bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang akan dikaji. Penggunaan beberapa referensi ini akan digunakan untuk membedakan pembahasan yang dibahas penulis dengan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari penelitian yang telah ada . 1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian yang berjudul “ Analisis Coverage Sistem High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) Di Wilayah Nusa Dua” oleh I Kadek Susila Satwika, 2012. Pada penelitian ini menganalisis luas coverage sistem High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) di Wilayah Nusa Dua yang didapat berdasarkan perhitungan kuat sinyal atau Receive Signal Code Power (RSCP) menggunakan model propagasi COST-231 Hata. Dimana pada penelitian ini untuk mendapatkan luas coverage di wilayah Nusa Dua, hasil perhitungan RSCP secara teori dibandingkan dengan hasil pengukuran drive test dilapangan. Dari hasil perbandingan nilai RSCP tersebut di dapat faktor koreksi, yang selanjutnya ditambahkan dengan nilai total path loss untuk mendapatkan cakupan yang dihasilkan masing- masing sel yang terdapat di wilayah Nusa Dua. Dan di dapatkan hasil cakupan masing-masing sel, untuk kondisi cakupan optimis digunakan jarak yang terjauh dari hasil pengukuran, serta kondisi cakupan pesimis digunakan jarak yang terdekat dari hasil pengukuran. 2. Referensi yang kedua merupakan sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Unjuk Kerja Jaringan Operator 3G (WCDMA-UMTS) Menggunakan Metode Drive Test “ oleh Hery Kiswanto, 2010. Pada penelitian ini membahas bagaimana kualitas sinyal RF 3G/UMTS pada sisi pelanggan dengan melakukan drive test. Pada hasil drive test 6

Upload: trinhduong

Post on 05-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir

Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan

penelitian yang telah ada sebelumnya, dimana masing-masing penulis

menggunakan metode penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang

akan dikaji. Penggunaan beberapa referensi ini akan digunakan untuk

membedakan pembahasan yang dibahas penulis dengan penelitian-penelitian yang

telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari penelitian yang telah ada .

1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian yang berjudul “

Analisis Coverage Sistem High Speed Downlink Packet Access (HSDPA)

Di Wilayah Nusa Dua” oleh I Kadek Susila Satwika, 2012.

Pada penelitian ini menganalisis luas coverage sistem High Speed

Downlink Packet Access (HSDPA) di Wilayah Nusa Dua yang didapat

berdasarkan perhitungan kuat sinyal atau Receive Signal Code Power

(RSCP) menggunakan model propagasi COST-231 Hata. Dimana pada

penelitian ini untuk mendapatkan luas coverage di wilayah Nusa Dua,

hasil perhitungan RSCP secara teori dibandingkan dengan hasil

pengukuran drive test dilapangan. Dari hasil perbandingan nilai RSCP

tersebut di dapat faktor koreksi, yang selanjutnya ditambahkan dengan

nilai total path loss untuk mendapatkan cakupan yang dihasilkan masing-

masing sel yang terdapat di wilayah Nusa Dua. Dan di dapatkan hasil

cakupan masing-masing sel, untuk kondisi cakupan optimis digunakan

jarak yang terjauh dari hasil pengukuran, serta kondisi cakupan pesimis

digunakan jarak yang terdekat dari hasil pengukuran.

2. Referensi yang kedua merupakan sebuah penelitian yang berjudul

“Analisis Unjuk Kerja Jaringan Operator 3G (WCDMA-UMTS)

Menggunakan Metode Drive Test “ oleh Hery Kiswanto, 2010.

Pada penelitian ini membahas bagaimana kualitas sinyal RF 3G/UMTS

pada sisi pelanggan dengan melakukan drive test. Pada hasil drive test

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

7

akan diketahui RSCP (Receive Signal Code Power) yang diterima, Energy

Carrier Per Noise, Jarak BTS dan MS (Mobile Station), interferensi dan

proses handover, sehingga didapatkan hasil akan perlunya penambahan

kapasitas atau tidak. Untuk metode pengukurannya dimulai dari survei

lokasi BTS, pemilihan rute pengukuran, kemudian melakukan drive test,

melakukan pengolahan data, mapping data, kemudian di masukan ke map

server agar dapat diakses di web browser. Tahap terakhir melakukan

analisa terhadap hasil drive test seperti analisa terhadap Call Setup Success

Ratio (CSSR), Call Drop Ratio, Successfull Call Ratio, Congestion Ratio,

Handover Success Ratio, RSCP, EcNo, dan SQI. Dan hasil yang didapat

adalah nilai Successfull Call Ratio berhubungan erat dengan CSSR dan

drop call. Makin tinggi nilai CSSR dan makin rendah nilai drop call, maka

tingkat kesuksesan panggilan akan semakin bagus. Seperti pada daerah

Surabaya Barat pada operetor Excelcomindo mode normal persentase

CSSR 100%, call drop 0% didapat nilai successful ratio sebesar 100%.

Tingkat kesuksesan dari handover pada jaringan 3G/UMTS tidak semata-

mata dipengaruhi oleh RSCP dan EcNo, melainkan masih banyak

parameter-parameter lainnya seperti jarak, power budget dan kondisi

daerah. Seperti pada Surabaya Tengah nilai RSCP terbaik pada operator

Telkomsel sebesar 68% (pada range -85dBm s/d 0 dBm) dan EcNo 46% (-

6dB s/d 0 dB), nilai handover success ratio hanya 97%, lebih redah dari

Indosat yang hanya memiliki nilai RSCP dan EcNo yang lebih kecil.

Tingginya nilai EcNo belum tentu mempengaruhi kualitas suara (SQI)

yang diterima oleh MS. Seperti pada daerah Surabaya Utara nilai EcNo

Telkomsel 48% (pada range -6 dB s/d 0 dB) nilai SQI hanya 55% (pada

range 18 s/d 30), lebih rendah Excelcomindo nilai EcNo hanya 45% (pada

range -6 dB s/d 0 dB), tapi nilai SQI 61% (pada range 18 s/d 30).

3. Referensi yang ketiga merupakan sebuah penelitian yang berjudul

“Perencanaan Jaringan UMTS Berbasis High Speed Packet Access

(HSDPA/HSUPA) Pada Area Jakarta Pusat” oleh Evandro Panahatan

Simorangkir, 2012. Pada penelitian ini membahas perencanaan jaringan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

8

UMTS dengan menggunakan teknologi HSDPA dan HSUPA untuk

meningkatkan data rate jaringan UMTS pada arah uplink (5,6 Mbps) dan

arah downlink (14,4 Mbps) guna mendapat kualitas layanan yang lebih

baik terutama untuk layanan yang bersifat real time seperti video call

ataupun video conference. Dalam perancangan jaringan UMTS-HSPA ini

memperhitungkan permasalahan seperti estimasi trafik (traffic forecasting)

yang dibutuhkan, perhitungan kapasitas sistem untuk arah uplink

(HSUPA) dan arah downlink (HSDPA), perencanaan jumlah sel, radius sel

serta penempatan Node B yang optimal pada area Jakarta Pusat

menggunakan software Map Info. Pada perhitungan awal menghitung link

budget pada arah uplink dan downlink untuk mendapatkan radius sel

dengan menggunakan parameter pada User Equipment (UE) dan Node B

untuk mendapatkan nilai MAPL yang selanjutnya nilai MAPL tersebut

dimasukan pada rumus model propagasi Cost 231 Hata untuk

mendapatkan radius sel. Setelah mendapatkan radius sel pada arah uplink

dan downlink selanjutnya melakukan perhitungan jumlah sel dengan

menggunakan rumus luas area jakarta dibagi luas sel. Kemudian

memprediksikan jumlah pelanggan untuk 4 tahun kedepan, dengan

memperhitungkan estimasi kebutuhan trafik dengan mencari rata-rata

trafik untuk layanan voice, video, dan data per pelanggan. Dan terakhir

melakukan analisa terhadap estimasi kebutuhan trafik untuk 4 tahun

kedepan, analisa jumlah pertumbuhan pelanggan, analisa untuk masing-

masing kapasitas sel pada arah uplink dan downlink, serta melakukan

visualisasi sel pada software. Dimana hasilnya adalah hasil perhitungan

pathloss maksimum (MAPL) jaringan HSPA di Jakarta Pusat didapatkan

nilai 130,1 dB (uplink) dan 146,32 dB (downlink), maka jumlah sel yang

dibutuhkan sebanyak 12 sel dengan radius sel 1,4553 km. Berdasarkan

asumsi pasar jumlah pelanggan pada awal tahun perencanaan Jaringan

HSPA pada area Jakarta Pusat adalah sebesar 45.078 pelanggan, dan pada

tahun ke-4 jumlah pelanggan akan mencapai angka 77.478. Untuk

memenuhi kebutuhan trafik pelanggan yang throughput totalnya mencapai

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

9

463,98 Mbps pada tahun ke-4 dimana satu sel dapat memberikan

throughput sebesar 42,728 Mbps , maka dibutuhkan sebanyak 11 site/sel

pada area Jakarta Pusat. Dari 3 contoh state of the art diatas dapat

diringkas dalam Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Tinjauan Mutakhir (State Of The Art)

No. Nama Penulis Judul Metode Hasil

1 I Kadek Susila

Satwika

Analisis

Coverage

Sistem High

Speed

Downlink

Packet Access

(HSDPA) Di

Wilayah Nusa

Dua

Model

Propagasi

COST-231

Hata

Di dapat

kondisi

coverage

optimis untuk

jarak terjauh,

dan kondisi

pesimis untuk

jarak terdekat,

serta dapat

menunjukan

blankspot

yang terdapat

di wilayah

Nusa Dua.

2 Hery Kiswanto Analisis

Unjuk Kerja

Jaringan

Operator

3G(WCDMA-

UMTS)

Menggunakan

Metode

Drivetest

Metode

Pengukuran

drivetest

analisa

terhadap Call

Setup Success

Ratio (CSSR),

Call Drop

Ratio,

Successfull

Call Ratio,

RSCP, EcNo

setiap

provider.

3 Evandro Panahatan

Simorangkir

Perencanaan

Jaringan

UMTS

Berbasis High

Speed Packet

Access

(HSDPA/HSU

PA) Pada Area

Jakarta Pusat

Model

Propagasi

COST-231

Hata dan

Perencanaan

sel

menggunakan

Software

Mapinfo

Hasil

perencanaan

site sistem

(HSDPA/HSU

PA) pada

Jakarta Pusat

untuk 4 tahun

kedepan

berjumlah 11

site dengan

radius sel

1,499 km

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

10

Pengembangan arah penelitian yang dilakukan dalam Skripsi ini adalah

dengan melakukan analisis terhadap cakupan sistem Universal Mobile

Telecommunication System (UMTS) khususnya di wilayah Ubud dengan

membandingkan cakupan yang dihasilkan berdasarkan Receive Signal Code

Power (RSCP), yang dimana perhitungan nilai RSCP secara teori menggunakan

perbandingan 2 model propagasi, yaitu model propagasi COST-231 Hata dan

model propagasi Walfish Ikegami untuk memperoleh nilai yang mendekati hasil

pengukuran. Setelah mendapatkan hasil yang sesuai, selanjutnya dibandingkan

dengan hasil pengukuran RSCP menggunakan metode drive test, sehingga dapat

dihitung cakupan masing-masing sel yang dihasilkan Node B PT Indosat Tbk di

wilayah Ubud. Selain menganalisis cakupan berdasarkan perhitungan RSCP, pada

penelitian ini juga melakukan perencanaan kebutuhan Node B berdasarkan

kapasitas pengguna layanan seluler sistem UMTS di kawasan Ubud menggunakan

metode Offered Bit Quantity (OBQ) untuk 3 tahun kedepan. Dari hasil

perencanaan nantinya akan dianalisis luas cakupan satu sel yang dihasilkan,

jumlah sel yang diperlukan pengguna layanan sistem UMTS di wilayah Ubud,

serta radius yang dihasilkan oleh masing-masing sel. Dan terakhir akan

dibandingkan cakupan yang di dapat dari perhitungan model propagasi dan

cakupan yang didapat dari perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ) untuk

mendapatkan cakupan yang optimum pada wilayah Ubud. Perbandingan Tugas

Akhir dengan State Of The Art seperti diatas dapat diringkas dalam Tabel 2.2

sebagai berikut.

Tabel 2.2 Perbandingan Skrispi dengan Tinjauan Mutakhir (State Of The Art)

Usulan Tugas Akhir State Of The Art

Metode : Analisis cakupan secara

teoritis menggunakan Model

Propagasi COST-231 Hata dan

Model Propagasi Walfish Ikegami,

serta pengukuran menggunakan

Metode : Analisis cakupan secara teoritis

menggunakan Model Propagasi COST-

231 Hata dan pengukuran menggunakan

Drive Test dan melakukan perencanaan

menggunakan software mapinfo

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

11

Metode Drive Test serta melakukan

perencanaan menggunakan metode

Offered Bit Quantity (OBQ)

Hasil : Menggambarkan Cakupan

dari perbandingan jari-jari Model

Propagasi dan jari-jari Kapasitas

menggunakan metode Offered Bit

Quantity (OBQ) serta

menggambarkan jumlah sel, radius

sel, dan jumlah user maksimum

dalam satu sel.

Hasil : Cakupan untuk kondisi optimis

dan pesimis yang dipancarkan oleh Node

B untuk memperlihatkan blankspot yang

terjadi, menggambarkan hasil

perencanaan berdasarkan jumlah dan

radius sel.

2.2 Konsep Jaringan

Konsep jaringan komunikasi yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan konsep jaringan komunikasi seluler. Terdapat beberapa komponen

utama jaringan seluler secara umum yang terdiri dari base station (Node B),

MTSO (Mobile Telecommunications Switching Office), dan perangkat mobile

telephone. Base station (Node B) secara umum berfungsi untuk menyediakan jalur

yang digunakan untuk hubungan komunikasi radio dengan perangkat-perangkat

komunikasi seluler yang ada di dalam cakupan wilayah komunikasi seluler.

MTSO berfungsi sebagai pengatur lalu-lintas komunikasi yang menghubungkan

jaringan seluler dengan jaringan yang lain, selain itu juga berfungsi untuk

memonitor kualitas sinyal dan komunikasi, serta mengontrol perpindahan mobile

station dan pengontrol base station yang melayani mobile station. Gambar desain

jaringan seluler secara umum dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Adryan,2010).

Dalam penggunaan konsep jaringan seluler memiliki karakteristik-

karakteristik dasar, diantaranya adalah :

1. Pengalokasian bandwidth kecil.

2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, dengan penggunaan Frequency

reuse.

3. Modulasi digital.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

12

4. Kapasitas sistem menjadi meningkat.

5. Daerah pelayanan dibagi atas daerah-daerah kecil yang disebut sel.

6. Daya yang digunakan kecil.

7. Mendukung Handover.

8. Efisiensi kanal tinggi karena menggunakan metode akses jamak.

9. Terhubung ke jaringan lain.

Gambar 2.1 Desain Jaringan Seluler (Adryan,2010)

2.3 Universal Mobile Telecommunication System (UMTS)

Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) merupakan

generasi teknologi seluler ketiga untuk sistem jaringan seluler didasarkan oleh

standar GSM yang dikembangkan oleh 3GPP (3rd Generation Partnership

Project). UMTS menggunakan teknologi radio akses Wideband Code Division

Multiple Access (WCDMA) yang menawarkan efisiensi spektrum dan bandwidth

yang lebih besar untuk jaringan seluler. Untuk teknologi UMTS berkerja pada

frekuensi 1885-2025 Mhz untuk arah uplink, dan pada frekuensi 2110-2155 Mhz

untuk arah downlink. Teknologi UMTS menawarkan kelebihan layanan selain

untuk voice dan data yaitu layanan multimedia real time seperti video telephony,

video conferencing, video on demand, audio on demand dan lain-lain yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

13

membutuhkan kecepatan dan kapasitas yang tinggi, begitu juga untuk layanan

multimedia non-real time, seperti facsimile. Layanan data memiliki parameter

Quality of Service (QoS) untuk transfer delay, variasi delay, dan Bit Error Rate

(BER). UMTS juga memiliki kelas QoS yang berbeda untuk empat macam tipe

trafik yaitu conversational class meliputi (voice, video telephony), streaming class

meliputi (multimedia, video on demand, webcast), interactive class meliputi

(browsing internet, network gaming, database access), dan background class

meliputi (email, sms).

2.4 Arsitektur UMTS (Universal Mobile Telecommunication System)

Dalam arsitektur teknologi UMTS ini menunjukan gambaran bagian-

bagian dari UMTS serta interfacenya. Universal Mobile Telecommunication

System (UMTS) merupakan suatu evolusi dari GSM, dimana interface radionya

adalah WCDMA, serta mampu melayani transmisi data dengan kecepatan yang

lebih tinggi. Untuk arsitektur umum dari UMTS dibagi menjadi tiga dan dapat

ditunjukan pada Gambar 2.2 (IT Telkom, 2008) :

1. User Equipment (UE) : Perangkat pada sisi pelanggan yang berupa headset

untuk mengirim dan menerima informasi.

2. Access Network : Di kenal sebagai jaringan radio akses terestrial pada

UMTS yang disebut UTRAN (UMTS Terresterial Radio Access Network).

3. Core Network (CN) : Core Network pada UMTS di bagi menjadi 2 bagian

yaitu circuit switched dan packet switched

Gambar 2.2 Arsitektur UMTS

(Sumber:Ittelkom, 2008)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

14

Berikut merupakan penjelasan detail mengenai bagian-bagian dari arsitektur

UMTS :

1. User Equipment (UE)

User Equipment atau yang sering disebut Mobile Station (MS) merupakan

perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh

layanan komunikasi bergerak. UE memiliki interface radio ke access

network. Dimana pada Access network bertugas mengelola akses ke core

network untuk semua pengguna yang sah dalam memperluas coverage

area. Core network menyediakan switching sentral, transmisi dan fungsi-

fungsi layanan yang diperlukan untuk menyediakan layanan UMTS.

Access network dan core network berkomunikasi melalui interface Iu.

Access network dan user equipment berkomunikasi dengan interface Uu.

Beberapa komponen User equipment (UE), yaitu:

Mobile Equipment (ME). ME merupakan terminal radio yang

melaksanakan semua transmisi radio, sebagai penerima dan

sebagai fungsi pengolahan.

UMTS Subscriber Identity Module (USIM) merupakan sebuah

kartu yang berisi nomor identitas pelanggan dan juga algoritma

security untuk keamanan seperti algoritma autentifikasi dan

algoritma enkripsi.

2. Access Network:

Access network dikenal sebagai UMTS Terrestrial Radio Access Network

(UTRAN) merupakan jaringan radio akses terestrial pada UMTS. UTRAN

terdiri dari beberapa Radio Network Subsystem (RNS), yang merupakan

kumpulan dari Radio Network Controller ( RNC ) dan beberapa buah

Node B yang mrupakan perangkat pemancar dan penerima yang

memberikan pelayanan radio kepada UE. RNS adalah bagian atau

subsystem dari UTRAN yang bertugas menangani manajemen radio

resource untuk membangun hubungan komunikasi antara UE dan

UTRAN.

Berikut merupakan fungsi-fungsi dari Access Network:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

15

Pengelolaan sumber daya radio

Call set up dan handover

Akses pengguna ke core network

3. Core Network

Core Network (Jaringan inti) UMTS yang memberikan dukungan untuk

packet switched dan circuit switched traffic. Selain itu Core Network juga

sebagai sistem transportasi atau sistem pertukaran informasi untuk setiap

informasi yang dikirimkan, baik itu dikirim melalui jaringan inti maupun

jaringan dari luar sistem.

Berikut merupakan fungsi-fungsi dari Core Network :

Transmisi dan switching

Manajemen pengguna layanan

Interworking dengan jaringan eksternal.

2.5 Sistem Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA)

Pada sistem UMTS teknologi komunikasi radio yang digunakan adalah

sistem Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA). Dimana dengan

penggunaan teknologi WCDMA ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384

kbps. Untuk jaringan 3G dituntut memiliki kualitas layanan suara yang lebih baik,

serta mampu memberikan data rate yang semakin tinggi, yang mencapai 2 Mbps

dengan menggunakan release 99, dan mencapai hampir 10 Mbps jika

menggunakan sistem High Speed Downlink Packet Access (HSDPA), sehingga

diperlukan bandwidth sekitar 5 Mhz pada sistem WCDMA agar dapat melayani

layanan dengan bit rate yang tinggi (Wardhana, 2011).

Sistem WCDMA merupakan salah satu teknik multiple access yang

dimana sinyal informasi disebar pada frekuensi yang lebih lebar daripada pita

frekuensi carriernya. Dalam sistem WCDMA hanya menggunakan satu channel

frekuensi yang digunakan oleh semua user, untuk masing-masing user dibedakan

dengan kode tertentu dalam penggunaanya (Budianto, 2009).

Salah satu keunggulan dari sistem jaringan UMTS adalah dimana peluang

setiap user untuk mendapatkan bandwidth yang bervariasi sesuai permintaan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

16

layanan yang diinginkan oleh user. Selain itu pada sistem jaringan UMTS

digunakan teknik diversitas dalam peningkatan kapasitas user pada sisi downlink

dikarenakan penggunaan satu frekuensi, sehingga aktifitas frequency planning

pada sistem WCDMA lebih mudah jika dibandingkan pengelolaan frekuensi pada

sistem GSM (Wardhana, 2011).

2.5.1 Keunggulan Pada Sistem WCDMA

Adapun pengembangan yang diterapkan pada sistem WCDMA antara lain

adalah sebagai berikut (Wardhana, 2011) :

1. Soft Handover

Melihat sistem GSM sebelumnya yang menerapkan sistem Hard

Handover, yang dimana diputusnya koneksi dengan BTS lama sebelum

melakukan koneksi dengan BTS baru. Untuk sistem Soft Handover,

mobile station dapat secara simultan terhubung dengan beberapa Node B.

2. Frekuensi Reuse

Dengan melihat dengan sistem GSM sebelumnya dalam pengalokasian

frekuensi planning yang rumit, guna menghindari terjadinya interferensi,

pada sistem WCDMA Node B menggunakan satu channel frekuensi yang

sama sesuai frekuensi carrier yang dialokasikan pada setiap operator,

sehingga pada sistem WCDMA tidak dibutuhkan frekuensi planning yang

rumit.

3. Power Control

Pada sistem WCDMA pentransmisian sinyal dari User Equipment (UE)

harus dapat dikontrol sehinggan Node B menerima sinyal dengan kekuatan

yang sama dari beberapa UE. Jika sistem power control tidak di

implementasikan , maka akan terjadi efek near-far yang dimana sinyal UE

yang berdekatan dengan Node B akan memancarkan power yang lebih

besar daripada UE yang berjauhan dengan Node B, sehingga menyebabkan

terjadinya interferensi. Node B menggunakan sistem fast power control

yang digunakan untuk menaikkan ataupun menurunkan power transmit

dari UE.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

17

4. Soft Capacity

Dalam sistem WCDMA kapasitas dan jangkauan sangat berhubungan.

Dimana kapasitas bergantung dari jumlah user yang dapat ditampung oleh

sistem, serta batas interferensi yang masih diperbolehkan. Dengan

melakukan pengaturan terhadap batas interferensi lebih rendah, maka

coverage akan semakin luas, namun jumlah kapasitas semakin berkurang.

Sebaliknya apabila batas interferensi di atur lebih tinggi, maka coverage

akan menyempit tetapi jumlah kapasitas user yang dapat ditampung

semakin banyak. Dikarenakan kapasitas dan jangkauan saling

berhubungan , maka Node B yang mempunyai kondisi trafik yang rendah

tetapi memiliki jangkauan luas dapat membagi kapasitasnya dengan Node

B yang mempunyai kondisi trafik yang tinggi dengan jangkauan pendek di

sekitarnya.

5. Multipath Reception

Pada sistem GSM penggunaan teknik diversitas digunakan pada BTS

untuk mengatasi multipath propagation, sementara pada sistem WCDMA

telah terpasang Rake Receiver yang telah terpasang pada User Equipment

(UE) yang memungkinkan untuk mendecode beberapa sinyal saat

melewati halangan-halangan yang terjadi saat proses pengiriman dari Node

B ke UE.

2.6 Kapasitas Sel Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA)

Untuk menentukan kapasitas sel, menggunakan persamaan sistem

WCDMA dengan jaringan berada pada kondisi ideal (Budiyanto, 2012) yaitu:

) ) (2.1)

Keterangan :

= Jumlah kapasitas sel maksimal (channel/sel)

𝜂 = cell loading factor (%)

= WCDMA chip rate (cps)

= bit rate pengguna (bps)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

18

= Energi sinyal perbit/kerapatan spektral noise (dB)

= Gain sectoral

i = Interferensi co-channel sel lain terhadap sel sendiri

v = faktor aktifasi pengguna

2.7 Konsep Sel

Sel merupakan suatu cakupan wilayah yang dihasilkan oleh Radio Base

Station. Pembagian untuk masing-masing sel pada sistem seluler dimodelkan

dalam bentuk hexagonal, dimana tiap sel memiliki satu frekuensi yang mana

frekuensi yang sama antar sel tidak boleh berdekatan agar tidak terjadi

overlapping (IT Telkom,2008). Selain itu penggunaan bentuk hexagonal untuk

mempermudah penggambaran pada layout perencanaan. Umtuk gambar konsep

sel dapat dilihat pada Gambar 2.3 (IT Telkom, 2008), dan untuk gambar cakupan

sel dapat dilihat pada Gambar 2.4 (ZTE, 2012).

Gambar 2.3 Konsep Sel (IT Telkom,2008)

Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel (Ridwan, A, 2012) yaitu :

1. Makrosel merupakan suatu jenis sel yang digunakan pada daerah urban.

Daerah urban merupakan suatu daerah yang padat akan penduduk dan

banyak terdapat gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Untuk jarak selnya

minimal 1 km dan umumnya jari-jari sel lebih dari 3 km.

2. Mikrosel merupakan suatu jenis sel sel dengan wilayah coverage lebih

kecil dibandingkan makrosel. Karakteristik yang terdapat pada sel ini

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

19

memiliki ketinggian antena yang berkisar antara 4 m– 25 m. Dan pada

umumnya jari-jari yang dihasilkan sekitar 500 meter.

3. Pico Sel merupakan suatu jenis sel yang penempatan selnya terdapat di

dalam gedung atau ruangan yang berfungsiuntuk melayani kebutuhan

trafik yang terjadi di dalam gedung, dan untuk mengatasi terjadinya

interferensi sinyal yang diakibatkan pemantulan dari dinding gedung.

4. Femto Sel merupakan suatu jenis mikro Base Transceiver Station yang

dipasang pada wilayah yang memiliki sinyal rendah seperti pada ruangan

dengan ukuran yang kecil. Dimana fungsi femto cell ini dapat

meningkatkan konektivitas, availabilitas, mobilitas dan juga performansi

layanan. Selain itu adanya femto sel ini bertujuan untuk meningkatkan

cakupan dan kapasitas di dalam ruangan yang disebabkan sinyal dari BTS

outdoor ke indoor tidak maksimal.

Gambar 2.4 Cakupan sel (Sumber: ZTE,2012)

2.7.1 Sel Hexagonal

Untuk sel yang diasumsikan berbentuk hexagonal, dikarenakan dalam

perencanaan dapat secara optimal menutupi wilayah tanpa celah dan juga tidak

terjadi overlapping antara sel satu dengan sel lainnya, dimana bentuk sel

hexagonal dapat dilihat pada Gambar 2.5 (Sudiarta,P.K, t.t) berikut.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

20

Gambar 2.5 Sel Hexagonal (Sudiarta,P.K,t.t)

Untuk rumusan luas sel hexagonal, dilakukan dengan persamaan :

L =

(2.2)

=

Dimana :

L = luasan sel hexagonal (km2)

= jari-jari sel (km)

2.8 Alur Perencanaan Jaringan UMTS

Dalam melakukan perencanaan kebutuhan trafik untuk memenuhi seluruh

kebutuhan pelanggan untuk sistem jaringan UMTS diperlukan perencanaan yang

matang meliputi penggolongan wilayah seperti melihat dari struktur geografis

wilayah tersebut, penentuan data kependudukan, melakukan perhitungan estimasi

kapasitas trafik, perhitungan total kapasitas trafik menggunakan metode Offered

Bit Quantity (OBQ) , perhitungan cakupan masing-masing sel, serta melakukan

perhitungan link budget menggunakan model propagasi COST-231 Hata

(Aryanti,2013).

2.9 Klasifikasi Wilayah

Kontur bumi maupun kerapatan bangunan dalam kenyataannya memiki

kontribusi dalam propagasi sinyal komunikasi bergerak. Salah satu faktor yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

21

dapat mempengaruhi nilai path loss adalah kondisi geografis daerah tersebut.

(Iriandini,2012).

Adapun cara atau teknik penggolongan wilayah berdasarkan struktur

geografis dari wilayah tersebut dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (IT

Telkom, 2012) :

1. Daerah Urban merupakan daerah yang memiliki tingkat aktifitas penduduk

yang tinggi, terdapat banyak bangunan yang besar dengan jarak antar

bangunan yang cukup berdekatan. Seperti contohnya gedung perkantoran,

pusat perbelanjaan, maupun terdapat hotel-hotel di sekitarnya.

2. Daerah Sub Urban merupakan daerah yang memiliki luas daerah yang

lebih kecil daripada daerah urban, tidak terlalu banyak bangunan di

sekitarnya, jarak antar bangunan tidak terlalu berdekatan. Contohnya

perumahan dan sekolahan.

3. Daerah Rural (Open Area) merupakan daerah yang struktur geografisnya

terdiri dari banyak persawahan maupun pepohonan.

2.10 Perencanaan Kapasitas Dan Cakupan

Perencanaan kapasitas dan cakupan diperlukan untuk mendesain cakupan

yang dihasilkan cell pada suatu wilayah untuk memperoleh cakupan yang optimal.

Perencanaan kapasitas dan cakupan (Traffic Forecasting) meliputi

pengelompokan usia dari penduduk yang didapat dari data kependudukan dalam

suatu daerah untuk mengasumsikan aktifitas penduduk terhadap penggunaan

sistem seluler, mengetahui distribusi market pada daerah perencanaan,

mengetahui aktifitas untuk layanan voice dan, data dan megetahui perhitungan

perkiraan pertumbuhan pelanggan (IT Telkom,2012).

2.10.1 Perkiraann Pertumbuhan Penduduk

Untuk menghitung perkiraan pertumbuhan jumlah penduduk pada suatu

daerah dapat dihitung dengan rumus (IT Telkom, 2012) :

) (2.3)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

22

Dimana :

= perkiraan pertumbuhan penduduk

= Jumlah user saat perencanaan

= Jumlah tahun prediksi

= Faktor pertumbuhan pelanggan

2.10.2 Perhitungann Offered Bit Quantity (OBQ)

Pada tahap memperkirakan besar kebutuhan suatu trafik merupakan hal

yang penting dalam jaringan radio. Di dapatnya besar kebutuhan suatu trafik

selanjutnya memudahkan dalam perencanaan kapasitas suatu jaringan optimal

yang nantinya akan dibangun, selain itu dapat diketahui juga seberapa banyak

perangkat Node B yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan trafik pada suatu

daerah. Perhitungan total kebutuhan trafik yang diperlukan dapat dihitung

menggunakan metode Offered Bit Quantity (OBQ). OBQ merupakan total bit

throughput per km2 pada jam sibuk (Setiyo Budianto, 2012). Dimana persamaan

perhitungan OBQ adalah sebagai berikut :

[ ] (2.4)

Dimana :

= kepadatan pelanggan potensial dalam suatu daerah (user/km2)

= penetrasi pengguna tiap layanan

= durasi atau lama panggilan efektif (s)

= busy hour call attempt (call/s)

= bit rate tiap layanan (kbps)

2.10.3 Pendimensian Sel

Pada tahap pendimensian suatu sel ini bertujuan untuk menentukan berapa

jumlah sel yang dibutuhkan dalam suatu daerah untuk satu frekuensi carrier. (IT

Telkom, 2012). Pendimensian sel meliputi :

1. Luas Cakupan Satu Sel

Untuk menentukan luas cakupan satu sel dapat di hitung menggunakan

persamaan :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

23

(2.5)

Dimana :

= luas cakupan satu sel

= kapasitas informasi tiap sel

= offered bit quantity

2. Penentuan Jumlah Sel

Untuk menentukan berapa jumlah sel yang di butuhkan untuk memberi

cakupan yang optimal pada suatu wilayah sesuai kebutuhan trafik pada

wilayah tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan :

(2.6)

Dimana :

= jumlah sel

= luas area atau luas wilayah

= luas cakupan satu sel

3. Penentuan Radius Sel

Untuk menentukan radius yang dihasilkan dari setiap sel dapat dihitung

menggunakan persamaan :

(

)

(2.7)

Dimana :

= radius sel

= luas cakupan satu sel

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

24

2.11 Path Loss

Path Loss adalah loss yang terjadi ketika data / sinyal melewati media

udara dari antena ke penerima dalam jarak tertentu. Path loss mengakibatkan

penurunan level daya pada sisi penerima yang secara umum diakibatkan dengan

adanya difraksi, refleksi, dan scattering. Selain itu path loss juga dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan, kontur wilayah, jarak antara transmitter dan receiver, serta

tinggi dan penempatan antena (Mubarokah,t.t). Difraksi, Refleksi, Scattering

dapat ditunjukan pada Gambar 2.6 berikut.

Berikut merupakan penjelasan penyebab penurunan level daya pada sisi

penerima:

1. Difraksi

Merupakan pembelokan gelombang yang disebabkan oleh benda-benda

yang memiliki bentuk yang sisinya tidak teratur dan memiliki dimensi

yang jauh lebih besar dari panjang gelombang.

2. Refleksi (Pantulan)

Merupakan pantulan gelombang yang diakibatkan oleh berbagai benda

yang memiliki dimensi permukaan benda lebih besar dari panjang

gelombang.

3. Scattering

Merupakan hamburan gelombang ke segala arah yang disebabkan oleh

benda yang memiliki ukuran sama besar ataupun lebih kecil dari panjang

gelombang. Dimana gelombang-gelombang yang terpencar dihasilkan

oleh permukaan objek yang kasar ataupun objek lain yang menyebabkan

ketidakteraturan dalam hal jalur lintasan gelombang.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

25

Gambar 2.6 Difraksi, Refleksi, Scattering (Kurniawan, 2007)

2.12 Model Propagasi

Propagasi merupakan suatu proses perambatan gelombang radio atau RF

(Radio Frequency) dari suatu tempat ke tempat lain dengan jarak yang jauh

menggunakan udara bebas sebagai media transmisinya. Dalam pentransmisian

sinyal akan selalu timbul adanya fading. Fading merupakan komponen utama

yang dapat mengganggu performansi sistem yang menyebabkan suatu kondisi

dimana berkurangnya kuat sinyal yang diterima untuk melakukan proses

selanjutnya. Model propagasi gelombang radio menggunakan konsep dari dua

antena, antena pemancar dan penerima pada udara bebas yang dipisahkan oleh

jarak d (km). Model propagasi menunjukkan perkiraan rata-rata kuat sinyal yang

diterima pada jarak tertentu dari pemancar. Setiap proses propagasi akan

menimbulkan rugi-rugi propagasi (Sudiarta, dkk. 2013).

Perambatan gelombang radio di ruang bebas dari transmitter ke receiver

akan mengalami penyebaran energi di sepanjang lintasannya, yang mengakibatkan

kehilangan energi yang disebut rugi-rugi propagasi. Rugi-rugi propagasi

merupakan akumulasi dari redaman saluran transmisi, redaman ruang bebas (free

space loss), redaman oleh gas (atmosfer), dan redaman hujan (Amin, 2011).

Untuk transmisi redaman ruang bebas dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

26

Redaman saluran transmisi

Merupakan redaman yang diakibatkan olehloss feeder. Redaman feeder

terjadi karena hilangnya daya sinyal sepanjang jarak pentrasmisian dari perangkat

transmitter, sehingga redaman feeder identik dengan panjang dari feeder tersebut.

Redaman ruang bebas (free space loss)

Redaman ruang bebas merupakan redaman sinyal yang terjadi akibat dari

media udara yang dilalui oleh gelombang radio antara transmitter dan receiver

perambatan gelombang radio di ruang bebas akan menghalangi penyebaran energi

di sepanjang lintasannya sehingga terjadi kehilangan energi.

Gambar 2.7 Transmisi Redaman Ruang Bebas (Amin, 2011)

Redaman oleh gas (atmosfer)

Merupakan redaman yang diakibatkan karena gas-gas di atmosfer yang

menyerap sebagian dari energi gelombang radio, dimana pengaruhnya tergantung

pada frekuensi gelombang, tekanan udara dan temperatur udara. Pengaruh

redaman paling besar berasal dari penyerapan energi oleh O2 dan H2O, sedangkan

pengaruh penyerapan gelombang radio oleh gas-gas seperti CO, NO, N2O, NO2,

SO3, O3 dan gas lainnya dapat diabaikan. Untuk sistem transmisi yang beroperasi

pada frekuensi kerja di bawah 10 GHz, redaman gas atmosfer dapat diabaikan

karena memiliki pengaruh yang kecil, sedangkan untuk frekuensi di atas 10 GHz,

redaman gas atmosfer perlu diperhitungkan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

27

Redaman hujan

Merupakan redaman yang terjadi karena tetes-tetes hujan yang

menyebabkan penghamburan dan penyerapan energi gelombang radio akan

menghasilkan redaman yang disebut redaman hujan. Besarnya redaman

tergantung pada besarnya curah hujan. Redaman hujan mulai terasa pengaruhnya

pada frekuensi diatas 10 GHz. Redaman hujan tidak dapat ditentukan secara pasti

tetapi ditentukan secara statistik.

Dari melihat aspek dalam rugi-rugi propagasi, muncul berbagai model-

model propagasi yang bersifat empiris yang didapat dari hasil perbandingan

statistik sebuah persamaan dengan data hasil observasi, pengalaman, serta

pengukuran secara langsung dilapangan. Pada penelitian ini menggunakan 2

model propagasi yaitu Model Propagasi COST-231 Hata dan Model Propagasi

Walfish Ikegami.

1. Model Propagasi COST-231 Hata

Eropean Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-

COST) membentuk komite kerja COST-231 untuk model Hatta yang

disempurnakan atau diperluas. COST – 231 menggunakan suatu persamaan untuk

menyempurnakan model Hatta yang sebelumnya agar dapat dipakai pada

frekuensi 2000 Mhz. Pada transmisi radio redaman propagasi antara Mobile

Station (MS) dan Node B dapat berpengaruh terhadap besarnya coverage area

yang dapat dilayani Node B. Model propagasi COST 231 Hata digunakan untuk

mengetahui radius sel pada PCS (Personal Communication System) pada wilayah

urban density yang dalam hal ini digunakan pada frekuensi dengan range

frekuensi 1500-2000 MHz. Adapun persamaan untuk menghitung propagasi

COST-231 Hata adalah sebagai berikut :

LU = 46.3 + 33.9 log fc - 13.82 log ht – a(hr) + (44.9 – 6.55 log ht) log d + CM (2.8)

dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(hm) sama dengan Hata Model dan

CM =

centersmetropolifordB

areassuburbanandcitysizedmediumfordB

tan3

0

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

28

Dimana:

1500 fC 2000 MHz

30 ht 200 m

1m hr 10 m

a(hR) adalah faktor koreksi antena mobile yang nilainya sebagai berikut:

a(hr) = (1,1 log fC – 0,7 )hr – (1,56 log fC – 0,8 ) dB (2.9)

Dimana :

Lu = Path loss rata-rata (dB)

f = frekuensi ( MHz)

ht = tinggi antena Base Station (m)

hr = tinggi antena Mobile Station (m)

d = jarak antara MS dan BS (km)

2. Model Propagasi Walfish Ikegami

Model propagasi Walfish Ikegami ini digunakan untuk menyempurnakan

perhitungan path loss dengan lebih banyak memperhitungkan parameter-

parameter kondisi suatu daerah, khususnya untuk daerah urban seperti ketinggian

gedung (hroof), lebar jalan (w), jarak antar gedung (b). Parameter model

propagasi Walfish Ikegami dapat ditunjukan pada Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Parameter Model Propagasi Walfish Ikegami

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

29

Pada model propagasi ini dibedakan menjadi 2 kondisi yaitu Line of Sight

(LOS) dan Non-Line of Sight (Non-LOS). Pada kondisi LOS, dapat dihitung

dengan persamaan :

L = 42,6 + 26 log d (km) + 20 log f (MHz) ;d >=0,020 km (2.10)

Untuk situasi Non-LOS, total rugi-rugi transmisinya merupakan

penjumlahan dari free space loss (LFS), rooftop to street diffractionand scatter

loss (Lrts), dan multiscreen loss (Lmsd), seperti ditunjukkan pada persamaan

berikut ini :

L = LFS + Lrts + Lmsd ; untuk Lrts + Lmsd> 0 (2.11)

Dengan, LFS merupakan Free Space Loss Lrts merupakan rooftop to

street diffraction loss Lmsd merupakan multiscreen loss Nilai LFS dapat

diperoleh dari persamaan :

LFS = 32,4 + 20 log d (km) + 20 log f (MHz) (2.12)

Nilai Lrts dapat dicari persamaan :

Lrts = -16,9 – 10 log w (m) + 10 log f (MHz) +20 logΔhmobile (m) + Lori (2.13)

Tabel 2.3 L ori

)

)

Dimana Lori adalah persamaan koreksi empiris yang diperoleh dengan

membandingkan data dari pengukuran.Ф adalah sudut antara Base station dan

antena penerima. Untuk standar Lori dapat dilhat pada Tabel 2.3 dan parameter

Lmsd dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.

Δhmobile = hroof - hmobile (2.14)

Nilai Lmsd dapat dicari dengan persamaan :

Lmsd = Lbsh + Ka + Kd log d (km) + Kf log f(MHz) – 9 log b (2.15)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

30

Tabel 2.4 Parameter Lmsd

)

)

)

)

)

(

) )

Untuk daerah suburban

dan kota sedang

(

) )

Untuk kota besar

Dimana :

- Lbsh merupakan fungsi penguatan pada tinggi Base Station

- Ka merupakan kenaikan pathloss dan BaseStation

- Kd & Kf merupakanketergantungan multiscreen diffraction loss terhadap

jarak (d) dan frekuensi (f).

- b merupakan jarak rata-rata antar gedung (m)

2.13 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) atau Equivalent Isotropic

Radiated Power merupakan besar nilai daya yang dipancarkan antena

transmitter untuk menghasilkan puncak daya, yang sebelumnya telah ditambahkan

gain pada perangkat transmitter, dan dikurangi cable loss yang dilewati sampai

mencapai antena transmitter. Rumus EIRP dapat dituliskan:

EIRP = Tx+ G- L (2.16)

Dimana:

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)

Tx = transmitted power (dBm)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

31

G = Gain antena (dBi)

L = Cable Loss (dB)

2.14 Received Signal Code Power (RSCP)

Pada sistem UMTS kuat sinyal atau Received Signal Code Power (RSCP)

merupakan kualitas sinyal yang diterima oleh UE. Perhitungan RSCP

biasanya digunakan sebagai kriteria untuk mengevaluasi permasalahan

coverage yang dipancarkan oleh Node B (Alfin, 2012). Untuk standar Wall

Loss dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

Kuat sinyal:

RSCP (dBm) = EIRP - WL -BL -PL -∑ (HO + FM) (2.17)

Dimana:

RSCP = Received Signal Code Power (dBm)

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)

WL = Wall Loss(dB)

BL = Body Loss (dB)

PL = Path Loss (dB)

HO = Handover

FM = Fading Margin

Tabel 2.5 Wall Loss (Setyawan, 2013)

Bahan Dasar Dinding Wall Loss

Kayu 10,1 dB

Kaca 2,2 dB

Beton 30,1 dB

∑ Wall Loss 18 dB

Untuk Body Loss pada sistem WCDMA dan HSDPA adalah 0 dB. Nilai Fading

Margin minimum agar sistem bekerja dengan baik adalah sebesar 15 dBm (Ilham,

2009). Sedangkan untuk wall loss digunakan 18 dB sebagai standar acuan yang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhirerepo.unud.ac.id/9024/3/e8d66407e8da8fa7e0131799b8391da9.pdf · Pada perhitungan awal menghitung link budget pada arah uplink dan downlink

32

digunakan dalam perhitungan indoor penetration, sedangkan jika perhitungan

outdoor penetration nilai wall loss adalah 0 dB (Setyawan, 2013).

2.15 Perhitungan Nilai Faktor Koreksi

Perhitungan faktor koreksi berfungsi untuk menambahkan satu parameter

perhitungan untuk nilai path loss, agar mendapatkan nilai cakupan area yang lebih

mendekati keadaan di lapangan. Dalam menentukan nilai faktor koreksi didapat

dengan mencari selisih nilai dari hasil pengukuran di lapangan dengan nilai yang

didapat dari perhitungan secara teoritis. Berikut merupakan persamaan untuk

menghitung nilai dari faktor koreksi (Satwika, 2012).

Lfk = L + Fk (2.18)

Dimana :

Lfk = Nilai dari faktor koreksi (dB)

L = Nilai Path Loss (dB)

Fk = Selisih antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan (dB)

2.16 Pengukuran Menggunakan Metode Drive Test

Drive Test merupakan suatu metode pengukuran sinyal yang dilakukan

untuk pengujian performansi site BTS pada wilayah tertentu, yang dimana data

yang diamati berupa kuat sinyal yang dipancarkan BTS, kuat sinyal yang diterima

oleh Mobile Station (MS), tingkat kegagalan akses (originating dan terminating),

serta tingkat kegagalan panggilan (drop call). Tujuan dilakukannya drive test

secara umum adalah untuk mengumpulkan informasi jaringan radio secara real di

lapangan (Alfin, 2012).