bab ii tinjauan pustaka a. badan penyelenggara …

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Pengertian BPJS Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UU Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan). Menurut UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarkan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial yang memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS, dibentuk 2 BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang sudah mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. 2. Dasar Hukum a) UU No. 40 Tahun 2004 tentang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). b) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 12

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

1. Pengertian BPJS

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

pemerintah (UU Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan).

Menurut UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Jaminan Sosial

adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan

hukum yang dibentuk untuk menyelenggarkan program jaminan sosial di

Indonesia. BPJS dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi hak setiap orang

atas jaminan sosial yang memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS, dibentuk 2 BPJS

yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan

menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang sudah mulai

beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS

Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

2. Dasar Hukum

a) UU No. 40 Tahun 2004 tentang tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN).

b) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS).

12

13

3. Tugas BPJS menurut UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS

BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan

kesehatan. Dalam melaksanakan fungsinya, BPJS bertugas untuk:

a) Melakukan dan atau menerima pendaftaran Peserta.

b) Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja.

c) Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah.

d) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta.

e) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial.

f) Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan

sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial.

g) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan

Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

4. Wewenang BPJS menurut UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS

a) Menagih pembayaran Iuran.

b) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan

jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,

solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

c) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan

pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.

d) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

e) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.

f) Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja

yang tidak memenuhi kewajibannya.

g) Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai

ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi

kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

14

h) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

penyelenggaraan program jaminan sosial.

5. Kepesertaan menurut Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014

Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

a) Peserta BPJS dibagi menjadi dua yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran

(PBI) Jaminan Kesehatan dan peserta bukan Penerima Bantuan Iuran

(PBI) Jaminan Kesehatan.

b) Peserta PBI Jaminan Kesehatan yaitu orang yang tergolong fakir

miskin dan orang tidak mampu.

c) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga

negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan dan anggota keluarganya.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6

(enam) bulan dan anggota keluarganya.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

d) Peserta Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan dan anggota keluarganya terdiri atas:

1) Pegawai Negeri Sipil

2) Anggota TNI

3) Anggota Polri

4) Pejabat Negara

5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

6) Pegawai swasta

7) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai dengan nomor 6 yang

menerima upah.

e) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan dan anggota keluarganya terdiri atas:

15

1) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri.

2) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 yang bukan penerima upah.

f) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

1) Investor

2) Pemberi Kerja

3) Penerima Pensiun

4) Veteran

5) Perintis Kemerdekaan

6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan

7) Bukan Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai dengan nomor

5 yang mampu membayar iuran.

g) Penerima pensiun terdiri atas:

1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun.

2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak

pensiun.

3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun.

4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada nomor 1, 2 dan 3 yang mendapat hak

pensiun.

5) Penerima pensiun selain nomor 1, 2 dan 3.

6) Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada nomor 5 yang mendapat hak pensiun.

h) Anggota keluarga meliputi istri/suami yang sah, anak kandung, anak

tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-

banyaknya 5 (lima) orang.

i) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat

yang sah dengan kriteria:

1) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai

penghasilan sendiri.

16

2) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih

melanjutkan pendidikan formal.

3) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan

anggota keluarga yang lain.

4) Anggota keluarga yang lain meliputi anak ke 4 (empat) dan

seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

6. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Menurut Peraturan BPJS Kesehatan

No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

(Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan)

a) Pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan tingkat

pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan

lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan termasuk fasilitas kesehatan penunjang yang terdiri atas:

laboratorium; instalasi farmasi Rumah Sakit; apotek; unit transfusi

darah/Palang Merah Indonesia; optik; pemberi pelayanan Consumable

Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD); dan praktek Bidan/Perawat

atau yang setara.

b) Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:

Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama;

Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan;

Pelayanan gawat darurat; Pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan

medik habis pakai; Pelayanan ambulance; Pelayanan skrining

kesehatan; dan Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

7. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Menurut Peraturan BPJS Kesehatan

No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

(Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama)

a) Fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri dari: Puskesmas atau yang

setara; Praktik dokter; Praktik dokter gigi; Klinik Pratama atau yang

setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI;

dan Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

17

b) Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri

atas:

1) Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama

2) Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama

3) Pelayanan kesehatan gigi

4) Pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat.

c) Pelayanan Kesehatan oleh Bidan dan Perawat di Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama

1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan

penetapan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat bekerja sama

dengan praktik bidan dan/atau perawat sesuai dengan

kewenangannya.

2) Pemberian pelayanan kesehatan oleh Bidan dan Perawat dalam hal

suatu kecamatan tidak terdapat dokter meliputi pelayanan bidan

dan perawat dengan cakupan pelayanan bidan dan perawat sesuai

dengan kompetensi dan kewenangannya.

3) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter

dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama

kecuali dalam pertolongan persalinan, kondisi gawat darurat atau

pasien dengan kondisi khusus di luar kompetensi dokter atau

dokter gigi fasilitas Kesehatan tingkat pertama.

8. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Menurut Peraturan BPJS Kesehatan

No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

(Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan)

a) Pelayanan Kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan harus

diberikan kepada peserta berdasarkan rujukan dari fasilitas kesehatan

tingkat pertama pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

b) Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdiri atas:

1) Klinik utama atau yang setara;

2) Rumah sakit umum; dan

18

3) Rumah sakit khusus.

4) Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus dapat berupa Rumah

Sakit milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI, Polri maupun

Rumah Sakit Swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

c) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas

kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem

rujukan berjenjang.

d) Peserta dapat dikecualikan dari sistem pelayanan kesehatan rujukan

berjenjang pada fasilitas kesehatan pertama apabila: terjadi keadaan

gawat darurat; bencana; kekhususan permasalahan kesehatan pasien;

pertimbangan geografis; dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

e) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien hanya untuk kasus yang

sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat

dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan.

f) Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdiri

atas: Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan; dan Pelayanan

kesehatan rawat inap tingkat lanjutan.

g) Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan kepada peserta

dilakukan apabila diperlukan berdasarkan indikasi medis yang

dibuktikan dengan surat perintah rawat inap dari dokter.

9. Iuran bagi peserta BPJS

a) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran

dibayar oleh Pemerintah.

b) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga

Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota

Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri

sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan

ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua

persen) dibayar oleh peserta.

c) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,

BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji

19

atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar

oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh

Peserta.

d) Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri

dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran

sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per

bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

e) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara

kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan

penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

1) Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per

orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan

Kelas III.

2) Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per

orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan

Kelas II.

3) Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah)

per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan

Kelas I.

f) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan

janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%

(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan

ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,

dibayar oleh Pemerintah.

g) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

B. Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan

kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang

20

dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU RI No. 23

Tahun 1992).

Perawat adalah seseorang yang lulus pendidikan tinggi

Keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah RI sesuai dengan peraturan perundangan dan telah disiapkan

untuk memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat

Nasional Indonesia serta teregistrasi (PPNI, 2012).

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program

pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk

memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan derajat

kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien

(International Council of Nurse, 1992).

2. Peran Perawat

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989

dalam Hidayat (2007) yaitu:

a) Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan

perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia

yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis

keperawatan agar dapat direncanakan dan dilakukan tindakan yang

tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia serta dapat

dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan

ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat perlu

menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan sistem untuk

penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam

konteks pemberian askep yang komprehensif dan holistik berlandaskan

aspek etik dan legal.

21

b) Sebagai Advokat

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan

keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari

pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam

pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi

hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak

atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas privasi, hak untuk

menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi

akibat kelalaian.

c) Sebagai Edukator

Perawat memberikan edukasi dengan tujuan membantu pasien

dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit

bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku

dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan menjadi lebih baik.

d) Sebagai Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan

serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan

pasien.

e) Sebagai Kolaborator

Dalam menangani pasien perawat melaksanakan fungsi

interdependen yaitu melakukan kolaborasi bersama tenaga kesehatan

yang lain dengan menjalankan peran sebagai kolaborator. Peran ini

dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri

dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk

diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan

selanjutnya.

22

f) Sebagai Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah

atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini

dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

pelayanan keperawatan yang diberikan.

g) Sebagai Pembaharu Atau Peneliti

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai

dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Melakukan

penelitian sederhana keperawatan dengan cara menumbuhkan

kuriositas, mencari jawaban terhadap fenomena klien, menerapkan

hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan Evidence Based

Nursing Practice (EBNP).

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku

yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut

terjadi proses berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:

a) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

23

b) Interest (merasa tertarik), dimana orang sudah mulai tertarik terhadap

stimulus atau objek tersebut.

c) Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

d) Trial, di mana orang sudah mulai mencoba perilaku baru.

e) Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan perawat terhadap program BPJS adalah pandangan

perawat terhadap proses pelayanan keperawatan menggunakan BPJS yang

dilakukan pada pasien BPJS sejak pasien masuk, prosedur dalam

mengurus klaim yang diberikan BPJS sampai pasien keluar dari Rumah

Sakit.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan mempunyai enam

tingkatan, yaitu :

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan

dan sebagai-nya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda infeksi.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

24

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menyebutkan mengapa

harus menjaga personal hygiene.

c) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,

dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian –

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada. Misalnya dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat,

25

dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB

dan sebagainya.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui

atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan - tingkatan di atas

(Notoatmodjo, 2007).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Lukman, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan, yaitu :

a) Umur

Semakin tua umur seseorang maka proses-proses

perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi umur tertentu

bertambahnya proses perkembangan mental tidak secepat ketika umur

belasan tahun.

b) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran

untuk mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan tertentu

sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo,

2007). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka sumber daya

manusianya (pengetahuan dan keterampilan) akan semakin meningkat.

Pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan

kualitas sumber daya manusia, lewat pendidikan seseorang dianggap

akan memperoleh pengetahuan, implikasinya semakin tinggi

pendidikan hidup seseorang akan semakin berkualitas.

c) Informasi

Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya. Menurut

Notoatmodjo (2007), sumber informasi adalah asal dari suatu

informasi atau data yang diperoleh. Sumber informasi ini

dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu:

26

1) Sumber informasi dokumenter

Merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan

dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi. Dokumen resmi

adalah bentuk dokumen yang diterbitkan maupun yang tidak

diterbitkan di bawah tanggung jawab instansi resmi. Dokumen

tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang berada atau

menjadi tanggung jawab dan wewenang badan instansi tidak resmi

atau perorangan. Sumber primer atau sering disebut sumber data

dengan pertama dan hukum mempunyai wewenang dan tanggung

jawab terhadap informasi tersebut.

2) Sumber kepustakaan

Telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan tersimpan

berbagai bahan bacaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmu

dari buku, laporan – laporan penelitian, majalah, ilmiah, jurnal dan

sebagainya.

3) Sumber informasi lapangan

Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya

pengetahuan seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang

diperoleh dapat terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya.

d) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut

dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan

atau pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan.

Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2007).

27

D. Sikap (Attitude)

1. Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik

dan sebagainya. Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005)

mendefinisikan sangat sederhana yakni “An individual’s attitude is

syndrome of response consistency with regard to object” (sikap seseorang

adalah suatu sindrom respon konsistensi berkaitan dengan objek). Jadi

sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon

stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian dan gejala kejiwaan lain.

Newcomb dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi

terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek.

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap

Stimulus

Rangsangan

Proses

Stimulus Reaksi

Tingkah Laku

(Terbuka)

Sikap

(Tertutup

28

2. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) sikap terdiri

dari 3 komponen pokok yaitu:

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek. Sikap terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana

pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek. Seperti contoh diatas, artinya bagaimana

orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit yang biasa

saja atau penyakit yang membahayakan.

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

merupakan komponen yang mendahului atau sebagai persiapan untuk

bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi

memegan peranan penting dalam menentukan sikap yang utuh.

3. Tingkatan Sikap menurut Notoatmodjo (2005)

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau

menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang

terhadap periksa hamil (antenatal care), dapat diketahui atau diukur

dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang

antenatal care di lingkungannya.

b) Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu

yang mengikuti penyuluhan antenatal care tersebut ditanya atau

diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau

menanggapinya.

29

c) Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespon. Misalnya, ibu itu mendiskusikan

antenatal care dengan suaminya atau bahkan mengajak tetangganya

untuk mendengarkan penyuluhan antenatal care.

d) Bertanggung Jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani

mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemooh. Misalnya, ibu

yang mau mengikuti penyuluhan antenatal care harus berani

mengorbankan waktunya atau mungkin kehilangan penghasilannya

karena menghadiri penyuluhan.

4. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang

bersangkutan. Pertanyaan secara langsung dapat dilakukan dengan cara

memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak

setuju” pada pernyataan-ternyataan terhadap objek tertentu dengan

menggunakan Skala Likert. Misal nilai 4 jika sangat setuju, 3 jika setuju, 2

jika tidak setuju dan 1 jika sangat tidak setuju (Notoatmodjo, 2005).

E. Kepuasan

1. Pengertian

Menurut Pohan (2006) kepuasan pasien adalah keluaran dari

layanan kesehatan dan suatu perubahan dari sistem layanan kesehatan

yang ingin dilakukan tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil tanpa

melakukan pengukuran kepuasan pasien. Pengukuran kepuasan pasien

30

pada fasilitas pelayanan kesehatan tidak mudah, karena layanan kesehatan

tidak mengalami semua perlakuan yang dialami pasar biasa. Dalam

layanan kesehatan, pilihan-pilihan yang ekonomis tidak jelas. Pasien tidak

mungkin atau sulit mengetahui apakah layanan kesehatan yang didapatnya

optimal atau tidak.

2. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan

Dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang sangat bervariasi

sekali, namun secara umum dimensi dari kepuasan mencakup hal-hal

berikut (Azwar, 2006):

a) Kemampuan yang mengacu hanya pada penerapan standart kode etik

profesi.

Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan

pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standart serta kode

etik yang disepakati dalam suatu profesi, atau dengan kata lain yaitu

bila suatu pelayanan kesehatan yang diberikan telah mengacu pada

standar yang telah ditetapkan oleh profesi yang berkompeten serta

tidak menyimpang dari kode etik yang berlaku bagi profesi tersebut.

Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang

terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan petugas-

pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan

melakukan pilihan (choice), pengetahuan (scientific knowledge),

kompetensi teknis (technical skill), efektifitas pelayanan (effectivess)

dan keamanan tindakan (safety).

b) Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan

Persyaratan suatu pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai

pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan pada

penerima jasa apabila pelaksanaan pelayanan yang diajukan atau

ditetapkan, yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan

pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan (available),

kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan

31

pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan

(acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible),

keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan

kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality). Untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi semua

persyaratan pelayanan tidak semudah yang diperkirakan, sehingga

untuk mengatasi hal ini diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi

secara selektif dan efektif, dalam arti penerapan dimensi kepuasan

kelompok pertama dilakukan secara optimal, sedangkan beberapa

dimensi kelompok kedua dilakukan secara selektif yaitu yang sesuai

dengan kebutuhan serta kemampuan (Azwar, 2006).

Tjiptono (2006) mengemukakan bahwa kepuasan pasien ditentukan

oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :

a) Kinerja (performance)

Pendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan

inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang

dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan,

dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa

pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang

relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan

kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan,

keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

b) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features)

Merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap

yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya: kelengkapan alat

pemeriksaan, kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC,

dan sebagainya.

c) Keandalan (reliability)

Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan

dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam

memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan keandalan,

32

kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan

pelayanan keperawatan di rumah sakit.

d) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification)

Sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-

standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya: standar

keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

e) Daya tahan (durability)

Berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan.

Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam

penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya: peralatan bedah, alat

transportasi dan sebagainya.

f) Service Ability

Meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan

yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan

memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi

terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

g) Estetika

Merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh

panca indera. Misalnya: keramahan perawat, peralatan rumah sakit

yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi

kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk dan

sebagainya.

h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah

sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit

tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah

sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses

penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah

sakit dalam keadaan sehat.

33

Menurut Kolter (2006) terdapat lima faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien, meliputi:

a) Sarana Fisik (Tangible)

Berupa bukti fisik yang dapat dilihat, yang meliputi gedung,

perlengkapan yang memadai, seragam pegawai dan sarana

komunikasi.

b) Kehandalan (Reliability)

Berupa kemampuan dalam memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan cepat, akurat dan memuaskan.

c) Ketanggapan (Responsiveness)

Berupa inisiatif tenaga kesehatan untuk membantu pasien

dengan tanggap. Dalam memberikan pelayanan hendaknya tanggap

terhadap kebutuhan pasien sehingga dapat membantu pasien bahkan

sebelum pasien menyadarinya atau memintanya.

d) Jaminan (Assurance)

Yaitu pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dipunyai para perawat.

e) Kepedulian (Emphaty)

Berupa kemudahan dalam membangun hubungan komunikasi

yang baik antara pegawai dengan pasien, perhatian pribadi dan dapat

memahami kebutuhan pasien.

Menurut Azwar (2006), di dalam situasi rumah sakit

mengutamakan pihak yang dilayani, karena pasien adalah klien yang

terbanyak, maka manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan

kepuasan pasien antara lain sebagai berikut :

a) Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang

hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah

sakit.

b) Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang

puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain.

34

Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena

merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsug.

c) Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.

Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan

pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengarkan

menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatkan

pendapatan rumah sakit).

d) Berbagai pihak yang berkepentingan di rumah sakit, seperti

perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit

yang mempunyai citra positif.

e) Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien

akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanaan yang menjunjung hak-

hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga

malpraktek tidak terjadi.

3. Pengukuran Kepuasan

Kepuasan pasien menurut Pohan (2006) diukur dengan indikator berikut:

a) Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan.

Dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan tentang:

1) Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat

saat dibutuhkan.

2) Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan

biasa ataupun dalam keadaan gawat darurat.

3) Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan kesehatan

itu bekerja, keuntungan dan tersedianya layanan kesehatan.

b) Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan.

Dinyatakan oleh sikap terhadap:

1) Kompetensi teknik dokter dan atau profesi layanan kesehatan lain

yang berhubungan dengan pasien.

2) Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan

oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

35

c) Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan

antar manusia.

Ditentukan dengan melakukan pengukuran:

a) Sejauh mana ketersediaan layanan rumah sakit menurut penilaian

pasien.

b) Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan atau profesi

layanan kesehatan lain.

c) Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter.

d) Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis.

e) Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasehat dokter

dan atau rencana pengobatan.

d) Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan.

Ditentukan oleh sikap terhadap:

1) Fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan.

2) Sistem perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu,

pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau

kepedulian personel, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan

yang timbul.

3) Lingkup dan sifat keuntungan layanan kesehatan yang ditawarkan.

Hal tersebut dinyatakan melalui pengamatan:

a) Luasnya layanan medik yang digunakan di luar sistem layanan

kesehatan.

b) Proporsi pasien yang meninggalkan program dan memilih program

kesehatan lain.

c) Jumlah dan jenis keluhan yang diterima sistem layanan kesehatan.

d) Perjanjian yang batal dan angka pembatalan.

e) Angka ketersediaan obat dari resep yang diberikan.

f) Proporsi pasien yang mengganti dokter (jika dimungkinankan oleh

sistem).

36

F. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Pohan (2006), Azwar (2006)

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2005).

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan perawat

tentang BPJS Kepuasan

Pasien BPJS

Indikator kepuasan:

1. Dinyatakan dengan pengetahuan

2. Dinyatakan dengan sikap

3. Melakukan pengukuran

Sikap Perawat

Kepuasan

Pasien

BPJS

Faktor yang mempengaruhi Kepuasan:

1. Hubungan petugas-pasien (relationship)

2. Kenyamanan pelayanan (amenities)

3. Pengetahuan (scientific knowledge)

4. Kompetensi teknis (technical skill)

5. Efektifitas pelayanan (effectivess)

6. Keamanan tindakan (safety)

7. Ketersediaan pelayanan kesehatan (available)

8. Penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable)

9. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable)

10. Mutu pelayanan kesehatan (quality)

37

H. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu gejala yang bervariasi, sedangkan gejala adalah

objek penelitian, sehingga dapat diartikan variabel adalah suatu objek

penelitian yang bervariasi (Arikunto, 2006).

1. Variabel Bebas (Variable Independent)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat, 2008). Variabel bebas dari

penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap perawat.

2. Variabel Terikat (Variable Dependent)

Variabel dependen merupakan variabel yeng dipengaruhi atau

menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2008). Variabel terikat

dari penelitian ini adalah kepuasan pasien BPJS terhadap pelayanan

keperawatan yang diberikan.

I. Hipotesis

Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang BPJS

dengan kepuasan pasien BPJS di ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang.