bab ii tinjauan pustaka 2.1 padi (oryza sativa ii.pdfjenis : oryza sativa l. ... bagian dari tanaman...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi (Oryza sativa)
Padi merupakan tanaman semak, semusim yang memiliiki tinggi kurang lebih
1,5 m. Batang padi berbentuk tegak, lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna
hijau. Daun dari tanaman padi merupakan daun tunggal, lanset, tersebar, memiliki
ujung yang runcing, bertepi rata, berpelepah. Panjang dari daun tanaman padi
kurang lebih 25 cm dengan lebar 3-5 cm dan berwarna hijau. Tanaman padi
memiliki bunga majemuk, berbentuk malai, menggantung, dengan panjang kurang
lebih 20 cm, dan benang sari berjumLah enam. Tangkai putih berjumlah dua,
kepala putik berbulu dan berwarna putih. Buah dari tanaman padi berbentuk bulat
telur, seperti batu, dan kuning tua. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, keras
dan berwarna putih atau merah. Sedangkan akarnya berbentuk serabut dan
berwarna coklat keputih-putihan (Depkes RI, 1994).
Dalam tangkai buah, buah dan batang tanaman ini terkandung saponin.
Disamping itu, tangkai buah dan batangnya mengandung polifenol serta pada
bagian tangkai buah terkandung alkaloid (Depkes RI, 1994). Berikut merupakan
klasifikasi dari tanaman padi (Depkes RI, 1994).
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :Monocotyledoneae
6
Bangsa : Polaes
Suku : Gramineae
Marga : Oryza
Jenis : Oryza sativa L.
Bagian dari tanaman ini yang masih kurang pemanfaatannya adalah bagian
batang atau biasa disebut jerami. Selama ini jerami padi dimanfaatkan untuk
ternak hanya 31-39%, untuk industri hanya 7-16% dan sisanya dibiarkan sebagai
limbah. Jerami padi merupakan biomassa dengan kandungan selulosa terbesar,
disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Dalam jerami
padi mengandung 28-36% selulosa, 23-28% hemiselulosa, 12-16% lignin, dan 15-
20% abu (Jalaluddin, 2005).
Salah satu padi lokal unggul yang terdapat di Bali adalah padi Mansur. Padi
varietas Mansur cocok ditanam pada dataran tinggi yaitu dengan ketinggian 500-
1500 mdpl. Padi varietas Mansur ini memiliki bulir yang pendek, dan petani di
Kecamatan Penebel mampu memperoleh hasil panen sebanyak 8 ton/ha dalam
sekali panen. Selain hal tersebut, padi varietas Mansur memiliki tinggi ± 1 m.
Gabah dari padi varietas Mansur memiliki nilai jual dua kali lipat dari padi biasa
yaitu Rp 5.500/kg dan di tingkat konsumen harga beras Mansur mencapai Rp
10.000/kg. Beras Mansur berbeda dari beras putih lainnya yaitu bentuk berasnya
hampir bulat dan pada bagian kepala biasanya terdapat semburat putih. Padi
varietas Mansur ditanam dengan sistem tradisional menggunakan pupuk kandang
serta penggunaan traktor atau alat pertanian modern lainnya masih sangat terbatas.
Apabila terdapat penyakit, sawah hanya dikeringkan sementara (Wiguna, 2009).
7
2.2 Delignifikasi
Delignifikasi merupakan proses pembebasan lignin dari suatu senyawa
kompleks dan merupakan salah perlakuan pendahuluan yang dilakukan dengan
tujuan mempermudah proses hidrolisis. Proses ini penting dilakukan sebelum
hidrolisis bahan selutolik, sebab lignin merupakan dinding kokoh yang melekat
pada serat selulosa dan hemiselulosa sehingga suatu tanaman menjadi keras dan
dapat berdiri kokoh dan lignin dapat menghambat penetrasi asam atau enzim
sebelum hidrolisis berlangsung (Gunam et al, 2010). Salah satu metode perlakuan
pendahuluan secara kimia adalah perlakuan delignifikasi menggunakan natrium
hidroksida (NaOH). Delignfikasi dapat dilakukan dengan larutan NaOH, karena
larutan ini dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan
amorf, memisahkan sebagian lignin dan hemiselulosa serta menyebabkan
penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983; Marsden dan Grey, 1986; Gunam
dan Antara 1999).
2.3 Hidrolisis
Dalam proses hidrolisis rantai polisakarida tersebut dipecah menjadi
monosakarida-monosakarida. Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida
di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi
monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna pada selulosa menghasilkan
glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose
(C5) dan heksosa (C6) (Rohana, 2013).
Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi. Hidrolisis
secara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim selulase, sedangkan
8
hidrolisis secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan asam, yaitu asam
kuat konsentrasi rendah maupun asam lemah konsentrasi tinggi. Hidrolisis
selulosa secara asam dapat dilakukan dengan menggunakan asam kuat encer pada
temperatur dan tekanan tinggi, dan dapat dilakukan dengan menggunakan asam
pekat pada temperatur dan tekanan rendah (Oktavianus, 2013). Hidrolisis dengan
larutan asam biasanya menggunakan asam encer, dimana kecepatan reaksinya
berbanding dengan konsentrasi asam (Groggins, 1958).
Salah satu asam yang digunakan dalam proses hidrolisis selulosa adalah asam
klorida. Proses hidrolisis pada suhu tinggi dilakukan pada kisaran suhu 160-
240°C, sedangkan proses hidrolisis pada suhu rendah dilakukan pada suhu 80-
140°C. Hidrolisis bahan-bahan berlignoselulosa akan menghasilkan senyawa gula
sederhana, seperti glukosa, xilosa, selobiosa dan arabinosa. Hidrolisis dalam
suasana asam menghasilkan pemecahan ikatan glikosida dan berlangsung dalam
tiga tahap. Tahap pertama proton yang berkelakuan sebagai katalisator asam
berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula
(I), yang akan membentuk asam konjugat (II). Langkah ini akan diikuti dengan
pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, dalam kebanyakan hal menghasilkan zat
antara kation karbonium siklis (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen
cincin (II’), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis
(III’) (Oktavianus, 2013).
9
Mekanisme reaksi total hidrolisis selulosa secara asam ditampilkan dibawah
ini (Oktavianus, 2013).
Gambar 2.1 Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis dipengaruhi oleh suhu reaksi, waktu, pencampuran pereaksi dan
konsentrasi asam yang digunakan. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pula
jalannya reaksi. Tapi jika suhu yang digunakan terlalu tinggi konversi akan
menurun karena selulosa akan terdegradasi menjadi karbon. Semakin lama waktu
hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu
akan diperoleh konversi yang relatif dan apabila waktu tersebut diperpanjang,
pertambahan konversi akan kecil sekali (Mastuti, 2010).
2.4 Selulosa Mikrokristal
Selulosa mikrokristal merupakan senyawa murni yang sebagian
terdepolimerisasi, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, berbentuk serbuk
kristal dan terdiri dari partikel berpori. Rumus molekul dari selulosa mikrokristal
adalah (C6H10O5)n, dimana jumLah n adalah 220 dengan berat molekul 36000.
Selulosa mikrokristal sedikit larut dalam 5% b/v larutan natrium hidroksida:
praktis tidak larut dalam air, asam encer (Rowe, 2009).
10
Berikut merupakan struktur dari selulosa mikrokristal.
Gambar 2.2 Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, 2009)
Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dengan dua metode yaitu metode
kimiawi dan metode mikrobiologi. Metode kimiawi dilakukan dengan
mereaksikan selulosa dengan larutan mineral kuat pada titik didihnya dengan
waktu tertentu hingga diperoleh derajat polimerisasi yang diinginkan. Sedangkan
metode mikrobiologi dapat dilakukan dengan disintegrasi mekanik selulosa
dengan bantuan mikroorganisme (Arry, 2003).
Selulosa mikrokristal dapat digunakan sebagai adsorben, pensuspensi,
penghancur pada tablet dan kapsul, disintegran pada tablet. Pada tabel 1 dapat
dilihat konsentrasi dalam menggunakan selulosa mikrokristal sebagai adsorben,
pensuspensi, penghancur atau disintegran (Rowe, 2009).
Tabel 2.1 Fungsi dari selulosa mikrokristal (Rowe, 2009).
Fungsi Konsentrasi (%)
Adsorben 20-90
Pengikat atau diluent pada kapsul 20-90
Penghancur pada tablet 5-15
Pengikat atau diluent pada tablet 20-90
11
Selulosa mikrokristal dalam farmasi, banyak digunakan dalam obat-obatan,
terutama sebagai pengikat atau penghancur pada formulasi tablet dan kapsul serta
dapat digunakan pada metode granulasi basah dan cetak langsung. Selain dapat
digunakan sebagai pengikat atau penghancur, selulosa mikrokristal juga dapat
digunakan sebagai lubrikan dan disintegrant dalam tablet (Rowe, 2009).
Selulosa mikrokristal stabil meskipun higroskopis dan harus disimpan dalam
wadah yang tertutup, kering dan sejuk. Selulosa mikrokristal dapat diproduksi
dengan hidrolisis terkontrol selulosa dari bahan tanaman berserat dengan larutan
asam mineral encer. Setelah hidrolisis, hidroselulosa yang diperoleh dimurnikan
dengan penyaringan dan dengan metode spraydried untuk membentuk partikel
berpori kering dengan distribusi ukuran partikel yang luas (Rowe, 2009).
Tabel 2.2 Karakteristik selulosa mikrokristal (Rowe, 2009)
Sudut diam 40º
Bobot jenis 0,337 g/cm3
Bobot jenis mampat 0,478 g/cm3
Bobot jenis nyata 1,512-1,668 g/cm3
Waktu alir 1,41 g/detik
Titik lebur 260-270ºC
Kelembaban < 5%
pH 5-7,5
Susut pengeringan < 7%
Kelarutan dalam eter < 0,05%
Kelarutan dalam air < 0,25%
12
2.5 Identifikasi Selulosa Mikrokristal
2.5.1 Perthitungan Alfa, Beta, Gamma Selulosa Mikrokristal
Uji ini dilakukan untuk menentukan kadar alfa, beta, dan gamma selulosa
yang terkandung dalam pulp yang terdelignifikasi. Alfa selulosa merupakan
bagian pulp yang tidak larut dan tahan terhadap larutan NaOH 17,5 % dan 9,45%
serta memiliki berat molekul yang tinggi. Beta selulosa merupakan bagian pulp
yang larut dalam larutan NaOH dan bisa diendapkan dengan larutan asam. Beta
selulosa merupakan bagian yang terdegradasi. Sedangkan gamma selulosa
merupakan bagian pulp yang tertinggal dalam larutan dan kandungan utamanya
terdiri dari hemiselulosa (SNI, 2009).
Uji ini dilakukan dengan mengekstraksi pulp dengan larutan NaOH 17,5%
pada suhu 25ºC. Bagian terlarut yang terdiri dari beta selulosa dan gamma
selulosa, akan dioksidasi oleh kalium dikromat dan kemudian ditentukan secara
volumetrik, sedangkan alfa selulosa merupakan bagian yang tidak larut (SNI,
2009).
2.5.2 Perhitungan Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi merupakan jumlah unit berulang dalam rantai yang
disebut n atau P. Hasil dari derajat polimerisasi n dan berat molekul dari unit
monomer sama dengan berat molekul primer. Derajat polimerisasi dapat
menunjukkan ukuran molekul primer yang berhubungan dengan berat molekul
(Habibah, 2013).
13
2.6 Uji Sifat Fisika-Kimia Selulosa Mikrokristal
2.6.1 Uji Organoleptik
Uji selulosa mikrokristal meliputi bau, warna, dan rasa selulosa mikrokristal
(Depkes RI, 1995). Selulosa mikrokristal berbentuk serbuk kristal, berwarna
putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe, 2009).
2.6.2 Susut Pengeringan
Uji ini dilakukan untuk menetapkan jumlah semua jenis bahan yang mudah
menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Dilakukan dengan cara memanaskan
selulosa mikrokristal dalam oven sampai diperoleh kadar yang tetap (Depkes RI,
1995). Susut pengeringan dihitung dengan persamaan berikut, dengan a
merupakan berat selulosa mikrokristal awal dan b merupakan berat akhir selulosa
mikrokristal.
................................. (Persamaan 2.1)
2.6.3 Uji Kelembaban
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kandungan lembab dalam selulosa
mikrokristal. Kelembaban merupakan bagian air pada permukaan selulosa
mikrokristal. Kelembaban ini berpengaruh terhadap kompaktibilitas selulosa
mikrokristal karena apabila memiliki kelembapan yang tinggi pada saat
diformulasikan menjadi tablet akan menyebabkan granul melekat pada permukaan
die dari punch. Sedangkan jumlah kelembapan yang terlalu rendah menyebabkan
tablet menjadi rapuh. Dengan adanya uji ini maka ikatan partikel akan menjadi
kuat sehingga akan mempengaruhi kekerasan tablet (Lieberman, 1989).
Susut pengeringan (%) = x 100%
14
2.6.4 Pengukuran pH
Pengukuran pH bertujuan untuk mengoptimalkan stabilitas dari selulosa
mikrokristal pada saat kondisi penyimpanan. Uji dilakukan dengan mengukur pH
selulosa mikrokristal menggunakan pH meter. pH dari selulosa mikrokristal
berkisar antara 5-7,5 (Rowe, 2009).
2.6.5 Uji Viskositas
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas
dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu
cairan untuk mengalir. Dengan memiliki viskositas yang optimum, maka akan
memperbaiki kemampuan tuang sediaan sehingga memudahkan dalam pengaturan
volume pemakaian. Viskometer yang dapat digunakan untuk menentukan
viskositas system non newton adalah viskometer yang memiliki kontrol shearing
stress yang bervariasi (Martin et al., 1993). Viskometer Brookfield DV-E
merupakan viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas sistem
non newton (Lachman, 2008). Prinsip kerja alat ini adalah pengukuran viskositas
dengan melakukan kontrol terhadap shearing stress dengan menggunakan variasi
kecepatan pengadukan. Viskometer Brookfield DV-E dapat menentukan tahanan
yang dialami oleh suatu silinder berputar yang dicelupkan dalam bahan kental.
Semakin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya. (Garg et al., 2002).
2.6.6 Uji Kompaktibilitas dan Kompresibilitas
Penentuan bobot jenis diperlukan untuk penentuan kompaktibilitas dari
selulosa mikrokristal sehingga dapat ditentukan bagaimana sifat alir selulosa
15
mikrokristal yang dihasilkan. Terdapat dua jenis bobot jenis yang penting dalam
penentuan kompaktibilitas dari selulosa mikrokristal yaitu bobot jenis nyata dan
bobot jenis mampat (Lachman, 2008).
a. Bobot jenis nyata
Bobot jenis nyata adalah perbandingan berat selulosa mikrokristal yang telah
dikeringkan sebanyak 50 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur
100 mL dan dicatat volumenya (Voight, 1995). Berikut ini merupakan persamaan
yang dapat digunakan untuk menghitung bobot jenis nyata.
(Persamaan 2.3)
b. Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat merupakan perbandingan berat selulosa mikrokristal yang
telah dikeringkan sebanyak 50 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas
ukur 100 mL dan dilakukan pengetukan hingga volumenya konstan dan dicatat
volume mampat dari selulosa mikrokristal (Voight, 1995). Berikut ini merupakan
persamaan untuk menghitung bobot jenis mampat.
(Persamaan 2.4)
c. Kompaktibilitas
Persen kompaktibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat (Voight, 1995).
Kompaktibilitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk berkurang volumenya
pada saat mendapatkan tekanan. Kompaktibilitas adalah salah satu faktor penting
Bobot jenis nyata (Po) =
Bobot jenis mampat (ρ1) =
16
dalam menentukan kemampuan serbuk atau selulosa mikrokristal untuk menjadi
bentuk yang lebih stabil bila mendapat tekanan, yaitu mudah menyusun diri pada
saat memasuki ruang cetak kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi
bentuk yang mampat dan akhirnya menjadi massa yang kompak dan stabil
(Lachman, 2008). Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung persen
kompaktibilitas.
…………………………(Persamaan 2.5)
Tabel 2.3 Hubungan kompaktibilitas dengan sifat alir selulosa mikrokristal (Aulton,
1998)
Kompaktibilitas (%) Sifat aliran
5 – 12 Sangat baik
12 – 18 Baik
18 – 23 Cukup
23 – 33 Kurang
33 – 38 Sangat kurang
>38 Sangat buruk
d. Kompresibilitas
Uji kompresibilitas bertujuan untuk menentukan kemampuan granul untuk
menjadi bentuk yang lebih kompres jika mendapat tekanan (Lachman dkk., 2008).
Persen kompresibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran
bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat.
% Kompaktibilitas =
% Kompresibilitas =
17
Keterangan : = bobot jenis mampat
= bobot jenis nyata
(Voight, 1995)
Tabel 2.4. Hubungan Kompresibilitas dengan Sifat Alir (Aulton, 2002)
Kompresibilitas (%) Sifat aliran
5 – 12 Sangat baik
12 – 18 Baik
18 – 23 Cukup
23 – 33 Kurang
33 – 38 Sangat kurang
>38 Sangat buruk
2.6.7 Uji Sifat Alir (fluiditas)
Sifat alir merupakan salah satu faktor penting dalam uji sifat fisik selulosa
mikrokristal, karena berpengaruh terhadap keseragaman bobot saat pengemasan
dan saat diformulasikan yaitu pada proses pencetakan tablet (Sheth dkk., 1980).
Sifat alir selulosa mikrokristal dapat diketahui dengan cara mengukur waktu alir
dan sudut diam (Lachman dkk., 2008).
18
1. Waktur Alir
Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan sejumlah tertentu bahan yang
mengalir melalui lubang corong atau sejumlah bahan yang mengalir dalam suatu
waktu tertentu. Waktu alir dilakukan dengan cara mengalirkan bahan pada corong,
kemudian diamati waktu yang diperlukan untuk mengalir. Laju alir selulosa
mikrokristal akan berpengaruh terhadap waktu alir (Fudholi, 1983).
2. Sudut diam
Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel
bentuk kerucut dengan bidang horizontal. Selulosa mikrokristal akan mengalir
dengan baik apabila sudut diam yang terbentuk kurang dari 40º. Besar kecilnya
sudut diam sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya gaya tarik dan gaya gesek antar
partikel. Jika gaya tarik dan gaya gesek kecil, maka selulosa mikrokristal akan
lebih cepat dan lebih mudah mengalir. Selain itu sudut diam juga dipengaruhi oleh
ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka kohesivitas partikel makin
tinggi yang akan mengurangi kecepatan alirnya sehingga sudut diam yang
terbentuk semakin besar pula (Candra, 2008).
Sudut diam ini dilakukan dengan cara mengalirkan bahan dari corong ke
dasar. Bahan tersebut akan membentuk suatu kerucut yang kemudian sudut
kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, artinya sudut
kemiringannya semakin kecil, semakin baik daya aliran serbuk tersebut (Voight,
1995). Metode pengukuran sudut diam yang sering digunakan adalah metode
corong. Alat pengukur sudut diam dengan metode corong terdiri dari corong gelas
19
dengan diameter 10 cm, panjang tangkai 2 cm, diameter mulut tangkai 1 cm, ring
besim statif, kertas diagram, kertas penyekat (Fudholi, 1983).
Gesekan antar partikel dari timbangan bahan yang menentukan bentuk kerucut
aliran dan memberikan petunjuk tentang kondisi kohesi yang ada dapat dikurangi
dengan menambahkan bahan pengatur luncuran atau aliran. Hingga alir yang
tinggi juga dihasilkan melalui pengeringan bahan atau dengan meniadakan
partikel yang berukuran <10 µm sehingga mampu menghilangkan pengaruh
negatif dari gaya adhesi dan muatan elektrik. Bahan dengan komponen yang
berupa lempengan dan peluru memiliki sudut tuang yang datar (Voight,, 1995).
Sudut diam α dapat dihitung dengan persamaan berikut, dengan h merupakan
tinggi kerucut (cm) dan r merupakan jari-jari bidang dasar kerucut (cm) (Voight,
1995).
……………………………………………. (Persamaan 2.7)
Berikut merupakan hubungan sifat alir dan sudut diam dari selulosa
mikrokristal.
Tabel 2.5 Hubungan sifat alir dan sudut diam (Aulton, 1998)
Sudut diam Sifat alir
<25º Sangat baik
25º-30º Baik
30º-40º Cukup
>40º Sangat sukar
Tan α =
20
2.6.8 X-Ray Diffraction (X-RD)
Tiga metode untuk memastikan bahwa kedudukan bidang tertentu daripada
hablur/material yang dikaji memenuhi syarat-syarat Bragg yaitu pengukuran
penyinaran, difraksi. Ketiga metode ini adalah: (1) Metode difraksi Laue; (2)
Metode hablur bergerak; dan (3) Metode difraktometeri serbuk. Metode
difraktometeri serbuk ialah untuk mencatat difraksi sampel polikristal. Pada
analisis struktur material berbasis bahan alam ini, digunakan alat difraktometer,
yang prinsip kerjanya seperti Gambar 2. Sampel serbuk dengan permukaan rata
dan mempunyai ketebalan yang cukup untuk menyerap alur sinar-X yang menuju
keatasnya. Puncak-puncak difraksi yang dihasilkan dengan menggunakan alat
pencacah. Umumnya menggunakan pencacah Geiger dan sintilasi. Alat monitor
dapat diputar mengelilingi sampel dan diatur pada sudut terhadap alur datang.
Alat monitor 2 dijajarkan supaya sumbunya senantiasa melalui dan bersudut
tepat dengan sumbu putaran sampel (Cullity, 1956).
Gambar 2.3 Difraksi sinar x pada bidang atom (Cullity, 1956)
Peralatan yang digunakan adalah XRD (merk Philips). Hasil difraksi sinar-x
dicetakkan pada kertas dengan sumber pancaran radiasi Cu Ka dan dengan filter
nikel. Pada metode difraksi, hukum Bragg haruslah dipenuhi, kerena itu perlu
21
diatur orientasi kristal terhadap berkas datang (Pratapa.,2010). Metode difraksi
sinar-x dapat dibedakan menjadi 2 yaitu metode kristal tunggal dan metode
serbuk. Metode kristal tunggal sering digunakan untuk menentukan struktur
kristal, dalam ini dipakai berbentuk kristal tunggal. Metode serbuk (powder
Method) yaitu bahan sampel pada metode ini dibuat berbentuk serbuk, sehingga
terdiri banyak kristal yang sangat kecil dan orientasi sampai tidak perlu diatur lagi
kerena semua orientasi bidang telah ada dalam sampel dengan demikian hukum
Bragg dapat dipenuhi. Metode lebih cepat dan lebih sederhana dibandingkan
dengan metode kristal tunggal. Metode serbuk ini dapat digunakan untuk
menganalisa bahan apa yang terkandung di dalam suatu sampel juga dapat
ditentukan secara kuantitatif. Pada penelitian ini dipergunakan metode serbuk.
Informasi yang dapat diperoleh dari data difraksi sinar X ini yaitu posisi puncak
difraksi memberikan gambaran tentang parameter kisi (a), jarak antar bidang,
struktur kristal dan orientasi dari sel satuan, intensitas relatif puncak difraksi
memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel satuan, dan bentuk puncak
difraksi memberikan gambaran tentang ukuran kristalit dan ketidaksempurnaan
kisi.
2.6.9 Analisis Fourier Transform Infrared (FT-IR)
Fourier Transform Infra Red (FTIR) memberikan informasi dalam hal kimia,
seperti struktur , konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi
tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara
merefleksikan sinar infra merah melewati tempat kristal sehingga terjadi kontak
dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun
22
cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah
80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya
lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah.
Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti
monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram (Bassler, 1986).
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas
spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara
digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan
frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian
sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan
untuk mendeteksi sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah,
dan analisis getaran (Silverstain, 1967). Gambar 3. merupakan skema dari FT-IR.
Gambar 2.4 Skema FT-IR
23
2.7 Analisis Data
Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan analisis data adalah
Analysis of Variance (ANOVA). Varians diartikan sebagai derajat dimana 2 atau
lebih hal berbeda dibandingkan. ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis
bahwa rata-rata antara 2 atau lebih grup apakah sama dengan membandingkan
varians pada tingkat kepercayaan tertentu. Asumsinya adalah bahwa sampel
memiliki distribusi normal dan memiliki varians yang sama. Hipotesis awal (H0)
dari ANOVA adalah dengan menganggap bahwa rata-rata grup adalah sama
(faktor tidak signifikan) dan hipotesa alternatif (H1) menganggap bahwa rata-rata
grup tidak sama (faktor signifikan) (Santoso, 2010).
ANOVA one-way menjelaskan analisis varians yang timbul pada faktor
tunggal. ANOVA one-way digunakan ketika data dibagi dalam kelompok
berdasarkan 1 jenis faktor untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
signifikan antar grup dan jika ada, maka dilanjutkan dengan uji Least Significant
Difference (LSD) untuk memperjelas perbedaan pada masing-masing grup
(Santoso, 2010).