bab ii tinjauan pustaka

11
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karagenan Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009). Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007). Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan- galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D- galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009). Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined karagenan (2%) (Fahmitasari 2004). Struktur molekul karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.

Upload: fachru-reza-rochili

Post on 26-Oct-2015

94 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan pENGUJIAN

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah

dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.

Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009).

Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida

Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan

berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).

Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-

galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan

tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D-

galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit

pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat

diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah

golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari

α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga

mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009).

Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan

dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan

bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang

umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan

semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut

Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan

mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan

refined karagenan (2%) (Fahmitasari 2004). Struktur molekul karagenan dapat

dilihat pada Gambar 1.

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka

5

Gambar 1 Struktur molekul karagenan (a) kappa karagenan, (b) iota karagenan

dan (c) lambda karagenan (Hall 2009).

2.2 Sifat Dasar Karagenan

Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota dan

lambda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan

adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas,

pembentukan gel dan stabilitas pH.

2.2.1 Kelarutan

Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut

lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik sedangkan

gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut

pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan

mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih

hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-

galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik

karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Imeson 2010).

Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari

gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis

potasium lebih sukar larut. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka

6

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat

thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk

gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

2.2.2 Stabilitas pH

Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan

terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat

dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan

berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan

peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya

diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat

digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah

terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.

Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang

mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur

dan waktu.

2.2.3 Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas

suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,

temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika

konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara

logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan

sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif

sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul

menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-

molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat

kental.

Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan

muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan

penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat

hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.

Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka

7

sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi

karagenan.

2.2.4 Pembentukan gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk

suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,

tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat

elastis dan kekakuan.

Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat

thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk

gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel

akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil

(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix

(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini

akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks

akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang

kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi

dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis

(Fardiaz 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus

3,6 -anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat

akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota

karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu

seperti K+, Rb

+ dan Cs

+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan

akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis

ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono 2000).

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka

8

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karagenan,

konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan

hidrokoloid.

2.2.5 Sifat fungsional karagenan

Karagenan berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur

keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan

lain-lain (Imeson 2010). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan,

obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

Penambahan karagenan (0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai

stabilisator yang sangat baik. Penambahan karagenan dapat mencegah

pengendapan coklat pada susu coklat dan pemisahan es krim serta meningkatkan

kekentalan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996).

Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat, melindungi koloid, penghambat

sineresis dan flocculating agent. Karagenan termasuk senyawa hidrokoloid yang

banyak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu

cairan produk pangan (Distantina et al. 2009).

2.3 Nangka

Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh

dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus

buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Dalam bahasa

Inggris, nangka dikenal sebagai Jackfruit. Menurut Iswanto (2008), nangka

dengan nama latin Artocarpus heterophyllus memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka

9

Gambar 2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) (Anonim 2011).

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m,

batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka

(Artocarpus heterophyllus) tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun

yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar

4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Buah berwarna

kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda.

Daging buah nangka yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda

bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang

keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat

lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, tertutup oleh kulit biji yang

tipis coklat seperti kulit, endokrap yang liat keras keputihan, dan eksokrap yang

lunak.

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian

tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daging buah nangka yang tebal seringkali

diekstrak, dibersihkan, dan dijual dalam keadaan ekstrak segar. Beberapa produk

olahan daging buah nangka yang umum dijumpai adalah: jus, wajik, pasta, dodol,

keripik, sirop, dan produk awetan dalam kaleng. Saat ini juga telah dikembangkan

penelitian mengenai proses pembuatan bubuk konsentrat nangka yang dapat

digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sari buah, selai, jeli, atau bahan

pemberi flavor pada es krim dan berbagai jenis makanan lainnya. Kandungan gizi

buah nangka dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka

10

Tabel 1 Komposisi kimia dan zat gizi daging buah nangka per 100 g bahan

Komposisi Satuan Konsentrasi (%)

Air (%bb) % 83,10

Protein (%bk) G 1,60

Lemak (%bk) G 0,02

Karbohidrat (%bk) G 7,30

Serat kasar (%bk) G 5,60

Vitamin A µg 18,00

Vitamin B1 Mg 0,06

Vitamnin C Mg 7,90

Kalsium Mg 37,00

Fosfor Mg 26,00

Besi Mg 1,70

Abu G 2,20

Energi Mg 37,00 Sumber : Departement of Agricultural Malaysia 2001

2.4 Susu Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.

Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan

yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta

sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan

tekstil (BPPT 2002).

Tabel 2 Komposisi kedelai per 100 garam bahan

Komponen Kadar 100%

Protein 35-45

Lemak 18-32

Karbohidrat 12-30

Air 7 Sumber: BBPT 2002

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat

digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang

hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan

asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai

mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan

isoflavon (Koswara 2006).

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka

11

Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak

mengandung kolesterol. Kandungan asam lemak tak jenuh diantaranya seperti

asam linoleat, asam linolenat dan asam oleat (Winarsih 2010). Susu kedelai

memiliki manfaat lain yaitu untuk mengatasi keluhan menopause pada wanita.

Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Susu

kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan

makanan serealia lainnya (BPPT 2002).

2.5 Sistem Koloid

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak

antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, suatu larutan

didispersikan ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang

didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu micrometer (µm). Zat

yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan

untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat

diskontinu (terputus-putus) sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Contoh

dari sistem koloid ini adalah sabun, susu, santan, jeli, selai , mentega dan

mayonaise (Purba 2006).

2.6 Produk Emulsi

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil terdiri atas dua fase cairan yang

tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang

lain dalam bentuk butiran, sistem ini dibuat stabil dengan adanya suatu zat

pengemulsi (Pakki et al. 2008). Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama,

yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari

lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai

continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah

emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam

air.

Emulsifier merupakan bahan pembentuk pasta kental yang dibuat dari bahan

alami (Chan 2010). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan

tegangan permukaan antara kedua fase sehingga mempermudah terbentuknya

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka

12

emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan

viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muctadi 1990).

Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida,

asam lemak dan gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida dan garam

asam lemak. Bahan pengemulsi ini dapat dijumpai pada produk-produk pangan

yang mengandung campuran minyak atau lemak dengan air. Contoh produk

emulsi yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding dan lainnya.

2.7 Es Krim

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara

membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang

digunakan biasanya adalah kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan

tambahan seperti gula dan madu dengan atau tanpa stabilizer. Dari sistem tersebut

terbentuk sistem emulsi beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan akan

sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan termasuk stabilizer yang

digunakan (Sinurat et al. 2007). Mutu dan jumlah protein di dalam es krim cukup

tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu dan sisanya berasal dari

bahan penstabil.

Marshall dan Arbuckle (2000) mengklasifikasikan beberapa jenis es krim

komersial menjadi nonfat ice cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat

ice cream, soft serve ice cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet,

dan ice. Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut

Mc Sweeney & PF Fox (2009) komposisi es krim paling baik adalah 12 % lemak,

padatan susu tanpa lemak 11 %, gula 15 %, bahan penstabil dan pengemulsi 0.3 %

dan total padatan 38.3 %. Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim adalah

sebagai berikut.

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka

13

Tabel 3 Syarat Mutu Es Krim (SNI 01-3713-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

1.1 penampakan

1.2 bau

1.3 rasa

-

-

-

Normal

Normal

Normal

2 Lemak % b/b Minimum 5,0

3 Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Minimum 8,0

4 Protein % b/b Minimum 2,7

5 Jumlah padatan % b/b Minimum 3,4

6 Bahan tambahan makanan

4.1 pewarna tambahan

4.2 pemanis buatan

4.3 pemantap dan pengemulsi

-

-

-

Negatif

7 Cemaran logam

7.1 timbal (Pb)

7.2 Tembaga (Cu)

Mg/kg

Mg/kg

Maksimum 1,0

Maksimum 20,0

8 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maksimum 0,5

9 Cemaran mikroba

9.1 Angka lempeng total

9.2 MPN Coliform

9.3 Salmonella

9.4 Listeria SPP

Koloni/g

APM/g

Koloni/25 g

Koloni/25 g

Maksimum 2,0 x

105

< 3

Negative

Negative Sumber : BSN 1995

2.8 Melorin

Melorin atau es krim imitasi adalah adalah jenis makanan pencuci mulut

berbentuk beku seperti es krim dan berkadar lemak rendah yang berasal dari

lemak nabati (CFR 2010). Melorin biasanya menjadi pilihan camilan dingin dan

manis. Hal ini disebabkan karena melorin hampir menyerupai es krim, yang

membedakan hanya komposisinya. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 %

lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es

krim (Hubeis et al. 1996).

Melorin mengandung kadar lemak yang rendah. Lemak yang terkandung

hanya berasal dari sari buah dan sari kedelai. Lemak nabati yang digunakan dalam

melorin dapat berasal dari minyak kelapa, sari kedelai, minyak biji kapas, minyak

jagung atau tanaman lainnya (Yunita 1995).

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka

14

2.9 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan ke

dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan

pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas

daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta

mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi W 2008).

2.9.1 Stabilizer dan Emulsifier

Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil

untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan

produk, mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman

produk, memberikan ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki

sifat produk. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai

membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan

menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim

(Chan 2010).

Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk

mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan

menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung

yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut

akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema 2008).

Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar,

natrium alginat, pektin, karagenan dan karboksi metal selulosa (CMC).

2.9.2 Essence

Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut

menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Essence digolongkan

sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah,

mempertegas aroma dan rasa. Terdapat dua jenis essence yaitu essence alami dan

buatan. Essence alami diekstrak dari senyawa aroma yang terdapat pada bahan

pangan (ester volatil), sedangkan essence buatan berasal dari sintesis senyawa

yang menimbulkan aroma. Penambahan essence buatan bertujuan untuk

mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu

pemasakan lebih lama (Jufebryanti 2007).