bab i pendahuluan 1.1 latar · pdf filehaiku adalah puisi lama jepang. berdasarkan kbbi, haiku...
Post on 11-Mar-2019
243 views
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa.
Hal ini ditegaskan oleh Wellek dan Werren, bahwa karya sastra dipandang sebagai
suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Werren, 1990: 3). Zainuddin
(2002: 1) menambahkan bahwa karya sastra muncul ketika manusia mulai mengenal
bahasa. Bahasa digunakan sebagai media dalam teks sastra yang memiliki unsur kata,
kalimat dan makna. Sastra tidak sebatas hanya menafsirkan makna di dalam karya,
tetapi dapat membantu masyarakat untuk mempelajari sastra yang sekaligus bertujuan
mengembangkan karya sastra tersebut. Dengan adanya kegiatan penelitian sastra,
diharapkan dunia penciptaan sastra dan juga masyarakat pembaca sastra lebih
meningkat (Semi, 1993: 1).
Skripsi ini akan meneliti salah satu kesusastraan Jepang yaitu haiku ().
Haiku adalah puisi lama Jepang. Berdasarkan KBBI, haiku adalah puisi Jepang yang
biasanya menggunakan ilusi dan perbandingan, terdiri atas 17 suku kata yg terbagi
menjadi 3 larik, larik pertama 5 suku, larik kedua 7 suku, dan larik ketiga 5 suku.
Haiku merupakan kombinasi dari kata hokku () yang berarti syair pembuka
dalam renga (575) dengan kata haikai () yang berarti syair lanjutan setelah
renga. Haiku merupakan pembebasan hokku dari rantai haikai. Haiku dapat berdiri
2
sendiri, tanpa tergantung pada rantai sajak yang lebih panjang (Ayu, 2009: 3). Haiku
tidak akan dapat dipahami hanya dengan mengetahui atau menerjemahkan setiap
katanya, akan tetapi harus memahami makna yang terkandung pada setiap kata.
Haiku memiliki ciri unik berupa penanda musim yang membuat sajak tersebut
mempunyai makna. Haiku digunakan dalam suatu penulisan yang meliputi alam,
terbagi menjadi empat musim yang masing-masing mengungkapkan rasa atau
pemikiran untuk dicurahkan ke dalamnya. Penggunaan kata yang identik dengan
alam disebut kigo (). Kigo sering juga ditulis dalam bentuk tersirat (metonimi).
Tiap-tiap musim di Jepang mempunyai keistimewaan tersendiri, salah satunya yaitu
musim semi yang dijuluki sebagai musim bunga. Seperti halnya bunga sakura yang
sedang bermekaran akan selalu disambut hangat oleh masyarakat Jepang.
Tema musim semi di dalam haiku karya Masaoka Shiki akan menjadi objek di
dalam penelitian ini. Pertama kali Masaoka Shiki memperkenalkan kata haiku sekitar
abad ke-19 (Ayu, 2009: 3). Masaoka Shiki dikenal sebagai Bapak Haiku Modern.
Dengan kata lain bahwa Masaoka Shiki adalah seorang penulis haiku modern
pertama kali, baik tema atau topiknya. Beliau dianggap sebagai salah satu tokoh
utama dalam perkembangan puisi haiku modern dan sebagai salah satu dari empat
master haiku, diantaranya yaitu Matsuo Bashou, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa.
Sajak-sajak yang terkenal dari penyair zaman pertengahan (1600 1868) seperti
Matsuo Bashou, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku
dan harus diletakkan dalam konteks sejarah haikai. Walaupun pada umumnya, sajak
3
mereka sekarang sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Oleh karena itu,
untuk membedakan dan menghindari kesalahan, maka ada pula yang menyebut hokku
sebagai haiku klasik dan haiku sebagai haiku modern (Ritsuki, 2008: 1).
Riffaterre mengatakan bahwa dalam memaknai karya sastra tanpa
memperhatikan sistem tanda, makna tersebut tidak akan diketahui secara optimal.
Untuk memaknai hal tersebut, diperlukan peranan semiotika yang berkaitan dengan
sistem tanda. Tanda di dalam karya sastra menyatakan sesuatu dan mengandung arti
yang lain. Riffaterre menganggap bahwa puisi atau karya sastra pada umumnya
merupakan sebuah ekspresi yang tidak langsung, yakni menyampaikan sesuatu
dengan hal lain (Riffaterre, 1978: 2). Hal ini berarti menjelaskan bahwa bahasa
sehari-hari yang biasa digunakan oleh kita berada di tataran mimetik yang
membangun arti (meaning). Adapun bahasa puisi berada di tataran semiotik yang
membangun makna (significance).
Signifikansi adalah suatu proses pemaknaan. Dalam memaknai puisi,
Riffaterre memberikan langkah kerja dan metode pemaknaan secara bertahap. Tujuan
dilakukannya signifikansi adalah untuk menemukan makna dari meaning ke
significance, yaitu menganalisis makna puisi tersebut melalui pembacaan heuristik
(semiotik tahap pertama), pembacaan hermeneutik (semiotik tahap kedua), pencarian
matriks, model dan varian, dan yang terakhir menemukan hipogram dari puisi yang
akan diteliti untuk mendapatkan makna secara menyeluruh.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang beserta pemaparan di atas, maka permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pemaknaan haiku musim semi
karya Masaoka Shiki. Penulis akan menerapkan teori semiotik Riffaterre untuk
menganalisis makna haiku musim semi secara keseluruhan.
Dari permasalahan mengenai pemaknaan puisi tersebut, dapat ditentukan
rumusan masalah yaitu apa makna yang terkandung dalam haiku musim semi karya
Masaoka Shiki berdasarkan proses signifikansi yang berupa pembacaan heuristik,
pembacaan hermeneutik, pencarian matriks, model, dan varian-varian yang merujuk
kepada hipogram haiku tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan teoritis serta tujuan praktis. Secara teoretis,
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam haiku musim semi karya
Masaoka Shiki berdasarkan proses signifikansi yang berupa pembacaan heuristik,
pembacaan hermeneutik, pencarian matriks, model dan varian-varian serta
merujuk kepada hipogram haiku tersebut.
b. Untuk menerapkan teori pemaknaan puisi, yaitu semiotik Riffaterre di dalam haiku
musim semi karya Masaoka Shiki.
5
Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan karya sastra
Jepang kepada masyarakat luas, khususnya haiku karya Masaoka Shiki.
1.4 Tinjauan Pustaka
Beberapa referensi yang telah dibaca penulis sebagai rujukan dalam penelitian
ini yaitu karya tulis atau skripsi yang membahas tentang puisi, terutama yang
menggunakan analisis Semiotik Riffaterre. Skripsi yang telah dibaca di antaranya
adalah skripsi yang disusun oleh Ersi Frimasari (2012), mahasiswi jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Kumpulan Sajak Rumahku
Dunia Karya Eka Budianta: Analisis Semiotika Model Riffaterre. Di dalam skripsi
tersebut Ersi meneliti tentang makna yang terdapat di dalam kumpulan sajak
Rumahku Dunia secara pembacaan heuristik dan hermeneutik. Kemudian
menganalisis makna tersebut dengan matriks, model dan varian-varian serta hipogram
atau hubungan intertekstual. Dalam kumpulan puisi Rumahku Dunia (1993) yang
diterbitkan oleh Puspa Swara. Dalam kumpulan sajak tersebut terdapat 200 sajak,
sedangkan untuk objek dalam penelitian Ersi hanya mengambil lima sajak untuk
dianalisis. Ersi menggunakan Semiotik Riffaterre untuk menganalisis objek
penelitiannya.
Dwi Ernia R (2007), mahasiswi jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya
UGM yang berjudul Sajak Kemuri II dalam Ontologi Puisi Ichi Aku No Suna Karya
Takuboku Ishikawa: Analisis Semiotik Riffaterre. Dalam skripsi tersebut Dwi Ernia
R meneliti tentang makna yang terkandung di dalam sajak Takuboku Ishikawa yang
6
berbentuk tanka berjudul Kemuri II. Tanka merupakan salah satu jenis puisi Jepang.
Dwi Ernia R menggunakan teori Semiotik Riffaterre untuk menganalisis sajak
Takuboku Ishikawa ini. Objek yang diteliti dalam skripsi Ersi dan Dwi Ernia adalah
puisi Indonesia dan tanka sehingga penulis mencari sumber lain untuk dijadikan
tinjauan pustaka yang berbentuk haiku.
Dalam hal ini, penulis menemukan skripsi dari Benardhi Yuliandra (2011),
mahasiswa jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul
Makna Sajak Kematian Masaoka Shiki: Analisis Semiotik Riffaterre. Dalam skripsi
ini Benardhi meneliti tentang makna yang terkandung di dalam sajak kematian karya
Masaoka Shiki yang berbentuk haiku. Benardhi ingin melakukan penelitian mengenai
pencerahan yang diraih oleh Masaoka Shiki yang diungkapkan melalui sajak
kematian, sehingga makna sebenarnya dari sajak tersebut dapat diketahui. Pendekatan
semiotik Riffaterre digunakan Benardhi dalam skripsinya. Semiotik Riffaterre
mengacu pada tanda-tanda yang terdapat dalam sajak kematian Masaoka Shiki. Di
dalam analisisnya, Benardhi melakukan pembacaan heuristik kemudian dilanjutkan
dengan pembacaan hermeneutik untuk langkah selanjutnya. Langkah ketiga yaitu
pencarian matriks, model, dan varian-varian. Pada langkah terakhir melakukan
pencarian hipogram dan merumuskan kesimpulan sehingga tujuan penelitian yaitu
mendapatkan makna secara utuh dapat tercapai.
Objek penelitian yang diteliti penulis adalah haiku musim semi, dan semua
haiku tidak memiliki judul. Sepanjang pengetahuan penulis, penulis belum
7
menemukan adanya penelitian yang meneliti haiku musim semi Masaoka Shiki. Oleh
karena itu penulis melakukan penelitian terhadap karya ini dengan menerapkan teori