bab ii tinjauan pustaka 2.1. konsep stres 2.1.1. pengertian … ii.pdf · 2019. 9. 23. · selain...

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep stres 2.1.1. Pengertian stres Stres adalah bagian yang penting dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Menurut WHO ( 2012 ) dalam Sukardiyanto ( 2008 ) stres adalah reaksi atau respon terhadap stressor psikososial ( tekanan mental atau beban kehidupan ). Stres adalah suatu kondisi yang bersifat internal, disebabkan oleh fisik, lingkungan, situasi sosial yang berpotensi merusak pribadi individu. Stres adalah keadaan psikologis yang terjadi ketika individu tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan dan situasi. Stres menurut Bartsch dan Evelyn, (dalam Nur Kholid dkk, 2012) adalah ketegangan, beban yang menarik seseorang dari segala penjuru, tekanan yang di rasahkan pada saat menghadapi tuntutan atau harapan yang menantang kemampuan seseorang untuk mengatasi atau mengelola hidup Stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa- peristiwa (disebut stresor) yang mengancam individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk stresor (sentrock, 2012). Stres adalah reaksi organisme terhadap rangsangan (stimulation) yang tidak menyenangkan, stres harus di pahami sebagai relasi interaktif yang terjadi di antara sistem fisik, fisiologis, psikologis, dan perilaku ( hanurawan, 2010 )

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep stres

    2.1.1. Pengertian stres

    Stres adalah bagian yang penting dan tidak dapat dihindari dalam

    kehidupan sehari-hari. Menurut WHO ( 2012 ) dalam Sukardiyanto ( 2008 )

    stres adalah reaksi atau respon terhadap stressor psikososial ( tekanan mental

    atau beban kehidupan ). Stres adalah suatu kondisi yang bersifat internal,

    disebabkan oleh fisik, lingkungan, situasi sosial yang berpotensi merusak

    pribadi individu. Stres adalah keadaan psikologis yang terjadi ketika individu

    tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan dan situasi.

    Stres menurut Bartsch dan Evelyn, (dalam Nur Kholid dkk, 2012) adalah

    ketegangan, beban yang menarik seseorang dari segala penjuru, tekanan yang

    di rasahkan pada saat menghadapi tuntutan atau harapan yang menantang

    kemampuan seseorang untuk mengatasi atau mengelola hidup

    Stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-

    peristiwa (disebut stresor) yang mengancam individu dan mengurangi

    kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk stresor (sentrock, 2012).

    Stres adalah reaksi organisme terhadap rangsangan (stimulation) yang tidak

    menyenangkan, stres harus di pahami sebagai relasi interaktif yang terjadi di

    antara sistem fisik, fisiologis, psikologis, dan perilaku ( hanurawan, 2010 )

  • 2.1.2. Etiologi stres

    Menurut Sukardiyanto ( 2010 ) penyebab stres adalah stressor. Macam –

    macam stressor antara lain fisik, psikologik, keluarga, sosial, spiritual, masalah

    keuangan, dan stressor akademik.

    2.1.2.1.Stres fisik

    Stressor fisik terbagi menjadi stressor fisik internal dan stressor fisik

    eksternal. Stresor fisik internal yaitu berasal dari dalam tubuh individu

    misalnya sakit kepala, masalah perut, dan sebagainya. Stressor fisik

    eksternal adalah stres yang datang dari luar tubuh individu seperti panas,

    dingin, suara, polusi, radiasi, makanan, zat kimia, trauma, pembedahan, dan

    latihan fisik yang terpaksa.

    2.1.2.2.Stres psikologis

    Stressor psikologis muncul karena tekanan waktu dan harapan yang tidak

    realistis pada individu sehingga menyebabkan tekanan dari dalam individu

    itu sendiri yang biasanya bersifat negatif seperti rasa takut, frustrasi,

    kecemasan (anxiety), rasa bersalah, rasa kuatir yang berlebihan, marah,

    benci, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri.

    2.1.2.3.Stres keluarga

    Stressor keluarga muncul dari masalah keluarga seperti hubungan dengan

    orang tua yang tidak harmonis, masalah dengan pasangan hidup, dan

    masalah dengan anak – anak seperti masalah uang, perhatian yang kurang

    dari keluarga, dan lain – lain.

  • 2.1.2.4.Stres sosial

    Stressor sosial muncul karena akibat tekanan dari luar yang disebabkan oleh

    interaksi sosial dan lingkungannya seperti sekolah, pekerjaan, dan

    masyarakat. Banyak stres sosial yang bersifat traumatik yang tidak dapat

    dihindari seperti kehilangan orang yang sangat dicintai, kehilangan

    pekerjaan, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah, pindah tempat

    kerja, dan sebagainya.

    2.1.2.5.Stres spiritual

    Stressor spiritual muncul saat nilai dasar spiritual atau keyakinan

    mengalami hambatan akibat hambatan dari waktu pertumbuhan spiritual

    tersebut. Mengabaikan kebutuhan spiritual mengakibatkan dan memberikan

    kontribusi kedalam tingkat stres yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan

    penurunan spiritual.

    2.1.2.6.Stres masalah keuangan

    Masalah keuangan hampir semua manusia mengalaminya. Hampir setiap

    mahasiswa maupun siswa mengalami masalah keuangan. Setiap mahasiswa

    atau sebagian mahasiswa untuk dapat bertahan kuliah dengan membawa

    beban pinjaman uang oleh orang tua atau keluarganya atau mahasiswa itu

    sendiri. Hal inilah yang membuat mahasiswa merasa kesulitan dalam

    memenuhi kebutuhan kuliahnya.

    2.1.2.7.Stres akademik

    Stressor akademik ini muncul ketika beban kuliah yang berat dan amat padat.

    Dua tahun pertama perkuliahan mahasiswa menghadapi persaingan yang

  • ketat dan takut gagal. Sebagai mahasiswa keperawatan stres muncul pada

    saat tugas kuliah banyak dan beban pratikum yang berat.

    Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stresor

    akademik terdiri dari:

    a. Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa

    percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa

    depan, melupakan sesuatu, dan berfikir terus-menerus mengenai apa

    yang seharusnya mereka lakukan.

    b. Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri,

    menggunakan obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau

    terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, dan

    menangis tanpa alasan.

    c. Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan

    berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa

    lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.

    d. Respon yang muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah,

    murung, dan merasa takut.

    Olejnik dan Holshuh (2007) menyatakan sumber stres akademik yang

    umum antara lain :

    1) Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum

    2) Prokrastinasi

    3) Standar akademik tinggi

  • 2.1.2.7.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik

    Stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

    faktor eksternal.

    1. Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik

    a) Pola pikir

    Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi

    mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali

    yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres

    yang akan siswa alami.

    b) Kepribadian

    Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya

    terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil

    dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.

    c) Keyakinan

    Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres

    siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan

    terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan

    situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat

    mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka

    panjang dapat membawa stres secara psikologis.

    2. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik

    a) Pelajaran lebih padat

    Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan

    standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar

  • bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa

    alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara,

    tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat

    stres yang dihadapi siswa meningkat pula.

    b) Tekanan untuk berprestasi tinggi

    Para siswa ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan

    mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru,

    tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri.

    c) Dorongan status sosial

    Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan

    kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak

    berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil

    secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat.

    Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban,

    malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan

    cendrung ditolak oleh guru, dimarahi orang tua, dan diabaikan teman-

    teman sebayanya.

    d) Orang tua saling berlomba

    Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi,

    persaingan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan

    dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya

    pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam program tambahan,

    kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan

    persaingan siswa terpandai, terpintar dan serba bisa

  • 2.1.2.7.2. Aspek stres akademik

    Olejnik dan Holschuh (2007) menjelaskan respon terhadap stressor

    akademik, terdiri dari cognitive, behavior, physical, affective. Cognitive

    response, yaitu respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan

    rasa percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa

    depan, melupakan sesuatu, dan berpikir terus-menerus mengenai apa yang

    seharusnya mereka lakukan. Behavior response adalah respon yang

    muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan obat-obatan dan

    alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau

    terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan. Physical response adalah respon

    yang muncul dari reaksi tubuh, seperti telapak tangan berkeringat,

    kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala,

    rentan sakit, mual, dan sakit perut. Affective response adalah respon yang

    muncul dari perasaan, seperti cemas, mudah marah, murung, dan merasa

    takut. Respon-respon tersebut pun dapat muncul pada mahasiswa yang

    mengalami stres akademik saat mengerjakan skripsi.

    2.1.2.7.3. Gejala-Gejala Stres Akademik

    Gejala-gejala stres akademik menyangkut kesehatan fisik dan kekuatan

    mental. Indivdu yang mengalami stres akademik bisa mengalami nervous

    dan merasakan kekhawatiran kronis. Individu tersebut sering menjadi

    mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks, atau menunjukan sikap yang

    tidak kooperatif. Selain itu, stres akademik juga ditunjukkan dengan

    gejalagejala sebagai berikut:

  • a. Gejala emosional yaitu marah-marah, cemas, kecewa, suasana hati

    mudah berubah-ubah, depresi, agresif terhadap orang lain, mudah

    tersinggung dan gugup.

    b. Gejala kognitif yaitu merasa sulit berkonsentrasi, takut gagal dalam tugas

    atau ujian, kacau pikirannya, daya ingat menurun, suka melamun

    berlebihan dalam kelas, kehilangan kepercayaan diri dan pikiran hanya

    dipenuhi satu pikiran saja.

    c. Gejala fisik yaitu sulit tidur, sakit kepala, selera makan berubah, tekanan

    darah menjadi tinggi, jantung berdebar-debar, dan kehilangan energi.

    2.1.2.7.4. Dampak Stres Akademik

    Stres akademik ini memberikan dampak terhadap kehidupan pribadi

    siswa baik secara fisik, psikologis, dan psikososial atau tingkah laku.

    Selain itu, juga berpengaruh pada penyesuaian akademik. Siswa yang

    mengalami stres akademik dalam kategori tinggi dimungkinkan berani

    menentang dan berbicara di belakang guru, sering membuat keributan di

    kelas, dan sering merasa pusing serta sakit perut.

    Selain itu diperkirakan 10% sampai 30% remaja yang sangat cemas

    di sekolah sangatlah mengganggu prestasi akademiknya. Dapat

    disimpulkan bahwa tuntutan yang ada disekolah menjadikan sumber stres

    tersendiri bagi siswa sehingga berdampak pada turunnya prestasi di

    sekolah, menjadikan siswa lebih agresif, tingkah laku maladaptif dan

    berbagai masalah dalam segi psikososial.

    Pendapat lain menyebutkan bahwa stres akademik ini tidak selamanya

    memberikan dampak yang negatif, melainkan juga dapat bermakna lebih

  • positif apabila berbagai tuntutan yang ada dijadikan sebagai tantangan

    tersendiri untuk mengatasinya. Adapun stres akademik yang di respon

    dengan posItif (eustress) justru dapat menjadikan untuk meningkatkan

    kualitas tinggi dan prestasi belajar.

    2.1.3. Klasifikasi stres

    Menurut Rice (1999), berdasarkan etiologinya stres dapat diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    1. Stres Kepribadian (Personality Stress)

    Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri

    seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan

    kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki

    risiko yang kecil terkena stres keperibadian.

    2. Stres Psikososial (Psychosocial Stress)

    Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain

    di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika

    mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan raya

    dan lain-lain.

    3. Stres Bio-ekologi (Bio-Ecological Stress)

    Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama

    adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal

    yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma,

    jerawatan, dan lain-lain.

    4. Stres Pekerjaan (Job Stress)

  • Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan

    di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target yang terlalu tinggi,

    usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis adalah beberapa hal

    umum yang dapat memicu munculnya stres akibat karir pekerjaan.

    5. Stres mahasiswa (College Student stress).

    Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan

    terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial, gaya

    hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah

    itu sendiri (Pin, 2011).

    2.1.4. Penggolongan stres

    Ambarwati ( 2010 ), stres terbagi atas distres dan eustres

    1. Distres ( stres negatif )

    Yaitu stres individu yang tidak mampu mengatasi keadaan emosinya

    sehingga akan mudah terserang distres. Distres memiliki arti rusak dan

    merugikan. Ciri – ciri individu yang mengalami distres adalah mudah

    marah, sulit konsentrasi, cepat tersinggung, bingung, pelupa, pemurung,

    penurunan akademik, dan kesulitan mengambil keputusan.

    Distress, atau stres negatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

    1) Menyebabkan kecemasan atau kekhawatiran

    2) Bisa jangka pendek atau jangka panjang

    3) Melemahkan diri dalam kemampuan mengatasi

    4) Merasa tidak semangat

    5) Mengurangi kinerja

  • 6) Dapat menyebabkan masalah mental dan fisik

    2. Eustres ( stres positif )

    Yaitu stres baik atau stres yang tidak mengganggu individu dan memberikan

    persaan senang dan bersemangat. Eustres adalah respon terhadap stres yang

    bersifat positif, sehat, dan konstruktif ( membangun ).

    Eustress, atau stres positif memiliki karakteristik sebagai berikut:

    1) Memotivasi, memfokuskan energi

    2) Jangka pendek

    3) Memacu diri dalam kemampuan mengatasi

    4) Merasa bergairah dan semangat

    5) Meningkatkan kinerja

    2.1.5. Tingkat stres dan faktor yang mempengaruhi tingkat stres

    2.1.5.1. Tingkat stres

    Sukardiyanto ( 2010 ), tingkat stres yaitu hasil penilaian stres yang dialami

    individu. Tingkat stres merupakan salah faktor pembeda dalam melakukan koping

    sebagai kegiatan kognitif. Tingkat stres digolongkan menjadi stres ringan, stres

    sedang, stres berat.

    1. Stres ringan

    Stres ringan adalah stres yang dihadapi setiap orang secara teratur,

    umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, banyak tidur,

    kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa

    menit atau beberapa jam atau biasanya tidak menimbulkan bahaya.

  • 2. Stres sedang

    Stres sedang umumnya lebih lama dari stres ringan. Biasanya berlangsung

    beberapa jam sampai beberapa hari. Situasi seperti ini akan berpengaruh

    pada kondisi kesehatan seseorang.

    3. Stres berat

    Stres berat merupakan stres kronik yang berlangsung beberapa minggu

    sampai beberapa tahun. Stres yang berat lebih cenderung mengalami

    gangguan misalnya pusing, mengalami ketegangan dalam bekerja,

    peningkatan tekanan darah, jantung berdebar – debar, nyeri leher dan bahu

    serta berkeringat dingin. Mahasiswa yang mengalami stres berat biasanya

    membolos atau tidak aktif dalam mengikuti perkuliahan.

    Tahapan tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan depression anxiety

    stress scale 42 ( DASS 42 ). DASS 42 merupakan skala subjektif yang dibentuk

    untuk mengukur emosional negatif dari depresi, cemas, dan stres. DASS 42

    adalah suatu alat ukur yang digunakan oleh Lovibon ( 1995 ) untuk menilai serta

    mengetahui tingkat depresi, kecemasan, dan stres. DASS 42 adalah alat ukur yang

    bertujuan untuk menegenal status emosional individu yang biasanya digambarkan

    sebagai stres.

    Penelitian tingkat stres menggunakan alat ukur yaitu kuisioner DASS 42 yang

    telah dimodifikasi oleh Chomaria ( 2009 ), Sriati ( 2008 ), dan Yulianti ( 2004 ) dan

    http://digilib.unsri.ac.id.2009 dan kemudian dikategorikan menjadi 3 tingkatan stres

    yakni stress ringan dengan skor < 56 % dari skor total, stres sedang dengan skor 56 –

    75 % dari skor total, stres berat dengan skor > 75 % dari skor total.

    http://digilib.unsri.ac.id.2009/

  • 2.1.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres

    Setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini

    bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

    1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

    Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka

    tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor

    dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu

    mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.

    2. Intensitas terhadap stimulus

    Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan

    kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu

    mengadaptasinya.

    3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama

    Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus

    dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan

    reaksi yang berlebihan.

    4. Lamanya pemaparan stresor

    Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya

    kemampuan individu dalam mengatasi stres.

    5. Pengalaman masa lalu

    Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam

    menghadapi stresor yang sama.

  • 6. Tingkat perkembangan

    Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor

    yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan

    akan berbeda (Rasmund, 2004).

    2.1.6. Aspek-aspek stres

    Pada saat seseorang mengalami stres, ada dua aspek utama dari dampak

    yang di timbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis

    (Sarafino, 1998).

    1. Aspek fisik

    Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga

    orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala,

    gangguan pencernaan.

    2. Aspek psikologis

    Terdiri dari gejala kognisi, gelala emosi, dan gejala tingkahlaku. masing-

    masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan

    membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya

    ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini di pengaruhi oleh

    tingkatan stres. Tingkatan stres yang di alami seseorang dapat di lihat dari

    dalam dan dari luar diri mereka sendiri.

  • 2.1.7. Jenis, gejala dan dampak stres

    2.1.7.1. Jenis – jenis stres

    Alimul, (2006) membagi jenis stres didasarkan pada penyebab stres, antara lain:

    1. Stres fisik

    merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik seperti temperatur

    yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang,

    dan tersengat arus listrik.

    2. Stres kimiawi

    merupakan stres yang disebabkan oleh asam-basa kuat, obat obatan, zat

    beracun, hormon, atau gas.

    3. Stres mikrobiologik

    merupakan stres yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang dapat

    menimbulkan penyakit.

    4. Stres fisiologik

    merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi, jaringan,

    organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

    5. Stres pertumbuhan dan perkembangan

    merupakan stres yang disebabkan oleh adanya gangguan pertumbuhan pada

    setiap tahapan tumbuh kembang manusia dari masa bayi sampai masa lanjut

    usia.

    6. Stres psikis/emosional

    merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal,

    sosial, budaya, atau keagamaan.

  • 2.1.7.2. Gejala – gejala stres

    Hardjana ( dalam Sukoco, 2014) menjelaskan bahwa individu yang

    mengalami stres memiliki gejala sebagai berikut :

    1. Gejala Fisikal

    gejala stres yang berkaitan dengan kondisi dan fungsi fisik atau tubuh dari

    seseorang.

    2. Gejala Emosional

    gejala stres yang berkaitan dengan keadaan psikis dan mental seseorang.

    3. Gejala Intelektual

    gejala stres yang berkaitan dengan pola pikir seseorang.

    4. Gejala Interpersonal

    gejala stres yang mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik di dalam

    maupun di luar rumah.

    2.1.7.3. Dampak stres

    Dampak atau akibat stres menurut (sophia , 2008) adalah

    1. Dampak stres yang bersifat fisik

    Akibat stres pada fisik yang mudah di kenali. ada sejumlah penyakit yang di

    sinyalir kaerna orang tersebut mengalami stres yang cukup tinggi dan

    berkepanjangan, diantaranya yaitu penyakit jantung, bisul, tekanan dara

    tinggi, sakit kepala, gangguan tidur, tambah sakit jika sedang menderita

    sakit kepala.

    2. Dampak stres yang bersifat psikis

    Dampak stres pada aspek psikis bisah di kenali,diantaranya adalah ketidak

    puasan kerja, depresi, keletihan, kemurungan, dan kurang bersemangat.

  • 3. Perilaku sebagai akibat stres

    Akibat stres bisah di kenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya

    tingkat kecelakaan kerja,salah dalam mengambil keputusan, dan tingkat

    absensi tinggi.

    2.1.8. Patofisiologi stres

    Secara psikologis respon tubuh saat mengalami stres, akan mengaktivasi

    hipotalamus, selanjutnya akan mengendalikan sistem neuroendokrin yaitu sistem

    simpatis dan sistem korteks adrenal. Saraf simpatis berespon terhadap inpuls saraf

    dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang

    berada dibawah pengendaliannya, sebagai contoh akan meningkatkan kecepatan

    denyut jantung ( takikardia ) dan mendilatasi pupil. Saraf simpatis memberi signal

    ke medulla adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin kedalam aliran

    darah. Jika tubuh tidak melakukan penyesuaian diri dengan perubahan maka akan

    terjadi gangguan keseimbangan ( Puspitasari, 2010 ).

    Selain korteks adrenal menjadi aktivasi jika hipotalamus mengekskresi CRF (

    coricortropin releasing factor ) yaitu zat kimia yang bekerja pada hipofisis,

    terletak di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis ini selanjunya akan

    mensekresikan hormon ACTH ( adrenocorticocotropic hormone ), lalu dibawah

    melalui aliran darah ke korteks adrenal kemudian akan menstimulasi pelepasan

    berbagai kelompok hormon antara lain kortisol berfungsi untuk menregulasi kadar

    gula darah ( Wijoyo, 2009 ).

    ACTH ( adrenocorticocotropic hormone ) memberi signal ke kelenjar endokrin

    lain untuk mengluarkan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi dari berbagai hormon

    stres yang dibawah melalui aliran darah dan ditambah aktivasi saraf simpatis dan

  • sistem saraf otonom berperan dalam merespon fight or flight

    melawan atau kabur ) ( Wijoyo, 2009 ).

    ( respon untuk

    2.1.9. Manifestasi klinis stres

    Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh, spiritual

    dan material. Jika manusia mengalami stres, segala aspek dari dirinya akan

    terpengaruh. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gejala (symptom) stres

    ditemukan dalam segala aspek dari manusia yang penting seperti fisik, pikiran,

    mental, emosional, sikap. Gejala-gejala yang dialami tentu saja berbeda pada

    setiap orang karena pengalaman stres bersifat sangat pribadi (Hardjana, 1994).

    Kelelahan akibat stres sering menyebabkan gejala yang disebut sebagai “burnout”

    (kelelahan secara fisik, mental, dan emosional) (Manktelow, 2009).

    Respons stres melibatkan semua fungsi tubuh sehingga terlampau besarnya

    distres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat menyebabkan

    kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang fatal (Looker,

    2005). Tetapi, tidak semua stres menimbulkan efek negatif bagi tubuh dan

    kesehatan. Efek yang ditimbulkan stres pada tubuh dapat berupa efek positif dan

    efek negatif. Efek positif dari stres dapat dilihat pada tabel 2.1. dan efek negatif

    dapat di lihat pada tabel 2.2.

    Tabel 2.1. efek positif stres ( mayoclinic 2009 )

    Mental Emosional Fisik

    Kreatifitas meningkat Kemampuan Tingkat energi

    mengontrol diri meningkat

    meningkat

  • Kemampuan berpikir Responsif terhadap Stamina meningkat

    meningkat lingkungan sekitar

    Memiliki orientasi Relaksasi interpersonal Fleksibilitas otot dan

    kesuksesan yang lebih meningkat sendi meningkat

    tinggi

    Motifasi meningkat Moral meningkat Terbabas dari penyakit

    yang berhubungan

    dengan stres

    Tabel 2.2 efek negatif stres (mayoclinic 2009 )

    Fisik Pikiran Sikap

    Sakit kepala Cemas Makan berlebih

    Sakit punggung Iritabilas meningkat Tidak mau makan

    Sakit dada Tidak dapat Mudah marah

    beristirahat

    Palpitasi jantung Depresi Mengkonsumsi alkohol

    Tekanan darah Sedih Frequensi merokok

    meningkat meningkat

    Imunitas menurun Marah Kurang bersosialisasi

    Sakit abdomen Sulit untuk fokus Sulit melafalkan kata –

    kata

    Gangguan tidur Daya ingat menurun Masalah dengan orang –

    orang sekitar bertambah

  • 2.1.10. Tahapan stres

    (Martaniah dkk, 1991) menyebutkan bahwa stres terjadi melalui tahapan :

    1. Tahap 1 :stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih

    bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas dan

    senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi.

    2. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.

    3. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa

    lesu dan lemas.

    4. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu

    menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.

    5. Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga

    dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian diatas dapat

    disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan yang

    tingkatan gejalanya berbeda-beda di setiap tahapan.

    2.1.11. Respon stres

    Potter dan Perry (2005) membagi respon terhadap stres menjadi dua bagian,

    yaitu respon fisiologis dan respon psikologis. Respon fisiologis terhadap stres

    dibagi menjadi dua yaitu:

    1. Local Adaptation Syndrome (LAS) atau sindrom adaptasi lokal

    Respon tubuh terutama jaringan dan organ terhadap stres akibat trauma,

    penyakit, atau perubahan fisik lainnya. Sindrom adaptasi lokal ini memiliki

    beberapa karakteristik, antara lain respon yang terjadi hanya setempat dan

    tidak melibatkan seluruh sistem tubuh, respon bersifat adaptif dan

    membutuhkan stresor untuk menstimulasinya, respon hanya berjangka

  • pendek, respon bersifat restoratif, sindrom adaptasi lokal dapat membantu

    dalam memulihkan keseimbangan bagian tubuh.

    2. General Adaptation Syndrome (GAS)

    Respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon ini melibatkan

    beberapa sistem tubuh terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS

    terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten, dan tahap kehabisan tenaga.

    Respon psikologis terhadap stres dapat berupa perilaku adaptif psikologis

    atau yang dapat disebut dengan mekanisme coping.

    2.1.12. Koping stres

    Koping stres adalah keadaan stres yang mendorong usaha individu untuk

    mengatasinya. Koping stres merupakan proses yang terjadi dalam diri individu

    saat mengalami stres. Dalam mengatasi persoalan usaha individu tidak saja

    berpusat pada pemecahan masalah, tetapi juga pada pengurangan masalah ( usaha

    untuk mengurangi ) perasaan – perasaan tertekan akibat permasalahan yang

    dihadapi. Koping stres menurut Lazarus adalah suatu upaya yang dilakukan oleh

    individu pada saat dihadapkan pada tuntutan – tuntutan baik secara internal

    maupun secara eksternal yang ditujukan untuk mengukur suatu kondisi stres

    dengan tujuan mengurangi distress ( Chomaria, 2009 ).

    2.1.13. Bentuk – bentuk koping stres

    1. Problem focus koping

    Problem focus koping adalah suatu usaha berupa perilaku individu untuk

    mnegatasi atau mengurangi masalah, tekanan, dan tuntutan. Koping yang

    muncul berfokus pada masalah individu yang akan mengalami stres dengan

    mempelajari keterampilan yang baru. Strategi ini membawa pengaruh pada

  • individu yaitu usaha untuk melakukan perubahan atau pertambahan

    pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya termasuk dampak –

    dampak dari masalah tersebut ( Lazarus Folkman dkk dalam Taylor, 2006 )

    2. Emotion focus koping

    Emotion focus koping adalah bentuk koping yang untuk mengontrol respon

    emosional terhadap situasi yang menekan. Tujuan dari emotion focus koping

    adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman serta

    memperkecil tekanan yang dirasakan. Emotion focus koping berusaha untuk

    mengurangi, meniadakan tekanan, mengurangi beban pikiran individu,

    tetapi tidak pada kesulitan yang sebenarnya.

    Emotion focus koping lebih dianjurkan pada usia antara 17 – 20 tahun karena

    pada usia ini mereka belum mencapai tahap perkembangan yang matang untuk

    bisa mengontrol emosi. Emotion focus koping merupakan respon yang

    mengendalikan penyebab stres yang berhubungan emosi dan usaha untuk

    memelihara keseimbangan yang efektif ( Wijoyo, 2009 ).

    2.1.14. Cara untuk mengurangi stres

    Menurut Sukadiyanto ( 2010 ) beberapa cara untuk mengurangi stress antara

    lain melalui pola makan yang sehat dan bergisi, memelihara kebugaran jasmani,

    latihan pernapasan, latihan relaksasi, melakukan aktivitas yang menggembirakan,

    berlibur, menjalin hubungan yang harmonis, menghindari kebiasaan yang jelek,

    merencanakan.

    1. Aktivitas jasmani

    Aktivitas jasmani yang dilakukan secara terprogram, terukur, teratur, dan

    rutin mampu mengurangi potensi serangan stress, selain itu juga mampu

  • memelihara kebugaran jasmani individu. Dianjurkan individu non

    olahragawan untuk melakukan aktivitas fisik, antara lain seperti jogging,

    jalan, renang, bersepeda dengan intensitas ringan sampai sedang, dalam

    durasi waktu minimal 20 menit, frekuensinya 3 kali setiap minggu, akan

    membantu memelihara kebugaran jasmani.

    2. Latihan pernafasan

    Pernafasan yang baik adalah menarik nafas secara perlahan dan dalam yaitu

    menggunakan diagphragma (Jawa: unjal ambegan) dan sesaat ditahan di

    perut, selanjutnya dikeluarkan secara perlahan pula. Cara bernafas seperti

    ini sangat membantu mereduksi stress. Sebagai contoh, jika individu

    mengalami jantung berdebar - debar, lakukanlah bernafas secara perlahan

    dan dalam maka denyut jantung relatif akan lebih lambat. Permasalahan

    yang muncul sekarang, apakah pernafasan yang selama ini dilakukan oleh

    setiap individu sudah baik? Adapun caranya dengan merasakan pada saat

    menghirup maupun mengeluarkan udara yang dilakukan secara perlahan

    dan dalam dengan memanfatkan diagphragma. Untuk itu, mulai dari

    sekarang perlu dilakukan latihan pernafasan yang baik dan benar agar

    semua individu terhindar dari stress yang berat.

    3. Latihan relaksasi

    Relaksasi sangat diperlukan baik secara fisik maupun psikis. Bagi

    olahragawan yang mengandalkan aktivitas fisik perlu melakukan masase

    secara rutin. Hal itu dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperlancar

    simpul syaraf yang tidak dalam posisinya pada saat berolahraga. Menurut

    Lake (2004 dalam Sukadiyanto, 2010) massage can be used as relaxation,

  • reassurance, communication and fun. Selain itu, relaksasi secara psikologis

    dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan latihan pernafasan dan

    relaksasi. Sebagai contoh bagi umat muslim pada waktu shalat tahajud atau

    setelah shalat subuh wajib melakukan dzikir atau wiridan yang dibarengi

    dengan merasakan dan melakukan cara bernafas yang baik dan benar. Insya

    Allah individu itu akan terhindar dari stres yang berat.

    4. Melakukan aktivitas yang menggembirakan

    Melakukan aktivitas yang menggembirakan akan membantu individu terhindar

    dari perasaan stres. Sebab melalui aktivitas yang menggembirakan, individu

    yang memiliki masalah, sejenak akan melupakan permasalahannya. Oleh

    karena itu, akhir - akhir ini muncul terapi melalui tertawa yang sampai terbahak

    - bahak dan bahkan sampai menangis, yang tujuannya untuk mendorong

    munculnya hormon endorphin dari dalam diri individu itu sendiri. Cara ini

    dapat dikombinasikan dengan latihan kebugaran jasmani di atas, dengan

    aktivitas ringan sampai sedang minimal dalam waktu 20 menit juga

    dimaksudkan untuk mendorong munculnya hormon endorphin dari dalam diri

    individu itu sendiri. Dengan munculnya hormon endorphin tersebut akan

    berdampak pada individu merasakan riang dan gembira.

    5. Berlibur atau rekreasi

    Berlibur atau rekreasi merupakan aktivitas yang bertujuan untuk melepaskan

    segala kelelahan ( kepenatan ) baik fisik maupun psikis dengan cara mengubah

    suasana yang menjadi rutinitas. Terutama bagi yang sudah berkeluarga berlibur

    sangat diperlukan guna menjalin hubungan yang harmonis antar anggota

    keluarga agar terjadi komunikasi yang harmonis pula.

  • Selain itu, dengan perubahan suasana mampu menggairahkan kinerja

    individu yang mengalami kepenatan karena rutinitas pekerjaan atau beban

    pikiran yang terlalu berat.

    6. Menjalin hubungan yang harmonis

    Menjalin hubungan yang harmonis, hubungan dan komunikasi dengan pihak

    lain secara harmonis, terutama keluarga, akan membantu mereduksi potensi

    individu terserang stres. Sebagai contoh individu yang tidak diterima

    dengan baik dalam ligkungan keluarganya, akan menyebabkan stres

    sehingga perilakunya serba salah. Hal itu yang mengakibatkan individu

    tidak nyaman tinggal di rumah, jika kondisi seperti itu terus berkepanjangan

    berakibat broken home pada diri individu. Untuk itu, dalam keluarga harus

    diciptakan suasana dan komunikasi yang harmonis antar anggotanya agar

    terhindar dari stres. Selain itu, dengan tetangga atau rekan kerja jalinan yang

    harmonis terus digalakkan, agar dalam lingkungan atau satu ruang kerja

    tidak terjadi rasa permusuhan dan saling mencurigai satu dengan yang

    lainnya. Suasana lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja yang tidak

    harmonis berpotensi melahirkan stres.

    7. Menghindari kebiasaan yang jelek

    Pada umumnya individu yang mengalami stres penyalurannya antara lain

    melalui merokok, makan secara berlebihan, minum minuman keras, dan

    mengkonsumsi narkoba. Sesaat mungkin kegiatan tersebut dapat

    menghilangkan stres, tetapi dalam jangka waktu yang lama dan berlebihan

    justru akan membahayakan terhadap kesehatan individu itu sendiri.

  • 8. Merencanakan kegiatan harian secara rutin

    Hidup adalah serangkaian rutinitas, namun manusia selalu melupakan

    rutinitas tersebut. Bahkan dalam menjalani hidup ini individu sering lupa

    dalam merencanakan kegiatan yang akan dijalani dalam satu hari ini.

    Sebagai contoh hari ini ada rapat atau seminar, tetapi individu tersebut jika

    lupa jadwal kegiatannya maka akan menimbulkan stres. Sebaliknya, jika

    individu mengetahui secara pasti jadwal kegiatan dari hari ke hari maka

    akan mengurangi resiko terkena stres.

    9. Memelihara tanaman dan binatang

    Memelihara tanaman dan binatang dapat sebagai sarana untuk mengurangi

    beban stres pada individu. Dengan menanam dan merawat tanaman dapat

    sebagai hiburan dan pengalihan perhatian atau konsentrasi pada suatu

    permasalahan. Dengan merawat tanaman konsentrasi sesaat akan

    tercurahkan pada tanaman tersebut, sehingga beban stres dapat berkurang.

    Selain itu, memelihara binatang piaraan antara lain seperti kucing, anjing,

    burung, ikan dan sejenisnya merupakan hiburan yang mampu mengalihkan

    konsentrasi dari suatu permasalahan ke obyek yang dirawat.

    10. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (keluarga)

    Seperti telah dijelaskan di atas dalam rekreasi atau meluangkan waktu bagi diri

    sendiri dan keluarga sangat diperlukan agar individu terhindar dari stres. Selain

    itu, kegiatan seperti memancing ikan dapat sebagai sarana mengurangi

    ketegangan pada individu yang mengalami stres. Menghindari diri dalam

    kesendirian. Jika individu mengalami stres sebaiknya banyak bergaul dengan

    orang lain agar tidak dalam kesendirian, sebab jika dalam kesendirian

  • individu itu akan semakin menikmati stresnya. Dengan semakin menikmati

    stres kondisinya akan semakin buruk dan membahayakan. Untuk itu, akan

    lebih baik individu yang mengalami stres mencari teman yang dapat diajak

    untuk mencurahkan isi hati (curhat), sehingga beban psikologis penyebab

    stres dapat dikurangi.

    2.1.15. Pengaruh intensitas belajar terhadap terjadinya stres

    Belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh ilmu atau kepandaian, berlatih

    dan berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar juga dapat

    diartikan sebagai suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, kebiasaan,

    keterampilan, dan tingkah laku. Tuntutan belajar yang tinggi dari kampus terutama

    mengambil jurusan keperawatan membuat mahasiswa berusaha meningkatkan proses

    belajarnya sehingga banyak mahasiswa yang ditemukan mengalami stres.

    Menurut Vincent Conelli sebagaimana yang dikutip oleh Grant Brecht

    (2008) bahwa stres adalah gangguan psikis dan fisik yang disebabkan oleh adanya

    perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun

    penampilan individu didalam lingkungan tersebut. Penelitian pada fakultas

    kedokteran Osaka Jepang bahwa stres yang dialami mahasiswa akan

    mempengaruhi prestasi akademik karena terjadi gangguan pada aktivitas belajar.

    Dikatakan pula pada penelitian di Thailand dan Malasyia peran akademik

    merupakan stressor yang potensial bagi mahasiswa kedokteran.

  • 2.2. Konsep tidur

    2.2.1. Definisi tidur

    Tidur adalah proses biologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode

    yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur sampai terjaga mempengaruhi dan

    mengatur fungsi fisiologis dan respons perilaku. Tidur membantu pikiran dan

    tubuh untuk pulih dan mengembalikan energi yang digunakan sehari - hari. Saat

    tidur kita memasuki suatu keadaan istirahat periodik dan pada saat itu kesadaran

    kita terhadap alam menjadi terhenti, sehingga tubuh dapat beristirahat. Otak

    memiliki sejumlah fungsi, struktur, dan “pusat - pusat tidur” yang mengatur siklus

    tidur dan terjaga. Pada saat yang sama, tubuh menghasilkan substansi yang ketika

    dilepaskan ke dalam aliran darah akan membuat kita mengantuk. Jika proses ini

    diubah oleh stres, kecemasan, gangguan, dan sakit fisik kita dapat mengalami

    insomnia. (Potter & Perry, 2010).

    Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang

    masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan

    rangsang lainnya ( Guyton& Hall, 2009 )

    Gangguan pola tidur merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

    gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu

    (Harsono, 2010).

    2.2.2. Kualitas tidur

    Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang

    tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan

    apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata

    perih, perhatian terpecah - pecah, sakit kepala dan sering menguap atau

  • mengantuk ( Hidayat, 2006 dalam Wiyono, 2010). Kualitas tidur, menurut

    American Psychiatric Association( 2000 ), dalam Wavy ( 2008 ), didefinisikan

    sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas

    tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu

    yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif

    seperti kedalaman dan kepulasan tidur ( Daniel et al, 1998; Buysse, 1998 dalam

    Wiyono, 2010). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan

    individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada

    malam hari atau efesiensi tidur.

    Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa

    muda adalah 80 – 90 % ( Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari

    Carpenito, 1998 ). Disisi lain, Lai ( 2001 ) dalam Wavy ( 2008 ) menyebutkan

    bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola

    tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan

    kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat

    memberikan perasaan tenang dipagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh

    gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan

    vital untuk hidup sehat semua orang ( Wavy, 2008 ).

    Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium

    yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari

    permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas

    listrik yang terus - menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat

    eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit

  • lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa,

    betha, tetha dan delta ( Guyyton& Hall, 2009 ).

    Selain itu, menurut Hidayat ( 2006 ), kualitas tidur seseorang dikatakan

    baik apabila tidak menunjukkan tanda - tanda kekurangan tidur dan tidak

    mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda - tanda kekurangan tidur dapat dibagi

    menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.

    Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang

    dialami Hidayat ( 2006 dalam Wiyono, 2010).

    1. Tanda Fisik

    Ekspresi wajah ( area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,

    konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan

    ( sering menguap ), tidak mampu untuk berkonsentrasi ( kurang perhatian ),

    terlihat tanda - tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing (

    Mardjono, 2008 ).

    2. Tanda Psikologis

    Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan,

    malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi

    penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau

    keputusan menurun ( Mardjono, 2008 ).

    2.2.3. Jenisi-jenis tidur

    1. Tidur REM

    Tidur REM (rapid eye movement) terjadi disaat kita bermimpi hal tersebut

    ditandai dengan tingginya aktivitas mental, dan fisik. Ciri-cirinya antara lain;

    detak jantung, tekanan darah, dan cara bernapas sama dengan yang dialami

  • saat kita terbangun. Masa tidur REM kira-kira dua puluh menit dan terjadi

    selama empat sampai lima kali dalam sehari.

    2. Tidur Non-Rem

    Tidur non-REM memiliki empat tingkatan. Selama tingkatan terdalam

    berlangsung (3 dan 4), orang tersebut akan cukup sulit dibangunkan. Beranjak

    lebih malam, status tidur non-REM semakin ringan. Pada tingkat 4, tidur serasa

    menyegarkan/ meguatkan.Selama periode ini, tubuh memperbaiki dirinya

    dengan menggunakan hormon yang dinamakan somastostatin. Ilmuwan

    mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah tidur yang mengalami

    perpaduan tepat antara mengalami REM dan non-REM.

    2.2.4. Kebutuhan tidur manusia

    Tabel 2.3.Kebutuhan Tidur Manusia

    Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan

    tidur

    0 – 11 bulan Bayi baru lahir 14 – 18 jam / hari

    1 – 18 bulan Mas bayi 12 – 14 jam / hari

    18 bulan – 3 tahun Masa anak 11 – 12 jam / hari

    3 – 6 tahun Masa pra sekolah 11 jam / hari

    6 – 12 tahun Masa sekolah 10 jam / hari

    12 – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam / hari

  • 18 – 40 tahun Masa dewasa 7 – 8 jam / hari

    40 – 60 tahun Masa dewasa muda paru 7 jam / hari

    baya

    60 tahun ke atas Dewasa tua 6 jam / hari

    Sumber Hidayat ( 2009 )

    2.2.5. Tahapan tidur

    Budi dan Galuh ( 2009 ) mengatakan tubuh memiliki tahapan tidur yang

    berbeda, mulai dari tidur ringan hingga nyenyak. Tahapan tidur tebagi dalam 4

    fase yaitu :

    1. Fase I : Saat tertidur, anda memasuki tidur ringan dan otak tetap terstimulus

    2. Fase II : Gelombang otak melambat dan sistem saraf menutup kemampuan

    untuk membaca informaasi perasa sehingga membantu untuk tidur. Tipe

    tidur ini membantu memudahkan kembali tubuh kita tetapi tidak cukup

    istirahat sepenuhnya

    3. Fase III : Gelombang otak menjadi semakin lambat, menyebabkan tidur

    lebih nyenyak. Ini adalah tahap yang penting untuk beristirahat sepenuhnya.

    4. Fase IV : Tidur nyenyak adalah tahap tidur yang paling kuat, dengan

    gelombang otak melambat hingga maksimum. Ini merupakan tahap penting

    untuk memperbaiki tubuh dan kondisi mental.

    2.2.6. siklus tidur

    Selama tidur malam yang berlangsung rata - rata 7 jam, REM dan NREM

    terjadi berselingan sebanyak 4 - 6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami

    REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi

  • hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah.

    Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (

    Mardjono, 2008 ).

    Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut.

    Tahap pratidur

    NREM I NREM II NREM III NREM IV

    REM

    NREM IV NREM III

    Gambar 2.1.Tahapan Tidur ( Mardjono, 2008 )

    Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus

    dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga

    merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi

    fisiologis dan psikologis dapat terganggu ( Potter& Perry, 2010 ).

    2.2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur

    Tidur dipengaruhi seperti penyakit fisik, lingkungan, keadaan hidup,

    keadaan stress. Individu dengan penyakit fisik tertentu mempengaruhi untuk pola

    tidur karena akibat ketidaknyamanan sehingga menyulitkan individu untuk tidur.

    Faktor lingkungan sekitar kamar tidur individu bising, ribut, cahaya lampu,

    kondisisi dan ukuran tempat tidur juga mempengaruhi tidur seseorang.

    Keadaan stress yang dialami oleh individu mempengaruhi kemampuan tidur

    seseorang untuk tidur dan memulai tidur, karena individu merasa tegang dan putus

    asa akan persoalan yang sedang dihadapinya mengakibatkan memulai tidur sulit,

    jika sempat tertidur ketika bangun maka sulit sekali untuk memulainya kembali

    karena semacam ada perang batin dalam dirinya akibat stress ( Potter & Perry,

  • 2010). Perasaan-perasaan yang membayanginya menyebabkan individu sulit tidur,

    sering terbangun saat tidur. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan

    menyebabkan tidur yang buruk.

    2.3. Konsep mahasiswa

    2.3.1. Mahasiswa

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hapsari, 2009), mahasiswa adalah

    orang yang belajar di perguruan tinggi. Menurut Kartono ( 2012 ), usia mahasiswa

    pada umumnya berkisar anatara 18 - 25 tahun. Sewaktu menjadi dewasa orang -

    orang muda mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar yang

    sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka

    mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat

    komitmen - komitmen baru. Meskipun pola - pola hidup, tanggung jawab dan

    komitmen - komitmen baru ini mungkin akan berubah juga, pola - pola ini

    menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan

    komitmen - komitmen di kemudian hari ( Hurlock, 1980 dalam Kartono, 2012 ).

    Menurut Papalia (2009), banyak mahasiswa yang mulai berkuliah memiliki

    ide - ide yang kaku tentang kebenaran, mahasiswa tidak bisa melahirkan jawaban

    kecuali jawaban yang “benar”. Sejalan dengan mahasiswa yang mulai berhadapan

    dengan ruang gagasan dan pandangan yang luas, mereka berlayar di lautan

    ketidakpastian. Namun mereka menganggap tahap ini bersifat sementara dan

    berharap akan mempelajari “jawaban yang benar” pada akhirnya. Kemudian,

    mereka menyadari semua pengetahuan dan nilai bersifat relatif. Meskipun telah

    resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun, dan status ini memberikan

    kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda yang agak masih tergantung atau

  • bahkan sangat tergantung pada orang – orang lain selama jangka waktu yang

    berbeda - beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan

    yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena

    mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendididkan mereka (Hurlock,

    1980 dalam Hapsari, 2009 ).

    2.3.2. Mahasiswa tingkat akhir

    Sebelum berada di tingkat akhir, mahasiswa melewati berbagai matakuliah

    di semester awal kemudian berada di akhir semester. menurut ganda (2004),

    mahasiswa adalah individu yang belajar menekuni disiplin ilmu yang di tekuninya

    secara mantap, dimana didalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat di

    pengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di

    antara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukan oleh kegiatan organisasi

    kemahasiswaan. mahasiswa melewati tahap semester yang harus di lalui untuk

    berada di tingkat teratas yang dapat di sebut mahasiswa tingkat akhir.

    Di semester-semester akhir sangat identik dengan persoalan skripsi, dimana

    mahasiswa tingkat akhir banyak mencari referensi di perpustakaan entah itu

    jurnal, buku, ataupun skripsi dari alumni. selain di perpustakaan mahasiswa juga

    mencari-cari di internet. dimana masa-masa seperti ini mahasiswa rentang oleh

    perasaan emosi yang tak stabil suasana hati dan pikiran yang tak stabil

    memikirkan skripsi selesai dengan tepat waktu.

    2.3.3. Tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir

    Hal ini sesuai dengan teori asmadi ( 2018 ) yaitu stres merupakan suatu respon

    individu baik berupa respon fisik maupun psikis, terhadap tuntutan atau ancaman

    yang di hadapi sepanjang hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan pada diri

  • individu, baik perubahan fisik, psikologi, maupun spiritual. Dalam penelitian ini

    penyebab stres berat yang terjadi pada mahasiswa adalah tuntutan akademik,

    penilaian sosial, manajemen waktu serta persepsi individu terhadap waktu

    penyelesaian tugas sehingga menyebabkan reaksi atau respon tubuh terhadap

    stressor psikososial (tekanan mental / beban kehidupan.

    Hal ini juga didukung oleh penelitian Agung ( 2013 ) stres mahasiswa yang

    sedang mengerjakan skripsi tergolong cukup tinggi, terdapat 97,0% mahasiswa

    berada dalam kategori stres tinggi. Hal tersebut dapat di karenakan faktor – faktor

    emosi dan self efficacy yang kurang bisa di kendalikan dengan baik oleh

    mahasiswa. Salah satu gejala psikologis yang di alami jika mengalami stres yaitu

    bisa mengakibatkan kecemasan, ketegangan, kebingungan, perasaan frustasi,

    penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif, kehilangan konsentrasi,

    kehiangan spontanitas dan kreatifitas serta menurunnya rasa percaya diri.

    Secara fisiolagi, situasi stres mengaktifasi hipotalamus yang selanjutnya

    megendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks

    adrenal.sistem saraf simpatik berespons terhadap implus saraf dari hipotalamus yaitu

    dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawa

    pengendaliannya. Sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan

    mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk

    melepas epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal di aktifasi

    jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar

    hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya

    mengsekresikan hormon ACTH, yang di bawa melalui aliran darah ke korteks

    adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk

  • kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke

    kelenjar endokrin lain untuk melepaskan selepas 30 hormon. Efek kombinasi

    berbagai hormon stres yang di bawa melalui aliran darah di bawa aktifitas neural

    cabang simpatik dari sisrem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight

    (nasution, 2007).

    Stres yang dialami oleh mahasiswa akan menimbulkan dampak positif atau

    negatif yang dapat menghambat kemampuan individu dalam proses belajar dan

    berpikir ( Rafida, 2009 ). Hal yang sama juga di kemukakan oleh (safaria dan

    saputra 2009). Salah satu dampak stres akan menyebabkan susah tidur dan

    kehilangan semangat.

    2.3.4. Gangguan tidur pada mahasiswa tingkat akhir

    Pada mahasiswa tingkat akhir gangguan pola tidur disebabkan oleh stres, hal

    ini sesuai dengan teori menurut perry dan potter ( 2006 ) gangguan pola tidur

    dapat di sebabkan oleh faktor psikologis meliputi stres, kecemasan, depresi, serta

    stimulasi yang berlebihan terhadap otak. Hal yang sma juga di dukung oleh

    penelitian ulfa ( 2014). Mahasiswa tingkat akhir yang mengalami gangguan tidur

    dari kategori ringan sampai berat tersebut di karenakan mereka di bebankan

    dengan adanya penyusunan skripsi. Mereka menganggap beban dengan adanya

    penyusunan skripsi sebagai tugas akhir, hal ini di karenakan mahasiswa kesulitan

    menyelesaikan tugas akhirnya. Gejala yang di alami jika mengalami gangguan

    tidur yaitu kesulitan jatuh tertidur atau tercapainya tidur yang nyenyak.

    Gangguan tidur yang di alami mahasiswa akan mengalami dampak hilangnya

    kosentrasi saat belajar dan stres yang meningkat. Hal ini di dukung oleh teori menurut

    rafknowledge (2006) dampak dari gangguan tidur adalah hilang fokus saat

  • kosentrasi menurun, memperburuk kondisi kesehatan tubuh, stres yang meningkat,

    kulit terlihat lebih tua, dan pelupa.

    2.3.5. Hubungan tingkat stres dan gangguan tidur pada mahasiswa tingkat

    akhir

    Stres yang di alami mahasiswa di akibatkan oleh berbagai hal seperti

    segala situasi atau pemicu yang menyebabkan individu merasah tertekan atau

    terancam (safaria dan saputra, 2009), tidak ada definisi yang pasti untuk stres

    karena setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres yang

    sama. Stres bagi seorang individu belum tentu sama dengen stres bagi orang

    lain. Menurut american institute of stres (2010), fenomena stres di kalangan

    mahasiswa merupakan satu topik yan sering menjadi bahan kajian kebanyakan

    mahasiswa. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang

    mahasiswa mengalami stres. Stres masih tidak boleh di pisahkan dengan

    kehidupan mahasiswa dalam kesibukan mereka menuntut ilmu.

    Mahasiswa tingkat akhir diwajibkan menyelesaikan tugas akhir tepat

    waktu sehingga membuat banyak mahasiswa mengalami stres. Menyelesaikan

    sebuah tugas akhir telah membuat kebanyakan mahasiswa stres, takut, bahkan

    sampai frustasi. Telah banyak contoh kasus mahasiswa yang menjadi lama

    dalam penyelesaian studinya karena terganjal dengan masalah tugas akhirnya.

    Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam tidur atau

    kualitas tidurnya menurun, sehingga dapat mengakibatkan fungsi tubuh menjadi

    tidak normal.

    Berdasarkan nilai koefisien kontingensi, keeratan antara kedua variabel

    adalah sedang. Hal ini disebabkan karena adanya faktor – faktor lain yang

  • mempengaruhi gangguan tidur selain stres. Seperti yang dinyatakan oleh Perry dan

    Potter (2006), ada lima faktor yang mempengaruhi gangguan tidur yaitu lingkungan

    tidur, faktor gaya hidup, kondisi medis, masalah kesehatan mental, dan kelainan

    tidur. Hal ini juga di dukung oleh jurnal Arroll (2012) penyebab gangguan tidur bisa

    di akibatkan oleh masalah kesehatan mental ( stres, depresi, dan kecemasan), dan

    masalah kesehatan fisik adalah penyebab utama dari masalah tidur.

    Gangguan tidur dapat memberikan efek pada kehidupan, antara lain : efek

    fisiologis karena kebanyakan gangguan tidur di akibatkan oleh stres. Efek

    psikologis dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan

    motivasi, depresi, dan lain – lain. Efek fisik / somatik dapat berupa kelelahan, nyeri

    otot, hipertensi, dan sebagainya. Efek sosial dapat berupa kualitas hidup yang

    terganggu, seperti susah mendapat promosi di lingkungan kerja, kurang bisah

    menikmati hubungan sosial dan keluarga ( turana, 2007).