bab ii tinjauan pustaka a. hak atas tanah menurut …

43
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Atas Tanah Menurut UUPA 1. Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah merupakan hak yang memberi wewenang kepada seseorang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas hak tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang- undang Dasar 1945, bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh Negara dikenal dengan sebutan Hak Menguasai Negara. Dilanjutkan pada Pasal 2 ayat (2) UUPA menetapkan bahwa hak menguasai Negara memberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Tujuan hak menguasai Negara atas bumi, air, ruang angkasa adalah untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak Atas Tanah Menurut UUPA

1. Pengertian Hak Atas Tanah

Hak atas tanah merupakan hak yang memberi wewenang kepada

seseorang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas hak

tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA

menyebutkan bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-

undang Dasar 1945, bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Penguasaan atas

bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya oleh Negara dikenal dengan sebutan Hak Menguasai Negara.

Dilanjutkan pada Pasal 2 ayat (2) UUPA menetapkan bahwa hak

menguasai Negara memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.

Tujuan hak menguasai Negara atas bumi, air, ruang angkasa adalah

untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti

kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan

15

Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur17

.

Subyek hak menguasai dari negara adalah Negara Republik Indonesia

itu sendiri sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hak

menguasai dari Negara meliputi semua tanah dan wilayah Republik

Indonesia, baik tanah-tanah yang tidak ataupun belum di haki dengan

hak-hak perorangan. Tanah-tanah yang belum di haki dengan hak-hak

perorangan oleh UUPA disebut tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara18

. Dasar hukum mengenai ketentuan hak-hak atas tanah diatur

pada Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu:

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud

dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas

permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada

dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama

dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

Hak atas tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

perseorangan, baik Warga Negara Indonesia atau orang asing yang

berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama

dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia atau badan

hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan hukum

privat atau badan hukum publik. Wewenang hak atas tanah juga diatur

dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa:

Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan,

demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya

sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan

17

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,

Jakarta, 2011, h. 47 – 48. 18

Tatu Afifah, Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan Kawasan

Pusat Pemerintahan Provinsi Banten Di Kabupaten Serang, Tesis, Universitas Indonesia,

Depok, 2010, h. 35.

16

dengan undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain

yang lebih tinggi.

Wewenang dalam hak atas tanah berupa menggunakan tanah untuk

keperluan mendirikan bangunan atau bukan bangunan, menggunakan

tubuh bumi seperti penggunaan ruang bawah tanah, diambil sumber

airnya, penggunaan ruang di atas tanah, misalnya di atas tanah

didirikan pemancar19

.

2. Jenis Hak-Hak Atas Tanah

Berdasarkan Pasal 16 UUPA dan Pasal 53 UUPA, hak-hak atas

tanah dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu20

:

a. Hak atas tanah yang bersifat tetap.

Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku selama UUPA

masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang

baru. Macam hak atas tanah ini adalah hak milik, hak guna usaha,

hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak

membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.

b. Hak atas tanah yang ditetapkan dengan undang-undang.

Hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan

dengan undang-undang. Macam hak atas tanah ini belum ada.

c. Hak atas tanah bersifat sementara

Hak yang bersifat sementara, dalam waktu singkat akan

dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan,

mengandung sifat feudal dan bertentangan dengan jiwa UUPA.

19

Op.Cit., h. 48. 20

Ibid., h. 51.

17

Macam hak atas tanah ini adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil,

hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.

Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari sebagai berikut:

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

c. Hak Guna Bangunan;

d. Hak Pakai;

e. Hak Sewa untuk Bangunan;

f. Hak Membuka Tanah;

g. Hak Memungut Hasil Hutan.

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas

tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak

yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara terdiri dari sebagai berikut:

a. Hak Gadai;

b. Hak Usaha Bagi Hasil;

c. Hak Menumpang;

d. Hak Sewa Tanah Pertanian.

3. Hak Milik Atas Tanah

a. Pengertian Hak Milik Atas Tanah

Pengertian hak milik sendiri diatur dalam Pasal 20 – 27 UUPA.

Pada Pasal 20 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak milik adalah

hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

18

orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Arti

dari hak yang terkuat dan terpenuh dalam pengertian tersebut

bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak

terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, melainkan untuk

menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah, hak milik

merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh. Hak milik

dikatakan sebagai hak turun temurun karena hak milik dapat

diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik

sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus

dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain.

Terpenuh artinya hak milik memberikan wewenang yang paling

luas dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ini berarti hak milik

dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya, misalnya pemegang hak

milik dapat menyewakannya kepada orang lain. Selama tidak

dibatasi oleh penguasa, maka wewenang dari seorang pemegang

hak milik tidak terbatas. Selain bersifat turun temurun, terkuat dan

terpenuh, hak milik juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak

lain21

.

b. Subyek Hak Milik Atas Tanah

Menurut Pasal 21 UUPA, subyek yang berhak memiliki hak

milik atas tanah adalah sebagai berikut:

21

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Penerbit Sinar

Grafika, Jakarta, 2010, h. 60 – 61.

19

(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak

milik;

(2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang

dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya;

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula

warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan

setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan

kewarganegaraan wajib melepaskan hak itu dalam jangka

waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu

tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak

tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada

Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang

membebaninya tetap berlangsung;

(4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan

Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka

tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan

baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Hal ini juga dapat dilihat dari asas kebangsaan dalam Pasal 1

UUPA yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah

kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu

sebagai bangsa. Maka dari itu, menurut Pasal 9 Jo Pasal 21 ayat (1)

UUPA, hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai

hak milik atas tanah. Hak milik kepada orang asing dilarang (Pasal

26 ayat (2)), tetapi orang-orang asing dapat mempunyai tanah

dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Untuk badan hukum

sendiri, pada asasnya ia tidak dimungkinkan untuk mempunyai hak

milik atas tanah, tetapi hal ini dapat dikecualikan menurut Undang-

undang serta peraturan lainnya, seperti pada Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 1963 tentang penunjukkan badan-badan hukum

yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, sebagai berikut:

20

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara;

b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan

berdasarkan atas Undang-undang No.79 Tahun 1958;

c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian

/ Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;

d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian /

Agraria, setelah mendengar Menteri Sosial.

Badan-badan hukum yang tidak dikecualikan oleh Undang-

undang atau peraturan lainnya untuk memiliki hak milik atas tanah,

maka hanya akan diberikan hak guna bangunan dan hak pakai.

Selain itu, pada Pasal 27 UUPA hak milik dapat hapus apabila,

sebagai berikut:

a. Tanahnya jatuh kepada Negara:

1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;

2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh

pemiliknya;

3) Karena ditelantarkan;

4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).

b. Tanahnya musnah.

c. Sifat dan Ciri-Ciri Hak Milik Atas Tanah

Adapun sifat dan ciri-ciri hak milik, yaitu sebagai berikut22

:

a. Hak milik adalah hak yang terkuat (Pasal 20 UUPA);

b. Dapat beralih, artinya dapat diwariskan kepada ahli

warisnya;

c. Dapat dialihkan kepada pihak yang memenuhi syarat;

22

Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria Bagian Pertama, Penerbit

Djambatan, Jakarta, 1971, h. 54.

21

d. Dapat menjadi induk dari hak-hak atas tanah yang lain,

artinya dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lain, yaitu

hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak

guna bagi hasil dan hak menumpang. Hak milik sebaliknya

tidak dapat berinduk pada hak atas tanah lainnya;

e. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak

tanggungan (Pasal 25 UUPA);

f. Dapat dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah

(Pasal 27 UUPA);

g. Dapat diwakafkan (Pasal 49 ayat (3) UUPA).

B. Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Hukum Agraria

1. Pengertian Jual Beli Hak Atas Tanah

Menurut Boedi Harsono pengertian jual beli tanah adalah

perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan

tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada

saat itu juga pembeli membayar harganya kepada penjual. Pengertian

jual beli tanah menurut Boedi Harsono, ruang lingkup objeknya

terbatas hanya pada hak milik atas tanah. Namun dalam hukum positif,

hak atas tanah yang dapat menjadi objek jual beli tidak hanya terbatas

pada hak milik, namun juga hak guna usaha, hak guna bangunan, hak

pakai, maupun hak milik atas satuan rumah susun. Tujuan jual beli hak

atas tanah adalah untuk melakukan peralihan hak atas tanah kepada

22

pembeli sehingga pembeli dapat secara sah menguasai dan

menggunakan hak atas tanah tersebut23

.

2. Syarat-syarat Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Jual Beli

Dalam jual beli hak atas tanah diperlukan adanya syarat formil

terhadap obyek jual beli hak atas tanah berupa bukti kepemilikan tanah

yang terkait dengan hak atas tanah, dan juga terkait dengan prosedur

peralihan hak atas tanah tersebut. Prosedur jual beli hak atas tanah

telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah (PP No.24 Tahun 1997). Menurut

ketentuan tersebut, jual beli tanah harus dibuktikan dengan akta yang

dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT24

.

Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi

beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Syarat-syarat jual beli hak atas tanah terdiri

dari syarat materiil dan syarat formil25

.

a. Syarat Materiil

Syarat materiil jual beli hak atas tanah tertuju pada subyek dan

obyek hak yang akan diperjualbelikan. Pemegang hak atas

tanah harus mempunyai hak dan berwenang untuk menjual hak

atas tanah. Disamping itu pembeli juga harus memenuhi syarat

sebagai pemegang hak dari hak atas tanah yang menjadi obyek

jual beli.

23

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,

Jakarta, 2011, h. 360. 24

Ibid., h. 53. 25

Ibid., h. 55.

23

1. Syarat Penjual

(a) Penjual adalah orang yang namanya tercantum dalam

sertifikat atau alat bukti lain selain sertifikat. Apabila

penjual merupakan pasangan suami istri dan di dalam

sertifikat tersebut hanya mencantumkan nama suami /

istri, maka tanah tersebut tetap merupakan harta milik

bersama jika tanah itu diperoleh selama dalam

perkawinan, bukan karena warisan atau hibah.

(b) Penjual harus sudah dewasa menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(c) Apabila penjual masih belum cakap atau masih berada

di bawah umur maka untuk melakukan jual beli harus

diwakili oleh orang tua atau walinya dan apabila

penjual berada di bawah pengampuan, maka untuk

melakukan transaksi jual beli harus diwakili oleh

pengampu atau kuratornya.

(d) Apabila penjual diwakili oleh orang lain sebagai

penerima kuasa, maka penerima kuasa menunjukkan

surat kuasa notarial atau surat kuasa otentik yang dibuat

oleh pejabat yang berwenang.

2. Syarat Pembeli

Apabila obyek jual beli tersebut merupakan tanah hak

milik, maka subyek yang dapat membeli tanah adalah

perseorangan warga Negara Indonesia, bank pemerintah,

24

badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk atau

sudah mempunyai SK penunjukan sebagai pemegang hak

milik dan tanah itu digunakan untuk langsung kegiatan

yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan dan sosial.

b. Syarat Formil

Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah meliputi formalitas

transaksi jual beli dan formalitas tersebut meliputi akta yang

menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang

membuat akta tersebut. Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan

dengan akta PPAT ditegaskan dalam Pasal 37 ayat (1)

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yang menyatakan:

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan

rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,

pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum

pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak

melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan

dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pemindahan hak hanya dapat

didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh

PPAT. Tetapi sebetulnya syarat tersebut tidak mutlak harus

dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota dapat mendaftar pemindahan haknya

meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini

dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 37 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan:

25

Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan

oleh menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat

mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak

milik, yang dilakukan di antara perorangan warga

Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang

tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala

Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya

dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang

bersangkutan.

3. Peralihan Hak Melalui Jual Beli Hak Atas Tanah

Peralihan hak atas tanah merupakan peristiwa beralihnya atau

berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang

tanah dari pemilik semula kepada pemilik yang baru karena perbuatan

hukum tertentu26

. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus

dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT untuk memperoleh akta

jual beli. Setelah itu terjadilah pemindahan hak atas tanah dari

pemegang haknya sebagai penjual kepada pihak lain sebagai pembeli.

Namun, pemindahan hak tersebut hanyalah diketahui oleh kedua belah

pihak (penjual dan pembeli), sementara pihak ketiga tidak mengetahui

tentang adanya jual beli tersebut. Agar pihak ketiga mengetahuinya,

maka jual beli tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan

setempat karena pendaftaran tanah mempunyai sifat terbuka. Dengan

pendaftaran peralihan hak atas tanah (akta jual beli yang dibuat oleh

PPAT) ke Kantor Pertanahan maka terpenuhilah asas publisitas dalam

pendaftaran tanah, yaitu setiap orang dapat mengetahui data fisik

berupa letak, ukuran, batas-batas tanah dan data yuridis berupa subyek

hak, status hak dan pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan ke

26

Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah

untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005, h. 56.

26

kantor pertanahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 3

tahapan dalam jual beli hak atas tanah, yaitu27

:

1. Persiapan jual beli hak atas tanah yang dilakukan oleh penjual dan

pembeli;

2. Pembuatan akta jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT ;dan

3. Pendaftaran peralihan hak atau pendaftaran akta jual beli ke Kantor

Pertanahan sesuai dengan aturan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997.

C. Pelepasan Hak Atas Tanah

1. Pengertian Pelepasan Hak Atas Tanah

Pada dasarnya, pelepasan hak atas tanah meliputi banyak aspek.

Seperti, pelepasan hak atas tanah dalam rangka perubahan atau

pembaharuan hak maupun pelepasan hak atas tanah dalam rangka

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau

swasta. Untuk pengertian pelepasan hak itu sendiri telah tercantum

dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum (Perpres No.36 Tahun 2005) yang menyatakan

bahwa pelepasan atau penyerahan hak adalah kegiatan melepaskan

hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang

dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar

musyawarah. Boedi Harsono juga menyatakan bahwa dengan adanya

pelepasan hak atas tanah, tidak berarti hak itu dapat berpindah dari

27

Ibid., h. 55 – 58.

27

pemegang haknya kepada pihak lain yang memberikan ganti kerugian,

melainkan hak atas tanah tersebut hapus dan kembali menjadi tanah

Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara28

. Selain itu,

pelepasan hak juga dapat diartikan sebagai penyerahan hak atas tanah

yang dilakukan oleh pemilik atau pemegang hak tersebut kepada pihak

yang memerlukan tanah. Arie S. Hutagulung, berpendapat bahwa

pelepasan hak dilakukan apabila subyek yang memerlukan tanah tidak

memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang

diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh dengan jual beli dan

pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan hak atas

tanahnya29

.

2. Tata Cara Pelepasan Hak Atas Tanah

Tata cara pelepasan hak telah diatur dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

(Permenag No.9 Tahun 1999). Acara pelepasan hak wajib dilakukan

dengan surat pernyataan atau akta pelepasan hak, pelepasan hak

tersebut dilakukankan oleh pemegang hak atas tanah dengan sukarela

sehingga tanah menjadi milik negara30

. Akta atau surat pernyataan itu

dapat dilakukan secara notariil atau bawah tangan, yaitu31

:

28

Urip Santoso, Pelepasan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Perusahaan Swasta,

Jurnal Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 2010, h. 331. 29

Arie. S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI,

Jakarta, 2005, h. 152. 30

Dwi Heny Ratnawati, Akta Pelepasan Hak Sebagai Alas Hak Untuk Mengajukan

Permohonan Peralihan dan Perubahan Hak Guna Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah

28

1) Akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang

bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik); atau

2) Surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang

bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik) yang dibuat

dan disaksikan oleh Camat letak tanah yang bersangkutan; atau

3) Surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang

bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik) yang dibuat

dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.

3. Syarat Terjadinya Pelepasan Hak Atas Tanah

Pelepasan hak atas tanah dilaksanakan apabila subyek yang

memerlukan tanah tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang

hak atas tanah yang diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh dengan

akta jual beli dan pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan

hak atas tanahnya. Sehingga, tanah yang bersangkutan menjadi tanah

milik negara. Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai Atas Tanah (PP No.40 Tahun 1996) ditetapkan faktor-faktor

Berakhir Di Kabupaten Brebes, Jurnal Hukum, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, 1

Maret 2018, h. 252. 31

Christina Octavia, Akta Pelepasan Hak Sebagai Syarat Pemberian Hak Guna

Bangunan Pada Badan Hukum, Thesis, Universitas Indonesia, Depok, 2012, h. 43.

Penjual (Perorangan) Tanah

Akta Pelepasan Hak Atas Tanah

Negara

29

penyebab hapusnya hak atas tanah dan tanahnya kembali menjadi

tanah Negara, yaitu32

:

a. Hak atas tanah dicabut untuk kepentingan umum;

b. Hak atas tanah diserahkan atau dilepaskan secara sukarela;

c. Hak atas tanah diterlantarkan;

d. Pemegang hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek

hak atas tanah;

e. Hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang berakhir

jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh pemegang haknya;

f. Hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai tidak

diperbaharui haknya oleh pemegang haknya.

Dasar hukum pelepasan hak milik atas tanah juga diatur dalam Pasal

27 huruf a angka 2 UUPA. Hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada

Negara karena penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya33

.

D. Permohonan Hak Atas Tanah

1. Pengertian dan Pengaturan Permohonan Hak Atas Tanah

Pada dasarnya, yang berwenang memberikan hak atas tanah negara

kepada perseorangan atau badan hukum adalah Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Tetapi dalam

pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau Kepala Kantor Pertanahan

32

Ibid., h. 332. 33

Ibid.

30

Kabupaten / Kota34

. Peraturan terbaru yang mengatur kewenangan

dalam pemberian hak atas tanah Negara adalah Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran

Tanah (Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013). Menurut Pasal 1 angka

4 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013, yang dimaksud dengan

pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang

memberikan suatu hak atas tanah Negara, termasuk perpanjangan

jangka waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas

hak pengelolaan. Disamping itu, pemberian hak juga diatur dalam

Pasal 1 angka 8 Permenag No.9 Tahun 1999. Pada pasal tersebut

dikatakan bahwa pemberian hak atas tanah adalah penetapan

pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah Negara, termasuk

pemberian hak diatas hak pengelolaan.

2. Tata Cara Pelaksanaan Permohonan Hak Atas Tanah

Untuk tata cara pelaksanaannya hanya akan membahas secara

umum mengenai pemberian hak guna bangunan dan hak pakai. Berikut

tata cara pelaksanaan permohonan pemberian hak guna bangunan atas

tanah Negara sesuai dengan Pasal 32 – 48 Permenag No.9 Tahun 1999

oleh perseorangan atau badan hukum, yaitu35

:

1. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan hak guna

bangunan adalah:

34

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,

Jakarta, 2011, h. 211. 35

Ibid., h. 219.

31

a. Warga Negara Indonesia

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

2. Pemberian hak guna bangunan diajukan secara tertulis.

Permohonan hak guna bangunan memuat:

a. Keterangan mengenai pemohon:

(1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat

tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri /

suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.

(2) Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau

peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan

data fisik:

(1) Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat,

girik, surat kaveling, surat-surat bukti pelepasan hak dan

pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli

dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), akta pelepasan hak dan surat-surat

bukti perolehan tanah lainnya.

(2) Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau

gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya).

(3) Jenis tanah (pertanian / non-pertanian).

(4) Rencana penggunaan tanah.

32

(5) Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara).

c. Lain-lainnya:

(1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-

tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah

yang dimohon;

(2) Keterangan lain yang dianggap perlu.

3. Permohonan hak guna bangunan dilampiri dengan:

a. Non fasilitas penanaman modal:

- Mengenai Pemohon:

(1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti

kewarganegaraan Republik Indonesia;

(2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan

pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

- Mengenai tanahnya:

(1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat

bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan

atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan

pengadilan, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akta

pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah

lainnya.

(2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada;

(3) Surat-surat lain yang dianggap perlu.

33

- Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan

status tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon, termasuk

bidang tanah yang dimohon.

b. Fasilitas Penanaman Modal

- Fotokopi identitas pemohon atau akta pendirian perusahaan

yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan

sebagai badan hukum;

- Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka

panjang;

- Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau

surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah;

- Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa

pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta

pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah

lainnya;

- Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau

Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari

presideng bagi PMA tertentu atau surat persetujuan prinsip dari

Departemen Teknis bagi non PMDN atau PMA.

4. Tahapan dalam permohonan pemberian hak guna bangunan oleh

perseorangan atau badan hukum, yaitu:

a. Adanya permohonan pemberian Hak Guna Bangunan

34

Permohonan pemberian hak guna bangunan diajukan oleh

pemohon kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota

yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

b. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten / Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah

yang bersangkutan, yaitu:

(1) Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten / Kota:

a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik;

b) Mencatat dalam formulir isian;

c) Memberikan tanda terima berkas permohonan;

d) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar

biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan

permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota meneliti

kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik

permohonan hak guna bangunan dan memeriksa kelayakan

permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau

diproses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

35

(3) Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya,

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota

memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan

Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.

(4) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota

memerintahkan kepada:

(a) Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang

ditunjuk untuk memeriksa permohonan hak terhadap

tanah yang sudah terdaftar, peningkatan, perpanjangan

atau pembaruan hak atas tanah dan terhadap tanah yang

data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk

mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah

Pemeriksaan Tanah (konstatering rapport);

(b) Tim Penelitian untuk memeriksa permohonan hak

terhadap tanah yang belum terdaftar yang dituangkan

dalam Berita Acara.

(c) Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa

permohonan hak terhadap tanah selain yang diperiksa

sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b yang

dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.

(5) Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap,

Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan kepada

pemohon untuk melengkapinya.

36

(6) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan telah

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /

Kota, setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi

Hak Atas Tanah atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim

Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A, Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota menerbitkan

keputusan pemberian hak guna bangunan atas tanah yang

dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan

alasan penolakannya.

(7) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan tidak

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /

Kota, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota yang

bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut

kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi, disertai pendapat dan pertimbangannya.

c. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi

letak tanah yang bersangkutan, yaitu:

(1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai

pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten / Kota, Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi memerintahkan kepada

Kepala Bidang Hak-hak Atas Tanah untuk:

a) Mencatat dalam formulir isian;

37

b) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota yang

bersangkutan untuk melengkapinya.

(2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis

dan data fisik atas tanah yang dimohon beserta pendapat

dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /

Kota dan memeriksa kelayakan permohonan hak guna

bangunan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau

diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam keputusan pemberian hak guna bangunan telah

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi, setelah mempertimbangkan

pendapat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota,

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi menerbitkan keputusan pemberian hak guna

bangunan atas tanah yang dimohon atau keputusan

penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.

(4) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan tidak

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional Provinsi menyampaikan berkas

38

permohonan dimaksud kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia diserta pendapat dan

pertimbangannya.

d. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia, yaitu:

(1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai

pendapat dan pertimbangan, Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia memerintahkan kepada

pejabat yang ditunjuk untuk:

a) Mencatat dalam formulir isian;

b) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi yang bersangkutan untuk melengkapinya.

(2) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data

fisik atas tanah yang dimohon dengan memperhatikan

pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi dan selanjutnya memeriksa

kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya

dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(3) Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

39

Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia menerbitkan keputusan pemberian hak guna

bangunan atas tanah yang dimohon atau keputusan

penolakan yang disertai alasan penolakannya.

e. Penyampaian keputusan pemberian hak guna bangunan.

Keputusan pemberian hak guna bangunan atau keputusan

penolakannya disampaikan kepada pemohon melalui surat

tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya

keputusan kepada yang berhak.

Sedangkan untuk tata cara permohonan pemberian Hak Pakai,

diatur dalam Pasal 49 – 66 Permenag Nomor 9 Tahun 1999, yaitu

sebagai berikut36

:

1. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan hak pakai,

adalah:

a. WNI;

b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. Instansi Pemerintah;

d. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia;

e. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

2. Permohonan pemberian hak pakai diajukan secara tertulis yang

memuat:

a. Keterangan mengenai pemohon:

36

Ibid., h. 235.

40

(1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat

tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri

atau suami dan anaknya yang masih menjadi

tanggungannya.

(2) Apabila badan hukum: nama badan hukum, tempat

kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan

data fisik:

(1) Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat,

girik, surat kaveling, surat-surat bukti pelepasan hak dan

pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli

dari pemerintah, putusan pengadilan, akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), akta pelepasan hak, dan surat-surat

bukti perolehan tanah lainnya;

(2) Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau

gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

(3) Jenis tanah (pertanian / non pertanian);

(4) Rencana pengunaan tanah;

(5) Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).

c. Lain-lainnya:

(1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-

tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah

yang dimohon;

41

(2) Keterangan lain yang dianggap perlu.

3. Permohonan Hak Pakai dilampiri dengan :

a. Hak Pakai dengan jangka waktu:

- Mengenai pemohon:

1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti

kewarganegaraan Republik Indonesia dan keterangan

domisili;

2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan

pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukkannya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

- Mengenai tanahnya:

1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat

bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan

atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat

bukti perolehan tanah lainnya.

2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada.

3) Surat lain yang dianggap perlu.

b. Hak Pakai selama digunakan:

- Mengenai pemohon:

1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti

kewarganegaraan Republik Indonesia dan keterangan

domisili;

42

2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan

pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukkannya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

- Mengenai tanahnya:

1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat

bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan

atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat

bukti perolehan tanah lainnya.

2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada.

3) Surat lain yang dianggap perlu.

c. Dalam hal pemohon hak pakai adalah orang asing, juga

dipersyaratkan:

1) Bagi orang penetap: fotokopi surat izin tinggal tetap;

2) Bagi orang lainnya: fotokopi izin kunjungan atau izin

keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang dicantumkan

pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang

dimiliki orang asing yang bersangkutan.

d. Dalam hal pemohon adalah instansi pemerintah, namun bukti

perolehan tanahnya tidak dapat ditemukan, dilengkapi dengan

surat pernyataan yang menyebutkan bahwa secara fisik

tanahnya dikuasai, tanah tersebut sudah tercatat dalam daftar

43

inventaris dan tidak ada permasalahan atau sengketa dengan

pihak lain.

4. Tahapan dalam permohonan pemberian Hak Pakai oleh

perseorangan atau badan hukum, yaitu:

a. Adanya permohonan pemberian hak pakai

Permohonan pemberian hak pakai diajukan oleh pemohon

kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota yang

daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

b. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten atau Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah

yang bersangkutan, yaitu:

- Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten / Kota:

1) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik.

2) Mencatat dalam formulir isian.

3) Memberikan tanda terima berkas permohonan.

4) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya

yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut

dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / kota meneliti

kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik

44

permohonan Hak Pakai dan memeriksa kelayakan permohonan

tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih

lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

- Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya,

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memerintahkan

kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk

melakukan pengukuran.

- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memerintahkan

kepada:

1) Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang ditunjuk

untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang

sudah terdaftar, peningkatan, perpanjangan atau pembaruan

hak atas tanah dan terhadap tanah yang data yuridis dan

data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang

dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah;

2) Tim Penelitian untuk memeriksa permohonan hak terhadap

tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam Berita

Acara;

3) Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan

hak selain yang diperiksa sebagaiaman dimaksud pada

angka 1 dan 2 yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan

Tanah.

45

4) Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap,

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota

memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya.

5) Dalam hal keputusan pemberian hak pakai telah

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota, setelah mempertimbangkan pendapat

Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Pejabat yang ditunjuk

atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A,

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota menerbitkan

kepytusan pemberian Hak Pakau atas tanah yang dimohon

atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan

penolakannya.

6) Dalam hal keputusan pemberian Hak Pakai tidak

dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota akan menyampaikan berkasi permohonan

tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi, disertai pendapat dan pertimbangannya.

c. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi

letak tanah yang bersangkutan, yaitu:

- Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat

dan pertimbangan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /

Kota, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

46

Provinsi memerintahkan kepada Kepala Bidang Hak-hak Atas

Tanah untuk:

1) Mencatat dalam formulir isian;

2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan

untuk melengkapinya.

- Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi meneliti kelengkapan

dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang

dimohon beserta pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota dan memeriksa kelayakan

permohonan Hak Pakai tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan

atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

- Dalam keputusan pemberian hak pakai telah dilimpahkan

kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, setelah

mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi

menerbitkan keputusan pemberian hak pakai atas tanah yang

dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan

penolakannya.

- Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan

kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kepala Kantor

Wilayah BPN Provinsi akan menyampaikan berkas

47

permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Republik Indonesia disertai dengan pendapat

dan pertimbangannya.

d. Kegiatan yang dilakukan Kepala BPN Republik Indonesia,

yaitu:

- Setelah menerika berkas permohonan yang disertai pendapat

dan pertimbangan, Kepala BPN Republik Indonesia

memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk:

1) Mencatat dalam formulir isian;

2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala

Kantor Wilayah BPN Provinsi yang bersangkutan untuk

melengkapinya.

- Kepala BPN meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis

dan data fisik atas tanah yang dimohon dengan memerhatikan

pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah BPN

Provinsi dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan

tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala

Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kepala BPN pusat menerbitkan

keputusan pemberian Hak Pakai atas tanah yang dimohon atau

keputusan penolakan yang disertai alasan penolakannya.

e. Penyampaian keputusan pemberian Hak Pakai

48

Keputusan pemberian hak pakai atau keputusan penolakannya

disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau

dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan kepada

yang berhak.

Berkaitan dengan tata cara pelaksanaan pemberian hak guna

bangunan dan hak pakai diatas, dapat dipersingkat melalui bagan

sebagai berikut :

Pemohon

Mengajukan Permohonan kepada Pejabat

yang berwenang sesuai dengan ketentuan

dalam Peraturan Ka BPN No.2 Tahun

2013

Penerimaan dan Pemeriksaan

Dokumen Permohonan

Pemeriksaan Tanah

Penerbitan Surat Keputusan

Kantah

Penerbitan Surat Keputusan

Kanwil

Penerbitan Surat Keputusan

BPN RI

Pendaftaran Hak dan

Penerbitan Sertifikat

Penerbitan Sertifikat

Proses Kantor Pertanahan Kab

/ Kota

Proses Kantor Wilayah BPN

Provinsi

Proses Kantor BPN Pusat

49

3. Pejabat Yang Berwenang Memberikan Hak Atas Tanah

Untuk kewenangan pemberian hak guna bangunan diatur dalam

Pasal 4 dan Pasal 9 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013, yaitu:

Pasal 4

Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:

a. Pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas

tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2

;

b. Pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang

luasnya tidak lebih dari 20.000 m2 ;

c. Pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan.

Pasal 9

Kepala Kantor Wilayah BPN memberi keputusan mengenai:

a. Pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas

tanah yang luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 10.000

m2 ;

b. Pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang

luasnya lebih dari 20.000 m2 dan tidak lebih dari 150.000 m

2.

Sedangkan untuk kewenangan pemberian hak pakai diatur dalam Pasal

5 dan Pasal 10 Peraturan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2013, yaitu:

Pasal 5

Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:

a. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian

yang luasnya tidak lebih dari 50.000 m2 ;

b. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non

pertanian yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 ;

c. Pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, BUMN / BUMD

atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m2;

d. Pemberian hak pakai atas tanah hak pengelolaan; dan

e. Pemberian hak pakai aset pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pasal 10

Kepala Kantor Wilayah BPN memberi keputusan mengenai:

a. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian

yang luasnya lebih dari 50.000 m2 dan tidak lebih dari dari 100.000 m

2

;

50

b. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non

pertanian yang luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 10.000

m2;

c. Pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, BUMN / BUMD

atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 m2 dan tidak

lebih dari 150.000 m2.

Untuk kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia, yaitu menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan

secara umum dan memberikan keputusan mengenai pemberian hak atas

tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor

pertanahan atau kepala kanwil BPN Provinsi. Hal ini diatur dalam Pasal 12

dan Pasal 13 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013.

E. Penurunan Hak Atas Tanah

1. Pengertian dan Pengaturan Penurunan Hak Atas Tanah

Perubahan hak atau penurunan hak menurut Pasal 1 angka 13

Permenag No.9 Tahun 1999 adalah penetapan pemerintah mengenai

penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan

sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya,

menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut

kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. Penurunan hak milik

terjadi apabila pemegang tanah tidak memenuhi syarat subyek (Pasal

21 UUPA) sebagai pemegang hak milik atas tanah tersebut atau tanah

hak milik itu telah dimenangkan oleh badan hukum melalui pelelangan

umum. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Agraria Nomor 16

Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna

51

Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak

Pakai (Kemenag No.16 Tahun 1997).

2. Tata Cara Penurunan Hak Atas Tanah

Tata cara pelaksanaan pada penurunan hak juga diatur dalam Pasal

93 – 102 Permenag No.9 Tahun 1999, sebagai berikut:

1. Pemberian hak secara umum untuk perubahan hak atas tanah

diberikan kepada:

a. WNI;

b. WNI yang berkedudukan di Indonesia;

c. Badan Hukum Indonesia;

d. Badan Hukum Asing yang berkedudukan di Indonesia.

2. Permohonan perubahan hak diajukan secara tertulis. Permohonan

perubahan hak memuat:

a. Keterangan mengenai pemohon:

1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat

tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri /

suami anaknya yang masih menjadi tanggungannya;

2) Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau

peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data

fisik:

52

1) Dasar penguasaan atau alas haknya berupa sertifikat, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan risalah lelang;

2) Letak, batas-batas dan luasnya (sebutkan tanggal dan nomor

surat ukur);

3) Jenis tanah (pertanian / non pertanian);

4) Rencana penggunaan tanah.

c. Lain-lain:

1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-

tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang

dimohon;

2) Keterangan lain yang dianggap perlu.

3. Permohonan perubahan hak dilampiri dengan:

a. Mengenai pemohon:

- Perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti

kewarganegaraan;

- Badan Hukum: fotokopi akta atau peraturan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Mengenai tanahnya:

- Sertifikat hak milik yang dimohon perubahan haknya atau bukti

pemilikan tanah yang bersangkutan dalam hal hak milik yang

belum terdaftar;

- Kutipan risalah tentang yang dikeluarkan oleh Pejabat yang

berwenang apabila hak yang bersangkutan dimenangkan oleh

badan hukum dalam suatu pelelangan umum;

53

- Surat persetujuan dari pemegang hak tanggungan apabila hak

atas tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan;

- Akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan atau surat

perolehan tanah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

peundang-undangan yang berlaku.

c. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan

status tanah-tanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang

dimohon.

4. Permohonan perubahan hak atas tanah diajukan kepada Kepala

Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang

bersangkutan. Dalam hal hak atas tanah yang dimohon sudah

terdaftar, setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor

Pertanahan melakukan kegiatan:

a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan berkas permohonan;

b. Mencatat dalam formulir isian;

c. Memberikan tanda terima berkas permohonan;

d. Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang

diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan

rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

5. Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran

berkas permohonan serta memeriksa kelayakan permohonan

tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

54

6. Setelah berkas permohonan telah cukup untuk mengambil

keputusan, Kepala Kantor Pertanahan:

a. Menegaskan hak milik tersebut menjadi tanah negara serta

mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertifikat dan

daftar umum lainnya;

b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi hak guna

bangunan atau hak pakai serta mencatatnya dalam buku tanah,

sertifikat dan daftar umum lainnya;

c. Dalam melaksanakan kegiatan diatas, maka harus

mencantumkan keputusan pemberian hak secara umum sebagai

dasar pemberian haknya;

d. Menerbitkan sertifikat hak guna bangunan atau hak pakai.

7. Apabila dalam hal tanah yang dimohon belum terdaftar, setelah

berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan

melakukan kegiatan:

a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik. Apabila data yuridis dan data fisik telah lengkap serta

telah cukup alasan untuk dikabulkan, Kepala Kantor

Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi yang terkait

untuk menyelesaikan proses pembuktian hak yang belum

terdaftar.

b. Sepanjang tidak ada pihak lain yang berkeberatan dan telah

cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Pertanahan

mendaftar hak milik atas tanah yang dimohon.

55

c. Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan:

- Menegaskan hak milik tersebut menjadi tanah negara serta

mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertifikat

dan daftar umum lainnya.

- Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi hak

guna bangunan serta mencatatnya dalam buku tanah,

sertifikat dan daftar umum lainnya.

- Dalam melaksanakan kegiatan diatas, harus mencantumkan

keputusan pemberian hak secara umum sebagai dasar

pemberian haknya.

- Menerbitkan sertifikat hak guna bangunan.

56

Tahapan-tahapan diatas dapat dipersingkat dengan bagan, sebagai

berikut:

Pemohon Mengajukan permohonan ke

Kantor Pertanahan

Penerimaan dan Pemeriksaan

Dokumen Permohonan

Pencatatan dan Pembukuan

Hak

Tanah yang belum terdaftar

sebagai Hak Milik

Tanah Hak Milik

Tanah Negara

HGB / Hak Pakai

Pemeriksaan dan

pembuktian hak yang belum

terdaftar

Tanah Hak Milik

Tanah Negara

HGB

Penerbitan Sertifikat