bab ii tinjauan pustaka 2.1 komunikasi dakwah islameprints.umm.ac.id/66349/3/bab ii.pdf · 2020. 9....
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Dakwah Islam
Permasalahan yang diteliti berada di bidang dakwah, maka sudah sewajarnya
ada penjabaran tentang komunikasi dakwah islam. Komunikasi dakwah islam dipecah
menjadi komunikasi dan dakwah, yang mana komunikasi memiliki arti produksi dan
pertukaran informasi baik verbal dan nonverbal, komunikasi juga meliputi proses yang
dinamakan encoding5 pesan yang akan dikirim dan proses decoding6 terhadap pesan
yang akan diterima dengan melakukan sintesis terhadap informasi dan makna.7
Dakwah berasal dari bahasa qur’an8 da'a-yad'u-da’watan yang artinya seruan,
panggilan, atau ajakan. Sedangkan kata dasar dari dakwah yakni ajakan. Istilah dakwah
digunakan oleh agama islam untuk menyerukan ilmu agama dan kebaikan lainnya.9
Definisi dari dakwah yakni, ajakan kepada umat untuk berada di jalan Allah dan
dilaksanakan secara berorganisasi atau kelompok, kegiatan dakwah juga dapat
mempengaruhi manusia agar mendapatkan hidayah ke jalan yang benar, sehingga tidak
tersesat di dunia, lalu sasaran dari dakwah bisa secara personal atau berjama'ah.
Waltakun minkum ummatun yad’uuna ilaa lkhayri waya’muruuna bilma’ruufi
wayanhawna ‘ani lmunkari waulaa-ika humu lmufliihuun (Ali imran: 104), artinya
“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” Pada ayat tersebut seorang mukmin yang memiliki ilmu
harusnya mengajak orang-orang yang belum paham tentang agama agar mereka jauh
dari kata kemungkaran.
5 Pengirim mengkode pesan atau informasi yang akan di sampaikan melalui simbol atau isyarat 6 Penerima memproses kodenya yang ada pada informasi bisa juga di sebut penafsiran informasi 7 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 38. 8 Kitab pedoman Agama Islam 9 Muliaty Amin, Metodologi Dakwah (Makassar: Alauddin University Press, 2013) hlm. 2.
8
Sebagai pendakwah harus memahami betul apa saja unsur-unsur dakwah yang
mempraktikkan, untuk menghindari kesalahpahaman.10
1. Da’i: Orang yang melaksanakan dakwah
2. Mad’u: Yaitu manusia yang menjadi pendengar atau sarana dari dakwah
tersebut
3. Maddah/Materi/Pesan Dakwah: Isi dari kandungan dakwah, yang
berisikan tentang keilmuan dan keislaman serta mengajak ada kebaikan
4. Wasilah/Media Dakwah: Yaitu alat atau sarana untuk menjalankan
dakwah sehingga menjadi efisien dan dapat dipahami
1) Lisan: Penyuluhan, bimbingan, seminar
2) Tulisan: Buku, Majalah, Koran
3) Lukisan: Gambar, Karikatur
4) Audio Visual: Video, Film, Televisi
5) Akhlak: Perbuatan
5. Atsar/Efek Dakwah: Meliputi efek kognitif, efek afektif, efek
behavioral, bisa juga disebut umpan balik
6. Thariqah/Metode: Cara yang digunakan oleh da’i untuk menjalankan
dakwah agar pesan yang ingin disampaikan tercapai
Ud’u ilā sabīli rabbika bil-hikmati wal-mau’izatil-hasanati wa jādil-hum billatī
hiya ahsan, inna rabbaka huwa a’lamu biman dalla ‘an sabīlihī wa huwa a’lamu bil-
muhtadīn (an-Nahl:125), artinya “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalannya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sikap pendakwah harus reseptif (kesediaan menerima gagasan dari orang lain),
selektif (dalam pengambilan informasi kesiapan seorang da’i, maka harus selektif
10 Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah (Bandung: PT Remaja Roesdakarya, 2010), hlm. 20
9
untuk memilah pesan dan informan yang baik dan benar), digestif (yaitu kemampuan
untuk menyampaikan pesan/ceramah orang lain agar komunikan paham dengan apa
yang dimaksud), asimilatif (paham dan dapat menggeneralisasikan antara gagasan
orang lain dengan gagasan yang dia punya), transmisi (mampu mentransmisikan
informasi yang ia dapat secara kognitif, afektif dan konotatif kepada orang lain).11
Selain itu yang harus diperhatikan adalah daya tarik sumber dan kredibilitas
sumber yang didapat. Bentuk mad’u pun berbeda-beda ada yang di tempat ramai,
publik, bahkan media massa, dengan mad’u yang berbeda maka metode yang
digunakan pun berbeda, agar tidak ada salah paham dan menimbulkan perselisihan
antar beda pendapat.
2.1.1 Islam Sebagai Pedoman Hidup Kemasyarakatan
Kepentingan agama di kalangan masyarakat menjadi pemicu terjadinya
perlakuan tertentu, sebagaimana agamanya mengajarkan demikian sebagai peraturan.
Agama Islam menjadi Al-qur’an sebagai pedoman, dibawa oleh Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam kepada umatnya saat itu. Islam merupakan agama samawi
yang turun langsung dari langit kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan umatnya
dari kegelapan.12 Selain Al-qur’an, haditspun menjadi landasan agama islam, serta
menjalankan yang wajib dan yang sunnah, sebagaimana Al-qur’an menjadi pedoman
hidup dan sunnah adalah kehidupan sehari-hari dari Nabi. Di dalam Al-qur’an berisi
hukum-hukum Syariah, sejarah Islam dan masih banyak lagi.
Bahasa yang digunakan umat islam merupakan bahasa Arab, mazhab aqidah
dan mazhab fikih, mazhab akidah yaitu Sunni dan Syiah, mazhab fikih yaitu Maliki,
Hanafi, Syafi'i dan Hambali.13 Hari raya besar agama Islam yaitu Idul Fitri dan Idul
Adha, sedangkan hari besar lainnya yaitu Isra Mi'raj, Maulid Nabi dan tahun baru
11 Ibid,. hlm. 83. 12 Hasan Mansur, Abdul Wahab Khoiruddin, Mustofa Anani, Dinul Islam Juz 1. (Gontor: Darussalam
Pres, 2004), hlm. 1. 13 Jauhar Ridloni Marzuq, Inilah Islam (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2015), hlm. 177.
10
Hijriyah. Pengikut ajaran agama Islam diajarkan sejak kecil agar dapat membaca Al-
qur'an, dengan tahap awal yaitu iqro' dan menghafalkan surah-surah pendek yang
berada pada juz 30 kitab Al-qur'an, adapun tempat ibadah dari agama Islam sendiri
yaitu masjid artinya pada bahasa indonesia yaitu tempat bersujud atau makanu sujud,
dengan asal katanya adalah sajada yang artinya sujud.
Kata Islam juga berasal dari bahasa Arab aslama yuslimu dengan arti semantik,
yaitu tunduk, patuh, berserah diri, menyerahkan, memasrahkan, mengikuti,
menunaikan, menyampaikan, masuk dalam kedamaian, keselamatan atau kemurnian,
dari istilah lain yang akar katanya sama Islam berhubungan erat dengan makna
keselamatan kedamaian dan kemurnian. Pengikut ajaran agama Islam disebut Muslim
bagi laki-laki dan Muslimah bagi perempuan, kewajiban bagi seorang muslim dan
muslimah yaitu menaati peraturan dan meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan.
Peraturan ajaran agama Islam sudah diatur sedemikian rupa dalam Al-qur’an dan
Hadits.
Namun umat Islam juga harus berpegangan teguh pada empat aspek yaitu
Akidah, Ibadah, Akhlak dan Muamalah:14
1. Akidah: Adapun aspek ini yakni harus berkeyakinan kepada Allah para
malaikat kitab-kitab suci para nabi dan rasul hari akhir dan takdir.
2. Ibadah: Yakni segala cara pengabdian diri kepada Tuhan Allah pencipta
makhluk-Nya, ada pula dengan melaksanakan salat puasa dan juga
membaca ayat-ayat dari kitab suci Al-qur’an.
3. Akhlak: Yaitu nilai perilaku yang harus diikuti memiliki kesabaran
kesyukuran dan tawakal yang lebih seperti berbakti kepada kedua orang
tua dan tidak berkata kasar kepada mereka.
14 Ishomuddin, Islam dan Ideologi-Ideologi Modern (Malang: Bayu Media Publishing, 2011), hlm. 80.
11
4. Muamalah: Aspek sosial yaitu hal yang mengatur bagaimana kita
bergaul dan dengan siapa kita bergaul, lantaran dengan pergaulan kita
dapat mengetahui siapa diri kita sebenarnya, baik buruknya.
2.1.2 Penelitian Model Pendekatan Dakwah
Para pendakwah mulai mendekatkan diri menggunakan gaya lebih modern.
Model pendekatan dakwah memiliki beberapa metode dakwah. Metode dakwah juga
menjadi hal yang penting dalam agama, adapun keragaman metode dakwah yaitu
Metode Dakwah Kultural, Metode Dakwah Plural, Metode Nafsiah, Jamaah, Tekstual
dan Kontekstual, Gaya Dakwah Kontemporer yang didalamnya terdapat prinsip
Dakwah Elektronika, Dakwah Kewartawanan, melalui alat dan koneksi yang canggih
yaitu Internet juga Smartphone.15
1. Dakwah Kultural
Dakwah yang menggunakan cara-cara berdasarkan pendekatan tradisi atau
budaya masyarakat, bertujuan supaya dakwahnya dapat diterima lingkungan
masyarakat setempat. Dakwah kultural bisa berarti kegiatan berdakwah yang
lebih memperhatikan terhadap potensi budaya masyarakat sekitar dengan
menggunakan nuansa islami serta memanfaatkan adat, tradisi, seni dan budaya
lokal dalam proses menuju kehidupan Islami.16
2. Metode Dakwah Plural
Secara fenomenologi penerapan dakwah Islam yang berada di tengah
masyarakat memiliki pendekatan yang berbeda karena masyarakat yang plural,
karena masyarakat pluralis menunjukan adanya kekhasan oleh masyarakat yang
didalamnya memiliki keragaman namun tetap ada kesatuan.17 Peran dakwah
plural yakni menyatukan lebih tepatnya menciptakan ikatan bersama, baik
15 Muliaty Amin, Op.Cit,.hlm. 91. 16 Abdul Karim, Konsep Dakwah Kultural Menurut Tokoh Muhammadiyah (Malang: PPs. Universitas
Muhammadiyah Malang, 2003), hlm. 5. 17 Muliaty Amin, Op.Cit,. hlm. 99.
12
antara beberapa anggota masyarakat maupun dalam kewajiban sosial yang
membantu mempersatukan mereka.18
3. Dakwah model Nafsiah
Merupakan gaya dakwah yang mengingatkan pada diri sendiri untuk
melakukan perbuatan baik.19
4. Metode Dakwah Jamaah
Istilah jamaah dalam satu kata berasal dari bahasa arab yaitu جماعة – يجمع - جمع ,
berarti banyak, komunitas, mengumpulkan, menyatukan, mengombinasikan,
meletakkan, bersama-sama, dan menyimpulkan. Konteks dakwah jamaah
dalam pengertian ini merupakan interaksi da’i dengan mad’u dalam konteks
dakwah dilihat dari segi kuantitatif atau jumlah yang lebih banyak.20
5. Metode Tekstual dan Kontekstual
Dakwah yang menggunakan objek secara tertulis, da’i menyeru dakwahnya
sama sekali tidak menggunakan materi atau landasan lain, melainkan
berdasarkan pada Al-qur’an dan as-sunnah.21 Contohnya dalam penggunaan
pakaian yang mana sudah menjadi kebiasaan para model menggunakan pakaian
ke barat-baratan itu sama sekali tidak sesuai dengan ajaran agama Islam aslinya
mereka menganggap bahwa menggunakan pakaian seperti yang digunakan
orang-orang Arab pada bangsanya sendiri lebih menyenangkan.
Dakwah kontekstual adalah dakwah yang digunakan untuk memperhatikan hal
di luar wacana aslinya, metode ini dilakukan oleh para pelaku dakwah dengan
mengharapkan dakwah yang berbagai macam model masyarakat menerimanya
dengan mudah.22
6. Metode Dakwah Kontemporer
18 Muliaty Amin, Op.Cit,. hlm. 103. 19 Muliaty Amin, “Dakwah Nafsiah: Dakwah Partisipatoris di Kelurahan Ketangka Kabupaten Gowa”
dalam Hasil Penelitian (Makassar: Lembaga Penelitian UIN Alauddin, 2010), hlm. 12. 20 Muliaty Amin, Op.Cit,. hlm. 114. 21 Anwar Masyari, Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), hlm. 41. 22 Isa Anshari, Paradigma Dakwah Kontemporer (Jakarta: Media Kalam, 2004), hlm. 112.
13
Aspek pluralisme atau keragaman haus diperhatikan dalam menggunakan
dakwah kontemporer, yang merupakan fakta alamiah dan manusiawi, masa
kontemporer merupakan era globalisasi sebagai masa kemajuan dunia dalam
berbagai aspek dan kehidupan yang menjamin juga mengkhawatirkan.23
1) Melalui Elektronik
Dakwah elektronik yaitu dakwah menggunakan alat-alat elektronik
berdasarkan prinsip-prinsip elektronika atau benda yang dibuat
berdasarkan alat-alat yang dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika.
Dengan demikian dakwah elektronika yakni alat-alat elektronik modern
seperti radio, televisi, handphone, telepon, fax dan lain sebagainya.24
2) Dakwah Jurnalistik
Metode dakwah dengan pendekatan jurnalistik, jurnalistik berasal dari
perkataan jurnal artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian
sehari-hari.25 Dari istilah ini juga dapat diartikan berita mencari fakta
dan melaporkan peristiwa, sehingga dakwah jurnalistik yaitu menyeru
dengan menggunakan berita atau catatan kepada jalan Allah.
3) Dakwah melalui Information Technology (IT)
Dakwah IT, digunakan sebagai media dakwah melalui media sosial juga
menggunakan sarana internet dengan bertukar informasi dan
komunikasi dalam penyampaian dakwah.26
4) Dakwah Melalui Handphone (HP)
Dakwah melalui handphone yaitu dakwah menggunakan alat hasil
produk teknologi di era kontemporer yang mana dapat kita gunakan
23 Muliaty Amin, Op.Cit,. hlm. 132. 24 Ibid,. hlm. 134. 25 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik; Teori dan Praktek (Bandung: PT.
Remaja Roesdakarya, 2006), hlm. 15. 26 Muliaty Amin, Op.Cit,. hlm. 151.
14
untuk menghubungi secara langsung atau juga mengakses internet dan
juga menggunakan aplikasi lainnya.27
Wasail atau media dakwah memiliki pergeseran dari zaman ke zaman, adanya
peubahan dan perkembangan di bumi yang didalamnya terdapat makhluk bernama
manusia, setiap manusia yang memiliki akal dan pikiranlah membuat perubahan begitu
pesat. Media dakwah pada zaman kenabian berbeda dengan sekarang. Nabi memiliki
strategi tertentu dalam penyampaian dakwahnya mula-mula dengan cara sembunyi-
sembunyi kepada kerabat dan orang terdekat, lalu kemudian dengan terang-terangan,
strategi selanjutnya berhijrah, nabi berhijrah untuk melindungi pengikutnya dan juga
dengan akhlaknya, berdakwah dengan memberi contoh yang benar.28
Wasilah dakwah merupakan sesuatu yang digunakan oleh seorang da’i,
sehingga bisa tersampaikan dakwahnya dan dapat membimbing mad’u kepada jalan
yang lurus.29 Manhaj salaf memiliki dua kategori wasilah:30
1. Wasilah bersifat biasa
2. Wasilah bersifat ibadah
Media dakwah sama halnya dengan media berkomunikasi, terutama dengan
beberapa media yang sudah sering kita temui sekarang. Media tindakan aksi atau
demonstrasi, media ucapan lisan atau seperti pidato, media tulisan, media cetak, media
elektronik, dengan adanya media yang baru juga dapat memudahkan da’i dalam
efisiensi dan lebih efektif sehingga jangkauannya pun lebih luas.31
27 Ibid,. hlm. 159. 28 Syamsudin RS. “Strategi dan Etika Dakwah Rasulullah SAW”. Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 4 No.14,
2009. hal. 797. 29 Fawwas bin Hulayyil as-Suhaimi. Begini Seharusnya Berdakwah (Jakarta: Darul Haq, 2008), hal.
128. 30 Ibid., hal. 129. 31 Encep Dulwahab.”Dakwah Diera Konvergensi Media”. Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 5. No. 16, 2010.
hal. 30.
15
2.1.3 Bahasa Sebagai Representasi Budaya Masyarakat
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak lepas dari komunikasi,
komunikasi sendiri membutuhkan bahasa tertentu agar pesan tersampaikan, juga
dengan berbahasa kita dapat berhubungan dengan orang lain baik secara lisan maupun
tulisan, dikehidupan nyata semua makhluk hidup memiliki bahasanya masing-masing,
maka dari itu pentingnya memahami bahasa yang menjadi landasan budaya
masyarakat. Bahasa juga dianggap sebagai kode verbal.32
Ada satu pemikiran pada teori bahasa yang mana pada teori tersebut ia
menonjolkan dan menitikberatkan adanya hubungan yang sangat kuat antara bahasa,
budaya, dan pikiran seorang pembicara, teori ini biasanya disebut sebagai Hipotesis
Sapir Whorf. Pada pembahasan tentang bahasa dan budaya atau terkait bahasa dan pola
pikir hampir dikaitkan pada Hipotesis Sapir Whorf, peneliti pun menjadikan Hipotesis
Sapir Whorf sebagai landasan untuk melanjutkan penelitian. Hipotesis Sapir Whorf
yang disingkat menjadi HSW memiliki versi ekstrem dan versi moderat, versi ekstrem
mengutarakan bahwa cara pandang kita terhadap realitas sepenuhnya sudah ditentukan
oleh bahasa pertama kita, berlainan degan versi ekstrem, versi moderat yang mana
menyatakan bahwa cara pandang kita terhadap realitas itu dipengaruhi oleh bahasa
pertama kita.33
Seperti namanya HSW, Sapir dan Whorf merupakan dwitunggal dari guru dan
murid, memunculkan pemikiran di bidang bahasa linguistik, Sapir pernah mengatakan:
Human beings do not live in the objective world alone, nor alone in the world
of social activity as ordinarily understood, but very much at the mercy of the
particular language, which has become the medium of expression for their
society. It is quite an illusion to imagine that one adjusts to reality essentially
without the use of language and that language is merely an incidental means
of solving specific problems of communication or reflection. The fact of the
32 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Roesdakarya, 2005), hlm.
237. 33 A. Effendi Kadarisman. “Hipotesis Spir-Whorf dan Ungkapan-Verbal Keagamaan”. lInguistik
Indonesia. No. 1, 2008. hlm. 1-21.
16
matter is the 'real world' is to a large extent unconsciously built up on the
language habits of the group. No two languages are ever sufficiently similar to
be considered as representing the same social reality. The worlds in which
different societies lie are distinct worlds, not merely the same world with
different labels attached. 34
Diatas menjelaskan bahwa Sapir menekankan pada beberapa poin terkait
bahasa. Pertama, bahasa menjadi media ekspresi yang memiliki ketergantungan pada
masyarakat dengan khalayak tertentu. Kedua, pada dasarnya seseorang menyesuaikan
diri menggunakan bahasa. Ketiga, bahasa merupakan cara yang sewaktu-waktu
digunakan untuk meredakan permasalahan komunikasi. Keempat, kehidupan dunia
nyata dibangun atas dasar kebiasaan bahasa dari kelompok masyarakat. Kelima, tidak
ada satu bahasapun yang dapat menyetarakan bahasa lain dan dapat mewakili realitas
sosial yang serupa, dengan letak masyarakat berbeda-beda. Muridnya menguatkan
pikiran Sapir yang condong pada determinisme bahasa, sehingga sepenuhnya menjadi
determinisme bahasa. Ia mengatakan
We dissect nature along lines laid down by our native language. The categories
and types that we isolate from the world of phenomena we do not find there
because they stare every observer in the face; on the contrary, the world is
presented in the kaleidoscopic impressions which has to be organized by our
minds and this means largely by the linguistic systems in our minds. We cut
nature up, organize it into concepts, and ascribe significance as we do, largely
because we are parties to an agreement to organize it in this way an agreement
that holds our speech community and is codified in the patterns of our
language.35
Pendapat Sapir dilanjutkan oleh muridnya sendiri yaitu Whorf, akan tetapi
Whorf lebih menekankan pada kalimat "dicengkeram oleh bahasa ibunya" yang pada
kalimat Sapir adalah "very much at the mercy of the particular language" artinya
terperangkap oleh bahasa ibunya. Selain itu Whorf juga berkata bahwa tanda yang kita
kenal merupakan hasil dari realitas mental yang dikte dan didesakkan oleh bahasa
34 A. Effendi Kadarisman, loc. Cit. 35 A. Effendi Kadarisman, loc. Cit.
17
kedalaman pikiran kita. Whorf mencontohkan pada masyarakat Hopi dan bahasanya,
yang unik memandang objek fisika, ia juga mengatakan jika ahli fisika dari Hopi maka
fisika yang akan kita pelajari berbeda.
Determinisme bahasa atau versi ekstrem ditolak dan relativitas bahasa atau
versi moderat diterima, karena menyamakan sesuai dengan realitas yang mana
determinisme tidak akan ada karena adanya penerjemah dan pelajar bahasa asing itu
sendiri, dengan kata lain bahasa mempengaruhi pola pikir, pola pikir mempengaruhi
budaya HSW pada gambar berikut.36
Gambar 1. Diagram Hipotesis Sapir Whorf
Dan pada akhirnya di revisi adanya timbal balik antar budaya, bahasa dan pola
pikir. Lihat pada gambar berikut.37
Gambar 2. Diagram Hipotesis Sapir Whorf (Revisi)
Bahasa, budaya juga pola pikir, yang tidak bisa dipisahkan menjadi unsur yang
akan diteliti pada penelitian di bab ke empat, selain itu juga bahasa dalam berdakwah
sesuai dengan ajaran agama Islam sangatlah penting bagi pendakwah, dengan kata lain
menggunakan dua ilmu yaitu ilmu agama dan ilmu teori bahasa. Bahasa dalam agama
memiliki jenis-jenisnya tersendiri, namun berdakwah sangat identik dengan bahasa
persuasif yang mengandung unsur mengajak juga menghasut.
36 A. Effendi Kadarisman, loc. Cit. 37 A. Effendi Kadarisman, loc. Cit.
18
2.2 Budaya Sarana Dakwah Mengingatkan Melalui Sarkasme
Bahasa Yunani merupakan asal leksem sarkasme yakni sarkasmos yang
diturunkan langsung dari kata kerja sarkasein artinya ‘merobe-robek daging layaknya
anjing’, ‘menggigit bibir karena marah’ atau ‘bicara dengan kepahitan’.38
Bila membandingkan kata sarkasme dengan ironi dan sinisme, maka
sarkasmelah yang lebih kejam jika digunakan dalam keseharian. Ciri utama gaya
bahasa sarkasme ialah mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati
seseorang dan kurang enak untuk didengar. Contohnya:39
Ingin lewat depannya saja saya mau muntah dia bau seperti sampah, apalagi
kamu suruh aku duduk di sampingnya
Tolong sedikit menjauh! Napasmu bau kuda saya hampir mati menahannya
Penggunaan kata sarkasme biasanya dilengkapi dengan intonasi dan ekspresi
wajah, bentuk tidak langsung dari sarkasme ini merupakan sebuah komunikasi yang
meninggalkan interpretasi tentang hal yang dikatakan kepada si pendegar. Namun tidak
semua sarkasme menggunakan intonasi dan ekspresi yang bisa kita duga begitu saja,
sarkasme masuk pada gaya bahasa sindiran yang mana kata yang dilontarkan
memberikan kesan yang menyakitkan pada pendengar. Intonasi memiliki fungsi
gramatikal dan fungsional yang mana keduanya terjadi bersamaan, pada umumnya
keduanya tidak saling menghindarkan pada distribusinya dalam setiap ujaran.40
Maksud dari gaya bahasa sarkasme yaitu:41
1) Maksud umpatan, celaan atau candaan kasar yang bermula dari luapan
amarah seseorang.
38 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa (Bahasa: Angkasa,2013), hlm. 92. 39 Henry Guntur Tarigan, Op.Cit,. 40 Amran Halim, Intonasi Dalam Hubungannya Dengan Sintaksis Bahasa Indonesia, Terj. Tony S.
Rachmadie (Jakarta: Djambatan, 1984), hlm. 79. 41 Adik Oki Aflikhah, Skripsi: “Gaya Bahasa Sarkasme dan Kekhasan Bahasa Penulis” (Surakarta:
UMS, 2012), hlm. 3.
19
2) Maksud ajakan, membuat pembaca dan pendengar untuk mengucapkan
atau mengatakan hal yang digiring oleh komunikan.
3) Maksud pemberitahuan sebagai alat komunikasi, agar komunikan
mengeti dengan apa yang dimaksud dan mendapatkan informasi dari
komunikator.
Sarkasme dibedakan menjadi dua bentuk, pertama bentuk ejekan, atau olok-
olok yang dilontarkan langsung kepada komunikan agar hati komunikan getir ketika
mendengarnya, kedua bentuk sindiran, yaitu sejenis ejekan yang bertujuan untuk
menakuti komunikan agar getir degan secara tidak langsung.42
Bahasa juga dianggap sebagai sistem kode verbal. Bahasa dalam berdakwah
juga menjadi salah satu unsur paling utama pada penelitian ini. Bentuk etika
komunikasi persuasif agar dakwah yang disampaikan dapat dipahami yaitu: Qawlan
Baligho, Qawlan Karima, Qawlan Layyina, Qawlan Maisura, Qawlan Sadida.43
Dengan bentuk-bentuk diatas kita dapat menempatkan kata-kata dan bagaimana kita
harus mengutarakannya, karena penggunaan kata dan tatanan bahasa juga harus
diperhatikan, agar tidak tergelincir pada pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:44
Tabel 1. Etika Komunikasi Islam
No. MAD’U MATERI CIRI-CIRI CATATAN
1.
Orang munafik
dan kafir
Perkataan yang
membekas dihati
Tajam dan pedas.
Benar dari segi bahasa.
Paradigmanya sama
Kesalahan kata
akan dilecehkan;
kesalahan
42 Ibid., hlm. 4. 43 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah (Malang: Madani, 2014), hlm. 187. 44 Ibid., hlm. 206-208.
20
(keras dan
tajam) قولا بليغا
dengan paradigma
mad’u. Benar secara
substansial.
paradigma
dipelesetkan.
Kesalahan
substansi diolok-
olok. Lemah lembut
dipandang sebagai
kelemahan.
2.
Penguasa yang
sewenang-
wenang
Perkataan
tentram dan
tenang
قولا لينا
Tidak mengusik
perasaan karena
kehalusannya.
Penguasa tiran
tidak dapat
menolak karena
kelembutan kata
membuat penguasa
luluh dan tenang.
Mereka akan
menolak secara
frontal jika
pendakwah
menggunakan
bahasa atau cara
yang kasar untuk
berkomunikasi.
Da’i manapun yang
menggunakan
bahasa terlalu
tinggi dianggap
musuh dari mereka
sehingga mudah
21
untuk dimasukkan
dalam penjara.
3.
Kelompok
tertindas atau
rakyat yang
dituakan atau
sudah ketinggalan
zaman, orang
yang menzalimi
dan menengah ke
bawah
Perkataan ringan
قولا ميسورا
Ringan, mudah
diterima dan mudah
dimengerti, sederhana
dan tidak berliku-liku.
Pemahaman sedikit
bicara namun banyak
bekerja serta
pemahaman sederhana
yang lebih dari fakta.
Kelompok ini
cenderung peka
terhadap
pemahaman
mendalam dan
penjelasan yang
panjang.
4.
Lanjut usia atau
purnawirawan
Perkataan yang
mulia قولا كريما
Memiliki tata krama
dan tidak menggurui
Manusia yang
umurnya sudah tua
tidak bisa diberi
retorika karena
pemahaman
mereka bahwa
mereka lebih
berpengalaman
5.
Mad’u secara
umum
Perkataan yang
benar قولا سديدا
Tepat sasaran dan
berpijak pada takwa
karena benar secara
logika.
Jika dakwah yang
tidak berdasarkan
akhlak maka
pendakwah tidak
memiliki
ketertarikan oleh
mad’u
22
Sarkasme merupakan kata yang langsung dan tidak memiliki pengibaratan, ini
menjadikan sarkasme langsung tertuju pada yang dibicarakan, sama halnya dengan
qawlan saddidan yang memiliki arti perkataan yang jujur dan tidak bohong. Qawlan
saddidan bukan hanya perkataan yang tidak membelit melainkan perkataan yang
konsisten juga istiqomah. Kekonsistenan unsur perkataan sarkasme juga harus tepat
sasaran, seperti pada ayat berikut.45
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunannya yang lemah di belakang mereka
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar (QS. 4:9).
Pengguna gaya bahasa sarkasme atau qawlan saddidan harus sesuai dengan
kriteria kebenaran dan juga tidak berbohong dalam kalimatnya, “sadidan” yang
mengandung makna “meruntuhkan kemudian memperbaikinya” merupakan kritik
yang membangun serta dapat mendidik pendengar dan pembaca.46 Pengucapan kalimat
kalimat yang tepat akan menjauhi seseorang dari kebohongan karena dia sering
mengucapkan kata-kata yang tepat, ini juga berkaitan dengan amalan-amalan yang ia
lakukan sehingga perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya.
2.3 Kaitan Teori Wacana dengan Bahasa
Sudah semestinya wacana memiliki hubungan yang erat dengan bahasa, karena
bahasa sendiri memiliki struktur dan kemampuan dasar bagi makhluk hidup. Faktanya,
wacana merupakan verbal dan nonverbal sebagai media berkomunikasi, wacana bisa
berupa tulisan ataupun tuturan lisan. Adapun dari segi pemaparannya, wacana dapat
dimasukkan pada beberapa jenisnya yang disebut naratif, deskriptif, prosedural,
45 Wahyu Ilahi, Op.Cit,. hlm. 187. 46 Ibid., hlm. 188.
23
ekspositoris dan hortatory. Terkait segi pemakaian, dapat menggolongkan pada wujud
monolog (satu orang penutur), dialog (dua orang penutur) dan poliglot (lebih dari dua
orang penutur).47
Adapun wacana dalam Bahasa Inggris yang berarti discourse dan dalam Bahasa
Prancis le discourse kata tersebut dalam bahasa Yunani discursus yang bermakna
“berlari ke sana kemari”.48 Berry memiliki prinsip bahwa wacana memiliki fungsi dan
tujuan yang ganda yaitu, pertama memberikan teks sedemikian rupa agar mudah pada
penuturan sesuatu yang bermanfaat terkait teks secara individual dan kelompok teks.
Kedua memiliki upaya untuk menghasilkan suatu teori wacana.49
Tulisan merupakan wacana dan setiap wacana tidak selalu soal tulisan saja,
akan tetapi lisan dan tulisan seperti yang diutarakan Tarigan “Istilah wacana mencakup
kawasan luas bukan hanya percakapan atau obrolan, melainkan pembicaraan di depan
publik, tulisan, serta pengupayaan formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau
lakon”.50 Hal itulah yang menjadi alasan peneliti ingin menggunakan teori wacana
dalam menganalisis video dari Ustaz Abdul Somad.
2.3.1 Analisis Wacana Kritis
Analisis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberikan
penjelasan dari sebuah teks (realitas social) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang
atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk
memperoleh apa yang diinginkan.51
Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi, yang menggunakan
simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam
47 Fatimah Djajasudarma, Wacana & Pragmatik (Bandung: Refika Aditama, 2012), hlm. 5. 48 Yayat Sudaryat, Makna Dalam Wacana (Bandung: Yrama Widya, 2009), hlm. 110. 49 Henry Guntur Tarigan, Pengkajian Pragmatik (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 58. 50 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Roesdakarya, 2015), hlm. 10. 51 Muslimin Machmud, Tuntunan Penulisan Tugas Akhir Berdasarkan Prinsip Dasar Penelitian
(Malang: Selaras, 2018), hlm. 163.
24
sistem kemasyarakatan yang luas. Jadi, analisis wacana yang dimaksud dalam sebuah
penelitian adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek
(penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan.52
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau
telah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.53 Ada yang selalu menyatakan bahwa
tujuan utama analisis wacana kritis adalah menyingkap keburaman dalam wacana yang
berkontribusi pada penghasilan hubungan yang tidak imbang antar peserta wacana
yaitu Fairclough, Wodak, Van Dijk dan Van Leeuwen,.54
Tabel 2. Alur Tulisan dan Pendekatan55
Paradigma Kritis
Teori Wacana Michel Fourcault
Louis Althusser
Model analisis Roger Fowler dkk.
Theo van Leeuwen
Sara Mils
Teun A. van Dijk
Norman Fairclough
52 Ibid., hlm. 164. 53 Ibid., hlm. 165. 54 Ibid., hlm. 167. 55 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara,
2006), hlm. 20.
25
Tabel 3. Macam-Macam Analisis Wacana Kritis56
Pendekatan Analisis Kritis
Fokus pada
Bahasa
Analisis
Pendekatan
Prancis
Pendekatan
Pemahaman
Sosial
Analisis
Pendekatan
Sosial
Pendekatan
Pada Wacana
Histori
Penjelasan Ini
memusatkan
pada
pendekatan
analisis
wacana,
bahasa dan
hubungannya
dengan
ideologi. Lalu
ideologi
difokuskan
berdasarkan
pilihan bahasa
dan struktur
gramatika
yang dipakai.
Analisis ini
disebut juga
dengan
pendekatan
Pecheux.
Pecheux
memandang
bahasa dan
ideologi
bertemu
pada
pemakaian
bahasa, dan
materialistis
bahasa pada
ideologi.
Pendekatan
Kognisi Sosial
merupakan
pendekatan
yang
dikembangkan
di Universitas
Amsterdam
Belanda,
dengan tokoh
utamanya
adalah Teun
A. Van Djik.
Menurut Van
Djik dalam
menganalisis
wacana tidak
hanya
menganalisis
teks saja,
tetapi perlu
Pendekatan ini
digunakan
untuk
menganalisis
wacana yang
memperhatikan
hubungan
antara teks
yang di analisis
dan perubahan
sosial.
Pendekatan
ini
dikembangkan
oleh kawanan
pengajar di
Vienna yang
dipandu oleh
Ruth Wadok
56 Subur Ismail.”Analisis Wacana Kritis: Alternatif Menganalisis Wacana”
(https://www.neliti.com/publications/74626/analisis-wacana-kritis-alternatif-menganalisis-wacana,
Diakses pada 16 Januari 2020)
26
diamati
bagaimana
wacana
dibuat, kenapa
wacana itu
dibuat
Pelopor
atau Tokoh
Dikembangkan
Fower dan
kawan-kawan.
- Teun
Adrianus van
Dijk
Norman
Fairclough
Ruth Wadok
Dampak
Gagasan
Dasar dari
pemikiran
analisis ini
dikembangkan
berdasarkan
tafsiran dari
Halliday
mengenai
struktur dan
fungsi bahasa
Pendekatan
Prancis ini
dipengaruhi
teori
ideologi
Althuserda
dan teori
Foucault
- Foucault
bersama
intertekstualitas
Julia Kristeva
dengan Bakthin
Jurgen
Habermas
Inti
Analisis
Pengaamatan
pilihan bahasa
dan maupun
struktur
gramatika
yang dipakai
akan
mendasarkan
Pecheux
memberikan
perhatikan
pada
dampak
ideologi dari
diskursif
yang
Van Dijk dan
teman-
temannya
mengangkat
persoalan
etnis,
rasialisme dan
pengungsi
Ada hubungan
antara praktik
diskursif
dengan
identitas dan
relasi sosial
Dalam
pendekatan ini
Dalam
menganalisis
wacana harus
disertakan
pula konteks
sejarah
bagaimana
wacana terkait
27
Ideologi dari
pemikirannya.
memosisikan
seseorang
sebagai
subjek
dalam situasi
sosial
tertentu
dalam
menganalisis
berita-berita
di surat kabar
Eropa pada
tahun 1990-an
wacana
dipandang
sebagai praktik
sosial. Bahasa
yang
digunakan
Fairclough
sebagai suatu
tindakan pada
dunia,
khususnya
sebagai bentuk
representasi
ketika
menghadapi
realitas.
suatu
kalangan
digambarkan
Unit
Analisis
Glosari dan
Gramatikal
Glosari dan
Gramatikal
Tematik,
semantik,
semantik, tata
kalimat,
stilistika,
retoris
Kosakata dan
tata bahasa
-
Analisis wacana dikenal dengan tiga sudut pandang mengenai bahasa, pertama
bahasa sebagai jembatan atau perantara antara dirinya dengan objek di luar dirinya,
kedua subjek sebagai faktor utama dalam kegiatan wacana dan hubungan sosial, yang
28
ketiga bahasa merupakan representasi yang berperan dalam membentuk objek-objek
tertentu atau tema lain didalamnya.57
Berikut ini poin-poin tulisan Van Dijk, Fairclough, Fairclough & Wodak dan
Eriyanto yang menyajikan beberapa karakteristik penting dari analisis kritis:
1. Tindakan
Hal yang utama analisis wacana diidentikkan dengan tindakan, yakni
melakukan interaksi dengan sekitar, wacana tidak bisa dihilangkan tanpa
interaksi, ketika seseorang berbicara maka dia sudah melakukan interaksi
dengan orang lain, interaksi itu adalah tindakan. Orang menulis dan
berbicara itu telah melakukan interaksi dengan khalayak atau orang lain.
Pemahaman seperti ini maka analisis wacana memiliki beberapa
konsekuensi. Konsekuensi pertama, wacana atau tindakan memiliki suatu
tujuan tertentu entah itu membujuk, menyanggah, memotivasi atau bisa
melarang. Konsekuensi yang kedua, wacana adalah tindakan yang
dilakukan secara sadar, terorganisasi dan terkontrol bukan sesuatu di luar
kendali atau sesuatu yang diekspresikan di luar kesadaran.58
2. Konteks
Situasi di luar teks yang dapat dianalisis dan mempengaruhi teks atau
bahasa tersebut, situasi dimana teks diproduksi, juga fungsi yang
dimaksudkan. Konteks dibedakan menjadi dua. Pertama, jenis kelamin,
umur, Pendidikan, kelas sosial, etnik, agama dan dalam banyak hal yang
menggambarkan wacana. Kedua, pengaturan sosial tertentu seperti tempat,
57 Subur Ismail, “Analisis Wacana Kritis: Alternatif Menganalisis Wacana”
(https://media.neliti.com/media/publications/74626-ID-analisis-wacana-kritis-alternatif-mengan.pdf,
Diakses pada 28 November 2019) 58 Muslimin Machmud, Op.Cit,. hlm. 169.
29
waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik konteks yang
berguna untuk mengerti suatu wacana.59
Analisis wacana yang paling penting yaitu keterlibatan konteks pada
teks pembicara. Dapat digaris bawahi bahwa apapun yang berada di luar
bahasa itu sendiri merupakan konteks dan dapat mempengaruhi bahasa.60
Analisis wacana kritis melibatkan konteks dan lingkup yang luas.
3. Historis
Adanya karakteristik historis ini memberikan penjelasan tentang masa
lampau atau asal-usul adanya teks tersebut, sejarah mengenai mengapa
menggunakan bahasa tertentu pada waktu tertentu dapat dikaitkan dengan
latar belakang dari teksnya. Analisis wacana bukan mengenai teks dan
konteks saja tapi juga tentang mengapa teks ini dibangun.61
Mengenai historis, seseorang yang akan menganalisisnya juga harus
paham tentang sejarah dari teks yang dilontarkan komunikator terhadap
komunikan. Pemahaman mendalam akan apa yang diteliti dan mengulik
lebih tentang latar belakang teks.
4. Kekuasaan
Wacana memiliki hubungan yang kuat dengan masyarakat sehingga
karakter kekuasaan juga dibutuhkan pada komunikator untuk
menyampaikan apa yang ingin disampaikan, sehingga tidak adanya
keterbatasan teks pada ucapannya.
Pemakaian bahasa tidak hanya pembicara, penulis, pendengar dan
pembaca namun juga ini termasuk pada kategori sosial tertentu. Faktanya
analisis wacana kritis tidak membatasi diri pada detail teks atau struktur
59 Ibid., hlm. 170. 60 Ibid., hlm. 171. 61 Ibid., hlm. 172.
30
wacana saja, tetapi juga menghubungkan dengan kekuasaan politik, sosial,
profesi dan juga mayoritasnya.62
5. Ideologi
Ideologi berbentuk norma dasar, nilai serta prinsip-prinsip digerakkan
oleh realisasi kemauan juga tujuan dari sebuah kelompok, melalui
reproduksi dan usaha legitimasi kekuasaanya.63 Adanya kelompok tertentu
yang memiliki dominasi pada suatu wilayah memiliki tujuan menanamkan
ideologi pada teks dan konteks yang akan mereka sampaikan, sehingga
karakteristik dari wacana menganalisis terhadap ideologi pihak tertentu.
Strategi yang dipakai pada komunikator ideologi dengan membuka
kesadaran masyarakat atau komunikan yang sudah ditargetkan, sehingga
dapat mempersuasi untuk menganut ideologi tertentu.
2.3.2 AWK Menurut Norman Fairclough
Analisis wacana kritis (AWK) mau menggali bagaimana wacana yang
diproduksi mendominasi sosial. Mendukung kelompok tertentu sehingga kadang
kelompok tiran tersebut menjadi penguasa, serta bagaimana penggunaan wacana
sebagai senjata suatu kelompok untuk melawan penguasa tiran dalam penyalahgunaan
kekuasaan. Analisis ini membutuhkan cara yang multidisiplin agar terlepas dari
perspektif peneliti, karena ilmuwan AWK memiliki komitmen sosio-politik untuk
memperjuangkan keadilan dan kesetaraan. Sehingga dengan multidisiplin ini
membutuhkan penguasaan setidaknya memiliki ilmu bahasa dan sosial. Ilmu linguistik
menganalisis seperti tata bahasa, semantik, speech act, fonetik dan percakapan, untuk
ahli psikologi dan linguistik memfokuskan ke pemakaian bahasa dan akal yang terlihat
saat interaksi wacana. Beragam ilmu sosial membantu dalam mengamati serta
62 Ibid., hlm. 172. 63 Ibid., hlm. 174.
31
menganalisis struktur sosial dan masalah ketidakadilan dapat digunakan untuk
memahami dimensi makro AWK, wacana sebagai praktis sosial.64
Menurut Fairclough AWK harus memperhatikan tiga dimensi proses semiotik
liannya: teks, praktik diskursif dan praktis sosial. Pertama, teks, semuanya yang
mengacu ke wicara, tulisan, grafik juga kombinasinya yang berbau linguistik, juga
leksikon, semantik, tata kalimat juga koherensi dan kohesivitas. Kedua yaitu praktik
diskursif, semua bentuk pembuatan dan pemakaian wacana, bagaimana model
kegiatan, bagan kerja dan rutinitas dalam mewujudkan wacana tersebut. Ketiga adalah
praktik sosial yaitu yang berhubungan dengan konteks luar teks, memasuki banyak hal
seperti situasi, praktik institusi dari media yang berhubungan dengan masyarakat,
budaya atau politik tertentu.65
Gambar 3. Pola Model 3 Dimensi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan peneliti sebagai rujukan dalam melakukan
penelitian. Dalam penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan kesamaan judul
dengan dengan judul penelitian penulis, akan tetapi penelitian terdahulu menggunakan
64 Haryatmoko. Critical Discourse Analysis: Analisis Wacana Kritis (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2017), hlm. 22. 65 Eriyanto. Op.Cit., hlm. 267
PRAKTIK SOSIO-BUDAYA
[Situasional, Institusional & Sosial]
Proses Produksi
Proses Interpretasi
PRAKTIK DISKURSIF
TEKS DESKRIPSI [Mikro]
Analisis Teks
INTERPRETASI [Meso]
Analisis Produksi
EKSPLANASI [Makro]
Analisis Sosial
32
teori dan menjadi referensi penulis untuk mengkaji pada penelitian yang akan
dilakukan.
Penelitian terdahulu mengambil judul “Penggunaan Gaya Bahasa Sarkasme
Pada Program Talk Show Di Televisi” (Analisis Wacana Kritis Pada Program Mata
Najwa Di Metro Tv Edisi 22 Agustus 2013) dengan peneliti Wina Putri Andini pada
tahun 2014 Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Hasil
penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penggunaan gaya bahasa sarkasme
dalam tayangan Mata Najwa edisi 22 Agustus 2013 ditujukan untuk mempresentasikan
secara negatif nara sumber yang diundang. Sikap redaksi dimasukkan dalam naskah
program yang secara langsung dapat dilihat pada segmen Catatan Najwa. Benar apabila
penggunaaan gaya bahasa membawa sebuah ideologi didalamnya. Ideologi dominan
yang ditunjukkan yaitu pembentukan makna terhadap realitas berdasarkan kekuasaan
yang paling tinggi.
Alasan penulis memilih ini sebagai rujukan karena sama-sama mengkaji
tentang gaya bahasa sarkasme dengan metode analisis wacana namun penulis
mengambil hal-hal yang berbeda dengan fenomena yang sedang terjadi yaitu pada
dakwah di akun channel YouTube Ustadz Abdul Somad. Hasil penelitian ini memberi
gambaran bagaimana menggunakan analisis wacana kritis sehingga peneliti dapat
mengerjakan proposal penelitian dengan baik. Selain itu, pada penelitian terdahulu ini
mengambil gaya bahasa sarkasme yang memberi gambaran dan masukan pada judul
peneliti terkait objek yang diambil peneliti.
Selain penelitian yang di atas, Ade Chandra Sutrisna alumni Universitas
Muhammadiyah Malang, pada penelitiannya yang berjudul “Membongkar Nilai
Ideologi Di Balik Surat Kabar Online” (Studi Analisis Wacana Kritis pada Kanal
CNNIndonesia.com Periode 20 – 25 Juli 2016) yang diteliti pada tahun 2018
menggunakan model yang sama yaitu Norman Fairclough, pada penelitiannya ia
fokuskan mengenai ideologi putusan sidang rakyat 1965 di Den Haag, Belanda pada
33
periode yang sudah dijelaskan. Ade Chandra memiliki objek yang berbeda dengan
peneliti yaitu ia merujuk pada kanal pemberitaan dengan media online dan objek
peneliti adalah pendakwah dengan medianya yaitu yaoutube atau video. Penelitian Ade
Chandra memberi masukan pada beberapa Tinjauan Pustaka yang ada pada proposal
peneliti terkait analisis wacana kritis, selain itu penelitiannya juga menjadi gambaran
peneliti bagaimana menggunakan teori AWK sebagai metode penelitian.
Selanjutnya referensi dari Melvhin Samuel Harapenta dengan judul
“Representasi Dialektika Hitam dan Putih dalam Video Klip Superfine” (Studi
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough dalam Video Klip Kontemplasi Dini Hari
Karya Superfine). Ia mengambil objek dengan media yang sama dengan peneliti, yang
membedakan dengan penelitian dari alumni mahasiswa Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas komputer Indonesia Bandung itu adalah objek yang diambil
dengan menggunakan analisis wacana kritis dan wawancara sebagai teknik
pengumpulan data karena ia meneliti representasi. Tidak banyak yang dapat diambil
dari penelitian ini karena keterbatasan akses di internet, akan tetapi peneliti dapat
mengambil intisari dari hasil penelitian Melvin yang juga meneliti pada media yang
sama yaitu video. Penelitiannya juga memberi bayangan bagaimana peneliti nanti
mengelolah dan membedah wacana pada objek peneliti.