang
pengobatan, bahkan sudah mengancamkelangsungan eksistensi generasi suatu
bangsa.
2. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika
Istilah “penyalahgunaan” berasal dari kata dasar “salah guna” yang
artinya melakukan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, penyalahgunaan didefinisikan sebagai berikut :
“Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyalahgunakan7”
Sesuai kutipan diatas penulis berpendapat bahwa penyalahgunaan merupakan
proses, cara, perbuatan menyelewenguntuk melakukan sesuatu yang tidak
7 Kamus Besar Bahasa Indonesia
30
sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya dengan
menyalahi aturan yang ada.
Dengan pengertian tesebut, maka yang dimaksud dengan
penyalahgunaan narkotika adalah perbuatan yang menyangkut pemakaian
narkotika yang menyalahi atau melanggar Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009.
Menyangkut tentang keberadaan narkotika, maka narkotika dapat
membawa dampak positif dan negatif. Dari segi positif keberadaan narkotika
dapat di manfaatkan untuk kepenitngan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam kaitan peningkatan sumber daya manusia Indonesia.
Sebaliknya, pemakaian narkotika dapat pula membawa dampak negatif bila di
pergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan serta bertentangan dengan
peraturan yang berlaku.
3. Penggolongan Narkotika
Di dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotikaditentukan
mengenai penggolongan narkotika, yaitu:
a. Narkotika Golongan I, adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II, adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
31
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III, adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantung.
Menurut Hari Sasangka8, Narkotika yang terbuat dari alam terdiri atas
tiga bagian, yaitu kokain,ganja dan candu atau opium.
a. Kokain.
Kokain adalah suatu alkolioda yang berasal dari daun Erythroxylion
Coca L. Tanaman tersebut banyak tumbuh di Amerika Selatan di bagianbarat
ke utara lautan teduh. Kebanyakan ditanam dan tumbuh di datarantinggi
Andes Amerika Selatan khususnya di Peru dan Bolivia. Tumbuhjuga di
Ceylon, India dan Jawa. Di Pulau Jawa kadang-kadang ditanamdengan
sengaja, tetapi sering tumbuh sebagai tanaman pagar9.
Rasa bau daun Erythroxylion Coca L. seperti teh dan
mengandungkokain. Daun tersebut sering dikunyah karena sedap rasanya
dan seolaholah menyegarkan badan. Sebenarnya dengan mengunyah daun
tanamantersebut dapat merusak paru-paru dan melunakkan saraf dan otot.
Selalu tersusun berganda lima pada ketiak daunserta berwarna putih.
Kokain yang dikenal selama ini pertama kali dibuat secara sintetispada
tahun 1855, dimana dampak yang ditimbulkan diakui duniakedokteran.
Sumber penggunaan kokain lainnya yang terkenal adalahCoca Cola yang
diperkenalkan pertama kali oleh John Pombriton padatahun 1886 yang
dibuat dari sirup kokain dan kafein. Namun karenatekanan publik,
penggunaan kokain pada Coca Cola pada tahun 1903dicabut.
Menurut Hari Sasangka 10 dalam bidang ilmu kedokteran,kokain
dipergunakan sebagianastesi (pemati rasa) lokal:
a) Dalam pembedahan pada mata, hidung dan tenggorokan.
b) Menghilangkan rasa nyeri selaput landir dangan cara menyemburkan
larutan kokain.
c) Menghilangkan rasa nyeri saat membersihkan dan menjahit luka dengan
cara menyuntikkan kokain subkutan.
8Hari Sasangka. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Mandar Maju : Bandung.
2003. Hal 35 9 Ibid., hal 55
10 Ibid., hal 58
32
d) Menghilangkan rasa nyeri yang lebih luas dengan menyuntikkan kokain
ke dalam ruang ekstradural bagian lumba, anastesi lumba.
Menurut pendapat penulis bahwa kokain zat yang sering disalahgunakan
dan merupakan zat yang sangat berbahaya, penggunaan atau bahkan
persebaran kokain ini dilarang oleh hamper seluruh Negara di dunia. Hal ini
karena kokain mempunyai pengaruh yang jelek bagi kesehatan manusia.
Saat seseorang menjadi pencandu, ada sesuatu kepribadian baru yang
muncul dalam dirinya, kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang
lain, satu-satunya hal yang penting baginya dalaha bagaimana cara agar ia
terus menggunakannya.
b. Ganja
Ganja berasal dari tanaman Connabis yang merupakan tanamanyang
mudah tumbuh tanpa memerlukan pemeliharaan istimewa. Tanamanini
tumbuh pada daerah beriklim sedang pohonnya cukup rimbun dantumbuh
subur di daerah tropis. Dapat ditanam dan tumbuh secara liar disemak
belukar.
Nama samaran ganja banyak sekali, misalnya Indian Hemp,
rumputbarang, daun hijau, bangle, bunga, ikat, labang, jayus, jun. Di
kalangan pecandu disebut cimeng, bagi pemakai sering dianggap
sebagailambang pergaulan sebab di dalam pemakaiannya hampir selalu
beramai-ramai karena efek yang ditimbulkan oleh ganja adalah
kegembiraansehingga barang itu tidak mungkin dinikmati sendiri.
Adapun bentuk-bentuk ganja dibagi ke dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Berbentuk rokok lintingan yang disebut reefer.
2. Berbentuk campuran, dicampur tembakau untuk dihisap sepertirokok.
3. Berbentuk campuran daun, tangkai dan biji untuk dihisapmelalui hidung.
4. Berbentuk damma hasish berwarna coklat kehitam-hitamanseperti
mekjun (Hari Sasangka, 2003: 50).
Menurut Taufik Makarao11Bahaya dan akibat mengkonsumsi ganja
dapat menimbulkan:
a) Kedua mata merah, mulut kering.
11Moh. Taufik.Makarao,Tindak Pidana Narkotika. Ghalia Indonesia :Jakarta.2003. Hal 32
33
b) Banyak keringat, jantung berdebar.
c) Kecemasan dan kecurigaan yang berlebihan.
d) Denyut jantung bertambah cepat.
e) Nafsu makan bertambah.
f) Euforia, apatis, perasaan waktu berjalan lambat.
Menurut pendapat penulis bahwa ganja tembakau hijau seperti
campuran daun. Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai 2 meter,
berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda.
Ganja memengaruhi penggunanya dengan beresiko tinggi terhadap
bronkitis, kanker paru-paru dan gangguan pernafasan (ganja berdampak dua
kali lebih berat daripada tar dari rokok), kehilangan minat untuk melakukan
aktivitas, kehilangan tenaga, kebosanan, mengganggu daya ingat jangka
pendek, pemikiran logis dan koordinasi.
c. Candu
Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam.
Berbagai narkotika berasal dari alkoloida candu, misalnya morphine, heroin,
berasal dari tanaman papaver somniferum L. dan dari keluarga
papaveraceae. Nama papaver somniferum merupakan sebutan yang
diberikan oleh Linnaeus pada tahun 1753. Selain disebut dengan papaver
somniferum juga disebut dengan papaver nigrum dan pavot somnivere.
Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan tentang batasan-batasan candu yang ditentukan dalam undang-
undang tersebut. Yang dimaksud dengan candu adalah:
1. Tanaman papaver somniferum L. dari semua bagian-bagiannyatermasuk
buah dan jeramihnya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri yang diperolehdari
buah tanaman papaver somniferum L. yang hanya mengalamipengolahan
sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpamemperhatikan
kadan morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari:
a. Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suaturentetan
pengolahan khususnya dengan pelarutan,pemanasan, dan peragian
dengan atau tanpa penambahanpenambahan bahan-bahan lain dengan
34
maksud mengubahyamenjadi suatu abstrak yang cocok untuk
pemadatan.
b. Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap tanpamemperhatikan
apakah candu itu dicampur dengan daun ataubahan lain.
c. Jiciko, hasil yang diperoleh dengan pengolahan jicing.
Menurut Smite Kline dari buku Hari Sasangka12, gejala putus obatdari
candu adalah sebagai berikut:
1. Gugup, cemas dan gelisah.
2. Kupil mengecil dan bulu roma berdiri.
3. Sering menguap, mata dan hidung berair, berkeringat.
4. Badan panas dingin, kaki dan punggung terasa sakit.
5. Diare, tidak dapat beristirahat dan mual-mual.
6. Berat badan dan nafsu makan berkurang, tidak bisa tidur.
7. Pernafasan bertambah kencang, temperatur dan tekanan darahbertambah.
8. Perasaan putus asa.
Menurut pendapat penulis candu dari getah kering pahit berwarna
cokelat kekuning-kuningan yang diambil dari buah Papaver somniferum,
dapat mengurangi rasa nyeri dan merangsang rasa kantuk serta menimbulkan
rasa ketagihan bagi yg sering menggunakannya. Pemakaian candu yang terus
menerus akan mempengaruhi perubahan fisik dan mental mereka. Karena
susunan saraf mereka menjadi rusak dan otak sebagai pusat pengendali tidak
dapat bekerja dengan normal.
12 H. Sasangka. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Mandar Maju:
Bandung.2003. Hal 41