bab ii tinjauan pustaka 2.1 kebijakan publik

20
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik Secara umum pengertian kebijakan publik adalah proses perbuatan kebijakan oleh Pemerintah atau pemegang kekuasaan yang berdampak kepada masyarakat luas. Sedangkan jika diartikan secara terpisah atau secara etimologi, kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani dari kata polis yang berarti negara, kota. Sedangkan bahasa latin dari kata politea berarti negara, dan bahasa Inggris policie untuk menunjuk pada masalah yang berhubungan dengan masalah publik dan administrasi pemerintahan. Sedangkan arti publik dari bahasa Inggris, public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Jadi, pengertian publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan bersih berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. 5 Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik mempunyai empat sifat; regulatif, organisasional, distributif, dan ekstratif. Dengan demikian, liputan kebijakan publik memang begitu luas. Kebijakan publik berkenaan pula dengan urusan pokok bagi negara, seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, penyedian bahan pangan, pengembangan sistem politik, pembangunan kota dan daerah. Kebijakan publik juga bergerak dari hal vital sampai tidak vital 6 . 5 Artikelsiana. ‘’Kebijakan-Publik Pengertian-contoh-ciri’’ (Online), (http://www.artikelsiana.com/2015/11/kebijakan-publik-pengertian-contoh-ciri.html diakses 19 april 2016). 6 Pandji Santosa, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Halaman 27.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Secara umum pengertian kebijakan publik adalah proses perbuatan

kebijakan oleh Pemerintah atau pemegang kekuasaan yang berdampak kepada

masyarakat luas. Sedangkan jika diartikan secara terpisah atau secara

etimologi, kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani dari kata polis yang

berarti negara, kota. Sedangkan bahasa latin dari kata politea berarti negara,

dan bahasa Inggris policie untuk menunjuk pada masalah yang berhubungan

dengan masalah publik dan administrasi pemerintahan. Sedangkan arti publik

dari bahasa Inggris, public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Jadi,

pengertian publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan

berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan bersih

berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.5

Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik mempunyai empat

sifat; regulatif, organisasional, distributif, dan ekstratif. Dengan demikian,

liputan kebijakan publik memang begitu luas. Kebijakan publik berkenaan pula

dengan urusan pokok bagi negara, seperti pertahanan, keamanan, pendidikan,

penyedian bahan pangan, pengembangan sistem politik, pembangunan kota dan

daerah. Kebijakan publik juga bergerak dari hal vital sampai tidak vital6.

5 Artikelsiana. ‘’Kebijakan-Publik Pengertian-contoh-ciri’’ (Online),

(http://www.artikelsiana.com/2015/11/kebijakan-publik-pengertian-contoh-ciri.html diakses 19 april 2016).

6 Pandji Santosa, Administrasi Publik – Teori dan Aplikasi Good Governance, (Bandung :

PT Refika Aditama, 2008), Halaman 27.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

15

Berdasarkan analisis dan studi kebijakan publik yang dikemukakan Dye

yaitu ahli kebijakan publik, pada umumnya melibatkan lima kriteria sebagai

berikut :

1. Distribusi materi-materi yang dikandung dalam kebijakan publik.

2. Penilaian dampak pendekatan lingkungan terhadap isi kebijakan

publik.

3. Analisis efek pengaturan institusional yang terjadi dalam proses

politik terhadap kebijakan publik.

4. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik terhadap sistem politik.

5. Evaluasi dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik yang

diharapkan maupun tidak.7

Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai serangkaian tahap atau

fase kegiatan untuk membuat kebijakan publik. Walaupun rangkaian tahap ini

tampak bersifat linear, dalam kenyataanya, tahap-tahap tersebut umumnya jutru

sebaliknya, yakni non-linear atau iteratif. Para ahli kebijakan publik berbeda-

beda dalam menamai atau mengelompokan tahap-tahap tersebut. Namun

demikian, umumnya proses pembuatan kebijakan publik dapat dibedakan

dalam lima tahap berikut: penentuan agenda (agenda setting), perumusan

alternatif kebijakan (policy formulation), penetapan kebijakan (policy

legitimation), pelaksanaan atau implementasi kebijakan (policy

implementation), dan penilaian atau evaluasi kebijakan (policy evaluation).8

Rumusan kebijakan berkenaan dengan persoalan bagaimana masalah-

masalah publik memperoleh perhatian para pembuat kebijakan, bagaimana

usul-usul kebijakan dirumuskan untuk ditanggapi masalah-masalah tertentu,

dan bagaimana suatu usul kebijakan tertentu dipilih diantara begitu banyak

pilihan. Aspek ini sangat erat hubunganya dengan salah satu pokok bahasan

7 Pandji Santosa, op.cit., halaman 28.

8 Muchlis Hamdi, Kebijakan Publik Proses, Analisis, Dan Partisipasi, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2014) halaman 79.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

16

dalam administrasi publik, yakni konsep kepentingan publik. Dalam konsep ini

dipertanyakan siapakah yang benar-benar merumuskan kebijakan, batas antara

organisasi publik dan privat, dan penggunaan teknik-teknik analisis dalam

memilih berbagai alternatif.9

Kebijakan publik lahir dari adanya tuntutan kebijakan (policy demands)

suatu tuntutan yang ditujukan kepada para pejabat publik oleh para pelaku

dalam sistem politik, untuk bertindak atau tidak bertindak, dalam suatu kondisi

atau situasi yang menghasilkan kebutuhan manusiawi, ketidakpuasan atau

perampasan. Terhadap masalah-masalah ini dilakukan kegiatan-kegiatan

penanggulangan. Suatu kondisi yang tidak ingin dirumuskan sebagai satu

masalah oleh orang atau beberapa orang yang ditampilkan untuk memperoleh

perhatian pejabat publik, baik secara langsung maupun intervensi dari suatu

pihak, misalnya media massa.10

Penyelenggaraan tugas-tugas administrasi negara, Pemerintah banyak

mengeluarkan kebijakan yang dituangkan didalam berbagai bentuk seperti

peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk, pedoman-pedoman, surat edaran,

resolusi-resolusi, instruksi-instruksi, keputusan-keputusan, serta pengumuman-

pengumuman.11

Pelaksanaan atau implementasi kebijakan bersangkut paut dengan

ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan ditetapkanya suatu kebijakan tertentu.

Tahap ini pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana Pemerintah bekerja atau

proses yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjadikan kebijakan

menghasilkan keadaan yang terencana. Mengingat makna dan sifat

9Pandji Santosa, Opcit.,halaman 36

10 Ibid. halaman 36-37.

11 Ridwan, Hukum Adminstrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), halaman 183.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

17

implementasi yang dapat dipahami dari berbagai dimensi, maka tahap ini

dengan sendirinya menunjukan signifikasinya. Dalam hal ini, pelaksanaan

kebijakan dapat hanya berupa suatu proses sederhana untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya.12

Pelaksanaan atau implementasi kebijakan maka perlu diadakannya

evaluasi kebijakan atau penilaian kebijakan menyangkut pembahasan kembali

terhadap implementasi kebijakan. Tahap ini berfokus pada identifikasi hasil-

hasil dan akibat-akibat dari implementasi kebijakan. Dengan fokus tersebut,

evaluasi kebijakan akan menyediakan umpan-balik bagi penentuan keputusan

mengenai apakah kebijakan yang ada perlu diluruskan atau dihentikan.13

Kebijakan publik tersebut maka dapat kita lihat sebagai konsep dasar

rencana dari Pemerintah untuk mengatur suatu kepentingan khalayak ramai

atau masyarakat luas. Dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah

sebagaimana pembuat dari suatu kebijakan guna mencapai tujuan-tujuan

tertentu, maka dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang yang merupakan

suatu bentuk dari kebijakan publik.

12

Pandji Santosa, opcit., halaman 97. 13

Ibid, halaman 107.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

18

2.2 Pengelolaan Sampah

2.2.1 Pengertian Sampah

Pengertian sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses

produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga).14

Sementara

didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau

proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau

anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah

tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah

(waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,

atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak

terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil

kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna.

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah:

a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan

yang cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa

gas metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.

b. Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah

plastik, logam, gelas karet dan lain-lain.

c. Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau

sampah.

14

Windi Tri Apriliani, “Pengertian Sampah” (Online),

(http://ppkmb15tiusd.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-sampah-dan-jenis-jenis-sampah.html

diakses 23 januari 2017).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

19

d. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah

sampah karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya ataukarena sifat

kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan

mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit reversible atau

berpotensi irreversible atau sakit berat yang pulih.

e. Menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap

kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.

2.2.2 Sumber-Sumber Sampah

Menurut Gilbert, sumber-sumber timbulan sampah sebagai berikut:

a. Sampah dari pemukiman penduduk

Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu

keluarga yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah

yang dihasilkan biasanya cenderung organik, seperti sisa makanan

atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastic dan lainnya.

b. Sampah dari tempat – tempat umum dan perdagangan

Tempat- tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya

orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat –tempat tersebut

mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah

termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis

sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa–sisa makanan, sampah

kering, abu, plastik, kertas, kaleng- kaleng serta sampah lainnya.

c. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik Pemerintah

Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai, masjid,

rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana Pemerintah lainnya

yang menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

d. Sampah dari industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik–pabrik sumber alam

perusahaan kayu dan lain–lain, kegiatan industri, baik yang termasuk

distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang

dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu,

sisa–sisa makanan, sisa bahan bangunan

e. Sampah Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian,

misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang

dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi

serangga tanaman15

.

15 Maila Aklusia Yafni, ”Makalah Tentang Sampah”(Online),

(http://mailaaklusiakl.blogspot.co.id diakses 27 Desember 2016).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

20

Berbagai macam sampah yang telah disebutkan di atas hanyalah

sebagian kecil saja dari sumber- sumber sampah yang dapat ditemukan

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan

manusia tidak akan pernah lepas dari sampah.

2.2.3 Jenis-Jenis Sampah

Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada

yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri sampah pasar, sampah

rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan,

sampah institusi, kantor, sekolah, dan sebagainya.

Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2

(dua) yaitu sebagai berikut:

1. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-

bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat

biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui

proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan

organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa –

sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,

sayuran, kulit buah, daun dan ranting.

2. Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-

bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses

teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan

menjadi: sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik,

sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian

besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara

keseluruhan.16

Berdasarkan uraian tentang sampah di atas, kesimpulannya adalah

bahwa sampah merupakan sisa-sisa dari kegiatan manusia dan juga bisa

berasal dari proses alam yang tidak bermanfaat. Sampah juga berasal dari

16

Ragil Agus Prianto, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan

Jombang Kota Semarang (Analisis Sosio Yuridis Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah) (Semarang: Skripsi, 2011), halaman 14-16.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

21

banyak sumber kehidupan manusia, dan sampah juga digolongkan dari

banyak jenis dan bentuknya. Namun sampah bisa jadi barang yang berguna

bila pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan dengan baik.

2.2.4 Aspek-Aspek dalam Pengelolaan Sampah

Dalam mengelola sampah di suatu daerah, ada 5 aspek/komponen

yang harus diperhatikan agar bisa saling mendukung satu sama lainnya dan

bisa berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek tersebut meliputi:

a) Aspek Teknis Operasional

Aspek teknis operasional adalah aspek yang paling dekat dengan obyek

persampahan. Teknis operasional pengelolaan sampah ini bersifat integral

dan terpadu, yang berarti saling berkesinambungan agar bisa berjalan

dengan baik yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan, pengolahan.

1) Penampungan/pewadahan

Proses awal pengelolaan sampah yaitu dengan menyediakan suatu

penampungan/wadah sebelum sampah itu dikumpulkan, dipindahkan,

diangkut, lalu dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hal ini

bertujuan supaya sampah tidak berserakan sehingga tidak menimbulkan

kerusakan lingkungan yang lain. Wadah ini mempunyai bahan yang ber

Standar Nasional Indonesia (SNI), karena bahan tersebut mempunyai

keunggulan yaitu ekonomis, tidak mudah rusak, mudah diperoleh oleh

masyarakat dan mudah dikosongkan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

22

2) Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah

mulai dari tempat penampungan/pewadahan sampai ketempat

pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya

dikelompokkan dalam 2 (dua) yaitu, Pola Individual dan Pola Komunal

sebagai berikut :

1. Pola Individual

Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah

kemudian diangkut ketempat pembuangan sementara/TPS sebelum

dibuang ke TPA.

2. Pola Komunal

Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ketempat

penampungan sampah komunal yang telah disediakan/ ke truk sampah

yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa

proses pemindahan.

3) Pemindahan Sampah

Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke Tempat

Pembuangan Akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah

adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container

pengangkut.

b) Aspek Kelembagaan

Organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi

disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

23

menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik

wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat

kota. “Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan

Peraturan Pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang

ditetapkan, kapasitas kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi

yang harus ditangani.”.17

Menurut Syafrudin dan Priya “bentuk kelembagaan pengelola

sampah disesuaikan dengan katagori kota.” Adapun bentuk kelembagaan

tersebut adalah sebagai berikut: Kota raya dan Kota Besar (jumlah

penduduk >500.000 jiwa) bentuk lembaga pengelola sampah yang

dianjurkan berupa dinas sendiri.18

c) Aspek Hukum dan Peraturan

Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara

Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu

pada hukum yang berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia

membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti dalam pembentukan

organisasi, pemungutan retribusi, keterlibatan masyarakat. Dasar hukum

pengelolaan sampah yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kota

Semarang baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun keputusan Wali

Kota Semarang sebagai berikut :

1. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 tahun 2006 tentang

Pengendalian Lingkungan Hidup

17

Prianto, op.cit., halaman 22. 18

Ibid.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

24

2. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah di Kota Semarang.

d) Aspek Pembiayaan

Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda

sistem pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan

lancar. Sistem pengolahan persampahan di Indonesia lebih di arahkan ke

sistem pembiayaan sendiri termasuk membentuk perusahaan daerah.

Masalah umum yang sering dijumpai dalam subsistem pembiayaan

adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan tidak sebanding

dengan biaya operasional, dana pembangunan daerah berdasarkan skala

prioritas, kewenangan dan struktur organisasi yang ada tidak berhak

mengelola dana sendiri dan penyusunan tarif retribusi tidak didasarkan

metode yang benar19

Menurut Raharyan dan Widagdo Peraturan yang dibutuhkan dalam

sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah mengatur

tentang:

1). Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan

2). Rencana induk pengelolaan sampah kota

3). Bentuk lembaga organisasi pengelolaan

4). Tata cara penyelenggaraan pengelolaan

5). Tarif jasa pelayanan atau retribusi

6). Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama

antar daerah atau kerjasama dengan pihak swasta.20

19

Prianto, op.cit., halaman 24-25. 20

Ibid.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

25

e) Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan

kesediaan masyarakat dalam membantu berhasilnya program

pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang

tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Tanpa adanya peran serta

masyarakat semua program pengelolaan persampahan yang direncanakan

akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat untuk dapat membantu

program Pemerintah dalam keberhasilan adalah membiasakan masyarakat

pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu merubah

persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampahyang tertib, lancar dan

merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang

kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat.21

Menurut Hadi dari segi kualitas, partisipasi atau peran serta masyarakat

penting sebagai :

a. Input atau masukan dalam rangka pengambilan

keputusan/kebijakan.

b. Strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sehinggga

kredibilitas dalam mengambil suatu keputusan akan lebih terstruktur

dengan baik..

c. Komunikasi bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk

menampung pendapat, aspirasi dan concern masyarakat.

d. Media pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan dan

memecahkan konflik untuk memperoleh konsensus22

.

Komunikasi yang ada perlu dibangun secara terus menerus antara

pemerintah daaerah dengan masyarakat dan di antara masyarakat itu sendiri

terkait dengan masalah kebijakan ataupun masalah bimbingan teknis.

Masyarakat dapat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,

21

Prianto, op.cit., halaman 25. 22

Ibid

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

26

penyelenggaraan dan pengawasan dalam kegiatan pengelolaan sampah

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.23

2.2.5 Regulasi Pengelolaan Sampah di Kota Semarang

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung

jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas

kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi dan

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas

lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.24

Dengan

demikian pengelolaan sampah sangatlah penting dan sudah diatur juga

dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPLH) yang diatur dalam

Pasal 1 dinyatakan bahwa kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia

serta makhluk hidup lainnya. Pembangunan berkelanjutan merupakan

pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa

mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi

kebutuhan mereka.

23

Ibid. 24

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di

Kota Semarang, BAB III Pasal 3- 4.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

27

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH ini

tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 Pasal 69 mengenai larangan dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan

melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun

(B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan

pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan

jelas tercantum pada Bab XV tentang Ketentuan Pidana Pasal 97-123.

Salah satunya adalah dalam Pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pengelolaan limbah B3 ini harus dilakukan oleh setiap industri

yang menghasilkan limbah B3 pada setiap kegiatan/usahanya. Tujuan

dari pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini secara umum dapat

dikatakan adalah untuk memisahkan sifat berbahaya yang terdapat dalam

limbah tersebut.

Hal ini harus dilakukan agar limbah B3 ini tidak mencemari

ataupun merusak lingkungan hidup tempat dimana mahluk hidup berada.

Dengan adanya pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini, barulah

limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lebih lanjut.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

28

Pemanfaatan limbah ini sendiri dapat berupa penggunaan kembali

atau reuse, daur ulang atau recycle, dan perolehan kembali atau recovery.

Pemanfaatan ini harus berpedoman pada prinsip agar aman bagi

kesehatan manusia dan lingkungan, memiliki proses produksi yang

handal serta memiliki standar produk mutu yang baik.

Untuk limbah B3 yang sudah tidak dapat dimanfaatkan atau diolah

kembali maka harus ditimbun di landfill. Penimbunan limbah ini harus

dilakukan oleh sebuah badan usaha yang telah mendapatkan ijin dari

KLH serta dengan melaporkan kegiatan penimbunan tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, telah dikemukakan bahwa

sampah/limbah yang sudah tidak terpakai lagi bisa dimanfaatkan kembali

dengan cara-cara yang benar. Karena sampah/limbah yang tidak terpakai

itu bisa juga menjadi sumber daya bagi masyarakat.25

2. Tinjauan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pengelolaan Sampah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis,

menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan

penanganan sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang

dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan

25

Demes Dharmesty, “Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup” Online

(https://demesdharmesty.wordpress.com/2014/02/10/undang-undang-no-32-tahun-2009-tentang-

perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/) diakses pada tanggal 9 agustus 2016.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

29

nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang,

produk lain, dan energi).26

Penanganan sampah menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat kelompok utama pengelolaan

sampah, yaitu:

a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan

terjadinya sampah (R1),guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)

b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:

1) Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

2) Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah

dari sumber sampah ketempat penampungan sementara atau Tempat

Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

3) Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau

dari tempat penampungan sampah sementara atau dari Tempat

Pengolahan Sampah Terpadu menuju ketempat pemrosesan akhir.

4) Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan

jumlah sampah.

5) Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah

dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan

secara aman.

26

Dyah Ernawati, Sri Budiastuti, M. Masykuri, Analisis Komposisi, Jumlah dan

Pengembangan Strategi Pengelolaan Sampah diWilayah Pemerintah Kota Semarang Berbasis

Analisis SWOT, (Surakarta, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta), halaman14.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

30

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua

pihak adalah bagaimana cara mengurangi sampah semaksimal mungkin.

Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih

tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan

(landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2008 meliputi:

a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan

sesedikit mungkin.

b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan

memanfaatkan limbah tersebut secara langsung

c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat

dimanfaatkan secaralangsung, kemudian diproses atau diolah untuk

dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber

energi27

3. Tinjauan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pengendalian Lingkungan Hidup

Pemerintah Daerah juga ikut andil dalam pengelolaan sampah di

daerahnya masing-masing, seperti Kota Semarang contohnya. Pemerintah

Daerah Kota Semarang berpendapat pada Peraturan Daerah Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup bahwa Kota

Semarang sebagai kota metropolitan yang religius berbasis perdagangan dan

jasa dengan karakteristik geografi yang terdiri dari dataran, perbukitan dan

pantai, dalam perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan

lingkungan hidup yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan

hidup sehingga berpotensi mengancam kelangsungan hidup manusia serta

27

Prof. Enri Damanhuri, Dr. Tri Padmi, Pengelolaan Sampah, (Bandung: Diktat

Kuliah, 2010/2011), halaman23-24.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

31

makhluk hidup lainnya. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan

lingkungan hidup Kota Semarang perlu upaya yang terpadu sesuaI dengan

Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pengendalian Lingkungan Hidup, ayat 1 yaitu “Kebijakan pengendalian

lingkungan hidup disusun dan dilaksanakan secara terpadu dan konsisten

serta dilandasi dengan komitmen yang tinggi”.

Lalu langkah yang ditempuh Pemerintah Daerah Kota Semarang

dalam mengelola lingkungan hidup yang baik dan benar adalah sesuai

dengan Paragraf 4 Pasal 32 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pengendalian Lingkungan hidup bahwa :

(1) Setiap orang dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

menghasilkan limbah domestik wajib meminimalkan sampah,

penggunaan barang yang tidak mudah diurai secara alami, dan

penggunaan barang yang mengandung B3.

(2) Setiap orang dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

menghasilkan limbah domestik wajib melaksanakan pengelolaan

limbah domestik berdasarkan jenis dan karakteristik limbah dengan

cara:

a. memisahkan pengelolaan limbah cair dan padat;

b. memisahkan antara sampah basah dan sampah kering dalam

wadah berbeda;

c. mengelola secara mandiri atau komunal untuk jenis sampah

organik menjadi kompos;

d. tidak melakukan pembakaran sampah di ruang terbuka; dan

e. memisahkan sampah yang mengandung B3.

(3) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelola gedung

atau pengelola ruang publik wajib menyediakan tempat sampah yang

memadai dengan memperhatikan jenis dan karakteristik sampah.

(4) Pemerintah Daerah wajib mempersiapkan mekanisme dan

ketersediaan fasilitas atas pelaksanaan kewajiban (ayat:2).28

Penjelasan diatas menunjukan keseriusan Pemerintah Daerah dalam

menangani kasus pengelolaan sampah, dan tidak lupa Pemerintah Daerah

28 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup,

Paragraf 4 Limbah Padat dan Limbah Domestik Pasal 32.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

32

juga menghimbau kepada pelaku usaha untuk lebih meminimalkan sampah

sesuai dengan aturan-aturan yang sudah dibuat. Hal ini bertujuan agar para

pelaku usaha juga ikut berperan aktif dalam masalah penanganan sampah di

Kota Semarang.

4. Tinjauan tentang sanksi Pengelolaan Sampah berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah di Kota Ssemarang

Pada tahun 2016, kebersihan lingkungan menjadi perhatian serius

Pemerintah Kota Semarang. Pemerintah Kota akan menerapkan Peraturan

Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah secara tegas.

Masyarakat diminta bisa menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari hal

terkecil, dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah di Kota Semarang Pasal 71 disebutkan, pelanggar akan diancam

dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak

sebesar 50 juta rupiah. Penerapan ini mengacu pada Pasal 52 mengenai

larangan. Seperti memasukkan sampah ke dalam wilayah Kota Semarang,

mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan

beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran atau perusakan

lingkungan.Selain itu membuang sampah tidak pada tempat yang telah

ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan

pembuangan terbuka, dan membakar sampah yang tidak sesuai dengan

teknis pengelolaan sampah juga bisa memperoleh sanksi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

33

Peraturan Daerah tersebut juga semakin diperkuat dengan Peraturan

Walikota Semarang Nomor 37 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di

Kota Semarang.

Penegakkan harus dilakukan mengingat persoalan sampah harus

ditangani secara serius, dan perlu diberikan sanksi yang tegas kepada

pelanggar. Sanksi dikenakan terhadap masyarakat, perorangan, pelaku

usaha, penyelenggara kegiatan, dan pengelola gedung. Sanksi diberikan

mulai dari teguran, peringatan tertulis, paksaan Pemerintah, dan pencabutan

izin pengelolaan sampah. Tak hanya itu, sanksi pembongkaran

perlengkapan kegiatan dan atau usaha, seperti penyitaan barang, alat atau

bahan atau perlengkapan kegiatan dan usaha, juga akan dilakukan jika

memang teguran dari Pemerintah tidak diindahkan.

Berdasarkan uraian di atas tentang Peraturan yang mengatur tentang

sampah yaitu Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah telah menjelaskan secara rinci, akan sikap tegas Pemerintah Kota

untuk menangani masalah sampah yang selama ini merugikan berbagai

pihak. Langkah yang diambil yakni dengan cara mencantumkan beberapa

sanksi kepada para pelaku pembuang sampah sembarangan, tentunya sesuai

dengan jenis pelanggaran. Sanksi yang dibuat tidak untuk menakut-nakuti

masyarakat, Pemerintah beranggapan bahwa sanksi dalam kebijakan

pengelolaan sampah diharapkan bisa mengubah kebiasaan masyarakat agar

lebih bijak dalam penggunaan sampah.