bab ii. tinjauan pustaka 2.1 mikroba endofit indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/bab ii.pdf ·...

13
5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenous Peranan mikroorganisme lebih dominan sebagai penyeimbang dalam kehidupan makhluk hidup dan dalam ketersediaan senyawa kimia pada lingkungan. Bila dibandingkan dengan peranan mikroorganisme yang luas sebagai penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari mikroorganisme yang bersifat patogenik (Kuswinanti, 2012). Pada beberapa kasus, mikroorganisme dimanfaatkan sebagai agen hayati untuk mengendalikan berbagai jenis penyakit tanaman. Kuswinanti (2012) menyatakan bahwa mikroba yang bersifat endofitik dapat tumbuh dan berkembang di dalam jaringan inangnya, sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang buruk. Beberapa jenis mikroba tersebut terbagi menjadi kelompok bakteri endofit dan cendawan endofit. Bakteri endofit muncul atau berasal dari benih, bahan tanam vegetatif, tanah rhizosfer, dan permukaan daun (phylloplane). Adapun informasi bahwa benih sebagai sumber bakteri endofit masih kontroversial, meskipun bakteri endofit telah terdeteksi secara mikroskopis di dalam biji (Hallman et.al.,1997). Bakteri endofit sebagai agen biokontrol memiliki kelebihan dibandingkan agen biokontrol lainnya karena keberadaannya dalam jaringan tanaman, mempunyai kemampuan bertahan terhadap tekanan biotik dan abiotik. Beberapa jenis bakteri endofit disamping sebagai agen biokontrol, juga sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan mengimunisasi ketahanan tanaman terhadap patogen seperti Pseudomonas cepacia, Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus sp. (Hallman et.al. dalam Yanti

Upload: doancong

Post on 29-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroba Endofit Indigenous

Peranan mikroorganisme lebih dominan sebagai penyeimbang dalam

kehidupan makhluk hidup dan dalam ketersediaan senyawa kimia pada

lingkungan. Bila dibandingkan dengan peranan mikroorganisme yang luas sebagai

penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya

sedikit dari mikroorganisme yang bersifat patogenik (Kuswinanti, 2012). Pada

beberapa kasus, mikroorganisme dimanfaatkan sebagai agen hayati untuk

mengendalikan berbagai jenis penyakit tanaman. Kuswinanti (2012) menyatakan

bahwa mikroba yang bersifat endofitik dapat tumbuh dan berkembang di dalam

jaringan inangnya, sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh keadaan lingkungan

yang buruk. Beberapa jenis mikroba tersebut terbagi menjadi kelompok bakteri

endofit dan cendawan endofit.

Bakteri endofit muncul atau berasal dari benih, bahan tanam vegetatif, tanah

rhizosfer, dan permukaan daun (phylloplane). Adapun informasi bahwa benih

sebagai sumber bakteri endofit masih kontroversial, meskipun bakteri endofit

telah terdeteksi secara mikroskopis di dalam biji (Hallman et.al.,1997). Bakteri

endofit sebagai agen biokontrol memiliki kelebihan dibandingkan agen biokontrol

lainnya karena keberadaannya dalam jaringan tanaman, mempunyai kemampuan

bertahan terhadap tekanan biotik dan abiotik. Beberapa jenis bakteri endofit

disamping sebagai agen biokontrol, juga sebagai pemacu pertumbuhan tanaman,

dan mengimunisasi ketahanan tanaman terhadap patogen seperti Pseudomonas

cepacia, Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus sp. (Hallman et.al. dalam Yanti

Page 2: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

6

dan Habazar, 2015). Mekanisme bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan

adalah dengan mengkolonisasi jaringan dalam tanaman sehingga menstimulasi

tanaman untuk meningkatkan produksi senyawa metabolit yang berperan dalam

ketahanan tanaman, di antaranya enzim peroksidase, peningkatan aktivitas

kitinase, β-1,3 glucanase, dan fitoaleksin (Press et.al., dalam Utami et.al, 2012).

Petrini dalam Khairi (2012) menyatakan bahwa cendawan endofit disebut

juga sebagai mikosimbion endofitik, merupakan cendawan yang melakukan

kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala sakit. Hal tersebut

seiring dengan Simarmata dan Rumilla (2007) yang menyatakan bahwa

pengendalian menggunakan agen hayati dengan cendawan endofit yaitu suatu

pengendalian yang memanfaatkan cendawan untuk menghambat pertumbuhan

patogen dengan cara menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan

mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika. Beberapa penelitian

terdahulu membuktikan bahwa keberadaan cendawan endofit memberikan

pengaruh positif terhadap tanaman. Asniah et.al (2013) menyatakan dalam hasil

penelitiannya bahwa cendawan endofit yang berasosiasi dengan tanaman dapat

meningkatkan bobot basah tajuk tanaman brokoli sebesar 34%. Sedangkan

Ramdan (2014) melaporkan pada pengujian secara in vivo, aplikasi cendawan

endofit mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal batang pada bibit cabai

dengan tingkat penekanan penyakit sebesar 13.7 hingga 27.5%. Hakizimana et.al.

dalam Ramdan (2014) menyatakan beberapa cendawan yang tergolong cendawan

endofit adalah Cylindrocarpon sp., Neonectria sp., Fusarium oxysporum,

Hypocrea lixii, Trichoderma hamatum, Fusarium sp., Botryosphaeria parva,

Pyronema domesticum, Glomerella sp., Cladosporium sp., Lasiodiplodia sp.,

Page 3: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

7

Fusarium solani, Neonectria macrodydima, Glionectria tenuis, Diaporthe sp.,

Penicillium sp., Penicillium crustosum, Pestalothiopsis sp., Penicillium commune,

dan Alternaria sp.

Mekanisme endofit dalam melindungi tanaman terhadap serangan

serangga ataupun patogen meliputi: (1) penghambatan pertumbuhan patogen

secara langsung melalui senyawa antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan; (2)

penghambatan secara tidak langsung melalui perangsangan endofit terhadap

tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat, asam

jasmonat, dan etilene yang berfungsi dalam meningkatkan ketahanan tanaman

terhadap serangan patogen atau yang berfungsi sebagai antimikroba seperti

fitoaleksin; (3) perangsangan partumbuhan tanaman sehingga lebih tahan terhadap

serangan patogen; (4) kolonisasi jaringan tanaman sehingga patogen sulit

penetrasi; dan (5) hiperparasit (Gao et.al., dalam Yulianti, 2013).

2.2 Virus Mosaik pada Tanaman Kedelai

Virus mosaik pada tanaman kedelai atau Soybean Mosaic Virus (SMV)

adalah virus yang paling lazim dan diakui sebagai masalah yang paling serius

sejak lama di banyak wilayah dunia yang memproduksi kedelai. Cui et.al (2011)

menyatakan bahwa SMV adalah anggota virus dari genus Potyvirus dalam

keluarga Potyviridae. Penyakit yang disebabkan oleh SMV ini pertama kali

didokumentasikan di Amerika Serikat pada tahun 1915 oleh Clinton dan SMV

dinamai oleh Gardner dan Kendrick tahun 1921. Sejak itu, virus ini kemudian

telah ditemukan di Cina, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Brazil, Australia dan

banyak negara lain tempat kedelai tumbuh.

Page 4: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

8

Saleh (2005) melaporkan bahwa SMV merupakan submikroorganisme

yang sangat sederhana, tersusun dari inti berupa rangkaian asam ribo-nukleat

(RNA) yang bersifat infektif dengan diselubungi mantel protein. SMV hanya

dapat hidup di dalam sel-sel tanaman yang hidup, dan infeksinya bersifat sistemik,

bergerak dari sel ke sel melalui plasmodesmata dan secara pasif bersama assimilat

melalui jaringan pembuluh. Hal ini berarti bahwa pada tanaman yang terinfeksi,

SMV tersebar ke seluruh jaringan tanaman yang sakit, termasuk bagian-bagian

generatif tanaman yang berperan dalam pembentukan biji. SMV dapat ditularkan

secara mekanis, secara non-persisten oleh berbagai jenis kutu daun (aphids)

seperti A. glycines, A. gossypii, A. craccivora, dan Myzus persicae, serta melalui

benih kedelai. Marwoto et.al (2014) menyatakan bahwa SMV tidak aktif pada

suhu 55-70oC dan tetap infektif pada daun kedelai kering selama 7 hari pada suhu

25-33oC. Saleh dalam Andayanie (2012) menyatakan sistem perbenihan kedelai di

Indonesia yang masih kurang sempurna mempengaruhi penularan dan penyebaran

penyakit mosaik ini. Hasil penelitian Ross dalam Li (2010) menyebutkan infeksi

SMV menyebabkan kerusakan terhadap kualitas benih dan kehilangan hasil panen

sekitar 35-50% di kondisi lahan biasa. Bahkan Marwoto et.al (2014) menyatakan

bila penularan virus terjadi pada tanaman berumur muda, penurunan hasil berkisar

antara 50-90%.

Infeksi virus pada tanaman kedelai umumnya menghasilkan gejala yang

serupa yaitu adanya klorosis, belang dan mosaik pada daun. Daun berkeriput

sehingga di lapang sulit dibedakan jenis virus yang menyerang berdasar

penampakan gejala saja, kecuali pada penyakit virus tertentu yang memberikan

gejala khusus seperti Soybean Yellow Mosaic Virus dan Soybean Dwarf Virus. Hal

Page 5: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

9

ini karena di lapangan ada ragam gejala yang mirip antara infeksi virus yang satu

dengan lainnya. Ekspresi gejala penyakit virus sangat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, varietas yang terserang, atau strain virus. Lebih dari itu, satu tanaman

dapat terinfeksi oleh lebih dari satu macam virus sehingga gejalanya menjadi

semakin kompleks. Gejala yang umum adalah tampak adanya perubahan warna

daun menjadi mosaik, agak keriput/keriting, ukuran daun mengecil dan tanaman

tampak agak kerdil. Adapun penyebab utama penyakit mosaik pada tanaman

kedelai adalah soybean mosaic virus (Saleh dan Hardianingsih, 2016).

Gambar 1. Variasi Gejala Mosaik pada Tanaman Kedelai di Lapangan: (a) Mosaik

dengan Daun Keriting; (b) Mosaik Ringan; (c) Mosaik dengan

Tonjolan pada Helai Daun Berwarna Hijau Tua (Blister), Keriting,

dan Kerdil; dan (d) Mosaik Kuning (Sulandari et.al., 2014)

Gambar 2. Gejala Utama Infeksi Virus Mosaik pada Tanaman Kedelai: R

(Resistance) = Resisten/Tahan, N (Necrotic) = Nekrotik, dan S

(Susceptible-Mosaic) = Rentan-Mosaik (Klepadlo et.al., 2016)

a b

c d

Page 6: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

10

Klepadlo et.al. (2016) melaporkan bahwa setelah infeksi SMV, kedelai

dapat memiliki gejala resisten, nekrotik pada daun, atau rentan-mosaik. Genotip

kedelai yang rentan akan memiliki karakteristik tanaman yang kerdil dengan daun

berkerut, mengalami penurunan viabilitas dan vigor benih, menghasilkan biji lebih

sedikit dan kecil serta belang-belang.

Penyakit mosaik sudah tersebar luas di semua sentra produksi kedelai di

DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan dengan gejala dan

intensitas penyakit yang bervariasi. Tanaman kedelai bergejala mosaik

berdasarkan deteksi virus secara I-ELISA dan PCR antara lain disebabkan oleh

SMV. Pada tanaman kedelai yang bergejala mosaik juga perlu dideteksi

keberadaan virus lain dan sebarannya sebagai dasar untuk menyusun strategi

pengendalian virus pada pertanaman kedelai (Sulandari et.al., 2014).

Reaksi tanaman terhadap infeksi SMV bergantung pada kultivar, strain

virus, umur tanaman saat terjadinya infeksi, dan kondisi lingkungan (terutama

suhu). Tanaman yang terinfeksi agak kerdil dan lebat, dan memiliki daun yang

menyimpang. Daunnya kerdil, berkerut, atau acak-acakan dan lebih

ramping/sempit dari biasanya, dengan tepi daun yang melengkung ke bawah.

Daun yang paling muda dan paling cepat tumbuh menunjukkan gejala yang paling

parah. Nodul pada akar tanaman yang terinfeksi virus mosaik kedelai lebih

sedikit, lebih kecil, dan bobot lebih ringan daripada yang ditemukan pada tanaman

sehat. Jumlah nodul yang berkurang dan daun yang rusak tersebut diprediksi

menyebabkan bobot kedelai menjadi ringan dan lebih kecil di lahan yang

terinfeksi virus mosaik (Malvick, 1992).

Page 7: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

11

2.3 Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) termasuk famili leguminosae

(kacang-kacangan). Kedelai sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Respons

kedelai terhadap perubahan lingkungan akan menjadi lebih menguntungkan

dengan memilih varietas, waktu tanam, pemupukan dan populasi tanaman yang

tepat. Pemilihan ini dapat tercapai apabila kita mengetahui bagaimana kedelai itu

tumbuh. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah subur dengan pengairan

yang baik, yang dikehendaki yaitu adanya curah hujan sekitar 400 mm selama 3-4

bulan musim pertanamannya, tahan pada kekeringan yang moderat kecuali pada

masa pembungaan dan pembuahan. Pertumbuhan yang baik pada lahan-lahan

dengan kondisi di atas, yaitu yang berada di bawah ketinggian 1000 meter di atas

permukaan laut (Cahyadi, 2012).

Adie dan Krisnawati (2016) menjelaskan klasifikasi dari Glycine max (L.)

Merril adalah sebagai berikut:

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae

Sub-Famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Sub-Genus : Soja

Species : max

Kumudini (2010) menyatakan bahwa tanaman kedelai mempunyai 4

struktur daun, yaitu: kotiledon atau daun biji (cotyledon), daun utama

(unifoliolate), daun trifoliolat, dan propil atau daun pertama pada ranting.

Sepasang kotiledon tumbuh bersebrangan dan muncul pertama kali pada tanaman.

Page 8: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

12

Daun utama (unifoliolate) adalah sepasang daun yang berbentuk oval yang

tumbuh secara berlawanan pula. Nodus/ruas (node) terdapat pada batang tempat

daun menempel. Dua jenis daun pertama tersebut tumbuh pada dua nodus

pertama, sedangkan semua nodus berikutnya memiliki daun trifoliolat (daun

bertiga) yang tersusun bergantian.

Buah kedelai berbentuk polong dan setiap polong berisi satu sampai empat

biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran

biji berkisar antara 6-30 gram/100 biji. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi tiga

kelas, yaitu biji kecil (6-10 gram/100 biji), sedang (11-12 gram/100 biji), dan

besar (13 atau lebih/100 biji). Warna kulit biji bervariasi antara lain, kuning, hijau,

cokelat, dan hitam (Fachruddin, 2000). Adie dan Krisnawati (2016)

menambahkan bahwa polong muda berwarna hijau dan berubah menjadi

kuning atau coklat setelah matang. Pada polong terdapat trikoma (bulu halus)

dengan intensitas kepadatan dan panjang yang berlainan tergantung

varietasnya.

Baharsjah dalam Ningrum (2011) menyatakan bahwa umumnya kedelai

menghendaki tanah yang berstruktur remah dengan keasaman sedang (pH 5-7).

Adapun Fachruddin (2000) menyatakan nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai

dan bakteri Rhizobium adalah 6.0-6.8. Apabila pH di atas 7.0 tanaman kedelai

mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning.

Sementara pada pH di bawah 5.0, kedelai mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn

sehingga pertumbuhannya terganggu. Tanaman kedelai dapat ditanam pada

berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi yang baik. Jenis tanah yang sangat

cocok untuk kedelai adalah aluvial, regosol, dan grumosol.

Page 9: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

13

Kondisi iklim yang cocok untuk penanaman kedelai di Indonesia umumnya

adalah daerah dengan kelembaban udara (RH) rata-rata 65% dan curah hujan

paling optimum antara 100-200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.4 Pengendalian Soybean Mosaic Virus (SMV)

Langkah-langkah saat ini untuk mengendalikan serangan vektor virus SMV

adalah melalui: (1) pengembangan dan penggunaan kultivar kedelai yang

membawa gen resisten, (2) penggunaan benih bebas SMV, (3) pemilihan waktu

tanam yang tepat, dan (4) pengendalian vektor virus SMV dengan pestisida.

Seiring dengan perubahan iklim (seperti pemanasan global), munculnya isolat

baru yang lebih kuat (termasuk isolat perusak ketahanan tanaman) dan vektor-

vektor baru seperti Aphis glycines, serta taraf peningkatan infeksi SMV dan virus

kedelai lainnya, langkah-langkah tersebut di atas tentu menjadi sudah tidak

efektif. Karena itulah, pengembangan teknologi baru mesti dilakukan untuk

menangani infeksi SMV ini (Cui et.al., 2010). Sanafacon dalam Cui et.al (2010)

menyatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir, berbagai strategi baru

dikembangkan untuk menangani virus tanaman. Pada level protein, salah satu

pendekatan adalah melalui pembuatan protein yang diinginkan pada tanaman

transgenik, yang kemudian dapat menghambat aktivitas protein virus.

Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

lingkungan, maka usaha pengendalian hama dan penyakit sekarang lebih

diarahkan kepada pemanfaatan musuh-musuh alami hama dan patogen yang

lebih dikenal dengan pengendalian secara hayati (Nurhayati, 2011). Hanudin

dan Marwoto (2012) mencatat bahwa terdapat berbagai spesies

Page 10: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

14

mikroorganisme yang telah berhasil diisolasi dan dievaluasi efektifitasnya

sebagai agens pengendali hayati (APH) penyakit tanaman termasuk virus, dan

diformulasi dalam bentuk biopestisida. APH dapat dikelompokkan ke dalam

golongan bakteri, cendawan, actinomycetes, dan virus. Kelompok bakteri yang

telah digunakan sebagai APH antara lain adalah Bacillus spp., B. cereus, dan

B. subtilis. Adapun kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH

penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp.

Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa mikroba

endofit mampu menekan penyebaran virus pada tanaman. Setyowibowo (2015)

melaporkan bahwa tanaman kedelai yang diberi isolat bakteri strain KF dan RK3

mampu menurunkan keparahan penyakit sebesar 35% dan menurunkan kejadian

penyakit 30% yang disebabkan oleh Soybean Mosaic Virus (SMV). Kedua isolat

tersebut juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai lebih baik dan

berbeda nyata dibanding kontrol serta isolat lainnya. Hasil penelitian Millah

(2016) juga membuktikan bahwa perlakuan filtrat bakteri endofit mampu

menekan keparahan penyakit yang disebabkan oleh Bean Common Mosaic Virus

Strain Black Eye Cowpea (BCMV-BlC) pada Kacang Panjang sebesar 68.27%

dan mengurangi titer virus sebesar 75.10%. Secara umum perlakuan filtrat bakteri

endofit menunjukkan peubah agronomi yang lebih baik dibandingkan tanaman

terinfeksi BCMV tanpa perlakuan filtrat bakteri endofit.

2.5 Ketahanan Induksi Tanaman

Ketahanan tanaman dapat terjadi secara genetik maupun secara terinduksi.

Ketahanan terinduksi dapat melalui proses SAR (Systemic Aquired Resistance)

Page 11: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

15

dan ISR (Induced Systemic Resistance) (Wijayanti et.al., 2017). Pieterse et.al

dalam Setyowibowo (2015) menyatakan bahwa proses SAR (Systemic Aqcuired

Resistance) atau ISR (Induced Systemic Resistance) melibatkan berbagai jenis

gen, enzim dan protein. Baik SAR maupun ISR sama-sama berperan penting

meningkatkan ketahanan tanaman. Pemicu peningkatan ketahanan melalui ISR

terjadi bukan karena infeksi patogen, tetapi oleh adanya infeksi mikroba non

patogen pada perakaran, seperti bakteri dan cendawan. Respon tanaman terhadap

adanya infeksi mikroba nonpatogen yakni tanaman akan memproduksi senyawa-

senyawa pertahanan, seperti asam jasmonat (JA) dan senyawa etilen (ET).

Aktivasi senyawa pertahanan tersebut tidak berhubungan dengan peran gen-gen

pertahanan (PR) seperti halnya pada SAR.

Gambar 3. Mekanisme induksi ketahanan tanaman secara sistemik (Sumber:

Vallad dan Goodman, 2004)

Nicaise (2014) menyatakan bahwa hormon tanaman memiliki peran

penting bagi perlawanan tanaman terhadap serangan patogen virus. Jumlah dan

komposisi hormon serta waktu tanaman menghasilkan hormon saat ada serangan

Page 12: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

16

virus sangat bergantung pada karakter dan strategi menginfeksi dari virus yang

menyebar tersebut. Alazem dan Lin (2015) melaporkan bahwa terdapat empat

hormon yang secara utama mengatur pertahanan tanaman terhadap patogen, yakni

Asam Salisilat (SA), Asam Jasmonat (JA), Etilen (Et) dan Asam Absisat (ABA).

Pada tanaman yang rentan, infeksi virus menghasilkan gangguan hormonal yang

bermanifestasi sebagai induksi simultan dari beberapa hormon antagonis.

Gen-gen pertahanan pada tanaman memungkinkan tanaman dapat

mengenali patogen spesifik, yang menghasilkan pengaktifan sejumlah respon

pertahanan yang mencakup: (1) kematian sel terprogram yang terlokalisir (respons

hipersensitif, HR), (2) Sintesis protein yang berhubungan dengan patogenesis

(pathogenesis related, PR) dan (3) Induksi SAR (systemic acquired resistance).

Respon ini dikoordinasikan oleh suatu jalur (pathway) transduksi sinyal yang

bercabang (Murphy et.al.,1999).

Asam Salisilat menginduksi ekspresi dari banyak gen yang berhubungan

dengan pertahanan tanaman (Murphy et.al.,1999). Asam salisilat merupakan

komponen penting di jalur transduksi sinyal yang mengarah ke SAR pada seluruh

spektrum patogen tanaman: bakteri, jamur, dan virus. Pemicu paling umum

terjadinya sintesis Asam Salisilat dan induksi SAR adalah respons hipersensitif

(HR), yang dihasilkan dari interaksi produk gen pertahanan tanaman inang dengan

elisitor yang diproduksi patogen tertentu. Asam Salisilat dapat menghambat

perkembangan penyakit virus pada tanaman dengan dua cara, yaitu dengan

menghambat replikasi virus pada titik awal infeksi, atau dengan menunda

pergerakan virus keluar dari jaringan yang diinokulasi (Naylor et.al., 1998).

Page 13: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Indigenouseprints.umm.ac.id/38048/3/BAB II.pdf · penghasil metabolit yang bermanfaat untuk manusia dan lingkungan, hanya sedikit dari

17

Asam jasmonat mengatur ISR bersama Et yang disebabkan oleh mikroba

non-patogen seperti rizobakteri. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa induksi

asam jasmonat melalui perantara rizobakteri mengurangi gejala infeksi CMV.

Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa perlakuan kontinu dengan asam

jasmonat menurunkan titer DNA Beet Curly Top Virus (BCTV) pada tanaman Bit

(Alazem dan Lin, 2015).