bab ii tinjauan pustaka 2.1 kulit - sinta.unud.ac.id1].pdfkulit merupakan pembungkus yang elastis...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat
tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kira – kira 15% dari berat tubuh
dan luas kulit orang dewasa 1,5 cm2. Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif,
serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya.
Rata – rata tebal kulit 1-2 cm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan
kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital
dan esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus
(keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet (Wibowo, 2008).
Selain sebagai pelindung, kulit juga berfungsi sebagai mencegah terjadinya
kehilangan cairan tubuh yang esensial, mengatur suhu tubuh, sintesis vitamin D,
serta berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi sosial (Brown dan
Burn, 2005).
7
8
Secara garis besar kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu epidermis,
dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.
Gambar 1. Anatomi Kulit Manusia (Taghizadeh dan Bastanfard, 2012)
Lapisan epidermis terbagi dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5
lapisan, yakni (Mescher, 2013):
1. Lapisan Tanduk (Stratum Corneum)
2. Lapisan Jernih (Stratum Lucidum)
3. Lapisan berbutir-butir (Stratum Granulosum)
4. Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum atau Malphigi Layer)
5. Lapisan Basal (Stratum Germinativum atau Membran Basalis)
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang kedua dan terdiri dari berbagai
jaringan ikat. Pada lapisan dermis juga terdapat kelenjar minyak (sebasea) yang
mensekresi sebum ke dalam folikel rambut atau kadang-kadang melalui pori-pori
permukaan kulit. Penumpukan sebum pada duktus suatu kelenjar minyak akan
menghasilkan ketombe serta jerawat jika sebum terinfeksi bakteri (Pack, 2007).
9
Lapisan subkutan atau hipodermis terdapat di antara dermis dan jaringan
serta organ di bawahnya. Lapisan ini terdiri dari sebagian besar jaringan adiposa
dan merupakan tempat penyimpanan lemak tubuh. Lapisan ini juga memiliki
fungsi sebagai pengikat kulit dengan permukaan di bawahnya, menyerap
guncangan dari benturan kulit, dan menyediakan penyekatan suhu (Pack, 2007).
2.1.1 Fibroblast
Fibroblast adalah jenis sel utama dalam dermis. Fibroblast memproduksi
kolagen, elastin, protein matriks lainnya, dan enzim seperti kolagenase dan
stromelysin. Di dalam dermis juga terdapat sel mast, leukosit polimorfonuklear,
limfosit dan makrofag (Baumann dan Saghari, 2009).
Fibroblast tersebar di antara kolagen yang juga memproduksi glikoprotein,
glikosaminoglikan, serta proteoglikan yaitu polisakarida yang berbentuk gel
seperti pelumas untuk menjaga ligamentum dan tulang rawan tetap berfungsi baik.
Selain itu fibroblast juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki jaringan
yang rusak dan akan bertambah jumlahnya apabila terjadi luka.
Gambar 2. Fibroblast (Harjana, 2011)
Keterangan Gambar (A) Histologi fibroblast. (B) Morfologi Fibroblast
A B
10
Sel fibroblast yang diberi pewarnaan Hematoxylin-eosin berkelompok
membentuk suatu garis sejajar dengan dikelilingi sitoplasma berwarna kemerahan
(Kierman, 2008). Berikut adalah contoh pemeriksaan histopatologi sel fibroblast
menggunakan pewarnaan Hematoxylin-eosin.
Gambar 3. Sel fibroblast dengan pewarnaan Hematoxylin-eosin (Nawir, 2015)
Fibroblast membuat serat-serat kolagen, retikulin, elastin, glikosaminoglikan
dan glikoprotein dari substansi intercellular amorf. Serat kolagen adalah serat
yang paling banyak dijumpai dalam jaringan penyambung. Serat-serat kolagen
segar merupakan benang-benang tanpa warna, namun bila terdapat dalam jumlah
besar akan menyebabkan jaringan tempat beradanya tampak putih, misalnya pada
tendon dan aponeurosis (Mescher, 2010).
Fibroblast mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel, dan
polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut. Pada
orang dewasa, fibroblast dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan.
Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblast tambahan, yaitu bila
jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).
11
2.2 Sinar UV
Radiasi sinar ultraviolet adalah bagian dari spektrum cahaya
elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang daripada sinar-X
tetapi lebih pendek daripada sinar tampak yaitu antara 200 – 400 nm dan energi
antara 3 – 124 eV. Spektrum ultraviolet sinar matahari dapat dibagi menjadi 3
segmen berdasarkan panjang gelombang radiasinya. Yaitu gelombang pendek
(UV-C), gelombang medium (UV-B), dan gelombang panjang (UV-A).
1. UV-C dengan spektrum 200-290 nm, adalah radiasi yang paling banyak
diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai
permukaan bumi. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat
hebat dan bersifat sangat mutagenik. Radiasi UV-C dapat menembus kulit
sampai 60-80 μm dan dapat merusak molekul DNA.
2. UV-B dengan spektrum 290-320 nm, paling banyak menembus atmosfer
bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi
bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Radiasi
UV-B dapat menembus kulit sampai kedalaman kira-kira 160-180 μm.
Sehingga dapat menembus seluruh lapisan epidermis (70% diserap di
stratum korneum, 20% dikeseluruhan epidermis) dan sebagian dermis
(sekitar 10%). Radiasi UV-B dapat memicu baik langsung maupun tidak
langsung, kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai
efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya
tumor kulit.
12
3. UV-A dengan spektrum 320-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah.
1000 kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak
mencapai permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar
matahari yang berhasil sampai ke permukaan bumi. UV-A dapat
menembus sampai kedalaman 1000 μm. Radiasi UV-A diserap sebagian
besar pada lapisan epidermis, tetapi 20-30% mencapai bagian yang lebih
dalam dermis kulit manusia. Dan bertanggung jawab atas timbulnya tumor
kulit baik yang jinak maupun kanker.
(Kochevar dan Taylor, 2003; Nichols dan Katiyar, 2010).
Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan terbentuknya
radikal bebas. ROS mengakibatkan hidroksilasi, peroksidasi, cross-link,
pemutusan rantai, penambahan radikal pada cincin aromatik, pembentukan
aldehid dan deplesi thiol. Autooksidasi dari asam lemak tak jenuh ganda pada
membran lipid juga terjadi, kemungkinan berhubungan dengan singlet oksigen,
radikal perhidroksi atau radikal hidroksil (Wenk et al., 2001).
Walaupun kulit mengandung banyak enzim antioksidan (Superoksid
dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase) dan molekul antioksidan
non enzim (tokoferol (vitamin E), koenzim Q10 (CoQ10), asam askorbat (vitamin
C) dan keratenoid), tetapi masih jauh dari efek dalam mengatasi stres oksidatif
yang terjadi, dan cenderung terus berkurang bersama dengan bertambahnya usia
(Yaar dan Gilchrest, 2007; Nichols dan Katiyar, 2010). Stres oksidatif merupakan
keadaan yang tidak seimbang antara jumlah molekul radikal bebas dan
antioksidan dalam tubuh (Trilaksani, 2003).
13
2.3 Penuaan Kulit dan Photoaging
2.3.1 Definisi Penuaan Kulit
Definisi aging menurut American Academy of Anti Aging Medicine (A4M)
adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan
aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus
dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Goldman dan Klatz, 2007).
Penuaan adalah penurunan dalam proses fisiologis setelah melewati fase
reproduktif dari kehidupan (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Menurut Medical
online Dictionary, penuaan pada kulit adalah suatu mekanisme biologis yang
ditandai dengan adanya perubahan struktur maupun elastisitas kulit, yang terjadi
bersama dengan waktu sebagai bagian dari proses penuaan fisiologis (intrinsik)
maupun yang dipicu oleh efek dari luar (ekstrinsik).
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Penuaan Kulit
Faktor penuaan dalam Medical online Dictionary dibedakan secara intrinsik
dan ekstrinsik.
1. Faktor penuaan intrinsik (intrinsic Aging, Chronologic Aging)
Merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah,
disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik,
hormonal maupun rasial.
2. Faktor Menua Ekstrinsik
Terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Faktor lingkungan seperti
radiasi ultraviolet (UV) sinar matahari, kelembaban udara, suhu dan
berbagai faktor luar lainnya dapat mempercepat proses penuaan kulit
14
sehingga terjadi penuaan dini kulit. Selain itu, kulit adalah organ yang
mengalami kontak langsung dengan lingkungan sehingga sangat terpengaruh
oleh faktor lingkungan.
Proses penuaan ekstrinsik berbeda dengan proses penuaan intrinsik baik
secara klinis maupun secara histologis. Secara klinis pada penuaan ekstrinsik
(terutama akibat radiasi sinar UV), kulit menjadi kering, kasar, tidak merata,
warnanya tidak merata (hipo/hiperpigmentasi), terjadi kerutan yang dalam atau
atrofi yang parah, timbul teleangiektasis, pembentukan lentigo solaris, timbulnya
lesi kulit premalignant, tidak elastis dan kaku, serta leathery appearance (Helfrich
et al., 2008). Ditambah tanda-tanda lain seperti elastosis (kulit menjadi kasar,
kuning dan timbul cobblestone effect) serta actinic purpura (kulit menjadi mudah
memar yang disebabkan oleh rapuhnya dinding pembuluh darah) (Gilchrest dan
Yaar, 2000).
Sebaliknya penuaan kulit intrinsik (chronologic skin aging), ditandai oleh
timbul kerutan halus, xerosis, kusam, dan timbulnya berbagai tumor kulit jinak
kulit seperti seborrheic keratosis dan cherry angioma (Yaar dan Gilchrest, 2008).
Penuaan ekstrinsik, secara histologis memiliki karakteristik berupa massa elastin
yang kusut dan kemudian mengalami degradasi membentuk massa yang amorfik,
jaringan penyangga kulit yang sebagian besar terdiri dari glikosaminoglikan dan
proteoglikan meningkat. Sementara itu, jumlah serat kolagen berkurang karena
degradasinya meningkat akibat peningkatan enzim matriks metallo proteinase dan
pelepasan sitokin, ditambah lagi dengan kontraksi pada septa di lemak subkutan
sehingga timbul kerutan. Kompaksi stratum corneum meningkat, lapisan sel
15
granular di epidermis menebal, epidermis menipis akibatnya kulit jadi kering dan
kasar. Melanosit yang mengalami hipertrofi meningkat jumlahnya, begitu pula
kadar melanin per unit nya, akibatnya muncul freckless dan hiperpigmentasi (Yaar
dan Gilchrest, 2008).
2.3.3 Mekanisme Photoaging
Saat kulit terekspos dengan sinar matahari, radiasi UV terserap oleh molekul
kulit yang dapat menimbulkan senyawa berbahaya yang disebut reactive oxygen
species (ROS) (Fisher et al., 2002). Hal ini dapat menyebabkan kerusakan
oksidatif pada komponen sel seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan
DNA. ROS ini juga berpengaruh besar pada jalur molekul. Penyinaran kulit
bokong manusia dengan 2 MED (minimal erythema dose, yaitu dosis minimal
radiasi UV-A / UV-B yang dapat menimbulkan efek erythema pada kulit) dapat
meningkatkan hidrogen peroksida, suatu ROS, dalam 15 menit (Helfrich et al.,
2008).
Selain itu penyinaran radiasi UV dapat menimbulkan perubahan pada
kolagen dermal melalui dua cara: (1) stimulasi pemecahan kolagen, menghasilkan
kolagen yang terpecah dalam fragmen dan tidak beraturan. (2) menghambat
biosintesis prokolagen, sehingga kandungan kolagen berkurang (Yaar dan
Gilchrest, 2008; Helfrich et al., 2008). Hanya dengan satu kali penyinaran UV
dengan dosis 2 MED, dapat menghambat sintesis prokolagen hampir total, yang
bertahan untuk 24 jam, diikuti dengan perbaikan dalam 48-72 jam setelahnya
(Fisher et al., 2001). Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menemukan
bahwa AP-1 (Activator protein-1) dan MMP meningkat dan tetap bertahan sampai
16
sekitar 24 jam setelah paparan radiasi UV serta terdapat peningkatan pemecahan
kolagen yang signifikan.
Setiap paparan radiasi UV sepanjang usia hidup, sesungguhnya terus
terakumulasi sebagai ‘solar scar’, yang kemudian bermanifestasi sebagai kerutan
(wrinkle). Solar scar adalah kumpulan serat kolagen yang tidak beraturan.
Kulit yang terekspos sinar UV pada tahap sebelum terjadi sunburn, memicu
ekspresi MMP (Matrix Metalloproteinase) dalam keratinosit (KC) di lapisan luar
kulit dan fibroblast (FB) di jaringan konektif. MMP kemudian mendegradasi
kolagen pada matriks ektraseluler lapisan dermis. Tingkat destruksi matriks
dibatasi secara simultan oleh TIMP-1 (Tissue Inhibitor of Matrix
Metalloproteinase), yang secara parsial bekerja menghambat aktivitas MMP.
Pemecahan kolagen selalu diikuti dengan sintesis dan perbaikan, yang seperti
pada hampir semua proses penyembuhan luka, tidak pernah sempurna dan
menyisakan bekas, walaupun awalnya secara klinis tidak terlihat. Tetapi bersama
Gambar 4. Memperagakan model hipotesis terbentuknya solar scar.
17
dengan bertambahnya usia dan ekspos sinar UV yang terus terjadi, terjadi
penumpukan solar scar, yang lama kelamaan mulai terlihat secara klinis berupa
kerutan (photoaging).
2.3.4 Clinical photoaging
Dalam sistem yang diusulkan Richard G. Glogau, pasien diklasifikasikan
sebagai photoaging tipe I sampai IV (Tabel 1), tergantung pada tingkat kerutan
yang terlihat di kulit, terutama wajah. Sementara daerah lain, seperti dada bagian
atas, punggung tangan, dan lengan ekstensor, mungkin juga bidang yang menjadi
perhatian, sebagai hal praktis, kerusakan akibat sinar matahari pada wajah
biasanya yang menjadi alasan utama pasien ke dokter. Berikut adalah Glogau
Classificasion of Photoaging
Table 1. Glogau Classification of Photoaging Group Classification Typical Age Description Skin Characteristics
I Permulaan 28 – 35 Tidak terdapat
kerutan – kerutan
Permulaan photoaging:
perubahan pigmen ringan,
tidak terjadi keratosis,
kerutan minimal, minimal
atau tidak membutuhkan
makeup
II Sedang 35 – 50 Kerutan saat
bergerak
Permulaan menuju sedang
photoaging: Bercak coklat
mulai muncul, keratosis
jelas namun tidak tampak,
garis – garis sejajar mulai
muncul, menggunakan
sedikit foundation
III Lanjutan 50 – 65 Kerutan saat
beristirahat
Photoaging Lanjutan:
ketidakseragaman warna
18
kulit jelas, pembuluh
darah tampak
(telangiectasias), keratosis
tampak, butuh
penggunaan foundation
lebih banyak.
IV Parah 60 – 75 Hanya kerutan Photoaging parah: warna
kulit kuning-kelabu,
penyakit berbahaya pada
kulit, kerutan – kerutan
yang dalam – kulit tidak
normal, tidak dapat
menggunakan makeup
karena akan lengket dan
terlihat retak.
(Glogau, 1996).
Pasien yang lebih muda, biasanya dalam dekade kedua atau ketiga, hanya
menampilkan tanda-tanda awal dari photoaging, biasanya sebagai perubahan
ketidakrataan warna, tetapi umumnya tidak memiliki keriput sama sekali, bahkan
ketika wajah bergerak berbicara atau berekspresi. Mereka dikategorikan sebagai
tipe I, "tidak ada keriput". Mereka umumnya tidak mengenakan foundation riasan
sama sekali karena mereka tidak memerlukannya, baik untuk warna atau garis
(Gambar A). Dalam usia lanjut keriput mulai muncul, pada awalnya hanya ketika
wajah bergerak, biasanya sebagai garis ekspresi sejajar dengan lipatan meilolabial,
sudut mulut, daerah canthal lateral, dan lebih lengkung zygomatic dan eminences
malar. Mereka sering menggunakan foundation makeup untuk menyeragamkan
ketidakteraturan warna dan menyembunyikan nada pucat yang dihasilkan dari
paparan sinar matahari yang kronis. Pasien – pasien ini umumnya di usia tiga
19
puluhan atau empat puluhan dan wajahnya terlihat tidak bergaris saat sedang
istirahat. Namun, segera setelah mereka mulai berbicara, garis muncul. Mereka
diklasifikasikan sebagai tipe II, "kerutan dalam gerak" (Gambar B). Akibat
photoaging, kerutan bertahan ketika wajah sedang beristirahat, dan umumnya
pada dekade kelima, ada garis paralel terlihat di area canthus lateral, sejajar
dengan sudut mulut, menjalar ke bawah dari bawah kelopak mata ke pipi malar,
dan di bibir atas dan bibir bawah. Makeup foundation masih membantu untuk
ketidakseragaman warna kulit pada pasien ini, tetapi cenderung garis wajah masih
terlihat. Pasien-pasien ini memiliki garis – garis wajah yang terlihat bahkan ketika
wajah mereka saat istirahat, dan diklasifikasikan sebagai tipe III, "keriput saat
istirahat" (Gambar C). Dan pada usia lanjut photoaging telah terlihat, secara
bertahap menyebar untuk menutupi sebagian besar kulit wajah, biasanya pada usia
dekade keenam atau ketujuh, tetapi sebelumnya pada kasus yang berat. Banyak
dari pasien ini telah memiliki satu atau lebih kanker kulit. Makeup benar-benar
tidak praktis karena penampilan yang terlihat seperti lumpur retak bila digunakan
pada permukaan yang tidak rata. Pasien-pasien ini memiliki kulit bergaris di mana
saja pada wajah mereka, dan diklasifikasikan sebagai tipe IV, "hanya keriput"
(Gambar D).
B A
20
2.3.5 Photoaging Tingkat Seluler
Radiasi sinar ultraviolet yang paling banyak berpengaruh terhadap kesehatan
kulit adalah UV-B. Kromofor dari UV-B adalah DNA. Kelainannya berupa lesi
DNA pada cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa
eritema atau kemerahan. Hasil akhir dari proses glikasi atau advance glycation
end product (AGE) yang terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti
matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga
merusak fibroblast di dermal. Sinar UV juga terbukti meningkatkan degradasi
kolagen melalui aktivasi MMP dan penurunan mekanisme sinyal TGF-β.
Kemudian sinar UV dapat memacu sintesis MMP-1 dan -3 melalui pelepasan
TNF-α oleh keratinosit dan fibroblast. UV-B secara langsung berefek pada
kerusakan DNA terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan
pyrimidine pyrimidone photoproduct, yang secara langsung mempengaruhi
sintesis asam nukleat. Walaupun nukleus DNA mempunyai kemampuan untuk
memperbaiki diri, kerusakan DNA jarang sekali diperbaiki secara komplit. Sisa
sel yang tidak mengalami apoptosis setelah kerusakan DNA dan tidak mengalami
Gambar 5. Photoaging menurut klasifikasi Glogau (Glogau, 1996)
D C
21
perbaikan sempurna akan mempunyai resiko terjadinya mutasi dan akhirnya dapat
menjadi sel kanker (Varani et al., 2010).
Berdasarkan hasil penelitian secara in vitro yang dilakukan oleh Rojas et al.,
(2010) diketahui bahwa radiasi sinar UV-B dengan dosis tunggal 60 mJ/cm2 pada
HOM fibroblast secara signifikan mengurangi proliferasi sel selama 48 jam
pertama setelah paparan UV-B. Berdasarkan penelitian Wang et al.,(2010)
diketahui bahwa paparan UV-B dengan dosis 50-350 mJ/cm2 pada Human Dermal
Fibroblast (HDFs) terdapat penurunan kelangsungan hidup sel seiring dengan
peningkatan dosis paparan. Pada paparan dosis 300 mJ/cm2 dan 350 mJ/cm
2
menunjukkan adanya penghambatan kelangsungan hidup sel yang sangat
signifikan. Disebutkan bahwa UV-B memiliki potensi karsinogenik yang lebih
kuat dan juga dapat mengasilkan reactive oxygen spesies (ROS) yang
menyebabkan terjadinya apoptosis sel. Apoptosis sel menyebabkan terjadinya
penuaan alami lebih cepat (Wang et al., 2010).
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu elektron yang
tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas bersifat tidak stabil, dan
mudah bereaksi dengan bahan kimia anorganik dan organik, selain itu radikal
bebas memiliki kecenderungan untuk menarik elektron dan dapat merubah suatu
molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau bertambahnya
satu elektron pada molekul lain (Mitchell, 2013).
22
Reactive Oxygen Species (ROS) adalah jenis oksigen yang diturunkan oleh
radikal bebas. ROS memiliki gugus fungsional dengan atom oksigen bermuatan
elektron lebih yang berperan pada cedera sel. ROS terbentuk secara terus
menerus, baik memalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan
gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi
lingkungan, sinar UV, asap rokok, dan lain – lain (Winarsi, 2007; Mitchell, 2013).
Antioksidan (AO) merupakan senyawa yang mampu menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh dengan cara mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitasnya bisa
dihambat (Winarsi, 2007). Berdasarkan mekanisme pertahanannya, AO dibedakan
menjadi:
1. Mekanisme pertahanan AO primer/chain breaking/scavenger antioxidants
adalah menetralisir radikal bebas dengan mendonasikan satu elektronnya.
Molekul AO yang telah kehilangan satu molekulnya akan menjadi radikal
bebas yang baru, namun dianggap relatif stabil atau akan dinetralisir oleh
AO lainnya. Contoh AO tipe ini adalah vitamin E, vitamin C, asam alfa
lipoat (ALA), CoQ10, flavonoid, asam urat dan bilirubin.
2. Mekanisme pertahanan AO sekunder/preventive antioxidants bekerja
dengan mengikat logam, menyingkirkan berbagai logam transisi pemicu
ROS dan menyingkirkan ROS. Contoh AO tipe ini adalah transferin,
laktoferin, seruloplasmin, dan albumin.
3. Mekanisme pertahanan tersier dilakukan untuk mencegah penumpukan
biomolekul yang telah rusak agar tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut.
23
Misalnya kerusakan DNA akan diperbaiki oleh enzim metionin sulfaoksida
reduktase, protein yang teroksidasi akan diproses oleh sistem enzim
proteolitik dan lipid teroksidasi oleh lipase, peroksidase dan sebagainya.
(Ardhie, 2011).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan
sintetik (Cahyadi, 2006). Antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuh-
tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi,2007), sedangkan yang
termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butil hidroksilanisol (BHA), butyl
hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan etoksiquin (Cahyadi, 2006).
2.5 Peran Antioksidan Pada Photoaging
Seiring dengan proses penuaan alami, mekanisme pertahanan tubuh akan
berkurang, sedangkan produksi ROS meningkat, hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan antara jumlah AO endogen dan ROS. Selain itu mekanisme
pertahanan antioksidan endogen juga dapat dihambat oleh sinar UV dan sinar UV
dapat meningkatkan produksi ROS pada tubuh. Banyak penelitian yang
membuktikan bahwa menggunakan antioksidan eksogen dapat mengurangi
kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Teori radikal bebas dari proses
penuaan menjelaskan mengapa antioksidan dapat mencegah kerutan, tetapi teori
ini tidak dapat membuktikan penggunaan antioksidan dapat menyembuhkan
kerutan yang telah ada (Baumann dan Allemann, 2009).
Antioksidan eksogen berupa pemberian topikal yang telah banyak
digunakan adalah asam askorbat (Vitamin C). Berdasarkan penelitian Eberlein et
24
al., (1998) diketahui bahwa asam askorbat dapat melindungi kulit dari sinar
matahari menunda timbulnya tumor kulit dan mengurangi kerutan pada kulit yang
diakibatkan oleh radiasi UV-B (photoaging). Penelitian yang telah dilakukan Yin
et al., (1996) terhadap kultur sel fibroblast diketahui bahwa komponen polifenol
yang terkandung dalam ekstrak segar daun teh dapat berasosiasi untuk menyerap
radikal oksidan dengan tidak terjadinya pertumbuhan sel-sel tumor tetapi hampir
tidak memberikan efek pertumbuhan pada sel-sel normal.
Antioksidan lain yang telah dibuktikan dapat memberikan perlindungan
terhadap penuaan dini adalah genistein, senyawa aktif isoflavon. Genistein
merupakan senyawa antioksidan yang terdapat pada makanan. Pengujian genistein
antioksidan telah dilakukan pada kultur Human Dermal Fibroblast (HDFs) secara
in vitro yang diberi paparan sinar UV-B dan dibuktikan bahwa genistein
melindungi fibroblast kulit terhadap penuaan dengan menginduksi enzim
antioksidan endogen dan mencegah stres oksidatif intraseluler yang berasal dari
mitokondria (Wang et al., 2010).
Senyawa antioksidan yang diperoleh dari tanaman disebut phyto
antioxidant. Berdasarkan penelitian Chiu et al., (2005) dan Meo et al., (2013)
diketahui bahwa polifenol merupakan senyawa antioksidan yang baik. Mekanisme
antioksidan senyawa polifenol berdasarkan atas kemampuan mendonorkan atom
hidrogen dan kemampuan mengkhelat ion–ion logam. Setelah mendonorkan satu
atom hidrogen, senyawa fenolik terstabilkan secara resonansi, yang tidak mudah
berpartisipasi dalam reaksi radikal yang lain.
25
Moertolo, (2015) telah melakukan pengujian antioksidan antosianin dari
ekstrak beras hitam, diketahui bahwa antosianin dapat menmenghambat
penurunan jumlah kolagen yang diradiasi oleh sinar UV-B, dimana dengan
adanya penurunan jumlah kolagen maka akan menyebabkan kerutan pada kulit
(clinical photoaging).
2.6 Manggis (Garcinia mangostana L.)
Garcinia mangostana L. merupakan pohon buah dengan tinggi mencapai 25
meter. Berbatang kayu dengan warna hijau kotor yang bulat tebal dan tegak
dengan diameter batang 45 cm memiliki daun tunggal yang berwarna hijau dan
berbentuk lonjong dengan ujung runcing, pangkal yang tumpul dan tepi yang rata,
pertulangan menyirip, berukuran panjang 20 – 25 cm dan lebar 6 – 9 cm.
berbungan tunggal berwarna kuning, berkelamin dua dan berada di ketiak daun
dengan panjang 1 – 2 cm. buah berbentuk bola yang tertekan, garis tengah 3,5 – 7
cm, berwarna ungu tua, dinding buah tebal dan berdaging. Berbiji bulat, berwarna
kuning hingga diameter ± 2 cm, dalam satu buah terdapat 5 -7 biji, diselimuti oleh
selaput biji yang tebal dan berair. Berakar tunggang berwarna putih kecoklatan
(Hutapea, 1994). Buah dan pohon manggis dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Manggis (Garcinia mangostana L.) (Hadriyono, 2011)
26
Simplisia kulit buah manggis berupa potongan padat, agak keras, bentuk
seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm,
permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat
kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa
sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata,
tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen
penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan
parenkim mesokarp (Depkes RI, 2010).
2.5.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Family : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
(Hutapea, 1994)
2.5.2 Kandungan Kimia
Praptiwi (2010), menyatakan kandungan kimia yang terdapat pada kulit
buah manggis terdiri dari flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, kuinon,
natrium, kalium, magnesium, kalsium, besi, zink dan tembaga. Kulit buah
27
manggis mengandung senyawa fenol, diantaranya xanton, antosianin,
proantosianin, asam fenolik dan flavonoid.
a. Xanthon
Xanton merupakan senyawa fenol utama yang terdapat pada kulit buah
manggis (Hutapea, 1994; Deylami et al., 2014). Kandungan xanton pada kulit
buah manggis mencapai 123,97 mg/100 mL (Yatman, 2012).
Xanton memiliki aktivitas farmakologi antipoliferasi, anti-inflamasi,
antimikrobial, antikarsinogenik, antimalaria, antialergi dan pro-apoptotic (Orozco
and Mark, 2013; Yatman, 2012). Xanton juga memiliki aktivitas farmakologi
sebagai antioksidan. Antioksidan banyak digunakan dalam bahan sediaan topikal
untuk pengobatan dermatologi. Antioksidan adalah zat yang dapat melawan
pengaruh bahaya dari radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang
terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi
kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh (Yulia, 2007). Susanti et al.
(2012), telah melakukan uji efek perlindungan senyawa xanton dalam ekstrak
kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sinar UV yang dilakukan
secara in vitro dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada rentang panjang
gelombang sinar UV (200-400 nm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
senyawa xanton yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana
L.) dapat menyerap sinar UV, dimana xanton memiliki panjang gelombang
maksimum 305-330 nm yang merupakan rentang panjang gelombang sinar UV.
Berikut ini adalah struktur xanton.
28
Gambar 7. Struktur umum xanton (Obot et al., 2011)
Xanton pada kulit buah manggis memiliki turunan seperti α-mangostin, β-
mangostin, γ-mangostin, gartanine, garcinone E, 8-deoxygartanine, 3-
isomangostin dan 9-hydroxycalabaxantone (Chaverri et al., 2008; Deylami et al.,
2014). Senyawa aktif utama yang terdapat pada kulit buah manggis adalah α-
mangostin (Palakawong et al., 2010).
b. α-mangostin
α-mangostin merupakan kandungan mayor dari ekstrak kulit buah manggis,
sebanyak 75%-85% α-mangostin telah diisolasi dari kulit buah manggis (Shibata
et al., 2013). Struktur α-mangostin adalah sebagai berikut.
Gambar 8. Struktur umum α-mangostin (Shibata et al., 2013).
2.5.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.)
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana ji
menggunakan metode DPPH (Weecharangsan et al., 2006; Chomnawang et al.,
29
2007; Palakawong et al., 2010). Metode DPPH pada prinsipnya adalah reaksi
penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan. Derajat penurunan
warna ungu merah DPPH menjadi DPPH dalam bentuk tereduksi (DPPHH) yang
berwarna kuning mengindikasikan kemampuan peredaman senyawa tersebut
sebagai antiradikal bebas dan dilakukan secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 517 nm (Kosem et al., 2007). Weecharangsan et al. (2006)
mempelajari sifat antioksidan dan neuroprotektif dari empat jenis ekstrak kulit
buah manggis (ekstrak air, ethanol 50%, ethanol 95%, dan ethyl acetate).
Kapasitas antioksidan tersebut diuji dengan metode DPPH dengan konsentrasi 1;
10; 50 and 100 μg/mL pada masing - masing ekstrak. Ekstrak air dan ethanol 50%
menunjukan kapasitas antioksidan paling tinggi yaitu dengan IC50 masing-masing
34,98 dan 30,76 μg/mL.
Berdasarkan hasil penelitian Yudisthira, (2014) menunjukkan bahwa ekstrak
etanol 96% kulit buah manggis dapat meningkatkan jumlah kolagen dermis dan
menurunkan ekspresi MMP-1, kerusakan kolagen akibat sinar UV merupakan
manifestasi awal photoaging. Zarena dan Sankar (2009) telah menguji aktivitas
antioksidan ekstrak kulit buah manggis dalam meredam radikal hidroksil dan
peroksidasi lipid, diketahui bahwa ekstrak kulit buah manggis memiliki
kemampuan melindungi kerusakan sel keratinosit yang terpapar H2O2 dengan
konsentrasi 200 µM, dan diketahui ekstrak tersebut dapat meningkatkan viabilitas
sel keratinosit.
Penelitian mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit buah manggis
terhadap jumlah fibroblast dan clinical photoaging belum dilakukan secara
30
khusus. Akan tetapi, kandungan polifenol dari ekstrak kulit buah manggis
memiliki aktivitas antioksidan terhadap jumlah fibroblast. Miguel (2012), juga
melakukan penelitian terhadap komponen bioaktif antioksidan polifenol pada
kultur oral fibroblast diketahui bahwa polifenol dapat melindungi kultur oral
fibroblast dari efek merusak seperti H2O2, EtOH dan Nikotin dengan menurunkan
total reactive oxygen species (ROS) dan meningkatkan kelangsungan hidup sel
serta sintesis DNA pada sel fibroblast tersebut.
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis terhadap jumlah fibroblast
telah dilakukan pengujian secara in vivo oleh Yulia (2013), dan diketahui bahwa
ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 300 mg dapat meningkatkan jumlah sel
fibroblast pada kulit tikus wistar jantan yang diinduksi bakteri Porphyromonas
gingivalis untuk mengoptimalkan proses penyembuhan melalui mekanisme
antiinflamasi dan penghambatan aktivitas radikal bebas. Trifena, (2012) juga telah
melakukan uji in vivo terhadap perlindungan clinical photoaging dengan
parameter kelembaban, elastisitas dan kecerahan kulit dari ekstrak kulit buah
manggis yang dibuat dalam sediaan krim, hasilnya menunjukkan bahwa
kelembaban, elastisitas, dan kecerahan kulit pasien coba secara statistik
menunjukkan peningkatan setelah pemakaian 28 hari.
2.7 Masker Gel Peel off
Masker adalah sediaan kosmetik yang biasa digunakan sebagai perawatan
wajah yang memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai pemberi kelembaban,
mengembalikan tekstur kulit, memberi nutrisi pada kulit, melembutkan kulit,
31
membersihkan pori-pori kulit, mencerahkan warna kulit, mengendurkan otot-otot
wajah dan menyembuhkan jerawat dan bekas jerawat, perlindungan dari bahaya
UV, antioksidan, mencegah penuaan dini, mencegah kerutan, dan mencegah
pengenduran kulit (Mitsui, 1997; Utami, 2014).
Masker merupakan salah satu cara membersikan wajah dari permukaan
kulit. Masker dapat dibedakan menjadi dua yakni masker yang dilepaskan dengan
dibilas dan masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel off).
Berdasarkan bentuknya masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel-
Off) dibedakan menjadi tiga yakni gel, pasta dan powder (serbuk). Masker peel-off
dalam bentuk gel atau masker gel peel-off merupakan masker berbentuk gel
transparan atau semi transparan yang mampu menyebar dengan baik serta
membentuk lapisan pada kulit yang mudah diangkat setelah dikeringkan. Setelah
lapisan film tersebut dikelupas maka kulit akan terasa lembab, lembut dan terasa
bersih (Mitsui, 1997). Masker gel peel off merupakan masker yang terbuat dari
bahan polimer seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet
alam (Shai et al., 2009). Bentu sediaan gel segera mencair jika berkontak dengan
kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim.
Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut (Yanhendri, 2012). Zat
aktif pada masker dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat
masker gel peel-off antara lain dapat mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih
dan segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur dapat
mengurangi kerutan halus pada kulit wajah (Evrilia et al., 2014).
32
Dibandingkan dengan sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk, masker
gel peel off memiliki beberapa keunggulan yaitu, dapat menimbulkan efek dingin
akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis
kulit khususnya respiration sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang
melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit,
memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan
daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman and
Banker, 1989; Voigt, 1994).
Masker diaplikasikan pada permukaan kulit dengan cara dioleskan, ditunggu
mengering, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel serta transparan
biasanya 15-30 menit kemudian dikelupas seperti pada gambar 8.
Gambar 9. Cara Menggunakan Masker Gel Peel off (Shai et al., 2009).
Keterangan: (A) Sepotong kain kasa yang dibasahi dengan akuades ditempatkan
pada wajah; (B) Masker gel peel off dioleskan di atas kasa; (C) Setelah waktu
pengaplikasian selesai masker diangkat dengan cara dikelupas.