bab ii tinjauan pustaka 2.1 ikan komet 2.1.1...

13
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Komet 2.1.1 Morfologi Ikan Komet Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan mas hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna oranye yang mencolok sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di luar ruangan. Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga di dalam akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala penjuru. Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala sampai ujung ekor. Ikan komet mulai bisa memijah pada umur 4 bulan dan bisa hidup sampai berumur 14 tahun tergantung pemeliharaan. Dari banyaknya varietas ikan mas hias yang dihasilkan di dunia oleh Cina dan Jepang, ikan komet ini merupakan satu-satunya hasil seleksi dari ikan common goldfish pada abad 19 di Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo Murket dan secara masal di terjunkan ke pasaran (Skomal 2007). Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi (Lingga dan Susanto 2003) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Otariphisysoidei Sub Ordo : Cyprinoidae Famili : Cyprinidae Genus : Carassius Spesies : Carassius auratus auratus

Upload: vandiep

Post on 28-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Komet

2.1.1 Morfologi Ikan Komet

Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan

mas hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin

atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat

jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu

terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna oranye yang mencolok

sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di

luar ruangan.

Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga di

dalam akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala

penjuru. Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala

sampai ujung ekor. Ikan komet mulai bisa memijah pada umur 4 bulan dan bisa

hidup sampai berumur 14 tahun tergantung pemeliharaan. Dari banyaknya

varietas ikan mas hias yang dihasilkan di dunia oleh Cina dan Jepang, ikan komet

ini merupakan satu-satunya hasil seleksi dari ikan common goldfish pada abad 19

di Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo Murket dan secara masal di terjunkan

ke pasaran (Skomal 2007).

Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi (Lingga dan Susanto

2003) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Otariphisysoidei

Sub Ordo : Cyprinoidae

Famili : Cyprinidae

Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus auratus

8

Gambar 2. Ikan Komet (dokumentasi pribadi)

Pada upaya pembenihan, seleksi induk merupakan hal yang penting untuk

dilakukan agar hasil pemijahan ikan menghasilkan keturunan yang berkualitas.

Adapun ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina adalah sebagai berikut:

- Ciri induk jantan yaitu terdapatnya bintik-bintik bulat menonjol pada sirip

dada dan jika diraba terasa kasar, pada induk yang telah matang gonad jika

diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan

berwarna putih.

- Ciri induk betina yaitu terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa

halus jika diraba, jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan

keluar cairan kuning bening, dan pada induk yang telah matang perutnya

terasa lembek juga lubang genital berwarna kemerah-merahan (Derri 2010).

2.1.2 Karakteristik Sperma dan Telur

A. Sperma

Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis dan merupakan

suatu sel kecil, kompak yang tidak bertumbuh dan tersimpan dalam cairan sperma

dalam testis. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan

seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma

dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan

spermatozoa (Hoar 1969).

9

Sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal dan

ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Fungsi utama sperma pada individu

parental adalah sebagai pembawa sebagian materi genetik dalam proses

pembuahan untuk membentuk individu baru (Effendi 1997).

1. Morfologi sperma

Struktur spermatozoa secara umum pada ikan yang sudah matang terdiri

dari kepala, leher, dan ekor flagella (Gambar 3). Inti spermatozoa terdapat pada

bagian kepala (Lagler 1977). Middle piece merupakan penghubung atau

penyambung antara leher dan ekor yang mengandung mitokondria dan berfungsi

dalam metabolisme sperma.

Spermatozoa mempunyai struktur yang sederhana dan ukuran yang hampir

sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 mikron (îm) dan

panjang total dari spermatozoa antara 40-60 îm.

Gambar 3. Sperma dan bagiannya (Gilbert 2000)

a. Kepala sperma

Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bulat atau oval. Bagian

tengah mengikuti pola struktur umum, terdiri dari sebuah flagel tengah dan

selubung mitokondria yang sedikit tidak termodifikasi dan terletak di dalam

sebuah low collar (lengkung bawah) agak jauh di belakang nukleus bulat.

10

Kepala sperma berisi materi inti, berupa chromosom yang terdiri dari DNA.

Informasi genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di

dalam molekul DNA.

Sebagai hasil pembelahan reduksi selama spermatogenesis, sperma hanya

mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik dari spesies yang sama

dan terbentuklah dua macam spermatozoa, sperma yang membawa chromosom-x

akan menghasilkan embrio betina sedangkan sperma yang mengandung

chromosom-y akan menghasilkan embrio jantan.

b. Ekor sperma

Ekor sperma dapat dibagi atas tiga bagian, bagian tengah, bagian utama

dan bagian ujung berasal dari centriol spermatid selama spermiogenesis. Ekor

sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dan gelombang-

gelombang yang dimulai di daerh inplantasi ekor kepala dan berjalan ke arah

distal sepanjang ekor seperti pukulan cambuk.

Selubung mitokondria berasal dari pangkal kepala membentuk dua struktur

spiral ke arah berlawanan dengan arah jarum jam. Bagian tengah ekor merupakan

gudang energi untuk kehidupan dan pergerakan spermatozoa oleh proses-proses

metabolik yang berlangsung di dalam helix mitokondria, mitokondria

mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme eksudatif

spermatozoa. Bagian ini kaya akan fosfolipid, lecithin dan plasmalogen.

Plasmalogen mengandung satu aldehid lemak dan satu asam lemak yang

berhubungan dengan gliserol maupun cholin. Asam-asam lemak dapat dioksidasi

dan merupakan sumber energi endogen untuk aktifasi sperma.

Inti ekor atau axial core terdiri atas dua serabut sentral dikelilingi oleh

suatu cincin konsentrik terdiri atas 9 fibril rangkap yang berjalan dari daerah

implantasi sampai bagian ujung ekor.

B. Telur

Telur merupakan asal mula suatu makhluk hidup. Telur mengandung

materi yang sangat dibutuhkan sebagai nutrien bagi perkembangan embrio. Proses

pembentukan telur sudah dimulai pada fase differensiasi dan oogenesis, yaitu

terjadinya akumulasi vitelogenin ke dalam folikel yang lebih dikenal dengan

11

vitelogenesis. Telur juga dipersiapkan untuk dapat menerima spermatozoa sebagai

awal perkembangan embrio. Sehingga anatomi telur sangat berkaitan dengan

anatomi spermatozoa.

Pada telur yang belum dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang

dinamakan selaput kapsul atau khorion (Gambar 4). Di bawah khorion terdapat

lagi selaput yang kedua dinamakan selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi

plasma telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel

satu sama lain dan tidak terdapat ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat

sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas dinamakan kutub

anima. Bagian bawahnya yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak

kuning telur.

Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel. Kuning telur

yang ada di bagian tengah keadaanya lebih padat daripada kuning telur yang ada

pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma. Selain dari itu sitoplasma banyak

terdapat pada sekeliling inti telur.

Khorion telur yang masih baru bersifat lunak dan memiliki sebuah mikrofil

yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu

terjadi pembuahan. Ketika telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi, alveoli

kortek yang ada di bawah khorion pecah dan melepaskan material koloid-

mukoprotein ke dalam ruang perivitelin, yang terletak antara membran telur dan

khorion. Air tersedot akibat pembengkakan mucoprotein ini. Khorion mula-mula

menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan mikrofil tertutup. Sitoplasma

menebal pada kutub telur yang terdapat inti, ini merupakan titik dimana embrio

berkembang. Pengerasan khorion akan mencegah terjadinya pembuahan

polisperma. Dengan adanya ruang perivitelin di bawah khorion yang mengeras,

maka telur dapat bergerak selama dalam perkembangannya.

12

Gambar 4. Strutktur Telur (Effendi 1997)

a. Membran telur

Selama oogenesis pada teleostei, salah satu proses yang paling menyolok

adalah pembentukan sebuah zona tebal yang sangat berdiferensiasi (membran

telur, membran vitelin, zona radiata, zona pelusida) yang terletak diantara lapisan-

lapisan granulosa dan oosit. Bergantung pada spesies maupun tahap pertumbuhan

oosit, membran telur bervariasi dalam hal ketebalan, tebalnya 7-8 mikron pada

oosit telur ikan mas koki dan sekitar 30 mikron pada rainbow trout.

Pada Chichlasoma nigrofasciata badan-badan rekat yang mengelilingi zona

pelucida, yang terdiri dari filamen dan selubung lendir yang kental, disintesis

dalam sel folikel selama vitelogenesis, struktur ini nampaknya disekresi secara

langsung dari retikulum endoplasma granular. Pada Cichlasoma dan Fundulus

struktur ini berfungsi sebagai alat untuk merekatkan telur pada subsrat dan pada

Cynolebias berfungsi sebagai sistem respirasi khorionik (Nagahama 1983).

b. Mikrofil

Mikrofil adalah sebuah lubang kecil tempat dimana sperma dapat masuk ke

dalam telur yang tertutup, yang merupakan modifikasi struktural dari membran

telur.

Mikrofil terletak pada kutub anima dan bervariasi dalam hal ukuran antar

spesies. Diameter luar mikrofil telur Fundulus heteroclitus sekitar 2,5 mikron dan

1-1,5 mikron pada lubang yang didalamnya

c. Lapisan Perekat telur

Lapisan perekat telur merupakan lapisan yang terbentuk di sekitar lapisan

vitelin yang tersusun oleh glukoprotein. Lapisan ini disebut juga jelly layer

13

dengan fungsi berbeda-beda pada setiap individu (gambar 5). Fungsi utamanya

yaitu sebagai pelindung telur dari lingkungan luar dan juga sebagai penarik

sperma. Pada ikan, terutama ikan yang memerlukan substrat untuk memijah

(phytophils), lapisan ini berfungsi sebagai perekat untuk menempelkan telur pada

substrat di sekitar setelah telur dimasuki sperma (Gilbert 2000).

Gambar 5. Sperma yang Menembus Lapisan Vitellin ( Gilbert 2000)

2.1.3 Proses Penetasan

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase

kehidupan, hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan.

Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa

proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.

Penetasan terjadi karena ada dua hal yaitu :

1. Kerja mekanik, disebabkan oleh embrio yang sering mengubah posisi

karena kekurangan ruang dalam cangkangnya atau karena embrio telah lebih

panjang dari lingkungan dalam cangkangnya. Dengan pergerakan-

pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang lembek akan pecah

sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya.

2. Kerja enzimatik, yaitu enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh

kelenjar endodermal embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya

14

bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi

lembek,. Biasanya pada bagian cangkang yang pecah akibat gabungan kerja

mekanik dan kerja enzimatik ujung ekor embrio dikeluaran terlebih dahulu,

kemudian menyusul kepalanya.

Semakin aktif embrio bergerak, maka akan semakin cepat terjadinya

penetasan. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor

dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur.

Pengaruh hormon misalnya adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa

dan tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa, sendangkan volume kuning

telur berhubungan dengan perkembangan embrio. Biasanya ikan tropis

mempunyai volume kuning telur yang relatif lebih sedikit dan lebih cepat

berkembang dibandingkan ikan-ikan subtropis.

Faktor luar yang berpengaruh antara lain suhu dan oksigen terlarut. Proses

penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena

pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga

perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada

pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun demikian, suhu

yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengahambat proses penetasan.

Selain suhu, kelarutan oksigen juga akan mempengaruhi proses

penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio.

Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung pada jenisnya.

Faktor lain adalah intensitas cahaya. Cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju

penetasan yang cepat.

2.2 Biologi Tumbuhan Teh

2.2.1 Sejarah Tumbuhan Teh

Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 species,

terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30° sebelah utara

maupun selatan khatulistiwa. Selain tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.

Kuntze) yang dikonsumsi sebagai minuman penyegar, genus Cammelia ini juga

15

mencakup banyak jenis tanaman hias. Kebiasaan minum teh diduga berasal dari

China yang kemudian berkembang ke Jepang dan juga Eropa.

Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan

(Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut,

yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis.Tanaman

teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari jepang yang

dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai

tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam

melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan

Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Dewasa ini di seluruh pelosok Indonesia aneka

produk teh dijumpai sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin, sebagai

minuman penyegar atau obat.

Secara umum, tanaman teh dapat tumbuh pada kisaran suhu udara 28-30oC

dan untuk pertumbuhan optimumnya pada suhu tanah berkisar 20-25oC. Suhu

haruslah berada pada kisaran normal selama 6 bulan setiap tahunnya. Tingginya

curah hujan dan kelembaban relatif juga sangat dibutuhkan dan pada kebun-kebun

teh umumnya memiliki curah hujan rata-rata sebesar 1800 mm untuk setiap

tahunnya. Tanaman teh juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, yang

dibentuk dari berbagai batu induk dalam berbagai kondisi klimatik.

2.2.2 Sistematika

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, teh digolongkan kedalam:

Filum : Spermatophyta

Sub Filum : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Ordo : Guttiferales

Famili : Tehaceae

Genus : Camelia

Spesies : Camelia sinensis

16

Gambar 6. Tumbuhan Teh (dokumentasi pribadi)

Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan

sisanya berupa padatan dan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik.

Bahan organik yang penting dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat

dan turunannya, ikatan nitrogen, pigmen, enzim dan vitamin.

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok

besar, yaitu:

a. Substansi fenol : tanin / katekin, flavanol

b. Sustansi bukan fenol : resin, vitamin, serta substansi mineral

c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas

karbonil (sebagian besar terdiri atas alkohol).

d. Enzim : Invertase, amilase, glukosidase, oximetilase,

protease, dan peroksidase.

Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat

yang baik pada teh. Jadi apabila pengendalian selama proses pengolahan dapat

dilakukan dengan tepat, maka akan diperoleh hasil yang maksimal.

Substansi Fenol

Komponen fenol dalam daun teh mencapai 30% dari keseluruhan bahan kering

daun (Miller 1995).

17

- Tanin/Katekin

Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat

menentukan kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya

selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma.

Tanin atau katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks.

Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi saja yang merupakan ukuran kualitas

teh. Tanin mempunyai sifat mudah berikatan dengan protein karena tanin

mempunyai sejumlah kelompok ikatan fungsional yang berinteraksi dengan

molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar

dan kompleks yaitu tanin-protein (Tanuwiria 2007)

Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol.

Jumlah atau kandungan katekin ini bervariasi untuk masing-masing jenis teh.

Adapun katekin teh yang utama adalah epicathecin (EC), Epicathecin galat

(ECG), Epigalochatechin dan Epichatecin gallate (EGCG). Katekin teh memiliki

sifat tidak berwarna, larut dalam air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada

seduhan teh.

- Flavanol

Flavanol utama yang terdapat didalam daun teh adalah querecetin,

kaemferol dan myricetin terutama dalam bentuk glikosidanya (berikatan dengan

molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Jumlahnya dapat bervariasi

tergantung suhu dan cara ekstraksinya .

Substansi Bukan Fenol

- Karbohidrat

Seperti tanaman lain, daun teh juga mengandung karbohidrat mulai dari

gula sederhana sampai dengan yang kompleks. Yang terpenting diantaranya

adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang dikandung

teh adalah 0,75 % dari berat kering daun.

- Substansi Pektin

Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya

bervariasi antara 4,9 - 7,6% dari berat kering daun atau tangkai. Sustansi ini

dianggap ikut menentukan kualitas dari teh.

18

- Alkaloid

Senyawa ini yang menjadikan teh sangat digemari karena bersifat

menyegarkan. Sifat penyegar teh yang berasal dari bahan tersebut menyusun

3-4 % berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, theobromin

dan theofilin.

- Protein dan Asam-asam Amino

Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam

pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan

adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama

dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam

amino yang paling berpengaruh adalah alanin, fenilalanin, valin, leusin, dan

isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari berat

kering daun.

- Klorofil dan Zat Warna Lain

Zat warna (klorofil) dalam daun mendukung 0,019 % dari berat kering

daun teh. Zat lainnya seperti karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh dapat

menentukan aroma teh, karena oksidasinya menghasilkan substansi yang mudah

menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh.

- Asam organik

Dalam proses metabolisme terutama respirasi, asam organik berperan

penting sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asam organik

juga merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam amino dan lemak

untuk tanaman.

- Substansi Resin

Bau atau aroma teh tergantung pada minyak esensial dan resin. Sebagai

bahan kimia, resin sukar dibedakan dengan minyak esensial dan terpena.

Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap

frost. Kandungan resin besarnya 3 % dari berat kering.

19

- Vitamin-vitamin

Daun teh mengandung beberapa vitamin yaitu vitamin C, K, A, B1, B2,

asam nikotinat dan asam pantotenat. Tetapi kebanyakan rusak selama proses

pengolahan.

- Substansi Mineral

Elemen mineral yang merupakan mayoritas adalah potasium yang

jumlahnya separuh dari kandungan mineral. Kandungan mineral dalam daun teh

kira-kira 4-5 % dari berat kering. Dari segi kualitas, peranan substansi ini tidak

banyak disebut. Namun ada beberapa unsur yang berhubunan dengan oksidasi

polifenol, yaitu fosfor yang mengtur pH selama oksidasi, magnesium yang

merupakan komponen dari klorofil serta tembaga yang merupakan gugusan

prostetis dari polifenol oksidasi.

Enzim-enzim

Enzim berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia didalam

tanaman. Enzim yang dikandung didalam daun teh diantaranya adalah invertase,

amilase, glukosidase, oksimetilase, protease dan peroksidase.

2.2.3 Perbedaan Teh Hijau dengan Teh Hitam

Ada tiga tipe utama pengolahan teh, yaitu teh Hijau, teh Oolong, dan teh

Hitam. Secara umum teh Hijau merupakan teh yang tidak difermentasi, teh

Oolong merupakan teh yang mengalami fermentasi sebagian dan teh Hitam

merupakan teh yang mengalami fermentasi penuh. Beberapa perbedaan yang

dapat dilihat dari ketiga teh diatas dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Perbedaan Umum antara Teh Hijau, Teh Oolong dan Teh Hitam

Teh Hijau Teh Oolong Teh Hitam

Tidak terjadi Fermentasi Fermentasi sebagian Fermentasi terjadi sempurna

Konstituen natural leaf

dipertahankan

Minyak essensial

berkembang

Konsentrasi tinggi akan minyak

essensial