bab ii tinjauan pustaka 2.1. konsep stres 2.1.1. pengertian … ii.pdf · 2019. 9. 23. · selain...
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep stres
2.1.1. Pengertian stres
Stres adalah bagian yang penting dan tidak dapat dihindari dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut WHO ( 2012 ) dalam Sukardiyanto ( 2008 )
stres adalah reaksi atau respon terhadap stressor psikososial ( tekanan mental
atau beban kehidupan ). Stres adalah suatu kondisi yang bersifat internal,
disebabkan oleh fisik, lingkungan, situasi sosial yang berpotensi merusak
pribadi individu. Stres adalah keadaan psikologis yang terjadi ketika individu
tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan dan situasi.
Stres menurut Bartsch dan Evelyn, (dalam Nur Kholid dkk, 2012) adalah
ketegangan, beban yang menarik seseorang dari segala penjuru, tekanan yang
di rasahkan pada saat menghadapi tuntutan atau harapan yang menantang
kemampuan seseorang untuk mengatasi atau mengelola hidup
Stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-
peristiwa (disebut stresor) yang mengancam individu dan mengurangi
kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk stresor (sentrock, 2012).
Stres adalah reaksi organisme terhadap rangsangan (stimulation) yang tidak
menyenangkan, stres harus di pahami sebagai relasi interaktif yang terjadi di
antara sistem fisik, fisiologis, psikologis, dan perilaku ( hanurawan, 2010 )
-
2.1.2. Etiologi stres
Menurut Sukardiyanto ( 2010 ) penyebab stres adalah stressor. Macam –
macam stressor antara lain fisik, psikologik, keluarga, sosial, spiritual, masalah
keuangan, dan stressor akademik.
2.1.2.1.Stres fisik
Stressor fisik terbagi menjadi stressor fisik internal dan stressor fisik
eksternal. Stresor fisik internal yaitu berasal dari dalam tubuh individu
misalnya sakit kepala, masalah perut, dan sebagainya. Stressor fisik
eksternal adalah stres yang datang dari luar tubuh individu seperti panas,
dingin, suara, polusi, radiasi, makanan, zat kimia, trauma, pembedahan, dan
latihan fisik yang terpaksa.
2.1.2.2.Stres psikologis
Stressor psikologis muncul karena tekanan waktu dan harapan yang tidak
realistis pada individu sehingga menyebabkan tekanan dari dalam individu
itu sendiri yang biasanya bersifat negatif seperti rasa takut, frustrasi,
kecemasan (anxiety), rasa bersalah, rasa kuatir yang berlebihan, marah,
benci, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri.
2.1.2.3.Stres keluarga
Stressor keluarga muncul dari masalah keluarga seperti hubungan dengan
orang tua yang tidak harmonis, masalah dengan pasangan hidup, dan
masalah dengan anak – anak seperti masalah uang, perhatian yang kurang
dari keluarga, dan lain – lain.
-
2.1.2.4.Stres sosial
Stressor sosial muncul karena akibat tekanan dari luar yang disebabkan oleh
interaksi sosial dan lingkungannya seperti sekolah, pekerjaan, dan
masyarakat. Banyak stres sosial yang bersifat traumatik yang tidak dapat
dihindari seperti kehilangan orang yang sangat dicintai, kehilangan
pekerjaan, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah, pindah tempat
kerja, dan sebagainya.
2.1.2.5.Stres spiritual
Stressor spiritual muncul saat nilai dasar spiritual atau keyakinan
mengalami hambatan akibat hambatan dari waktu pertumbuhan spiritual
tersebut. Mengabaikan kebutuhan spiritual mengakibatkan dan memberikan
kontribusi kedalam tingkat stres yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan
penurunan spiritual.
2.1.2.6.Stres masalah keuangan
Masalah keuangan hampir semua manusia mengalaminya. Hampir setiap
mahasiswa maupun siswa mengalami masalah keuangan. Setiap mahasiswa
atau sebagian mahasiswa untuk dapat bertahan kuliah dengan membawa
beban pinjaman uang oleh orang tua atau keluarganya atau mahasiswa itu
sendiri. Hal inilah yang membuat mahasiswa merasa kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan kuliahnya.
2.1.2.7.Stres akademik
Stressor akademik ini muncul ketika beban kuliah yang berat dan amat padat.
Dua tahun pertama perkuliahan mahasiswa menghadapi persaingan yang
-
ketat dan takut gagal. Sebagai mahasiswa keperawatan stres muncul pada
saat tugas kuliah banyak dan beban pratikum yang berat.
Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stresor
akademik terdiri dari:
a. Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa
percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa
depan, melupakan sesuatu, dan berfikir terus-menerus mengenai apa
yang seharusnya mereka lakukan.
b. Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri,
menggunakan obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau
terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, dan
menangis tanpa alasan.
c. Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan
berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa
lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.
d. Respon yang muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah,
murung, dan merasa takut.
Olejnik dan Holshuh (2007) menyatakan sumber stres akademik yang
umum antara lain :
1) Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum
2) Prokrastinasi
3) Standar akademik tinggi
-
2.1.2.7.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik
Stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik
a) Pola pikir
Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi
mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali
yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres
yang akan siswa alami.
b) Kepribadian
Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya
terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil
dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.
c) Keyakinan
Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres
siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan
terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan
situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat
mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka
panjang dapat membawa stres secara psikologis.
2. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik
a) Pelajaran lebih padat
Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan
standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar
-
bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa
alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara,
tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat
stres yang dihadapi siswa meningkat pula.
b) Tekanan untuk berprestasi tinggi
Para siswa ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan
mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru,
tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri.
c) Dorongan status sosial
Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan
kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak
berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil
secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat.
Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban,
malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan
cendrung ditolak oleh guru, dimarahi orang tua, dan diabaikan teman-
teman sebayanya.
d) Orang tua saling berlomba
Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi,
persaingan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan
dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya
pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam program tambahan,
kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan
persaingan siswa terpandai, terpintar dan serba bisa
-
2.1.2.7.2. Aspek stres akademik
Olejnik dan Holschuh (2007) menjelaskan respon terhadap stressor
akademik, terdiri dari cognitive, behavior, physical, affective. Cognitive
response, yaitu respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan
rasa percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa
depan, melupakan sesuatu, dan berpikir terus-menerus mengenai apa yang
seharusnya mereka lakukan. Behavior response adalah respon yang
muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan obat-obatan dan
alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan. Physical response adalah respon
yang muncul dari reaksi tubuh, seperti telapak tangan berkeringat,
kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala,
rentan sakit, mual, dan sakit perut. Affective response adalah respon yang
muncul dari perasaan, seperti cemas, mudah marah, murung, dan merasa
takut. Respon-respon tersebut pun dapat muncul pada mahasiswa yang
mengalami stres akademik saat mengerjakan skripsi.
2.1.2.7.3. Gejala-Gejala Stres Akademik
Gejala-gejala stres akademik menyangkut kesehatan fisik dan kekuatan
mental. Indivdu yang mengalami stres akademik bisa mengalami nervous
dan merasakan kekhawatiran kronis. Individu tersebut sering menjadi
mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks, atau menunjukan sikap yang
tidak kooperatif. Selain itu, stres akademik juga ditunjukkan dengan
gejalagejala sebagai berikut:
-
a. Gejala emosional yaitu marah-marah, cemas, kecewa, suasana hati
mudah berubah-ubah, depresi, agresif terhadap orang lain, mudah
tersinggung dan gugup.
b. Gejala kognitif yaitu merasa sulit berkonsentrasi, takut gagal dalam tugas
atau ujian, kacau pikirannya, daya ingat menurun, suka melamun
berlebihan dalam kelas, kehilangan kepercayaan diri dan pikiran hanya
dipenuhi satu pikiran saja.
c. Gejala fisik yaitu sulit tidur, sakit kepala, selera makan berubah, tekanan
darah menjadi tinggi, jantung berdebar-debar, dan kehilangan energi.
2.1.2.7.4. Dampak Stres Akademik
Stres akademik ini memberikan dampak terhadap kehidupan pribadi
siswa baik secara fisik, psikologis, dan psikososial atau tingkah laku.
Selain itu, juga berpengaruh pada penyesuaian akademik. Siswa yang
mengalami stres akademik dalam kategori tinggi dimungkinkan berani
menentang dan berbicara di belakang guru, sering membuat keributan di
kelas, dan sering merasa pusing serta sakit perut.
Selain itu diperkirakan 10% sampai 30% remaja yang sangat cemas
di sekolah sangatlah mengganggu prestasi akademiknya. Dapat
disimpulkan bahwa tuntutan yang ada disekolah menjadikan sumber stres
tersendiri bagi siswa sehingga berdampak pada turunnya prestasi di
sekolah, menjadikan siswa lebih agresif, tingkah laku maladaptif dan
berbagai masalah dalam segi psikososial.
Pendapat lain menyebutkan bahwa stres akademik ini tidak selamanya
memberikan dampak yang negatif, melainkan juga dapat bermakna lebih
-
positif apabila berbagai tuntutan yang ada dijadikan sebagai tantangan
tersendiri untuk mengatasinya. Adapun stres akademik yang di respon
dengan posItif (eustress) justru dapat menjadikan untuk meningkatkan
kualitas tinggi dan prestasi belajar.
2.1.3. Klasifikasi stres
Menurut Rice (1999), berdasarkan etiologinya stres dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri
seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan
kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki
risiko yang kecil terkena stres keperibadian.
2. Stres Psikososial (Psychosocial Stress)
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain
di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika
mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan raya
dan lain-lain.
3. Stres Bio-ekologi (Bio-Ecological Stress)
Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama
adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal
yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma,
jerawatan, dan lain-lain.
4. Stres Pekerjaan (Job Stress)
-
Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan
di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target yang terlalu tinggi,
usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis adalah beberapa hal
umum yang dapat memicu munculnya stres akibat karir pekerjaan.
5. Stres mahasiswa (College Student stress).
Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan
terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial, gaya
hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah
itu sendiri (Pin, 2011).
2.1.4. Penggolongan stres
Ambarwati ( 2010 ), stres terbagi atas distres dan eustres
1. Distres ( stres negatif )
Yaitu stres individu yang tidak mampu mengatasi keadaan emosinya
sehingga akan mudah terserang distres. Distres memiliki arti rusak dan
merugikan. Ciri – ciri individu yang mengalami distres adalah mudah
marah, sulit konsentrasi, cepat tersinggung, bingung, pelupa, pemurung,
penurunan akademik, dan kesulitan mengambil keputusan.
Distress, atau stres negatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Menyebabkan kecemasan atau kekhawatiran
2) Bisa jangka pendek atau jangka panjang
3) Melemahkan diri dalam kemampuan mengatasi
4) Merasa tidak semangat
5) Mengurangi kinerja
-
6) Dapat menyebabkan masalah mental dan fisik
2. Eustres ( stres positif )
Yaitu stres baik atau stres yang tidak mengganggu individu dan memberikan
persaan senang dan bersemangat. Eustres adalah respon terhadap stres yang
bersifat positif, sehat, dan konstruktif ( membangun ).
Eustress, atau stres positif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Memotivasi, memfokuskan energi
2) Jangka pendek
3) Memacu diri dalam kemampuan mengatasi
4) Merasa bergairah dan semangat
5) Meningkatkan kinerja
2.1.5. Tingkat stres dan faktor yang mempengaruhi tingkat stres
2.1.5.1. Tingkat stres
Sukardiyanto ( 2010 ), tingkat stres yaitu hasil penilaian stres yang dialami
individu. Tingkat stres merupakan salah faktor pembeda dalam melakukan koping
sebagai kegiatan kognitif. Tingkat stres digolongkan menjadi stres ringan, stres
sedang, stres berat.
1. Stres ringan
Stres ringan adalah stres yang dihadapi setiap orang secara teratur,
umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, banyak tidur,
kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa
menit atau beberapa jam atau biasanya tidak menimbulkan bahaya.
-
2. Stres sedang
Stres sedang umumnya lebih lama dari stres ringan. Biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Situasi seperti ini akan berpengaruh
pada kondisi kesehatan seseorang.
3. Stres berat
Stres berat merupakan stres kronik yang berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Stres yang berat lebih cenderung mengalami
gangguan misalnya pusing, mengalami ketegangan dalam bekerja,
peningkatan tekanan darah, jantung berdebar – debar, nyeri leher dan bahu
serta berkeringat dingin. Mahasiswa yang mengalami stres berat biasanya
membolos atau tidak aktif dalam mengikuti perkuliahan.
Tahapan tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan depression anxiety
stress scale 42 ( DASS 42 ). DASS 42 merupakan skala subjektif yang dibentuk
untuk mengukur emosional negatif dari depresi, cemas, dan stres. DASS 42
adalah suatu alat ukur yang digunakan oleh Lovibon ( 1995 ) untuk menilai serta
mengetahui tingkat depresi, kecemasan, dan stres. DASS 42 adalah alat ukur yang
bertujuan untuk menegenal status emosional individu yang biasanya digambarkan
sebagai stres.
Penelitian tingkat stres menggunakan alat ukur yaitu kuisioner DASS 42 yang
telah dimodifikasi oleh Chomaria ( 2009 ), Sriati ( 2008 ), dan Yulianti ( 2004 ) dan
http://digilib.unsri.ac.id.2009 dan kemudian dikategorikan menjadi 3 tingkatan stres
yakni stress ringan dengan skor < 56 % dari skor total, stres sedang dengan skor 56 –
75 % dari skor total, stres berat dengan skor > 75 % dari skor total.
http://digilib.unsri.ac.id.2009/
-
2.1.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres
Setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor
Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka
tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor
dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu
mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.
2. Intensitas terhadap stimulus
Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan
kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu
mengadaptasinya.
3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama
Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus
dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan
reaksi yang berlebihan.
4. Lamanya pemaparan stresor
Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu dalam mengatasi stres.
5. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi stresor yang sama.
-
6. Tingkat perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor
yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan
akan berbeda (Rasmund, 2004).
2.1.6. Aspek-aspek stres
Pada saat seseorang mengalami stres, ada dua aspek utama dari dampak
yang di timbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis
(Sarafino, 1998).
1. Aspek fisik
Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres sehingga
orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya, seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan.
2. Aspek psikologis
Terdiri dari gejala kognisi, gelala emosi, dan gejala tingkahlaku. masing-
masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan
membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif, seperti menurunnya daya
ingat, merasa sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini di pengaruhi oleh
tingkatan stres. Tingkatan stres yang di alami seseorang dapat di lihat dari
dalam dan dari luar diri mereka sendiri.
-
2.1.7. Jenis, gejala dan dampak stres
2.1.7.1. Jenis – jenis stres
Alimul, (2006) membagi jenis stres didasarkan pada penyebab stres, antara lain:
1. Stres fisik
merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik seperti temperatur
yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang,
dan tersengat arus listrik.
2. Stres kimiawi
merupakan stres yang disebabkan oleh asam-basa kuat, obat obatan, zat
beracun, hormon, atau gas.
3. Stres mikrobiologik
merupakan stres yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang dapat
menimbulkan penyakit.
4. Stres fisiologik
merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi, jaringan,
organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
5. Stres pertumbuhan dan perkembangan
merupakan stres yang disebabkan oleh adanya gangguan pertumbuhan pada
setiap tahapan tumbuh kembang manusia dari masa bayi sampai masa lanjut
usia.
6. Stres psikis/emosional
merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal,
sosial, budaya, atau keagamaan.
-
2.1.7.2. Gejala – gejala stres
Hardjana ( dalam Sukoco, 2014) menjelaskan bahwa individu yang
mengalami stres memiliki gejala sebagai berikut :
1. Gejala Fisikal
gejala stres yang berkaitan dengan kondisi dan fungsi fisik atau tubuh dari
seseorang.
2. Gejala Emosional
gejala stres yang berkaitan dengan keadaan psikis dan mental seseorang.
3. Gejala Intelektual
gejala stres yang berkaitan dengan pola pikir seseorang.
4. Gejala Interpersonal
gejala stres yang mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik di dalam
maupun di luar rumah.
2.1.7.3. Dampak stres
Dampak atau akibat stres menurut (sophia , 2008) adalah
1. Dampak stres yang bersifat fisik
Akibat stres pada fisik yang mudah di kenali. ada sejumlah penyakit yang di
sinyalir kaerna orang tersebut mengalami stres yang cukup tinggi dan
berkepanjangan, diantaranya yaitu penyakit jantung, bisul, tekanan dara
tinggi, sakit kepala, gangguan tidur, tambah sakit jika sedang menderita
sakit kepala.
2. Dampak stres yang bersifat psikis
Dampak stres pada aspek psikis bisah di kenali,diantaranya adalah ketidak
puasan kerja, depresi, keletihan, kemurungan, dan kurang bersemangat.
-
3. Perilaku sebagai akibat stres
Akibat stres bisah di kenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya
tingkat kecelakaan kerja,salah dalam mengambil keputusan, dan tingkat
absensi tinggi.
2.1.8. Patofisiologi stres
Secara psikologis respon tubuh saat mengalami stres, akan mengaktivasi
hipotalamus, selanjutnya akan mengendalikan sistem neuroendokrin yaitu sistem
simpatis dan sistem korteks adrenal. Saraf simpatis berespon terhadap inpuls saraf
dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang
berada dibawah pengendaliannya, sebagai contoh akan meningkatkan kecepatan
denyut jantung ( takikardia ) dan mendilatasi pupil. Saraf simpatis memberi signal
ke medulla adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin kedalam aliran
darah. Jika tubuh tidak melakukan penyesuaian diri dengan perubahan maka akan
terjadi gangguan keseimbangan ( Puspitasari, 2010 ).
Selain korteks adrenal menjadi aktivasi jika hipotalamus mengekskresi CRF (
coricortropin releasing factor ) yaitu zat kimia yang bekerja pada hipofisis,
terletak di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis ini selanjunya akan
mensekresikan hormon ACTH ( adrenocorticocotropic hormone ), lalu dibawah
melalui aliran darah ke korteks adrenal kemudian akan menstimulasi pelepasan
berbagai kelompok hormon antara lain kortisol berfungsi untuk menregulasi kadar
gula darah ( Wijoyo, 2009 ).
ACTH ( adrenocorticocotropic hormone ) memberi signal ke kelenjar endokrin
lain untuk mengluarkan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi dari berbagai hormon
stres yang dibawah melalui aliran darah dan ditambah aktivasi saraf simpatis dan
-
sistem saraf otonom berperan dalam merespon fight or flight
melawan atau kabur ) ( Wijoyo, 2009 ).
( respon untuk
2.1.9. Manifestasi klinis stres
Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh, spiritual
dan material. Jika manusia mengalami stres, segala aspek dari dirinya akan
terpengaruh. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gejala (symptom) stres
ditemukan dalam segala aspek dari manusia yang penting seperti fisik, pikiran,
mental, emosional, sikap. Gejala-gejala yang dialami tentu saja berbeda pada
setiap orang karena pengalaman stres bersifat sangat pribadi (Hardjana, 1994).
Kelelahan akibat stres sering menyebabkan gejala yang disebut sebagai “burnout”
(kelelahan secara fisik, mental, dan emosional) (Manktelow, 2009).
Respons stres melibatkan semua fungsi tubuh sehingga terlampau besarnya
distres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat menyebabkan
kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang fatal (Looker,
2005). Tetapi, tidak semua stres menimbulkan efek negatif bagi tubuh dan
kesehatan. Efek yang ditimbulkan stres pada tubuh dapat berupa efek positif dan
efek negatif. Efek positif dari stres dapat dilihat pada tabel 2.1. dan efek negatif
dapat di lihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.1. efek positif stres ( mayoclinic 2009 )
Mental Emosional Fisik
Kreatifitas meningkat Kemampuan Tingkat energi
mengontrol diri meningkat
meningkat
-
Kemampuan berpikir Responsif terhadap Stamina meningkat
meningkat lingkungan sekitar
Memiliki orientasi Relaksasi interpersonal Fleksibilitas otot dan
kesuksesan yang lebih meningkat sendi meningkat
tinggi
Motifasi meningkat Moral meningkat Terbabas dari penyakit
yang berhubungan
dengan stres
Tabel 2.2 efek negatif stres (mayoclinic 2009 )
Fisik Pikiran Sikap
Sakit kepala Cemas Makan berlebih
Sakit punggung Iritabilas meningkat Tidak mau makan
Sakit dada Tidak dapat Mudah marah
beristirahat
Palpitasi jantung Depresi Mengkonsumsi alkohol
Tekanan darah Sedih Frequensi merokok
meningkat meningkat
Imunitas menurun Marah Kurang bersosialisasi
Sakit abdomen Sulit untuk fokus Sulit melafalkan kata –
kata
Gangguan tidur Daya ingat menurun Masalah dengan orang –
orang sekitar bertambah
-
2.1.10. Tahapan stres
(Martaniah dkk, 1991) menyebutkan bahwa stres terjadi melalui tahapan :
1. Tahap 1 :stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih
bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas dan
senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi.
2. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.
3. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa
lesu dan lemas.
4. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu
menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
5. Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga
dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan yang
tingkatan gejalanya berbeda-beda di setiap tahapan.
2.1.11. Respon stres
Potter dan Perry (2005) membagi respon terhadap stres menjadi dua bagian,
yaitu respon fisiologis dan respon psikologis. Respon fisiologis terhadap stres
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Local Adaptation Syndrome (LAS) atau sindrom adaptasi lokal
Respon tubuh terutama jaringan dan organ terhadap stres akibat trauma,
penyakit, atau perubahan fisik lainnya. Sindrom adaptasi lokal ini memiliki
beberapa karakteristik, antara lain respon yang terjadi hanya setempat dan
tidak melibatkan seluruh sistem tubuh, respon bersifat adaptif dan
membutuhkan stresor untuk menstimulasinya, respon hanya berjangka
-
pendek, respon bersifat restoratif, sindrom adaptasi lokal dapat membantu
dalam memulihkan keseimbangan bagian tubuh.
2. General Adaptation Syndrome (GAS)
Respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon ini melibatkan
beberapa sistem tubuh terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS
terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten, dan tahap kehabisan tenaga.
Respon psikologis terhadap stres dapat berupa perilaku adaptif psikologis
atau yang dapat disebut dengan mekanisme coping.
2.1.12. Koping stres
Koping stres adalah keadaan stres yang mendorong usaha individu untuk
mengatasinya. Koping stres merupakan proses yang terjadi dalam diri individu
saat mengalami stres. Dalam mengatasi persoalan usaha individu tidak saja
berpusat pada pemecahan masalah, tetapi juga pada pengurangan masalah ( usaha
untuk mengurangi ) perasaan – perasaan tertekan akibat permasalahan yang
dihadapi. Koping stres menurut Lazarus adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
individu pada saat dihadapkan pada tuntutan – tuntutan baik secara internal
maupun secara eksternal yang ditujukan untuk mengukur suatu kondisi stres
dengan tujuan mengurangi distress ( Chomaria, 2009 ).
2.1.13. Bentuk – bentuk koping stres
1. Problem focus koping
Problem focus koping adalah suatu usaha berupa perilaku individu untuk
mnegatasi atau mengurangi masalah, tekanan, dan tuntutan. Koping yang
muncul berfokus pada masalah individu yang akan mengalami stres dengan
mempelajari keterampilan yang baru. Strategi ini membawa pengaruh pada
-
individu yaitu usaha untuk melakukan perubahan atau pertambahan
pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya termasuk dampak –
dampak dari masalah tersebut ( Lazarus Folkman dkk dalam Taylor, 2006 )
2. Emotion focus koping
Emotion focus koping adalah bentuk koping yang untuk mengontrol respon
emosional terhadap situasi yang menekan. Tujuan dari emotion focus koping
adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman serta
memperkecil tekanan yang dirasakan. Emotion focus koping berusaha untuk
mengurangi, meniadakan tekanan, mengurangi beban pikiran individu,
tetapi tidak pada kesulitan yang sebenarnya.
Emotion focus koping lebih dianjurkan pada usia antara 17 – 20 tahun karena
pada usia ini mereka belum mencapai tahap perkembangan yang matang untuk
bisa mengontrol emosi. Emotion focus koping merupakan respon yang
mengendalikan penyebab stres yang berhubungan emosi dan usaha untuk
memelihara keseimbangan yang efektif ( Wijoyo, 2009 ).
2.1.14. Cara untuk mengurangi stres
Menurut Sukadiyanto ( 2010 ) beberapa cara untuk mengurangi stress antara
lain melalui pola makan yang sehat dan bergisi, memelihara kebugaran jasmani,
latihan pernapasan, latihan relaksasi, melakukan aktivitas yang menggembirakan,
berlibur, menjalin hubungan yang harmonis, menghindari kebiasaan yang jelek,
merencanakan.
1. Aktivitas jasmani
Aktivitas jasmani yang dilakukan secara terprogram, terukur, teratur, dan
rutin mampu mengurangi potensi serangan stress, selain itu juga mampu
-
memelihara kebugaran jasmani individu. Dianjurkan individu non
olahragawan untuk melakukan aktivitas fisik, antara lain seperti jogging,
jalan, renang, bersepeda dengan intensitas ringan sampai sedang, dalam
durasi waktu minimal 20 menit, frekuensinya 3 kali setiap minggu, akan
membantu memelihara kebugaran jasmani.
2. Latihan pernafasan
Pernafasan yang baik adalah menarik nafas secara perlahan dan dalam yaitu
menggunakan diagphragma (Jawa: unjal ambegan) dan sesaat ditahan di
perut, selanjutnya dikeluarkan secara perlahan pula. Cara bernafas seperti
ini sangat membantu mereduksi stress. Sebagai contoh, jika individu
mengalami jantung berdebar - debar, lakukanlah bernafas secara perlahan
dan dalam maka denyut jantung relatif akan lebih lambat. Permasalahan
yang muncul sekarang, apakah pernafasan yang selama ini dilakukan oleh
setiap individu sudah baik? Adapun caranya dengan merasakan pada saat
menghirup maupun mengeluarkan udara yang dilakukan secara perlahan
dan dalam dengan memanfatkan diagphragma. Untuk itu, mulai dari
sekarang perlu dilakukan latihan pernafasan yang baik dan benar agar
semua individu terhindar dari stress yang berat.
3. Latihan relaksasi
Relaksasi sangat diperlukan baik secara fisik maupun psikis. Bagi
olahragawan yang mengandalkan aktivitas fisik perlu melakukan masase
secara rutin. Hal itu dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperlancar
simpul syaraf yang tidak dalam posisinya pada saat berolahraga. Menurut
Lake (2004 dalam Sukadiyanto, 2010) massage can be used as relaxation,
-
reassurance, communication and fun. Selain itu, relaksasi secara psikologis
dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan latihan pernafasan dan
relaksasi. Sebagai contoh bagi umat muslim pada waktu shalat tahajud atau
setelah shalat subuh wajib melakukan dzikir atau wiridan yang dibarengi
dengan merasakan dan melakukan cara bernafas yang baik dan benar. Insya
Allah individu itu akan terhindar dari stres yang berat.
4. Melakukan aktivitas yang menggembirakan
Melakukan aktivitas yang menggembirakan akan membantu individu terhindar
dari perasaan stres. Sebab melalui aktivitas yang menggembirakan, individu
yang memiliki masalah, sejenak akan melupakan permasalahannya. Oleh
karena itu, akhir - akhir ini muncul terapi melalui tertawa yang sampai terbahak
- bahak dan bahkan sampai menangis, yang tujuannya untuk mendorong
munculnya hormon endorphin dari dalam diri individu itu sendiri. Cara ini
dapat dikombinasikan dengan latihan kebugaran jasmani di atas, dengan
aktivitas ringan sampai sedang minimal dalam waktu 20 menit juga
dimaksudkan untuk mendorong munculnya hormon endorphin dari dalam diri
individu itu sendiri. Dengan munculnya hormon endorphin tersebut akan
berdampak pada individu merasakan riang dan gembira.
5. Berlibur atau rekreasi
Berlibur atau rekreasi merupakan aktivitas yang bertujuan untuk melepaskan
segala kelelahan ( kepenatan ) baik fisik maupun psikis dengan cara mengubah
suasana yang menjadi rutinitas. Terutama bagi yang sudah berkeluarga berlibur
sangat diperlukan guna menjalin hubungan yang harmonis antar anggota
keluarga agar terjadi komunikasi yang harmonis pula.
-
Selain itu, dengan perubahan suasana mampu menggairahkan kinerja
individu yang mengalami kepenatan karena rutinitas pekerjaan atau beban
pikiran yang terlalu berat.
6. Menjalin hubungan yang harmonis
Menjalin hubungan yang harmonis, hubungan dan komunikasi dengan pihak
lain secara harmonis, terutama keluarga, akan membantu mereduksi potensi
individu terserang stres. Sebagai contoh individu yang tidak diterima
dengan baik dalam ligkungan keluarganya, akan menyebabkan stres
sehingga perilakunya serba salah. Hal itu yang mengakibatkan individu
tidak nyaman tinggal di rumah, jika kondisi seperti itu terus berkepanjangan
berakibat broken home pada diri individu. Untuk itu, dalam keluarga harus
diciptakan suasana dan komunikasi yang harmonis antar anggotanya agar
terhindar dari stres. Selain itu, dengan tetangga atau rekan kerja jalinan yang
harmonis terus digalakkan, agar dalam lingkungan atau satu ruang kerja
tidak terjadi rasa permusuhan dan saling mencurigai satu dengan yang
lainnya. Suasana lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja yang tidak
harmonis berpotensi melahirkan stres.
7. Menghindari kebiasaan yang jelek
Pada umumnya individu yang mengalami stres penyalurannya antara lain
melalui merokok, makan secara berlebihan, minum minuman keras, dan
mengkonsumsi narkoba. Sesaat mungkin kegiatan tersebut dapat
menghilangkan stres, tetapi dalam jangka waktu yang lama dan berlebihan
justru akan membahayakan terhadap kesehatan individu itu sendiri.
-
8. Merencanakan kegiatan harian secara rutin
Hidup adalah serangkaian rutinitas, namun manusia selalu melupakan
rutinitas tersebut. Bahkan dalam menjalani hidup ini individu sering lupa
dalam merencanakan kegiatan yang akan dijalani dalam satu hari ini.
Sebagai contoh hari ini ada rapat atau seminar, tetapi individu tersebut jika
lupa jadwal kegiatannya maka akan menimbulkan stres. Sebaliknya, jika
individu mengetahui secara pasti jadwal kegiatan dari hari ke hari maka
akan mengurangi resiko terkena stres.
9. Memelihara tanaman dan binatang
Memelihara tanaman dan binatang dapat sebagai sarana untuk mengurangi
beban stres pada individu. Dengan menanam dan merawat tanaman dapat
sebagai hiburan dan pengalihan perhatian atau konsentrasi pada suatu
permasalahan. Dengan merawat tanaman konsentrasi sesaat akan
tercurahkan pada tanaman tersebut, sehingga beban stres dapat berkurang.
Selain itu, memelihara binatang piaraan antara lain seperti kucing, anjing,
burung, ikan dan sejenisnya merupakan hiburan yang mampu mengalihkan
konsentrasi dari suatu permasalahan ke obyek yang dirawat.
10. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (keluarga)
Seperti telah dijelaskan di atas dalam rekreasi atau meluangkan waktu bagi diri
sendiri dan keluarga sangat diperlukan agar individu terhindar dari stres. Selain
itu, kegiatan seperti memancing ikan dapat sebagai sarana mengurangi
ketegangan pada individu yang mengalami stres. Menghindari diri dalam
kesendirian. Jika individu mengalami stres sebaiknya banyak bergaul dengan
orang lain agar tidak dalam kesendirian, sebab jika dalam kesendirian
-
individu itu akan semakin menikmati stresnya. Dengan semakin menikmati
stres kondisinya akan semakin buruk dan membahayakan. Untuk itu, akan
lebih baik individu yang mengalami stres mencari teman yang dapat diajak
untuk mencurahkan isi hati (curhat), sehingga beban psikologis penyebab
stres dapat dikurangi.
2.1.15. Pengaruh intensitas belajar terhadap terjadinya stres
Belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh ilmu atau kepandaian, berlatih
dan berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar juga dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, kebiasaan,
keterampilan, dan tingkah laku. Tuntutan belajar yang tinggi dari kampus terutama
mengambil jurusan keperawatan membuat mahasiswa berusaha meningkatkan proses
belajarnya sehingga banyak mahasiswa yang ditemukan mengalami stres.
Menurut Vincent Conelli sebagaimana yang dikutip oleh Grant Brecht
(2008) bahwa stres adalah gangguan psikis dan fisik yang disebabkan oleh adanya
perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun
penampilan individu didalam lingkungan tersebut. Penelitian pada fakultas
kedokteran Osaka Jepang bahwa stres yang dialami mahasiswa akan
mempengaruhi prestasi akademik karena terjadi gangguan pada aktivitas belajar.
Dikatakan pula pada penelitian di Thailand dan Malasyia peran akademik
merupakan stressor yang potensial bagi mahasiswa kedokteran.
-
2.2. Konsep tidur
2.2.1. Definisi tidur
Tidur adalah proses biologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode
yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur sampai terjaga mempengaruhi dan
mengatur fungsi fisiologis dan respons perilaku. Tidur membantu pikiran dan
tubuh untuk pulih dan mengembalikan energi yang digunakan sehari - hari. Saat
tidur kita memasuki suatu keadaan istirahat periodik dan pada saat itu kesadaran
kita terhadap alam menjadi terhenti, sehingga tubuh dapat beristirahat. Otak
memiliki sejumlah fungsi, struktur, dan “pusat - pusat tidur” yang mengatur siklus
tidur dan terjaga. Pada saat yang sama, tubuh menghasilkan substansi yang ketika
dilepaskan ke dalam aliran darah akan membuat kita mengantuk. Jika proses ini
diubah oleh stres, kecemasan, gangguan, dan sakit fisik kita dapat mengalami
insomnia. (Potter & Perry, 2010).
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang
masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan
rangsang lainnya ( Guyton& Hall, 2009 )
Gangguan pola tidur merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu
(Harsono, 2010).
2.2.2. Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata
perih, perhatian terpecah - pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
-
mengantuk ( Hidayat, 2006 dalam Wiyono, 2010). Kualitas tidur, menurut
American Psychiatric Association( 2000 ), dalam Wavy ( 2008 ), didefinisikan
sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas
tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu
yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif
seperti kedalaman dan kepulasan tidur ( Daniel et al, 1998; Buysse, 1998 dalam
Wiyono, 2010). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan
individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada
malam hari atau efesiensi tidur.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa
muda adalah 80 – 90 % ( Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari
Carpenito, 1998 ). Disisi lain, Lai ( 2001 ) dalam Wavy ( 2008 ) menyebutkan
bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola
tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan
kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat
memberikan perasaan tenang dipagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh
gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan
vital untuk hidup sehat semua orang ( Wavy, 2008 ).
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium
yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari
permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas
listrik yang terus - menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat
eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit
-
lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa,
betha, tetha dan delta ( Guyyton& Hall, 2009 ).
Selain itu, menurut Hidayat ( 2006 ), kualitas tidur seseorang dikatakan
baik apabila tidak menunjukkan tanda - tanda kekurangan tidur dan tidak
mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda - tanda kekurangan tidur dapat dibagi
menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.
Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang
dialami Hidayat ( 2006 dalam Wiyono, 2010).
1. Tanda Fisik
Ekspresi wajah ( area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,
konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan
( sering menguap ), tidak mampu untuk berkonsentrasi ( kurang perhatian ),
terlihat tanda - tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing (
Mardjono, 2008 ).
2. Tanda Psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan,
malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau
keputusan menurun ( Mardjono, 2008 ).
2.2.3. Jenisi-jenis tidur
1. Tidur REM
Tidur REM (rapid eye movement) terjadi disaat kita bermimpi hal tersebut
ditandai dengan tingginya aktivitas mental, dan fisik. Ciri-cirinya antara lain;
detak jantung, tekanan darah, dan cara bernapas sama dengan yang dialami
-
saat kita terbangun. Masa tidur REM kira-kira dua puluh menit dan terjadi
selama empat sampai lima kali dalam sehari.
2. Tidur Non-Rem
Tidur non-REM memiliki empat tingkatan. Selama tingkatan terdalam
berlangsung (3 dan 4), orang tersebut akan cukup sulit dibangunkan. Beranjak
lebih malam, status tidur non-REM semakin ringan. Pada tingkat 4, tidur serasa
menyegarkan/ meguatkan.Selama periode ini, tubuh memperbaiki dirinya
dengan menggunakan hormon yang dinamakan somastostatin. Ilmuwan
mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah tidur yang mengalami
perpaduan tepat antara mengalami REM dan non-REM.
2.2.4. Kebutuhan tidur manusia
Tabel 2.3.Kebutuhan Tidur Manusia
Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan
tidur
0 – 11 bulan Bayi baru lahir 14 – 18 jam / hari
1 – 18 bulan Mas bayi 12 – 14 jam / hari
18 bulan – 3 tahun Masa anak 11 – 12 jam / hari
3 – 6 tahun Masa pra sekolah 11 jam / hari
6 – 12 tahun Masa sekolah 10 jam / hari
12 – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam / hari
-
18 – 40 tahun Masa dewasa 7 – 8 jam / hari
40 – 60 tahun Masa dewasa muda paru 7 jam / hari
baya
60 tahun ke atas Dewasa tua 6 jam / hari
Sumber Hidayat ( 2009 )
2.2.5. Tahapan tidur
Budi dan Galuh ( 2009 ) mengatakan tubuh memiliki tahapan tidur yang
berbeda, mulai dari tidur ringan hingga nyenyak. Tahapan tidur tebagi dalam 4
fase yaitu :
1. Fase I : Saat tertidur, anda memasuki tidur ringan dan otak tetap terstimulus
2. Fase II : Gelombang otak melambat dan sistem saraf menutup kemampuan
untuk membaca informaasi perasa sehingga membantu untuk tidur. Tipe
tidur ini membantu memudahkan kembali tubuh kita tetapi tidak cukup
istirahat sepenuhnya
3. Fase III : Gelombang otak menjadi semakin lambat, menyebabkan tidur
lebih nyenyak. Ini adalah tahap yang penting untuk beristirahat sepenuhnya.
4. Fase IV : Tidur nyenyak adalah tahap tidur yang paling kuat, dengan
gelombang otak melambat hingga maksimum. Ini merupakan tahap penting
untuk memperbaiki tubuh dan kondisi mental.
2.2.6. siklus tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata - rata 7 jam, REM dan NREM
terjadi berselingan sebanyak 4 - 6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami
REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi
-
hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah.
Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (
Mardjono, 2008 ).
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut.
Tahap pratidur
NREM I NREM II NREM III NREM IV
REM
NREM IV NREM III
Gambar 2.1.Tahapan Tidur ( Mardjono, 2008 )
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus
dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga
merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi
fisiologis dan psikologis dapat terganggu ( Potter& Perry, 2010 ).
2.2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur
Tidur dipengaruhi seperti penyakit fisik, lingkungan, keadaan hidup,
keadaan stress. Individu dengan penyakit fisik tertentu mempengaruhi untuk pola
tidur karena akibat ketidaknyamanan sehingga menyulitkan individu untuk tidur.
Faktor lingkungan sekitar kamar tidur individu bising, ribut, cahaya lampu,
kondisisi dan ukuran tempat tidur juga mempengaruhi tidur seseorang.
Keadaan stress yang dialami oleh individu mempengaruhi kemampuan tidur
seseorang untuk tidur dan memulai tidur, karena individu merasa tegang dan putus
asa akan persoalan yang sedang dihadapinya mengakibatkan memulai tidur sulit,
jika sempat tertidur ketika bangun maka sulit sekali untuk memulainya kembali
karena semacam ada perang batin dalam dirinya akibat stress ( Potter & Perry,
-
2010). Perasaan-perasaan yang membayanginya menyebabkan individu sulit tidur,
sering terbangun saat tidur. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan
menyebabkan tidur yang buruk.
2.3. Konsep mahasiswa
2.3.1. Mahasiswa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hapsari, 2009), mahasiswa adalah
orang yang belajar di perguruan tinggi. Menurut Kartono ( 2012 ), usia mahasiswa
pada umumnya berkisar anatara 18 - 25 tahun. Sewaktu menjadi dewasa orang -
orang muda mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar yang
sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka
mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat
komitmen - komitmen baru. Meskipun pola - pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen - komitmen baru ini mungkin akan berubah juga, pola - pola ini
menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen - komitmen di kemudian hari ( Hurlock, 1980 dalam Kartono, 2012 ).
Menurut Papalia (2009), banyak mahasiswa yang mulai berkuliah memiliki
ide - ide yang kaku tentang kebenaran, mahasiswa tidak bisa melahirkan jawaban
kecuali jawaban yang “benar”. Sejalan dengan mahasiswa yang mulai berhadapan
dengan ruang gagasan dan pandangan yang luas, mereka berlayar di lautan
ketidakpastian. Namun mereka menganggap tahap ini bersifat sementara dan
berharap akan mempelajari “jawaban yang benar” pada akhirnya. Kemudian,
mereka menyadari semua pengetahuan dan nilai bersifat relatif. Meskipun telah
resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun, dan status ini memberikan
kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda yang agak masih tergantung atau
-
bahkan sangat tergantung pada orang – orang lain selama jangka waktu yang
berbeda - beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan
yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena
mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendididkan mereka (Hurlock,
1980 dalam Hapsari, 2009 ).
2.3.2. Mahasiswa tingkat akhir
Sebelum berada di tingkat akhir, mahasiswa melewati berbagai matakuliah
di semester awal kemudian berada di akhir semester. menurut ganda (2004),
mahasiswa adalah individu yang belajar menekuni disiplin ilmu yang di tekuninya
secara mantap, dimana didalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat di
pengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di
antara mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukan oleh kegiatan organisasi
kemahasiswaan. mahasiswa melewati tahap semester yang harus di lalui untuk
berada di tingkat teratas yang dapat di sebut mahasiswa tingkat akhir.
Di semester-semester akhir sangat identik dengan persoalan skripsi, dimana
mahasiswa tingkat akhir banyak mencari referensi di perpustakaan entah itu
jurnal, buku, ataupun skripsi dari alumni. selain di perpustakaan mahasiswa juga
mencari-cari di internet. dimana masa-masa seperti ini mahasiswa rentang oleh
perasaan emosi yang tak stabil suasana hati dan pikiran yang tak stabil
memikirkan skripsi selesai dengan tepat waktu.
2.3.3. Tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir
Hal ini sesuai dengan teori asmadi ( 2018 ) yaitu stres merupakan suatu respon
individu baik berupa respon fisik maupun psikis, terhadap tuntutan atau ancaman
yang di hadapi sepanjang hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan pada diri
-
individu, baik perubahan fisik, psikologi, maupun spiritual. Dalam penelitian ini
penyebab stres berat yang terjadi pada mahasiswa adalah tuntutan akademik,
penilaian sosial, manajemen waktu serta persepsi individu terhadap waktu
penyelesaian tugas sehingga menyebabkan reaksi atau respon tubuh terhadap
stressor psikososial (tekanan mental / beban kehidupan.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Agung ( 2013 ) stres mahasiswa yang
sedang mengerjakan skripsi tergolong cukup tinggi, terdapat 97,0% mahasiswa
berada dalam kategori stres tinggi. Hal tersebut dapat di karenakan faktor – faktor
emosi dan self efficacy yang kurang bisa di kendalikan dengan baik oleh
mahasiswa. Salah satu gejala psikologis yang di alami jika mengalami stres yaitu
bisa mengakibatkan kecemasan, ketegangan, kebingungan, perasaan frustasi,
penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif, kehilangan konsentrasi,
kehiangan spontanitas dan kreatifitas serta menurunnya rasa percaya diri.
Secara fisiolagi, situasi stres mengaktifasi hipotalamus yang selanjutnya
megendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
adrenal.sistem saraf simpatik berespons terhadap implus saraf dari hipotalamus yaitu
dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawa
pengendaliannya. Sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk
melepas epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal di aktifasi
jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar
hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya
mengsekresikan hormon ACTH, yang di bawa melalui aliran darah ke korteks
adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk
-
kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke
kelenjar endokrin lain untuk melepaskan selepas 30 hormon. Efek kombinasi
berbagai hormon stres yang di bawa melalui aliran darah di bawa aktifitas neural
cabang simpatik dari sisrem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight
(nasution, 2007).
Stres yang dialami oleh mahasiswa akan menimbulkan dampak positif atau
negatif yang dapat menghambat kemampuan individu dalam proses belajar dan
berpikir ( Rafida, 2009 ). Hal yang sama juga di kemukakan oleh (safaria dan
saputra 2009). Salah satu dampak stres akan menyebabkan susah tidur dan
kehilangan semangat.
2.3.4. Gangguan tidur pada mahasiswa tingkat akhir
Pada mahasiswa tingkat akhir gangguan pola tidur disebabkan oleh stres, hal
ini sesuai dengan teori menurut perry dan potter ( 2006 ) gangguan pola tidur
dapat di sebabkan oleh faktor psikologis meliputi stres, kecemasan, depresi, serta
stimulasi yang berlebihan terhadap otak. Hal yang sma juga di dukung oleh
penelitian ulfa ( 2014). Mahasiswa tingkat akhir yang mengalami gangguan tidur
dari kategori ringan sampai berat tersebut di karenakan mereka di bebankan
dengan adanya penyusunan skripsi. Mereka menganggap beban dengan adanya
penyusunan skripsi sebagai tugas akhir, hal ini di karenakan mahasiswa kesulitan
menyelesaikan tugas akhirnya. Gejala yang di alami jika mengalami gangguan
tidur yaitu kesulitan jatuh tertidur atau tercapainya tidur yang nyenyak.
Gangguan tidur yang di alami mahasiswa akan mengalami dampak hilangnya
kosentrasi saat belajar dan stres yang meningkat. Hal ini di dukung oleh teori menurut
rafknowledge (2006) dampak dari gangguan tidur adalah hilang fokus saat
-
kosentrasi menurun, memperburuk kondisi kesehatan tubuh, stres yang meningkat,
kulit terlihat lebih tua, dan pelupa.
2.3.5. Hubungan tingkat stres dan gangguan tidur pada mahasiswa tingkat
akhir
Stres yang di alami mahasiswa di akibatkan oleh berbagai hal seperti
segala situasi atau pemicu yang menyebabkan individu merasah tertekan atau
terancam (safaria dan saputra, 2009), tidak ada definisi yang pasti untuk stres
karena setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres yang
sama. Stres bagi seorang individu belum tentu sama dengen stres bagi orang
lain. Menurut american institute of stres (2010), fenomena stres di kalangan
mahasiswa merupakan satu topik yan sering menjadi bahan kajian kebanyakan
mahasiswa. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mahasiswa mengalami stres. Stres masih tidak boleh di pisahkan dengan
kehidupan mahasiswa dalam kesibukan mereka menuntut ilmu.
Mahasiswa tingkat akhir diwajibkan menyelesaikan tugas akhir tepat
waktu sehingga membuat banyak mahasiswa mengalami stres. Menyelesaikan
sebuah tugas akhir telah membuat kebanyakan mahasiswa stres, takut, bahkan
sampai frustasi. Telah banyak contoh kasus mahasiswa yang menjadi lama
dalam penyelesaian studinya karena terganjal dengan masalah tugas akhirnya.
Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam tidur atau
kualitas tidurnya menurun, sehingga dapat mengakibatkan fungsi tubuh menjadi
tidak normal.
Berdasarkan nilai koefisien kontingensi, keeratan antara kedua variabel
adalah sedang. Hal ini disebabkan karena adanya faktor – faktor lain yang
-
mempengaruhi gangguan tidur selain stres. Seperti yang dinyatakan oleh Perry dan
Potter (2006), ada lima faktor yang mempengaruhi gangguan tidur yaitu lingkungan
tidur, faktor gaya hidup, kondisi medis, masalah kesehatan mental, dan kelainan
tidur. Hal ini juga di dukung oleh jurnal Arroll (2012) penyebab gangguan tidur bisa
di akibatkan oleh masalah kesehatan mental ( stres, depresi, dan kecemasan), dan
masalah kesehatan fisik adalah penyebab utama dari masalah tidur.
Gangguan tidur dapat memberikan efek pada kehidupan, antara lain : efek
fisiologis karena kebanyakan gangguan tidur di akibatkan oleh stres. Efek
psikologis dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan
motivasi, depresi, dan lain – lain. Efek fisik / somatik dapat berupa kelelahan, nyeri
otot, hipertensi, dan sebagainya. Efek sosial dapat berupa kualitas hidup yang
terganggu, seperti susah mendapat promosi di lingkungan kerja, kurang bisah
menikmati hubungan sosial dan keluarga ( turana, 2007).