bab ii tinjauan pustaka 2.1 hidrograf

23
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran, dan waktu, Parameter tersebut bisa berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran. Hidrograf menunjukkan tanggapan yang menyeluruh dari Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap masukan data hujan. Di stasiun hydrometer, aliran yang terukur setiap saat adalah merupakan stage hydrograph dan dengan bantuan lengkung debit (hubungan kedalaman air dan debit), maka akan dihasilkan discharge hydrograph (Limantara, 2010). Dalam pengertian sehari-hari, yang dimaksud dengan hidrograf adalah hidrograf debit (discharge hydrograph). Air sungai yang diabstraksikan pada hidrograf berasal dari empat sumber, antara lain (Limantara, 2010): 1. Air yang berasal langsung dari hujan (porsinya kecil). 2. Limpasan atas permukaan (direct runoff, DRO) yang mencapai sungai setelah melalui suatu proses penguapan, infiltrasi, dan tampungan di cekungan. 3. Aliran antara (interflow) yang merupakan bagian dari air hujan yang terinfiltrasi dan mengalir di lapisan tanah atau di lapisan yang tidak jenuh air. 4. Limpasan bawah permukaan, aliran ini mencapai sungai setelah melalui proses perkolasi dan tampungan air tanah. Dengan demikian, limpasan atas permukaan terdiri dari hujan langsung, limpasan (DRO-direct runoff) dan interflow (point 1, 2 dan 3), sedangkan limpasan bawah permukaan (point 4) sebagai aliran dasar (base flow, BF). Hidrograf terdiri dari 3 bagian sebagai berikut: 1. kurva naik: sisi puncak (rising limb) 2. puncak (crest) 3. kurva turun: sisi resesi (recesion limb)

Upload: others

Post on 11-May-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrograf

Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran, dan

waktu, Parameter tersebut bisa berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran.

Hidrograf menunjukkan tanggapan yang menyeluruh dari Daerah Aliran Sungai

(DAS) terhadap masukan data hujan. Di stasiun hydrometer, aliran yang terukur

setiap saat adalah merupakan stage hydrograph dan dengan bantuan lengkung debit

(hubungan kedalaman air dan debit), maka akan dihasilkan discharge hydrograph

(Limantara, 2010). Dalam pengertian sehari-hari, yang dimaksud dengan hidrograf

adalah hidrograf debit (discharge hydrograph). Air sungai yang diabstraksikan

pada hidrograf berasal dari empat sumber, antara lain (Limantara, 2010):

1. Air yang berasal langsung dari hujan (porsinya kecil).

2. Limpasan atas permukaan (direct runoff, DRO) yang mencapai sungai setelah

melalui suatu proses penguapan, infiltrasi, dan tampungan di cekungan.

3. Aliran antara (interflow) yang merupakan bagian dari air hujan yang

terinfiltrasi dan mengalir di lapisan tanah atau di lapisan yang tidak jenuh air.

4. Limpasan bawah permukaan, aliran ini mencapai sungai setelah melalui proses

perkolasi dan tampungan air tanah.

Dengan demikian, limpasan atas permukaan terdiri dari hujan langsung,

limpasan (DRO-direct runoff) dan interflow (point 1, 2 dan 3), sedangkan limpasan

bawah permukaan (point 4) sebagai aliran dasar (base flow, BF). Hidrograf terdiri

dari 3 bagian sebagai berikut:

1. kurva naik: sisi puncak (rising limb)

2. puncak (crest)

3. kurva turun: sisi resesi (recesion limb)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

9

Q

(m3/dt)

t (jam) TB

TR

Qp

Gambar 2.1 Contoh Bentuk Hidrograf

Sumber : Jurnal Teknik Hidroteknik

Adapun tiga sifat pokok yang menandai dan mencirikan bentuk hidrograf antara

lain

1. Waktu naik (time of rise atau time to peak). Waktu naik (TR) adalah waktu

yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai dengan waktu terjadinya

debit puncak.

2. Debit puncak (peak discharge). Debit puncak (Qp) merupakan debit

maksimum yang terjadi dalam kasus tertentu (Salami et.al., 2009).

3. Waktu dasar (base time). Waktu dasar (TB) merupakan waktu yang diukur

dari saat hidrograf mulai naik sampai saat debit kembali pada suatu besaran

yang ditetapkan sebagai aliran dasar.

Hidrograf juga dipisahkan berdasarkan komponen yang mengklasifikasikan

sumber aliran yakni hidrograf aliran langsung (dari limpasan atas permukaan,

DRO-direct runoff) dan hidrograf aliran dasar (dari limpasan bawah permukaan,

BF = Base Flow).

Gambar 2.2 Hidrograf Debit (Discharge Hydrograph)

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

10

Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh (Limantara, 2010) sifat hujan yang terjadi dan

sifat Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lain. Sifat hujan yang sangat mempengaruhi

bentuk hidrograf adalah intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak hujan. Jika

intensitas hujan cukup besar akan menyebabkan hidrograf naik dengan cepat,

sehingga terjadi hidrograf dengan waktu naik yang pendek dan debit puncak relatif

besar. Biasanya intensitas yang besar terjadi dalam waktu yang singkat. Bentuk

hidrograf secara khusus dipengaruhi oleh bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) dan

pola distribusi hujan dengan durasi tertentu. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah impermeable, berbentuk agak melingkar

dengan kemiringan tertentu dan bisa digambarkan garis isochrones-nya. Adapun

garis Isochrones adalah garis yang membagi DAS berdasarkan kesamaan waktu

tempuh selama durasi hujan.

2.2 Hidrograf Satuan

Hidrograf Satuan merupakan suatu metode hidrologi yang banyak digunakan

untuk menaksir banjir rancangan (design flood). Hidrograf aliran sungai selalu

berubah tergantung pada sifat masukan (input) hujannya. Hal ini disebabkan karena

sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sebenarnya adalah sistem yang tidak

linier (non-linier) yang berubah terhadap waktu (non-linier time invariant),

sehingga akan menyederhanakan proses pengalihragaman hujan menjadi aliran.

Berdasarkan anggapan tersebut, maka masukan (input) yang terjadi setiap saat akan

mengakibatkan aliran yang sama atau dengan kata lain, suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) tertentu mempunyai tanggapan khas terhadap masukan (input) hujan

tertentu. Sherman (1932) mengatakan bahwa dalam suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan Daerah Aliran

Sungai (DAS) terhadap masukan (input) hujan. Tanggapan ini diandaikan tetap

untuk masukan (input) hujan dengan besaran dan distribusi tertentu. Tanggapan

demikian dalam konsep model hidrologi dikenal sebagai hidrograf satuan

(Limantara, 2010).

Hidrograf Satuan ditakrifkan sebagai hidrograf limpasan langsung (direct

runoff hydrograph) yang dihasilkn oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

11

DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu tertentu. Untuk memudahkan

pemakaian, umumnya hidrograf satuan ditentukan untuk hujan 1 mm/jam (angka

ini tidak menentukan, karena besaran berapapun dapat digunakan). Memahami

konsep ini dapat dijelaskan berdasarkan andaian – andaian berikut,. Apabila dalam

satu DAS terjadi hujan (dengan besaran dan agihan waktu tertentu), maka hidrograf

yang dihasilkan mencerminkan sifat tanggapan DAS tersebut dalam keadaan

tertentu. Dengan andaian sistem yang ‘liniear’, maka apabila hidrograf tersebut

dihasilkan hujan sebesar X mm, maka hidrograf yang dihasilkan oleh hujan 1 mm

akan sama dengan hidrograf tersebut, kecuali semua ordinat hidrograf tersebut

menjadi 1/X kali. Apabila hujan yang lain terjadi (dengan besaran dan agihan yang

berbeda) dan menimbulkan hidrograf yang berbeda pula, maka hidrograf yang

ditimbulkan oleh hujan 1 mm akan dapat diperoleh dengan cara sama. Dengan cara

tersebut, maka secara teoritik apabila dihitung beberapa hidrograf yang ditimbulakn

oleh hujan 1 mm dari banyak kasus, maka hasilnnya akan selalu sama. Namun

dalam praktek tidak akan dijumpai hal yang demikian karena setiap kasus banjir

(hidrograf) ditimbulkan oleh hujan yang terjadi pada saat berbeda, terutama sekali

karena ‘state of dryness / state of wetness) yang berbeda. Oleh karena itu apabila

hidrograf 1 mm diturunkan dari banyak kasus yang berbeda maka hasilnya akan

berbeda sebanyak kasus yang digunakan. Untuk memperoleh hidrograf yang

ditimbulkan oleh hujan 1 mm yang dapat dianggap mewakili DAS tersebut , maka

hidrograf – hidrograf tersebut harus dirata – ratakan dengan cara tertentu. Apabila

hidrograf 1 mm/jam (hidrograf satuan) ini telah diperoleh, maka apabila diketahui

hujan dengan besaran dan agihan waktu sebarang hidrografnya juga dengan mudah

dapat dihitung. Untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan data hidrograf dan

data hujan yang bersangkutan. Cara yang banyak digunakan dalam analisis adalah

persamaan polynomial atau biasa disebut dengan hidrograf satuan amatan (Sri

Harto, 2009)

Hidrograf satuan ini dianggap tetap selama faktor fisik dari Daerah Aliran

Sungai (DAS) tidak mengalami perubahan. Upaya ini dipakai untuk menghitung

debit sungai. Sedangkan prinsip-prinsip hidrograf satuan dapat diterapkan untuk:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

12

1. menaksir banjir rancangan (design flood), dalam hal ini diperlukan rekaman

data hujan yang panjang.

2. mengisi data banjir yang hilang

3. meramal banjir jangka pendek yang didasarkan atas data hujan tercatat.

Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ukuran yang sangat lebar, maka pusat hujan

dapat berbeda dari hujan yang satu terhadap hujan yang lain, dan masing-masing

bisa menyebabkan limpasan yang berbeda untuk berbagai kondisi. Bagaimanapun

ukuran Daerah Aliran Sungai (DAS) menentukan patokan (batas) maksimum dari

penggunaan hidrograf satuan. Sebenarnya standar ukuran luas yang pasti belum ada

dan belum ditentukan, namun umumnya diambil sekitar 5000 km2. Berdasarkan

prinsip yang diuraikan Sherman, hidrograf satuan mempunyai andaian pokok

sebagai berikut (Limantara, 2010):

1. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh hujan merata selama waktu yang telah

ditetapkan.

2. Ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan.

3. Tanggapan Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak tergantung pada waktu

terjadinya masukan (input) hujan.

4. Waktu dasar hidrograf satuan selalu tetap (tidak memandang/ bergantung

pada intensitas hujan).

5. Hidrograf total merupakan superposisi dari beberapa hidrograf yang

ditimbulkan oleh setiap hujan.

Hidrograf satuan yang didapat dari suatu kasus banjir tertentu belum

merupakan hidrograf yang mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

bersangkutan. Dengan demikian diperlukan hidrograf satuan yang diturunkan dari

banyak kasus banjir, kemudian dirata-rata. Walaupun demikian, tidak ada petunjuk

tentang berapa jumlah kasus banjir yang diperlukan untuk memperoleh hidrograf

satuan ini. Dalam proses perataan hendaknya tidak hanya dilakukan dengan merata-

ratakan ordinat masing-masing hidrograf satuan, karena akan diperoleh hidrograf

satuan dengan debit puncak yang lebih kecil dari nilai rata-rata debit puncak

masing-masing hidrograf satuan. Perataan dilakukan dengan merata-rata baik debit

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

13

puncak maupun waktu untuk mencapai puncak. Kemudian sisi turunnya dibuat

dengan menarik liku resesi rata-rata dengan acuan volume hidrograf satuan sama

dengan satuan volume yang ditetapkan (Limantara, 2010). Hidrograf satuan ada

yang berupa hidrograf satuan terukur yaitu hidrograf satuan hasil penurunan data

hujan dan debit. Data hujan didapat dari stasiun pada alat pencatat hujan, misalnya

Automatic Rainfall Recorder (ARR). Sedangkan data debit didapat dari alat

pencatat debit, misalnya Automatic Water Level Recorder (AWLR). Apabila data

hujan dan debit tidak cukup tersedia, maka penurunan hidrograf satuan dilakukan

dengan cara sintetis, hasilnya berupa hidrograf satuan sintetis (HSS).

Untuk menurunkan hidrograf Satuan diperlukan data hidrograf dan data

hujan yang bersangkutan. Sebaiknya dipilih hidrograf tunggal, agar penyelesaian

mudah. Cara yang banyak digunakan yaitu dengan penyelesaianya persamaan

polinomial. cara ini dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Dipilih kasus hujan dan rekman AWLR (hidrograf tinggi muka air tunggal)

yang terkait. Selanjutnya ditetapkan hidrografnya dengan menggunakan

liku kalibrasi yang berllaku

2. Hidrograf limpasan langsungn diperoleh dengan memisahkan aliran dasar

dari hidrograf tersebut. Selanjutnya hujan efektif ditetapkan dengan

(misalnya) indeks , sedemikian sehingga volume hujan mangkus sama

dengan hidrograf limpasan langsung

3. Hidrograf satuan hipotetik ditetapkan dengan ordinatnya masing – masing

q1,q2,….qn.

4. Hidrograf limpasan langsung yang dihitung (computed) diperoleh dengan

mengalikan hujan efektif dengan hidrograf satuan hipotetik dengan prinsip

superopsisi

5. Hasil hitungan selanjutnya dibandingkan dengan hidrograf limpasan

langsung terukur untuk mendapatkan besaran – besaran q1,q2,……..qn.

2.2.1 Phi index

Andaian bahwa kehilangan air akibat infiltrasi sebagai kehilangan tetap

(Constant loss). Cara ini misalnya dilakukan dengan andaian kehilangan tetap

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

14

indeks ( index ) , cara ini hanya dapat dilakukakn bila terdapat data hujan (jam-

jaman /hyetograph) dan data aliran (hydrograph). Aliran dasar yang dipisahkan dari

hidrografnya, diartikan sama dengan komponen aliran yang disumbang oleh

infiltrasi. Kehilangan air akibat infiltrasi ini dicari dengan cara coba – coba untuk

di kurangkan dari data hujan jam-jaman yang menimbulkan hidrograf yang

bersngkutan.

2.3 Pengertian Hidrograf Satuan Sintetis

Apabila data hujan dan debit tidak cukup tersedia, maka penurunan hidrograf

satuan dilakukan dengan cara sintetis, hasilnya berupa Hidrograf Satuan Sintetis

(HSS). Berdasarkan cara untuk mendapatkan hidrograf satuan pengamatan

(observed unit hydrograph), diperlukan seperangkat data yang berkenaan dengan

data tinggi muka air (rekaman Automatic Water Level Recorder/ AWLR), data

pengukuran debit (discharge measurement/ observed hydrograph), data hujan

harian (daily Rainfall), dan data hujan jam-jaman (hourly Rainfall) dari Automatic

Rainfall Recorder (ARR).

Untuk membuat hidrograf banjir (flood hydrograph) pada sungai-sungai yang

tidak ada atau sedikit sekali dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjir

(flood hydrograph)-nya, maka diperlukan data karakteristik atau parameter daerah

pengaliran/ Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut terlebih dahulu (LImantara,

2010). Data karakteristik atau parameter tersebut meliputi waktu untuk mencapai

puncak (time to peak) hidrograf, lebar dasar (time base), luas (area), kemiringan

(slope), panjang alur terpanjang (the longest main river), koefisien limpasan (run-

off coefficient), dan sebagainya. Untuk sungai-sungai yang tidak mempunyai

hidrograf banjir pengamatan/ observed flood hydrograph (Suwignyo, 2001),

biasanya dipakai hidrograf sintetis (synthetic hydrograph) yang sudah

dikembangkan di negara-negara lain, yang mana parameter-parameternya harus

disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran/ Daerah aliran

Sungai (DAS) yang ditinjau (Limantara, 2009).

Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Htdrograph (SUH) yang telah

dikembangkan oleh para pakar dalam dan luar negeri antara lain HSS Snyder, HSS

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

15

Nakayasu, HSS SCS, HSS Gama I, HSS Limantara dan lain-lain. Hidrograf Satuan

Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Hydrograph (SUH) ini dikembangkan berdasarkan

pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi debit/ aliran baik akibat

pengaruh translasi maupun tampungan, dipengaruhi oleh sistem Daerah Aliran

Sungai (DAS)/ daerah pengalirannya. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic

Unit Hydrograph (SUH) merupakan suatu cara untuk memperkirakan penggunaan

konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak tersedia pengukuran-

pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir/ flood hydrograph (Limantara,

2010).

2.3.1 Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I

Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I asalnya dari Indonesia dan

ditemukan oleh Sri Harto. Pengamatan dilakukan pada sekitar 300 banjir sungai-

sungai di Pulau Jawa.

2.3.1.1 Parameter Hidrograf Satuan Gama I

Parameter yang diperlukan dalam analisa memakai Hidrograf Satuan

Sintetik (HSS) Gamma I antara lain:

1. Luas DAS/ area (A)

2. Panjang alur sungai utama/ the length of main river (L)

3. Panjang alur sungai ke titik berat DAS/ the length of river towards the weight

point of the catchment area (Lc)

4. Kelandaian sungai/ river slope (S)

5. Kerapatan jaringan kuras/ drainage density (D)

Selain parameter di atas, masih ada parameter lain yang dipakai, antara lain:

1. Faktor sumber (SF)

2. Frekuensi sumber (SW)

3. Luas DAS sebelah Hulu (RUA)

4. Faktor simetri (SIM)

5. Jumlah pertemuan sungai (JN)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

16

2.3.1.2Definisi Parameter Hidrograf Satuan sintetis Gama I

1. Kerapatan Jaringan Kuras / Drainage Density (D)

Kerapatan jaringan kuras merupakan perbandingan antara panjang total aliran

sungai (jumlah panjang sungai semua tingkat) dengan luas Daerah Aliran Sungai

(DAS).

Jika kerapatan jaringan kuras tinggi, maka:

- DAS terpotong-potong

- Reaksi : masuknya air hujan relatif cepat

- Umumnya terjadi pada tanah yang mudah tererosi / relatif kedap air,

kemiringan lahan curam, hanya sedikit ditumbuhi tanaman.

Jika kerapatan jaringan kuras rendah, maka:

- DAS sulit dikeringkan

- Umumnya terjadi pada tanah yang tahan terhadap erosi (sangat lolos air)

Gambar 2.3 Sketsa Penetapan Tingkatan Sungai

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12

2. Faktor Sumber (SF)

Faktor sumber merupakan perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai

tingkat satu dengan jumlah panjang-panjang sungai semua tingkat.

Kategori tingkat sungai berdasarkan cara Stahler:

- Sungai paling ujung disebut sebagai sungai tingkat satu

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

17

- Jika dua sungai yang sama tingkatnya bertemu, maka akan terbentuk sungai

satu tingkat lebih besar.

- Jika sungai dengan suatu tingkat tertentu bertemu dengan sungai yang

tingkatnya lebih rendah, maka tingkat sungai mua-mula tidak berubah

3. Frekuensi Sumber (SN)

Frekuensi sumber merupakan perbandingan jumlah pangsa sungai tingkat satu

dengan jumlah pangsa sungai semua tingkat

4. Faktor Lebar (WF)

Faktor lebar merupakan perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik

sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak

0,25 L dari titik kontrol (outlet)

Gambar 2.4 Sketsa Penentuan Lebar Sungai

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12

A ~ B = 0,25 L.…………….…….….….………..……………………. (1)

A ~ C = 0,75 L………………….…...…..…………………………….. (2)

WF = Wl

Wu………………………...……..…………………………... (3)

5. Luas DAS Sebelah Hulu (RUA)

Luas DAS sebelah hulu merupakan perbandingan antara luas DAS di sebelah

hulu garis yang ditarik ⊥ garis hubung antara titik kontrol (outlet) dengan titik di

sungai yang terdekat dengan pusat berat (titik berat) DAS

C

Ww

B

A

WL

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

18

Gambar 2.5 Sketsa Penentuan Luas DAS

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12

6. Faktor Simetri (SIM)

Faktor simetri merupakan hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS

sebelah hulu (RUA) jadi:

- Jika SIM ≥ 0,50, berarti : bentuk DAS melebar di sebelah hulu dan

menyempit di hilir

- Jika SIM < 0,50 berarti : bentuk DAS kecil di sebelah hulu dan melebar di

sebelah hilir

Persamaan untuk menentukan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

1. TR = 1,27751,0665SIMSF

1

100

L 0,43

3

++

................................................. (4)

2. TB = 0,25740,73440,09860,1457 RUASNSTR27,4132 − ............................................ (5)

3. Qp = 0,23810,40080,5886 JNTRA0,1836 − ......................................................... (6)

4. K = 0,04521,08970,14460,1793 DSFSA0,5617 −− .................................................... (7)

5. Qt = K

t

eQp−

......................................................................................... (8)

6. Qb = 0,94300,6444DA0,4751 .......................................................................... (9)

Dengan :

TR = waktu naik hidrograf (jam)

TB = waktu dasar hidrograf (jam)

Qp = debit puncak hidrograf (m3/dt)

K = tampungan (jam)

QB = aliran dasar (m3/dt)

Qt = debit resesi hidrograf (m3/dt)

RUA = A

Au

Au

Au

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

19

Gambar 2.6 Bentuk HSS Gama I

Sumber: Sri Harto 2009

2.3.2 Hidrograf Satuan Sintetis Limantara

Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Limantara, yang asalnya dari Indonesia,

ditemukan oleh Lily Montarcih Limantara pada tahun 2006. Lokasi penelitian di

sebagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Indonesia antara lain di Jawa (6 DAS, 67

Sub DAS), Bali (2 DAS, 13 Sub DAS), Lombok (1 DAS, 5 Sub DAS) dan

Kalimantan Timur (1 DAS, 9 Sub DAS).

2.3.2.1 Parameter Hidrograf Satuan Sintetis Limantara

Parameter Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan dalam analisa

memakai Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Limantara ada 5 (lima) antara lain

(Limantara, 2009b)

1. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)/ area (A)

2. Panjang sungai utama/ the length of main river (L)

3. Panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat Daerah Aliran

Sungai (DAS)/ the length of river until the point where is the nearest with

the weight point of the catchment area (Lc)

4. Kemiringan sungai/ river slope (S)

5. Koefisien kekasaran/ roughness coefficient (n)

Masing-masing parameter tersebut di atas dapat dijelaskankan sebagai

berikut:

1. Luas DAS (A)

Luas DAS (A) diperkirakan dengan mengukur daerah itu pada peta Daerah

Aliran Sungai (DAS). Jika dihitung per-satuan unit luas, maka banjir yang terjadi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

20

di daerah dengan luas yang kecil akan lebih besar dibandingkan dengan banjir yang

terjadi di sungai dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih luas.. Hal ini

disebabkan karena di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kecil, air hujan mudah

mencapai sungai sedangkan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang luas

kemungkinan terdapat danau, rawa, kolam, tanah yang porous (misalnya pasir) dan

lain-lain, yang dapat menahan air hujan. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)

dipandang berpengaruh besar terhadap debit puncak (peak discharge). Daerah

Aliran Sungai (DAS) yang kecil memiliki tanggapan yang berbeda dengan Daerah

Aliran Sungai (DAS) yang besar, terutama tentang hubungannya dengan peristiwa

limpasan.

2. Panjang sungai utama (L)

Panjang sungai (L) merupakan jarak dari outlet ke batas daerah aliran, yang

diukur sepanjang saluran aliran utama. Semakin panjang sungai, maka jarak antara

tempat jatuhnya hujan dengan outlet semakin besar, sehingga waktu yang

diperlukan air hujan untuk mencapai outlet lebih lama dan akan menurunkan debit

banjir (flood peak). Hal ini disebabkan karena makin panjang sungai maka akan

makin banyak memberikan kesempatan bagi air hujan untuk mengalir sebagai

limpasan. Dengan demikian jumlah kehilangan air akan semakin besar pula.

3. Panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat DAS (Lc)

Lc merupakan panjang sungai dari outlet sampai titik berat Daerah Aliran Sungai

(DAS) dan diukur sepanjang aliran utama. Parameter ini didasarkan pada penelitian

Gupta (1967), antara lain dalam upayanya untuk mengaitkan besarnya debit puncak

(peak discharge) dengan faktor-faktor fisik Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang cenderung menyempit di bagian hilir, maka titik

berat Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terletak hampir ke hulu. Meskipun Lc

cenderung panjang, tapi dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

menyempit ke bagian hilir, maka akan mempercepat naiknya debit puncak (peak

discharge) dan waktu untuk mencapai debit puncak (time to peak) relatif singkat.

Sebaliknya untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mempunyai lebar cenderung

merata dari hulu ke hilir, maka titik berat Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terletak

hampir di tengah Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam hal ini walaupun Lc relatif

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

21

pendek, dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebar, akan

memperlambat naiknya debit puncak(peak discharge) dsan waktu untuk mencapai

debit puncak (time to peak) relatif lama.

4. Kemiringan sungai (S)

Kemiringan sungai (S) merupakan kemiringan sungai utama. Pada umumnya

hanya sungai utama yang diperhatikan dalam menggambarkan kemiringan Daerah

Aliran Sungai (DAS) secara umum. Kemiringan sungai secara rasional berpengaruh

terhadap debit puncak/ peak diacharge (Qp). Dengan kemiringan yang curam akan

mempercepat waktu untuk mencapai puncak banjir (time to peak) karena limpasan

semakin cepat masuk ke sungai. Kemiringan sungai utama menentukan kecepatan

aliran dalam saluran, seperti halnya liku resesi hidrograf yang digambarkan oleh

pengosongan tampungan. Kemiringan sungai yang curam akan mempercepat

pengosongan tampungan dan akan menghasilkan liku resesi hidrograf yang curam,

sehingga menjadikan waktu dasar hidrograf menjadi pendek. Dalam banyak kasus,

kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang landai justru menghasilkan debit

puncak (peak discharge) yang lebih besar. Taylor dan Cordery (1991) menyarankan

cara menghitung kemiringan sungai dengan anggapan aliran seragam. Dengan

alasan kecepatan berbanding lurus dengan akar kemiringan sungai (rumus

Manning), maka prosedur perhitungan kemiringan sungai adalah dengan membuat

seimbang antara segmen-segmen sungai dengan akar kemiringannya. Jadi, jika

sungai dengan kekasaran Manning yang sama dibagi dengan N segmen dengan

kemiringan masing-masing Si (Gambar 12.12), dengan kecepatan aliran adalah

sama (V1 = V2 = V3 = VN), maka indeks kemiringan sederhana menjadi:

S =

2

N

Si ........ Si

L

E ...................................................................... (10)

Dengan :

E = beda elevasi dasar sungai (m)

L = panjang segmen sungai (m)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

22

Gambar 2.7 Pembagian Segmen Kemiringan Sungai

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12

5. Koefisien kekasaran (n)

Di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat hutan dan beberapa bagian

tegalan, sawah, dan pemukiman, yang membutuhkan perkiraan koefisien kekasaran

(n). Koefisien kekasaran (n) untuk lahan pertanian dengan tanaman diperkirakan

sebesar 0,035 sedangkan untuk hutan atau semak belukar sebesar 0,07. Dengan

persamaan garis linier pada 2 titik yaitu pada kondisi tidak terdapat hutan dan

kondisi hutan seluruhnya, maka: (Chow, 1988)

n =

+

A

Afx 1035,0 ........................................................................................ (11)

Dengan:

n = koefisien kekasaran DAS

Af = luas hutan

A = luas DAS

Berdasarkan rumus di atas, jika luas hutan 100% (DAS seluruhnya berupa hutan),

maka akan diperoleh koefisien kekasaran Daerah Aliran Sungai (DAS): n = 0,070.

Sebaliknya jika tidak ada hutan sama sekali (dalam arti Af = 0), maka akan

diperoleh koefisien kekasaran Daerah Aliran Sungai (DAS): n = 0,035. Seperti

diketahui, hutan pada umumnya ditumbuhi tanaman-tanaman (pohon-pohon) yang

besar sehingga menggambarkan kekasaran Daerah Aliran sungai (DAS) cukup

besar, dalam arti akan menghambat jalannya air hujan yang melimpas. Sedangkan

untuk sawah dan tegalan hanya ditumbuhi tanaman yang relatif kecil dan dianggap

tidak cukup kuat dalam menghambat air hujan yang melimpas. Demikian juga

daerah pemukiman, dianggap tidak cukup kasar untuk menghambat jalannya air

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

23

hujan yang melimpas. Berdasarkan alasan tersebut, Chow (1988) hanya

memasukkan faktor luas hutan dalam perhitungan koefisien kekasaran Daerah

Aliran Sungai (DAS).

2.3.2.2 Persamaan Hidrograf Satuan Sintetis Limantara

A. Persamaan Debit Puncak

Qp = 0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168 ....................................................... (12)

Dengan:

Qp = debit puncak banjir hidrograf satuan (m3/dt/mm)

A = luas DAS (km2)

L = panjang sungai utama (km)

Lc = panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan

titik berat DAS (km)

S = kemiringan sungai utama

n = koefisien kekasaran DAS

0,042 = koefisien untuk konversi satuan (m0,25/dt)

B. Persamaan Kurva Naik

Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 ................................................................................... (13)

Dengan:

Qn = debit pada persamaan kurva naik (m3/dt/mm)

Qp = debit puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm)

t = waktu hidrograf (jam)

Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograf (jam)

C. Persamaan Kurva Turun

Qt = Qp.100,175(Tp – t) .................................................................................... (14)

Dengan:

Qt = debit pada persamaan kurva turun (m3/dt/mm)

Qp = debit puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm)

Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograf (jam)

t = waktu hidrograf (jam)

0,175 = koefisien untuk konversi satuan (dt-1)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

24

2.3.2.3 Analisa Dimensi Satuan

A. Persamaan Debit Puncak Banjir (Qp)

Qp = 0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168..................................................... (15)

Analisa dimensi untuk Qp (debit puncak persatuan luas) sbb:

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 [ T ]-1 [ L 2 ]0,451 [ L ]0,497 [ L ]0,356

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 [ T ]-1 [ L ]0,902 [ L ]0,497 [ L ]0,356

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 + 0,902 + 0,497 +0,356 [ T ]-1

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1

B. Persamaan Kurva Naik (Qn)

Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 .................................................................................... (16)

Analisa dimensi Qn (debit naik persatuan luas) sbb:

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1 { [ T ]-1 / [ T ]-1 }1,107

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1 x 1

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1

C. Persamaan Kurva Turun (Qt)

Qt = Qp.e0,175(Tp – t) ....................................................................................... (17)

Analisa dimensi Qt (debit turun persatuan luas) sbb:

ln Qt = 0,175 (Tp – t) x ln Qp

ln [ L ]2 [ T ]-1 = [ T ]-1 [ T ]1 x ln [ L ]2 [ T ]-1

ln [ L ]2 [ T ]-1 = 1 x ln [ L ]2 [ T ]-1

[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1

2.3.2.4 Batasan Keberlakuan Hidrograf Satuan Sintetis Limantara

Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Limantara dapat diterapkan pada Daerah

Aliran Sungai (DAS) lain yang memiliki kemiripan karakteristik dengan DAS-DAS

di lokasi penelitian. Spesifikasi teknik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Limantara

disajikan pada tabel 2.1

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

25

Tabel 2.1 Spesifikasi Teknik HSS Limantara

Uraian Notasi Satuan Kisaran

Luas DAS A km2 0,325 –

1667,500

Panjang sungai utama L km 1,16 – 62,48

Jarak titik berat DAS ke

outlet Lc km 0,50 – 29,386

Kemiringan sungai utama S - 0,00040 –

0,14700

Koefisien kekasaran DAS N - 0,035 – 0,070

Bobot luas hutan Af % 0,00 - 100

Sumber: Limantara (2009)

2.3.2.5 Perkiraan Waktu Puncak Banjir (TP)

Untuk memperkirakan waktu puncak banjir/ time to peak (Tp) bisa dipakai

rumus seperti pada Nakayasu sbb:

Tp = tg + 0,8 ......................................................................................... (18)

Dengan:

Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir

(jam)

tg = waktu konsentrasi hujan (jam)

Cara menentukan tg:

Jika L 15 km, maka

tg = 0,40 + 0,058 L ................................................................................ (19)

L < 15 km, maka

tg = 0,21 L0,7 ......................................................................................... (20)

Dengan:

= parameter hidrograf

tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg

2.3.3 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Hydrograph (SUH) Nakayasu

dikembangkan di Jepang dan sangat populer di Indonesia. Perhitungan debit banjir

rancangan untuk suatu bangunan air di Indonesia umumnya menggunakan metode

Nakayasu yang ditambah dengan metode lain sebagai pembandingnya.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

26

2.3.3.1. Parameter Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Parameter yang dibutuhkan dalam analisa memakai Hidrograf Satuan

Sintetis (HSS) Nakayasu antara lain (Limantara, 2010):

1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to

peak magnitude), didimbolkan dengan Tp

2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag):

disimbolkan dengan tg

3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph), disimbolkan dengan

TB

4. Luas daerah pengaliran (catchment area), disimbolkan dengan A

5. Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel) .

disimbolkan dengan L

6. Koefisien pengaliran (run-off coefficient), disimbolkan dengan C

2.3.3.2. Rumus Penunjang

Tp = tg + 0,8 tr ......................................................................................... (21)

T0,3 = tg ................................................................................................ (22)

Dengan:

Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak

banjir → jam

tg = waktu konsentrasi hujan → jam

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak

sampai menjadi 30% dari debit puncak → jam

Cara menentukan tg:

Jika L 15 km, maka

tg = 0,40 + 0,058 L .................................................................................... (23)

L < 15 km, maka

tg = 0,21 L0,7 ............................................................................................. (24)

Dengan:

= parameter hidrograf

tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

27

Catatan:

- Untuk daerah pengaliran biasa: α = 2

- Untuk bagian naik hidrograf (rising limb) yang lambat dan bagian menurun

(recession line) yang cepat: α = 1,5

- Bagian naik hidrograf (rising limb) yang cepat dan bagian menurun

(recession line) yang lambat: α = 3

- Menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan di Indonesia,

untuk memperoleh hasil yang akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik

Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, perlu dilakukan kalibrasi

terhadap parameter : α tersebut.

2.3.3.3. Persamaan Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

1. Debit Puncak Banjir (Peak Discharge):

Qp = ( )T0,30,3Tp 3,6

RoAc

+

.................................................................... (25)

Dengan :

Qp = Qmaks, merupakandebit puncak banjir (m3/dt)

c = koefisien aliran (= 1)

A = luas DAS sampai ke outlet (km2)

Ro = hujan satuan (mm)

Tp =tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30 % dari debit puncak (jam).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

28

I

Tr

0,8 tr tg

lengkung turun

lengkung naik Qp 0,32 Qp

0,3 Qp

Tp T0,3 1,5 T0,3

Gambar 2.8 Hidrograf Satuan Nakayasu

Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12

2. Persamaan Hidrograf Satuan Nakayasu Asli antara lain:

a. Pada Kurva Naik (Rising Limb)

0 t<Tp.............................................................................................. (26)

Qt = Qmaks 4,2

Tp

t ................................................................................ (27)

b. Pada Kurva Turun (Recession Line)

Tp t< (Tp + T0,3) ............................................................................. (28)

Qt = T0,3

Tpt

0,3Qmaks

.......................................................................... (29)

(Tp + T0,3) t < (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) ........................................... (30)

Qt = 1,5T0,3

T0,35,0Tpt

0,3maksQ

+−

................................................................ (31)

t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) ................................................................. (32)

Qt = 2T0,3

1,5T0,3Tpt

0,3maksQ

+−

............................................................... (33)

2.4 Komparasi Model / Kalibrasi Model

Komparasi atau kalibrasi model ini untuk mengetahui Kesalahan relatif dari

setiap parameter, Model yang dikembangkan untuk perkiraan debit banjir pada

suatu DAS, disusun untuk mensimulasikan proses aliran permukaan yang ada di

alam. Keluaran model diharapkan mampu mendekati kejadian banjir yang

sebenarnya. Namun demikian, model hampir tidak mungkin dapat mensimulasikan

proses di alam dengan tepat.Oleh karena itu akan selalu ada penyimpangan antara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

29

hasil keluaran model dan pengamatan di lapangan. akan dihitung menggunakan

persentase perbedaan dari masing-masing model hidrograf terhadap hidrograf

satuan terukurnya dengan rumusan sebagai berikut (Syafrudin, 2014):

1) Persentase perbedaan nilai debit puncak (Qp)

QP = %100xQpp

QpsQpp

− ................................................................ (34)

2) Persentase perbedaan nilai waktu puncak (Tp)

TP = %100xTpp

TpsTpp

− .................................................................. (35)

3) Persentase perbedaan nilai volume puncak (Vp)

VP = %100xVpp

VpsVpp

− ................................................................. (36)

Dengan:

QP = Persentase perbedaan debit puncak antara pengamatan

dan simulasi (%)

TP = Persentase perbedaan waktu puncak antara pengamatan

dan simulasi (%)

Vp = Persentase perbedan volume puncak antara pengamatan

dan simulasi (%),

Qpp = Debit puncak pengamatan (m3/dt),

Qps = Debit puncak simulasi (m3/dt),

Tpp = Waktu puncak simulasi (m3/dt),

Tps = Waktu puncak simulasi (m3/dt),

Vpp = Volume puncak simulasi (m3/dt),

Vps = Volume puncak simulasi (m3/dt),

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrograf

30

2.5 Validasi Kesesuaian Hidrograf Metode RSME

RMSE (root mean square erorr) merupakan metode alternatif untuk

mengevaluasi teknik peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi

hasil perkiraaan suatu model. Keakuratan metode estimasi kesalahan pengukuran

diindikasikan dengan adanya RMSE yang kecil. Metode estimasi yang mempunyai

RMSE lebih kecil dikatakan lebih akurat daripada metode estimasi yang

mempunyai RMSE lebih besar. RMSE dapat dihitung dengan rumus:

RMSE =√∑ (𝑄𝑒−𝑄𝑜

𝑛)2

𝑛

𝑖 ................................................................................... (37)

Dengan :

RMSE = Root Mean Square Error

Qe = Debit estimasi (m3 /det)

Qo = Debit observasi (m3 /det)

n = Jumlah pengamatan