bab ii tinjauan pustaka a. deskripsi konseptual 1....
TRANSCRIPT
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konseptual 1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior) (Notoatmodjo,
2012).
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia
harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi
dirinya atau keluarganya. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perihal yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, disingkat AIETA, yang artinya :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
pengetahuan stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.
-
10
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku memulai proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dari sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan individu sangat mempengaruhi pola piker dan
membentuk cara berfikir individu tersebut dalam berperilaku. Begitu pula
dalam upaya penerapan pencegahan infeksi, pengetahuan pasien atau
keluarga pasien (penunggu pasien) sangat erat hubungannya dengan
pencegahan infeksi. Keluarga atau penunggu pasien sebagai salah satu
pihak yang melakukan kontak langsung dengan pasien sangat berpengaruh
terhadap kejadian infeksi maka dari itu keluarga atau penunggu pasien
perlu pendidikan tentang pencegahan infeksi. Keberhasilan dalam
pencegahan infeksi oleh keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga
tersebut.
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
-
11
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terdapat objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).
Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakaan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
mengunakan kriteria-kriteria yang telah adaa (Notoatmodjo, 2012).
-
12
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
diatas (Notoatmodjo, 2012).
Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto, dalam Mahfoedz
(2010) dalam pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Baik, jika pertanyaan yang dijawab benar 76 – 100%
2. Cukup, jika pertanyaan yang dijawab benar 56 – 75%
3. Kurang, jika pertanyaan yang dijawab benar ≤ 56%
d. Perubahan (adopsi) Perilaku dan Indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang
kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori
perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru
dalam kehidupannya melalui tiga tahap (Notoatmodjo, 2012).
1. Perubahan pengetahuan
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku ( berperilaku baru), ia harus
tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi
dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator apa yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran
terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi :
a) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit.
b) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
sehat.
c) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal yang didasaari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).
-
13
2. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012) mengemukakan indikator untuk sikap
kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni :
a) Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap :
gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara
penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya.
b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara
memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.
c) Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan.
3. Perilaku atau tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).
Inilah yang disebut dengan praktik (practice) kesehatan, atau dapat
juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Notoatmodjo
(2012) indicator praktik kesehatan juga mencakup hal-hal diatas,
yakni:
a) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit
b) Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c) Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan
Cara mengukur indikator perilaku atau memperoleh data atau
informasi indikator-indikator perilaku tersebut, untuk pengetahuan,
sikap, dan praktik agak berbeda. Untuk memperoleh data tentang
pengetahuan dan sikap cukup dilakukan melalui wawancara, baik
wawancara terstruktur, maupun wawancara mendalam, dan focus
group discussion (FGD) khusus untuk penelitian kualitatif. Sedangkan
-
14
untuk memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat
adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan
wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku
yang telah dilakukan responden beberapa waktu dulu (Notoatmodjo,
2012).
e. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan
konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap
perilaku.
Menurut WHO, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3, sebagai
berikut :
1. Perubahan alamiah (natural change)
Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan
karenakejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi
perubahan lingkungan fisik, social budaya, dan ekonomi, maka
anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami
perubahan.
2. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanaakan sendiri
oleh subjek.
3. Kesediaan untuk berubah (readiness to change)
Bila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di
dalam masyarakat, makaa yang sering terjadi adaalah sebagian orang
sangat cepat menerima perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan
sebagian lagi sangat lambat untuk menerima perubahan tersebut.
2. Keluarga a. Definisi Keluarga
Menurut WHO keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Menurut
-
15
Salvicion dan Celis ( 1998) didalam keluarga terdapat dua atau lebih dari
dua pribadi yang tergabung karena hubungan perkawinan, pengangkatan,
dihidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan
didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu
tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Jhonson
& Leny, 2010).
Dari uraian diatas menunjukan bahwa keluarga juga merupakan
suatu system. Sebagai system keluarga mempunyai anggota yaitu; ayah,
ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga
tersebut. Anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi, interdependensi
untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan suatu system yang
terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu
lingkungannya yaitumasyarakat dan sebaliknya sebagai subsistem dari
lingkungan (masyarakat) keluarga dapat mempengaruhi masyarakat (supra
system). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga
dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat
biopsikososial spiritual. Jadi sangatlah tepat jika keluarga sebagai titik
sentral pelayanan keperawatan (Jhonson & Leny, 2010).
b. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan
situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan
pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan
yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, beperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
-
16
serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
2. Ibu sebagai istri dari ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,
disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya.
3. Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, social, dan spiritual (Jhonson &
Leny, 2010).
c. Tugas Keluarga
Menurut Jhonson & Leny (2010) pada dasarnya tugas keluarga ada
delapan tugas pokok sebagai berikut :
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.
d. Fungsi Keluarga
Dalam kehidupan sehari-hari fungsi keluarga dapat kita lihat dan
sekaligua sudah dapat diterapkan oleh masyarakat atau kelompok
keluarga. Adapun fungsi yang dijalankan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Fungsi pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa
depan anak.
-
17
2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak
sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa nyaman.
4. Fungsi perasaan dilihat daribagaimana keluarga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesame anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan
lain setelah dunia.
6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari
penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga.
7. Fungsi rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton tv bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8. Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan
keturunan sebagai generasi selanjutnya. Memberikan kasih saying,
perhatian, dan rasa aman diantara keluarga, serta membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga (Jhonson & Leny, 2010).
e. Upaya Keluarga Terkait Promosi Kesehatan
Menurut Jhonson & Leny (2010) terdapat beberapa upaya keluarga terkait
promosi keluarga, sebagai berikut :
1. Keluarga memegang peranan yang penting dalam berbagai bentuk
upaya promosi kesehatan didalam keluarga.
-
18
2. Ada banyak bentuk-bentuk peningkatan kesehatan, pencegahahan dan
pengurangan resiko: sekitar masalah pola hidup, berhenti merokok,
olahraga, imunisasi, dan lain-lain.
3. Agar strategi sehat dapat berhasil; menuntut perbaikan pola hidup
seluruh anggota keluarga.
4. Anggota keluarga perlu mempelajari status kesehatan mereka dan citra
tubuh seperti apakah tubuh mereka lemah, sakit-sakitan atau sehat.
5. Anggota keluarga yang dapat menunjukan perilaku hidup sehat akan
menjadi contoh yang sangat ampuh bagi anggota keluarga lain.
f. Karakteristik Keluarga Sehat
Menurut Jhonson & Leny (2010) terdapat beberapa karakteristik keluarga
sehat, sebagai berikut :
1. Ada komunikasi, sharing pengalama
2. Pendidikan terarah
3. Saling memperkuat dan mendukung
4. Mengembangkan sifat saling percaya
5. Ada rasa bermain dan humor
6. Ada keseimbangan dalam berinteraksi
7. Suasana saling tanggung jawab dan saling menbantu
8. Mengajarkan baik-buruk, benar-salah
9. Patuh pada tradisi yang baik dan ajaran agama
10. Respek terhadap privasi
3. Pencegahan Infeksi a. Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi merupakan
invasi dan proliferasi mikroorganisme pada jaringan tubuh.
Mikroorganisme yg menginvasi dan berproliferasi pada jaringan tubuh
disebut agens infeksi. Apabila mikroorganisme tersebut tidak
-
19
menimbulkan tanda klinis penyakit, infeksi yang ditimbulkan disebut
infeksi asimptomatik atau subklinis (Kozier, 2011).
b. Jenis Mikroorganisme yang Menyebabkan Infeksi
Empat kategori utama mikroorganisme penyebab infeksi pada manusia
adalah, sebagai berikut :
1. Bakteri, merupakan mikroorganisme yang paling sering menyebabkan
infeksi. Beberapa ratus spesies dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan dapat hidup serta ditularkan melalui udara, air, makanan,
tanah, cairan dan jaringan tubuh, serta benda mati.
2. Virus, tersusun atas asam nukleat sehingga untuk memperbanyak diri,
harus masuk kedalam sel hidup. Beberapa family virus yang umum
ditemukan adalah rinovirus (menyebabkan selesma), hepatitis, herpes,
dan HIV.
3. Jamur, meliputi ragi dan kapang. Candida albicans merupakan ragi
yang dianggap flora normal pada vagina manusia.
4. Parasit, hidup pada organism hidup yang lain. Parasit meliputi
protozoa, seperti protozoa penyebab malaria, cacing, dan artropoda
(tungau, pinjal, sengkenit) (Kozier, 2011).
c. Rantai Infeksi
Perkembangan infeksi terjadi dalam siklus yang tergantung pada
enam mata rantai infeksi yaitu sebagai berikut :
1. Agens penyebab (mikroorganisme)
Kemampuan mikroorganisme dalam menimbulkan proses infeksi
tergantung pada jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh;
virulensi dan potensi mikroorganisme (patogenisitas), kemampuan
mikroorganisme untuk masuk kedalam tubuh; kerentanan inang; dan
kemampuan mikroorganisme untuk hidup dalam tubuh inang (Kozier,
2011).
-
20
2. Reservoir (sumber)
Reservoir adalah tempat pathogen mampu bertahan hidup tetapi dapat
atau tidak dapat berkembangbiak. Sumber yang umum adalah individu
lain, mikroorganisme dalam tubuh klien, tanaman, hewan, atau
lingkungan umum. Individu paling sering menjadi sumber infeksi bagi
individu lain dan bagi mereka sendiri. Pembawa (carrier) adalah
manusia atau hewan yang menjadi reservoir agens infeksi tertentu dan
biasanya tidak menunjukan tanda klinis penyakit (Kozier, 2011).
Untuk berkembang dengan cepat, mikroorganisme memerlukan
lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang
tepat, pH dan cahaya (Potter & Perry, 2005).
3. Pintu keluar dari reservoir
Mikroorganisme harus mempunyai cara untuk keluar dari reservoir.
Penjamu yang terinfeksi harus memindahkan organism pada penjamu
lain atau pada lingkungan agar terjadi penularan. Organism keluar
melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, atau saluran
perkemihan (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Cara penyebaran
Setelah meninggalkan reservoir, mikroorganisme membutuhkan cara
penyebaran untuk mencapai individu lain atau inang baru lewat pintu
masuk reseptif. Terdapat 3 mekanisme penyebaran, yaitu :
a) Penyebaran langsung
Pemindahan langsung melibatkan pemindahan mikroorganisme
secara cepat dan langsung dari satu individu ke individu lain
melalui sentuhan, gigitan, ciuman, atau hubungan seksual.
b) Penyebaran tidak langsung
Penyebaran tidak langsung dapat berupa, sebagai berikut :
1) Penyebaran lewat perantara
Perantara adalah semua zat yang berfungsi sebagai media
dalam menghantarkan dan memasukkan agens infeksi ke inang
yang rentan melalui pintu masuk yang sesuai. Benda tercemar
-
21
(benda mati), seperti sapu tangan, mainan, baju kotor, peralatan
memasak, atau peralatan makan, dan instrument pembedahan,
dapat bertindak sebagai perantara. Air, makanan, darah, serum
dan plasma merupakan perantara lain.
2) Penyebaran lewat vektor
Vektor adalah hewan atau serangga terbang atau merayap yang
bertindak sebagai media transportasi agens infeksi.
c) Penyebaran lewat udara
Penyebaran lewat udara meliputi droplet atau debu. Nuclei droplet
yaitu residu droplet yang menguap yang dilontarkan oleh inang
yang terinfeksi (misalnya individu yang mengidap tuberculosis)
dapat tetap berada di udara dalam jangka waktu yang sama.
Partikel debu berisi agens infeksi (misalnya spora Clostridium
difficile dari tanah) juga dapat ditularkan lewat udara. Materi
tersebut terbawa aliran udara kepintu masuk yang tepat, biasanya
saluran napas individu lain (Kozier, 2011).
5. Pintu masuk ke inang yang rentan
Sebelum menginfeksi individu, mikroorganisme harus masuk kedalam
tubuh individu tersebut. Kulit merupakan barier terhadap agens
infeksi; namun, adanya kerusakan pada kulit mudah menjadi pintu
masuk mikroorganisme. Mikroorganisme sering kali masuk tubuh
inang dengan jalan yang sama yang digunakan mikroorganisme
tersebut meninggalkan reservoir (Kozier, 2011).
6. Inang yang rentan
Inang yang rentan adalah individu yang beresiko mengalami infeksi.
Inang luluh imun adalah individu beresiko tinggi yaitu individu yang
lebih mudah terserang infeksi disbanding individu lain karena satu
atau beberapa alasan. Kerusakan pertahanan tubuh alami dan beberapa
factor lain dapat memengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi,
misalnya, usia ( individu yang sangat muda dan individu yang sangat
tua); klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan system
-
22
imun, klien penyakit kronis, atau setelah transplantasi organ tubuh;
serta individu yang mengalami masalah penurunan system imun
(Kozier, 2011).
d. Tanda dan Gejala Infeksi
Tanda dan gejala infeksi sangat beragam, bergantung pada area
tubuh yang terkena. Sebagai contoh bersin, rabas cair atau mukoid dari
hidung, dan hidung tersumbat biasanya terjadi bersamaan dengan infeksi
pada hidung atau sinus. Pada umumnya, kulit dan membrane mukosa
terlibat dalam proses infeksi lokal, yang mengakibatkan :
1. Pembengkakan lokal.
2. Kemerahan lokal.
3. Nyeri atau nyeri tekan saat palpasi atau saat digerakkan.
4. Teraba panas pada area yang terinfeksi.
5. Kehilangan fungsi pada bagian tubuh yang terkena, tergantung pada
area dan perluasan area yang terkena.
Selain itu luka terbuka dapat menghasilkan eksudat dengan berbagai
warna. Infeksi sistemik memiliki tanda dan gejala mencakup :
a) Demam.
b) Peningkatan frekuensi napas, jika demam tinggi.
c) Malaise dan kehilangan energi.
d) Anoreksia, dan pada beberapa situasi mual dan muntah.
e) Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe yang mengalir ke area
infeksi.
Data laboratorium yang mengindikasikan adanya infeksi mencakup :
1) Peningkatan hitung leukosit (normal 4.500 dampai 11.000/ml).
2) Peningkatan laju endap darah (LED).
3) Kultur urine, darah, sputum, atau drainase lain yang mengindikasikan
adanya mikroorganisme pathogen (Kozier,2011).
-
23
e. Healthcare Associated Infections (HAIs)
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme
didalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi
nosokomial atau sekarang dikenal dengan Healthcare Associated
Infections (HAIs) adalah infeksi yang didapatkan oleh klien ketika berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan. Healthcare Associated Infections
(HAIs) diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas
perawatan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Menurut Paren (2006) pasien
dikatakan mengalami Healthcare Associated Infections (HAIs) jika pada
saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48
– 72 jam klien menjadi terinfeksi. Healthcare Associated Infections
(HAIs) merupakan infeksi yang bersumber dari rumah sakit atau infeksi
yang terdapat di sarana kesehatan ( Sabarguna, 2007).
Ciri-ciri Healthcare Associated Infections (HAIs) antara lain : saat
masuk rumah sakit tidak ada tanda dan gejala atau tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut, infeksi terjadi minimal 3x24 jam setelah pasien
di rumah sakit. Dan infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang berbeda (Sabarguna, 2007).
1. Sumber Healthcare Associated Infections (HAIs)
Menurut Hidayat (2006) terdapat beberapa sumber Healthcare
Associated Infections (HAIs), yaitu :
a) Pasien
Pasien merupakan unsure utama terjadinya Healthcare Associated
Infections (HAIs) yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung atau benda dan alat
kesehatan lainnya.
b) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak
langsung, yang dapat menularkan berbagai kuman ketempat lain.
c) Pengunjung dan penunggu pasien
-
24
Pengunjung dan penunggu pasien dapat menyebarkan infeksi yang
didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit atau sebaliknya
yang didapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
d) Sumber lain
Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit
yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah
sakit, atau alat yang ada dirumah sakit yang dibawa oleh
pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.
e) Penderita
Penderita selalu menjadi sasaran bibit penyakit karena biasanya
keadaan tubuh yang lemah. Langkah pertolongan yang diberikan
rumah sakit dalam perawatan penderita serba sulit karena
perawatan yang kurang akan melemahkan daya tahan penderita.
2. Kewaspadaan Standar dan Berdasarkan Transmisi Healthcare
Associated Infections (HAIs) menurut (KEMENKES PPI, 2017) :
a) Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien
dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang
telah didiagnosis, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Pada tahun
2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 komponen utama
yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar
yaitu :
1) Kebersihan tangan
2) Alat pelindung diri (APD)
3) Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4) Kesehatan lingkungan
5) Pengelolaan limbah
6) Penatalaksanaan linen
7) Perlindungan kesehatan petugas
8) Penempatan pasien
-
25
9) Hygiene respirasi/ etika batuk dan bersin
10) Praktik menyuntik yang aman
11) Praktik lumbal pungsi yang aman
b) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan
kewaspadaan standar yang dilaksanakan sebelum pasien
didiagnosis dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut :
1) Melalui kontak
2) Melalui droplet
3) Melalui udara
4) Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
f. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Oleh Pasien dan Keluarga Pasien
1. Cuci tangan dengan cara yang benar di saat yang tepat
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan alcohol (alcohol-based handrubs) bila
tangan tidak tampak kotor. Kuku harus selalu bersih dan pendek, tanpa
kuku palsu, tanpa memakai memakai perhiasan cincin (KEMEMKES
PPI, 2017). World Health Organization (WHO) Tahun 2009
melakukan kebersihan tangan sesuai 6 langkah cuci tangan.
a) Cuci tangan dengan air mengalir : 40 - 60 detik.
b) Cuci tangan dengan handrub (alcohol 70%) : 20 – 30 detik
Lima Indikasi kebersihan tangan sesuai World Health Organization
(WHO) Tahun 2009 yaitu:
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sebelum melakukan tindakan aseptik
3) Setelah kontak dengan pasien
4) Setelah terpajan dengan cairan tubuh
-
26
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
Enam langkah cuci tangan :
Gambar 2.1
6 langkah cuci tangan
2. Menerapkan etika batuk yang benar
Gambar 2.2
Etika Batuk
-
27
3. Penggunaan masker
Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan
dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker mencegah
penularan kuman patogen melalui mulut dan hidung.
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian
bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker yang dipakai
dengan tepat terpasang pas nyaman di atas mulut dan hidung sehingga
kuman patogen dan cairan tubuh tidak dapat memasuki atau keluar
dari sela-selanya.
Langkah-langkah penggunaan masker :
a) Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut ada
stip motal yang tipis).
b) Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang kepala
dengan tali melewati atas telinga.
c) Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah dagu.
d) Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang hidung.
4. Membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia
Sampah Rumah Sakit atau disebut juga limbah padat Rumah Sakit
adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan
oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990).
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah
medis padat dan non medis.
a) Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di luar medis seperti botol bekas, plastik bekas, kertas,
bungkus makan. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
hitam.
b) Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari :
1) Limbah infeksius dan limbah patologi, penyimpanannya pada
tempat sampah berplastik kuning.
-
28
2) Limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada
tempat sampah berplastik coklat.
3) Limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat
pelayanan kemoterapi. Penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik ungu.
4) Limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik,
pipet dan alat medis lainnya. Penyimpanannya pada safety
box/container.
5) Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan
medis ataupun riset di laboratorium yang berkaitan dengan zat-
zat radioaktif. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik
merah.
5. Tidak merokok di lingkungan Rumah Sakit
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang
dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan
produk tembakau. Fasilitas pelayanan kesehatan termasuk dalam
Kawasan Tanpa Rokok.
6. Berkunjung sesuai waktu yang ditentukan
Tidak mungkin seseorang yang hanya sakit ringan diharuskan di
inapkan di RS. Bila seseorang sampai diharuskan di inapkan di RS
berarti orang tersebut menderita suatu penyakit yang cukup serius. Dan
seperti anda tahu, hal yang menunjang penyembuhan bukanlah obat
semata, istrahat yang cukup juga menunjang penyembuhan. Dengan
berkunjung hanya jam besuk, akan memberikan waktu istrahat yang
cukup bagi pasien untuk memulihkan kesehatannya. Dan lebih baik
tidak berkunjung ke Rumah Sakit bila dalam keadaan sakit karena
sistem imun sedang dalam keadaan tidak baik.
7. Tidak membawa anak
-
29
lain yang ada dirumah sakit tidak sebaik pada mereka para orang tua
yang memiliki imunitas tubuh lebih baik. Itulah sebabnya anak kecil
biasanya mudah sakit karena lebih rentan untuk tertular penyakit.
Membawa anak, selain risiko tertular penyakit, kerugian lain yang
mungkin didapat adalah timbulnya trauma pada anak sehingga jika
suatu saat anak sakit akan sulit/takut di bawa ke dokter atau rumah
sakit. Selain menyebabkan dampak kerugian pada anak, membawa
anak ke rumah sakit dikhawatirkan akan mengganggu istirahat pasien.
8. Pengunjung tidak diperbolehkan meludah sembarangan di area
Pelayanan Kesehatan
Air liur atau ludah adalah cairan tubuh yang terdapat di mulut.
Sebenarnya cairan ini sangat bermanfaat bagi metabolisme tubuh
karena membantu mulut tetap lembap dan membantu pencernaan.
Selain itu, air liur juga berfungsi untuk membersihkan makanan dari
lapisan mulut dan membantu menumbuhkan lapisan gigi yang rusak.
Meski demikian, dalam kondisi tertentu air liur atau ludah juga
ternyata bisa menularkan penyakit. Ada beberapa bakteri atau virus
penyakit yang betah hidup di air liur misalnya influenza, batuk,
tuberculosis (TBC), herpes, hingga hepatitis B. Perlu berhati-hati jika
menemukan orang yang meludah sembarangan. Jangan sampai ludah
orang lain mengenai kita atau sebaliknya, karena bisa saja bakteri atau
virus penyebab jenis jenis penyakit ada di dalamnya.
4. Pendidikan Kesehatan a. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak dkk (2007) pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan
sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan
bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi
adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat
sendiri.
-
30
Menurut Notoatmodjo (2008) pendidikan kesehatan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pengertian tersebut mengandung 3 unsur pendidikan yang meliputi input
(sasaran & pelaku pendidikan), proses (proses yang direncanakan), output
(perilaku yang diharapkan).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu
bentuk intervensi atau upaya yang ditunjukaan kepada perilaku, agar
perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain,
pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok,
atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.
b. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan dalam keperawatan adalah untuk
meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan
bertambahnya masalah kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan
yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit,
serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan (
Mubarak et al, 2007).
Menurut Mubarak dkk (2007) tujuan utama pendidikan kesehatan
adalah agar orang mampu :
1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
2. Memahami apa yang dapat mereka lalukan terhadap masalahnya,
dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan
dukungan dari luar.
3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-
undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yakni
”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
-
31
meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun secara social, pendidikan kesehatan di
semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi
lingkungan, gizi masyarakat pelayanan kesehatan maupun program
kesehatan lainnya”.
Tujuan ini dapat diperinci sebgai berikut :
a) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai dimasyarakat.
b) Mendorong individu agar mampu secara mandiri/ kelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c) Mendorong perkembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
Tujuan pendidikan kesehatan, secara operasional telah diperinci
oleh Mubarak (2007) sebagai berikut :
1) Agar masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatannya keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
2) Agar orang melakukan langkah-langkah dalam mencegah terjadinya
penyakit menjadi lebih parah, dan mencegah keadaan ketergantuangan
melalui rehabilitas cacat yang disebabkan oleh penyakit.
3) Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan system dan cara memanfaatkannya dengan
efisien dan efektif.
4) Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan
bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada system
pelayanan kesehatan yang formal.
c. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak dkk (2007) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat
dilihat dari berbagai dimensi, antara lain :
1. Dimensi sasaran, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu :
a) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.
-
32
b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.
2. Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat
berlangsung diberbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda
pula, misalnya :
a) Pendidikan kesehatan disekolah dengan sasaran murid.
b) Pendidikan kesehatan dirumah sakit, dilakukan di rumah sakit
dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, dipuskes dan lain
sebagainya.
c) Pendidikan kesehatan ditempat-tempat kerja dengan sasaran buruh
atau karyawan.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan (five levels of prevention)
menurut Leavel dan Clark sebagai berikut :
a) Health promotion atau peningkatan kesehatan, yaitu peningkatan
status kesehatan masyarakat dengan melalui beberapa kegiatan.
b) General and specific protection (perlindungan umum dan khusus)
merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan
secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat.
c) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan segera atau adekuat), usaha ini dilakukan
karenarendahnya pengetahuan dan kesadran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-
penyakit yang terjadi didalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang
masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya.
Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh
pelayanan kesehatan yang layak.
d) Disability limitation atau pembatasan kecacatan, kurangnya
pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak
-
33
melakukan pemeriksaan dan pengobatan dengan komplit terhadap
penyakitnya. Pengobatan yang tidak lengkap dan sempurna dapat
mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau
ketidakmampuan.
e) Rehabilitation atau rehabilitasi, setelah sembuh dari suatu penyakit
tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan
cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan
tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang
tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang
dianjurkan. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan
bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu
pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
4. Sasaran pendidikan kesehatan dibagidalam 3 kelompok sasaran, yaitu :
a) Sasaran primer (primary target), sasaran langsung pada
masyarakat segala upaya pendidikan kesehatan.
b) Sasaran sekunder (secondary target), sasaran pada tokoh
masyarakat adat.
c) Sasaran tersier (tersier target), sasaran pada pembuat keputusan
atau penentu kebijakan baik tingkat pusat maupun ditingkat
daerah, diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini akan
berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang
kemudian pada kelompok primer.
d. Prinsip-prinsip Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak dkk (2007) prinsip-prinsip pendidikan
kesehatan antara lain sebagai berikut :
1. Belajar mengajar berfokus pada klien, pendidikan kesehatan adalah
hubungan klien yang berfokus pada kebutuhan klien yang spesifik.
2. Belajar mengajar bersifat menyeluruh (holistik), dalam memberikan
pendidikan kesehatan harus dipertimbangkan klien secara kesehatan
tidak hanya berfokus pada muatan spesifik saja.
-
34
3. Belajar mengajar negoisasi, pentingnya kesehatan dan klien bersama-
sama menentukan apa yang telah diketahui dan penting untuk
diketahui.
4. Belajar mengajar yang interaktif adalah suatu proses yang dinamis dan
interaktif yang melibatkan partisipasi dari petugas kesehatan dan klien.
5. Pertimbangan umum dalam pendidikan kesehatan, untuk menumbuh
kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia
melaluipengajaran sehingga perlu dipertimbangkan umur klien dan
hubungan dengan proses belajar mengajar.
e. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perubahan Perilaku
Pendidikan kesehatan secara umum segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,
atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsure-unsur :
1. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat, dan
pendidik pelaku pendidikan)
2. Proses upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.
3. Output melakukan apa yang diharapkan atau perilaku.
Hasil (output) yang diharapkan dari suatu promosi kesehatan atau
pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif (Notoatmojo,
2012).
5. Media Pendidikan Kesehatan a. Definisi Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan atau promosi kesehatan adalah semua sarana
atau upaya untuk menampilkan atau informasi yang ingin di sampaikan
oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika (TV, radio,
computer, dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga sasaaran dapat
-
35
meingkat pengetahuannya yang akhirnya di harapkan dapat berubah
perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui
media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,
sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai
memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif.
b. Tujuan Media Kesehatan
Adapun beberapa tujuan atau alasan mengapa media sangat
diperlukan didalam pelaksanaan promosi kesehatan antara lain adalah :
1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3. Dapat memperjelas informasi.
4. Media dapat mempermudah pengertian.
5. Mengurangi komunikasi yang verbalistik.
6. Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap dengan mata.
7. Memperlancar komunikasi, dan lain-lain.
c. Penggolongan Media Promosi Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) penggolongan media promosi
kesehatan ini dapat di tinjau dari berbagai aspek, antara lain :
1. Berdasarkan bentuk umum penggunaannya :
Berdasarkan penggunaan media promosi dalam rangka promosi
kesehatan, dibedakan menjadi :
a) Bahan bacaan : modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet,
majalah, bulletin, dan sebagainya.
b) Bahan peragaan : poster tunggal, poster seri, flipchart, tranparan,
slide, film, dan seterusnya.
2. Berdasarkan cara produksi
Berdasarakan cara produksinya, media promosi kesehatan
dikelompokkan menjadi :
-
36
a) Media cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-
pesan visual. Media cetak pada umumnya terdiri dari gambaran
sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Adapun
macam-macamnya adalah :
1) Poster
2) Leaflet
3) Brosur
4) Majalah
5) Surat kabar
6) Lembar balik
7) Sticker, dan pamphlet
Fungsi utama media cetak ini adalah member informasi dan
menghibur. Kelebihan dan kelemahan media cetak dapat dilihat
dalam tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Kelebihan dan kelemahan media cetak
Kelebihan Kelemahan Tahan lama Mencakup banyak orang Biaya tidak tinggi Tidak perlu listrik Dapat dibawa kemana-
mana Dapat mengungkit rasa
keindahan Mempermudah
pemahaman Meningkatkan semangat
belajar
Media ini tidak menstimulir efek suara dan efek gerak
Mudah terlipat
b) Media elektronika, yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat
dilihat dan didengar (audiovisual) dalam menyampaikan pesannya
melalui alat bantu elektronika. Adapun macam-macam media
tersebut adalah :
-
37
1) TV
2) Radio
3) Film
4) Video film
5) Cassette
6) CD
7) VCD
Kelebihan dan kelemahan media elektronika dapat dilihat dalam
tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2
Kelebihan dan kelemahan media elektronika
Kelebihan Kelemahan Sudah dikenal
masyarakat Mengikutsertakan
semua panca indera Lebih mudah dipahami Lebih menarik karena
ada suara dan gambar bergerak
Bertatap muka Penyajian dapat
dikendalikan Jangkauan relatif lebih
besar Sebagai alat diskusi dan
dapat diulang-ulang
Biaya lebih tinggi Sedikit rumit Perlu listrik Perlu alat canggih
untuk produksinya Perlu persiapan
matang Peralatan selalu
berkembang dan berubah
Perlu keterampilan penyimpanan
Perlu terampil dalam pengoperasian
c) Media luar ruang yaitu media yang menyampaikan pesannya diluar
ruang secara umum melalui media cetak dan elektronika secara
statis, misalnya :
1) Papan reklame yaitu poster dalam ukuran besar yang dapat
dilihat secara umum diperjalanan.
2) Spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai
gambar yang dibuat di atas secarik kain dengan ukuran
-
38
tergantung kebutuhan dan dipasang di suatu tempat strategis
agar dapat dilihat oleh semua orang.
3) Pameran
4) Banner
5) TV layar lebar
Kelebihan dan kelemahan media luar ruang dapat dilihat dalam
tabel 2.3 berikut ini :
Tabel 2.3
Kelebihan dan kelemahan media luar ruang
Kelebihan Kelemahan Sebagai informasi umum
dan hiburan Mengikutsertakan semua
panca indera Lebih muda dipahami Lenih menarik karena ada
suara dan gambar bergerak Bertatap muka Penyajian dapat
dikendalikan Jangkauan relative lebih
besar Dapat menjadi tempat
bertanya lebih detail Dapat menggunakan semua
panca indra secara langsung, dan lain-lain
Biaya lebih tinggi Rumit Ada yang memerlukan
listrik Ada yang memerlukan
alat canggih untuk memproduksinya
Perlu persiapan matang Peralatan selalu
berkembang dan berubah Perlu keterampilan
penyimpanan Perlu terampil dalam
pengoperasian
Prinsip pembuatan alat peraga (media) bahwa pengetahuan yang ada pada
setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak
pancaindera yang digunakan semakin banyak dan semakin jelas pula
pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukan bahwa
keberadaan alat peraga (media) dimaksudkan mengerahkan indra
sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan pemahaman
(Maulana, 2009).
-
39
6. Media Leaflet Leaflet adalah salah satu media cetak yang mengutamakan pesan-pesan
visual umumnya terdiri dari gambar atau foto (Notoatmodjo, 2010). Leaflet
adalah bentuk penyampaian pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang
dilipat, isi informasi dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi
(Astuti, 2014). Secara umum leaflet berisi garis-garis besar penyuluhan dan isi
harus dapat ditangkap. Leaflet biasanya diberikan setelah pelajaran atau
penyuluhan selesai dilakukan atau dapat pula diberikan sewaktu penyuluhan
berlangsung untuk memperkuat ide yang disampaikan. Menurut Notoadmodjo
(2010) kelebihan dan kelemahan leaflet dapat dilihat dalam tabel 2.4 berikut
ini :
Tabel 2.4
Kelebihan dan kelemahan leaflet
Kelebihan Kelemahan Tahan lama Mencakup banyak orang Biaya tidak tinggi Tidak perlu listrik Dapat dibawa kemana-mana Dapat mengungkit rasa
keindahan Mempermudah pemahaman Meningkatkan semangat
belajar
Media ini tidak menstimulir efek suara dan efek gerak
Mudah terlipat
7. Media Audiovisual Audiovisual adalah alat bantu seseorang dalam menerima suatu pesan,
sehingga dapat memperoleh ilmu dan pengalaman yang bermanfaat untuk
meraih tujuan dan ilmu yg ingin dicapai (dalam hal ini adalah latihan otak dan
daya ingat) (Kamil, 2010). Penyebutan audiovisual sebenarnya mengacu pada
indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audiovisual
mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran. Sehingga,
seorang yang ingin daya ingat dan otaknya tajam dapat dilakukan dengan cara
menggunakan media pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata). Maka dari
-
40
itu, media audiovisual merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan otak, khususnya ketajaman otak dan daya ingat, melalui media
yang dapat didengar dan dilihat (Cahyo, 2011).
Menurut Azhar (2009) metode audiovisual mempunyai tingkat
efektifitas yang cukup tinggi, menurut riset, rata-rata diatas 60% sampai 80%.
Pendidikan kesehatan metode audiovisual ditayangkan dengan melibatkan
suara, gambar dan tulisan untuk memperjelas pesan yang terkandung dan
audiovisual melibatkan pemikiran, pendengaran, penglihatan, psikomotor dan
membuat pembelajaran lebih menarik. Audiovisual dapat memperlancarkan
pemahaman dan memperkuat ingatan (Haryoko, 2009). Sehingga dengan
menggunakan metode audiovisual dapat menyimpan ingatan materi dalam
jangka panjang. Kelebihannya lebih menarik, memungkinkan hasil
pembelajaran lebih tahan lama, efisien dan beraneka ragam, teks dan visual
ditampilkan statis (diam), unsur suara dan unsur gambar yang bisa dilihat
berbentuk video dan dianggap lebih menarik dan mudah dipahami. Waktu
pelaksanaan audiovisual juga tidak memakan waktu lama namun semua pesan
yang disampaikan dapat diterima oleh responden. Audiovisual tidak
memerlukan alat-alat yang banyak dan pelaksanaan tidak memerlukan
perencanaan yang komplek, Sehingga pendidikan kesehatan metode
audiovisual ini sangat disarankan untuk digunakan dalam pembelajaran
(Septiana, 2017).
Media ini selain untuk media hiburan dan komunikasi juga dapat
digunakan sebagai media edukasi yang mudah dipahami masyarakat dari
anak-anak hingga dewasa asal bahasa penyampaiannya jelas dengan bahasa
yang mudah dimengerti semua golongan dan usia (Rusliani et al, 2011).
Kriteria-kriteria dalam pemilihan media audiovisual antara lain;
ketersediaan sumber setempat, artinya bila media yang bersangkutan tidak
terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri,
efektifitas biaya, tujuan serta suatu teknis media pengajaran, harus luwes,
kepraktisan, dan ketahan lamaan media yang bersangkutan untuk waktu yang
lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada
-
41
disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan (Sadiman,
2002).
Kelebihan dan kelemahan media audiovisual dapat dilihat dalam tabel
2.5 berikut ini :
Tabel 2.5
Kelebihan dan kelemahan media audiovisual
Kelebihan Kelemahan Sudah dikenal masyarakat Mengikutsertakan semua
panca indera Lebih mudah dipahami Lebih menarik karena ada
suara dan gambar bergerak Bertatap muka Penyajian dapat dikendalikan Jangkauan relatif lebih besar Sebagai alat diskusi dan
dapat diulang-ulang
Biaya lebih tinggi Sedikit rumit Perlu listrik Perlu alat canggih untuk
produksinya Perlu persiapan matang Peralatan selalu
berkembang dan berubah Perlu keterampilan
penyimpanan Perlu terampil dalam
pengoperasian
8. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak a. Definisi Pertumbuhan Dan Perkembangan
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (0 – 18
tahun). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan secara
kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu
bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa (IDAI, 2002). Jadi
pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang,
yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti
pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala
(Nursam et al, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
-
42
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI,
2002). Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu
pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh
(Nursalam et al, 2005).
b. Tahapan Tumbuh Kembang
Ada beberapa tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak-
anak menurut Soetjiningsih (2002) dalam Nursalam dkk (2005), tahapan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Masa prenatal (konsepsi-lahir), terbagi atas :
a) Masa embrio (mudigah) : masa konsepsi – 8 minggu.
b) Masa janin (fetus) : 9 minggu – kelahiran.
2. Masa pascanatal, terbagi atas :
a) Masa neonatal usia 0 – 28 hari
1) Neonatal dini (perinatal) : 0 – 7 hari
2) Neonatal lanjut : 8 – 28 hari
b) Masa bayi
1) Masa bayi dini : 1 – 12 bulan
2) Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
c) Masa prasekolah (usia 2 – 6 tahun), terbagi atas :
1) Prasekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
2) Prasekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun
d) Masa sekolah atau masa prapubertas, terbagi atas :
1) Wanita : 6 – 10 tahun
2) Laki-laki : 8 – 12 tahun
e) Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas :
1) Wanita : 10 – 18 tahun
2) Laki-laki : 12 – 20 tahun
c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
Menurut Soetjiningsih (2002) dalam Nursalam dkk (2005), factor
yang mempengaruhi tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu sebagai berikut :
-
43
1. Faktor dalam
a) Genetika
Faktor genetika akan memengaruhi kecepatan pertumbuhan dan
kematangan tulang, alat seksual, serta saraf, sehingga merupakan
modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
yaitu :
1) Perbedaan ras, etnis, atau bangsa
Tinggi badan orang Eropa akan berbeda dengan orang
Indonesia atau bangsa lainnya, dengan demikian postur tubuh
tiap bangsa berlainan.
2) Keluarga
Ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau
perawakan pendek.
3) Umur
Masa prenatal, masa bayi, dan masa remaja merupakan tahap
yang mengalami pertumbuhan cepat dibandingkan dengan
masa lainnya.
4) Jenis kelamin
Wanita akan mengalami masa pubertas lebih dahulu
dibandingkan dengan laki-laki.
5) Kelainan kromosom
Dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya
sindroma down.
b) Pengaruh hormone
Pengaruh hormone sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat
janin berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang
sangat cepat. Hormone yang berpengaruh terutama adalah
hormone pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan oleh
kelenjar pituitari. Selain itu, kelenjar tiroid juga mengahsilkan
kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolism serta maturasi
tulang, gigi, dan otak.
-
44
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu prenatal, kelahiran, dan pascanatal.
a) Faktor prenatal (selama kehamilan), meliputi :
1) Gizi, nutrisi ibu hamil akan memengaruhi pertumbuhan janin,
terutama selama trimester akhir kehamilan.
2) Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat
menyebabkan kelainan congenital, misalnya club foot.
3) Toksin, zat kimia, radiasi
4) Kelainan endokrin
5) Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual
6) Kelainan imunologi
7) Psikologis ibu
b) Faktor kelahiran
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forceps dapat
menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga beresiko
terjadinya kerusakan jaringab otak.
c) Faktor pascanatal
Seperti halnya pada masa prenatal, faktor yang berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak adalah gizi, penyakit kronis/
kelainan congenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan
obat-obatan.
9. Post Operasi Fase pascaoperatif dimulai saat klien masuk ke ruang pascaanstesia dan
berakhir ketika luka telah benar-benar sembuh. Selama fase pascaoperatif,
tindakan keperawatan antara lain mengkaji respon klien (fisiologik dan
psikologik) terhadap pembedahan, melakukan intervensi untuk memfalitasi
proses penyembuhan dan mencegah komplikasi, memberi penyuluhan dan
memberikan dukungan kepada klien dan orang terdekat, dan merencanakan
-
45
perawatan dirumah. Tujuannya adalah membantu klien mencapai status
kesehatan yang paling optimal (Kozier, 2011).
Menurut Blacks & Hawks (2014) pemeriksaan klien pascaoperasi sebagai
berikut :
a. Memeriksa status pernapasan
Periksa patensi jalan napas. Amati klien dan kaji pola napas saat istirahat.
Dengarkan bunyinya, bunyi napas seharusnya pelan. Disebabkan efek obat
anastesi umum, laju dan kedalaman napas biasaya berkurang dan dapat
menyebabkan hipoksia. Komplikasi utama setelah bedah adalah
menurunnya ekspansi paru, atelekstasi (kantong alveoli kolaps), atau
aspirasi dari sekresi yang tidak bisa dikeluarkan.
b. Memeriksa sirkulasi
Pemeriksaan tanda vital, warna kulit, dan suhu sesuai dengan protocol
fasilitas kesehatan.
c. Memeriksa status neurologis
Periksa tingkat kesadaran, orientasi, dan efek perlambatan gerak dari
anastesi pada 24 jam pertama.
Menurut Blacks & Hawks (2014) pengawasan pascaoperasi sebagai berikut :
1. Monitor luka
2. Memonitor akses intravena
3. Memonitor selang drainase
4. Memonitor kenyaman/level nyeri
5. Memonitor mual dan muntah
6. Melepas jahitan atau staples
Komplikasi bedah menurut Blacks & Hawks (2014), adalah :
a) Komplikasi luka
Insisi bedah dan menyebabkan pengumpulan lemak, serum, dan cairan
limfatik yang mencair, disebut seroma. Seroma merupakan pembengkakan
atau jaringan ketat disekitar atau dibawah insisi. Hematoma, kumpulan
dari darah, juga dapat terjadi. Hematoma lebih mengkhawatirkan daripada
seroma karena dapat menyebabkan infeksi. Hematoma juga dapat
-
46
menimbulkan nyeri dan membuat hasil kosmetik yang buruk. Hematoma
muncul sebagai area yang bengkak dan memar berwarna ungu pada area
pembedahan, bersifat keras dan tidak ada balotemen. Jika terjadi infeksi
pada luka, manifestasi klinis muncul 3 – 4 hari setelah operasi.
Manifestasi klinis berupa kemerahan sepanjang garis insisi, edema yang
tetap ada, peningkatan nyeri, dan meningkatnya drainase. Terkadang
drainase menjadi purulen dan berbau busuk. Klien juga mengalami
demam, lemas, anoreksia, dan leukositosis (peningakatan sel darah putih
dan batang).
b) Demam pascaoperasi
Demam ringan setelah operasi umum terjadi dan dipikirkan sebagai akibat
dari atelektasis, tetapi bukti sekarang menunjukan bahwa penyebab yang
paling mungkin adalah pelepasan sitokin dari jaraingan yang terluka. Pada
kasus lain, demam ringan 72 jam setelah bedah biasanya diterapi dengan
latihan batuk dab napas dalam, serta pemberian cairan. Jika demam tetap
ada sampai 5 – 8 hari, harus dicari penyebabnya. Penyebab umum demam
disebut sebagai 5Ws; wind (paru-paru), water (saluran kemih), wound
(luka), walking (bekuan darah ditungkai bawah), dan waste (usus). Versi
lain menyebutkan wonder drugs (obat) sebagai W keenam karena banyak
obat dapat menyebabkan demam.
Ada banyak komplikasi pascaoperatif seperti pada sistem tubuh
respiratorik, jantung, renal dan saluran kemih, metabolik, gastrointestinal,
hepatobilier, neurologis, telinga, hidung, tenggorokan.
B. Penelitian Terkait Penelitian Eka Kurnia Astuti yang berjudul ”Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Dengan Media Audiovisul Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(PHBS) Pada Siswa Kelas III – V Di SDN Wanurojo Kemiri Purworejo”
menyatakan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan dengan media
audiovisual terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada siswa kelas III
– V di SDN Wanurojo Kemiri Purworejo. Berdasarkan hasil statistic diperoleh
-
47
nilai dari hasil uji Wilxocon untuk perilaku hidup bersih dan sehat menunjukan
0,000. Hal tersebut berarti nilai signifikan lebih kecil daripada 0,05 yang
menunjukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan, dimana sebelum diberikan
pendidikan kesehatan dalam kategori baik 17,8%, sangat baik 82,2%. Sedangkan
setelah diberikan pendidikan kesehatan kategori sangat baik 100%.
Penelitian Rinik Eko Kapti, Yeni Rustina, Widyatuti yang berjudul
”Efektifitas Audiovisual Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Tatalaksana Balita Dengan Diare
Di Dua Rumah Sakit Kota Malang” menyatakan bahwa terdapat peningkatan
pengetahuan dan sikap ibu setelah dilakukan penyuluhan. Hasil pengujian untuk
variabel pengetahuan didapatkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata
peningkatan nilai pengetahuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
(p= 0,01 ; α= 0,05). Pada variabel sikap juga menunjukan adanya perbedaan yang
signifikan antara rata-rata peningkatan nilai sikap pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan (p=0,03 ; α= 0,05). Berdasarkan hasil uji perbedaan antara
nilai post test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol baik variabel
pengetahuan maupun sikap juga menunjukan ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Penelitian Novella Wulan Dari, Sofiana Nurchayati, Oswati Hasanah yang
berjudl ”Pengaruh Pendidikan Kesehatan Senam Kaki Melalui Media Audiovisual
Terhadap Pengetahuan Pelaksanaan Senam Kaki Pada Pasien DM Tipe 2”
menyatakan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan pada pasien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
wilcoxon pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan senam kaki diperoleh p value 0,002 < α 0,05 sehingga diketahui
terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan. Hal ini terjadi karena
pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Notoadmodjo
(2005) faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan diantaranya pendidikan,
media/informasi dan umur.
-
48
C. Kerangka Teori
Gambar 2.3
Kerangka Teori Mubarak (2007), Kozier (2011), Potter & Perry (2005), KEMENKES PPI (20017) dimodifikasi
Pasien Post Operasi
Infeksi
Kewaspadaan
Standar
Kewaspadaan
Bedasarkan
Transmisi
Agen Infeksius
Reservoir
Jalan Keluar
Cara Penularan
Jalan Masuk
Penjamu Rentan
Universal Precauntion
1. Perawat 2. Penunggu Pasien (keluarga) 3. Pengunjung 4. Petugas Kesehatan Lain
Iritasi
kulit/masalah Kulit
Kurangnya
Fasilitas
Kurangnya Waktu
Kurangnya
Pengetahuan
Pendidikan
Kesehatan
Pencegahan
Infeksi
-
49
D. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variable lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2010).
Kerangka konsep pada penelitian yang berjudul ”Perbedaan Pendidikan
Kesehatan Dengan Media Leaflet Dan Audiovisual Terhadap Pengetahuan
Keluarga Dalam Pencegahan Infeksi Pada Anak Post Operasi di Ruang Bedah
Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung” dapat dilihat pada
gambar 2.4 dibawah ini.
Gambar 2.2
Kerangka konsep
Gambar 2.4
Kerangka Konsep
Pengetahuan keluarga dalam pencegahan infeksi (Pretest)
Pengetahuan keluarga dalam pencegahan infeksi (Pretest)
Pengetahuan keluarga dalam pencegahan infeksi (Posttest)
Pengetahuan keluarga dalam pencegahan infeksi (Posttest)
Pendidikan kesehatan
pencegahan infeksi pada
keluarga dengan media leaflet
Pendidikan kesehatan
pencegahan infeksi pada
keluarga dengan media
audiovisual
-
50
E. Hipotesis Hipotesis di dalam suatu penelitian merupakan jawaban sementara
penelitian, patokan duga, atau dalil sementara,yang kebenarannya akan dibuktikan
dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesis dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Ha : Ada Perbedaan Pendidikan Kesehatan Dengan Media Leaflet Dan
Audiovisual Terhadap Pengetahuan Keluarga Dalam Pencegahan Infeksi Pada
Anak Post Operasi di Ruang Bedah Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
Ho : Tidak Ada Perbedaan Pendidikan Kesehatan Dengan Media Leaflet Dan
Audiovisual Terhadap Pengetahuan Keluarga Dalam Pencegahan Infeksi Pada
Anak Post Operasi di Ruang Bedah Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.