bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan tentang jajanan ...eprints.umm.ac.id/52317/3/bab 2.pdfgambar...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Jajanan Jubede
Jajanan menurut Febry (2010) didefinisikan sebagai makanan siap makan
atau dipersiapkan untuk dikonsumsi langsung di lokasi jualan dan dijual di jalanan
atau di tempat-tempat umum, seperti area permukiman, pusat perbelanjaan,
terminal-terminal, pasar-pasar, atau dijajakan dengan cara berkeliling, sedangkan
menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah
oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan
atau restoran dan hotel. Jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi
makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat
terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri.
Jajanan jubede atau orang luar Madura menyebutnya Jubada merupakan
makanan khas tradisonal yang berasal dari desa Kapedi Kabupaten Sumenep Jawa
Timur. Jubede mungkin tidak ditemukan di daerah lain, karena itu makanan
tradisonal ini menjadi salah satu yang khas dari kabupaten Sumenep yang bisa
dijadikan sebagai oleh-oleh ketika berkunjung ke Sumenep. Sebenarnya ada
banyak toko oleh-oleh di Sumenep, namun ada dua tempat belanja oleh-oleh
tradiosional khas Madura yang sering dikunjungi wisatawan. Kedua tempat
10
11
tersebut adalah pasar Kapedi yang terletak di desa Kapedi, Kecamatan Bluto dan
pasar Prenduan yang terletak didesa Prenduen, Kecamatan Pragaan. Keduanya
berada di lokasi strategis yaitu dijalan provinsi menuju kabupaten Sumenep
(Nurmaih, 2017).
Gambar 2.1 Jajanan jubede (Ahmad, 2015)
2.2 Cara Pembuatan Jajanan Jubede
Jajanan jubede atau jubada terbuat terbuat dari tepung ketan, gula merah
dan air yang dimasak sampai mengental. Setalah dingin, lalu dibentuk gulungan
panjang, kemudian dipotong kecil berukuran sekitar 2-2,5 cm. Setelah mengeras
jubede diikat per 3 biji gulungan dengan tali yang terbuat dari daun siwalan,
kemudian dikemas dalam plastik kecil atau mika plastik (Ahmad, 2015).
2.3 Tinjauan Tentang Khamir
Khamir termasuk cendawan, tetapi berbeda dengan kapang karena
bentuknya yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif terjadi dengan cara
pertunasan. Sebahai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat
12
dibanding kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir juga lebih
efektif dalam memecah komponen kimia disbanding kapang, karena mempunyai
perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.Khamir memiliki
ukuran dan morfologi lebih besar dari bakteri (Waluyo, 2007).
2.3.1 Morfologi Khamir
Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5
mm sampai 20-50 mm, dan lebar 1-10 mm. bentuk khamir bermacam-macam
yaitu bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung
runcing, segitiga melengkung (trianguler), berbentuk botol, bentuk apikulat atau
lemon, membentuk psedomiselium, dan sebagainya (Waluyo, 2007).
Gambar 2.2 Berbagai bentuk sel khamir (Waluyo, 2007)
Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik
kelompok khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan
13
dan bahan lain yang mengandung gula, misal Hanseniaspora dan Kloeckera.
Bentuk ovigal adalah bentuk memanjang dimana salah satu ujung bulat dan ujung
yang lainnya runcing. Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir
Brettanomyces. Sedang khamir berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, bentuk
oval pada genus Saccharomyces, dan yang berbentuk trianguler misal
Trygonopsis. Khamir tidak mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak
(Waluyo, 2007).
Ukuran dan bentuk sel khamir dalam kultur yang sama mungkin berbeda
karena pengaruh perbedaan umur dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan.
Sel muda mungkin berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya proses
ontogeny, yaitu perkembangan individu sel. Contoh khamir yang berbentuk
apikulat (lemon) umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang
terlepas dari induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri . Karena
proses pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk
tunas pada ke dua ujungnya sehingga mempunyai bentuk sepeti lemon. Sel-sel
yang sudah tua dan telah mengalami pertunasan berkali-kali, mungkin mempunyai
bentuk yang berbeda-beda (Waluyo, 2007).
2.3.2 Sifat Fisiologi Khamir
Khamir yang biasa digunakan untuk industri mempunyai sifat fisiologi
yang umum. Khamir kebanyakan tumbuh paling baik pada kondisi dengan air
yang cukup.Khamir dapat tumbuh pada medium dengan gula atau garam yang
tinggi, sehingga khamir kebutuhan air untuk pertumbuhan lebih kecil
dibandingkan bakteri. Batas aktivitas air khamir terendah untuk pertumbuhan
14
berkisar antara 0,88-0,94. Selain itu, banyak khamir yang bersifat osmofilik yakni
dapat tumbuh pada medium dengan aktifitas air relatif rendah, yakni 0,62-0,65.
Khamir mempunyai batas aktifitas air minimal dan untuk pertumbuhan berbeda-
beda dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kandungan nutrien substrat, pH,
suhu, tersedianya oksigen, dan ada tidaknya senyawa penghambat dan lain
sebagainya (Waluyo, 2007).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umunya
hampir sama dengan kapang, yakni suhu optimum 25-30°C dan suhu maksimum
35-47°C, tetapi beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0°C. Kebanyakan
khamir lebih cepat turun pada pH 4,0-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik
pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh baik pada
kondisi aerobic, tetapi yang bersifat fermentasi dapat tumbuh secara anaerobik
meskipun lambat (Waluyo, 2007).
2.3.3 Klasifikasi Khamir
Identifikasi khamir selain dengan bentuk morfologi juga ditentukan oleh
sifat-sifat lain seperti kultur, fisiologi, dan reproduksi seksual. Sifat-sifat penting
yang digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi khamir adalah sebagai berikut:
a. Sifat-sifat Morfologi
1. Reproduksi Vegetatif
• Pertunasan
• Pembelajan
• Pembelah tunas
• Pembentukan spora aseksual
15
2. Bentuk Sel Vegetatif
b. Sifat-Sifat Kultur
1. Karakteristik pertumbuhan didalam medium cair
2. Karakteristik pertumbuhan pada medium padat
c. Sifat-sifat Fisiologi
1. Penggunaan senyawa karbon
2. Penggunaan senyawa nitrogen
3. Pertumbuhan didalam medium dengan tekanan osmotik tinggi
4. Pertumbuhan pada suhu relatif tinggi
5. Produksi asam
6. Produksi senyawa ekstraseluler
7. Hidrolisis urea
8. Pemecahan lemak
9. Pembentukan pigmen
10. Produksi ester
11. Ketahanan terhadap aktidion
12. Pencairan gelatin
d. Reproduksi seksual
1. Karakteristik askus dan askospora
2. Infertilitas pada khamir Ascomycetes
3. Karakteristik teliospora dan sporidia (basidiospora)
4. Berdasarkan karakterustik tersebut khamir dapat dibedakan menjadi
tiga kelas utama, yakni:
16
1) Kelas Ascomycetes atau khamir askosporogenous, dimana spora
tumbuh dalam askus
2) Kelas Basidiomycetes, yang membentuk spora pada basidium
3) Kelas Deuteromycetes, yakni khamir yang tidak memproduksi
spora seksual, disebut juga fungi imperfecti yang terdiri dari dua
famili yakni:
a) Sporobolomycetaceae yang memproduksi balliospora
b) Cryptococcaceae yang tidak memproduksi balliospora maupun
spora seksual (Waluyo, 2007).
2.3.4 Identifikasi Khamir
Identifikasi khamir dapat dilakukan dengan identifikasi morfologi
makroskopis, merupakan pengamatan morfologi koloni koloni (warna, bentuk
koloni, tepi dan elevasi koloni) dan morfologi sel (bentuk sel, membentuk pseudo
hifa atau true hifa, reproduksi vegetatif (budding, fission, konidia) dan reproduksi
seksual (bentuk spora: askospora dan basidiospora) serta identifikasi berdasarkan
karakter fisiologi dan biokimia meliputi uji urease, uji fermentasi karbon, uji
asimilasi karbon, uji asimilasi nitrogen, uji pertumbuhan pada temperatur, uji
pertumbuhan pada glukosa, uji pertumbuhan pada 1% (v/v) asam asetat dan uji
produksi asam (Widiastutik, 2013).Satu individu khamir dapat memiliki nama
genus yang berbeda tergantung pada fase reproduksi yang terlihat pada saat
pengamatan morfologi (Yarrow 1998; Jumiyati, 2012).
17
1) Genus Candida
Genus Candida memiliki bentuk sel bervariasi dari bulat, oval, silindris
hingga memanjang, jarang apikulat, ogival, triangular atau bentuk botol dengan
atau tanpa pseudohifa. Reproduksi aseksual dengan pertunasan multilateral.
Genus Candida tidak membentuk askospora, arthrospora, teliospora, atau pun
ballistospora, tetapi klamidospora mungkin terbentuk pada beberapa spesies.
Tidak memiliki pigmen karotenoid sehingga berwarna putih hingga krem.
Beberapa spesies Candida dapat melakukan fermentasi, dan beberapa yang lain
tidak (Kreger, 1987).
2) Genus Saccharomyces
Genus Saccharomyces memiliki sel berbentuk bulat, elips atau silindris
dengan mungkin membentuk pseudohifa tapi tidak untuk hifa. Reproduksi
aseksual dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora
(1-4 atau lebih per askus). Pada media cair tidak membentuk pelikel atau cincin
serta mampu melakukan fermentasi dengan cepat (Kreger, 1987).
3) Genus Pichia
Genus Pichia memiliki bentuk sel bulat, elips atau memanjang, sering
membentuk pseudohifa namun sangatjarang membentuk true hifa. Reproduksi
aseksual dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora
(1-4 per askus). Pada beberapa spesies mungkin membentuk arthrospora.Genus
ini mungkin atau tidak melakukan fermentasi gula (Kreger, 1987).
18
4) Genus Hansenula
Genus Hansenula memiliki bentuk sel bulat, elips atau memanjang
dengan true hifa atau pseudohifa mungkin terbentuk. Reproduksi aseksual
dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora (1-4 per
askus). Genus ini mungkin atau tidak melakukan fermentasi gula (Kreger,
1987).
5) Genus Debaryomyces
Genus Debaryomyces memiliki sel berbentuk bulat, oval sampai
silindris dengan atau tanpa pesudohifa. Reproduksi aseksual dengan pertunasan
multilateral dan secara seksual dengan membentuk askospora yang biasanya
berjumlah 1-2 atau bisa lebih sampai 4 per askus pada beberapa spesies. Genus
ini cenderung lamban atau lemah dalam fermentasi (Kreger, 1987).
6) Genus Torulaspora
Genus Torulospora memiliki bentuk sel bulat atau elips dengan
pseudohifa mungkin terbentuk tapi tidak membentuk hifa. Reproduksi aseksual
dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora (1-4 per
askus). Genus ini mampu melakukan fermentasi dengan cepat (Kreger, 1987).
2.3.5 Sumber Kontaminasi Mikroorganisme dalam Pangan
Mikroorganisme dapat ditemukan pada berbagai jenis habitat yang luas,
mulai dari perairan laut yang dingin hingga ke daerah yang berair panas.
Mikroorganisme dalam pangan dapat berupa mikroflora alami bahan pangan atau
organisme yang berasal dari luar pangan yang masuk ketika bahan pangan
dipanen/disembelih, diolah, disimpan dan didistribusikan (Adams & Moss. 2008).
19
Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada pangan menurut Sopandi &
Wardah (2014), yakni:
1) Sumber Kontaminasi Mikroorganisme dari Air
Air digunakan untuk memproduksi, mengolah, dan pada kondisi
tertentu digunakan untuk menyimpan pangan. Air digunakan untuk irigasi
pertanian, minuman ternak, pemeliharaan ikan dan hewan air, pencucian,
pengolahan, dan penyimpanan pangan. Air juga digunakan sebagai bahan
dalam berbagai pangan olahan. Kualitas air akan berpengaruh sangat besar
terhadap kualitas pangan.
2) Sumber Kontaminasi Mikroorganisme dari Manusia
Selama proses produksi dan konsumsi, pangan akan bersentuhan
dengan berbagai orang yang menangani pangan, termasuk dengan orang yang
bekerja di pertanian, petugas penanganan pangan di restoran, toko,
supermarket, dan di rumah. Tangan dan pakaian yang tidak bersih, serta rambut
dapat menjadi sumber kontaminasi. Luka pada tangan, penyakit umum seperti
flu, radang tenggorokan, atau stadium awal hepatitis dapat meningkatkan
kontaminasi pangan. Pelatihan yang tepat mengenai higenitas, pemerikasaan
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, sanitasi, serta penggunaan standar etika
diperlukan untuk mereduksi kontaminan yang berasal dari manusia.
3) Sumber Kontaminasi Mikroorganisme dari Bahan Tambahan Pangan
Beberapa zat aditif pangan dapat menjadi sumber kontaminasi pangan.
Berbagai rempah dan bumbu secara umum mempunyai populasi kapang dan
bakteri berspora tinggi. Bahan pangan harus diproduksi pada kondisi sanitasi
20
yang baik dan diberi perlakuan antimikroba. Selain itu, perancangan spesifikasi
mikroba yang dapat diterima untuk bahan pangan akan mereduksi mikroba
kontaminan dari sumber bahan pangan.
4) Sumber Kontaminasi Mikroorganisme dari Peralatan
Berbagai peralatan secara luas digunakan dalam pemanenan,
penyembelihan, transportasi, pengolahan, dan penyimpanan pangan. Berbagai
jenis mikroba dari udara, bahan baku, air dan peralatan dapat berada pada
peralatan dan mengkontaminasi pangan. Mikroorganisme dapat berkembang
pada kondisi lingkungan peralatan (kadar air, nutrisi, suhu dan waktu). Pada
penggunaaan peralatan yang terus menerus dalam waktu yang lama,
mikroorganisme awal akan berkembang biak dan terus menjadi sumber
kontaminasi dalam produk. Pencucian dan sanitasi yang tepat terhadap
peralatan secara terus-menerus dapat mereduksi jumlah mikroba pangan.
5) Sumber Lain Kontaminasi Mikroorganisme
Pangan dapat terkontaminasi mikroorganisme dari berbagai sumber
lain, seperti bahan baku pembuatan pangan seperti buah-buahan, sayuran, biji-
bijian, dan pangan hewani yang juga dapat dipengaruhi oleh mikroorganisme
dimana bahan baku tersebut diperoleh. Material pengemas dan pembungkus
pangan, wadah maupun hewan-hewan kecil seperti serangga juga menjadi
salah satu sumber kontaminasi pangan. Oleh karena itu, fasilitas pengemasan
dan penyimpanan pangan harus mendapat perhatian karena membawa
mikroorganisme patogen.
21
Tingkat kerentanan pangan terhadap mikoorganisme penyebab kerusakan
pangan bervariasi, yang dipengaruhi oleh perbedaan faktor intrinsik seperti
aktivitas air (aw). Pangan yang mempunyai aw tinggi (sekitar 0,98) atau pH sekitar
6,4 lebih rentan kerusakan pangan dibandingkan pangan yang mempunyai aw
(kurang dari 0,90) rendah atau pH rendah (kurang dari 5,3). Kapang dapat
tumbuh baik pada kedua kondisi tersebut (Ray, 1992). Berdasarkan tingkat
kerentanannya terhadap kerusakan mikroba, pangan dapat dikelompoknya
menjadi 3 yakni, pangan perishabel yang cepat rusak dalam beberapa hari,
semiperishabel yang mempunyai masa simpan relatif panjang dalam beberapa
minggu atau bulan, serta pangan non-perishabel yang mempunyai masa simpan
sangat panjang beberapa bulan atau tahun (Sopandi & Wardah, 2014).
2.3.6 Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah makanan atau
minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan
tambahan sedangkan pangan tercemar adalah pangan yang mengandung bahan
beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan
atau jiwa manusia; pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang
batas maksimal yang ditetapkan; pangan yang mengandung bahan yang dilarang
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan; pangan yang
22
mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan
nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga
menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia; pangan yang sudah
kedaluwarsa (BPOM, 2009).
Cemaran pangan yang selanjutnya disebut cemaran adalah bahan yang
tidak sengaja ada danatau tidak dikehendaki dalam pangan yang berasal dari
lingkungan atau sebagai akibat proses di sepanjang rantai Pangan, baik berupa
cemaran biologis, cemaran kimia, residu obat hewan dan pestisida maupun benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
(BPOM, 2018). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) No. 16 tahun 2016 tentang kriteria
mikrobiologi dalam pangan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kriteria mikrobiologi dalam pangan Kategori
Pangan
Jenis
Olahan
Pangan
Jenis
Mikroba
n c m M
Kue Beras Dodol,
jenang,
gelamai
Kapang &
khamir
5 2 10
koloni/g
103
koloni/g
Keterangan:
n : Jumlah sampel yang diambil dan dianalisis
c : Jumlah yang boleh melampaui batas mikroba untuk menentukan keberterimaan suatu
produk pangan
m, M : Batas Mikroba
ALT : Angka Lempeng Total (BPOM, 2016)
Makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia
harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan. Persyaratan
keamanan makanan harus dipenuhi untuk mencegah makanan dari kemungkinan
adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (BPOM, 2009)
23
Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan secara kuantitatif dinyatakan
sebagai jumlah maksimum mikroba yang diizinkan terdapat dalam pangan
dinyatakan dalam angka atau jumlah koloni per satuan berat atau volume, dan
secara kualitatif dinyatakan sebagai negatif per satuan berat atau volume tertentu
(BSNI, 2009).
2.4 Tinjauan Tentang Angka Lempeng Total (ALT)
Menurut BSNI (2009) Angka Lempeng Total (ALT) adalah menunjukkan
jumlah mikroba dalam suatu produk. Dibeberapa negara dinyatakan sebagai
Aerobic Plate Count (APC) atau Standard Plate Counts (SPC) atau Aerobic
Microbial Count (AMC). ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya
keamanan pangan namun kadang bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa
simpan atau waktu paruh, kontaminasi dan status higienis pada saat proses
produksi.
Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang
digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Uji
ALT atau lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan
media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual
berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100 ml (BPOM, 2009).
Menurut Waluyo (2010) dalam metode Angka Lempeng Total (ALT),
bahan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel mikroba per ml atau per
gram atau per cm (jika pengambilan sampel dilakukan pada permukaan),
memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar
didalam cawan petri. Setelah inkubasi, akan terbentuk koloni pada cawan tersebut
24
dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30
sampai 300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal, yaitu 1:10,
1:100, dan 1:1000, dan seterusnya. Umumnya larutan pengencer yang digunakan
adalah peptone water 0,1%, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan
peptone 0,1% plus NaCL 0,85% (ISO 6887:1983) (BPOM, 2008).
2.4.1 Teknik Perhitungan Angka Lempeng Total (ALT)
Uji Angka Lempeng Total dapat dilakukan dengan dua metode hitungan
cawan, yakni metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (spread plate).
Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode tuang. Pada metode tuang,
sejumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar-agar cair steril yang
telah didinginkan (47-500C) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya
sampelnya menyebar (Fardiaz, 1992). Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung
sebagai berikut:
Faktor pengenceran = Tingkat pengenceran x jumlah suspensi yang ditumbuhkan
=Jumlah koloni pada = media lempeng x𝟏
𝐅𝐚𝐤𝐭𝐨𝐫 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐜𝐞𝐫𝐚𝐧
Laporan dari hasil menghitung dengan cara hitungan cawan menggunakan
standart yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai berikut:
1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 20-300; jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya
mendekati 300.
Jumlah koloni
Kapang per g sampel
25
2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan
koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai
koloni,
3) Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
4) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri disk; koloni
demikian dinamakan spreader.
5) Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya; jika sama atau
lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2 yang
dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya.
6) Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata (Waluyo,
2010).
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai
berikut:
1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yakni angka pertama
(satuan) dan angka kedua (desimal) jika angka ketiga sama dengan atau lebih
besar dari pada 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
Sebagai contoh, didapatkan 1,7 x 104 unit koloni/ ml atau 2,0 x 106 unit
koloni/ gram.
2) Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per cawan petri,
berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu, jumlah koloni
pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang
26
dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya
harus dicantumkan didalam tanda kurung.
3) Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cwan petri,
berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu, jumlah koloni
pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih
dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya
harus dicantumkan didalam tanda kurung.
4) Jika jumlah cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan
jumlah antara 30-300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari
kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-
rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan faktor pengencerannya.
Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari dua, yang
dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
5) Jika dugunakan dua cawan petri (duplo) perpengenceran, data yang diambil
harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh dari satu. Oleh karena itu, harus
dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan
koloni antara 30-300 (Waluyo, 2010).
2.5 Tinjauan Tentang Sumber Belajar
Pengajaran merupakan suatu proses sistematik yang meliputi banyak
komponen. Salah satu dari komponen sistem pengajaran adalah sumber belajar.
Menurut Arif Sadirman (1989) berpendapat bahwa, segala macam sumber yang
ada diluar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan atau
memudahkan terjadinya proses belajar disebut sebagai sumber belajar. Dengan
27
peranan sumber belajar (seperti: guru, buku, film, majalah, laboratorium,
peristiwa, dan sebagainya) memungkinkan individu berubah dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak terampil menjadi
terampil, dan menjadikan individu dapt membedakan yang baik dan tidak baik
dan seterusnya. Dengan kata lain, sesungguhnya tidak ada bahan yang jelas
mengenai sumber belajar, sebab segala apa yang bisa mendatangkan manfaat atau
mendukung dan menunjang individu untuk berubah kearah yang lebih positif,
dinamis, atau menuju berkembang, dapat disebut sumber belajar. Bahkan proses
pengajaran itu sendiri dapat disebut sebagai sumber belajar (Rohani, 2010).
2.5.1 Klasifikasi Sumber Belajar
Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pembelajaran
sangat beraneka ragam jenis dan bentuknya. Sumber belajar tersebut bukan hanya
dalam bentuk bahan cetakan seperti buku teks akan tetapi peserta didik dapat
memanfaatkan sumber belajar yang lain seperti radio pendidikan, televisi,
komputer, e-mail, video interaktif, komunikasi satelit, dan teknologi komputer
multimedia dalam upaya meningkatkan interaksi dan terjadinya umpan balik
dengan peserta didik (Mclsaac dan Gunawardena, 1996) sedangkan menurut Seels
dan Richeydalam Abdullah (2012) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai
berikut:
1) Pesan yang merupakan informasi yang disampaikan oleh komponen yang lain,
biasanya berupa ide, makna, dan fakta. Berkaitan dengan konteks
pembelajaran, pesan ini terkait dengan isi bidang studi dan akan dikelola dan
28
direkonstruksikan kembali oleh pebelajar. Orang: orang tertentu yang terlibat
dalam penyimpanan dan atau penyaluran pesan.
2) Bahan yang merupakan kelompok alat yang sering disebut dengan perangkat
lunak. Dalam hal ini bahan berfungsi menyimpan pesan sebelum disalurkan
dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Bahan yaitu segala sesuatu
yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dan Iain-Iain yang
dapat digunakan untuk belajar.
3) Alat yang merupakan alat yang sering disebut perangkat keras. Berkaitan
dengan alat ini dipergunakan untuk mengeluarkan pesan yang tersimpan dalam
bahan. Alat juga merupakan benda-benda yang berbentuk fisik yang sering
disebut dengan perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan
pembelajaran. Sumber belajar tersebut, seperti komputer, kamera, radio,
televisi, film bingkai, tape recorder, dan VCD/DVD.
4) Teknik yang merupakan prosedur baku atau pedoman langkahlangkah dalam
penyampaian pesan. Dalam hal ini dapat dengan kata lain, teknik adalah cara
atau prosedur yang digunakan orang dalam kegiatan pembelajaran untuk
tercapai tujuan pembelajaran.
5) Latar yang merupakan lingkungan di mana pesan ditransmisikan. Lingkungan
adalah tempat di mana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses
perubahan tingkah laku maka dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya
perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah,
kolam ikan dan lain sebagainya.
29
2.5.2 Fungsi Sumber Belajar
Menurut Morrison dalam Abdulah (2012) fungsi dari sumber belajar
adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui:
percepatan laju belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara
lebih baik dan pengurangan beban guru atau dosen dalam menyajikan informasi,
sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar murid
atau mahasiswa. (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih
individual, melalui: pengurangan kontrol guru atau dosen yang kaku dan
tradisional serta pemberian kesempatan kepada murid/mahasiswa untuk belajar
sesuai dengan kemampuannya. (3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap
pengajaran, melalui: perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis dan
pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian. (4) Lebih memantapkan
pembelajaran, melalui: peningkatkan kemampuan manusia dalam penggunaan
berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi secara lebih
konkrit. (5) Memungkinkan belajar secara seketika, melalui: pengurangan jurang
pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang
sifatnya konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung. (6)
Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan adanya
media massa, melalui: pemanfaatan secara bersama yang lebih oleh luas tenaga
tentang kejadiankejadian yang langka, dan penyajian informasi yang mampu
menembus batas geografis.
30
2.5.3 Bahan Ajar Leaflet
Salah satu tugas pendidik adalah menyediakan suasana belajar yang
menyenangkan. Pendidik harus mencari cara untuk membuat pembelajaran
menjadi menyenangkan dan mengesampingkan ancaman selama proses
pembelajaran. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi
menyenangkan adalah dengan menggunakan bahan ajar yang menyenangkan pula,
yaitu bahan ajar yang dapat membuat peserta didik merasa tertarik dan senang
mempelajari bahan ajar tersebut. Menurut Prastowo (2012) bahan ajar pada
dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang
disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang
akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Salah satu contoh bahan
ajar menurut bentuknya adalah bahan ajar cetak (printed), yaitu sejumlah bahan
yang disiapkan dalam kertas seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa,
brosur, leaflet, wall chart, foto atau gambar, model, atau maketdapat berfungsi
untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi.
Hasil dari penelitian akan dimanfaatkan menjadi bahan ajar berupa leaflet.
Menurut penelitian yang dilakukan Gani (2014) penggunaan leaflet lebih efektif
dalam memberikan informasi karena memiliki bentuk yang sederhana, informasi
yang tersaji jelas sehingga mudah dibawa dan dibaca dimanapun. Begitu pula
dengan hasil penelitian yang dilakukan (Susana, 2017) bahwa penggunaan bahan
ajar leaflet memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan materi
biologi siswa kelas X SMA Negeri 16 Bandar Lampung tahun pelajaran
31
2016/2017, hal ini juga dipertegas oleh penelitian Budiyanto (2016) bahwa
penggunaan leaflet dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mencuci
tangan dengan sabun pada Mahasiswi Asrama Putri Sang Surya Universitas
Muhamadiyah Malang.
2.5.3.1 Pengertian Leaflet
Leaflet merupakan salah satu contoh bahan ajar cetak. Leaflet adalah bahan
cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dimatikan atau dijahit. Agar
terlihat menarik biasanya leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan
ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dipahami.
Leaflet sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat menggiring
peserta didik untuk menguasai satu atau lebih kompetensi dasar (Majid, 2008).
Menurut Soekidjo (2010) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan
dengan kalimatkalimat singkat, padat, mudah dimengerti, dan gambar-gambar
yang sederhana. Leaflet atau sering juga disebut pamflet merupakan selembar
kertas yang berisi tulisan cetaktentang suatu masalah khusus untuk sasaran dan
tujuan tertentu. Ukuran leaflet biasanya 20 x 30 cm yang berisi tulisan 200-400
kata. Ada beberapa leaflet yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk
memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi
pengolahan air ditingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare serta
pencegahannya, dan lain-lain. Isinya harus bisa ditangkap dengan sekali baca.
Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan
seperti pertemuan Focus Group Discussion (FGD), pertemuan posyandu,
kunjungan rumah, dan lain-lain.
32
2.5.3.2 Struktur Leaflet
Menurut Susana (2017) dalam penyusunan sebuah leaflet sebagai bahan ajar,
harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Judul diturunkan dari KD atau materi pokok sesuai dengan besar kecilnya
materi.
2) KD/materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari SI dan SKL.
3) Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik, memperhatikan
penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman pembacanya.
Untuk siswa SMA upayakan untuk membuat kalimat yang tidakterlalu panjang,
maksimal 25 kata perkalimat dan dalam satu paragraf 3–7 kalimat.
4) Tugas-tugas dapat berupa tugas membaca buku tertentu yang terkait dengan
materi belajar dan membuat resumenya. Tugas dapat diberikan secara individu
atau kelompok dan ditulis dikertas lain.
5) Penilaian dapat dilakukan terhadap hasil karya dari tugas yang diberikan.
6) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi misalnya
buku, majalah, internet, dan jurnal hasil penelitian.
2.5.3.3 Teknik Penyajian Leaflet
Leaflet harus bersifat komunikatif, yakni menarik perhatian, menarik
minat, dan menimbulkan kesan. Komunikatif tidaknya sebuah leaflet ditentukan
oleh berbagai faktor, seperti yang dijelaskan oleh Effendy dalam Indriyana
(2017), yaitu:
33
1) Faktor Bentuk: bentuk membawa makna, meskipun sering sekali tanpa
disadari. Seperti leaflet yang bentuknya persegi panjang yang berarti normal,
tepat dan fungsional.
2) Faktor Warna: bagi media leaflet warna merupakan faktor penting karena
menjadi pemikat perhatian khalayak.
3) Faktor Ilustrasi: sesuatu yang indah, cantik, lucu, aneh dan luar biasa adalah
hal-hal yang dapat menarik memikat perhatian khalayak. Jadi untuk membina
daya tarik pada leaflet, pihak yang akan menggunakan leaflet dapat memilih
dari salah satu unsur-unsur tersebut.
4) Faktor Bahasa: kalimat yang singkat tetapi komunikatif itu merupakan pesan
yang menimbulkan kesan pada publik. Jadi untuk leaflet kalimatnya harus
singkat, tepat dan ampuh.
5) Faktor Huruf: leaflet harus mampu memikat perhatian khalayak yang dapat
dibaca dalam sekilas pandang. Huruf-huruf yang berderet mengungkapkan
makna kata-kata yang merupakan suatu pesan, amat penting.
34
2.6 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak ditel
Jajanan Jubede
Sumber Kontaminasi Khamir
1. Kebersihan bahan baku dan peralatan
2. Kebersihan pembuat
3. Kondisi tempat pembuatan
4. Cara pengemasan
5. Cara penjualan
6. Lama penyimpanan
Cemaran Khamir
Uji Laboratorium
Inokulasi dan Inkubasi Sampel
Ada Koloni Kapang (Berdasarkan
Perhitungan Angka Lempeng Total/ALT)
Tidak Ada Koloni Kapang
Dirujuk pada BPOM 2016 Identifikasi Genus Khamir
Bahan Ajar Leaflet Biologi SMA Kelas X Semester 1
Pengamatan Morfologi