bab ii tinjauan pustaka 2.1 komunikasi pemasaran 2.1.1 …eprints.umm.ac.id/65590/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Pemasaran
2.1.1 Definisi Komunikasi Pemasaran
Harsono Suwardi dalam Prisgunanto (2006:7) mengungkapkan bahwa
“dasar dari pemasaran adalah komunikasi dan pemasaran bisa akan begitu
powerfull jika dipadukan dengan komunikasi yang efektif dan efisien”. Untuk
membuat konsumen atau khalayak menjadi kenal, aware, dan mau membeli suatu
produk atau jasa melalui saluran komunikasi itu adalah bukan suatu hal yang
mudah.
Definisi komunikasi menurut Hovland, Janis dan Kelley dalam Forsdale
(1981) dan dikutip oleh Muhammad (2009:2) yang mengatakan, ”Communication
is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify
the behaviour of the other individuals”. Komunikasi merupakan proses individu
dalam mengirim stimulus (biasanya bentuk verbal), untuk mengubah tingkah laku
orang lain. Dari definisi ini mengimplikaskan bahwa komunikasi merupakan proses
sosial yang terjadi setidaknya antara dua orang atau lebih, yang mana setiap
individu mengirimkan stimulus kepada orang lain. Stimulus ini bisa diartikan
sebagai pesan verbal dimana dalam proses penyampaiannya dilakukan melalui
saluran komunikasi, dan pada pesan yang telah disampaikan terjadi perubahan atau
respon.
Pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2008:6), “pemasaran adalah
suatu proses sosial dan manajerial di mana pribadi atau organisasi memperoleh apa
9
yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai
dengan pihak lain”. Definisi di atas menjelaskan bahwa pemasaran mencakup
keseluruhan sistem kegiatan bisnis yang dimulai dari perencanaan, penentuan
harga, promosi, serta pendistribusian barang jasa dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan para konsumen dengan pelayanan bermutu.
Pemasaran dengan komunikasi memiliki hubungan yang erat. Komunikasi
merupakan proses dimana pemahaman dan pemikiran disampaikan antar individu
atau antara perusahaan dan individu. Komunikasi dalam kegiatan pemasaran
memiliki sifat yang kompleks. Bentuk-bentuk komunikasi yang rumit akan
mendorong penyampaian pesan yang terjadi antara komunikator dengan
komunikan, melalui strategi komunikasi yang tepat dan dengan proses perencanaan
yang lebih matang.
Menurut Uyung Sulaksana dalam Priansa (2017:96), “komunikasi
pemasaran adalah proses penyebaran informasi tentang perusahaan dan hal-hal
yang akan ditawarkan kepada sasaranya”. Tjiptono dalam Priansa (2017:96) juga
menyampaikan, “komunikasi pemasaran merupakan sebuah aktivitas pemasaran
yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, dan mengingatkan pasar
sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan
loyal pada produk yang sudah ditawarkan perusahaan yang bersangkutan”.
2.1.2 Tujuan Komunikasi Pemasaran
Menurut Priansa (2017:96), “komunikasi pemasaran memiliki tiga tujuan
utama yaitu, menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi
untuk melakukan pembelian atau menarik konsumen (komunikasi persuasif), dan
10
mengingatkan khalayak untuk melakukan pembelian kembali (komunikasi
mengingatkan kembali)”. Tujuan komunikasi pemasaran adalah untuk memberikan
efek sebagai berikut:
1. Efek kognitif, untuk membentuk kesadaran informasi tertentu dalam
benak pelanggan.
2. Efek afektif, untuk memberikan pengaruh melakukan sesuatu yang
diharapkan sebagai reaksi pembelian dari pelanggan.
3. Efek behavior atau perilaku, untuk membentuk pola khalayak menjadi
perilaku selanjutnya (pembelian ulang).
2.1.3 Model Hierarki Efek
Dampak dari komunikasi pemasaran tidak bisa dirasakan secara langsung.
Menurut Blythe (2006:5) menjelaskan “konsumen menerima serangkaian efek
yang seperti tangga. Tangga terbawah merupakan orang-orang yang sama sekali
tidak mengerti tentang produk, sedangkan tangga teratas adalah orang orang yang
telah membeli produk”.
Model tersebut yakni “Hierarchy of effects Model” (Model Hierarki Efek)
model ini pada tahun 1961 diciptakan Robert J. Lavidge dan Gary A. Steiner. Model
hierarki efek menjelaskan beberapa tahapan proses yang berupa tangga konsumen
dari yang tidak mengenal produk hingga menjadi benar-benar melakukan
pembelian produk. Model ini adalah tidak bisa digunakan untuk mengukur strategi
komunikasi pemasaran tetapi hanya sebatas mengukur efek atau imbas dari
komunikasi pemasaran yang sudah dilakukan oleh sebuah perusahaan.
11
Dalam penelitian ini, model hierarki efek digunakan oleh peneliti dengan
alasan karena peneliti merasa sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Pada tahap
afektif terdapat preference dan conviction yang mana menurut peneliti cocok untuk
digunakan dalam penelitian ini karena produk smartphone pasti mempunyai banyak
saingan sehingga dengan hal tersebut peneliti menganggap tahapan keyakinan ini
diperlukan.
Dalam proses pembelian seseorang melewati tahap kognitif (belajar), tahap
afektif (merasakan) dan tahapa perilaku (bertindak) yang dimana tiga tahap tesebut
terdapat pada model hierarki efek. Dalam Kotler dan Keller (2007:209)
menggambarkan “model hierarki efek dalam konteks kampanye komunikasi
pemasaran untuk sebuah perguruan tinggi yang dinamakan Pottsville”.
a. Awareness (Kesadaran)
Tugas dari komunikator adalah untuk membangun kesadaran karena
kebanyakan sasaran tidak sadar akan objek. Misalnya dalam perguruan
tinggi yang digambarkan oleh Kotler dan Keller (2007:209) yaitu
“Pottsville mencari pelamar dari Nebraska, lokasi yang di sana tidak
mengenal perguruan tinggi tersebut. Andaikan ada 30.000 SMP dan SMU
di Nebraska yang berpotensi untuk tertarik kepada Perguruan Tinggi
Pottsville, perguruan tinggi tersebut mungkin menetapkan tujuan untuk
membuat 70% dari para siswa ini untuk kenal nama Pottsville dalam satu
tahun”.
Menurut David Aaker dalam Darmadi Durianto (2004:4) berikut
adalah tingkatan kesadaran mulai dari yang terendah sampai ke tingkat
12
tertinggi “ yang pertama yakni, Unaware of brand (Tidak menyadari merk)
merupakan tingkatan terendah dimana konsumen sama sekali tidak
menyadari akan adanya suatu merk. Kedua, Brand Recognition yaitu tingkat
minimal dari kesadaran merk yang merupakan pengukuran brand awareness
di mana kesadarannya diukur dengan member bantuan dengan
menyebutkan cirri-ciri dari produk merk tersebut. Ketiga, Brand Recall
mengingat merk tanpa bantuan, atau pengingatan kembali merek
mencerminakan merek-merek apa yang diingat setelah menyeburkan merk
yang pertama kali disebut. Keempat, Top of Mind merupakan merk yang
pertama kali disebutkan oleh konsumen atau yang pertama kali muncul
dalam benak konsumen. Top of Mind adalah single respond yang berarti
informan hanya boleh memberikan satu jawaban”.
b. Knowledge (Pengtahuan)
Mungkin audiens telah sadar tentang adanya Perguruan Tinggi
Pottsville akan tetapi tidak mengetahuinya lebih banyak. Ketika Perguruan
Tinggi Pottsville ingin memberitahu target audiensnya jika Pottsville adalah
perguruan tinggi swasta memiliki program unggul yaitu bahasa inggirs,
bahasa asing dan sejarah. Maka, Pottsville perlu mengetahui pengetahuan
dari target audiensnya ini mengetahui sedikit, sedang atau mengetahui
banyak tentang Pottsville. Kemudian jika pengetahuan tentang Pottsvile
sedikit atau lemah, maka Pottsvile bisa memutuskan untuk memilih
pengenalan merek untuk sebagai tujuan komunikasi.
13
c. Liking (Kesukaan)
Apabila target audiens telah mengenal merek dalam hal ini adalah
Pottsvile, namun ada yang tidak menyukai Pottsvile. Maka, komunikator
memiliki tugas untuk mencari tahu apa alasannya. Apabila rasa tidak suka
itu didasari permasalahan yang real, maka Pottsvile yang harus membenahi
masalahnya dan mengkomunikasikan dengan audiensnya.
d. Preference (Kelebisukaan)
Bisa jadi target audiens telah menyukai produk yang ditawarkan,
namun jika dibandingkan masih lebih menyukai produk saingan. Maka,
dalam hal ini komunikator harus mencoba membuat audiens timbul
kesukaan dengan membandingkan kualitas, nilai, dan fitur lain dengan
pesaing.
e. Conviction (Keyakinan)
Ketika target audiens menyukai produk tertentu namun tidak yakin
untuk membelinya, maka tugas komunikator adalah membangun keyakinan
dan menumbuhkan niat target audiens yang tertarik terhadap Pottsville.
f. Purchase (Pembelian)
Ketika beberapa target audiens telah memiliki keyakinan dengan
suatu produk, tetapi tidak cukup mampu untuk melakukan pembelian.
Maka, komunikator harus bisa mengarahkan audiens untuk mengambil
langkah terakhir yaitu pembelian dengan menawarkan harga yang lebih
rendah, menawarkan hadiah atau membuat penawaran agar audiens bisa
mencobanya terlebih dahulu. Dalam hal ini mungkin Pottsville bisa
14
memberikan pwnawaran dengan mengundang target audiens misalnya
siswa-siswi yang terseleksi untuk bisa mengunjungi kampus atau juga bisa
mengikuti beberapa kuliah, atau bisa juga dengan memberikan beasiswa
kepada siswa.
2.2 Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk dalam Sangadji & Sopiah (2013:7) mendefinisikan
“perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen pada
hakikatnya untuk memahami mengapa konsumen melakukan dan apa yang mereka
lakukan. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika
membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa atau kegiatan evaluasi”.
Studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang
individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia
(waktu, uang, usaha, dan energi). Menurut Sumarwan (2014:6) “secara sederhana,
studi perilaku konsumen di antaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: Apa yang
dibeli konsumen? Kapan mereka membelinya? Dimana mereka membelinya?
Berapa sering mereka membelinya? Dan berapa sering mereka menggunakannya?”.
2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Amstrong dalam Priansa (2017:472), faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen yakni:
15
1. Faktor Budaya
Faktor budaya memiliki sub yang saling berhubungan yakni, budya,
subbudaya, serta kelas sosial.
a. Budaya sebagai penentu dasar perilaku dan keinginan yang terdiri atas
sekumpulan preferensi, perilaku, dan nilai-nilai yang dapat
mempengaruhi konsumen.
b. Subbudaya dapat membuat suatu segmen pasar yang penting, serta
perusahaan merancang produk dan beberapa program pemasaran sesuai
dengan kebutuhan konsumen.
c. Kelas sosial berhubungan dengan merek, preferensi, serta produk yang
berbeda.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial memiliki beberapa sub yang juga saling berkaitan, yakni:
a. Kelompok acuan, terdiri atas semua kelompok yang memiliki pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku konsumen
tersebut.
b. Keluarga, merupakan kelompok pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi acuan
primer yang paling berpengaruh.
c. Peran dan status, konsumen berpartisipasi dalam banyak kelompok
sepanjang hidupnya, misalnya keluarga, klub, dan organisasi.
Kedudukan konsumen dalam kelompok tersebut ditentukan berdasarkan
peran dan statusnya.
16
3. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
yakni :
a. Usia dan tahap siklus hidup, konsumen mengonsumsi produk yang
berbeda-beda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus
hidup keluarga. Perusahaan sering memilih kelompok berdasarkan
siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka.
b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi, perusahaan pada umumnya
berusaha mengidentifikasi kelompok profesi yang memiliki minat
diatas rata-rata atas produk mereka. Pilihan produk sangat dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi seseorang.
c. Gaya hidup, konsumen yang berasal dari subbudaya, kelas sosial, dan
pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya
hidup menggambarkan keseluruhan diri konsumen yang berinteraksi
dengan lingkungannya.
d. Sebuah kepribadian serta konsep diri, karakteristik kepribadian
seseoarang berbeda-beda akan berpengaruh pada perilaku pembelian
yang dilakukan. Kepribadian merupakan ciri dari bawaan psikologi
pada manusia yang menghasilkan tanggapan relatif konsisten pada
rangsangan dilingkungannya. Sedangkan untuk konsep diri merupakan
bagian dari kepribadian konsumen. Konsep diri aktual (bagaimana ia
memandang dirinya) konsumen berbeda dengan konsep diri idealnya
(bagaimana ia menganggap orang lain memandang dirinya).
17
4. Faktor Psikologis
a. Motivasi, konsumen memiliki banyak kebutuhan yang muncul dari
tekanan biologis maupun psikologis. Kebutuhan akan menjadi motif
jika didorong hingga menjadi level intensitas yang memadai.
b. Persepsi, konsumen yang termotivasi akan siap bertindak. Tindakan
konsumen yang termotivasi dipengaruhi oleh persepsinya terhadap
situasi tertentu.
c. Pembelajaran, meliputi perubahan perilaku konsumen yang timbul dari
pengalaman. Pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan antara
pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan, dan penguatan.
d. Keyakinan dan sikap, melalui bertindak dan belajar, konsumen
mendapatkan keyakinan dan sikap. Kemudian, keduanya saling
mempengaruhi pembelian konsumen.
2.3 Komunikasi Word of Mouth
2.3.1 Definisi Komunikasi Word of Mouth
Word of mouth merupakan komunikasi lisan antar individu ke individu
lainnya atau antar pengirim dan penerima pesan dimana di dalamnya memiliki
unsur jasa, produk, atau brand. Menurut Sutisna (2002:184) “setiap orang setiap
hari berbicara dengan yang lainnya, saling tukar pikiran, saling tukar informasi,
saling berkomentar dan proses komunikasi lainnya”. Sedangkan menurut Andreas
dalam Priansa (2017:338) menyatakan bahwa “word of mouth pada dasarnya
adalah pesan tentang produk atau jasa suatu perusahaan, ataupun tentang
18
perusahaan itu sendiri, dalam bentuk komentar tentang kinerja produk, keramahan,
kejujuran, kecepatan pelayanan, dan hal lainnya yang dirasakan dan dialami oleh
seseorang yang disampaikan kepada orang lain”.
Banyak proses komunikasi antar manusia dilakukan melalui mulut ke
mulut. Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup
sendiri, manusia memiliki hasrat dan kecenderungan untuk berbagi pengalaman dan
perasaan pada orang lain agar dapat membangun suatu hubungan, dengan
hubungan tersebut menciptakan rasa percaya diantara mereka. Dengan adanya rasa
percaya antara sesame menimbulkan konsep word of mouth. Berdasarkan definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa word of mouth, yaitu percakapan yang terjadi
antar para pengguna produk atau suatulayanan, percakapan tersebut akan
membahas mengenai kelebihan dan kekurangan produk atau kekurangan layanan.
Dengan begitu, hasil percakapan tersebut dapat menjadi bahn pertimbangan bagi
konsumen ketika akan melakukan pengambilan keputusan.
2.3.2 Bentuk Penyebaran Komunikasi Word of Mouth
Kotler dan Keller (2009) mengatakan bagaimana agar berita dari mulut ke
mulut bisa terbentuk dan tersebar :
a. Pemasaran Viral dan Buzz
Pemasar menyebutkan ada dua macam berita khusus dari word of
mouth yaitu pemasaran viral dan buzz. Pemasaran viral (menular seperti
virus) adalah bentuk lain dari berita mulut ke mulut, atau berita dari satu
klik mouse ke klik berikutnya “(word of mouse),” yang mendorong
konsumen menceritakan produk dan jasa yang dikembangkan perusahaan
19
atau informasi audio, video, dan tertulis kepada orang lain secara online.
Pemasaran buzz (perbincangan) menghasilkan ketertarikan,
menciptakan publisitas serta mampu mengekspresikan informasi baru
yang berhubungan dengan berbagai merek melalui sarana yang tidak
terduga atau mengejutkan.
b. Opinion Leader
Dalam proses pengambilan keputusan membeli oleh konsumen
pemimpin opini adalah element yang penting. Pemasar mengidentifikasi
para pemimpin opini dan berusaha mempengaruhi, hal ini bertujuan agar
mereka dapat menjadi difusor (penyebar) informasi kepada pengikutnya.
Proses komunikasi WOM dimulai dari informasi yang disebarkan melalui
media massa, kemudian didaptkan oleh pemimpin opini yang memiliki
pengikut dan pengaruh yang selanjutnyadisampaikan kepada pengikut
tersebut dengan cara komunikasi mulut ke mulut.
c. Blog
Blog, buku harian online dan jurnal akan dilakukan perbaruan teratur
menjadi gerai penting untuk berita dari mulut ke mulut. Blog
beranekaragam, ada blog pribadi untuk teman dekat atau keluarga,
sedangkan ada blog yang dibuat untuk mempengaruhi dan menjangkau
banyak pemirsa. Salah satu daya tarik blog adalah agar dapat menyatukan
berbagai orang dengan minat yang sama.
20
2.4 Electronic Word of Mouth
2.4.1 Definisi Electronic Word of Mouth
Dengan adanya internet munculah paradigma baru pada komunikasi word
of mouth yang kemudian menjadi awalan dari istilah electronic word of mouth
(eWOM). Menurut Priansa (2017:339) “electronic word of mouth sering disebut
dengan viral marketing, yakni teknik pemasaran yang digunakan untuk
menyebarkan pesan pemasaran dari satu website ke website lainnya, yang mampu
menciptakan pertumbuhan yang potensial seperti layaknya sebuah virus.
Henning-Thurau et al. dalam Priansa (2017:351) menyatakan bahwa
“electronic word of mouth (eWOM) merupakan pernyataan negatif atau positif
yang dibuat oleh konsumen aktual, potential, atau konsumen sebelumnya yang
membicarakan mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia
bagi orang-orang ataupun institusi melalui media internet”.
Electronic mord of mouth merupakan sebuah evolusi dari komunikasi
tradisional tatap muka menjadi lebih modern dengan bantuan cyberspace, atau
media elektronik yang dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun
timbal-balik secara online. Electronic word of mouth menjadi tempat yang sangat
penting untuk konsumen memberikan opininya serta dianggap lebih efektif
ketimbang WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas
daripada WOM tradisional yang bermedia offline.
Pada aktifitas electronic word of mouth di dunia maya diperlukan media
atau sarana agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan orang lain. Sarana yang
21
tersebut adalah sosial media seperti Instagram, Twitter, Facebook Youtube dan
lain-lain. Terdapat tiga macam platform utama untuk media sosial, yaitu:
“pertama, online communities dan forums yaitu komunitas online dan forum
dalam segala bentuk dan ukuran. Banyak yang dibuat oleh pelanggan dan
kelompok pelanggan tanpa bunga komersial atau afiliasi perusahaan.
Sebagian disponsori oleh perusahaan yang anggotanya berkomunikasi
dengan perusahaan dan dengan satu sama lain melalui posting, instant
messaging, dan chatting diskusi tentang minat khusus yang berhubungan
dengan produk perusahaan dan merek. Kedua Blogs secara teratur
memperbaharui jurnal online atau buku harian dan telah menjadi outlet
penting bagi eWOM (electronic word of mouth). Ketiga, Social Networks
jaringan sosial telah menjadi kekuatan penting baik dalam bisnis ke
konsumen (B2C) dan pemasaran bisnis ke bisnis (B2B). Salah satunya
Facebook, Instagram, Twitter, Blackberry Messanger, dll. Jaringan yang
berbeda menawarkan manfaat yang berbeda untuk perusahaan” (Kotler dan
Keller, 2012:568-570).
Berdasarkan pada penelitian Jalilvand dan Samei (2012), indikator
electronic word of mouth adalah pertama, membaca beberapa ulasan online produk
konsumen lainnya. Kedua, mengumpulkan berbagaimacam informasi dari review
produk konsumen melalui media internet. Ketiga, melakukkan konsultasi dengan
cara online. Keempat, akan timbul perasaan khawatir apabila seseorang tidak
membaca ulasan online sebelum melakukan pembelian. Kelima, rasa percaya diri
akan meningkat setelah membaca berbagai ulasan online.
Hubungan electronic word of mouth dengan perilaku seseorang dapat
terlihat pada indikator diatas bahwa seseorang akan merasa lebih percaya diri
apabila membaca ulasan-ulasan online dan sebaliknya, sehingga hal ini dapat
menumbuhkan suatu keyakinan atau pembelajaran pada orang tersebut bahwa
informasi pada ulasan tadi adalah tepat dan purchase intention semakin meningkat.
Sedangkan hubungan electronic word of mouth dengan brand image dan brand
attitude terlihat bahwa ulasan-ulasan yang terjadi di media electronic word of mouth
22
pada umumnya mengulas mengenai sebuah produk yang nantinya akan
menciptakan brand image dan brand attitude yang diciptakan oleh perusahaan,
sehingga dalam media tersebut dapat tersusun sebuah kesimpulan atas baik atau
buruknya brand image dan brand attitude.
2.4.2 Faktor-faktor Electronic Word of Mouth
Komunikasi electronic word of mouth biasanya diawali dengan berbagai
motif tertentu sehingga konsumen bersedia mengeluarkan pendapatnya kepada
orang lain. Menurut Henning-Thurau et al. dalam Priansa (2017:353) menyatakan
ada sebelas hal yang mempengaruhi motivasi konsumen untuk terlibat dalam
komunikasi electronic word of mouth antara lain:
1. Keprihatinan bagi konsumen lain
2. Keinginan untuk membantu perusahaan
3. Manfaat sosial yang diterima
4. Tenaga kekuasaan atas perusahaan
5. Setelah mencari nasehat
6. Peningkatan diri
7. Manfaat ekonomi
8. Kenyamanan dalam mencari ganti rugi
9. Berharap bahwa operator platform yang berfungsi sebagai moderator
10. Ekspresi emosi positif
11. Ventilasi dari perasaan negatif
23
2.4.3 Dimensi Electronic Word of Mouth
Menurut Goyatte et al. dalam Priansa (2017:354), membagi electronic word
of mouth dalam dimensi sebagai berikut:
1. Intensitas (intensity), dalam electronic word of mouth berkenaan dengan
banyaknya pendapat yang ditulis oleh konsumen dalam sebuah situs jejaring
sosial dan indikatornya meliputi:
a. Frekuensi dalam mengakses informasi dari situs jejaring social
b. Frekuensi dalam interaksi pengguna situs jejaring social
c. Banyak ulasan yang ditulis pengguna situs jejaring social
2. Valence of Opinion, merupakan opini atau pendapat konsumen, baik
pendapat postif maupun pendapat negatif mengenai produk, brand, dan jasa.
Valence of Opinion ini meliputi :
a. Komentar positif yang berasal dari pengguna situs jejaring social
b. Rekomendasi yang berasal dari pengguna situs jejaring social
3. Content, merupakan isi informasi dari situs jejaring social yang
berhubungan dengan jasa dan produk. Indikator dari content yang meliputi:
a. Informasi dari variasi yang tersedia
b. Informasi yang berkualitas
c. Informasi tentang harga yang telah ditawarkan
2.5 Keputusan Membeli
2.5.1 Definisi Keputusan Membeli
Kehidupan manusia tidak lepas dari melakukan jual beli. Sebelum melakukan
pembelian, seseorang biasanya akan melakukan keputusan membeli terlebih dahulu
24
terhadap suatu produk. Keputusan membeli merupakan kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian
terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Menurut Kotler dan Armstrong
(2008:181) “keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling
disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada antara niat
pembelian dan keputusan membeli”. Pengambilan keputusan yaitu sebuah kegiatan
individu yang terlibat langsung dalam mendapatkan dan menggunakan barang yang
ditawarkan. Menurut Kotler dan Amstorng (2008) “Keputusan membeli yaitu suatu
proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan apa yang
akan dibeli atau tidak melakukan pembelian”. Setiadi (2003) menuturkan
“pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen dapat disebut sebagai
pemecahan masalah. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen memiliki
sasaran atau perilaku mana yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut”.
Hal tersebut bisa membantu memecahkan masalah dimana pemecahan masalah
yaitu suatu proses timbal balik yang berkesinambungan antara faktor lingkungan,
proses kognitif dan afektif dan juga tindakan perilaku. Pada tahap yang pertama,
pemahaman adanya masalah. Selanjutnya terjadi evaluasi terhadap alternatif dan
tindakan yang paling sesuai dipilih. Pada tahap selanjutnya, pembelian dinyatakan
dalam tindakan yang pada akhirnya barang telah dipilih untuk digunakan.
Kemudian, konsumen akan melakukan evaluasi ulang mengenai keputusan yang
telah diambil tersebut. Dari beberapa pengertian pengambilan keputusan yang telah
dipaparkan diatas, maka disimpulkan bahwa keputusan membeli merupakan suatu
proses pengambilan keputusan akan pembelian yang untuk menentukan dibeli atau
25
tidaknya produk tersebut serta diawali dari kesadaran atas pemenuhan atau
keinginan.
2.5.2 Tahap-tahap Proses Keputusan Membeli
a. Pengenalan Masalah
Keputusan membeli diawali dengan adanya kebutuhan dan keinginan
konsumen. Kebutuhan tersebut dapat digerakkan oleh rangsangan dari
dalam diri konsumen itu sendiri ataupun berasal dari luar diri konsumen.
b. Pencarian Informasi
Setelah konsumen menyadari adanya kebutuhan terhadap suatu produk,
kemudian konsumen tersebut mencari informasi, baik yang berasal dari
dalam maupun luar. Seperti sumber pribadi sumber komersial, sumber
publik, dan sumber pengalaman.
c. Evaluasi Alternatif
Setelah informasi diperoleh, kemudian konsumen akan mengevaluasi
berbagai alternatif pilihan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
d. Keputusan Pembelian
Apabila tidak ada faktor yang mengganggu setelah konsumen menentukan
pilihan yang telah ditetapkan, pembelian yang aktual adalah hasil akhir dari
pencarian dan evaluasi yang dilakukan.
e. Evaluasi Pasca Pembelian
Sikap konsumen terhadap merk produk yang tidak memberikan kepuasan
bisa menjadi negatif, bahkan mungkin akan menolak produk tersebut pada
kemudian hari. Sebaliknya, apabila konsumen mendapat kepuasan produk
26
yang dibelinya, tentu keinginan untuk membeli produk tersebut cenderung
lebih kuat. Oleh karena itu produsen harus mampu mengurangi perasaan
tidak senang atau negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu
konsumen agar menemukan informasi yang membenarkan pilihan bagi
konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru
saja membeli produknya.
2.5.3 Dimensi Keputusan membeli
Menurut Basu Swastha dan Hani Handoko dalam Priansa (2017:484)
menyatakan bahwa keputusan membeli konsumen merupakan kumpulan dari
sejumlah keputusan seperti:
a. Jenis Produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau
menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Perusahaan harus bisa
memusatkan perhatiannya kepada orang yang berminat membeli sebuah
produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan. Seperti keunggulan
produk, manfaat produk, dan keunggulan produk.
b. Bentuk Produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk menentukan produk tertentu.
Keputusan tersebut berkaitan dengan ukuran, mutu, suara, corak, dan
sebagainya. Untuk itu, perusahaan harus melakukan riset pemasaran untuk
mengetahui hal yang disukai konsumen tentang sutau produk.
27
c. Merek
Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek yang harus dibeli.
Perusahaan harus mengetahui cara konsumen memilih sebuah merek.
d. Penjual
Konsumen harus mengambil keputusan tentang tempat sebuah produk yang
akan dibeli. Untuk itu, produsen, pedagang, dan pengecer harus mengetahui
cara konsumen untuk memilih penjual tertentu.
e. Jumlah Produk
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang jumlah produk yang akan
dibelinya. Maka dari itu, perusahaan harus mempersiapkan jumlah produk
yang sesuai dengan keinginan dari para pembeli.
f. Waktu Pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang waktu ketika ia harus
melakukan pembelian. Hal ini akan berkaitan dengan tersedianya uang
untuk membeli sebuah produk. Oleh sebab itu, perusahaan dapat mengatur
waktu produksi dan kegiatan pemasaran karena mempengaruhi keputusan
konsumen dalam penentuan waktu pembelian.
g. Cara Pembayaran
Konsumen harus mengambil keputusan tentang cara pembayaran produk
yang akan dibel, apakah secara tunai atau cicilan. Keputusan tersebut akan
mempengaruhi keputusan tentang penjualan dan jumlah pembelinya. Untuk
itu, perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap cara
pembayaran.
28
2.6 Pengaruh Electronic Word of Mouth Terhadap Keputusan Membeli
Electronic Word of Mouth adalah komunikasi interpersonal antara
dua bahkan lebih individu seperti anggota kelompok referensi atau
konsumen dan tenaga penjual (Assael, 2005:45). Semua orang memiliki
pengaruh atas pembelian terus menerus melalui suatu komunikasi.
Rekomendasi dari mulut ke mulut merupakan salah satu faktor penting yang
berpengaruh terhadap keputusan seseorang dalam membeli atau
menggunakan suatu produk / jasa.
Electronic Word of Mouth dapat mencerminkan tingkat kepuasan
yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2009:138)
“kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorangyang timbul
karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil)
terhadap ekspektasi atau harapan mereka. Jika kinerja dibawah harapan,
pelanggan tidak puas”. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas.
Jadi terdapat keterkaitan antara Electronic Word of Mouth dengan kepuasan
konsumen sehingga memberikan dukungan kepada konsumen untuk
melakukan pembelian.
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian berdasarkan dari kajian pustaka yang telah
dijelaskan dan gambar dibawah adalah bentuk gambaran dari hubungan antara
variabel yang akan diteliti oleh peneliti.
29
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis statistik ada dua bentuk, yang pertama hipotesis nol dan yang
kedua hipotesis alternatif. Widayat (2004) menuturkan “jika landasan teoritiknya
mengarahkan kita pada ke simpulan tidak ada hubungan atau tidak ada perbedaan,
maka hipotesis penelitian kita merupakan hipotesis penelitian nol (Ho). Sebaliknya,
jika landasan teori mengarahkan kita pada kesimpulan ada hubungan atau
perbedaan, maka hipotesis penelitian kita merupakan hipotesis alternatif (Ha)”.
Berdasar rumusan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka dalam
penelitian ini hipotesis yang diuji yakni:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang besar antara pesan electronic word of mouth
(eWOM) terhadap keputusan membeli.
Ha: Terdapat pengaruh yang besar antara pesan electronic word of mouth (eWOM)
terhadap keputusan membeli.
2.9 Definisi Konsep
2.9.1 Electonic Word of Mouth
Berdasarkan penelitian Jalilvand dan Samiei (2012), Electronic Word of
Mouth memiliki beberapa indikator yakni:
1. Membaca ulasan online pada produk konsumen lainnya
Electronic Word of
Mouth
(X)
Keputusan
membeli
(Y)
30
2. Mengumpulkan berbagaimacam informasi dari review produk konsumen
melalui media internet
3. Konsultasi yang dilakukan dengan cara online
4. Akan timbul perasaan khawatir apabila seseorang tidak membaca ulasan
online sebelum melakukan pembelian
5. Rasa percaya diri meningkat setelah membaca berbagai ulasan online
Hubungan electronic word of mouth dengan perilaku seseorang dapat
terlihat pada indikator diatas bahwa seseorang akan merasa lebih percaya diri
apabila membaca ulasan-ulasan online dan sebaliknya, sehingga hal ini dapat
menumbuhkan suatu keyakinan atau pembelajaran pada orang tersebut bahwa
informasi pada ulasan tadi adalah tepat dan minat pembelian semakin meningkat.
2.9.2. Keputusan Membeli
Sebuah keputusan bisa dibuat apabila ada beberapa alternatif yang dipilih.
Ketika tidak ada alternatif pilihan, maka tindakan yang dilakukan tersebut tidak
dapat dikatakan membuat sebuah keputusan. Kotler dan Armstrong (2008:181)
mengemukakan “keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang
paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada antara
niat pembelian dan keputusan membeli”. Faktor yang pertama yakni sikap orang
lain, faktor kedua yakni faktor situasional. Maka dari itu, preferensi dan niat
pembelian tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual. Pengambilan
keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang terlibat secara langsung dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Menurut Setiadi,
(2003:341), “mendefinisikan suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan
31
diantara dua atau lebih alternatif tindakan atau perilaku. Keputusan selalu
mensyaratkan pilihan diantara beberapa perilaku yang berbeda”.
2.10 Definisi Operasional
2.10.1 Variabel Independen
Pada penelitian ini, Electronic word of mouth (eWOM) yakni pesan yang
diterima oleh responden dari followers akun instagram @xiaomi.indonesia
mengenai seluruh informasi yang berhubungan dengan produk dan layanan Xiaomi
melalui media sosial Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube.
Pada penelitian ini, variabel pesan electronic word of mouth (eWOM)
diukur dengan indikator-indikator dibawah ini:
Tabel 2.1 Definisi Operasional: Variabel Independen
Variabel Indikator
Frekuensi Tingkat keseringan dari responden dalam melihat
pesan electronic word of mouth (eWOM) tentang
desain produk, spesifikasi serta fitur produk
smartphone Xiaomi
Intensitas Tingkat perhatian dari responden terhadap pesan
electronic word of mouth (eWOM) tentang desain
produk, spesifikasi serta fitur produk smartphone
Xiaomi
Ketertarikan Penerimaan positif dari responden terhadap pesan
electronic word of mouth (eWOM) tentang desain
produk, spesifikasi serta fitur produk smartphone
Xiaomi
2.10.2 Variabel Dependen
Keputusan membeli adalah tahap dimana para pembeli telah menentukan
pilihannya dan melakukan pembelian produk, serta mengkonsumsinya. Keputusan
32
membeli antara satu konsumen dengan yang lainnya tentu berbeda, hal ini karena
kebutuhan dan selera konsumen juga berbeda. Keputusan membeli adalah seleksi
terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Konsumen sebelum memutuskan untuk
membeli suatu produk pasti memiliki alternatif untuk menjadi pertimbangan.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:181) “keputusan membeli adalah membeli
merek yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa
berada antara niat pembelian dan keputusan membeli”.
Tabel 2.2 Definisi Operasional: Variabel Dependen
Variabel Indikator
Pengenalan Kebutuhan Adanya kecenderungan kecocokan responden
dengan desain produk, spesifikasi dan fitur produk
smartphone Xiaomi berdasar pada pesan eWOM
yang telah diterima
Pencarian Informasi Tingkat keseringan dalam mencari informasi lebih
lanjut oleh responden tentang desain produk,
spesifikasi dan fitur produk smartphone Xiaomi
Evaluasi Alternatif Tingkat evaluasi perbandingan responden pada
alternatif pilihan desain produk, spesifikasi dan fitur
smartphone Xiaomi dengan produk lain sebelum
melakukan pembelian
Keputusan membeli Responden memutuskan akan membeli produk
smartphone Xiaomi