bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian perjanjianrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/bab ii.pdf ·...

19
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIAN Pada dasarnya janji itu merupakan ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu). Menurut Pasal 1233 BW mendefinisikan bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Sedangkan persetujuan menurut Pasal 1313 BW diartikan sebagai perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah persetujuan, pemufakatan, antara dua orang/pihak untuk melaksanakan sesuatu. Kalau diadakan tertulis juga dinamakan kontrak. 12 Perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan. 13 Menurut Van Dunne, Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 14 Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah 15 “Suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut, secara jelas terdapat konsensus antara para pihak, yaitu persetujuan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Selain itu juga, perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan. 12 Subekti,2005,Kamus Hukum, Pradnya Paramita,Jakarta,h.89. 13 http://kbbi.web.id/janji 14 Salim,2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Sinar Grafika, Jakarta, h.161. 15 Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan,Citra Aditya Bakti, Bandung, h.4.

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN PERJANJIAN

Pada dasarnya janji itu merupakan ucapan yang menyatakan kesediaan dan

kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang,

bertemu). Menurut Pasal 1233 BW mendefinisikan bahwa perikatan lahir karena

suatu persetujuan atau karena undang-undang. Sedangkan persetujuan menurut

Pasal 1313 BW diartikan sebagai perbuatan dimana satu orang atau lebih

mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah

persetujuan, pemufakatan, antara dua orang/pihak untuk melaksanakan sesuatu.

Kalau diadakan tertulis juga dinamakan kontrak.12

Perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-

masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan.13 Menurut

Van Dunne, Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.14

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah 15

“Suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri

untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi

tersebut, secara jelas terdapat konsensus antara para pihak, yaitu persetujuan

antara pihak satu dengan pihak lainnya. Selain itu juga, perjanjian yang

dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan.”

12 Subekti,2005,Kamus Hukum, Pradnya Paramita,Jakarta,h.89. 13http://kbbi.web.id/janji 14 Salim,2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Sinar Grafika, Jakarta, h.161. 15 Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan,Citra Aditya Bakti, Bandung, h.4.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

18

Menurut subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seseoarang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbul suatu

hubungan perikatan.16 Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan

yang diucapkan atau ditulis.17 Menurut Yahya Harahap, Perjanjian adalah

hubungan hukum yang menyangkut kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih,

yang memberi hak pada satu dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu

prestasi.18

Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik 7 (tujuh) premis dasar terhadap

pengertian perikatan, kontrak persetujuan dan perjanjian;

1. Istilah persetujuan dipersamakan dengan perjanjian;

2. Perjanjian atau persetujuan menimbulkan perikatan, yang kemudian

disebut dengan kontrak sehingga istilah perikatan dapat dipersamakan

dengan kontrak;

3. Perikatan atau kontrak sebagai suatu pengikatan hukum yangmengikat

orang-orang/pihak-pihak sebagai hubungan hukum yang dilindungi atau

dijamin oleh hukum atau undang-undang.

4. Oleh karena perikatan merupakan hubungan hukum antara orang-

orang/pihak-pihak (dua atau lebih), maka perikatan memiliki konsekuensi

sebagai hukum yang mengikat pula;

5. Para pihak baik dalam persetujuan/perjanjian maupun dalam

perikatan/kontrak saling sepaham untuk bertukar janji, sehingga

pertemuan janji-janji ini menjadi prestasi dimana pihak yang satu berhak

dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhinya demikian pula

sebaliknya;

6. Kontrak memiliki arti lebih sempit yang diajukan kepada perjanjian atau

persetujuan tertulis sehingga sifatnya lebih teknis dan;

7. Semua kontrak adalah persetujuan atau perjanjian, tetapi tidak semua

persetujuan atau perjanjian adalah kontrak.19

16 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke 31, Intermasa, Jakarta, h. 5. 17 Syahmin, 2006, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.140. 18 M. Yahya Harahap,1986, Segi-Segi Hukum perjanjian, Alumni, Bandung, h. 6 19 Fajar Sugianto, 2014,Hukum Kontrak, Setara Press, Malang,h.4-5.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

19

Pada dasarnya perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat

sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Artinya setiap perjanjian selalu ada

prestasi yang mana prestasi tersebut memiliki hubungan erat dengan akibat bagi

parapihak yang membuatnya. Maka sebagai akibat dari adanya perjanjian tersebut

adalah berlakunya sebagai Undang-Undang bagi mereka para pihak yang

membuat sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1338 BW. Lebih

lanjut lagi diterangkan bahwa perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat oleh kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah

menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah

sebagai berikut :

1. Adanya kesepakatan

2. Kecakapan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1. Adanya kesepakatan

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak antara Para Pihak yang membuat perjanjian tersebut. Sehingga

syarat daripada kata sepakat itu sendiri menurut Pasal 1321 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata adalah tidak adanya unsur kekhilafan, paksaan

dan penipuan kepada salah satu pihak atau para pihak yang membuat

perjanjian tersebut.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

20

2. Kecakapan

Yang dimaksud dengan cakap untuk membuat suatu perjanjian

berdasarkan Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah

“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia

oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap.” Sedangkan yang

dimaksud tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian berdasarkan Pasal

1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah Pengampuan;

c. Orang orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa

3. Suatu Pokok Tertentu

Artinya ada objek yang di perjanjikan. Sebagai contoh seseorang menjual

sebidang tanah beserta dengan bangunan kepada pembeli, tanah dan

bangunan tersebut merupakan objek dari perjanjian maka penjual

membuat perjanjian jual beli kepada pembeli dengan objek sebidang tanah

beserta bangunannya.

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Dalam Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan

bahwa “suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu

sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.” Dijelaskan

lebih lanjut lagi dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bahwa “suatu sebab adalah terlarang,apabila dilarang oleh undang-undang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

21

atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Sebagai contoh orang yang menjual belikan dengan objek rumah, maka

oleh undang-undang diperbolehkan, sedangkan orang yang menjual

belikan narkotika, maka oleh undang-undang dilarang.

Maka syarat-syarattersebut diatas adalah syarat-syarat mutlak adanya sebuah

perjanjian, apabila salah satu saja tidak dipenuhi maka dapat mengakibatkan cacat

dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam

bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif)

maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif).

2.2 PENGERTIAN AKTA OTENTIK

Pengertian Akta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “surat

tanda berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan dan sebaginya)

tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut perauran yang berlaku, disaksikan

dan disahkan oleh pejabat resmi.”20 Berdasarkan ketentuan Pasal 1867 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Akta dapat dibagi menjadi dua yakni Akta

Otentik dan Akta dibawah tangan.

Pengertian Akta Otentik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah “akta yang dibuat oleh atau dihadapaan pejabat umum yang berwenang

membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang” Menurut

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “suatu akta

otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang di tentukan Undang-

20http://kbbi.web.id/akta diakses pada tanggal 29 Maret 2017 pada pukul 3:48 pm

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

22

Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat

akta itu dibuat.

Suatu akta dapat dikatakan sebagai akta otentik apabila memenuhi syarat

sebagai berikut :

a). Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat

umum. Jika akta Notaris hanya berisikan apa yang dialami dan disaksikan

Notaris yang kedudukannya sebagai Pejabat umum, maka akta tersebut

dinamakan akta pejabat (ambtelijke akten) atau akta verbal.

b). Akta itu harus dibuat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, yaitu bentuk

dari akta tersebut terdiri dari bagian-bagian yakni kepala akta, badan akta, dan

akhir akta. Pada bagian kepala akta dan bagian akhir akta inilah merupakan

bagian dari akta yang mengandung unsur otentik, dimana apa isi yang termuat

dalam bagian kepala akta dan bagian akhir akta tersebut menunjukan dan

menentukan apakah akta tersebut telah sesuai dibentuk sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang.

c). Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat

umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta tersebut.

Didalam HIR akta otentik diatur dalam Pasal 165 yang menyatakan bahwa

“akta otentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapana pejabat

yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para

pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya

tentang yang tercantum didalamnya dan bahkan tentang yang tercantum

didalamnya sebagai pemberitahuan belaka; akan tetapi yang terakhir ini

hanyalah sepanjang yang diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok

dari pada akta.”

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

23

Sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan HIR, menurut

Sudikno akta otentik adalah “akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang

untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik

dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang

dimintakan untuk dimuat didalamnya oleh yang berkepntingan.”21 Akta otentik

terutama memuat keterangan seorang Pejabat yang menerangkan apa yang

dilakukan dan dilihatnya dihadapannya.

Pejabat yang dimaksud dalam peraturan di atas antara lain adalah Notaris,

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Panitera, Jurusita, Pegawai Pencatatan

Sipil, Hakim dan sebagainya. Maka dapat dilihat juga dalam Pasal 1 angka 7

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (yang selanjutnya disebut juga

dengan UU JN) menyatakan bahwa “akta notaris yang selanjutnya disebut akta

adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan

tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.” Sejalan dengan Pasal

tersebut, menurut Kamus Hukum, Akta Otentik adalah “Akta yang dibuat oleh

atau dihadapan pegawai umum yang berwenang membuat akta (Notaris, PPAT,

Camat) dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Akta ini memiliki

kekuatan pembuktian paling kuat dibandingkan alat bukti lainya dihadapan

pengadilan.”22

Akta Notaris atau yang biasa disebut akta notariil dalam Pasal 1 angka 7

Undang-Undang Nomot 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimaknai sebagai

21 Sudikno Mertokusumo, 1988,Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet.I, Liberty, Bandung, h.119. 22 Fienso Suharsono,2010,Kamus Hukum,Vandetta,Jonggol,h.5.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

24

akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dengan menurut bentuk dan

tata cara sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Maka dapat

disimpulkan dari uraian di atas bahwa akta otentik dapat dibagi lebih lanjut

sebagai berikut :

1. Akta Yang Dibuat Oleh Pejabat

Merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu

dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa

yang dilakukan.23 Artinya inisiatif bukan berasal dari pihak yang

diterangkan dalam akta itu. Sebagai contoh berita acara yang dibuat oleh

polisi.

2. Akta Yang dibuat Oleh Para Pihak

Adalah akta yang dibuat dihadapan pejabat yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk itu dan juga dengan mana pejabat menerangkan juga

apa yang dilihat serta dilakukan pada akta tersebut. Artinya akta yang

dibuat berdasarkan kepentingan para pihak, sebagai contoh akta notariil

tentang jual beli, pemberian hak tanggungan, dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata menyatakan bahwa “yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangan adalah

akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah

tangga, dan tulisan - tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang Pejabatumum”.

Sedangkan pengertian lain dari akta dibawah tangan adalah akta yangdibuat dan

23 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h.121

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

25

dipersiapkan oleh pihak-pihak dalam kontrak secara pribadi, dan bukan

dihadapan Notaris atau Pejabat resmi lainnya.

2.3 Alat Bukti Dan Barang Bukti

Alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting dalam bidang hukum.

Keberadaan alat bukti dalam persidangan maupun diluar persidangan digunakan

sebagai pembuktian. Dalam Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang

sah dan ia memiliki keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dijelaskan lebih lajut dalam

Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti yang

di maksud adalah :

1. Keterangan Saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan Terdakwa;

Diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1. Keterangan saksi

Yang dimaksud saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan

guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang

suatuperkara pidana yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

26

sendiri.24Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP),

mendefinisikan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan

keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan

perkara pidana dimana ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, ia alami sendiri.

Dan memiliki pengecualian secara khusus untuk mereka yang tidak dapat

bersaksi yang diatur dalam ketentuan pasal 168, 170 dan 171 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) saksi adalah orang yang melihat atau

mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian).25

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang disebutkan di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pertama. Pada

umumnya tidak ada proses pembuktian perkara pidana yang tidak

menggunakan keterangan saksi. Menurut M. Yahya Harahap mengatakan

bahwa hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada

pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping

pembuktian dengan alat buktiyang lain, masih diperlukan pembuktian

dengan alat bukti keterangan saksi.26

Maka yang dimaksud keterangan saksi menurut Pasal 1 angka 27 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah salah satu alat

bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai

suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Tidak berlaku

24 Pasal 1 angka 26 KUHAP 25http://kbbi.web.id/saksi diakses pada tanggal 10 April 2017 pada pukul 22:55 26Subekti, 2000, Hukum Pembuktian, Jakarta, Pradnya Paramita, h.17

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

27

sebagai keterangan saksi apabila keterangan itu diperoleh dari orang lain

(testimonium de auditu).

Untuk dapat menilai kebenaran keterangan yang diberikan oleh saksi,

hakim27 harus sungguh-sungguh memperhatikan

a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti;

c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan

keterangan tertentu;

d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu

dipercaya.28

2. Keterangan Ahli

Mengenai tentang alat bukti keterangan ahli pengaturannya diatur ke

dalam beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Yang dimaksud dengan Keterangan ahli dalam Pasal 1 angka

28 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)ini adalah

keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mana orang tersebut

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dijelaskan

lebih lanjut dalam Pasal 186 adalah apa yang seorang ahli nyatakan

disidang pengadilan. Pasal 120 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa keterangan ahli adalah orang

yang memiliki keahlian khusus yang akan memberikan keterangan sesuai

dengan apa pengetahuannnya dengan sebenar-benarnya. Pasal 133 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan

27 Pasal 1 angka 8 KUHAP menyatakan bahwa hakim adalahpejabat peradilan negara yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. 28 Pasal 185 angka 6 KUHAP

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

28

bahwa keterangan ahli adalah kedokteran, kehakiman, atau dokter dan atau

ahli lainnya, hal tersebut apabila menyangkut untuk kepentingan peradilan

seorang korban luka, keracunan, atau mati yang merupakan akibat dari

peristiwa yang diduga tindak pidana. Sedangakan pada pasal 179 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan penegasan

atas saksi ahli yang disebutkan dan dijelaskan pada pasal 1 angka 28, pasal

120 dan pasal 179 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

3. Surat

Yang dimaksud dengan surat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal

187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dibuat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :

a. Berita acara dan surat lain dalam bnetuk resmi yang dibuat oleh

Pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihat atauyang dialaminya sendiri, disertai dengan

alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan

yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu

keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian yang lain.

Apabila ketentuan Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) tersebut di atas dikaitkan dengan ketentuanpadaPasal

1868 Kitab Undang-Undang Hukum perdata yang menerangkan bahwa

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

29

“akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai/pejabat umum yang

berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya.” Dari kedua pasal

tersebutdapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan surat adalah

tergolong akta otentik.

4. Petunjuk

Yang dimaksud dengan alatbuktipetunjuk menurut ketentuanPasal 188

ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah

perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaian, baik antara

yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Petunjuk dimaksud hanya dapat diperoleh dari :

a. Keterangan Saksi;

b. Surat;

c. Keterangan Terdakwa.

Dari pasal 188 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), maka dapat disimpulkan bahwa petunjuk adalah merupakan

alat bukti yang berkaitan dan penyesuaian yang tidak langsung, karena

seorang Hakim apabila dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian,

harus menghubungkan antara suatu alat bukti dengan alat bukti yang

lainnya dan jga memilih yang ada persesuaiannya antara satu dengan satu

yang sama lainnya.

5. Keterangan terdakwa

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

30

Sebelum menjelaskan terkait dengan keterangan Terdakwa, perlu terlebih

dahulu mengerti perbedaan arti kata Terdakwa dengan Tersangka. Dalam

Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyatakan bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya

atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku

tindak pidana. Sedangkan pengertian Terdakwa adalah seorang Tersangka

yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan.

Keterangan Terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang

perbuatan yang ia lakukan yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.29

Keterangan tersebut hanya untuk dirinya sendiri dan tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti.30

Telah dikemukakan arti alat bukti dalam hal pidana yang diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alat bukti yang di

maksud dengan KUHAP masih ada tambahan berupa alat bukti Elektronik yang

diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi dan

Elektronik.

Berbeda halnya dengan alat bukti, barang bukti tidak diatur secara tegas

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) namun tersirat

dalam Pasal 1 angka 16 yang menyatakan bahwa “penyitaan adalah serangkaian

tindakan Penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah

29Pasal 189 ayat 1 KUHAP 30 Pasal 189 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

31

penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud atau tidak berwujud

untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”

Berikut pengertian barang bukti menurut para ahli :

1. Barang Bukti adalah benda atau barang yang digunakan untuk

meyakinkan hakim akan kesalahan Terdakwa terhadap perkara pidana

yang dituntutkan kepadanya.31

2. Barang Bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan

dan penggeledahan dan atau pemeriksaaan surat untuk mengambil alih

dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak ata tidak

berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan

dan peradilan.32

3. MenurutKamusBesarBahasa Indonesia (KBBI), Barang Bukti adalah

benda yang digunakan untuk menyakinkan hakim akan kesalahan

Terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya; barang

yang dapat dijadikan sebagai bukti dala suatu perkara.

Maka dari ketentuan Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) beserta dengan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa

tindakan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap suatu barang/benda

adalah dimaksud untuk kepentingan pembuktian. Dalam arti meskipun secara

formal yuridis bukan merupakan barang bukti yang sah (menurut Pasal 184

KUHAP). “Akan tetapi dalam praktik penegak hukum/peradilan barang bukti

tersebut ternyata dapat dikembangkan dan dapat memberikan keterangan yang

31 Sudarsono,2007,Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.47. 32 Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pebuktian Dalam Perkara Pidana: Untuk

Mahasiswa dan Praktisi, Mandar Maju, Bandung, h. 99-100.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

32

berfungsi/bernilai sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan saksi,

keterangan ahli (visum at repertum) dan keterangan Terdakwa.33

Dalam Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) menyebutkan, yang dapat dikenakan penyitaan adalah

1. “Benda atau tagihan Tersangka atau Terdakwa yang seluruh atau

sebagaian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebgaia hasil dan tindak

pidana;

2. Benda yang telah dipergunakan sevara langsung untuk melakukan tindak

pidana atau mempersiapkannya;

3. Benda yang dipergunakan untuk menghalanng-halangi penyidikan tindak

pidana;

4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana;

5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

yang dilakukan.”

2.4 Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Istilah Notaris berasal dari kata “Notarius” dari bahasa Latin, yaitu nama

yang diberikan oleh orang-orang bangsa Romawi yang tugasnya menjalankan

pekerjaan menulis. Pendapat lain mengatakan “Notaries” berasal dari kata “nota

literia”, yang berarti tanda (letter mark atau karakter) yang menyatakan sesuatu

perkataan.34 Menurut KBBI adalah orang yang mendapat kuasa dari pemerintah

(dalam hal ini departemen kehakiman) untuk mengesahkan dan menyaksikan

berbagai surat perjanjian,surat wasiat, akta dan sebagainya.35

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(UUJN) Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya

33 HMA Kuffal, 2011, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Edisi Revisi, UMM Press,

Malang, h.113. 34 Notodisoerjo, Soegondo, R, 1928, Hukum Notarial di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali Jakarta, h. 13. 35http://kbbi.web.id/notaris diakses pada tanggal 07 April 2017 pada pukul 22:45

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

33

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-

Undang lainnya.” Tugas Notaris selain membuat akta-akta otentik juga ditugaskan

untuk mendaftarkan dan mengesahkan (waarmerken dan legaliseren) surat-surat

atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Seain itu, Notaris juga memberikan

nasehat hukum dan penjelasan mengenai Undang-Undang kepada Para Pihak yang

bersangkutan.36

Menurut R. Soegondo Notodisoerjo, Notaris adalah Pejabat umum Openbare

anbtenaren, karena erat hubungannya dengan wewenang atau tugas dan

kewajiban yang utama yaitu membuat akta-akta otentik.37 Pasal 1 Peraturan

Jabatan Notaris stb. Nomor 3 merumuskan pengertian Notaris sebagai berikut :

“De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd om authentieke

aktan op te maken wegens ae handelingen, overeenkomsten en beschikkingen,

waarvan eene algemeene verordening gebedt of de belanghebbenden verlangen,

dat bij authentiiek geschrift blijken zal, daarwan de dagtekening te verzekeren, de

aktan in bewaring te houden en daarvan grossen, afschriften en uittreksels uit te

geven; alles voorzover het opmaken dier aktan door ene algemene verordening

niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is”.

(Notaris adalah Pejabat umum yang satu-satunya berwenang membuat akta

otentik mengenai semya perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan

oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki atau

dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan

aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang

36 GHS. Lumban Tobing, loc. cit. h. 37. 37 R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, h. 42.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

34

pembuat akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada Pejabat atau orang lain).38

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, pengertian dari Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan untuk

membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas

tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Menurut A.P Parlindungan,

pengertian dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat umum yang

diangkat oleh Pemerintah dan mempunyai kekuasaan umum artinya akta-akta

yang diterbitkan merupakan akta otentik.39

Pendapat yang lain mendefinisikan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

adalah Pejabat yang berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang

bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah,

menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai

tanggungan.40 Pengertian dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dipertegas

lagi pengertiannya di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan atas atanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang

menggantikan Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yaitu, Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai Pejabat Umum yng berwenang membuat

akta pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah dan kata-akta lain 38 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit, h.31 39A.P Parlindungan,1989,Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform, Bandung, h. 131. 40 Effendi Perangin, 1994, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.3.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PERJANJIANrepository.untag-sby.ac.id/1702/2/Bab II.pdf · untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi tersebut,

35

yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional(BPN) dalam melaksanakan

pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar atas

pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah tersebut.