bab ii tinjauan pustaka
DESCRIPTION
Bab II Tinjauan PustakaTRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus sel
Sel secara normal mengalami pembelahan secara mitosis dalam suatu siklus yang
dinamakan siklus sel, berfungsi untuk menghasilkan sel sel yang baru yang berguna untuk
regenerasi dan untuk memperbaiki kerusakan, rangkaian ini diatur oleh suatu rangkaian DNA
pada setiap sel, pada masing masing sel mempunyai gen yang mengatur proliferasi sel yang
disebut protoonkogen seperti gen KI-67 dan gen yang berfungsi untuk mengatur penghentian
atau penghambatan proliferasi sel yang disebut supresor gen seperti P-53, gen gen ini
berfungsi sebagai kontrol.
Pada proses pertumbuhan sel ini, dimana gen gen kontrol tersebut bekerja pada proses
interfase sel, interfase sel terdiri dari beberapa tahapan seperti :
1. tahap G1
2. tahap S
3. tahap G2
4. tahap M
1) Fase G1 (Growth fase-1)
Lamanya sangat bervariasi dari beberapa jam sampai tahunan. Pada fase G1 sel anak
yang baru terbentuk setelah mitosis tumbuh menjadi sel dewasa , membentuk protein,
enzim, dsb. Dan kromosomnya hanya mengandung rantai tunggal DNA (haploid). Sel dewasa
masuk ke zone perbatasan (restriction zone) yang menentukan apakah sel itu akan:
a) Berhenti tumbuh
Sel yang berhenti tumbuh akan masuk ke fase G0. Sel-sel yang masuk dalam fase G0
ada dua golongan yaitu:
Stem sel, yaitu sel yang dapat tumbuh lagi bila ada rangsangan tertentu, misalnya untuk
mengganti sel yang rusak atau mati, dan kembali masuk ke fase-S.
Sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati. Hanya sel syaraf yang praktis tidak
akan tumbuh lagi.
b) Tumbuh terus
Sel yang akan tumbuh lagi masuk ke fase S
2) Fase S (Synthetic phase). Lamanya ± 6-8 jam.
Pada fase ini dibentuk rantai DNA baru, protein, enzim, dsb untuk persiapan fase M
berikutnya. Replikasi DNA terjadi dengan bantuan enzim DNA-polimerase. Dengan
dibentuknya DNA baru maka rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda.
3) Fase G2 (Growth phase-2). Lamanya ± 1-2 jam.
Pada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim, dsb untuk persiapan fase M berikutnya.
4) Mitotic phase. Lamanya ± 1-2 jam.
Pada fase M hampir tidak ada kegiatan kimiawi. Yang ada ialah pembelahan sel, dari
1 sel induk membelah menjadi 2 sel anak yang mempunyai struktur genetika yang sama
dengan sel induknya. Di sini rantai ganda DNA yang merupakan pembawa informasi gen
terbelah menjadi 2 rantai tunggal, yang masing-masing untuk satu sel anak baru. Waktu yang
diperlukan oleh satu sel menjalani siklus pertambahan sangat bervariasi dari beberapa jam
sampai tahunan. Waktu siklus yang terpendek 24 jam dan yang terpanjang tidak diketahui,
karena ada sel yang tidak tumbuh lagi. Mengetahui siklus pertumbuhan sel itu penting sekali
untuk pengobatan kanker dengan sitostatika, karena ada obat-obat yang bekerja spesifik
hanya pada fase tertentu saja.
2.2 Kontrol sel
Selama siklus sel, terdapat gen-gen yang berfungasi untuk mengontrol sel di dalam
perjalanan pada fase tersebut, dimana terdapat 2 jenis gen yang mempunyai fungsi yang
berbeda, seperti gen yang berfungsi untuk melakukan proliferasi sel seperti onkogen Ki-67
dan gen yang berfungsi untuk menghentikan dan menghambat terjadinya proliferasi sel
seperti supresor gen P-53.
Anti onkogen atau supresor gen adalah gen yang resesif, yang kerjanya menghambat
pertumbuhan dan differensiasi sel, sehingga mencegah timbulnya transformasi sel. Biasanya
ia bekerja pada alel tipe “wild” atau “liar”. Anti onkogen mempunyai 2 alel. Jika kedua
alelnya hilang baru akan timbul transformasi sel, jika hanya satu saja tidak timbul
transformasi sel itu.
Gen supresor ini umumnya terdapat pada kromosom 17, pada lengan pendek p53. Gen
17p53 ini mensintese protein p53 yang:
1) Bagian ujung ynag satu mengandung amino yang berfungsi menstranskripsi gen
pertumbuhan.
2) Bagian tengah untuk mengenal dan mengikat DNA lain.
3) Bagian ujung yang lain berisi karboksi, memberi isyarat lokasi inti dan tempat fosforilasi.
Kontrol sel tersebut bekerja pada saat checkpoint yang ada pada fase / tahap G1 ,
tahap G2, dan tahap M.
Sinyal stop disebabkan teraktivasinya supresor gen P-53 yang dikarenakan adanya
kerusakan DNA yakni dalam terankripsi dan tranlasi DNA di dalam sel, sinyal stop terzsebut
akan menyebabkan terhentinya siklus sel sehingga memberikan waktu untuk perbaikan DNA.
Dari gambar diatas , dapat dijelaskan bila terjadi suatu kerusakan DNA misalnya
dikarenakan oleh adanya zat zat karsinogenik, radiasi sinar ultraviolet, maupun sinar X, gen
P-53 / supresor gen ini akan mengaktivasi gen P-21 untuk melakukan sinyal stop pada siklus
sel sehingga terjadi DNA repair, tidurnya siklus sel, dan apoptosis.
Sinyal go ahead, sinyal ini dihasilkan oleh suatu partikuler protein kinase, biasanya
protein ini tidak aktif dan diaktifkan oleh adanya cyclin yang kemudian membentuk suatu
komplek CDK (cyclindependentkinase), CDK ini akan bekerja sama dengan faktor
pertumbuhan sehingga akan merangsang terjadinya proliferasi sel, sehingga sel akan
meneruskan perjalanannya ke fase selanjutnya dalam siklus sel. Jika sel tidak mendapatkan
sinyal go ini, maka sel tersebut akan masuk ke fase Go, dimana sel itu akan berhenti tumbuh,
baik untuk berhenti sementara atau berhenti selamanya.
2.3 Teknik Biopsy Pada Diagnosa Tumor
Biopsy merupakan pengambilan specimen baik sebagian ataupun seluruhnya utuk
pemeriksaan mikroskopis dan memperoleh suatu diagnosa dan mengetahui prognosis.
Sebelum melakukan suatu biopsy dilakukan terlebih dahulu anastesi. Pengambilan jarigan
biopsy biasanya menggunakan sklpel/ kauter listrik.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu biopsy :
Harus representative baik secara klinis / mikroskopis. Misalnya memilih daerah tumor yang
tidak ada nekrosis dan tidak ada infeksi sekunder.
Indikasi :
a. Lesi yang menetap > 2 minggu
b. Lesi yang membesar , tidak memberikan reaksi pada perawatan
c. Lesi hiperkeratotil yang menetap
d. Pembesaran tanpa penyebab dan menetap pada waktu yang lama
e. Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
2.3.1 Macam Biopsy
a. Brush
Merupakan tehnik jaringan biopsy untuk jaringan lunak rongga mulut . mukosa. Tehnik ini
adalah pemeriksaan tambahan yang digunakan sebagai metode pemeriksaan lesi mulut yang
tidak memerlukan biopsy pembedahan. Pada tehnik ini menggunakan sejenis sikat yang
mampu mengambil sel pada seluruh lapisan epitel, termasuk basal dan yang paling superficial
di bawah lapisan epitel. Pada tehnik brush ini tidak perlu melakukan suatu anastesi, Sikat
yang digunkan yakni sikat disposibel steril. Yaitu sejenis sikat yang berbentuk melingkar .
Cara penggunaan : 1. Sikat atau brush untuk mengumpulkan sampel sel epitel dilembabkan dengan air atau air liur
pasien. 2. Diaplikasikan pada permukaan lesi
3. Kontak antar sikat dan permukaan mukosa dapat di sepanjang permukaan sikat yang melingkar maupun yang datar tergantung lokasi
4. Sikat diputar dengan tekanan cukup 5-10 x sampai timbul bintik pendarahan dan itu berarti sikat memasuki lamina propia. 5. Sel yang di dapat dipindahkan ke kaca objek 6. Fiksasi alcohol 7. Dibiarkan kering di udara
8. Sampel sel diskrining dengan computer yang telah deprogram untuk mendeteksi perubahan sitologi
b. Eksisi
Yaitu tehnik biopsy dengan cara mengambil seluruh jaringan lesi, melibatkan jaringan
normal. Digunakan untuk pengambilan lesi kecil yang secara klinis merupakan lesi jinak.
c. Insisi
Yaitu tehnik biopsy dengan cara mengambil sebagian jaringa lesi, mengikut sertakan
jaringan normal sekitarnya.
Indikasi: 1. Lesi besar d > 1 cm 2. Jika eksisi total sulit dilakukan
d. Aspirasi
Biasanya dilakukan pada lesi kelenjar liur
Indikasi:
1. Lesi yang diperkirakan berisi cairan
2. Menggunakan spuit ( syringe) yang menggunakan jarum 189 4 ugc
3. Anastesi local, tidak melibatkan banyak jaringan
4. Biasanya setelah aspirasi dilakukan insist.( eksisi)
2.4 Karsinogen
Karsinogen dibagi rnenurut asal:
1. Eksogen: Kimiawi, virus, fisik.
2. Endogen: Hormon.
Pembagian berdasarkan jenis:
1. Kimiawi.
2. Virus.
3. Fisis.
4. Hormon.
Tiga faktor karsinogen utama dari kanker mulut adalah tembakau, alkohol,
dan virus. Sekitar 60% kanker mulut berkaitan dengan HPV.
1. Karsinogen Kimia
Karsinogen kimia meliputi jelaga, tir, zat warna, bahan alkali, plastik, asap rokok,
dan aflatoxin. Tir mengandung zat aktif hidrokarbon polisiklik. Hidrokarbon yang
mempunyai daya karsinogenik, minimal harus mempunyai 3 ikatan karbon aktif yang
disebut phenantrene.
Tubuh manusia mempunyai enzim benzpyrene hidroksilase atau enzim lain yang
terdapat dalam retikulum endoplasmik yang berkhasiat menghilangkan daya
karsinogenik dari karsinogen hidrokarbon. Rendahnya insidensi tumor usus halus
mungkin karena kadar hidrokarbon hidroksilase aromatik pada usus yang relatif tinggi.
a. Zat warna azo
Dimethylaminoazobenzene (butter yellow) dapat menimbulkan kanker hati pada tikus,
bila ada clefisiensi vitamin riboflavin. Vitamin ini merupakan ko-enzim untuk memecah
zat warna tersebut.
b. Zat warna anilin
Sering menimbulkan kanker kandung kemih. Karsinogen aktif di sini adalah beta
naphthylamme.
c. Bahan alkali
Nitrogen mustard yang berkhasiat radiomimetik.
d. Plastik
Karsinogen fisik karena mengganggu hubungan antar-sel jaringan yang berkontak
dengan bahan ini.
e. Asap rokok
Menimbulkan kanker paru. Hidrokarbon yang terisap dalam asap rokok memengaruhi
terbentuknya karsinoma bronkhogenik. Secara statistik dibuktikan bahwa orang yang lebih
banyak dan lebih lama merokok, lebih banyak terkena kanker paru.
Perubahan yang dapat terjadi pada mukosa bronkhus orang yang banyak merokok adalah
hiperplasia atipik, metaplasia skuamosa, displasia, carcinoma in situ. Makin banyak
merokok, makin banyak perubahan yang terjadi.
f. Jamur Pencillium griseofulvum
Berasal dari jamur Aspergillusflavus yang terdapat di kacang tanah. Hewan yang diberi
makanan kacang tanah sering menderita kanker hati. Afla toksin ditemukan pula pada
susu sapi yang diberi makan kacang tanah
Mekanisme kerja karsinogen kimiawi
Sebagian besar karsinogen kimiawi adalah mutagen. Ikatannya secara langsung
pada DNA dan pada tempat khusus dalam molekul yang menginduksi kesalahpemberian
kode selama transkripsi dan replikasi. Namun, kemungkinan beberapa ikatan pada RNA
atau protein sitoplasma dapat juga menjadi karsinogenik.
Sifat karsinogenik agen kima bergantung pada dosis. Dosis yang lebih kecil yang
diberikan berkali-kali dalam jangka panjang memiliki sifat onkogenik yang sama seperti
dosis setara tunggal. Transformasi neoplastik yang dihasilkan oleh bahan kimawi adalah
suatu proses multitahap yang dinamik. Proses ini dapat dibagi secara luas menjadi 2 tahap
yaitu inisiasi dan promosi. Inisiasi adalah induksi perubahan ireversibel tertentu (mutasi)
pada genom sel. Sel yang terinisiasi bukanlah sel yang mengalami transformasi, sel ini
tidak memiliki otonomi pertumbuhan dan tidak memiliki karakteristik fenotip yang unik.
Namun, berbeda dengan sel normal, sel yang terinisiasi dapat memanifestasikan tumor bila
cukup mendapat stimuli oleh agen promosi. Dua atau lebih inisitator, apakah agen kimia, virus
onkogenik atau energi radiasi, dapat bekerja sama (ko-karsinogenesis) menginduksi
transformasi ganas. Promosi adalah proses induksi tumor oleh zat kimia promotor pada sel
yang sebelumnya diinisiasi. Pengaruh promotor relatif berusia pendek dan reversibel.
Promotor tidak memengaruhi DNA dan bersifat non-tumorigenik. Contohnya, tembakau
merusak DNA sel, alkohol mencegah perbaikan DNA yang rusak. Alkohol menghambat
pembentukan protein p53 yang diperlukan sehingga menghambat kemampuan tubuh
untuk memperbaiki sel yang rusak.
Para ilmuwan telah menyadari bahwa mutasi multipel pada gen spesifik terjadi
pada kanker leher dan kepala. Dua tipe gen karakteristik yang sudah diketahui adalah proto-
onkogen dan gen supresor tumor. Proto-onkogen yang mengkode protein untuk
menstimulasi pembelahan sel berubah menjadi onkogen dan menyebabkan stimulasi
berlebih pada protein dengan hasil pembelahan sel menjadi lebih cepat. Sekarang
sudah dapat diidentifikasi onkogen EGFR (epithelial growth factor receptor), famili ras, c-
myc, int-2, hst-1, PRAD-1 atau siklin DI, dan bcl-I yang mungkin berpartisipasi dalam
kanker leher dan kepala. Gen supresor tumor mengkode protein yang menghambat
pembelahan sel. Bila gen ini mengalami mutasi, protein yang terkait tidak terbentuk
dengan balk dan terjadilah pembelahan sel yang seharusnya tidak terjadi. Pada kanker
kepala dan leher, gen supresor tumor yang diinaktivasi adalah gen Rb, p16, dan p53.
Gen p53
Gen p53 adalah salah satu genom sel yang mengatur pengikatan protein DNA yang
dapat memengaruhi fungsi sel termasuk siklus sel, sintesis DNA, dan apoptosis
(kematian sel yang terprogram).
Gen p53 menarik minat ilmuwan untuk diteliti karena molekul gen ini dapat
menghentikan tumor bila fungsinya baik. Gen ini terletak pada lengan pendek kromosom 17,
bekerja bila ada kerusakan DNA sel dan menghentikan proses pertumbuhan dan pembelahan
sel sampai kerusakan All diperbaiki. Gen p53 berfungsi sebagai gen supresor tumor yaitu
menahan gen yang rusak akibat efek mutagenik karsinogen agar tidak melanjutkan
pembelahan sel. Penahanan terjadi di fase G1 pada siklus sel agar memungkinkan sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA. Bila gagal, p53 menyiapkan kondisi untuk kematian sel,
menyebabkan sel mengalami apoptosis.
Mutasi gen p53 terjadi pada hampir 60% kanker yang terjadi pada manusia. Gen p53
yang mengalami mutasi akan gagal menahan fase GI, akibatnya sel dengan DNA yang
rusak dapat melanjutkan pembelahan sehingga akumulasi mutasi yang terjadi dapat
mengakibatkan transformasi neoplastik. Fungsi p53 sebagai gen suppresor tumor akan
mengalami inaktivasi ketika proses keganasan berkembang.
Karsinogen kimiawi misal tembakau dapat mengeluarkan efek karsinogen dengan
meningkatkan mutasi gen p53. Alkohol dapat menambah efek tembakau dengan lebih
meningkatkan frekuensi mutasi gen p53. Mutasi gen p53 dapat timbul pada kanker yang tidak
ada kaftan dengan rokok, namun mutasi gen ini terbatas sedangkan pada mereka yang
merokok mempunyai kecenderungan inaktivasi gen p53.
2. Karsinogen Virus
Berbagai virus telah terbukti bersifat onkogenik. Virus onkogen dibagi dalam 2
kelompok yaitu virus RNA rantai tunggal dan virus DNA rantai ganda. Contoh virus RNA
adalah HIV (Human immunodeficiency virus) dan contoh virus DNA adalah HPV.
Virus HIV pada penderita AIDS berperan dalam terjadinya sarkoma Kaposi. Virus
Hepatitis B, C, E berperan dalam terjadinya karsinoma sel hepar. HPV berperan dalam
terjadinya papiloma dan kanker leher rahim.
Gambar 2.2. Sarkoma Kaposi pada palatum penderita AIDS (Silverman, 1996).
Mekanisme kerja karsinogen virus
Virus masuk ke dalam sel melalui membran sel dan menyebabkan transformasi sel.
Kemampuan karsinogenesis virus bergantung pada kemampuannya untuk mentidakaktifkan
gen supresor tumor.
Sel yang mengalami transformasi akan mengalami:
1. Perubahan pola pertumbuhan sel: peningkatan kecepatan pertumbuhan dan penurunan
perlekatan sel dengan suatu substrat.
2. Perubahan pada permukaan sel: peningkatan kecepatan pemindahan nutrisi sel,
peningkatan sekresi protease atau aktivator protease, perubahan komposisi glikoprotein dan
glikolipid, kadang-kadang terbentuk protein tersandi virus.
3. Perubahan nukleotida siklik, aktivasi atau represi gen tertentu.
4. Tumorigenisitas: contoh virus HPV berkontak dengan sel epitel mukosa yang
terinfeksi dan melakukan replikasi dalam sel epitel sehingga terjadi proliferasi sel epitel.
Pada kelompok usia muda yang tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol, virus merupakan faktor penyebab yang berkaitan dengan terjadinya kanker.
HPV dapat ditularkan melalui hubungan seks antarpasangan dan ter libat dalam
terjadinya peningkatan risiko terjadinya kanker mulut pada kelompok usia muda yang
ticlak merokok.
HPV memiliki lebih dari 100 strain. Sebanyak 5 strain HPV terutama HPV16 dan
18 berisiko tinggi menyebabkan displasia atau kanker terutama kanker leher rahim dan
orofaring (meliputi bagian tengah faring-laring, palatum lunak, ventral lidah, dan tonsil).
Sekitar 30 strain virus HPV berisiko renclah dan dapat menyebabkan papiloma. Umumnya
penderita memiliki lebih dari satu strain virus ini. HPV merusak p53 dalam sel.
Penderita yang terinfeksi virus ini Bering tidak menyaclarinya karena virus mempunyai
masa inkubasi yang panjang dan infeksi ini dapat menyebar luas (terutama melalui
hubungan seksual) dan dapat menyebabkan perkembangan ke arah praganas dan gangs.
Virus herpes dianggap memberikan kontribusi dalam terjadinya kanker mulut.
DNA dari FIPV dan virus herpes tertentu termasuk virus Epstein Barr, virus
sitomegalo, dan virus herpes simpleks terdeteksi pada jaringan biopsi kanker mulut.
Gen yang terkode virus-virus ini terlibat dalam stadium inisiasi dari stadium multi pada
tahapan karsinogenesis.
Virus baru yang dinamakan virus human herpes 8 ditemukan berkaitan
dengan sarkoma Kaposi pada penderita AIDS. Diduga virus ini terlibat dalam perkembangan
sarkoma Kaposi, karena dijumpai pada semua bentuk sarkoma Kaposi. Sekitar 50%
sarkoma Kaposi pada penderita AIDS bermanifestasi dalam mulut dengan tempat
predileksi pada palatum keras dan gingiva)
3. Karsinogen Fisis
Karsinogen fisis yang sangat penting adalah sinar radioaktif yang clihasilkan
oleh sinar-X, radium, dan born atom. Karsinogen ini dapat menimbulkan kanker kulit,
leukemia, sarkoma tulang, adenokarsinoma mammae dan timid.
Sinar menyebabkan perubahan nukleoprotein kromosom sel sehingga terjadi
kanker. Penyinaran mengenai atom molekul asam nukleat, menyebabkan terlepasnya
elektron sehingga terjadi perubahan fisik atom tersebut dan perubahan kimia dalam
molekul.
Sinar matahari dan ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker bibir dan bagian lain
dari kulit tubuh. Populasi berkulit putih yang bekerja di lapangan terbuka sering mendapat
kanker kulit muka (basalioma). Kanker ini jarang dijumpai pada ras kulit hitam karena
kulitnya dilinclungi pigmen melanin. Insidensi kanker bibir akhir-akhir ini menurun,
mungkin karena adanya kesadaran akan bahaya terpajan sinar matahari dalam waktu lama dan
penggunaan krim pelindung sinar matahari.
Faktor fisis lain adalah sinar-X. Pemeriksaan radiografi rutin dan sinar-X di praktik dokter
gigi adalah aman, namun pajanan radiasi akan berkumulasi selama hidup. Sinar-X ini
berperan dalam beberapa kanker leher dan kepala.
4. Hormon
Karsinogen hormon bekerja dengan mernengaruhi fisiologi jaringan sedemikian rupa
sehingga mudah dipengaruhi oleh karsinogen yang sebenarnya. Contohnya, estrogen dapat
menimbulkan adenokarsinoma mammae dan serviks uteri. Androgen yang berasal dari testis
atau kelenjar adrenal dapat menimbulkan karsinoma prostat.
Hormon menyebabkan terjadinya kanker pada alai tubuh yang dipengaruhinya setelah
adanya karsinogen lain yang bekerja sebagai promotor.
5. Ko-Karsinogen
Termasuk ko-karsinogen adalah diet, umur, keturunan, rangsang menahun, dan trauma.
Diet
Butter yellow, dengan defisiensi vitamin B 2 dapat menyebabkan kanker hati. Defisiensi
choline yang lama dapat menimbulkan karsinoma hati dan paru.
Efek perlinclungan yang signifikan dari diet terhadap terjadinya kanker inulut terlihat pada
populasi yang mengkonsumsi sayuran yang kaya akan beta karotin dan buah-buahan yang
mengandung asam sitrat. Populasi ini mempunyai insidensi kanker mulut yang rendah.
Umur
Kebanyakan kanker terjadi pada usia lanjut, karena pada usia lanjut sering timbul
ketidakseimbangan hormon dan waktu yang lama memberi kesempatan bagi karsinogen
untuk bekerja menimbulkan kanker.
Keturunan
Tumor yang menunjukkan adanya pengaruh faktor genetik/keturunan antara lain adalah
neuroblastoma, polip multipel pada usus besar, dan xeroderma pigmentosum.
Rangsang Menahun
Penderita batu piala ginjal sering mengalami karsinoma piala ginjal. Penderita
schistosomiasis sering menderita karsinoma kandung kemih. Rangsang menimbulkan
radang yang menyebabkan kerusakan jaringan yang kemudian akan dipulihkan.
Kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang akan mengganggu keseimbangan set
sehingga set berkembang menjadi kanker. Keadaan ini sering terdapat pada mulut, lidah,
dan lambung. Iritasi kronis seperti gigi yang tajam, gigi tiruan atau tambalan yang
mengiritasi dapat menyebabkan terjadi ulkus dan leukoplakia. Banyak kanker mulut
berasal dari ulkus dan leukoplakia ini.
Trauma
Trauma tidak mungkin menimbulkan kanker dalam waktu singkat. Trauma merupakan
promotor pada tempat yang telah lama dipengaruhi oleh initiator yang telah menimbulkan
kanker laten.
2.5 Penyebaran Tumor Ganas
2.5.1 Penyebaran tumor ganas :
1. Lokal : penjalaran sel –sel tumor dari tumor induk ke jaringan sehat sekitarnya secara
infiltratif, massa sel tumor berhubungan dengan sel induk tumor.
2. Metastasis / penyebaran jauh : pelepasan sel tumor dari tumor induk, diangkut oleh aliran
darah atau getah bening ke tempat jauh, mebentuk pertumbuhan baru atau anak sebar atau
metastase. Massa tumor anak sebar tak berhubungan dengan massa tumor induk.
2.5.2 Syarat terjadinya penyebaran tumor ganas :
1. Adanya pelepasan sel-sel tumor yang dapat hidup otonom
Tumor ganas, proliferasi sel tumor menyebabkan bertambahnya isi dan tekanan
mekanik. Terjadinya penurunan kadar kalsium dinding sel menyebabkan turunnya kohesi sel
tumor ganas menyebabkan pelepasan sel tumor dari induknya.
Sel-sel tumor mengeluarkan enzim litik seperti kolagenase, hyaluronidase, mucinase
yang mempengaruhi jaringan atau sel sekitarnya sehingga sel-sel tumor dapat bebas bergerak
masuk ke ruang antar sel atau menembus sitoplasma sel otot. Kemudaian membentuk
pertumbuhan infiltratif.
Pada tumor ganas, sel yang terpisah sanggup hidup otonom karena sel tumor ganas
tidak mengandiung faktor anitgen sehingga tubuh tidak membentuk zat anti untuk menahan
invasi sel tumor ganas tersebut.
2. Adanya jalan penyebaran
a. Secara Hematogen
Jenjang metastatic dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase invasi matriks
ekstrasel serta penyebaran dan pergerakan sel tumor menuju sasaran melalui pembuluh darah.
Invasi Matriks Ekstrasel
Jaringan manusia tersusun menjadi serangkaian kompartmen yang dipisahkan satu
sama lain oleh dua jenis matriks ekstrasel : membran basal dan jaringan ikat intersisium.
Tiap-tiap komponen ECM ini terdiri dari kolagen, glikoprorein dan proteoglikan. Sel tumor
harus berinteraksi dengan ECM di beberapa tahapan jenjang metastatic.
Invasi ECM merupakan suatu proses aktif yang diselesaikan dalam empat langkah :
1. Terlepasnya sel tumor satu sama lain.
2. Melekatnya se tumor ke komponen matriks3. Penguraian ECM4. Migrasi sel tumor
Langkah pertama dalam jenjang etastaik adalah mereganggnya sel tumor. E-kaderin
bekerja sebagai lem antarsel, dan bagian E-kadern yang berada di sitoplasa berikatan dengan
β-katenin. Molekul E-kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu,
sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal
antipertumbuhan melalui β-katenin. β-katenin bebas dapat menngaktifjan transkripsi gen
yang mendorong pertumbuhan. Fungsi E-Kaderin sebagai suatu lem antrsel lenyap hampir di
semua kanker sel epitel.
Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein ECM, seperti laminin dan
fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membran basal yang
terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya, sel karsinoma memiliki lebih banyak
reseptor dan reseptor ini tersebar di seluruh membran sel.
Langkah ketiga adalah degradasi local membran basal dan jaringan ikat intersisium.
Sel tumor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitk atau menginduksi sel pejamu (misalnya
fibroblas) untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim penghancur matriks yang disebut
metalloproteinase, temasuk gelatinase, kolagenase dan stromelisin ikut berperan. Kolagenase
tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV dan membran basal vascular.
Langkah keempat yaitu pergerakan. Pergerakan mendorong sel tumor berjalan
menembus membran basal yang telah rusak dan matriks telah mengalami lisis. Migrasi
tampaknya diperantarai oleh berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor
motilitas autokrin.
Penyebaran Vaskular dan Sasaran Sel Tumor
Saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh sel
imunpejamu. Di dalam aliran daah, sebagian sel tumor membentuk embikus dengan
membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit, terutama trombist; sel tumor yang
menggumpal tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari serangan sel
efektor antitumor pejamu. Ekstravasasi sel tumor bebas atau embolus sel memerlukan
perlekatan endotel vascular yang dikuti olehpergerakan melalui membran basal dengan
mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
b. Secara Limfogen
Penyebaran ini spesifik untuk karsinoma. Sel-sel yang telah menembus pembuluh limfe
diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolous, kemudian tersangkut pada kelenjar
getah bening regional. Anak sebar yang mungkin menyebabkan terbendungnya aliran cairan
getah bening sehingga terjadi aliran retrograde(pertumbuhan menuju ke belakang /
menelusuri jalan yang telah dilalui sebelumnya) dan menimbulkan penyebaran retrograde.
c. Penyebaran dengan transplantasi langsung
Penyebaran ini terjadi pada tumor rongga serosa (rongga perut,pleura) yang disebut
transcoelomic spread. Anak tumor akan menyebar dari tempat yang lebih tinggi ke bawah
karena adanya gaya gravitasi bumi.
3. Adanya lingkungan yang memungkinkan untuk hidup sel tumor di tempat yang baru.
Lingkungan yang baru harus cocok untuk pertumbuhan sel tumor agar dapat membentuk
anak sebar.
2.6 Stage Kanker Mulut
Untuk menentukan stage kanker mulut menggunakan TNM sistem dari UICC ( Union
Internationale Contre le Cancer) atau dari AJCC ( American Joint Committee on Cancer).
TNM sistem menurut UICC, (1980) yaitu :
T : Tumor primer
TX : Tumor yang belum dapat dideteksi
T0 : Tidak adanya bukti tumor primer
TIS : Tumor permukaan ( Carsinoma in situ )
T2 : Ukuran tumor antara 2-4 cm
T3 : Ukuran Tumor lebih dari 4 cm.
T4 : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang korrtikal atau
otot-otot lidah.
N : Kelenjar getah bening regional.
NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan.
N0 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran kurang dari 3
cm.
N2 : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm
atau bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multipel dengan ukuran kurang dari 6 cm
atau melibatkan kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N2a : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm.
N2b : Metastasis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N2c : Metastasis ke kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N3 : Metastasis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm.
M : Metastasis jauh tumor primer.
MX : Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan.
M0 : Tidak adanya metastasis jauh dari tumor primer.
M1 : Ada metastasis jauh dari tumor primer.
Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat di kalsifikasikan sebagai berikut :
Stage 1: T1 N0 M0
Stage 2: T2 N0 M0
Stage 3: T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stage 4: T4 N0 M0
T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0
T1, T2, atau T3 N2 atau N3 dan M1
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tumor ganas rongga mulut
3.1.1 Etiologi tumor ganas ( kanker) rongga muluta. Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan).
b. Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas,
dingin dan diet).
Kedua kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Faktor-faktor dapat berperan
secara individual atau kombinasi dengan faktor-faktor lain dimana sebenarnya faktor tersebut
bukan penyebab kanker, tetapi mereka membantu karsinogen untuk mutasi atau dengan
menekan fungsi sel ( ko-promotor).
3.1.2 Patogenesis Tumor Rongga Mulut
Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor
supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami
mutusi à berproliferasi à merusak membran basalis à infiltrasi ke jaringan ikat
dibawahnya à infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe à bermetastasis à keluar
dan proliferasi ke organ lain.
Sel normal yang terkena bahan Karsinogenik dapat mengalami mutasi gen dan akan
membentuk sel baru. Setelah terbentuk sel baru dengan adanya hal tersebut maka jaringan
akan rusak menembus basal-basal membran dan menjadi sel kanker. Selain bahan
karsinogenik yang memicu adanya sel kanker ialah Hormon, Virus, Penyinaran atau Radiasi
dan bahan kimia lain.
a. Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Ganas Rongga Mulut
Kanker mulut umumnya bermetastasis secara local ke kelenjar limfe regional,
terutama di bagian leher, selanjutnya membentuk anak sebar di paru, hati, atau tulang.
Sebanyak 30-80 % penderita kanker mulut mengalami metastasis ke kelenjar servikal. Tumor
primer sekunder merupakan karsinoma primer tambahan yang terjadi pada 10-15 % penderita
kanker mulut dan umumnya terlihat pada karsinoma gingival, dasar mulut, lidah dan bukal.
Tumor primer sekunder ini juga dapat terjadi di setiap tempat saluran pencernaan bagian atas.
Selain bermetastasis, tumor stadium lanjut juga menginvasi struktur jaringan yang
letaknya lebih dalam, terutama pada kanker mulut karena mempunyai potensi membentuk
tumor primer sekunder.
b. Metastasis
Sel-sel ganas mempunyai kemampuan untuk mengadakan invasi baik secara local
maupun ke tempat yang jauh (metastasis). Ada dua sifat berbahaya dari tumor ganas yang
membedakannya dengan tumor jinak yaitu kemampuannya untuk menginvasi jaringan
normal dan kemampuannya untuk bermetastasis.
Metastasis merupakan kemempuan sel kanker dari tumor primer untuk menginfiltrasi
jaringan normal dan menyebar ke seluruh tubuh. Metastasis merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian penderita kanker. Hal ini disebabkan karena metastasis sudah terjadi
sebelum tumor primer itu sendiri terdeteksi.
Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh darah, namun
demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomeyn dan melalui
cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis. Kemampuan metastasis ini disebabkan karena
kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya
ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan
oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan
sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh
darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya
daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya.
c. Patobiologi Metastasis
Konsep dasar dari langkah-langkah terjadinya metastasis yang dianut sekarang ini,
pertama adalah proses terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment) dan
kemudian sel-sel ini akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah, kemudian sel
ini akan mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah.
Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek yang terjadi
tadi. Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah, dan beredar dalam aliran darah, hal
ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil, karena tidak jarang banyak sel
kanker dalam sirkulasi, namun tidak terjadi metastasis.
Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar
sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor
mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM.
Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada
membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang
terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi
dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Selain reseptor laminin sel tumor juga
mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM
yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin,
tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan
kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat
umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu
mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk
melekatkan diri dengan ECM.
Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk
migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik
dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel macrophage untuk memproduksi enzym protease,
yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease.
Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe
IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial.
Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata mengandung kollagenase tipe IV
yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma in situ mengandung kolagenase tipe IV
yang rendah. Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel
stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut. berbagai
penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambatdampak
dari anti protease yang dihasilkan sel stroma 1.11Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak
berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara
antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata
pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-
masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi
dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang
senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel
kanker.
Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV
akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor
Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat
menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis. 9, 12-14Enzim dalam serum misalnya
Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi
ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas
kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah.
Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka
tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk
maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini
mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak
balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker
memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel tersebut dapat mengadakan metastasis,
oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel sel pembunuh (Natural Killer Cell)
dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut.
Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling
berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi
akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker
berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang
melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan
immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel
kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel-sel darah merah yang mengalir
dalam sirkulasi. Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan
memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi
antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat
metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada
endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul
CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk
menghancurkan enzim tersebut dan untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam
jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar CD44
yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel kanker melekat pada
sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel kanker memasuki aliran darah.
Tumor ganas sebagai serangkaian penyakit dimana sel berhasil meloloskan diri dari
mekanisme control yang pada keadaan normal akan menghalangi pertumbuhannya.
Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan
(atau mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat
kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada
tumor ganas mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel
progenitor yang telah mengalami kerusakan genetic (yaitu tumor bersifat monoklonal).
Tiga kelas gen regulatorik normal antara lain:
1. Protoonkogen, yang mendorong pertumbuhan.
2. Suppressor gen (gen penekan tumor), yang menghambat pertumbuhan.
3. Gen yang mengatur kematian sel/ aspoptosis, gen ini merupakan sasaran utama pada
kerusakan genetic.
Selain ketiga kelas gen tersebut, kategori keempat yaitu gen yang mengatur perbaikan
DNA ynag rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA
mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan
mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal dig en lain, termasuk
protoonkogen, suppressor gen, dang en yang mengendalikan apoptosis.
Enam tanda utama tumor ganas, antara lain:
1. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan
2. Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
3. Menghindari apoptosis
4. Potensi replikasi tanpa batas
5. Angiogenesis berkelanjutan
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis)
Apabila gen yang secara normal mendeteksi dandan memperbaiki kerusakan DNA ini
terganggu atau lenyap, instabilitas genom yang terjadi akan cenderung memudahkan
terjadinya mutasi pada gen yang mengendalikan keenam kemampuan didapat sel tumor ganas
diatas.
1. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker disebut onkogen. Gen ini
berasal dari mutasi di protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong
pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal.
Produk gen ini, yang disebut onkoprotein, mirip dengan produk normal protoonkogen,
kecuali bahwa onkoprotein memiliki elemen regulatorik yang penting, dan produksi gen
tersebut dalam sel yang mengalami transformasi tidak bergantung pada factor pertumbuhan
atau sinyal eksternal lainnya. Untuk lebih memahami sifat dan fungsi onkoprotein, kita perlu
secara singkat membahas rangkaian kejadian yang menjadi cirri proliferasi sel normal. Pada
keadaan fisiologik, proliferasi sel dapat dengan mudah dibagi menjadi langkah-langkah
berikut:
- Terikatnya suatu factor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membrane sel.
- Aktivasi reseptor factor pertumbuhan secara transient dan terbatas, yang kemudian
mengaktivkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam membrane plasma.
- Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua.
- Induksi dan aktivasi factor regulatorik inti sel yang memicu transkripsi DNA.
- Sel masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang akhirnya menyebabkan sel
membelah.
Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan
sel kanker untuk memperoleh self sufficiency dalam sinyal pertumbuhan.
2. Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
Walaupun onkogen memproduksi berbagai protein yang mendorong pertumbuhan sel,
terdapat produk gen penekan tumor yang menjadi rem bagi proliferasi sel. Gangguan
terhadap gen ini menyebabkan sel refrakter terhadap inhibisi pertumbuhan sel dan mirip
dengan efek mendorong pertumbuhan onkogen.
Gen RB merupakan gen penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB
adalah suatu protein pengikat DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein
tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhipofosforilasi tidak aktif.. pada
keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G1 ke S
pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh factor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan
melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap G1→S. saat masuk fase S, sel
bertekad untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan.
Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat seluler sehingga
kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.
3. Menghindari apoptosis
Akumulasi sel neoplastik dapat terjadi tidak saja karena aktivasi onkogen yang
mendorong pertumbuhan tumor atau inaktivasi gen penekan tumor yang menekan
pertumbuhan, tetapi juga karena mutasi di gen yang mengendalikan apoptosis. Seperti
pertumbuhan sel yang dikendalikan oleh gen yang mendorong dan menghambat apoptosis.
Pembebasan sitokrom c diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal
ini dikendalikan oleh gen pada family BCL2. beberapa anggota family ini (missal, BCL2,
BCL-XL) menghambat apoptosis dengan mencegah pembebasan sitokrom c, sedang yang
lain, seperti BAD, BAX, dan BID mencetuskan apoptosis dengan mendorong poelepasan
sitokrom c. efek proapoptotik dari TP53 yang dipicu oleh kerusakan DNA tampaknya
diperantarai oleh peningkatan sisntesis BAX. Demikian juga, kaspase 8 mengaktifkan
protrein proapoptotik BID.
4. Potensi replikasi tanpa batas
Sebagian besar sel manusia normal memiliki kapasitas menggandakan diri 60 sampai 70
kali. Setelah itu sel kehilangan kemampuan membelah diri. Ini dianggap terjadi karena
pemendekan progresif telomere di ujung-ujung kromosom. Pada setiap kali pembelahan,
telomere memendek, dan setelah titik tertentu, hilanmgnya telomere menyebabkan kelainan
massif kromosom dan kematian. Menuanya fibroblast manusia dalam biakan dapat dihindari
secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP53. namun, sel ini akhirnya juga
mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematian sel massif. Dapat diperkirakan bahwa
agar tumor tumbuh tanpa batas, seperti yang biasanya terjadi, hilangnya hal-hal yang
membatasi pertumbuhan belumlah memadai.
5. Angiogenesis berkelanjutan
Tumor akan membesar jika memiliki vaskularisasi. Diperkirakan zona 1 sampai 2 mm
merupakan jarak maximum dari pembuluh darah yang dapat ditempuh oleh okjsigen dan
nutrient melalui proses difusi. Diatas ukuran ini, tumor akan sulit membesar tanpa
vaskularisasi karena hipoksia memicu apoptosis dengan mengaktifkan TP53.
neovaskularisasi memiliki efek ganda pada pertumbuhan tumor : Perfusi menyalurtkan
nutrient dan oksigen, dan sel endotel yang baru merangsang pertumbuhan sel tumor
disekitarnya dengan mengeluarkan berbagai polipeptida, seperti insulin like-growth factor
(factor pertumbuhan mirip insulin), PDGF, granulocyte macrographage colony- stimulating
factor (GM-CSF, factor perangsang koloni granulosit-makrofag), dan interleukin-1.
angiogenesis dibutuhkan tidak saja untuk keberlanjutan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk
metastasis. Tanpa akses ke pembuluh darah, sel tumor tidak dapat bermetastasis.
Angiogenesis merupakan aspek biologic yang sangat penting pada keganasan.
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis)
Dilihat dari Gen TP53 sebagai pengawal genom
Gen penekan tumor TP53 adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi
pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi. TP53 dapat menimbulkan efek
antiproliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. Secara
mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel
untuk memberikan tanggapan yang sesuai baik berupa penghentian siklus maupun apoptosis.
Berbagai stres dapat memicu jalur respon TP53 termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang
tidak sesuai dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan
DNA, TP53 berperan penting dalammempertahankan integritas genom.
TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stres memiliki waktu paruh yang
pendek (20 menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2,
suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi
pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu paruhya.
Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu proses
transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus
sel dan gen yang menyebabkan apoptosis.
Penghentian siklus sel diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respon
primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan
terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53 CDKN1A (p21). Gen CDKN1A, seperti
telah dijelaskan, kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel
dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “memberi napas”
bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses menginduksi
protein tertentu, seperti GADD45 (penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang
membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan
(upregulate) transkripsi MDM2, yang kemudian menekan (down-regulate) TP53, sehingga
hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak
dapat diperbaiki, TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis.
Protein ini melakukannya dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya denagn
memicu gen pencetus apoptosis seperti BAX.Bagaimana TP53 mendeteksi kerusakan DNA
dan bagaimana gen tersebut menilai kelayakan perbaikan DNA masih belum dipahami
sepenuhnya.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak
diketahui dan membantu perbaikan DNA yang menyebabkan penghentian G1 dan memicu
gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat
diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53
layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot,
kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mtasi akan terfiksasi di sel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu arah menuju transformasi keganasan.
Pentingnya TP53 dalam mengontrol karsinogenesis dibuktikan oleh kenyataan bahwa
lebih dari 70% kanker pada manusia memperlihatkan cacat pada gen ini, dan sisanya
memperlihatkan cacat pada gen yang terletak di sebelah hulu hilir dari TP53. Kehilangan gen
TP53 secara homozigot ditemukan pada hampir semua jenis kanker. Pada sebagian besar
kasus, sel somatik mengalami mutasi inaktivasi yang mengenai kedua alel TP53. Yang lebih
jarang ditemukan adalah pasien yang mewarisi satu alel mutan TP53. Seperti gen RB,
pewarisan satu alel mutan merupakan predisposisi terbentuknya tumor ganas karena hanya
diperlukan satu hit tambahan untuk menginaktifkan alel kedua yang normal. Orang seperti ini
dikatakan mengalami sindrom Li-Fraumeni, memperlihatkan peningkatan resiko 25 kali lipat
mengidap tumor ganas pada usia 50 tahun dibandingkan dengan populasi umum. Berbeda
dengan pasien yang mewarisi satu alel Rb mutan , spektrum tumor yang timbul pada pasien
sindrom Li-Fraumeni bervariasi.jenis tumor tersering adalah sarkoma.
Seperti protein Rb, TP53 normal juga dapat dibuat nonfungsional oleh beberapa virus
DNA tertentu. Protein yang dikode oleh HPV onkogenik, virus hepatitis B (HBV), dan
mungkin virus Epstein Barr (EBV) dapat mengikat protein TP53 normal dan menghilangkan
fungsi protektifnya. Oleh karena itu,virus DNA dapat menumbangkan dua dari gen penekan
tumor yang paling dikenal RB dan TP53.
BAB IV KESIMPULAN
1. Patogenesis Terjadinya Neoplasia
Pada tahap G1 siklus sel, adanya suatu rangsangan ekstraseluler yang menganai sel, maka
sel akan memacu keluarnya kinase, yang nantinya akan teraktivasi dan berikatan dengan
cyclin membentuk suatu komplek yang bernama cyclin dependentkinase ( CDK ), sehingga
terjadinya proliferasi sel ke tahap selanjutnya.
Bila pada tahap mitosis dihasilkan DNA yang mengalami kerusakan, akan mengaktifkan
suatu supresesor gen P-53 sehingga gen P-21 akan teraktivasi, yang berfungsi untuk
memberhentikan siklus sel tersebut yang bertujuan untuk melakukan repair atau perbaikan
DNA sel yang rusak tersebut.
Bila terjadi gangguan pada gen P-53 tersebut maka proses proliferasi sel tersebut tidak
akan terkontrol dengan pembelahan sel secara berlebihan dan tidak terkendali (neoplasi).
2. Etiologi Tumor Ganas Rongga Muluta. Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan).
b. Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas,
dingin dan diet).
3. Siklus Tumor Ganas
Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor
supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami
mutasi à berproliferasi à merusak membran basalis à infiltrasi ke jaringan ikat
dibawahnya à infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe à bermetastasis à keluar
dan proliferasi ke organ lain.
4. Klasifikasi Tumor Ganas Rongga Mulut
Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari Epitel
Sel Asal Tipe Kanker
Sel skuamous Squamous cell carcinoma
Sel kelenjar Adenocarcinoma
Sel pembentuk gigi Malignant ameloblastoma
Sumber. Ash 1992
Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari jaringan ikat Mesenkim
Sel Asal Ti pe Kanker
Fibroblast Fibrosarcoma
Sel saraf Neurosarcoma
Sel lemak Liposarcoma
Sel tulang Osteogenic sarcoma
Sel tulang rawan Chondro sarcoma
Sel endotel Angiosarcoma
Sel pigmen Malignant melanoma
Sel darah dan sumsum tulang Leukemia, Myeloma
Sel getah bening Lymphoma
Sumber: Ash, 1992.
DAFTAR PUSTAKA
Gayford,J.J. & Haskell. 1993. Penyakit Mulut ( Clinical Oral Medicine). Alih Bahasa : drg. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC
Langlais, Robet . P & Miller, Craig. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hiprokrates
Regezi, J.A. dan J.J Sciubba.1989. Oral Pathology. London : W.B. Saunders CompanyRobbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: EGCSudiono, Janti drg. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta : EGC
Sudiono, Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGCSudiono, Janti drg. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC Syafriadi, Mei drg. 2008. Patologi Mulut, Tumor Neoplastik & Non Neoplastik Rongga Mulut.
Yogyakarta : Penerbit ANDI