bab ii tinjauan pustaka 2.1 kebijakan publik
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
Secara umum pengertian kebijakan publik adalah proses perbuatan
kebijakan oleh Pemerintah atau pemegang kekuasaan yang berdampak kepada
masyarakat luas. Sedangkan jika diartikan secara terpisah atau secara
etimologi, kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani dari kata polis yang
berarti negara, kota. Sedangkan bahasa latin dari kata politea berarti negara,
dan bahasa Inggris policie untuk menunjuk pada masalah yang berhubungan
dengan masalah publik dan administrasi pemerintahan. Sedangkan arti publik
dari bahasa Inggris, public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Jadi,
pengertian publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan
berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan bersih
berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.5
Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik mempunyai empat
sifat; regulatif, organisasional, distributif, dan ekstratif. Dengan demikian,
liputan kebijakan publik memang begitu luas. Kebijakan publik berkenaan pula
dengan urusan pokok bagi negara, seperti pertahanan, keamanan, pendidikan,
penyedian bahan pangan, pengembangan sistem politik, pembangunan kota dan
daerah. Kebijakan publik juga bergerak dari hal vital sampai tidak vital6.
5 Artikelsiana. ‘’Kebijakan-Publik Pengertian-contoh-ciri’’ (Online),
(http://www.artikelsiana.com/2015/11/kebijakan-publik-pengertian-contoh-ciri.html diakses 19 april 2016).
6 Pandji Santosa, Administrasi Publik – Teori dan Aplikasi Good Governance, (Bandung :
PT Refika Aditama, 2008), Halaman 27.
15
Berdasarkan analisis dan studi kebijakan publik yang dikemukakan Dye
yaitu ahli kebijakan publik, pada umumnya melibatkan lima kriteria sebagai
berikut :
1. Distribusi materi-materi yang dikandung dalam kebijakan publik.
2. Penilaian dampak pendekatan lingkungan terhadap isi kebijakan
publik.
3. Analisis efek pengaturan institusional yang terjadi dalam proses
politik terhadap kebijakan publik.
4. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik terhadap sistem politik.
5. Evaluasi dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik yang
diharapkan maupun tidak.7
Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai serangkaian tahap atau
fase kegiatan untuk membuat kebijakan publik. Walaupun rangkaian tahap ini
tampak bersifat linear, dalam kenyataanya, tahap-tahap tersebut umumnya jutru
sebaliknya, yakni non-linear atau iteratif. Para ahli kebijakan publik berbeda-
beda dalam menamai atau mengelompokan tahap-tahap tersebut. Namun
demikian, umumnya proses pembuatan kebijakan publik dapat dibedakan
dalam lima tahap berikut: penentuan agenda (agenda setting), perumusan
alternatif kebijakan (policy formulation), penetapan kebijakan (policy
legitimation), pelaksanaan atau implementasi kebijakan (policy
implementation), dan penilaian atau evaluasi kebijakan (policy evaluation).8
Rumusan kebijakan berkenaan dengan persoalan bagaimana masalah-
masalah publik memperoleh perhatian para pembuat kebijakan, bagaimana
usul-usul kebijakan dirumuskan untuk ditanggapi masalah-masalah tertentu,
dan bagaimana suatu usul kebijakan tertentu dipilih diantara begitu banyak
pilihan. Aspek ini sangat erat hubunganya dengan salah satu pokok bahasan
7 Pandji Santosa, op.cit., halaman 28.
8 Muchlis Hamdi, Kebijakan Publik Proses, Analisis, Dan Partisipasi, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2014) halaman 79.
16
dalam administrasi publik, yakni konsep kepentingan publik. Dalam konsep ini
dipertanyakan siapakah yang benar-benar merumuskan kebijakan, batas antara
organisasi publik dan privat, dan penggunaan teknik-teknik analisis dalam
memilih berbagai alternatif.9
Kebijakan publik lahir dari adanya tuntutan kebijakan (policy demands)
suatu tuntutan yang ditujukan kepada para pejabat publik oleh para pelaku
dalam sistem politik, untuk bertindak atau tidak bertindak, dalam suatu kondisi
atau situasi yang menghasilkan kebutuhan manusiawi, ketidakpuasan atau
perampasan. Terhadap masalah-masalah ini dilakukan kegiatan-kegiatan
penanggulangan. Suatu kondisi yang tidak ingin dirumuskan sebagai satu
masalah oleh orang atau beberapa orang yang ditampilkan untuk memperoleh
perhatian pejabat publik, baik secara langsung maupun intervensi dari suatu
pihak, misalnya media massa.10
Penyelenggaraan tugas-tugas administrasi negara, Pemerintah banyak
mengeluarkan kebijakan yang dituangkan didalam berbagai bentuk seperti
peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk, pedoman-pedoman, surat edaran,
resolusi-resolusi, instruksi-instruksi, keputusan-keputusan, serta pengumuman-
pengumuman.11
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan bersangkut paut dengan
ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan ditetapkanya suatu kebijakan tertentu.
Tahap ini pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana Pemerintah bekerja atau
proses yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjadikan kebijakan
menghasilkan keadaan yang terencana. Mengingat makna dan sifat
9Pandji Santosa, Opcit.,halaman 36
10 Ibid. halaman 36-37.
11 Ridwan, Hukum Adminstrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), halaman 183.
17
implementasi yang dapat dipahami dari berbagai dimensi, maka tahap ini
dengan sendirinya menunjukan signifikasinya. Dalam hal ini, pelaksanaan
kebijakan dapat hanya berupa suatu proses sederhana untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.12
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan maka perlu diadakannya
evaluasi kebijakan atau penilaian kebijakan menyangkut pembahasan kembali
terhadap implementasi kebijakan. Tahap ini berfokus pada identifikasi hasil-
hasil dan akibat-akibat dari implementasi kebijakan. Dengan fokus tersebut,
evaluasi kebijakan akan menyediakan umpan-balik bagi penentuan keputusan
mengenai apakah kebijakan yang ada perlu diluruskan atau dihentikan.13
Kebijakan publik tersebut maka dapat kita lihat sebagai konsep dasar
rencana dari Pemerintah untuk mengatur suatu kepentingan khalayak ramai
atau masyarakat luas. Dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah
sebagaimana pembuat dari suatu kebijakan guna mencapai tujuan-tujuan
tertentu, maka dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang yang merupakan
suatu bentuk dari kebijakan publik.
12
Pandji Santosa, opcit., halaman 97. 13
Ibid, halaman 107.
18
2.2 Pengelolaan Sampah
2.2.1 Pengertian Sampah
Pengertian sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga).14
Sementara
didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau
proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau
anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah
tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah
(waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,
atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil
kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah:
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan
yang cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa
gas metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.
b. Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah
plastik, logam, gelas karet dan lain-lain.
c. Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau
sampah.
14
Windi Tri Apriliani, “Pengertian Sampah” (Online),
(http://ppkmb15tiusd.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-sampah-dan-jenis-jenis-sampah.html
diakses 23 januari 2017).
19
d. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah
sampah karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya ataukarena sifat
kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan
mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit reversible atau
berpotensi irreversible atau sakit berat yang pulih.
e. Menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap
kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.
2.2.2 Sumber-Sumber Sampah
Menurut Gilbert, sumber-sumber timbulan sampah sebagai berikut:
a. Sampah dari pemukiman penduduk
Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu
keluarga yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah
yang dihasilkan biasanya cenderung organik, seperti sisa makanan
atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastic dan lainnya.
b. Sampah dari tempat – tempat umum dan perdagangan
Tempat- tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya
orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat –tempat tersebut
mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah
termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis
sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa–sisa makanan, sampah
kering, abu, plastik, kertas, kaleng- kaleng serta sampah lainnya.
c. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik Pemerintah
Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum, pantai, masjid,
rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana Pemerintah lainnya
yang menghasilkan sampah kering dan sampah basah.
d. Sampah dari industri
Dalam pengertian ini termasuk pabrik–pabrik sumber alam
perusahaan kayu dan lain–lain, kegiatan industri, baik yang termasuk
distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang
dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu,
sisa–sisa makanan, sisa bahan bangunan
e. Sampah Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian,
misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang
dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi
serangga tanaman15
.
15 Maila Aklusia Yafni, ”Makalah Tentang Sampah”(Online),
(http://mailaaklusiakl.blogspot.co.id diakses 27 Desember 2016).
20
Berbagai macam sampah yang telah disebutkan di atas hanyalah
sebagian kecil saja dari sumber- sumber sampah yang dapat ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan
manusia tidak akan pernah lepas dari sampah.
2.2.3 Jenis-Jenis Sampah
Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada
yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri sampah pasar, sampah
rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan,
sampah institusi, kantor, sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2
(dua) yaitu sebagai berikut:
1. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat
biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui
proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa –
sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting.
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses
teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan
menjadi: sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik,
sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian
besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara
keseluruhan.16
Berdasarkan uraian tentang sampah di atas, kesimpulannya adalah
bahwa sampah merupakan sisa-sisa dari kegiatan manusia dan juga bisa
berasal dari proses alam yang tidak bermanfaat. Sampah juga berasal dari
16
Ragil Agus Prianto, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan
Jombang Kota Semarang (Analisis Sosio Yuridis Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah) (Semarang: Skripsi, 2011), halaman 14-16.
21
banyak sumber kehidupan manusia, dan sampah juga digolongkan dari
banyak jenis dan bentuknya. Namun sampah bisa jadi barang yang berguna
bila pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan dengan baik.
2.2.4 Aspek-Aspek dalam Pengelolaan Sampah
Dalam mengelola sampah di suatu daerah, ada 5 aspek/komponen
yang harus diperhatikan agar bisa saling mendukung satu sama lainnya dan
bisa berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek tersebut meliputi:
a) Aspek Teknis Operasional
Aspek teknis operasional adalah aspek yang paling dekat dengan obyek
persampahan. Teknis operasional pengelolaan sampah ini bersifat integral
dan terpadu, yang berarti saling berkesinambungan agar bisa berjalan
dengan baik yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan, pengolahan.
1) Penampungan/pewadahan
Proses awal pengelolaan sampah yaitu dengan menyediakan suatu
penampungan/wadah sebelum sampah itu dikumpulkan, dipindahkan,
diangkut, lalu dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hal ini
bertujuan supaya sampah tidak berserakan sehingga tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan yang lain. Wadah ini mempunyai bahan yang ber
Standar Nasional Indonesia (SNI), karena bahan tersebut mempunyai
keunggulan yaitu ekonomis, tidak mudah rusak, mudah diperoleh oleh
masyarakat dan mudah dikosongkan.
22
2) Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah
mulai dari tempat penampungan/pewadahan sampai ketempat
pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya
dikelompokkan dalam 2 (dua) yaitu, Pola Individual dan Pola Komunal
sebagai berikut :
1. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah
kemudian diangkut ketempat pembuangan sementara/TPS sebelum
dibuang ke TPA.
2. Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ketempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan/ ke truk sampah
yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa
proses pemindahan.
3) Pemindahan Sampah
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke Tempat
Pembuangan Akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah
adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container
pengangkut.
b) Aspek Kelembagaan
Organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi
disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang
23
menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik
wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat
kota. “Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan
Peraturan Pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang
ditetapkan, kapasitas kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi
yang harus ditangani.”.17
Menurut Syafrudin dan Priya “bentuk kelembagaan pengelola
sampah disesuaikan dengan katagori kota.” Adapun bentuk kelembagaan
tersebut adalah sebagai berikut: Kota raya dan Kota Besar (jumlah
penduduk >500.000 jiwa) bentuk lembaga pengelola sampah yang
dianjurkan berupa dinas sendiri.18
c) Aspek Hukum dan Peraturan
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu
pada hukum yang berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia
membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti dalam pembentukan
organisasi, pemungutan retribusi, keterlibatan masyarakat. Dasar hukum
pengelolaan sampah yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kota
Semarang baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun keputusan Wali
Kota Semarang sebagai berikut :
1. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 tahun 2006 tentang
Pengendalian Lingkungan Hidup
17
Prianto, op.cit., halaman 22. 18
Ibid.
24
2. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah di Kota Semarang.
d) Aspek Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda
sistem pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan
lancar. Sistem pengolahan persampahan di Indonesia lebih di arahkan ke
sistem pembiayaan sendiri termasuk membentuk perusahaan daerah.
Masalah umum yang sering dijumpai dalam subsistem pembiayaan
adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan tidak sebanding
dengan biaya operasional, dana pembangunan daerah berdasarkan skala
prioritas, kewenangan dan struktur organisasi yang ada tidak berhak
mengelola dana sendiri dan penyusunan tarif retribusi tidak didasarkan
metode yang benar19
Menurut Raharyan dan Widagdo Peraturan yang dibutuhkan dalam
sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah mengatur
tentang:
1). Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan
2). Rencana induk pengelolaan sampah kota
3). Bentuk lembaga organisasi pengelolaan
4). Tata cara penyelenggaraan pengelolaan
5). Tarif jasa pelayanan atau retribusi
6). Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama
antar daerah atau kerjasama dengan pihak swasta.20
19
Prianto, op.cit., halaman 24-25. 20
Ibid.
25
e) Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan
kesediaan masyarakat dalam membantu berhasilnya program
pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang
tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Tanpa adanya peran serta
masyarakat semua program pengelolaan persampahan yang direncanakan
akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat untuk dapat membantu
program Pemerintah dalam keberhasilan adalah membiasakan masyarakat
pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu merubah
persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampahyang tertib, lancar dan
merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang
kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat.21
Menurut Hadi dari segi kualitas, partisipasi atau peran serta masyarakat
penting sebagai :
a. Input atau masukan dalam rangka pengambilan
keputusan/kebijakan.
b. Strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sehinggga
kredibilitas dalam mengambil suatu keputusan akan lebih terstruktur
dengan baik..
c. Komunikasi bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
menampung pendapat, aspirasi dan concern masyarakat.
d. Media pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan dan
memecahkan konflik untuk memperoleh konsensus22
.
Komunikasi yang ada perlu dibangun secara terus menerus antara
pemerintah daaerah dengan masyarakat dan di antara masyarakat itu sendiri
terkait dengan masalah kebijakan ataupun masalah bimbingan teknis.
Masyarakat dapat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,
21
Prianto, op.cit., halaman 25. 22
Ibid
26
penyelenggaraan dan pengawasan dalam kegiatan pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.23
2.2.5 Regulasi Pengelolaan Sampah di Kota Semarang
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung
jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi dan
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.24
Dengan
demikian pengelolaan sampah sangatlah penting dan sudah diatur juga
dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPLH) yang diatur dalam
Pasal 1 dinyatakan bahwa kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya. Pembangunan berkelanjutan merupakan
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi
kebutuhan mereka.
23
Ibid. 24
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di
Kota Semarang, BAB III Pasal 3- 4.
27
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH ini
tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 Pasal 69 mengenai larangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan
melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun
(B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan
jelas tercantum pada Bab XV tentang Ketentuan Pidana Pasal 97-123.
Salah satunya adalah dalam Pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pengelolaan limbah B3 ini harus dilakukan oleh setiap industri
yang menghasilkan limbah B3 pada setiap kegiatan/usahanya. Tujuan
dari pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini secara umum dapat
dikatakan adalah untuk memisahkan sifat berbahaya yang terdapat dalam
limbah tersebut.
Hal ini harus dilakukan agar limbah B3 ini tidak mencemari
ataupun merusak lingkungan hidup tempat dimana mahluk hidup berada.
Dengan adanya pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini, barulah
limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lebih lanjut.
28
Pemanfaatan limbah ini sendiri dapat berupa penggunaan kembali
atau reuse, daur ulang atau recycle, dan perolehan kembali atau recovery.
Pemanfaatan ini harus berpedoman pada prinsip agar aman bagi
kesehatan manusia dan lingkungan, memiliki proses produksi yang
handal serta memiliki standar produk mutu yang baik.
Untuk limbah B3 yang sudah tidak dapat dimanfaatkan atau diolah
kembali maka harus ditimbun di landfill. Penimbunan limbah ini harus
dilakukan oleh sebuah badan usaha yang telah mendapatkan ijin dari
KLH serta dengan melaporkan kegiatan penimbunan tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, telah dikemukakan bahwa
sampah/limbah yang sudah tidak terpakai lagi bisa dimanfaatkan kembali
dengan cara-cara yang benar. Karena sampah/limbah yang tidak terpakai
itu bisa juga menjadi sumber daya bagi masyarakat.25
2. Tinjauan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis,
menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan
25
Demes Dharmesty, “Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup” Online
(https://demesdharmesty.wordpress.com/2014/02/10/undang-undang-no-32-tahun-2009-tentang-
perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/) diakses pada tanggal 9 agustus 2016.
29
nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang,
produk lain, dan energi).26
Penanganan sampah menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat kelompok utama pengelolaan
sampah, yaitu:
a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan
terjadinya sampah (R1),guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)
b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
1) Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
2) Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ketempat penampungan sementara atau Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
3) Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu menuju ketempat pemrosesan akhir.
4) Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah.
5) Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
26
Dyah Ernawati, Sri Budiastuti, M. Masykuri, Analisis Komposisi, Jumlah dan
Pengembangan Strategi Pengelolaan Sampah diWilayah Pemerintah Kota Semarang Berbasis
Analisis SWOT, (Surakarta, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta), halaman14.
30
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua
pihak adalah bagaimana cara mengurangi sampah semaksimal mungkin.
Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih
tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan
(landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 meliputi:
a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan
sesedikit mungkin.
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secaralangsung, kemudian diproses atau diolah untuk
dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber
energi27
3. Tinjauan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pengendalian Lingkungan Hidup
Pemerintah Daerah juga ikut andil dalam pengelolaan sampah di
daerahnya masing-masing, seperti Kota Semarang contohnya. Pemerintah
Daerah Kota Semarang berpendapat pada Peraturan Daerah Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup bahwa Kota
Semarang sebagai kota metropolitan yang religius berbasis perdagangan dan
jasa dengan karakteristik geografi yang terdiri dari dataran, perbukitan dan
pantai, dalam perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan
lingkungan hidup yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan
hidup sehingga berpotensi mengancam kelangsungan hidup manusia serta
27
Prof. Enri Damanhuri, Dr. Tri Padmi, Pengelolaan Sampah, (Bandung: Diktat
Kuliah, 2010/2011), halaman23-24.
31
makhluk hidup lainnya. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
lingkungan hidup Kota Semarang perlu upaya yang terpadu sesuaI dengan
Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengendalian Lingkungan Hidup, ayat 1 yaitu “Kebijakan pengendalian
lingkungan hidup disusun dan dilaksanakan secara terpadu dan konsisten
serta dilandasi dengan komitmen yang tinggi”.
Lalu langkah yang ditempuh Pemerintah Daerah Kota Semarang
dalam mengelola lingkungan hidup yang baik dan benar adalah sesuai
dengan Paragraf 4 Pasal 32 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengendalian Lingkungan hidup bahwa :
(1) Setiap orang dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah domestik wajib meminimalkan sampah,
penggunaan barang yang tidak mudah diurai secara alami, dan
penggunaan barang yang mengandung B3.
(2) Setiap orang dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah domestik wajib melaksanakan pengelolaan
limbah domestik berdasarkan jenis dan karakteristik limbah dengan
cara:
a. memisahkan pengelolaan limbah cair dan padat;
b. memisahkan antara sampah basah dan sampah kering dalam
wadah berbeda;
c. mengelola secara mandiri atau komunal untuk jenis sampah
organik menjadi kompos;
d. tidak melakukan pembakaran sampah di ruang terbuka; dan
e. memisahkan sampah yang mengandung B3.
(3) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelola gedung
atau pengelola ruang publik wajib menyediakan tempat sampah yang
memadai dengan memperhatikan jenis dan karakteristik sampah.
(4) Pemerintah Daerah wajib mempersiapkan mekanisme dan
ketersediaan fasilitas atas pelaksanaan kewajiban (ayat:2).28
Penjelasan diatas menunjukan keseriusan Pemerintah Daerah dalam
menangani kasus pengelolaan sampah, dan tidak lupa Pemerintah Daerah
28 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup,
Paragraf 4 Limbah Padat dan Limbah Domestik Pasal 32.
32
juga menghimbau kepada pelaku usaha untuk lebih meminimalkan sampah
sesuai dengan aturan-aturan yang sudah dibuat. Hal ini bertujuan agar para
pelaku usaha juga ikut berperan aktif dalam masalah penanganan sampah di
Kota Semarang.
4. Tinjauan tentang sanksi Pengelolaan Sampah berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah di Kota Ssemarang
Pada tahun 2016, kebersihan lingkungan menjadi perhatian serius
Pemerintah Kota Semarang. Pemerintah Kota akan menerapkan Peraturan
Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah secara tegas.
Masyarakat diminta bisa menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari hal
terkecil, dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah di Kota Semarang Pasal 71 disebutkan, pelanggar akan diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak
sebesar 50 juta rupiah. Penerapan ini mengacu pada Pasal 52 mengenai
larangan. Seperti memasukkan sampah ke dalam wilayah Kota Semarang,
mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan
beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran atau perusakan
lingkungan.Selain itu membuang sampah tidak pada tempat yang telah
ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan
pembuangan terbuka, dan membakar sampah yang tidak sesuai dengan
teknis pengelolaan sampah juga bisa memperoleh sanksi.
33
Peraturan Daerah tersebut juga semakin diperkuat dengan Peraturan
Walikota Semarang Nomor 37 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di
Kota Semarang.
Penegakkan harus dilakukan mengingat persoalan sampah harus
ditangani secara serius, dan perlu diberikan sanksi yang tegas kepada
pelanggar. Sanksi dikenakan terhadap masyarakat, perorangan, pelaku
usaha, penyelenggara kegiatan, dan pengelola gedung. Sanksi diberikan
mulai dari teguran, peringatan tertulis, paksaan Pemerintah, dan pencabutan
izin pengelolaan sampah. Tak hanya itu, sanksi pembongkaran
perlengkapan kegiatan dan atau usaha, seperti penyitaan barang, alat atau
bahan atau perlengkapan kegiatan dan usaha, juga akan dilakukan jika
memang teguran dari Pemerintah tidak diindahkan.
Berdasarkan uraian di atas tentang Peraturan yang mengatur tentang
sampah yaitu Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah telah menjelaskan secara rinci, akan sikap tegas Pemerintah Kota
untuk menangani masalah sampah yang selama ini merugikan berbagai
pihak. Langkah yang diambil yakni dengan cara mencantumkan beberapa
sanksi kepada para pelaku pembuang sampah sembarangan, tentunya sesuai
dengan jenis pelanggaran. Sanksi yang dibuat tidak untuk menakut-nakuti
masyarakat, Pemerintah beranggapan bahwa sanksi dalam kebijakan
pengelolaan sampah diharapkan bisa mengubah kebiasaan masyarakat agar
lebih bijak dalam penggunaan sampah.