bab ii tinjauan pustaka 2.1...

26
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya, oleh karena itu sebagai makhluk sosial dibutuhkannya untuk berinteraksi satu sama lain. Berinteraksi dengan orang maka kita harus bisa berkomunikasi yang baik. Karena, komunikasi tidak dapat terjalin apabila hanya satu orang saja melainkan antara dua makhluk hidup. Lalu, dengan berkomunikasi maka menimbulkan kesamaan dan pemahaman yang sama sehingga dengan berkomunikasi meminimalisir kesalahpahaman. Komunikasi terjalin apabila terdapat komunikator (pembicara), pesan yang ingin disampaikan, lalu melalui media apa, komunikan (penerima), dan yang terakhir adalah feedback (umpan balik) yang diberikan oleh komunikan. Wilbur Schramm (1954) mengemukakan bahwa kita juga harus mengamati hubungan antara seorang pemimpin dan penerima. Ia mengonseptualisasikan model komunikasi interaksional, (interaksional model of communication), yang menekankan proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah, dari pengirim kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung (Richard dan Lynn, 2009:13). Oleh sebab itu, komunikasi merupakan sebuah aktivitas ataupun rutinitas sehari- hari di dalam kehidupan. Namun, komunikasi tidak hanya terjalin hanya dua arah

Upload: others

Post on 15-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya, oleh

karena itu sebagai makhluk sosial dibutuhkannya untuk berinteraksi satu sama lain.

Berinteraksi dengan orang maka kita harus bisa berkomunikasi yang baik. Karena,

komunikasi tidak dapat terjalin apabila hanya satu orang saja melainkan antara dua

makhluk hidup. Lalu, dengan berkomunikasi maka menimbulkan kesamaan dan

pemahaman yang sama sehingga dengan berkomunikasi meminimalisir

kesalahpahaman. Komunikasi terjalin apabila terdapat komunikator (pembicara),

pesan yang ingin disampaikan, lalu melalui media apa, komunikan (penerima), dan

yang terakhir adalah feedback (umpan balik) yang diberikan oleh komunikan.

Wilbur Schramm (1954) mengemukakan bahwa kita juga harus mengamati

hubungan antara seorang pemimpin dan penerima. Ia mengonseptualisasikan model

komunikasi interaksional, (interaksional model of communication), yang

menekankan proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata

lain, komunikasi berlangsung dua arah, dari pengirim kepada penerima dan dari

penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi

selalu berlangsung (Richard dan Lynn, 2009:13).

Oleh sebab itu, komunikasi merupakan sebuah aktivitas ataupun rutinitas sehari-

hari di dalam kehidupan. Namun, komunikasi tidak hanya terjalin hanya dua arah

9

saja akan tetapi ketika sekelompok orang sedang berkomunikasi maka yang

menjadi komunikator belum tentu hanya satu orang saja. Karena, komunikasi dapat

dikatakan berhasil apabila komunikaan paham oleh pesan yang disampaikan

komunikator.

Satu elemen yang penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan

balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan (Richard dan Lynn,

2009:13). Berbagai macam umpan balik atau feedback yang diberikan oleh

komunikan, umpan balik sendiri dapat berupa verbal dan nonverbal. Sehingga,

tergantung dari komunikan tersebut menanggapi pesan yang diberikan oleh

komunikator. Dengan, adanya umpan balik membantu komunikator untuk

mengetahui apakah pesan yang disampaikan diterima dengan baik atau buruk. Lalu,

sebagai alat ukur untuk bagaiman komunikan memahami pesan yang disampaikan.

Apabila, komunikan tidak memberikan respons atau diam maka itu dapat menjadi

dua arti yaitu, komunikan tidak mengerti atau paham. Akan tetapi, jika komunikan

memberikan respons seperti berupa tanggapan ataupun pertanyaan maka

komunikan tersebut mengerti dan mencoba untuk memahmi pesan yang

disampaikan oleh komunikan.

Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman (field of

experience) seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan

seseorang memengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama

lain. Setiap orang membawa bidang pengalaman yang unik dalam tiap episode

komunikasinya, dan pengalaman-pengalaman tersebut sering kali mempengaruhi

komunikasi yang terjadi (Richard dan Lynn, 2009:13).

10

Lalu, ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan lawannya, tentunya

memilki latar belakang yang berbeda sehingga hal itu juga akan memepengaruhi

pesan yang ingin disampaiakan oleh komunikator. Sehingga, pesan yang di

sampaikan dapat memberikan pengaruh kepada komunikator atau justru komunikan

tidak mengerti apa yang disampaiakan oleh komunikator.

Pada umumnya proses komunikasi antar manusia dapat digambarkan dalam

model sebagai berikut:

Gambar 1. Model Komunikasi Antar Manusia

Sumber: Sosiologi Komunikasi, 2009

Proses komunikasi diawali dengan adanya sumber sebagai komunikator baik

dalam sebuah kelompok maupunn individu yang akan melakukan aktivitas

komunikasi dengan individu atau kelompok yang lain. Maka dari itu, langkah

pertama yang dilakukan sumber adalah ideation, yaitu penciptaan satu gagasan atau

pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan

landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah kedua dalam

penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi

11

atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau lambang-lambang yang

disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunayai efek

terhadap orang lain. Pada langkah ketiga, dalam proses komunikasi adalah

penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan

kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar, ataupun melalui

suatu tindakan tertentu. Lalu, pada langkah ketiga ini, kita sering mengenal dengan

istilah channel atau saluran, yakni alat untuk menyampaikan suatu pesan. Langkah

keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan, dalam proses ini, penerima

melakukan decoding yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang

disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, penerima yang akan menentukan

bagaimana memahami suatu pesan dan dalam memberikan respons terhadap pesan

tersebut. Tahap terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan

balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah

disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dapat berwujud kata-

kata ataupun menyimpannya. ( Burhan Bungin,2009:259-260)

Menurut Gerald R. Miller, komunikasi terjadi ketika suatu sumber

menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk

mempengaruhi perilaku penerima (Dedy Mulyana, 2012:68). Dari definisi tersebut

dalam sebuah interaksi dua arah atau lebih ketika terjalinnya sebuah interaksi maka

komunikator memiliki tujuan atau pesan yang ingin disampaikannya kepada

komunikan dan pesan tersebut tanpa disadari akan mempengaruhi pandangan atau

persepsi komunikan agar dapat menyetujui pesan yang di berikan oleh

komunikator. Pada tradisi uang panai, ketika hendak menyepakati berapa uang

12

panai yang akan diberikan oleh pihak perempuan maka diadakannya pertemuan

terlebih dahulu oleh kedua belah pihak yang mewakili tiap calon mempelai. Lalu,

ketika pertemuan itu berlangsung maka ada satu orang yang menjadi komunikator

yang diberikan wewenang untuk menyampaikan tujuannya dalam menghadiri

pertemuan tersebut. lalu, terjadilah negoisasi antara kedua belah pihak mengenai

uang panai yang sesuai untuk diberikan kepada calon mempelai perempuan, dengan

melalui komunikasi komunikator saling mempengaruhi agar mendapatkan

kesepakatan yang sesuai.

2.2 Komunikasi sebagai Transaksi

Model komunikasi transaksional (transactional model of communication)

(Barnuld,1970) menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang

berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi sebagaimana

ditunjukkan pada gambar 1. Mengatakan bahwa komunikasi bersifat transaksional

berarti mengatakan bahwa proses tersebut kooperatif, pengirim dan penerima sama-

sama bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.

(Richard dan Lynn, 2009:14)

13

Gambar 2. Komunikasi Transaksional

Sumber: Pengantar Teori komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 3, 2009

Dalam komunikasi transaksional ini, ketika menjalin hubungan komunikasi agar

dapat membangun kesamaan antara komunikan dan komunikator maka

diperlukannya pengalaman yang sama dan pengalaman tersebut melihat dengan

kejadian masa lalunya. Apabila, memliki pengalaman yang sama maka menjalin

komunikasinya pun akan saling terhubung. Tetapi, dalam teori tersebut kedua pihak

digambarkan sebagai komunikator dan tidak ada pihak yang menjadi komunikan

karena mereka saling berpartisipasi aktif dalam proses komunikasi karena pada saat

terjalinnya komunikasi kita dapat sewaktu-waktu dapat sebagai pengirim pesan,

penerima pesan, atau justru melakukan kedua hal tersebut. oleh karenanya,

komunikasi transaksional merupakan negoisasi dalam berkomunikasi agar

mendapatkan kesamaan dan menumkan hasil yang telah disepakati secara bersama.

Ketika transaksional sedang berlangsung maka, peneliti menggunakan model

Tubbs yang dikembangkan oleh Stewart, L. Tubbs. Model ini menggambarkan

komunikasi paling mendasar, yaitu komunikasi dua-orang (diadik). Model

komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai transaksi, yang

mengamsusikan kedua peserta komunikasi sebagai pengirim dan sekaligus juga

penerima pesan. Prosesnya bersifat timbal balik atau saling mempengaruhi. Model

komunikasi Tubbs melukiskan, baik komunikator 1 atau komunikator 2 terus

menerus memperoleh masukan, yakni rangsangan yang berasal dari dalam ataupun

dari luar dirinya, yang sudah berlalu ataupun yang sedang berlangsung, juga semua

14

pengalamannya dalam dan pengetahuannya mengenai dunia fisik dan sosial yang

mereka peroleh lewat indra mereka.

Gambar 3. Model Tubbs

Sumber: Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2012

Model komunikasi transaksional ini dikemukakan oleh Barnlund. Dia

menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus

menerus dalam sebuah episode komunikasi. Model komunikasi transaksional

berarti bahwa proses komunikasi tersebut kooperatif, baik pengirim maupun

penerima sama-sama bertanggungjawabterhadap dampak dan efektivitas

komunikasi yang terjadiPesan dalam model Tubbs dapat berupa pesan verbal, juga

nonverbal, bisa disengaja ataupun tidak disengaja. Salurannya adalah alat indra,

ganguan dalam model Tubbs terbagi dua, gangguan teknis dan gangguan semantik.

15

Gangguan teknis merupakan faktor yang menyebabkan si penerima merasakan

perubahan dalam informasi atau rangsangan yang tiba lalu ganguan semantik

adalah pemberian makna yang berbeda atas lambang yang disampaiakan pengirim.

(Deddy Mulyana, 2012:166-168)

2.3 Komunikasi Interpersonal

Dalam proses transaksi untuk menentukan jumlah uang panai yang akan di

berikan kepada pihak perempuan, maka adanya aktivitas komunikasi yang terjadi

selama bernegosiasi. Karena, adanya proses tatap muka secara langsung dari

perwakilan setiap keluarga.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communicatioan) adalah komunikasi

antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap rekasi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun

nonverbal. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin

pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan

mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Kenyataanya komunikasi

tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda

dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televise atau lewat

teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepin genggam, E-mail, atau

telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing. (Deddy

Mulyana,2012:79—80)

Teori FIRO (Fundamental Interpesonal Relations Orientation) merupakan salah

satu teori yang berkaitan dengan hubungan interpersonal yang dikemukakan oleh

16

William C. Schultz. Teori ini menjelaskan perilaku interpersonal dalam

orientasinya dengan orang lain. Pola hubungan antar pribadi (interpersonal) dapat

dijelaskan dalam tiga kebutuhan interpersonal, yaitu inklusi atau keikutsertaan,

kontrol, dan afeksi. Inklusi adalah kebutuhan akan keikutsertaan, kebutuhan untuk

bergabung dengan orang lain. kontrol ialah kebutuhan untuk mendominasi orang

lain sampai kebutuhan untuk dikontrol sehingga ada rasa untuk mengendalikan

orang lain dalam suatau tatanan hirarki. Pada satu pihak orang ingin mengontrol

orang lain secara mutlak, sedangkan di pihak lain keinginan untuk dikontrol oleh

orang lain secara mutlak. Kebutuhan afeksi adalah erat hubungannya dengan

personal dan emotional feeling antara dua individu sehingga ingin memperoleh

keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. (Siti Zubaidah, 2013:47)

2.4 Stratifikasi Sosial (Social Stratification)

Stratifikasi sosial atau strata sosial adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di

dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat memiliki strata,

mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi. Menurut Piltirim Sorokim yang

dikutip dari Soekanto, Social Stratification adalah pembedaan penduduk dan

masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat, yaitu kelas-kelas tinggi

dan kelas-kelas rendah. Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas

sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (Uper Class), menengah (Middle

Class), dan bawah (Lower Class). (Burhan Bungin, 2009:49)

Di dalam tradisi uang panai yang dilakukan oleh masyarakat etnis Bugis, apabila

seorang perempuan mendapatkan uang panai dengan jumlah yang besar lalu,

17

dengan menyelenggarakan pesta pernikahan yang meriah maka hal itu akan

meningkatkan status sosialnya di dalam masyarakat. Karenanya, dasar

pembentukan kelas sosial adalah (a) ukuran kekayaan, (b) ukuran kepercayaan, (c)

besaran kekuasaan, (d) ukuran kehormatan, € ukuran ilmu pengetahuan dan

pendidikan. (Burhan Bungin, 2009:50).

Oleh karena itu, peneliti menggunakan Teori Penetrasi Sosial yang

dipopulerkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori penetrasi sosial secara

umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpsonal. Teori ini

menjelaskan proses berhubungan dengan orang lain yang mana terjadi proses

adaptasi di antara keduanya. Teori asli Altman dan Taylor didasarkan pada salah

satu gagasan yang paling terkenal dalam tradisi sosiopsikologis, masalah ekonomi

yang mengondisikan manusia membuat keputusan berdasarkan biaya dan manfaat.

Setiap keputusan merupakan keseimbangan antara biaya dan manfaat. Ketika

menerapkan prinsip ini pada interaksi manusia, kita melihat pada sebuah proses

yang disebut pertukaran sosial (social exchange). Dalam teori pertukaran sosial,

interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi untuk memaksimalkan

manfaat dan memperkecil biaya. (Stephen W. Littlejohn,2014:291-294)

Sehingga, berkaitan dengan teori yang digunakan, komunikasi yang terjalin

saaat negosiasi berjalan yakni adanya kedua belah pihak yang memiliki perwakilan

masing-masing dan dipilih berdasarkan pengalaman lalu orang yang dihormati di

dalam keluarga tersebut, yang mana adanya proses ikatan hubungan setiap individu

memiliki hubungan yang intim saat berkomunikasi. Lalu, teori pertukaran sosial

yakni, di dalam negosiasi saat memilih orang yang akan mewakili pertemuan

18

tersebut maka adanya hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan

suatu imbalan bagi kita, sehingga negosiasi akan berjalan sesuai dengan yang

diingkan oleh kedua belah pihak dan saling menguntukan. Maka, komunikasi antar

keluarga terjalin ketika negosiasi tersebut sampai meneyepakati jumlah uang panai

yang akan diberikan oleh pihak perempuan.

2.5 Komunikasi Kelompok

Ketika tradisi uang panai ini berlangsung maka ada beberapa orang yang

menghadiri pertemuan tersebut, sehingga komunikasi yang ada tidak hanya terjalin

oleh satu orang saja melainkan adanya beberapa orang yang turut hadir dalam

tradisi tersebut. Sehingga, adanya komunikasi kelompok di dalam tradisi uang

panai ini. Komunikasi kelompok yakni adanya hubungan akrab antara orang tua

dan anak sangat penting untuk di bangun di dalam keluarga, keakraban hubungan

itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu

waktu dan kesempatan.

Suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh

beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil

peranan, terikat satu sama lain, dan berkomunikasi tatap muka (Muhammad dalam

Marhaeni Fajar, 2009: 65)

Dalam komunikasi kelompok, tidak dapat dipungkiri adanya hambatan saat

berkomunikasi dengan lawan bicaranya, karena setiap kelompok memilki

kesamaan dalam pemamaham, ataupun budaya. Sehingga kelompok bersifat

19

homogen atau memiliki kesamaan. Berbeda dengan komunikasi yang dilakukan

hanya dua orang saja, karena tidak ada yang mempengaruhinya.

Di mana, komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang, tetapi

dalam jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga kalangan terbatas,

khusus bagi anggota kelompok tersebut. adapun karakteristik dari komunikasi

kelompok, antara lain: 1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat

homogen, 2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan

tindakan pada saat itu juga, 3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi

secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat

komunikasi sedang berlangsung, 4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat

rasional (terjadi pada komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi

pada komunikasi kelompok besar ), 5. Komunikator masih dapat meengetahui dan

mengenal komunikan meskipun hubungan terjadi tidak erat seperti pada

komunikasi interpersonal, 6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan

konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Marhaeni,2009:66).

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa

orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi,

dan sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto,2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau

lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat menginat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. (Marhaeni,2009:66)

20

Dari dua definisi komunikasi kelompok yang terdapat di atas memiliki

kesamaan, yaitu adanya proses tatap muka dan ada rencana kerja agar bisa

mencapat tujuan kelompok. “Kelompok adalah sekumpulan orang yang

mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan

bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari

kelompok tersebut (Deddy Mulyana,2005:67). Kelompok yang dimaksud ialah,

keluarga, kelompok pemecah masalah, kelompok diskusi.

2.6 Klasifikasi Kelompok Dan Karakteristik Komunikasinya

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan

sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi

kelompok (Marhaeni Fajar, 2009:67-69):

1) Kelompok primer dan sekunder

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994)

mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-

anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan

kerja sama.

Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya

berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin

Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya,

sebagai berikut:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,

21

menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam

suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang

menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder

komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok

sekunder nonpersonal.

3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada

aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok

sekunder instrumental.

5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok

sekunder formal.

2) Kelompok keanggotan dan kelompok rujukan

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan

(membership group) dan kelompok rujukan:

1. Kelompok keanggotaan

Kelompok yang anggota-anggotanya secara administrative dan fisik

menjadi anggota kelompok itu.

2. Kelompok Rujukan

Kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk menilai diri

sendiri atau membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi:

1. Fungsi komparatif

22

2. Fungsi normatif

3. Fungsi perspektif

3) Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:

deskriptif dan peskriptif. Katagori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok

dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan,

ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok tugas, kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,

misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.

b. Kelompok pertemuan, kelompok pertemuan adalah kelompok orang

yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi,

setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok

terapi dirumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan.

c. Kelompok penyadar, kelompok penyadar mempunyai tugas utama

menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner

radikal (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan

cukup banyak.

2.7 Tipe Komunikasi Dalam Kelompok

Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group) yakni

Permasalahan akan terjadi kapanpun baik masalah dengan diri sendiri ataupun

dengan orang lain, apabila seseorang memiliki masalah terhadap dirinya sendiri

maka ia lah yang harus mencari solusinya bagaiaman. Namun, berbeda dengan

23

sebuah kelompok karena di dalam kelompok terdapat seseorang yang di percaya

dan di dengarkan pendapatnya untuk memecahkan suatu masalah yang ada di

kelompoknya tersebut.

Orang-orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerja

bersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi. Dalam

sebuah keluarga misalnya, bagaimana seluruh anggota keluarga memecahkan

persoalan tentang cara –cara pembagian kerja yang memungkinkan mereka terlibat

dalam pekerjaan rumah tangga, seperti tugas apa yang harus dilakukan seorang

suami, apa yang menjadi tanggung jawab istri, dan pekerjaan-pekerjaan apa yang

dibebankan kepada anak-anaknya. Atau dalam contoh lain, bagaimana para warga

yang tergabung dalam satu Rukun Tetangga (RT) berusaha megorganisasi diri

mereka sendiri guna mencegah tindak pencurian melalui kegiatan sistem keamanan

lingkungan atau lebih dikenal dengan siskamling.

Problem solving group dalam operasionalisasinya melibatkan dua aktivitas

penting. Pertama, pengumpulan informasi (gathering information). Bagaimana

suatu kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan informasi

yang penting dan berguna untuk landasan pengmabilan keputusan tersebut. Dan

kedua adalah pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada

hasil pengumpulan informasi (Daryanto, Muljo Rahardjo, 2016:92).

2.8 Proses Pengambilan Keputusan dalam Kelompok

2.8.1 Pendapat Ahli

24

Ketika suatu permasalahan terjadi maka ada satu oran yang telah dipercayakan

untuk memberikan pendapatnya dalam memberikan solusi di kelompoknya

tersebut. karena, apabila tidak ada yang menjadi penengah maka permasalahan

tersebut tidak selesai. Oleh sebab itu, dalam sebuah kelompok terdapat seseorang

pendapat ahli yang memeliki kekuatan untuk mengambil sebuah keputusan.

Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi

predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya, memiliki kekuatan dan

kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan

bekerja dengan baik apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut

memang benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh

anggota kelompok lainnya. Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap

ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit menurunkan

indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang

berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik

untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak

setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam

kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit (Daryanto, Muljo

Rahardjo, 2016:94-95).

2.8.2 Negosiasi

Saat tradisi uang panai ini dilaksanakan oleh keluarga, maka rangkaian acara

tersebut ialah menemukan kesepakatan bersama atau negosiasi antar keluarga

berapa jumlah uang yang akan diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon

mempelai perempuannya.

25

Menurut Alan (N. Purnomolastu, Agus Wijaya dkk,2012:89) negosiasi adalah

suatu metode untuk mencapai suatu perjanjian dengan unsur-unsur koperatif

maupun kompetitif. Unsur koperatif diaman keduanya berusaha mencapai

kesepakatan yang dapat diterima bersama, adapun unsur kompetitif mengandung

pengertian bahwa mereka menginginkan hasil terbaik bagi dirinya sendiri. Adapun

tujuan dari negosiasi untuk mencapai tujuan yang sama karena pemahaman yang

berbeda agar dapat meneyelesaikan suatu masalah.

2.8.3 Kesepakatan

Kesepakatan atau consensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu

kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini

memiliki keuntungan, yaitu partisipasi penuh dari seluruh anggota akan dapat

meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para

anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu, metode consensus sangat

penting khususnya dalam keputusan yang berhubungan dengan persoalan-

persoalan yang kritis dan kompleks.

Namun demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui

kesepakatan ini tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangan, yang paling

menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama,

sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan yang mendesak

atau darurat.

Keempat metode pengambilan keputusan di atas menurut Adler dan Rodman,

tidak ada yang yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan

26

bahwa satu metode lebih unggul dibanding metode pengambilan keputusan lainnya.

Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung

pada faktor-faktor: 1. Jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan, 2. Tingkat

pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan 3. Kemampuan-

kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan

pengambilan keputusan tersebut (Daryanto, Muljo Rahardjo, 2016:94-95).

2.9 Komunikasi Pernikahan dan Budaya Komunikasi

Setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing, dengan kebudayaan yang

dimiliki maka itu sebuah ciri khas suku tersebut. karena ada kepercayaan atau mitos

yang di yakini di dalam tradisi-tradisi di berbagai suku sehingga kebudayaan

tersebut harus dipertahankan.

Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddayah, yaitu bentuk jamak

dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikan kebudayaan dapat

diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya adalah daya dan budi

yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu. kata budaya di sini hanya dipakai sebagai

suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan ari yang sama. Kata culture

merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan”. Berasal dari kata

latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tana atau

bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala daya upaya serta

tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam

(Koentjraningrat,2009:146).

27

Oleh karena itu, dengan adanya budaya menciptakan identitas yang berbeda

pada sekelompok orang, lalu, budaya yang dimiliki juga memiliki karakteristik

dalam nilai – nilai budayanya. Contohnya saja , dalam beberapa budaya yang

terdapat di Indonesia memiliki bahasa, pakaian, dialeg, kepercayaan, pesta

pernikahan, ritual kematian yang berbeda. Menurut Oswal budaya merupakan

karakteristik pola-pola prilaku hasil belajar dalam kelompok masyarakat. Oleh

karena itu, budaya merupakan suatu hal yang meliputi dalam beberapa aspek di

dalam kehidupan kita, yaitu dari pandangan hidup seseorang lalu keyakinan atau

sistem nilai yang diyakini oleh masyarakat dan berbagai mitos yang masyarakat

mempercayainya.

Menurut Koenjtraningrat, berpendapat bahwa unsur kebudyaan mempunyai

tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide, gagasan, nilai-nilai norma-norma

peraturan dan sebagainya, kedua sebagai suatu aktifitas kelakukan berpola dari

manusia dalam sebuah komunitas masyarakat, ketiga benda-benda hasil karya

manusia. (Konetjraningrat, 2009:150)

Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Karena, komunikasi

dapat terwujud apabila terdapat suatu gagasan yang akan disampaiakan oleh

seseorang. Dengan, menggunakan bahasa yang efektif lalu menggunakan bahasa

apa dan siapa yang akan menjadi sasaran untuk disampaikan pesan tersebut.

menurut, Linton (1945) budaya secara umum telah dianggap sebagai milik manusia,

dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial di mana didalamnya terdapat proses

peniruan.

28

2.9.1 Nilai dan Norma Budaya

Semua diskusi tentang kebudayaan selalu dimulai dengan pemahaman tentang

unsur kebudayaan, yakni budaya material dan budaya non material (Alo liliweri,

2007:48-57):

1. Budaya Material

Budaya material adalah objek material yang dihasilkan dan digunakan oleh

manusia mulai dari peralatan yang sederhana, peralatan rumah tangga, mesin-mesin

otomotif, hingga instrument yang digunakan dalam penyelidikan. Produk-produk

itu merupakan bagian penting untuk mendukung aktivitas kehidupan manusia setiap

hari. Dengan demikian, anggota budaya suatu masyarakat selalu berusaha dengan

cara berbeda-beda untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar

produk-produk material itu digunakan untuk mempertahankan hidup.

2. Budaya Nonmaterial

a. Nilai

Nilai merupakan sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai membimbing

manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan.

Dengan kata lain, nilai merupakan sesuatu yang abstrak tentang tujuan budaya yang

akan kita bangun bersama melalui bahasa, simbol, dan pesan-pesan verbal maupun

nonverbal.

29

b. Norma

Nilai dapat dibedakan dari norma. Kalau nilai hanya meliputi penilaian tentang

baik buruknya objek, peristiwa, tindakan, atau kondisi, sedangkan norma lebih

merupakan standar perilaku. Sebuah norma adalah aturan yang mengatur tentang

hukuman atau ganjaran dalam berbagai bentuk sesuai dengan variasi posisi sosial

orang dalam relasi antar manusia. Jadi, semua tindakan manusia memiliki objek

akibat tertentu dan norma secara khusus memberikan akibat sosial bagi seseorang

tatkala dia menampilkan tindakan itu. Kita mengenal beberapa bentuk norma,

antara lain cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat.

c. Cara

Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan

yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan yang menunjuk pada

perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

d. Kebiasaan

Sumnner mengartikan kebiasaan sebagai aturan adat istiadat yang dapat dilihat

dalam berbagai situasi, namun tidak cukup kuat untuk mengatur kelompok, dia

hanya kebiasaan-kebiasaan saja. Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan

berulang-berulang karena perbuatan itu disukai semua orang.

e. Tata kelakuan

Di samping cara dan kebiasaan, ada pula tata kelakuan yang hidup dalam suatu

kelompok manusia yang berguna sebagai alat pengawasan, secara sadar ataupun

30

tidak sadar. Ada tiga fungsi tata kelakuan. Pertama, tata kelakuan memberikan

batas-batas oada kelakuan-kelakuan individu. Merupakan alat yang memerintahkan

dan seligus melarang seseoraang anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan.

Kedua, tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya tata kelakuan

memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan

masyarakat yang berlaku dan mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang

karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri. Ketiga, tata kelakuan menjaga

solidaritas di antara anggota-anggota masyarakat.

f. Adat Istiadat

Tata kelakuan yang kekal serta terintegrasi secara kuat dengan pola-pola

perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau

adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menerima

sanksi yang keras kadang-kadang diberlakukan secara tidak langsung. Jadi, dalam

setiap budaya memiliki suatu pantangan dan hal tersebut telah diyakini oleh

masyarakat misalkan di dalam etnis bugis apabila seseorang yang tidak memiliki

siri’ (malu) maka orang tersebut tidak dianggap sebagai manusia, maka dari itu

masyarakat etnis bugis selalu berpegang teguh pada pindirian untuk menjaga harga

dirinya.

g. Kepercayaan

Kepercayaan atau keyakinan memang dimiliki oleh semua suku bangsa yang

pada awalnya bersumber dari sistem kepercayaan dalam kebudayaanya. Daniel E.

Hebding dan Leonard Glick mengemukakan belief dapat diartikan sebagai gagasan

31

yang dimiliki oleh orang tentang sebagian atau keseluruhan relitas dunia yang

mengelilingi dia. Dari definisi terlihat bahwa subjek dari kepercayaan manusia

tidak berhingga dan meliputi gagasan tentang individual, orang lain, dan setiap atau

semua aspek biologis fisik, sosial, maupun dunia supernatural. Kebalikan dari

kepercayaan adalah nilai yang dijadikan sebagai standar untuk menentukan sesuatu

itu baik atau buruk, sesuatu yang boleh atau tidak boleh.

h. Bahasa

Bahasa terdiri dari susunan kata-kata, kata-kata disusun oleh simbol sehingga

bahasa merupakan susunan berlapis dari simbol yang ditata menurut ilmu bahasa.

Karena, simbol-simbol itu berasal dari bunyi, ucapan yang dibentuk oleh sebuah

kebudayaan maka kata-kata maupun bahasa dibentuk pula oleh sebuah kebudayaan.

Jadi, bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang

mempengaruhi penerimaan dan perilaku manusia, perasaan dan kecenderungan

manusia untuk bertindak mengatasi dunia sekeliling.

2.9.2 Pernikahan

Pernikahan ialah hubungan yang terikat antara dua orang yang telah

menyepakati sesuai dengan ajaran agama untuk hidup bersama hingga maut

memisahkan. Oleh karenanya, untuk mencapai keluarga yang memiliki hubungan

yang erat diperlukannya ikatan yang kuat atara rasa cinta dan kasih sayang satu

sama lain.

Sebuah pernikahan yang melibatkan banyak saksi dan melihat saat

mengucapkan janji suci dihadapan Tuhan dan banyak orang, lalu sebuah janji suci

32

yang harus di jaga atau dipertanggungjawabkan antara kedua belah pihak dan

apabila diingkari maka itu sebuah hal yang tidak diinginkan oleh setiap orang. Maka

dari itu, setiap pasangan suami dan istri harus mempertahankan janji yang telah

diucapkan.

Menurut Bachtiar (2004) definisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya

dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu

yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak,

bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan dibangun karena adanya

rasa saling mencintai dan menyayangi, lalu untuk menuju sebuah pernikahan

tidaklah mudah seperti mempersiapkan batin dan biaya agar bisa melaksanakan

sebuah pernikahan (Erika Diananda, 2016:418).

Lalu, karena setiap pernikahan memakan biaya yang tidak murah maka orang

berusaha untuk mendapatkan dan mencari uang agar dapat melaksanakan suatu

pernikahan. Oleh sebab itu, setiap manusia berusaha untuk mempertahankan

pernikahannya karena melihat perjuangan yang telah dilakukan hingga dapat

melangsungkan acara pernikahan. Misalnya dalam etnis bugis agar dapat

melakukan serangkaian acara pernikahan maka untuk melamar seorang perempuan

dari etnis bugis bagi calon pria yang hendak melamar hendaknya menyiapkan uang

panai yang akan diberikan kepada calon mempelai perempuannya, yang mana uang

panai tersebut akan digunakan untuk biaya pernikahan dan menentukan uang panai

ini tergantung dari status sosial, pendidikan dan inflasi suatu daerah.

33

2.12 Penelitian Terdahulu

Choirunisa Anggih Pratiwi (B76212096) Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya jurusan Ilmu Komunikasi pada tahun 2016 melakukan suatu

penelitian dengan judul Budaya Remo Sebagai Komunikasi Budaya Dikalangan

Etnis Madura yang membuat suatu kesimpulan bahwa penelitian ini ditemukan

bahwa komunikasi budaya di kalangan etnis Madura dalam budaya remo

berlangsung sangat baik. Komunikasi juga berpedan penting dalam menyelesaikan

konflik yang ada dalam budaya remo. Oleh sebab itu pada penelitian ini

dibandingkan dengan penelitian diatas yaitu, perbedaan dalam memilih subjek dan

objek penelitian lalu dalam permasalahan yang diangkat juga berbeda karena

penelitian saya mengangkat bagaimana proses negosiasi yang dilakukan dalam

tradisi uang panai. Namun, persamaan dalam menggunakan metode penelitian yang

sama yakni teknik analisis model Miles dan Huberman.