bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/bab ii.pdfdaerah termasuk...

28
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Setyaningsih (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pasar Satwa Kasus Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan menggunaan alat uji t. Data didapatkan dengan 2 cara yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan pedagang sedangkan data sekunder diperoleh dari badan yang bersangkuan dengan penelitian yaitu BPS D.I. Yogyakarta dan UPT pasar PASTY. Terdapat beberapa temuan dari penelitian ini yaitu relokasi Pasar Ngasem membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan sosial pedagang pasar tradisional. Berdasarkan hasil uji t menyatakan bahwa relokasi efektif dapat meningkatkan pendapatan pedagang. Sedangkan pendapat pedagang tentang relokasi ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu senang, tidak senang dan biasa saja. Persamaan penelitian Setyanigsih dan Susilo pada penelitian ini adalah persamaan menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan uji t sebagai alat analisis. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah teknik pengambilan sample untuk mendapatkan data keadaan sosial. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sample purposive dengan pertimbangan tertentu. Susilowati (2015) menganalisis Dampak Relokasi Pasar Tradisional Terhadap Pedagang Pasar Dinoyo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan persepsi pedagang pasar Tradisional Dinoyo terhadap lokasi keberadaan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Merjosari serta dampak relokasi

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Setyaningsih (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Dampak Sosial

Ekonomi Relokasi Pasar Satwa Kasus Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta

(PASTY). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan

metode deskriptif dengan menggunaan alat uji t. Data didapatkan dengan 2 cara

yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung

dengan pedagang sedangkan data sekunder diperoleh dari badan yang bersangkuan

dengan penelitian yaitu BPS D.I. Yogyakarta dan UPT pasar PASTY. Terdapat

beberapa temuan dari penelitian ini yaitu relokasi Pasar Ngasem membawa dampak

positif dan negatif bagi kehidupan sosial pedagang pasar tradisional. Berdasarkan

hasil uji t menyatakan bahwa relokasi efektif dapat meningkatkan pendapatan

pedagang. Sedangkan pendapat pedagang tentang relokasi ini terbagi menjadi tiga

jenis yaitu senang, tidak senang dan biasa saja. Persamaan penelitian Setyanigsih

dan Susilo pada penelitian ini adalah persamaan menggunakan metode deskriptif

dengan menggunakan uji t sebagai alat analisis. Perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian ini adalah teknik pengambilan sample untuk mendapatkan data

keadaan sosial. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sample purposive

dengan pertimbangan tertentu.

Susilowati (2015) menganalisis Dampak Relokasi Pasar Tradisional

Terhadap Pedagang Pasar Dinoyo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

dan menjelaskan persepsi pedagang pasar Tradisional Dinoyo terhadap lokasi

keberadaan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Merjosari serta dampak relokasi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

11

Pasar Tradisional Dinoyo di TPS Merjosari terhadap pedagang. Teknik analisis data

dilakukan dengan menggunakan alat analisa Chi-square (X²) dibantu software

SPSS. Obyek penelitian adalah pedagang pada pasar tradisional Dinoyo di Kota

Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang menganggap lokasi TPS

Merjosari kurang strategis, relokasi pedagang berdampak menurunnya omzet

penjualan dan meningkatnya biaya transportasi, relokasi di TPS Merjosari tidak

mempunyai hubungan dengan harga jual barangnya, relokasi di TPS Merjosari

tidak mempunyai hubungan dengan jumlah tenaga kerja pedagangnya, dan tidak

terdapat variabel yang mempunyai hubungan dominan dengan relokasi pedagang

di TPS Merjosari. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah pada

analisa dampak relokasi pasar terhadap pedagang, perbedaan penelitian terdahulu

terdapat pada metode analisis data yang digunakan.

Ayuningsasi (2010) menganalisis Pendapatan Pedagang Sebelum dan

Sesudah Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar. Penetian

tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pendapatan pedagang di

Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya Denpasar sebelum dan sesudah program

revitalisasi pasar. Penelitian berfokus pada pendapatan sesudah dan sebelum

diadakannya program revitalisasi apakah berbeda secara signifikan atau tidak.

Pendapatan dalam penelitian tersebut dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu: a.

100.000, b.100.000-499.999, c. 500.000-1.000.000, d.>1.000.000. Penelitian ini

menggunakan teknik analisis uji t berpasangan sebelum dilakukan analisis

dilakukan uji normalitas data menggunakan one sample kolmogorov smirnov,

karena data tidak berdistribusi normal maka analisis yang digunakan adalah dengan

menggunakan metode wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukkan 38 pedagang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

12

mengalami kenaikan sedangkan 11 pedagang mengalami penurunan setelah

revitalisasi. Persamaan terdahulu dengan penelitian ini adalah metode analisis data

dan uji normalitas data, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

terletak pada penelitian keadaan sosial pedagang yang dibahas di penelitian

terdahulu.

Dewi (2015) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Perilaku Pedagang

Pasca Relokasi Pasar Dinoyo ke Merjosari. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode penelitian kualitatif dengan pertimbangan sebagai berikut: (1)

Peneliti ingin mendeskripsikan latar dan interaksi yang kompleks dari responden.

(2) Penelitian bermaksud untuk memahami keadaan yang terbatas jumlahnya

dengan fokus yang mendalam dan rinci. (3) Penelitian ini dilakukan untuk

penjajakan (eksplorasi), atau untuk mengidentifikasi informasi baru. Hasil

penelitian ini kelima indikator tersebut ada 4 (empat) indikator yang mengalami

perubahan yaitu jam operasional, kuantitas, posisi bedak dan kemudahan mencapai

lokasi mempengaruhi kinerja ekonomi. Perubahan dari indikator yang saling

berhubungan tersebut mengakibatkan turunnya omzet dan bertambahnya biaya

operasional pedagang. Sehingga, pendapatan pedagang menurun. Hal inilah yang

mengakibatkan kinerja ekonomi pedagang di pasar Merjosari menurun. Persamaan

penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian tentang keadaan sosial

pedagang dengan menggunakan pertanyaan yang bersifat eksplorasi dan subyek

penelitian yaitu pedagang yang melakukan relokasi, sedangkan perbedaan terletak

pada penelitian terhadap aspek ekonomi khususnya pendapatan.

(Rahmawati, 2017) melakukan penelitian yang berjudul Modal Sosial dan

Pasar Tradisional ( Studi Kasus di Pasar Legi Kota Gede Yogyakarta ). Penelitian

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

13

bertujuan untuk menemukan jenis modal sosial yang terdapat pada Pasar Legi Kota

Gede serta peran modal sosial terhadap keberlangsungan perdagangan. Penelitian

merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif menggunakan pendekatan studi

kasus, pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis

data menggunakan metode interaktif Miles dan Huberman, metode yang digunakan

dengan mengumpulkan, mengurangi, menyajikan, serta menarik kesimpulan data

yang diperoleh.

Hasil penelitian yang dilakukan antara lain pedagang Pasar Gede

Yogyakarta memeiliki modal sosial berupa norma serta kepercayaan, sedangkan

jaringan sosial tidak begitu menonjol karena pedagang tidak melakukan penjualan

dalam skala besar dan area luas. Jenis modal sosial yang terdapat pada pasar legi

adalah bounding dan bridging. Jenis modal sosial bounding terlihat pada rasa

kekeluargaan antar pedagang sedangkan bridging terlihat dari hubungan yang

dilakukan dengan distributor. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

terdapat pada aspek sosial berupa interkasi sosial serta aspek ekonomi yaitu omzet

pedagang.

Penelitian yang dilakukan oleh Nuzuldin (2017) dengan judul Interaksi

Sosial Pedagang Sayur di Pasar Induk Minahasa Maupa Kecamatan Somba Opu

Kabupaten Gowa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Mengenai bentuk interaksi sosial dan faktor yang memengaruhi interaksi sosial.

Pendekatan yang dilakukan menggunakan metode sosiologi dan komunikasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang terbentuk berupa kerjasama,

persaingan, pertikaian, akomodasi, kontravensi, dan asimilasi. Interaksi sosial

asosiatif disebabkan adanya tujuan yang sama , kedekatan fidik berdagang , rasa

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

14

simpati antar pedagang, dan kurangnya jumlah pelanggan. Interaksi sosial disosiatif

adalah kepribadian pedagang sayur berbeda-beda, jumah pedagang sayur yang

tidak seimbang dengan jumlah pelanggan. Persamaan penelitian adalah membahas

interaksi sosial sedangkan perbedaannya terdapat pada aspek ekonomi pedagang.

2.2 Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari

satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,

mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya (Presiden Republik

Indonesia, 2007).

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik

Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,

los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya

masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses

jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Presiden Republik Indonesia,

2007)

Pasar tradisional menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu pasar regular

dan iregular. Pasar regular adalah pasar yang menjual komoditas kebutuhan sehari-

hari, konsumen dapat mendapatkannya di tempat atau daerah lain diikarenakan

barang dan harga yang sama. Pasar irregular adalah pasar yang menjual komoditas

khusus seperti pasar hewan dan pasar bunga sehingga terdapat keunikan yang tidak

dimiliki di pasar atau tempat lain. Pasar regular tidak memiliki bergaining power

sehingga market place sangat penting bagi pasar tradisional. Kebutuhan barang

yang sama pada lokasi yang dekat dan mudah diakses menjadi pilihan konsumen

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

15

untuk mendapatkan produk tersebut. perubahan tempat atau lokasi sangat

mempengaruhi pola kerja dan omzet penjualan pedagang, selain itu juga

berpengaruh terhadap biaya operasional dan omzet pedagang (Dewi, 2015).

Penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pasar tradisonal merupakan sebuah

tempat dimana para penjual dan pembeli melakukan suatu transaksi tawar menawar

harga. SDM di pasar baik penjual maupun pembeli merupakan masyarakat yang

memiliki penghasilan golongan mengah ke bawah. Pasar tradisonal Kertosono

menjadi tempat yang populer di masyarakat karena tersedianya beragam produk

selain itu juga pasar memiliki harga barang yang dapat ditawar sehingga menjadi

pilihan dari kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Tempat

strategis dan aksesibilitas yang mudah menjadi tambahan prioritas konsumen untuk

membeli di pasar regular tersebut.

2.3 Jenis Pasar

Pasar di bagi menjadi beberapa jenis antara lain menurut kegiatannya, lokasi

dan kemampuan pelayanannya, waktu kegiatannya, dan status kepemilikannya

(Oktavina, 2011).

Menurut jenis kegiatannya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar eceran, melayani transaksi tingkat eceran kepada masyarakat. Bangunan

permanen/semi permanen.

b. Pasar grosir, melayani transaksi tingkat besar serta memiliki komoditas

lengkap. Bangunan luas serta dapat melayani hingga wilayah kota.

c. Pasar induk memiliki bangunan permanen bahkan lebih luas dibandingkan

pasar grosir. Merupakan pusat penyimpanan bahan pangan untuk disalurka

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

16

pada grosir dan pusat pembelian. Kemampuan pelayanan meliputi wilayah

antar kota.

Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi

lima jenis :

Pasar regional, merupakan pasar yang memiliki arsitektur bangunan permanen,

memiliki komoditas lengkap, dan dapat memenuhi permintaan wilayah yang luas

baik kota maupun luar kota.

a. Pasar kota, memiliki bangunan yang permanen dan mempunyai semua

komoditas. Kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota. Melayani 200.000‐

220.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar induk, dan pasar

grosir.

b. Pasar wilayah (distrik), adalah pasar yang memiliki bangunan permanen

dengan letak yang strategis, mampu melayani hingga wilayah kota namun luas

bangunan lebih kecil dibandingkan pasar kota. Melayani sekitar 50.000‐60.000

penduduk. Contohnya adalah pasar eceran, pasar khusus, dan pasar induk.

c. Pasar lingkungan, memiliki arsitektur bagunan permanen maupun semi

permanen dengan kemampuan pelayanan hanya sebatas pemukiman penduduk

saja, memiliki komoditas kurang lengkap. Melayani 10.000‐15.000 penduduk.

Contohnya yaitu pasar eceran.

d. Pasar khusus, mempunyai kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota.

Bangunan permanen/semi permanen, komoditas hanya terdapat satu saja

sehingga terlihat lebih khusus. Misalnya pasar bunga, burung, atau hewan.

Menurut waktu kegiatannya, pasar digolongkan menjadi empat jenis:

a. Pasar siang, beroperasi dari pukul 04.00‐16.00

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

17

b. Pasar malam, beroperasi dari pukul 16.00‐04.00

c. Pasar siang malam, beroperasi 24 jam.

d. Pasar darurat, yaitu pasar yang menggunakan jalanan umum atau tempat umum

tertentu atas penetapan Kepala Daerah dan ditiadakan pada saat peringatan

hari‐hari tertentu. Contohnya: Pasar Maulud, Pasar Murah Idulfitri, dan

sebagainya.

Menurut status kepemilikannya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar pemerintah, dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah pusat maupun daerah.

b. Pasar swasta, dikelola dikuasai oleh badan hukum yang diijinkan oleh

pemerintah daerah.

c. Pasar liar, pasar yang belum mendapat perhatian oleh pemerintah daerah

sehingga tidak memiliki fasilitas yang lengkap serta tata letak masih belum

merata. Pasar liar ini dibagi tiga berdasarkan penanggung jawabnya, yakni

pasar perorangan, RW dan desa.

Ditinjau dari jenisnya, pasar dibedakan menjadi 2 yaitu regular dan iregular.

Pasar regular adalah jenis pasar yang menjual komoditas atau barang kebutuhan

harian, pembeli dapat menemukan barang atau produk yang dijual di tempat lain.

Pasar iregular adalah pasar yang menjual komoditas khusus, dan tidak terdapat di

tempat lain misalnya pasar hewan, atau pasar barang antik (Dewi, 2015)

Menteri Perdagangan Republik Indonesia (2013) membagi tipe dan

kategory pasar menjadi 4, dengan ciri sebagai berikut :

1. Pasar kategori tipe A

Memiliki luas sedikitnya 3000 m2. Kepemilikan lahan dibuktikan oleh

dokumen yang sah. Peruntukan lahan sesuai dengan RTRW setempat. Minimal

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

18

ditempati oleh 150 pedagang pasar. jalan menuju pasar mudah di akses dan dilewati

angkutan umum. Beroperasi setiap hari yang dikelola langsung oleh manajemen

pasar, serta memiliki CCTV yang terhubung langsung dengan Kementerian

Perdagangan. Bangunan berupa los, kios, dan gang, sarana pendukung wajib yang

ada meliputi : 1) Kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan, 2) Ruang

serbaguna untuk pembinaan pedagang, penitipan dan bermain anak dengan luas

paling sedikit 50m2, 3) Toilet/WC 4) Tempat ibadah, 5) Pos ukur ulang (paling kecil

ukuran 2m x 2m), 6) Pos kesehatan, 7) Pos keamanan, 8) Drainase (ditutup dengan

grill), 9) Tempat penampungan sampah sementara, 10) Gudang tempat

penyimpanan stok barang, 11) Area bongkar muat, 12) Tempat parkir, 13) Area

penghijauan, 14) Hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire extinguisher), 15)

Instalasi air bersih dan jaringan listrik, (16) Instalasi pengolahan air limbah (IPAL),

17) Telekomunikasi 18) Sistem informasi harga dan stok, 19) Papan pengumuman

informasi harga harian.

2. Pasar tipe B

Memiliki luas bangunan paling sedikit 1500 m2, memiliki dokumen yang

sah, peruntukan lahan sesuai RTRW setempat. Sekurang - kurangnya terdapat 75

pedagang dengan operasional minimal 3 hari dalam seminggu yang dikelola

langsung oleh managemen pasar serta memiliki CCTTV yang dipantau oleh

Kementerian Perdagangan. Bangunan pasar sama seperti pada tipe A, namun tidak

memiliki pos ukur ulang, tempat bongkar muat, pos penyimpanan barang, IPAL,

serta memiliki standart ruang serbaguna yang lebih kecil setidaknya 40 m2.

3. Pasar tipe C

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

19

Luas lahan setidaknya 1000 m2 , sesuai dengan peruntukan RTRW

setempat. Memiliki dokumen yang sah, jumlah pedagang sedikitnya 30 pedagang.

Terletak dilokasi yang mudah di akses dan didukung jalur kendaraan umum,

kegiatan dilakukan paling tidak 1 atau 2 hari dalam seminggu. Pasar dikelola

langsung oleh manajemen pasar. Tidak wajib memiliki CCTV yang terhubung

dengan kementerian.

Bangunan pendukung meliputi : kantor pengelola dan kantor fasilitas

pembiayaan, toilet/WC, tempat ibadah, pos kesehatan, drainase (ditutup dengan

grill), tempat penampungan sampah sementara, tempat parkir, area penghijauan,

hidran, instalasi air bersih dan jaringan listrik dan telekomunikasi.

4. Pasar tipe D

luas lahan paling sedikit 500 m2, kepemilikan lahan dibuktikan dengan

dokumen yang sah dan dikelola secara langsung oleh managemen pasar.

Peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah

setempat. Jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang. Jalan menuju pasar

tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum.

Kegiatan pasar dilakukan setidaknya 1 sampai 2 kali dalam semminggu.

Bangunan utama Pasar Tradisional berupa los dan sarana pendukung

lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan, 2)

toilet/WC, 3) tempat ibadah, 4) drainase (ditutup dengan grill), 5) tempat

penampungan sampah sementara, 6) area penghijauan, 7) instalasi air bersih dan

jaringan listrik.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

20

2.4 Pedagang

Damsar (1997) mendefinisikan pedagang sebagai orang yang menjual

barang kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun

pengelompokan pedagang menurut jalur distribusinya adalah sebagai berikut :

a. Pedagang distributor (tunggal), yaitu pedagang yang memegang hak distribusi

satu produk dari perusahaan tertentu.

b. Pedagang partai (besar), yaitu pedagang yang membeli produk dalam skala besar

dengan tujuan untuk dijual kembali kepada pedagang misalnya grosir.

c. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk secara langsung kepada

konsumen.

Berdasarkan dari kemampuan mengelola pendapatan pedagang

dikelompokkan menjadi :

a. Pedagang Profesional, memiliki penghasilan utama dari perdagangan dan tidak

memiliki pekerjaan lain. pendapatan yang diperoleh umumnya digunakan

untuk mengembangkan usaha dan konsumsi rumah tangga.

b. Pedagang Semi Profesional, yaitu pedagang yang mengakui aktivitas

perdagangan untuk memperoleh uang tetapi pendapatan dari hasil perdagangan

merupakan sumber tambahan bagi ekonomi keluarga.

c. Pedagang Subsistensi, orang yang menjual produk dari hasil subsistennya

untuk memnuhi kebutuhan keluarga. Misalnya, petani yang menjual hasil

panennya.

d. Pedagang Semu, yaitu orang yang melakukan kegiatan perdagangan karena

hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau untuk mengisi waktu luang.

Pedagang jenis ini tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

21

untuk memperoleh pendapatan, malahan mungkin saja sebaliknya ia (akan)

memperoleh kerugian dalam berdagang. (Hermanto, 2008)

2.5 Teori Lokasi

Menurut Undang-Undang Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2012 tentang pengelolaan dan pemberdayaan pasar

tradisional adalah sebagai berikut :

Pasal 7

Penentuan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

antara lain:

a. Mengacu pada RTRW Kabupaten/Kota.

b. Dekat dengan pemukiman penduduk atau pusat kegiatan ekonomi masyarakat.

c. Memiliki sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan ibukota

kabupaten/kota dan ibu kota kecamatan dengan lokasi pasar baru yang akan

dibangun.

Pasal 8

Fasilitas bangunan dan tata letak pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (1) huruf b antara lain :

a. bangunan toko/kios/los dibuat dengan ukuran standar ruang tertentu.

b. petak atau blok dengan akses jalan pengunjung ke segala arah.

c. pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup.

d. penataan toko/kios/los berdasarkan jenis barang dagangan, dan

e. bentuk bangunan pasar tradisional selaras dengan karakteristik budaya daerah.

(Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, 2012)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

22

Beberapa faktor berikut perlu dipertimbangkan secara cermat dalam

pemilihan lokasi usaha :

1. Akses Lokasi yang mudah dijangkau atau dilalui sarana transportasi umum

2. Visibilitas Lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan

3. Lalu lintas (traffic), dimana terdapat dua hal yang perlu dipertimbangkan,

yaitu :

a. Banyaknya orang yang melintasi daerah tersebut bisa memberikan besar

terjadinya impulse buying

b. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa juga menjadi hambatan, misalnya

terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran dan ambulans

4. Tempat parkir yang luas dan aman;

5. Ekspansi, yaitu tersedia tanah/tempat yang cukup luas untuk keperluan

perluasan usaha dikemudian hari

6. Lingkungan, yaitu kondisi lingkungan sekitar yang mendukung produk yang

ditawarkan. Misalnya usaha fotocopy yang berdekatan dengan sekolah,

kampus atau perkantoran

7. Persaingan, yaitu lokasi pesaing. Misalnya dalam menentukan lokasi warnet,

perlu dipertimbangkan apakah daerah yang sama sudah banyak berdiri warnet

8. Peraturan pemerintah, misalnya adanya larangan untuk berjualan produk

makanan di kawasan tertentu, larangan usaha reparasi (bengkel) kendaraan

bermotor di daerah pemukiman penduduk (Tjiptono, 1997).

Pemilihan lokasi usaha untuk melakukan suatu kegiatan yang berkelanjutan

haruslah mempertimbangkan aspek-aspek penting yang berpengaruh terhadap

usaha tersebut. Pemilihan lokasi usaha berhubungan erat dengan keuntungan dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

23

keberlangsungan usaha yang dilakukan. Pemilihan usaha harus mempertimbangkan

faktor sosial, budaya, potensi, keamanan, kebijakan pemerintah dan kekurangan

dari lokasi tersebut agar meminimalisir kerugian dan pengeluaran, mengoptimalkan

keuntungan serta tidak mendapat penolakan dari mayoritas pihak yang merasa

terugikan setelah didirikan. Pemilihan lokasi juga harus beroientasi pada masa

depan selalu flexibel dengan perkembangan zaman dan budaya. Pemilihan lokasi

juga hendaknya dapat digunakan untuk expansi usaha saat berkembang.

2.6 Relokasi

Relokasi merupakan pemindahan suatu tempat ke tempat yang baru.

Relokasi adalah salah satu wujud dari kebijakan pemerintah daerah yang termasuk

dalam kegiatan revitalisasi. Revitalisasi dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia

(KBBI) berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang

sebelumnya kurang terberdaya. Salah satu cara merevitalisasi atau membangun

pasar tradisional yang baru adalah menciptakan pasar tradisional dengan berbagai

fungsi, seperti tempat bersantai dan rekreasi bersama dengan keluarga

(Setyaningsih, 2014).

Relokasi pasar tradisional sangat berpengaruh terhadap pedagang, pedagang

harus siap dalam menjalani perubahan yang dihadapi dan beradaptasi dengan

suasana baru. Relokasi pasar yang baik memperhatikan tentang aspirasi dari

pedagang dan memikirkan aspek aspek penting yang membuat pedagang dapat

melakukan keberlanjutan usahanya.

2.7 Dampak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dampak merupakan

benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

24

Dampak juga dapat diartikan sebagai benturan yang cukup hebat antara dua benda

sehingga menyebabkan perubahan yang berarti dalam momentum sistem yang

mengalami benturan itu. Dilihat dari sisi ekonomi, dampak berarti bahwa pengaruh

suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap perekonomian (KBBI, 2012)

Dampak diartikan sebagai hasil, akibat, baik positif maupun negatif karena

adanya suatu peristiwa. Dampak relokasi pasar dapat meliputi aspek sosial dan

ekonomi. Aspek sosial berupa hubungan sosial yang terjadi pada pedagang yang

telah mengalami relokasi serta beradaptasi dengan perubahan tersebut. Aspek

ekonomi berupa perubahan pendapatan karena adanya relokasi hal ini terjadi

disebabkan oleh pertimbangan pemikiran pedagang terhadap strategi dalam

melakukan usahanya.

2.8 Sosial

Sosial merupakan bagaimana suatu individu dapat berhubungan dengan

yang lainnya. Sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan berarti segala

sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup bersama atau atau hidup bermasyarakat

dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur,

organisasi, nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya (Ranjabar,

2013).

2.9 Interaksi Sosial

Proses interaksi sosial dibagi menjadi dua bentuk yaitu interaksi sosial

asosiatif dan disosiatif. Interaksi asosiatif merupakan proses interkasi sosial yang

cenderung untuk membangun kesatuan dan kekompakan kelompok contohnya

akomodasi, akulturasi, asimilasi. Interaksi sosial disosiatif merupakan inetraksi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

25

yang cenderung menghasilkan hubungan perpecahan misalnya persaingan,

kontravensi, dan konflik (Soekanto, 2012)

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial yang perlu diketahui adalah

kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga

berbentuk pertentangan atau pertikaian (konflik). Suatu pertikaian mungkin

mendapatkan penyelesaian, dimana penyelesaian tersebut hanya akan diterima

untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ada pula interaksi yang

menyangkut dua kebudayaaan bercampur menjadi satu, dalam hal ini dinamakan

asimilasi (Soekanto, 2012).

Suatu aktivitas jual beli merupakan interaksi sosial, minimal antara penjual

dan pembeli. Orang yang bekerja dalam sektor informal disamping bertujuan untuk

mendapatkan penghasilan, juga menjadikan pelaku usahanya memiliki suatu status

pekerjaan yang jelas yang memudahkannya untuk membangun interaksi dengan

orang lain. Sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup, seseorang sudah pasti harus

menjalin kerjasama antar individu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok

dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama (Soekanto,

2012).

2.10 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Proses interaksi sosial dibagi menjadi dua bentuk yaitu interaksi sosial

asosiatif dan disosiatif. Interaksi asosiatif merupakan proses interaksi sosial yang

cenderung untuk membangun kesatuan dan kekompakan kelompok contohnya

akomodasi, akulturasi, asimilasi. Interaksi sosial disosiatif merupakan interaksi

yang cenderung menghasilkan hubungan perpecahan misalnya persaingan,

kontravensi, dan konflik (Soekanto, 2012).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

26

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial yang perlu diketahui adalah kerja

sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk

pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan

suatu penyelesaian, dimana penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk

sementara waktu, yang dinamakan akomodasi (acomodation). Ada pula bentuk

interaksi yang menyangkut dua kebudayaan bercampur menjadi satu, dalam hal ini

dinamakan asimilasi (assimiliation) (Soekanto, 2012).

2.10.1 Kerjasma (Cooperation)

Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang

perorangan atau beberapa kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa

tujuan bersama. Kerjasama timbul karena adanya orientasi orang-perorangan

terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group).

Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang

mengancam atau tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan baik

secara tradisional maupun institusional yang telah tertanam dalam kelompok, diri

seseorang atau segolongan orang (Soekanto, 2012).

Masyarakat Indonesia dikenal bentuk kerjasama dengan nama gotong-

royong. Gotong royong sendiri lahir karena adanya pandangan hidup bahwa

seseorang tidak mungkin hidup tanpa bantuan orang lain, sehingga gotong-royong

seringkali diterapkan untuk menyelenggarakan suatu kepentingan (Soekanto,

2012).

Kerjasama dibagi menjadi 5 sebagai berikut (Soekanto, 2012) :

1. Kerukunan mencakup gotong-royong dan tolong menolong

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

27

2. Transaksi (Bargaining) kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih atas

barang dan jasa yang ditukarkan.

3. Kooptasi (cooptation)suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam

kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi untuk

menjaga stabilitas organisasi sehingga tidak terjadi keguncangan.

4. Koalisi (coalition) merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih

yang memiliki tujuan sama.

5. Joint venture yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu.

2.10.2 Persaingan (Competition)

Kompetisi merupakan bentuk interaksi sosial disosiatif yang sederhana.

Proses ini adalah proses sosial yang mengandung perjuangan untuk memperebutkan

tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas, yang semata-mata bermanfaat untuk

mempertahankan suatu kelestarian hidup (Narwoko & Suyanto, 2013).

Persaingan (competition) dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana

individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan

melalui bidang-bidang kehidupan yang ada pada suatu masa tertentu menjadi pusat

perhatian umum (baik perseorangan atau kelompok) dengan cara menarik perhatian

publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan

ancaman dan kekerasan (Soekanto, 2012).

Persaingan dapat diartikan sebagai proses yang terjadi antara individu

maupun kelompok untuk saling memperebutkan tujuan yang sifatnya terbatas yang

menjadi perhatian umum tanpa menggunakan kekerasan dan ancaman. Cara yang

dilakukan untuk mendapatkan tujuan tersebut dapat melalui perhatian publik

maupun mempertajam prasangka yang telah ada.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

28

2.10.3 Konflik (Conflict)

Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan

orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman

kekerasan. Walaupun bersifat kekerasan proses-proses konflik itu sering pula

mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Konflik-konflik yang

berlangsung dalam diskusi, misalnya, jelas akan unggul, sedangkan pikiran-pikiran

yang kurang terkaji secara benar akan tersisih. positif tidaknya akibat konflik-

konflik memang tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan tergantung

pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik (Narwoko &

Suyanto, 2013).

2.10.4 Akomodasi (Acomodation)

Akomodasi adalah suatu proses kearah tercapainya kesepakatan sementara

yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Akomodasi ini

terjadi pada orang-orang atau kelompok-kelompok yang mau tak mau harus bekerja

sama, sekalipun dalam kenyataannya mereka masing-masing selalu memiliki

paham yang berbeda dan bertentangan (Narwoko & Suyanto, 2013).

Akomodasi sebagai proses sosial dapat berlangsung dalam beberapa bentuk.

Masing-masing dapat disebutkan dan dijelaskan berturut-turut sebagai berikut

(Narwoko & Suyanto, 2013).

1. Pemaksaan (coercion), ialah proses akomodasi yang berlangsung melalui

cara pemaksaan sepihak dan yang dilakukan dengan mengancam saksi. Pemaksaan

seperti ini tentu saja hanya mungkin terjadi apabila kedua belah pihak yang tengah

berakomodasi itu memiliki kedudukan sosial dan kekuatan yang tidak seimbang.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

29

2. Kompromi (compromise), ialah proses akomodasi yang berlangsung dala

bentuk usaha pendekatan oleh kedua belah pihak yang sadar menghendaki

akomodasi, kedua belah pihak bersedia mengurangi tuntutan masing-masing

sehingga dapat diperoleh kata sepakat mengenai titik tengah penyelesaian.

3. Penggunaan jasa perantara (mediation), ialah suatu usaha kompromi yang

tidak dilakukan sendiri secara langsung, melainkan dilakukan dengan bantuan

pihak ketiga, yang dengan sikapnya yang tak memihak mencoba mempertemukan

dan mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa atas dasar itikat kompromi kedua

belah pihak itu.

4. Penggunaan jasa penengah (arbitrate), ialah suatu usaha penyelesaian

sengketa yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga. Seperti halnya dengan

perantara, penengah ini juga dipilih oleh kedua belah pihak yang bersengketa,

hanya saja kalau perantara itu sekedar mempertumakan kehendak kompromitis

kedua belah pihak, penengah ini menyelesaikan sengketa dengan membuat

keputusan-keputusan penyelesaian atas dasar ketentuan-ketentuan yang ada.

Sebagai contoh abritatate adalah perselisihan perburuhan.

5. Peradilan (adjudication), ialah suatu usaha penyelesaian sengketa yang

dilakukan oleh pihak ketiga yang memang mempunyai wewenang sebagai

penyelesaian sengketa. Pengadil (hakim) tidaklah dipilah oleh pihak-pihak yang

bersengketa seperti apa yang terjadi pada proses akomodasi lewat penengah. Akan

tetapi, seperti halnya para penengah, para pengadil (adjudicator) khususnya hakim

itu selalu menggunakan aturan-aturan tertentu sebagai pangkal beranjak

penyelesaian sengketa.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

30

6. Pertenggangan, adalah suatu usaha bentuk akomodasi yang berlangsung

tanpa manifestasi persetujuan formal macam apa pun. Pertenggangan terjadi karena

individu-individu bersedia menerima perbedaan-perbedaan yang ada sebagai suatu

kenyataan, dan dengan kerelaan membiarkan perbedaan itu, serta menghindari diri

dari perselisihan-perselisihan yang mungkin timbul.

7. Stalemate, adalah suatu bentuk akomodasi, di mana pihak-pihak yang

bertentangan sama-sama memiliki kekuatan yang seimbang, hingga mereka tiba

pada suatu posisi “maju tidak bisa, mundur tidak bisa”. Stalemate, adalah suatu

situasi kemacetan yang mantap, sehingga beberapa pihak mengatakan bahwa

stalemate bukanlah proses akomodasi melainkan resultant suatu proses akomodasi

2.10.5 Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi adalah proses peleburan kebudayaan, sehingga pihak-pihak atau

warga-warga dari dua-tiga kelompok yang tengah berasimilasi akan merasakan

adanya kebudayaan tunggal yang dirasakan sebagai milik bersama. Asimilasi

benar-benar mengarah kepada lenyapnya perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang

ada akan digantikan oleh kesamaan paham budayai, dan karena juga akan

digantikan oleh kesatuan pikiran, perilaku, dan mungkin juga tindakan. (Narwoko

& Suyanto, 2013).

2.11 Modal sosial

Modal sosial dalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh adanya rasa

percaya (trust), saling pengertian ( mutual understanding), serta nilai kebersamaan

yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama

secara efektif dan efisien (Field, 2010)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

31

Modal sosial atau kapital sosial merupakan investasi sosial yang meliputi

sumberdaya sosial seperti jaringan sosial, kepercayaan, nilai dan norma serta

kekuatan menggerakkan dalam struktur hubungan sosial untuk mencapai tujuan

individu maupun kelompok secara efektif dan efisien (Damsar, 2016).

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai sumber daya yang ada pada

individu atau sekelompok individu yang berfungsi sebagai perekat kesatuan

jaringan sosial. Modal sosial memberikan kekuatan kepada kelompok untuk

menjalin kerjasama demi tujuan yang akan dicapai. Terdapat tiga unsur dalam

modal sosial yaitu kepercayaan (trust), norma (norms), jaringan sosial (network).

Kepercayaan merupakan keyakinan akan hubungan seseorang atau sistem

terkait dengan berbagai hasil atau peristiwa. Dimana keyakinan tersebut

mengekspresikan suatu iman (faith).terhadap integritas cinta dan kasih orang lain

atau ketetapan prinsip abstrak (Damsar, 2016).

Nilai dan norma merupakan hal dasar yang terdapat dalam interaksi sosial.

Nilai dan norma merupakan aturan bagaimana seharusnya individu bertindak dalam

masyarakat. Nilai dapat dipahami sebagai pengukuran gagasan mengenai suatu

pengalaman apakah hal tersebut pantas atau tidak pantas berharga atautidak

berharga. Norma dapat diartikan sebagai peraturan bersama yang menuntun

peerilaku seseorang. Norma memberikan kita suatu tata cara agar individu dapat

menempatkan perilaku sesuai dengan orang lain (Damsar, 2016).

Jaringan sosial merupakan suatu ikatan simpul (individu atau kelompok)

yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial) yang diikat dengan

kepercayaan. Kepercayaan dipertahankan oleh norma antar kedua pihak. Jaringan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

32

adalah hubungan kedua individu yang memiliki makna subjektif yang berhubungan

atau dikaitkan sebagai suatu simpul dan ikatan (Damsar, 2016).

Jaringan sosial terdiri atas 3 tingkatan sebagai berikut (Damsar, 2016) :

1. Jaringan mikro, merupakan jaringan sosial yang terjalin antar individu. Secara

harfiah manusia manusia tidak mungkin hidup tanpa bantuan manusia lain.

Hubungan yang terjalin secara terus-menerus dan berlangsung lama akan

menciptakan jaringan sosial diantara mereka.

2. Jaringan meso, dapat dartikan sebagai jaringan yang terjalin karena adanya

hubungan individu dengan kelompok. Contoh ikatan tersebut dapat berupa ikan

alumni, paguyuban, maupun keluarga besar.

3. Jaringan makro adalah jaringan yang timbul akibat adanya hubungan antar

kelompok maupun lebih. Jaringan makro dapat berupa ikatan antar institusi

maupun organisasi

Fungsi jaringan sosial diterima sebagai suatu sumber informasi penting

dalam mengekploitasi peluang bisnis. Jaringan tersebut beraneka ragam tergantung

pada jenis barang yang dijual sesuai dengan kepentingan untuk berdagang, selain

dengan distributor pedagang juga menjalin hubungan dengan pelanggan. Cara yang

dilakukan pedagang untuk mendapatkan pelanggan dapat berupa menggunakan

pelayanan yang baik atau memberi harga tidak terlalu mahal, dengan mendapatkan

pelanggan pedagang dapat menjual berangnya lebih banyak sehingga keuntungan

lebih besar (Rahmawati, 2017).

Hubungan interakasi dalam pasar membangun jaringan sosial diantara

lingkup ruang kerja pedagang. Jaringan sosial berfungsi sebagai pemenuhan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

33

kebutuhan informasi dan kerjasama antar pedagang untuk menganalisa peluang

bisnis. Jaringan sosial

terdapat 3 jenis modal sosial yang terdapat di masyarakat diantaranya social

bounding (perekat sosial) memilik karakteristik yang ikatan modal sosial yang kuat

dalam suatu sistem kemasyarakatan bentuk sosial bounding diantaranya adat

istiadat, tradisi, norma. Social bridging (jembatan sosial) merupakan suatu ikatan

sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya.

Social bridging muncul jarena berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya,

sehingga mereka memutuskan membangun kekuatan dari kelemahan. Social

linking merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan melalui beberapa level

dari kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat, misalnya hubungan elit politik

dengan masyarakat umum (Field, 2010).

2.12 Ekonomi

Secara umum ilmu ekonomi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka

yang memiliki kegunaan mencapai kesejahteraan yaitu yang memiliki nilai dan

harga yang mencakup barang dan jasa yang diproduksi dan dijual oleh para pelaku

bisnis (Irfangi, 2016).

Tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai tindakan sosial selama tindakan

tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Secara umum, di kalangan

pedagang pasar tradisional terdapat interaksi sosial, hubungan sosial dan jaringan

yang dibangun untuk menopang usaha mereka (Heriyanto, 2012).

Selama pedagang melakukan kegiatan perdagangan mereka memperhatikan

dan mempelajari segala tingkah laku konsumen, untuk memenuhi kebutuhan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

34

informasi mereka membuat sebuah jaringan sosial di lingkungan kerja baik dengan

penyuplai, organisasi pedagang, maupun dengan menjalin hubungan baik dengan

konsumen. Jaringan tersebut memungkinkan pedagang untuk mengantisipasi dan

membuat strategi mereka dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam segi

perdagangan maupun finansial. Strategi tersebut dapat berupa perubahan pada

kualitas maupun kuantitas.

2.13 Omzet

Penjualan merupakan kegiatan penting di dalam pemasaran. Berhasil atau

tidaknya suatu operasi bisnis tergantung pada bagian fungsi penjualan. Sebenarnya,

definisi penjualan ini cukup luas.penjualan secra sederhana dapat diartikan sebagai

aktivitas memperjualbelikan barang dan jasa kepada konsumen (Lilis & Anggadini,

2011).

Omzet penjualan pedagang di pasar tradisional adalah sejumlah uang yang

diterima oleh pedagang yang merupakan hasil dari banyaknya barang yang terjual

bisa diakumulasi dalam satu hari maupun satu bulan (Susilowati, 2015). Omzet

diteliti untuk mengetahui perbandingan sebelum dan sesudah relokasi.

2.14 Kuantitas

Menurut KBBI kuantitas adalah banyaknya benda atau sesuatu (KBBI,

2012). Dalam penelitian ini kuantitas yang dimaksud adalah jumlah barang yang

ditawarkan oleh pedagang. Perubahan ukuran bangunan dan penyediaan tempat

yang tidak sesuai dengan sebelumnya memaksa pedagang harus beradaptasi dengan

keadaan tersebut.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

35

2.15 Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu atau lamanya sesorang bekerja dalam sutu

instansi , kantor, dan sebagainya (Koesindratmono & Septarin, 2011). Masa kerja

juga merupakan jangka waktu seseorang yang sudah bekerja dari pertama mulai

masuk hingga selesai bekerja. Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggala waktu

yang agak lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat

usaha sampai batas tertentu (Suma’mur, 2014).

Berdasarkan pada teori utility (kepuasan) dimana seorang konsumen akan

memaksimumkan kepuasannya dengan mengkonsumsi barang atau jasa. untuk

mendapatkan kepuasan maksimum. Barang dibeli dengan pendapatan yang

diperoleh dari waktu yang dicurahkan untuk bekerja. Dalam mengalokasikan waktu

individu dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja dan tidak bekerja untuk

menikmati waktu luangnya ( Dewi, 2018).

Penelitian Dewi (2015) mengenai jam operasional pedagang mengalami

penurunan hal ini disebabkan oleh sepinya pengunjung pasar serta pembeli

borongan karena digantikan oleh warga biasa yang membeli barang secara eceran.

Pedagang pasar akhirnya merubah pola mereka menjadi berjualan lebih siang

menyesuaikan dengan perilaku konsumen.

Pasar tradisional merupakan sektor yang terbilang unik karena mekanisme

operasinya seperti sektor informal namun memiliki surat izin dan retribusi yang

membuatnya seperti sektor formal. Setiap pedagang memiliki tujuan yang sama

yaitu mendapatkan balas jasa (uang) dari hasil bekerja, uang digunakan pedagang

untuk mengonsumsi barang atau jasa agar kepuasan/tujuan tercapai. Dalam

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

36

mengalokasikan waktunya pedagang dihadapkan oleh dua pilihan yaitu bekerja atau

mengurai waktu kerjanya untuk mendapatkan kepuasan yang diinginkan.

2.16 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran menggambarkan bagaimana

keadaan pedagang yang telah mengalami kebakaran sehingga harus di relokasi

Pasar Kertosono

Kebakaran

Relokasi

Dampak Sosial Dampak Ekonomi

1. Interaksi Pedagang

2. Masa kerja

3. Tata letak kios

4. Kuantitas

5. Aksesibilitas

omzet

Turun naik

gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/62847/3/BAB II.pdfDaerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

37

diderah Banaran yang dianggap kurang strategis. Relokasi tersebut menyebabkan

pedagang harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga membuat

terjadi 2 dampak yaitu dampak sosial dan ekonomi. Segi ekonomi identik dengan

omzet pedagang, yang menimbulkan pemikiran bagaimana omzet ekonomi

pedagang setelah dilakukan relokasi apakah sama atau berbeda. Dampak sosial

berupa hubungan interaksi pedagang setelah di relokasi ke Jalan Ronggo Warsito,

Kelurahan Banaran, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk.