bab ii tinjauan pustaka 2.1. definisi...
TRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor
dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatamodjo,
2003):
7
Universitas Sumatera Utara
A. Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Apikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
B. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.
Menurut Purwanto (1999) sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri ciri sikap
(Purwanto, 1999) adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus,
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu
pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan
Universitas Sumatera Utara
dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari,
atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang
dirumuskan dengan jelas.
4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang
membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap
positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999).
Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan :
1. Menerima (Receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulasi yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Universitas Sumatera Utara
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang tinggi.
C. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik
2.2 Teori Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
A. Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari (Notoatamodjo,2003) :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior intention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information).
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil keputusan
(personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
B. Teori WHO
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu:
a. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling dekat.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang, lebih – lebih anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh
orang – orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk
dicontoh.
e. Sumber – sumber daya (resources)
Maksudnya adalah fasilitas – fasilitas uang waktu tenaga dan sebagainya.
Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat, yang dapat bersifat positif ataupun negatif.
f. Perilaku normal, kebiasaan nilai – nilai, dan penggunaan sumber – sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada
umumnya disebut kebudayaan. (Notoatamodjo,2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Anak Buah Kapal
Pelaut adalah seseorang yang pekerjaannya berlayar di laut atau dapat pula
berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu operasi, perawatan atau
pelayanan kapal dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di
atas kapal, selain itu juga sering disebut dengan Anak Buah Kapal.
Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian.
Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung
jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran.
2.3.1 Hierarki Awak Kapal
1. Perwira Depertemen Kapal
Kapten/Nahkoda/Master adalah pimpinan dan penanggung jawab
pelayaran Mualim I/Chief Officer Mate bertugas mengatur muatan
persediaan air tawar dan sebagai pengatur arah navigasi. Mualim
2/Second Officer Mate bertugas mengatur jalan/route yang akan di
lakukan dan pengatur arah navigasi. Mualim 3/Third Officer/Third Mate
bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua alat
keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi.
Markonis/Radio Officer/Spark bertugas sebagai operator radio/
komunikasi serta bertanggung jawab menjaga keselamatan kapal dari
merabahaya baik itu yang ditimbulkan dari alam seperti badai, ada kapal
tenggelam, dll. Namun pada awal tahun 1990-an posisi markonis ini
Universitas Sumatera Utara
terancam dengan adanya peralatan komunikasi yang sangat modern yaitu
dengan menggunakan sistem INMARSAT (International Maritime
Satelit) dan GMDSS (Global Maritime Distress Safety System).
Komunikasi dengan menggunakan INMARSAT lebih cepat, tepat dan
akurat karena menggunakan sistem satelit pengiriman berita bisa lewat e-
mail ataupun telephone secara langsung. Banyak perusahaan pelayaran
tidak mempekerjakan seorang markonis di atas kapal, karena para Mualim
dan Kapten juga diperbolehkan mengoperasikan perlatan INMARSAT
dan GMDSS dengan ketentuan sertifikasi yang layak untuk menggantikan
posisi markonis. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada para
ex markonis/operator radio untuk mengambil ijazah Mualim III/ANT III
(Deck Department), akan tetapi tidak semua ex markonis tersebut dapat
mengikuti pendidikan untuk mengambil ijazah ANT III.
2. Perwira Departemen Mesin.
KKM (Kepala Kamar Mesin)/Chief Engineer, pimpinan dan
penanggung jawab atas semua mesin yang ada dikapal baik itu mesin
induk, mesin bantu, mesin pompa, mesin crane, mesin skoci, mesin
kemudi, mesin freezer, dll. Masinis I/First Engineer bertanggung jawab
atas mesin induk, Masinis 2/Second Engineer bertanggung jawab atas
semua mesin pompa. Juru Listrik/Electrician bertanggung jawab atas
semua mesin yang menggunakan tenaga listrik dan seluruh tenaga
cadangan. Juru minyak/Oiler pembantu Masinis/Engineer Ratings atau
Universitas Sumatera Utara
bawahan Bagian dek: Boatswain atau Bosun atau Serang (Kepala kerja
bawahan) Able Boiled Seaman (AB) atau Jurumudi Ordinary Seaman
(OS) atau Kelasi atau Sailor Pumpman atau juru pompa, khusus kapal-
kapal tanker (kapal pengangkut cairan), Bagian Permakanan: Juru
masak/cook bertanggung jawab atas segala makanan baik itu memasak,
pengaturan menu makanan dan persediaan makanan. Mess boy/ pembantu
bertugas membantu juru masak, Bagian Mesin: Mandor (Kepala Kerja
Oiler dan Wiper).
2.4 HIV/AIDS
2.4.1 Sejarah HIV/AIDS
Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute Pasteur Paris yaitu Dr. L.
Montaigner pada tahun 1981 dari seorang penderita dengan gejala Lymphadenopathy
syndrome. Pada tahun 1984, Gallo dari National Institute of Health, USA
menemukan virus lainnya yang disebut HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus
Type III ). Kedua virus ini masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab
AIDS karena dapat diisolasikan dari penderita di Amerika, Eropa, dan Afrika Tengah.
Penyelidikan lebih lanjut akhirnya membuktikan bahwa kedua virus tersebut adalah
sama. Pada Tahun 1986 International Committee on Taxonomy of Viruses
memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama
LAV ( Lhymphadenopathy Associated Virus ) dan HTLV – III ( Depkes RI, 1997 ).
Universitas Sumatera Utara
Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) mulai pada pertengahan
hingga akhir 1970-an, tetapi dianggap ada di Afrika selama bertahun-tahun
sebelumnya. Kasus pertama diketahui di Afrika Tengah tetapi kematian disalahkan
pada tuberkulosis dan penyakit lain. Penelitian epidemiologi penyakit HIV dimulai
pada 1981 setelah perjangkitan pertama suatu bentuk kanker yang jarang, sarkoma
Kaposi, dan pneumonia Pneumocystis carinii di beberapa kota di Ameriaka Serikat.
Pada 1982, Centres for Disease Control and Prevention (CDC), di Atllanta, Amerika
Serikat, mendefenisikan sindrom kanker dan penyakit menular sebagai Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS): sebagaimana pengertian tentang gejala
lanjutan infeksi HIV muncul dan terjadi perubahan pada diagnosis, defenisi AIDS
beberapa kali diubah. Pada 1983, virus penyebab AIDS dikenal di Perancis: pada
awalnya diberi nama HTLV-III atau LAV dan kemudian diubah menjadi HIV. Tes
untuk menemukan antibodi pada HIV dikembangkan pada 1984, dan ini
memungkinkan penyelidikan epidemiologi pada orang dengan AIDS atau mereka
dengan bentuk penyakit HIV atau tanpa gejala.
Pengalaman global menunjukkan bahwa kendati geografi dapat melambatkan
tibanya HIV, itu tidak bersifat melindungi. Epidemi HIV/AIDS, selama dua
dasawarsa belakangan ini, telah menyebar ke lebih 190 negara di semua benua,
UNAIDS memperkirakan bahwa, pada akhir 2000, ada 36, 1 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS, dengan 90% di negara berkembang. Jumlah kematian karena
AIDS sejak awal epidemi menjadi 21,8 juta. Pada awal epidemi HIV/AIDS, di dunia
berkembang, hampir seluruh infeksi HIV terjadi pada pria. Ini tidak berlaku lagi
Universitas Sumatera Utara
dengan wanita lebih sering terinfeksi HIV. Pada 2000, UNAIDS memperkirakan
lebih dari 16,4 juta wanita di seluruh dunia terinfeksi HIV. Data saat ini mengesankan
bahwa AIDS muncul sebagai penyebab utama kematian orang dewasa berusia 24-44
tahun di daerah yang sangat luas di dunia maju dan berkembang (The Centre for
Harm Reduction, 2001).
2.4.2. Penularan HIV/AIDS
Virus HIV terdapat di dalam darah, mani, cairan vagina, air mata, air
ludah, cairan otak, air susu, dan air seni penderita HIV, namun penyakit AIDS
ditularkan hanya melalui virus HIV yang terdapat DCMV. Penularan virus ini adalah
melalui hubungan seksual, suntikan jarum yang terkontaminasi HIV. Transfusi darah
atau komponen darah terkontaminasi HIV, ibu yang hamil ke bayi yang
dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang di simpan di bank sperma, yang
dimaksud hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan jenis (lelaki –
perempuan), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki) atau biseksual, yaitu lelaki
kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan kadang-kadang juga dengan
wanita. (Djoerban, 2001 ).
2.4.3. Masalah Psikososial Penderita HIV/AIDS
Beberapa masalah yang psikososial yang dihadapi penderita HIV/AIDS
adalah:
1. Kendala Pengobatan
Universitas Sumatera Utara
Penderita AIDS memerlukan pelayanan kesehatan seperti penderita
penyakit menahun lainnya, mereka memerlukan pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan pemantauan yang seksama untuk mengobati
dan mencegah agar penyakit infeksinya tidak berlarut-larut dan
menyebabkan cacat. Beban lain yang harus ditanggung oleh pasien
HIV/AIDS adalah biaya pengobatan yang amat mahal.
2. Aspek kerahasiaan
Keingintahuan seseorang tentang cara penularan AIDS adalah sikap
yang amat positif, agar ia tahu orang lain dapat terhindar dari
penularan HIV. Namun sebaliknya keingintahuan akan identitas
seseorang penderita AIDS atau seseorang yang terinfeksi HIV
seringkali berakibat buruk, misalnya penderita bisa menghilang dari
rumahnya. Penderita HIV/AIDS seharusnya dilindungi dari masalah
tersebut, karena dampaknya akan buruk sekali terhadap penderita
keluarga maupun masyarakat ( Djoerban, 2001 ).
Masalah psikososial ini muncul karena perbedaan masyarakat dalam
menyikapi penyakit AIDS tersebut. Seseorang menunjukan sikap yang berbeda dalam
memandang suatu objek, sikap yang ditunjukkan tersebut merupakan rangkaian dari
perasaan, konasi dan afeksi yang selanjutnya membentuk persepsi terhadap objek
tersebut. (Djoerban, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Upaya Penanggulangan HIV/AIDS
Masalah AIDS telah menjadi masalah internasional, World Health
Organization (WHO) mengambil keputusan untuk menghadapi masalah AIDS
dengan program khusus secara terpadu yang disebut Global Programe on AIDS
(GPA) yang memberikan bantuan kepada setiap negara anggota untuk
mengembangkan program AIDS nasional dengan memperhatikan srategi global
WHO yaitu dengan menginterogasikannya kedalam sistem yang ada dan bersifat
kecil edukatif dan preventif agar setiap orang dapat melindungi dirinya dari
HIV/AIDS.
Dalam menanggulangi masalah ini pemerintah membuat suatu rancangan
dalam masalah perawatan penderita HIV/AIDS yaitu program pelayanan konseling
dan testing sukarela atau disebut juga voluntary conselling and test (VCT) . Program
ini dijalankan dalam lembaga rumah sakit sampai tingkat puskesmas dan bekerjasama
dengan pihak pihak lembaga swadaya masyarakat.
Konseling ini bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan
sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu
memahami dan menandatangani inform consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapat penjelasan yang lengkap dan benar.
2.6 Konseling
Pengertian konseling menurut beberapa defenisi.
1. Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan
Universitas Sumatera Utara
orang lain. (Depkes RI, 2000:32).
2. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap,
dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik
bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk
mengatasi masalah tersebut.(Saifudin, Abdul Bari dkk, 2001:39 )
2.7 Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela
(KTS)
Voluntary Conselling and testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut
konseling dan tes sukarela, VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan
rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di Laboratorium.
Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani
informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapat penjelasan yang lengkap
dan benar (KPAI,2007)
2.7.1 Proses Konseling
Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang
membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan dukungan
mental-emosional kepada klien. Proses konseling mencakup upaya-upaya yang
realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Proses konseling hendaknya mampu :
1. Memastikan klien mendapatkan informasi yang sesuai fakta.
2. Menyediakan dukungan saat kritis.
3. Mendorong perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah atau
membatasi penyebaran infeksi.
4. Membantu klien memusatkan perhatian dan mengenali kebutuahan
jangka pendek serta jangka panjang dirinya sendiri.
5. Mengajukan tindakan nyata yang sesuai untuk dapat diadaptasikan
klien dalam kondisi yang berubah.
6. Membantu klien memahami informasi peraturan perundang-undangan
tentang kesehatan dan kesejahteraan.
7. Membantu klien untuk menerima informasi yang tepat, dan menghargai
serta menerima tujuan tes HIV baik secara teknik, sosial, etika dan
implikasi hukum.
Selama proses konseling konselor bertindak sebagai pantulan cermin bagi
pikiran, perasaan dan perilaku klien, dan konselor memandu klien menemukan jalan
keluar yang diyakininya. konseling sering kali diperlukan, tergantung dari masalah
dan kebutuhan klien.
2.7.2 Tahapan Konseling
a. Konseling pra tes
Universitas Sumatera Utara
Tahapan ini adalah permulaan pengenalan konseling dengan klien, hal – hal
apa saja yang akan dilakukan selama proses konseling dimulai dari tahap ini. tahapan
ini adalah awal dari VCT . Dimulai dari pengenalan karakteristik klien, sampai ke
pemahaman klien terhadap HIV/AIDS. Dalam tahap ini konselor harus dapat
memahamkan klien tentang :
1. Implikasi mengenai status serologi
2. Cara beradaptasi dengan informasi baru
3. Membuat persetujuan tes (informed consent)
4. Dilakukan sebelum menjalani test, berisi :
- Pemahaman HIV/AIDS dan tes
- Pemahaman profil risiko klien
- Diskusi seksualitas, relasi, perilaku seksual
- Perilaku berkaitan dengan penggunaan Napza
- Cara Prevensi
b. Konseling pasca test
Tahapan ini dilakukan setelah klien selesai melakukan tes darah di
laboratorium. Konseling pada tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini
emosional klien akan sangat terungkap pada konseling, konseling ini seharusnya :
1. Konseling pasca tes selalu harus ditawarkan pada klien
2. Tujuan utama adalah memahami hasil tes dan mulai beradaptasi dengan
status serelogiknya.
b.1 Bila hasil Positif (+)
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil segera disampaikan kepada klien dengan jelas dan nada suara
datar, lakukan dukungan emosional pada klien dan diskusikan tentang
cara menghadapinya
2. Pastikan klien mempunyai dukungan emosional cukup dan segera dari
orang dekatnya
3. Diskusi hubungan seks aman
4. Konseling memberikan dukungan akan perlunya terapi perawatan diri
– gaya hidup sehat
5. Bagi keluarga yang membutuhkan konseling agar dapat mendukung
klien dan diri sendiri
b.2 Bila hasil Negatif (-)
1. Diskusikan perubahan perilaku kearah hidup sehat
2. Motivasi klien untuk mengubah perilaku dengan memberikan akses
rujukan pelayanan
3. Hasil negatif bukan berarti tak terinfeksi, ulangi tes 1 – 3 bulan lagi.
2.7.3 Konselor VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan
yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT minimal dua orang dan
tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya
menangani untuk 5-8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing
dan klien konseling pasca testing.
Universitas Sumatera Utara
A. Tugas Konselor VCT.
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien, pendokumentasian dan
pencatatan konseling klien dan menyimpannya agar terjaga kerahasiaannya.
b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS.
c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan dukungan di
masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai bagian rumah sakit yang
terkait.
d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien
merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau
tidak.
Bila klien setuju melakukan testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa
klien betul menyetujuinya melalui penandatangan informed consent tertulis.
e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat
pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca testing konselor harus
memberikan informasi lebih lanjut seperti, dukungan psikososial dan rujukan.
Informasi ini diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.
f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang
dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan
diskriminasi.
B. Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti tentang
HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan gangguan
kesehatan fisik dan mental
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan konseling
dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI
tahun 2000.
C. Beberapa hal yang harus diperhatian seorang konselor:
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan
tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling dapat
dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.
D. Tingkatan Konselor
a. Konselor Dasar (Lay Counselor)
1. Berangkat dari kebutuhan sebaya
2. Dekat dengan komunitas
3. Lebih mempromosikan VCT dan konseling dukungan.
b. Konselor Profesional (Profesional Counselor)
1. Pre dan post konseling
2. Issue Psikososial
c. Konselor Senior/pelatih (Senior Counselor)
Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan dukungan untuk konselor dan petugas managemen kasus
2. Mendampingi, supervisi dan memberikan bantuan teknis kepada konselor.
2.7.4 Pentingnya VCT
VCT sangat penting karena:
1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV/AIDS.
2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif,
dengan fokus pada pemberian dukungan terapi ARV (Anti Retro Viral),
pemahaman faktual dan terkini atas HIV/AIDS.
3. Mengurangi stigma masyarakat
4. Merupakan pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik dan mental.
5. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik
kesehatan maupun psikosial.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Pemanfaatan Klinik VCT
Faktor Eksternal - Faktor Resiko - Sumber Informasi - Alasan Berkunjung
Faktor Internal - Umur (Determinan) - Agama - Suku - Pendidikan - Status Perkawinan - Daerah Asal
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara