bab ii tinjauan pustaka 2.1. perilaku unsur...

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR MINOR DALAM PELEBURAN TEMBAGA 2.1.1. Unsur-unsur minor dalam fasa leburan tembaga Termodinamika dapat digunakan untuk memprediksi perilaku unsur minor di dalam lelehan tembaga. Untuk menggunakan prinsip-prinsip termodinamika ini diperlukan beberapa asumsi. Asumsi utama adalah bahwa proses berlangsung sampai tercapai kesetimbangan kimia . Karena proses peleburan tembaga berlangsung pada temperatur tinggi dan terjadi turbulensi yang kuat sehingga secara kinetik proses berlangsung dengan cepat. Menurut Harris 13) , komposisi matte industri sangat dekat dengan garis Cu 2 S-FeS pada sistem terner Cu-S-Fe sehingga seringkali matte tembaga dianggap terikat secara kovalen (gambar 2.1). Perilaku termodinamik matte tembaga berkadar tinggi dapat dijelaskan dengan teori lelehan ionik. Dalam kondisi sebenarnya matte tembaga terdiri dari campuran ionik dan kovalen tapi fenomena yang berkaitan dengan distribusi unsur minor dapat dijelaskan lebih baik dengan menggunakan teori ionik. Dalam teori ionik matte tembaga digambarkan sebagai jejaring ion kompleks yang terdiri dari ion S 2- yang besar dan ion Cu + dan Fe 2+ yang berukuran kecil. Gambar 2.2 berikut menunjukkan perbandingan gambaran ukuran ion dari beberapa eleman yang ada dalam leburan tembaga. Dalam matte grade (kandungan tembaga dalam lelehan) tinggi, arsen dan antimoni sebagian besar berada dalam bentuk molekul. Karena

Upload: lamduong

Post on 03-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PERILAKU UNSUR MINOR DALAM PELEBURAN

TEMBAGA

2.1.1. Unsur-unsur minor dalam fasa leburan tembaga

Termodinamika dapat digunakan untuk memprediksi perilaku unsur minor

di dalam lelehan tembaga. Untuk menggunakan prinsip-prinsip

termodinamika ini diperlukan beberapa asumsi. Asumsi utama adalah

bahwa proses berlangsung sampai tercapai kesetimbangan kimia . Karena

proses peleburan tembaga berlangsung pada temperatur tinggi dan terjadi

turbulensi yang kuat sehingga secara kinetik proses berlangsung dengan

cepat. Menurut Harris13), komposisi matte industri sangat dekat dengan

garis Cu2S-FeS pada sistem terner Cu-S-Fe sehingga seringkali matte

tembaga dianggap terikat secara kovalen (gambar 2.1). Perilaku

termodinamik matte tembaga berkadar tinggi dapat dijelaskan dengan teori

lelehan ionik. Dalam kondisi sebenarnya matte tembaga terdiri dari

campuran ionik dan kovalen tapi fenomena yang berkaitan dengan

distribusi unsur minor dapat dijelaskan lebih baik dengan menggunakan

teori ionik.

Dalam teori ionik matte tembaga digambarkan sebagai jejaring ion

kompleks yang terdiri dari ion S2- yang besar dan ion Cu+ dan Fe2+ yang

berukuran kecil. Gambar 2.2 berikut menunjukkan perbandingan

gambaran ukuran ion dari beberapa eleman yang ada dalam leburan

tembaga. Dalam matte grade (kandungan tembaga dalam lelehan) tinggi,

arsen dan antimoni sebagian besar berada dalam bentuk molekul. Karena

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

ukurannya yang relatif besar dibandingkan dengan ion Cu2+ dan Fe2+,

maka mereka akan menggantikan S2- dalam lelehan.

Gambar 2.1 Diagram terner Cu-Fe-S14)

Gambar 2.2 Pengaruh valensi pada ukuran ion13)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

Komponen-komponen fasa terak sebagian berada dalam bentuk ionik.

Dalam tanur peleburan tembaga, terak sebagian besar terdiri dari kation

besi dan anion silikat yang saling berhubungan berbentuk cincin (Gambar

2.3).

Gambar 2.3 Struktur terak15)

Setelah melalui proses dalam tanur konversi (converting furnace)

diperoleh tembaga dalam bentuk blister. Dalam blister struktur lelehan

tembaga tidak dalam bentuk ionik tetapi dalam bentuk kovalen. Dengan

demikian teori ionik tidak dapat digunakan untuk menggambarkan

distribusi unsur minor di dalam lelehan tembaga. Dalam blister unsur

minor berada dalam bentuk bebasnya (atomik).

Terjebaknya unsur minor dalam lelehan blister tembaga, serta proses

pemisahan yang tidak sesuai dengan kondisi ideal menyebabkan masih

adanya unsur minor dalam blister tembaga. Untuk itu diperlukan proses

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

pemurnian guna mendapatkan kandungan tembaga yang sesuai dengan

spesifikasi anoda tembaga. Mekanisme yang sering digunakan untuk

pemisahan unsur minor ke fasa terak adalah oksidasi.

Spesi metalik atau sulfat dapat juga masuk ke dalam terak yang

diakibatkan oleh terbatasnya kelarutan fisik unsur minor dalam bentuk

tersebut atau dapat juga disebabkan terperangkapnya matte dalam terak.

Hal ini tidak dapat diabaikan karena lebih dari 25% keberadaan unsur

minor di dalam terak disebabkan oleh terperangkapnya blister dalam terak.

Fenomena ini disebabkan oleh tingginya proses turbulensi yang

disebabkan oleh desain alat dan proses produksi.

Selain ke dalam terak unsur minor juga dapat terbuang dalam bentuk gas

melalui proses penguapan menjadi fasa gas. Penguapannya merupakan

proses sederhana yang melibatkan transfer massa spesi dari fasa lelehan ke

fase gas. Potensial transfer spesi menjadi gas proporsional dengan tekanan

uap spesi dalam lelehan didefinisikan dalam persamaan 2.113).

(2.1)

Keterangan:

pi : tekanan uap unsur

i : bentuk metalik, sulfida atau oksida dari unsur minor

γ : koefisien aktivitas Raoult

xi : fraksi mol unsur minor

Pio : tekanan uap unsur minor murni

Penghilangan pengotor pada tembaga dapat dilakukan dengan cara transfer

ke dalam terak atau melalui penguapan. Semua peleburan tembaga

mengembangkan sendiri kondisi optimum sebagai parameter operasi. Hal

ini menyebabkan perbedaan distribusi unsur minor. Untuk mengetahui

kuantitas distribusi unsur minor dalam tanur peleburan maka digunakan

koefisien partisi dan koefisien distribusi (sub bab 2.1.3).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1.2. Termodinamika unsur minor dalam leburan tembaga

Unsur-unsur minor yang terlarut dalam leburan tembaga blister terdiri dari:

Fe, As, Pb, Zn, Se, Bi, Sb, Cd, Te, Ni dan S. Dari diagram Ellingham-

Richardson pada Gambar 2.2 terlihat pada temperatur rata-rata operasi

1473K reaksi oksidasi yang memiliki nilai ΔGo lebih negatif cenderung

lebih mudah berlangsung.

Gambar 2.4 Diagram Ellingham untuk reaksi oksidasi21)

Aktivitas pengotor dalam leburan dipengaruhi oleh nilai koefisien

aktivitasnya. Koefisien aktivitas ini dapat meningkat atau menurun

tergantung pada keberadaan unsur terlarut lain di dalam leburan logam.

Koefisien aktivitas logam pengotor terlarut dalam leburan tembaga

dicantumkan pada Tabel 2.1.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11

Tabel 2.1 Koefisien Aktivitas Raoult pada 1523 K13)

Dari data pada Tabel 2.1 dapat disimpulkan bahwa unsur As dan Sb di

dalam logam tembaga cenderung lebih stabil daripada Bi, Ni dan Pb,

karena secara umum koefisien aktivitas sebanding dengan kelarutan.. Hal

ini secara teoretis menguntungkan ditinjau dari termodinamika proses

oksidasi untuk mempertahankan As di dalam fasa logam.

Antrekowitsch3) mencoba menggambarkan hubungan antara temperatur

dan koefisien aktivitas, sehingga didapatkan diagram seperti yang terlihat

di gambar 2.5.

Gambar 2.5 Koefisien aktivitas beberapa logam dalam lelehan tembaga3)

As 0,0007

Sb 0,02

Bi 2,3

Pb 4,9

Ni 2,5

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12

Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya suhu

dalam leburan tembaga, koefisien aktivitas Zn dan Sn meningkat,

sehingga dapat disimpulkan bahwa pada aktivitas pengotor tetap,

konsentrasinya menurun. Hal sebaliknya berlaku untuk pengotor Fe, Pb,

dan Ni, konsentrasinya dalam leburan cenderung meningkat dengan

naiknya suhu. Dengan demikian proses oksidasi untuk menurunkan Zn dan

Sn dalam leburan akan semakin baik pada suhu yang semakin tinggi dan

sebaliknya bagi unsur Fe, Pb, dan Ni.

Pembentukan oksida suatu pengotor dalam leburan akan terjadi jika

aktivitas oksigen dalam leburan lewat jenuh. Pada kelarutan oksigen yang

lewat jenuh tersebut, kesetimbangan akan terjadi antara pengotor dalam

leburan dan oksidanya. Oksida yang terbentuk akan terdorong ke fasa

terak. Oksida ini dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya untuk

memasok atau mengakomodasi oksigen. Oksida yang dapat

mengakomodasi ion oksigen dikenal sebagai oksida asam, dan sebaliknya

yaitu oksida basa. Oksida yang mampu bersifat sebagai oksida asam dalam

terak basa dan berlaku sebagai oksida basa dalam terak asam adalah oksida

amfoter. Dalam pemurnian oksidasi, terak mempunyai kemampuan untuk

mengoksidasi unsur-unsur terlarut dalam leburan. Kemampuan ini dikenal

dengan kapasitas oksidasi terak. Terak yang mempunyai kapasitas oksidasi

yang tinggi adalah terak yang dapat memasok oksigen terlarut yang tinggi

ke dalam leburan di bawahnya. Salah satu terak yang sering digunakan

dalam proses pemurnian oksidasi adalah terak fayalit (gambar 2.6).

Antrekowitsch3) menunjukkan bahwa koefisien aktivitas oksida logam

adalah fungsi dari temperatur, potensial oksigen dan komposisi terak.

Pengaruh temperatur terhadap koefisien aktivitas dalam terak fayalit

ditunjukkan pada gambar 2.7.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13

Gambar 2.6 Diagram terner untuk terak fayalit14)

Gambar 2.7 Koefisien aktivitas oksida logam pada terak fayalit3)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14

Dari gambar 2.7 terlihat bahwa nilai koefisien aktivitas NiO, SnO dan ZnO

cenderung turun dengan naiknya temperatur, sehingga lebih stabil berada

di dalam terak. Sedangkan koefisien aktivitas Cu2O dan PbO cenderung

stabil dengan kenaikan temperatur. Dapat disimpulkan kenaikan

temperatur akan meningkatkan konsentrasi NiO, SnO dan ZnO dalam

terak fayalit tetapi tidak berpengaruh pada konsentrasi Cu2O dan PbO.

2.1.3. Partisi dan distribusi pengotor (unsur minor) dalam leburan tembaga

2.1.3.1 Koefisien partisi

Partisi adalah bagian dari unsur yang berada dalam fasa tertentu dari total

umpan. Besaran dari partisi disebut koefisien partisi yang dapat

didefinisikan sebagai13):

              

%  %  

(2.2)

Dimana koefisien partisi dievaluasi untuk fasa j ( seperti matte, logam,

terak atau gas) dan M = As,Bi, Sb. Pb, Ni. Koefisien ini biasanya

digunakan sebagai pendekatan engineering untuk melihat distribusi unsur

minor. Koefisien partisi ini tidak dapat dikaitkan dengan besaran-besaran

termodinamika. Oleh karena itu didefinisikan koefisien distribusi.

2.1.3.2 Koefisien Distribusi

Koefisien distribusi adalah rasio komposisi logam diantara 2 fasa pada

kesetimbangan13)

⁄ %    

%     (2.3)

Keterangan :

L : koefisien distribusi

i : terak, gas pada sistem lelehan tembaga.

j : matte, tembaga,.

M : As, Sb, Bi, Pb, Ni

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15

Pada sistem kesetimbangan seperti pada matte/terak atau tembaga/terak,

koefisien distribusi lebih akurat daripada koefisien partisi karena dapat

dikaitkan dengan termodinamika sistem. Untuk reaksi berikut :

    (2.4)

Konstanta kesetimbangan (KT) pada temperatur T diberikan sebagai :

    ⁄ (2.5)

Dimana a, pada sistem terak/tembaga, adalah aktivitas dari spesi dan pO2

adalah tekanan parsial oksigen pada antarmuka terak/tembaga. Aktivitas

dari spesi didefinisikan dalam persamaan 2.6.

a = (γM) (χM) (2.6)

Keterangan:

γM : koefisien aktivitas unsur

χM : fraksi mol unsur

Dan fraksi mol (pers 2.6) dapat diubah ke fraksi massa dengan :

  

 

 %   (2.7)

Rasio distribusi untuk unsur M dapat diperoleh dengan menurunkan

persamaan 2.7 sehingga didapatkan:

/ ⁄  

(2.8)

Keterangan:

/ : koefisien distribusi unsur M

KT : konstanta reaksi

pO2 : tekanan parsial oksigen

γMO : koefisien aktivitas oksida unsur M

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16

γM : koefisien aktivitas unsur M

MWterak : massa unsur M dalam terak

MWtembaga : massa unsur M dalam tembaga

Penurunan persamaan 2.8 dapat dilihat di lampiran D

Pada temperatur tertentu Kt mempunyai nilai tetap dan telah diketahui.

Dengan demikian variasi rasio ini hanya bergantung dari tekanan parsial

oksigen dan koefisien aktivitas untuk sistem tembaga dan terak. Koefisien

aktivitas unsur di dalam terak ditentukan oleh sifat kimia terak. Di sisi lain,

tekanan parsial oksigen dan koefisien aktivitas dalam tembaga tergantung

dari parameter operasi seperti pengayaan oksigen dan grade tembaga.

Koefisien distribusi tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti berat

terak dan tembaga sebagaimana koefisien partisi. Sehingga walaupun ada

perubahan berat input nilai L akan tetap selama tidak ada perubahan secara

termodinamik.

Untuk tembaga dengan kesetimbangan tiga fasa (tembaga, terak dan gas)

koefisien partisi dapat diubah menjadi koefisien distribusi bila berat relatif

dari 2 fasa lelehan diketahui.

/    ⁄   (2.9)

Keterangan:

: koefisien partisi unsur M dalam tembaga

: koefisien partisi unsur M dalam terak

Penjumlahan koefisien partisi sama dengan satu atau dalam tanur

peleburan dapat ditulis:

1 (2.10)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17

Jika partisi ke gas diketahui atau diasumsikan, dan uji tembaga dan

terak tersedia maka dapat diperoleh nilai partisi dari blister.

⁄   

(2.11)

Sementara menurut Riveros19), koefisien distribusi dapat ditulis dalam

persamaan berikut:

/ %%

100                    %

    (2.12)

Dimana :

Mterak dan MM : berat rata-rata molekul terak dan berat molekul unsur M.

FM dan fO : koefisien aktivitas unsur M dan oksigen

y : setengah valensi unsur M dalam oksida

K : konstanta kesetimbangan reaksi

% : persentasi oksigen dalam tembaga

: koefisien aktivitas oksida

Sehingga dari persamaan 2.12 koefisien distribusi terutama akan

bergantung dari dua variabel:

1. Derajat oksidasi sistem yang diukur dari kandungan oksigen yang ada

di dalam tembaga, atau dengan tekanan oksigen kesetimbangan

2. Koefisien aktivitas dari oksida pengotor di dalam terak γMoy, yang

dikendalikan melalui komposisi kimia terak.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18

2.1.4 Perilaku unsur minor dalam proses pemurnian anoda

2.1.4.1 Pengaruh grade tembaga

Distribusi unsur minor dalam tembaga pada kesetimbangan dengan terak

proses pemurnian anoda pada umumnya diturunkan dari teori

kesetimbangan terak dan matte. Secara umum distribusi unsur antara terak

dengan matte dapat dipakai untuk menganalogikan distribusi antara

tembaga dengan terak dengan catatan hubungan termodinamika, aktivitas

dan koefisien aktivitas dalam tembaga harus disesuaikan karena perbedaan

struktur dengan matte.

Secara teoritis, pengaruh kadar matte pada kesetimbangan matte/terak

dapat dilihat dari persamaan 2.8.

/ ⁄  

(2.8)

 

Gambar 2.8 Pengaruh kadar tembaga terhadap

koefisien distribusi arsen13)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19

Dari kurva 2.8 terlihat bahwa koefisien distribusi arsen cenderung

meningkat dengan semakin meningkatnya kadar Cu. Dari persamaan / (Persamaan 2.8) terlihat bahwa tekanan parsial oksigen pada

antarmuka dan γM di matte adalah variabel yang dipengaruhi oleh kadar

Cu. KT tetap pada temperatur tertentu dan γMO bergantung dari sistem

terak yang digunakan. Tekanan parsial oksigen pada lelehan tembaga oleh

persamaan:

3 2   ⁄ (2.13)

Konstanta kesetimbangan reaksinya adalah:

⁄ (2.14)

Sehingga tekanan parsial oksigen dapat ditulis :

(2.15)

Kadar besi di dalam matte (%Fe)matte memiliki pengaruh langsung pada

potensial oksigen sistem oleh aFeS seperti terlihat dari persamaan diatas

% ⁄ . Kandungan besi dalam

matte mungkin adalah indikasi terbaik dari tekanan parsial oksigen. Tetapi

indikasi yang biasa digunakan dalam dunia industri adalah berdasarkan

grade Cu (%Cu dalam matte). Metode ini memang tidak seakurat %Fe

tetapi cukup memberikan hasil yang memuaskan karena tembaga adalah

unsur logam utama.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20

Gambar 2.9 Diagram fasa biner Cu dan As13)

Afinitas suatu unsur terhadap tembaga dapat dievaluasi secara kualitatif

dengan melihat diagram fasa biner. Pada daerah konsentrasi rendah,

keberadaan beberapa fasa stabil menunjukkan tingginya afinitas antara

kedua logam. Diagram fasa biner unsur minor dengan tembaga dapat

dilihat dari gambar 2.9. Terlihat bahwa pada konsentrasi Cu besar dan As

kecil, arsen dan tembaga berada dalam fasa stabilnya. Untuk mengetahui

pengaruh grade matte terhadap konsentrasi unsur minor dapat dilihat dari

koefisien aktivitas unsur minor. Seperti terlihat di gambar 2.10 ,

dan semakin kecil dengan meningkatnya grade matte. Maka untuk Bi

dan Sb nilai / akan naik dengan meningkatnya grade matte

karena dominannya pO2. Sedangkan untuk arsen peningkatan /

disebabkan oleh efek dominan dari kenaikan dengan meningkatnya

tekanan parsial oksigen.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21

Gambar 2.10 Pengaruh grade matte terhadap

koefisien aktivitas unsur terlarut13)

Untuk blister perilaku unsur minor dalam lelehan dapat dianalogikan

dengan kondisi dalam matte. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam penggunaannya. Dalam matte unsur-unsur berada

dalam bentuk ionik sedangkan dalam blister unsur-unsur berada dalam

bentuk atomik/kovalen. Perubahan kadar tembaga dalam matte relatif

besar dimana gradenya berkisar antara 40-70% sementara dalam blister

grade blister berkisar antara 97-99,8%. Kadar sulfur dalam blister jauh

lebih kecil (0,001-0,03%) daripada matte karena sebagian besar sulfur

telah teroksidasi dalam proses di tanur konversi.

2.1.4.2 Pengaruh oksigen terlarut

Untuk membentuk oksida arsen bereaksi dengan oksigen yang terlarut

dalam lelehan tembaga. Semakin besar kandungan oksigen terlarut,

semakin banyak arsen yang teroksidasi seperti yang ditunjukkan di gambar

2.11. dari gambar 2.11 terlihat bahwa pada kosentrasi oksigen tertentu

(>7000ppm) koefisien distribusi arsen turun. Fenomena ini mungkin

disebabkan arsen dari terak melarut kembali ke dalam tembaga akibat

turunnya koefisien aktivitas arsen dalam lelehan tembaga. Menurut

Acuna1) hal tersebut disebabkan pada konsentrasi oksigen terlarut yang

tinggi, peningkatan kandungan oksigen terlarut justru cenderung

menurunkan koefisien aktivitas arsen dalam lelehan tembaga.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 22

Gambar 2.11 Pengaruh oksigen terlarut pada

koefisien distribusi arsen1)

2.1.4.3 Pengaruh Temperatur

Pada umumnya proses oksidasi adalah proses eksotermik dimana reaksi

berlangsung lebih baik pada temperatur yang relatif lebih rendah. Tetapi

proses pemurnian oksidasi adalah proses yang berlangsung pada

temperatur tinggi dengan tujuan agar secara kinetik proses oksidasi

berlangsung dengan cepat. Pengaruh temperatur terhadap pemisahan arsen

ke dalam terak juga dapat dilihat dari pengaruh temperatur terhadap

koefisien aktivitas. Zhong25) merumuskan suatu persamaan yang

menunjukkan pengaruh temperatur terhadap koefisien aktivitas:

   9,09 1,3 . 10 (1473 K≤ T ≤1533 K) (2.16)

Dari persamaan 2.16 tampak bahwa dengan kenaikan temperatur koefisien

aktivitas arsen akan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi temperatur operasi yang digunakan maka semakin stabil arsen

didalam tembaga.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23

2.2 PERILAKU UNSUR MINOR DALAM TERAK 2.2.1 Bahan imbuh

Salah satu cara untuk mengatur koefisien aktivitas dalam proses

pemurnian tembaga adalah dengan penggunaan bahan imbuh yang sesuai.

Dengan penambahan bahan imbuh maka diharapkan didapatkan terak

dengan kondisi yang dibutuhkan. Bahan imbuh tersebut dapat

dikelompokkan menjadi16):

1. Bahan imbuh alkali

Bahan imbuh alkali (Na2CO3, CaCO3, CaO, Li2CO3, K2CO3)

digunakan untuk meningkatkan kebasaan terak dan menurunkan

koefisien aktivitas oksida arsen dan antimoni di dalam terak.

Reaksi antara unsur minor dan bahan imbuh sebagai berikut:

3 2 , 3 5

3 . 3

3 2 , 3 5

3 .

2. Bahan imbuh asam

Senyawa karbonat atau oksida basa lainnya tidak cocok digunakan

dalam penghilangan Pb ke fasa terak dikarenakan PbO bersifat oksida

basa. Penghilangan Pb dapat dilakukan dengan penambahan oksida

asam seperti SiO2, P2O5, atau B2O3 karena sifatnya yang menurunkan

koefisien aktivitas PbO. Reaksi yang menjelaskan penghilangan Pb

adalah sebagai berikut:

.

3. Bahan imbuh halida

Senyawa klorida dan fluorida diinjeksikan dalam bentuk padatan atau

gas sehingga akan membentuk senyawa halida dengan unsur minor

yang mudah menguap dari fasa leburan. Senyawa yang sering

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24

digunakan adalah SF6. Reaksi penghilangan As, Sb, atau Bi dengan

menginjeksikan SF6 adalah sebagai berikut:

2 , ,

2 , ,

Dari percobaan laboratorium yang dilakukan oleh Larouche(17)

didapatkan bahwa proses oksidasi unsur minor tersebut dengan urutan

sebagai berikut: Sb-As-Bi. Selain SF6 halida lain yang dapat

digunakan adalah klorida. Klorida dapat digunakan dalam bentuk

padatan seperti MgCl2, CaCl2, dll.oleh karena itu reaksinya terdiri dari

dua macam reaksi yaitu rekasi dekomposisi dan reaksi dengan unsur

minor:

, ,

, , , ,

2.2.2 Kebasaan terak

Penambahan bahan imbuh dalam proses pemurnian oksidasi

mempengaruhi sifat terak yang dihasilkan dari proses tersebut. Salah satu

sifat yang dipengaruhi adalah indeks kebasaan terak. Indeks kebasaan

terak didefinisikan sebagai1):

%  /  % (2.17)

Arsen adalah unsur yang amfoter, dalam kata lain dapat bersifat sebagai

basa maupun asam. Oleh karena itu arsen secara teoritis seharusnya dapat

teroksidasi dengan baik pada kondisi terak asam dan basa. Tetapi dari

urutan tingkat kebasaan oksidanya (gambar 2.12)15) terlihat bahwa oksida

arsen cenderung bersifat asam, akibatnya arsen akan lebih mudah masuk

ke dalam terak yang bersifat basa. Hasil studi Acuna1) juga menunjukkan

bahwa nilai koefisien distribusi arsen meningkat dengan naiknya indeks

kebasaan terak (gambar 2.13)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 25

Gambar 2.12 Urutan tingkat kebasaan oksida unsur-unsur15)

Gambar 2.13 Pengaruh indeks kebasaan terhadap koefisien

distribusi arsen1)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26

2.2.3 Teori aktivitas unsur-unsur di dalam terak

Dalam menentukan koefisien aktivitas unsur dalam terak, ada beberapa

teori yang menjelaskan perilaku unsur di dalam terak. Teori-teori tersebut

terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu teori ionik dan teori molekul.

Tetapi karena unsur minor di dalam terak berada dalam bentuk ionik maka

digunakan teori ionik untuk menjelaskan perilaku unsur minor tersebut.

Teori ionik sendiri dikelompokkan menjadi tiga yaitu8):

1. Teori Temkin

Menurut Temkin, terak adalah larutan yang seluruhnya terdisosiasi

kedalam bentuk ion tanpa ada interaksi antara ion dengan muatan yang

sama. Sehingga lelehan garam atau oksida kemudian dapat

diasumsikan terdiri dari dua larutan ideal, kation dan anion. Dengan

hipotesis tersebut maka dapat dituliskan aktivitas ion sebagai berikut:

Σ (2.18)

Σ (2.19)

Keterangan :

a : aktivitas kation(i+) atau anion (j-)

N : molalitas unsur dalam larutan

n : mol unsur dalam larutan

Untuk menggambarkan kondisi standar dari komponen ij dalam larutan

ini maka ditentukan kesetimbangan sebagai berikut:

(2.20)

Energy bebas reaksi diatas adalah nol sehingga Δ . Jika

unsur murni dalam kesetimbangan dengan ionnya dianggap sebagai

kondisi standar maka energi bebas adalah nol dan K = 1:

1 (2.21)

Sehingga aktivitas ij dapat ditulis : .

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27

2. Teori Flood

Teori Flood sebagian berdasarkan teori Temkin dan menganggap

kesetimbangan terdiri dari unsur terlarut dalam fasa logam dan unsur

penyusunnya dalam terak. Sebagai contoh kesetimbangan antara

sulfur-oksigen diantara logam dan terak :

  (2.22)

konstanta kesetimbangan dapat ditulis:

.

. (2.23)

Menurut definisi Temkin aktivitas anion S2- dan O2- sama dengan

fraksi anion dan . Sehingga konstanta kesetimbangan

akan menjadi:

% . .

% . .′. (2.24)

Dimana: ′  % .

% .

f : fraksi ionik

dengan mengikuti hukum Henry maka nilai K mendekati nilai K’

3. Teori Mason

Teori Mason dapat digunakan untuk menghitung aktivitas oksida basa

di dalam terak silikat. Menurut Mason, terak adalah larutan kompleks

yang mengandung anion polimer silikat, derajat polimerisasi diatur

dengan karakter dan kuantitas oksida basa yang tersedia. Sehingga

terak yang sangat basa akan mengandung silika yang sebagian besar

berada dalam bentuk dan terak yang lebih asam akan

mengandung ion , , , … . , , semua

berada dalam kondisi kesetimbangan satu dengan yang lain.

Kesetimbangan masing-masing dapat ditulis:

      (2.25)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28

      (2.26)

      (2.27)

Karena semua reaksi terdiri dari penambahan tetrahedron silika pada

rantai yang ada, dapat diasumsikan sebagai pendekatan pertama bahwa

energi bebas sama pada konstanta kesetimbangan.

  

  . (2.28)

  

  . 

.   (2.29)

      . 

. (2.30)

ΣN        +  . . (2.31)

Ketika hanya terdapat ion silikat dan ion oksigen, teori Temkin

memberikan:

ΣN   1   (2.32)

Sehingga   

Kandungan silika ditentukan dari analisa kimia, dapat dikaitkan

dengan sebagai berikut:

    

(2.33)

      …..

   …. (2.34)

  1 3 

  ⁄ (2.35)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 29

Teori molekul yang dajukan oleh Schenck23) mengasumsikan kondisi ideal

dari semua molekul yang ada di dalam terak. oksida-oksida sederhana

(CAO, MgO, FeO Al2O3, MnO,dll) bergabung untuk membentuk molekul

kompleks seperti CaAl2O4, Ca4P2O4, dll , atau tetap berada dalam kondisi

bebas. Tiap-tiap oksida kemudian akan berada dalam bentuk yang berbeda

dalam kondisi setimbang dan bergantung pada kandungan relatif dari

oksida lain. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka ditentukan

terlebih dahulu semua molekul yang mungkin terbentuk. Misal pada terak

yang mengandung FeO, CaO, dan SiO2, molekul yang mungkin terbentuk

sebagian besar adalah FeO,CaO,Ca2SiO4, CaSiO3, FeSiO3, FeSiO4,

Ca2Si2O6 dan Ca4Si2O8. Untuk menentukan fraksi mol diperlukan delapan

persamaan. Tiga diantaranya diperoleh dari kesetimbangan massa. Untuk

kalsium oksida persamaan dan kesetimbangan massa dapat ditulis:

S O 2 S O 2 S O 4 S O   (2.36)

Jumlah mol total dari , dan didapatkan dari hasil analisa

kimia terak. Sedangkan lima persamaan yang lain diturunkan dari

konstanta kesetimbangan:

   2  .    / 

  2      / 

Dengan menyelesaikan delapan persamaan tersebut maka akan

dimungkinkan untuk menentukan fraksi mol dari spesi sebenarnya yang

akan terdapat di dalam terak yang berada dalam kondisi ideal. Dalam

kesetimbangan logam-terak hanya spesi bebas yang dapat ikut dalam

reaksi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30

2.2.4 Kapasitas arsen

Untuk mengetahui kemampuan terak mengikat unsur minor dalam bentuk

oksidanya maka salah satu metode yang umum digunakan adalah

perhitungan kapasitas unsur minor. Reddy11) membuat suatu model untuk

memprediksi nilai kapasitas arsenat di dalam terak. Dalam sistem MO-

SiO2 kesetimbangan reaksi arsenik dapat ditulis dengan:

⁄ (2.37)

Konstanta kesetimbangan KM untuk reaksi :

4523

4

2

23

OAsMO

MM Paa

AsOaK =

(2.38)

kapasitas arsenat yang didefinisikan oleh Reddy :

45

34

2

34

)%(

OAsAsO Pa

AsOwtC

=−

(2.39)

penggabungan persamaan 2.38 dan 2.39 menghasilkan persamaan untuk

kapasitas arsenat sebagai:

423

34

2334 )%(

AsOM

MOMAsO a

aKAsOwtC −=−

(2.40)

untuk terak basa ( 0 < 2SiOX < 0,33) kapasitas arsenat ditentukan dari nilai

KM dan aMO yang telah diketahui. Aktivitas arsenat 423 AsOMa relatif

terhadap cairan M3/2AsO4 yang didinginkan pada temperatur sangat rendah

sebagai kondisi standar:

)21(100

)()[%(

24

22423

423

34

SiOAsO

MOSiOSiOMOAsOMAsOM XM

MMXMAsOwta

−+=

−γ

(2.41)

dimana 423 AsOMγ adalah koefisien aktivitas Henrian. Substitusi dari

persamaan 2.40 dan 2.41 akan menghasilkan persamaan kapasitas arsenat

untuk lelehan basa di dalam sistem biner MO-SiO2:

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 31

)]([)21(100

22423

2434

23

MOSiOSiOMOAsOM

SiOAsOMOMAsO MMXM

XMaKC

−+

−=−

γ (2.42)

untuk terak yang asam ( 0,33 < 2SiOX <1 ) arsen larut dalam terak MO-

SiO2 yang mengandung spesi polimer. Diasumsikan bahwa ion −34AsO dan

−44SiO membentuk rantai polimer dan bebas dari ion −2O . Untuk larutan

encer, volume fraksi dari ion As di larutan dapat dianggap :

Si

AsAs n

n=φ

(2.43)

Sehingga kapasitas arsenat dapat dituliskan :

42322

2434 )]([

100 23

AsOM

As

MOSiOSiOMO

SiOAsOMOMAsO aMMXM

XMaKC

φ−+

=−

(2.44)

Untuk terak multikomponen, Reddy(11) menuliskan persamaan kapasitas

arsen sebagai berikut:

(2.45)

2.3 KINETIKA REAKSI OKSIDASI UNSUR-UNSUR MINOR

Kinetika proses dalam tanur anoda dapat dianalogikan dengan kinetika

proses pengikatan pengotor dalam terak pada pembuatan baja, yaitu

kinetika reaksi oksidasi oleh oksigen di dalam udara tiup dengan unsur-

unsur minor di dalam leburan logam. Proses di dalamnya melibatkan

reaksi simultan komponen-komponen pada antarmuka berbagai fasa pada

temperatur tinggi.

{ }4

34

2

5/ 4As AsO T

AsOAs O

L M nC

Pγ− =

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 32

Pengetahuan mengenai laju reaksi atau kinetika dibutuhkan untuk

memprediksi perubahan yang terjadi dalam proses yang lebih khusus

sebagai fungsi dari waktu hingga proses tersebut mencapai kesetimbangan.

Laju keseluruhan dari reaksi bergantung pada sifat masing-masing fasa

yang terlibat di dalam reaksi serta tahapan kinetika yang berjalan dari

keadaan awal hingga akhir. Pada prinsipnya sebuah reaksi yang

melibatkan lebih dari dua fasa adalah kombinasi dua reaksi terpisah yang

melibatkan dua fasa sekaligus.

Reaksi oksidasi arsen oleh gas oksigen di dalam sistem tiga fasa gas-

logam-terak

 3/2 5/4   (2.46)

terdiri dari :

1). reaksi gas-logam : pelarutan oksigen di dalam lelehan tembaga,

(O2)g → 2[O] (2.47)

Oksigen terlarut dituliskan sebagai [O].

2). reaksi logam-terak : pembentukan senyawa yang merupakan reaksi

antara arsen dan oksigen terlarut seperti terlihat dalam persamaan 2.46.

 3/2 5/2   (2.46)

Secara khusus, reaksi oksidasi unsur arsen di dalam pemurnian tembaga

dapat dianalogikan dengan reaksi oksidasi mangan di dalam pemurnian

baja. Pada proses pemurnian tembaga, oksidasi unsur arsen yang terlarut di

dalam lelehan dengan atom oksigen hanya terjadi pada awal proses

penghembusan udara ketika konsentrasi arsen di dalam lelehan masih

relatif tinggi dan temperatur lelehan rendah. Selama pemurnian, reaksi

oksidasi arsen yang dominan adalah reaksi yang melibatkan logam utama

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 33

O2 

terak 

tembaga 

[O] 

[As] 

 

antarmuka gas‐logam 

antarmuka logam‐terak

O2  [O]  [O] 

[As]  [As]   

antarmuka gas‐logam antarmuka logam‐k

[Cu]  [Cu]  (Cu2O) 

dan oksida logam utama (Cu dan Cu2O) yang terjadi pada antarmuka

logam-terak.

O2

Gambar 2.14 Skema Tanur Anoda selama Proses Deleading

Gambar 2.15 Antarmuka Antara Dua Fasa

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 34

Tahap-tahap yang terjadi selama proses deleading berlangsung adalah:

1). pelarutan molekul oksigen dari fasa gas hingga terdisosiasi menjadi atom-

atomnya di dalam lelehan tembaga yang dapat diuraikan lagi menjadi

beberapa tahap yaitu :

a. difusi (transfer massa) molekul oksigen melalui fasa gas menuju

antarmuka gas-logam,

b. reaksi kimia penguraian oksigen menjadi atom-atomnya pada antarmuka

gas-logam,

c. difusi atom oksigen meninggalkan antarmuka gas-logam menuju fasa

logam,

2). reaksi oksidasi unsur arsen dengan atom oksigen pada antarmuka gas-

logam selama awal proses penghembusan udara,

3). difusi produk dari antarmuka gas-logam menuju fasa logam,

4). difusi dari fasa logam menuju antarmuka logam-terak,

5). difusi dari antarmuka logam-terak menuju fasa terak,

6). difusi arsen dari fasa logam menuju antarmuka logam-terak,

7). difusi atom oksigen dari fasa logam menuju antarmuka logam-terak,

8). reaksi kimia arsen dengan atom oksigen pada antarmuka logam-terak,

Tiap tahap di atas dikenal sebagai tahap kinetika. Tahap kinetika yang

paling lambat akan mengendalikan laju dari proses keseluruhan sehingga

dinamakan tahap pengendali laju.

Pada berbagai kasus diamati bahwa suatu proses dikendalikan oleh reaksi

kimia pada temperatur rendah sedangkan pada temperatur tinggi tahap

yang paling lambat –sebagai pengendali proses– adalah tahap difusi8).

Hal ini disebabkan karena reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh perubahan

temperatur sedangkan difusi tidak begitu terpengaruh.

Koefisien difusi merupakan fungsi linier dari temperatur,

kTD b6 r

= +π η

(persamaan Stokes-Einstein) (2.48)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU UNSUR …digilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-titusdeusp-30925-3... · Untuk menggunakan prinsip-prinsip ... diakibatkan oleh terbatasnya

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 35

dengan D= koefisien difusi, b=tetapan (bergantung jenis partikel),

k= tetapan Boltzmann, T= temperatur mutlak,

r= jari-jari partikel, dan η= viskositas fluida.

Sedangkan tetapan laju reaksi kimia bergantung kepada temperatur secara

eksponensial,

EaRTk Ae

−= (persamaan Arrhenius) (2.49)

dengan k = tetapan laju reaksi, A= tetapan Arrhenius,

Ea = energi aktivasi, dan R= tetapan gas.

Dengan kata lain, jika temperatur dinaikkan sebesar dua kali, laju difusi

akan meningkat kira-kira sebanyak dua kali sedangkan laju reaksi

meningkat jauh lebih besar karena peningkatan temperatur selain

meningkatkan konstanta laju, juga menurunkan energi aktivasi reaksi

kimia.

Secara umum, proses yang dikendalikan oleh difusi memiliki nilai energi

aktivasi pada kisaran 1 hingga 3 kkal/mol sedangkan jika reaksi kimia

menjadi pengendali, energi aktivasi biasanya lebih besar dari 10 kkal/mol.

Proses yang dikendalikan oleh difusi sekaligus reaksi kimia memiliki nilai

energi aktivasi pada rentang 5-8 kkal/mol.