bab ii tinjauan pustaka 2.1. pengaruhrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28068/3/chapter...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya
yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas telah
dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang
dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Pengaruh adalah suatu keadaan ada hubungan timbal balik, atau hubungan
sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Dua
hal ini adalah yang akan dihubungkan dan dicari apa ada hal yang
menghubungkannya. Di sisi lain pengaruh adalah berupa daya yang bisa memicu
sesuatu, menjadikan sesuatu berubah. Maka jika salah satu yang disebut pengaruh
tersebut berubah, maka akan ada akibat yang ditimbulkannya.
2.2. Isolasi Wilayah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Isolasi berarti penyekatan,
pemisahan, keadaan tidak terhubung dengan yang lain. Isolasi digambarkan
sebagai kehilangan hubungan dengan apa yang ada di luarnya. Ada batas-batas
yang membuat hal itu terjadi. Wilayah adalah suatu lingkungan daerah yang di
dalamnya terdapat komunitas. Dalam artian suatu daerah berarti suatu tempat
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat syarat-syarat seperti luas daerah, perbatasan, struktur pemerintahan,
komunitas masyarakat, budaya, dan sebagainya.
Isolasi daerah adalah keadaan terpencilnya suatu wilayah disebabkan jauh
dari hubungan lalu-lintas, sehingga menyebabkan minimnya hubungan dengan
pihak lain (Siagian, 159: 2004). Keadaan yang sulit untuk dijangkau akan
menagkibatkan suatu wilayah terabaikan, dan tanpa hubungan yang terjadi dengan
pihak luar maka wilayah tersebut akan sulit mengalami perubahan. Dalam hal ini
akan terjadi keadaan wilayah yang bergerak statis. Akan sangat lambat mengalami
perubahan.
Di sisi lain daerah terisolasi ini akan menjadi wilayah yang sulit menerima
perubahan dari dunia luar. Mereka akan menjadi orang-orang yang tertutup dan
cenderung berfikir primitif. Keterbelakangan pemikiran ini adalah akan
mengakibatkan wilayah ini jauh tertinggal, sebab di sisi lain daerah lain akan terus
menerus mengalami perkembangan yang cepat sehubungan dengan era
globalisasi. Sesungguhnya wilayah terisolasi ini membutuhkan uluran tangan
kaum intelektual, mereka butuh perhatian khusus. Sangat dibutuhkan adanya
terobosan baru yang menguak fakta yang terjadi di daerah terisolasi ini.
Seperti yang dilakukan oleh intelektual muda dari organisasi Ikatan
Mahasiswa Simalungun yang terdapat di Universitas Sumatera Utara setiap
tahunnya, organisasi ini selalu mengadakan pengabdian desa dengan tujuan
daerah-daerah terisolir. Di tempat-tempat seperti ini mahasiswa Simalungun ini
mencoba membuka pemahaman baru tentang pentingnya ilmu pengetahuan,
keadaan wilayah di sekitar, bahkan menunjukkan perlunya hidup bersih dan sehat.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya keterisoliran wilayah menjadikan masyarakat desa memiliki
pemahaman yang sangat berbeda dari kemajuan. Hidup dalam ketertinggalan
membuat masyarakatnya terus terjebak dengan lingkaran setan itu.
Disadari atau tidak disadari, cepat atau lambat masyarakat desa yang
mengalami keterisoliran itu hanya akan menjadi masyarakat-masyarakat yang
tergilas oleh jaman. Masyarakat yang tidak mampu bersaing dengan tingginya
ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan mengalami tekanan yang nantinya
secara semena-mena datang dari kaum-kaum pemodal dan pemilik ilmu
pengetahuan. Saat ini mungkin mereka masih merasa nyaman dengan keberadaan
mereka, walaupun sesungguhnya ada juga sebagian kecil diantara mereka yang
mulai memikirkan kearah tersebut.
Ternyata globalisasi yang digembor-gemborkan oleh para penganjurnya
dalam hal ini adalah Bank Dunia, IMF, WTO dan sebagainya menunjukkan
kenyataan yang berbeda dari apa yang pernah mereka janjikan saat itu. Mereka
berpendirian bahwa dengan menghilangkan sejumlah hambatan terhadap
perdagangan perusahaan besar dan berbagai investasi keuangan, maka itulah
gagasan terbaik menuju pertumbuhan. Dan jalan terbaik untuk keluar dari
kemiskinan. Mereka juga berpendapat bahwa berjuta-juta oraang yang secara
terang-terangan menentang model globalisasi ekonomi akan merugikan
kepentingan kaum miskin sendiri.
Sejauh ini, hampir seluruh fakta dalam beberapa decade lalu (1970-2000)
masa pengaruh tercepat dari globalisasi ekonomi menunjukkan bahwa globalisasi
ekonomi justru menciptakan kondisi sebaliknya dari klaim para penganjurnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini, bukti-bukti tentang kegagalan globalisasi yang dimunculkan oleh
para tokoh oposisinya (Wibowo, 4: 2003).
2.3. Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur
secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh sipembawa status. Tingkat sosial merupakan
faktor nonekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin.
Sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan
investasi.
Sosial ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan,
kerumahan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Pemenuhan kebutuhan yang
dimaksud berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem sosial, yaitu
satu ke seluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam
satu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan
manusia yang hidup dalam pergaulan. Interaksi ini pertama terjadi pada keluarga
ada terjadi hubungan antara ayah, ibu, dan anak. Dari adanya interaksi antara
anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan masyarakat luar. Pola
hubungan interaksi ini tentu saja dipengaruhi lingkungan dimana masyarakat
tersebut bertempat tinggal. Di dalam masyarakat pedesaan kita ketahui interaksi
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi lebih erat dibandingkan dengan perkotaan. Pada masyarakat yang
yang hidup di perkotaan hubungan interaksi biasanya lebih dieratkan oleh status,
jabatan atau pekerjaan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan terjadinya stratifikasi
sosial dalam masyarakat (Parsidu, 1985:175).
Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu
saja termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti
yang dikatakan oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi
terhadap suatu barang menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok
atas atau tertentu (Damsari, 1997:137).
Melly G.Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah
pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarakan ini masyarakat dapat
digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi
seperti di bawah ini :
a) Golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu masyarakat yang
menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi
tingkat hidup minimal mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang
lain.
b) Golongan masyarakat yang berpenghasilan sedang, yaitu pendapatan
harga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat
menabung.
c) Golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi, yaitu selain dapat
memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatan itu dapat
ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain (Tan dalam
Koentjaraningrat,1981 : 35).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Masyarakat
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa
manusia, yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh
mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebatinan yang terjadi
dengan sendirinya disini menjadi unsur yang sine qua non yang harus ada dalam
masyarakat, bukan hanya menjumlahkan adanya orang-orang saja, diantara
mereka harus ada pertalian satu sama lain. Masyarakat adalah satu kesatuan yang
berubah yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan
itu.Masyarakat mengenal kehidupan yang tenang, teratur dan aman disebabkan
oleh karena pengorbanan sebagian kemerdekaan dari anggota-anggotanya,baik
dengan paksa maupun sukarela. Pengorbanan disini dimaksudkan menahan nafsu
atau kehendak sewenang-sewenang, untuk mengutamakan kepentingan dan
keamanan bersama, dengan paksa berarti tunduk kepada hukum-hukum yang telah
ditetapkan (negara dan sebagainya) dengan sukarela berarti menurut adaptasi dan
berdasarkan keinsyafan akan persaudaraan dalam kehidupan bersama ini.
Orang berkesimpulan bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup
dalam gua di pulau sunyi umpamanya selalu ia akan tertarik kepada hidup
bersama dalam masyarakat, karena :
a) Hasrat yang berdasar naluri (kehendak di luar pengawasan akal)
untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak
akan memaksa ia mencari isteri hingga masyarakat keluarga
terbentuk.
b) Kelemahan manusia selalu terdesak ia untuk mencari kekuatan
bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain,
Universitas Sumatera Utara
sehingga berlindung bersama-sama dan dapat pula mengejar
kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan tenaga bersama-sama.
c) Aristoteles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon,
yaitu mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok
atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama lebih suka dari
pada hidup sendiri.
d) Bergson (1895) berpendapat bahwa manusia ini hidup bersama
bukan karena oleh persamaan malainkan oleh karena perbedaan
yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya, demikian
oleh karena pendapat ini berdasar kepada pelajaran dialektika,
yang mencoba melihat kebenaran dalam kenyataan dengan
mengadakan perbedaan dan perbandingan.
Masyarakat Indonesia memiliki truktur masyarakat yang terurai atas 2
bagian (Nasution, 2003: 82):
1. Struktur horizontal
Dalam rangka memahami masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk ini
perlu kiranya mengungkapkan tentang suku bangsa-suku bangsa dan gambaran
umum tentang kebudayaan, maupun agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, yang dalam beberapa hal dapat dapat membantu memahami suasana
dari masyarakat Indonesia.
a. Suku bangsa, di Indonesia terdapat 366 suku bangsa, dengan perincian:
Sumatera 49 suku bangsa, Jawa 7 suku bangsa, Kalimantan 73 suku
bangsa, Sulawesi 117 suku bangsa, Nusa Tenggara 30 suku bangsa,
Maluku 41 suku bangsa, Irian Jaya 49 suku bangsa. Selain suku bangsa
Universitas Sumatera Utara
yang dibicarakan tadi, sebagian kecil orang Indonesia adalah orang-
orang Tionghoa dan timur asing lainnya(Koentjaradiningrat dalam
Nasution, 2003: 83). Orang-orang Tionghoa ini digolongkan sebagai
salah satu suku bangsa diantara berbagai suku bangsa di Indonesia
(Nasikun dalam Nasution, 2003: 83).
b. Kebudayaan
Menurut Koentjaradiningrat kebudayaan mencakup konsep yang luas
sehingga untuk kepentingan analisis, konsep kebudayaan ini perlu
dipecah lagi dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang terbesar yang
terjadi karena pecahan tahap pertama disebut unsur-unsur kebudayaan
yang universal dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa didapatkan
di semua kebudayaan di dunia baik yang hidup dalam masyarakat
perkotaan yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal itu yang
yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia
ini adalah (Nasution, 2003: 83):
1. Sistem religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Universitas Sumatera Utara
Dari pembicaraan tersebut di atas dapat dipahami bahwa Indonesia
merupakan masyarakat yang dengan sendirinya dapat dipahami.
Dengan demikian apabila kita mengikuti kensepsi sistem sosial, maka
masyarakat Indonesia setidak-tidaknya sampai saat ini merupakan
masyarakat yang terdiri dari suku-suku bangsa.
c. Agama
Kenyataan memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia menganut
agama yang beragam. Ada beberapa agama yang dianut di Indonesia.
Pada umumnya agama yang dominan di anut adalah Islam, Kristen,
Hindu, dan Budha. Namun masih ada beberapa agama yang belum
disebutkan yang juga bisa didapati di Indonesia.
2. Struktur vertikal
Dalam membicarakan struktur vertikal atau lebih sering digunakan
pelapisan sosial, Soerjono Soekanto memulainya dari penghargaan, dalam arti
bahwa bibit tumbuh atau terjadinya pelapisan social oleh karena adanya sesuatu
yang dihargai. Sesuatu itu mungkin dapat berupa uang atau benda-benda bernilai
ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, keturunan dari keluarga
terhormat. Atau dengan kata lain adanya peghargaan terhadap sesuatu tersebut
mengakibatkan anggota masyarakat mengidentifikasikan dan menetapkan sesuatu
dalam posisi yang tinggi atau rendah (Nasution, 2003: 89).
Untuk melihat bagaimana pelapisan sosial tiga komunitas atau masyarakat
setempat tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Masyarakat Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Kelihatannya resepsi-resepsi resmi dijadikan pedoman untuk menelaah
pelapisan social atas dasar kekuasaan. Dinyatakan bahwa kelas golongan
pengusaha tertinggi diwakili oleh mereka yang diundang untuk menghadiri
resepsi kenegaraan di Istana Negara. Tercakup di sini menteri-menteri, pejabat-
pejabat tertinggi, Angkatan Bersenjata dan pemerintah sipil, tokoh-tokoh politik,
kepala perwakilan asing dan akhirnya adalah tokoh-tokoh terkenal dari organisasi
buruh, wanita dan pemuda yang berafiliasi kepada partai. Di bawah elit penguasa
ini adalah mereka yang selalu memenuhi pesta-pesta di perwakilan-perwakilan
asing. Antara kelompok ini dan kelompok elit tertinggi terdapat keanggotaan
rangkap yang cukup besar, namun karena kehadiran pejabat militer dan sipil
tingkat rendahan inilah maka kelompok ini berada pada tingkat kedua di dalam
lapisan kekuasaan. Kelompok lain yang hampir sama dan hampir setingkat
dengan kelompok ini adalah mereka yang muncul di pesta-pesta yang biasanya
diselenggarakan oleh menteri-menteri atau kepala-kepala staff angkatan
bersenjata yang sering terdiri dari perwira-perwira militer. Kelompok ketiga
adalah mereka yang diundang pesta yang diadakan oleh walikota atau komandan
daerah militer Jakarta. Di sini orang-orang yang menduduki posisi kekuasaan
tingkat daerah berkumpul dalam komposisi yang sama elit penguasa pada tingkat
nasional (Nasution, 2003: 91).
Kelas ekonomi menengah jauh kurang kentara, mereka mungkin memiliki
kekayaan dari sisa-sisa masa sebelum perang, atau memiliki pendapatan yang
layak dari perusahaan-perusahaan swasta, atau bahkan pegawai-pegawai
pemerintah yang berpenghasilan rendah namun pasangannya melibatkan diri
dalam perdagangan secara teratur dan secara spekulatif di dalam usaha
Universitas Sumatera Utara
memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi keperluan keluarga mereka.
Sementaraa pada dasar bawah lapisan ekonomi adalah buruh yang sebagian
besarnya tidak terampil, pegawai-pegawai pemerintah yang tidak termasuk kelas
atas atau kelas menengah, para penjaga toko dan pedagang-pedagang kecil.
Seperti di lingkungan massyarakat di manapun, jumlah mereka jauh melampaui
jumlah kelas atas dan menengah. Dengan demikian mereka secara ekonomi
memiliki arti penting sabagai konsumen dan sebagai buruh.
b. Masyarakat Kota Kecil
Dalam masyarakat semacam ini sistem pelapisan sosial kekuasaan dan
prestise saling bertindih secara luas, mengikuti organisasi pemerintah daerah. Ada
suatu kebiasaan yang kuat dalam masyarakat setempat ini, orang disapa bukan
dengan namanya sendiri, tetapi dengan nama jabatan yang didudukinya di dalam
pemerintahan ataupun organisasi formal lainnya. Akibatnya setiap kenaikan
dalam kepangkatan formal secara tidak terelakkan diikuti oleh kenaikan status
yang sama dalam kehidupan pribadi. Dengan cara begini maka organisasi
administratif dan sistem sosial sangat mempengaruhi.
Pendidikan memiliki nilai sosial yang jauh lebih menonjol di kota kecil
daripada di kota besar seperti Jakarta. Pelapisan ekonomi dalam masyarakat kota
kecil jauh kurang penting daripada sistem pelapisan kekuasaan dan prestise.
Dalam sistem perekonomian sederhana susah untuk membedakan kelas ekonomi
teratas dengan kelas ekonomi dibawahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat golongan menengah bercampur-baur serta tidak jelas batasnya dengan
kelas bawahan. Kelas menengah dari segi ekonomi pada masa ini meliputi mereka
yang tergolong ke dalam kelas kekuasaan teratas dan menengah bersama-sama
Universitas Sumatera Utara
dengan pedagang yang berhasil. Penduduk lainnya, termasuk pegawai-pegawai
rendahan, pekerja-pekerja kasar, pedagang eceran,penjaga toko kecil merupakan
kelas kecil maupun kelas bawah dari kelas ekonomi (Nasution, 2003: 93).
Lapisan masyarakat ini akan lebih mudah membedakan lapisan atas dan
menengah dengan lapisan bawah. Tingkat pendidikan formal, tutur kata,
perbendaharaan kata, tingkah laku lebih halus merupakan lambang yang
umumnya tidak dipunyai oleh masyarakat lapisan bawah.
c. Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan adalah kehidupan paguyuban, pengawasan tindak-
tanduk seseorang yang kuat, persamaan asal-usul etnis, latar belakang pendidikan
yang sama, system pertanian yang saderhana dan ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, kebiasaan dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat
desa secara bersama-sama memupuk solidaritas masyarakat (Nasution, 2003: 93).
Masyarakat desa adalah sifat ketentraman seperti apa yang dikatakan
Boeke: ”desa itu bukanlah tempat untuk bekerja, tetapi iempat ketentraman:
Ketentraman itu adalah pada hakekatnya hidup bagi orang timur.” Apakah ciri-ciri
yang sering dihubungkan dengan masyarakat pedesaaan yang ada dalam desa-
desa di Indonesia. Pertama-tama orang kota itu sering membayangkan masyarakat
desa itu sebagai tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, dan selaras.
Menunjukkan bahwa sering juga di dalam masyarakat desa tempat orang hidup
berdekatan dengan orang-orang tetangga terus menerus, kesempatan untuk
pertengkaran sangat banyak dan peristiwa peledakan dari keadaan-keadaan tegang
rupa-rupanya sering terjadi (Sajogyo, 1995: 25).
Universitas Sumatera Utara
Semua faktor tersebut ditambah dengan hakikat kebudayaan pedesaan
yang terkait kepada tanah yang secara bersama membentuk struktur masyarakat
desa. Kekuasaan, kekayaan, dan prestise didasarkan kepada penguasaan atas
tanah. Pada hakekatnya digabungkan menjadi satu jenis pelapisan yang meliputi
seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian kepemilikan tanah seseorang akan
sangat berhubungan dengan tingkat penghargaan yang diperoleh dari masyarakat,
maka tanahlah yang akan menentukan seseorang dalam system kelas dalam
masyarakat pedesaan. Jika kita amat-amati terdapat empat lapisan yang
dihubungkan pada pemilikan atas tanah:
1. Petani yang memiliki tanah dan rumah.
2. Petani yang memiliki tanah, tapi tidak punya rumah.
3. Petani yang tidak memiliki tanah, tapi memiliki rumah.
4. Petani yang tidak memiliki tanah dan rumah, yang hidup menumpang pada
orang lain sebagai buruh tanah.
Masyarakat pedesaan sesungguhnya memiliki pemahaman bahwa
pendidikan formal sangat berpengaruh dalam mobilitas desa. Demikian juga
dengan keberadaan koperasi, lembaga musyaearah desa, organisasi-organisasi
wanita dan pemuda, karang taruna dan lain-lain, akan semakin meningkatkan
dinamika yang berkembang pada daerah pedesaan.
Payung Bangun dalam memahami dan menelaah pelapisan sosial yang
terjadi di Indonesia menggunakan konteks kebudayaan sebagai landasan
analisisnya. Dinyatakan bahwa kebudayaan Indonesia itu setidak-tidaknya terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari dua sub kebudayaan, yaitu ssub kebudayaan tradisional dan sub kebudayaan
nasional. Sub kebudayaan tradisional meliputi unsur-unsur yang dianggap dan
dipercayai berasal dari dan merupakan warisan dari nenek moyang, sedangkan
sub kebudayaan Indonesia mempunyai unsur yang memasuki sub kebudayaan
suku bangsa melalui pendidikan, perdagangan, perubahan sistem dan struktur
pemerintahan, pengaruh ilmu pengetahuan dan tehnologi masa kini. Dengan
demikian ada sub kebudayaan tradisional, dan ada sub kebudayaan Indonesia
(Nasution,2003: 95). Ada sub kebudayaan Simalungun, ada sub kebudayaan
Indonesia-Simalungun. Ada sub kebudayaan Jawa, ada sub kebudayaan
Indonesia-Jawa. Di sejumlah suku bangsa masih ada sub kebudayaan yang lain,
yaitu sub kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Berdasarkan atas kerangka di
atas, kemudian dinyatakan bahwa terdapat system pelapisan social tradisional,
agama, dan nasional.
Kedudukan-kedudukan pada sistem pelapisan sosial tradisional di
Indonesia pada umumnya merupakan kedudukan-kedudukan yang askriptif, yaitu
kedudukan-kedudukan yang utama berdasarkan kualitas pribadi. Kualitas pribadi
yang umumnya menentukan kedudukan tradisional adalah
1. Jenis kelamin
Secara garis besar di Indonesia kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi
daripada wanita. Laki-laki dalam rumahtangganya dihormati oelh istri
dan anak-anaknya. Selain memperoleh penghormatan suami
memperoleh pelayanan dan hak-hak yang melebihi istri dan anak-anak.
2. Senioritas, yaitu senioritas usia dan generasi.
Universitas Sumatera Utara
Orang yang lebih tua memiliki kedudukan lebih tinggi. Terlihat dari
tindakan dan tutur kata. Terlihat jelas bahwa pelayananpun lebih baik.
Bukan hanya usia, ada yang disebut dengan generasi, hal ini
tergantung pada adat-istiadat yang dianut.
3. Keturunan
Keturunan bangsawan, pendiri desa, raja biasanya dibedakan dengan
orang-orang biasa. Di Jawa, khususnya di Yogyakarta terdapat
perbedaan tingkat kedudukan antara sultan, kaum bangsawan
(Sentonodalem), priyayi (abdidalem), dan orang-orang biasa
(kawuladalem atau wong cilik). Kemudian di kalangan orang
Simalungun, terdapat juga kasta-kasta berdasarkan keturunan, yaitu
keturunan dari pendiri desa (partuanon), orang biasa (paruma), dan
budak (jabolon).
Selama ini pembangunan pedesaan didekati melalui pendekatan ’dari atas’
atau ’dari bawah’. Pendekatan pertama yang biasanya dikenal dengan teori
’tetesan ke bawah’ (tricle down) sudah dianggap kurang mengena sehingga
banyak ditinggalkan para ahli. Pendekatan kedua banyak dianjurkan tetapi dalam
kenyataannya sukar dilaksanakan karena tidak terlalu mudah memasukkannya ke
dalam program pembangunan ekonomi makro yang bersifat Nasional.walaupun di
sana sini sudah dilakukan studi-studi untuk menyiapkan proyek-proyek
pembangunan pedesaan, namun akhirnya hasil-hasilnya kurang dapat
dimanfaatkan (Mubyarto, 3: 1994).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu masalah paling sulit adalah apa yang biasanya disebut dengan
faktor-faktor kelembagaan. Di satu pihak penentu kebijaksanaan biasanya sudah
mampu menangkap berbagai aspirasi atau keinginan masyarakat terlemah di
pedesaan, sehingga secara tepat aspirasi-aspirasi tersebut berhasil dimasukkan ke
dalam program-program pembangunan nasional. Namun, pada saat kebijaksanaan
dan program-program tersebut hendak dilaksanakan ternyata ada pihak-pihak
yang lebih dulu dan lebih mampu memanfaatkan program-program tersebut. Ini
berarti program-program tersebut ada tetapi manfaatnya tidak sampai pada
sasaran yang telah ditentukan.
Selain itu pertanian yang masih menjadi sumber utama mata pencaharian
dari tiga perempat penduduk dunia, pertanian merupakan aktifitas budaya maupun
ekonomi. Persetujuan tentang pertanian (AoA=Agreement on agriculturale)
adalah sistem yang mendasarkan diri pada aturan liberalisasi perdagangan di
bidang pertanian. Sistem ini didesakkan oleh Amerika Serikat beserta sejumlah
koorporasi agribisnis multinasionalnya. Mereka berupaya memaksakan suatu
sistem persaingan global yang tidak seimbang di sektor pertanian domestik.
Caranya yaitu dengan melumpuhkan kemampuan atau ketahanan pertanian-
pertanian rakyat. Upaya pemaksaan ini tak lain agar petani tak mampu bersaing
dengan berbagai produk impor dari negara mereka. Alhasil berjuta-juta petani
kecil tersingkir dari tanah mereka, dan untuk beberapa saat kemudian terwujudlah
”program penciptaan pengungsi terbesar di dunia”. Dengan demikian maksud dan
tujuan korporrasi-korporasi global untuk menguasai pertanian semakin
memperoleh jaminan (Wibowo, 138: 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan secara harafiah mengandung makna yang luas dan
mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang sesuatu
ysng menjadi ciri utama pengertian. Menurut Undang-Undang Kesejahteraan
Sosial nomor 11 Pasal 1 ayat 1 bahwa: Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Pada ayat 2 ditekankan pula bahwa penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
Batasan tersebut di atas kemudian berkembang dalam segala arah dan
bersangkut paut dalam pembaharuan masyarakat yang bertujuan menanggulangi
kemiskinan, keterlantaran, dan keterbelakangan. Permasalahan di masyarakat
sangat luas dan kompleks, hal tersebut mengakibatkan banyak konsepsi yang
muncul dalam setiap Negara dalam mengatasi permasalahan tersebut. Setiap
Negara mempunyai pemahaman masing-masing tentang kesejahteraan, tergantung
apa yang menjadi realita dalam masyarakatnya, sejarahnya, nilai budaya, dan
factor lainnya yang timbul dan berkembang dalam masyarakat tersebut.
Terdapat tiga rangkaian yang hakiki dalam kesejahteraan social, yaitu:
proses, tujuan, dan hasil. Sebagai proses kesejahteraan social adalah serangkaian
aktifitas yang terorganisisr yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup,
Universitas Sumatera Utara
relasi sosial serta keberfungsian sosial seorang selaras dengan norma-norma
masyarakat. Dalam hal ini orang sering menyebutnya sebagai usaha kesejahteraan
sosial. Sebagai tujuannya adalah kesejahteraan sosial merupakan cita-cita,
pedoman, aspirasi dan barangkali juga mitos tentang kondisi terpengaruhinya
kebutuhan material, sosial, dan spiritual. Dan yang sebagai hasilnya menurut
Wickenden, kesejahteraan sosial dapat berupa peraturan-peraturan, perundang-
undangan, kebijakan, program, pelayanan, serta bantuan-bantuan untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan sosial yang dianggap sebagai dasar tercapainya
kesejahteraan manusia dan berfungsinya ketertiban sosial yang lebih
baik.(Soeharto, 1997: 344)
Dilihat dari sudut manapun, kesejahteraan sosial memang perlu demi
pembelaan hak-hak, kepentingan rakyat dan keadilan sosial. Pertama, lokomotif
modernisasi, industrialisasi, serta kemajuan ekonomi yang didorong ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata tidak selalu membawa berkah. Kedua,
kesejahteraan sosial secara hakiki merupakan piranti untuk meraih dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia serta jaminan hak warga Negara yang pada
gilirannya akan mampu menyokong atau minimalnya tidak mengganggu aktivitas
pembangunan. (soeharto, 1997: 345)
Setiap warga masyarakat memiliki hak untuk mendapat perlindungan yang
sama, dan memperoleh kesejahteraannya. Mandapat fasilitas yang merata dari
pemerintah dan ikut dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini dinyatakan agar
penanggulangan terhadap ketertinggalan dan ketidakmampuan segera dinbaharui.
Memberikan pemerataan bagi setiap warga Negara, sesuai dengan hak tiap-tiap
orang demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Pemikiran
Keadaan desa yang wilayahnya sulit untuk dijangkau, tidak terdapat sarana
dan prasarana yang layak. Jika hal itu terjadi, tentu suatu wilayah desa akan
mengalami jauh ketertinggalan, dan dinamika desa yang statis. Di sini diperlukan
perhatian khusus bagi pedesaan yang mengalami ketertinggalan, agar mereka
mampu bersaing di era globalisasi saat ini.
Bagian keterisoliran inilah yang membuat penulis mencoba menelaah
hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah, dalam hal ini yang menjadi
indikatornya adalah, wilayah ini merupakan daerah yang jauh dari pusat kota
kecamatan, memiliki fasilitas transportasi baik keadaan jalan maupun keberadaan
alat tranportasi yang minim, belum mendapat fasilitas PLN (Perusahaan Listrik
negara) dalam hal penerangan dan Informasi, maupun PAM (perusahaan Air
Minum) dalam hal kebersihan dan kesehatan. Keadaan tersebut di ataslah yang
akan penulis hubungkan pengaruhnya dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat
setempat yaitu pendapatan, penghasilan total keluarga, dengan pekerjaan tetap dan
utama dan pekerjaan sampingan, pendidikan & kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan di atas dapat kita buat bagan singkat dalam bagan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
VARIABEL X VARIABEL Y
(Variabel bebas) (Variabel Terikat)
Isolasi wilayah,
Sebagai berikut :
a. Sarana transportasi
i. Sarana jalan
ii. Alat
ransportasi
b. PLN (Perusahaan
Listrik Negara).
i. Penerangan
ii. Informasi
c. PAM (Perusahaan air
minum) untuk MCK
(Mandi Cuci Kakus)
Faktor-faktor Sosial ekonomi seperti:
a. Penghasilan atau
pendapatan
b. Pekerjaan.
c. Pendidikan.
d. Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 . Hipotesis
Hipotesis adalah satu jenis preposisi yang dirumuskan sebagai jawaban
tentatif (perkiraan sementara) atas suatu masalah dan kemudian diuji secara
empiris (Silalahi,2009:161).Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho :Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah terhadap
keadaan sosial ekonomi masyarakat.
Ha :Terdapat hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah terhadap sosial
ekonomi masyarakat.
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1. Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berada dalam pikiran atau di dunia
kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan
atau kata-kata (Suyanto,2008:49).
Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh adalah suatu bentuk hubungan yang terjadi akibat adanya
hubungan yang signifikan antara satu hal dengan hal yang lain.
2. Isolasi adalah keadaan terpencilnya suatu wilayah karena sulit
berhubungan dengan pihak lain.
3. Wilayah adalah: lingkungan suatu daerah yang didiami oleh suatu
komunitas.
Universitas Sumatera Utara
4. Sosial ekonomi: suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial
dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu yang ditentukan oleh
faktor pemenuhan kebutuhan, pendidikan, perumahan, kesehatan dan air
yang sehat serta didukung oleh pekerjaan yang layak.
5. Masyarakat desa adalah kehidupan paguyuban, pengawasan tindak-tanduk
manusia yang kuat, persamaan asal-usul etnis, sistem pertanian yang
sederhana dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kebiasaan
dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat desa secara bersama-
sama memupuk solidaritas yang kuat.
2.8.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:46).
Pengaruh Isolasi daerah terhadap sosial ekonomi masyarakat di ukur dari:
A. Variabel Bebas (Independent Variable)
Adapun yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah
isolasi wilayah dengan indikatornya sebagai berikut:
a. Sarana transportasi
i. Sarana jalan : yaitu berupa jarak desa ke ibukota
kecamatan, kondisi jalan, waktu tempuh.
Universitas Sumatera Utara
ii. Alat ransportasi : alat tranportasi yang ada, &tingkat
ketersediaan.
b. PLN (Perusahaan Listrik Negara).
i. Penerangan : alat penerangan yang digunakan, efesiensi
alat penerangan yang digunakan.
ii. Informasi : tersedianya media elektronik, jenis siaran
yang diperoleh, frekuensi menonton, tempat menonton,
radio, tape, tersedianya media cetak; koran atau majalah.
c. PAM (Perusahaan air minum) untuk MCK (Mandi Cuci Kakus)
atau kebersihan: sumber air yang digunakan, letak sumber air &
kualitas air yang digunakan.
B. Variabel Terikat
Variabel Terikat (Y) adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur
yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan
bukan karena adanya variabel lain. Maka variabel terikatnya adalah sosial
ekonomi masyarakat Marjandi Dolok, dengan indikator sebagai berikut :
1. Jumlah penghasilan atau pendapatan : jumlah penghasilan riil yang
disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Pendapatan
adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat dalam bentuk
uang sebagai hasil kerjanya, dengan indikator sumber modal usaha,
pendapatan dari hassil usaha, tanggungan dalam keluarga, status
kepemilikan lahan, kepemilikan rumah, kemampuan memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
rumah, ada tidaknya tabungan, pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari berupa sandang, papan, dan pangan.
2. Pekerjaan: merupakan kategori profesi yang dilakukan dalam
mencari penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah
tangga, baik pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan.
3. Pendidikan: yaitu tingkat pendidikan anggota keluarga,
kemampuan & kemauan untuk menyekolahkan anak, keterampilan
yang dimiliki.
4. Kesehatan: kemampuan untuk memberikan jaminan kesehatan
terhadap keluarga indikatornya yaitu: kemampuan untuk membeli
obat-obatan dan kemampuan untuk berobat ke rumah sakit,
puskesmas, dan pengobatan tradisional.
Universitas Sumatera Utara