bab ii tinjauan pustaka 2.1 definisi bipolareprints.umm.ac.id/48098/3/bab ii.pdf · perkawinan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bipolar
Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang
serius dan dapat menyerang seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania -
depresi (Parks, 2014). Gangguan bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang
memiliki ciri yaitu naik turunnya mood, aktifitas dan energi (Mintz, 2015).
Kekambuhan sering terjadi dan akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,
perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri (Amir et al., 2012). Keadaan
emosional orang dengan gangguan bipolar ekstrim dan intens yang terjadi pada
waktu yang berbeda, atau bisa disebut mood. Episode ini dikategorikan sebagai
mania, hipomania, episode campuran dan depresi (Ahuja, 2011).
Menurut Aliansi Gangguan Kejiwaan Nasional (NAMI), bipolar adalah
gangguan yang ditandai oleh perubahan mood atau suasana perasaan yang parah.
Gangguan Bipolar ini juga sering disebut gangguan unipolar (depresi berat), dimana
perubahan suasana hati hanya di satu kutub saja namun dibandingkan dengan
bipolar adalah perubahan suasana hati terjadi diantara dua kutub yang tinggi dan
rendah (Parks, 2014).
Gambar dibawah ini menunjukkan gangguan mood pada Bipolar:
Gambar 2.1 Siklus suasana hati pasien bipolar (Videback, 2011)
6
Keterangan :
1. Bipolar campuran: siklus yang bergantian antara episode mania, suasana hati
normal, depresi, suasana hati normal, mania, dan sebagainya.
2. Bipolar tipe I: episode mania dengan setidaknya satu episode depresi.
3. Bipolar tipe II: episode depresi berulang dengan setidaknya satu episode
hipomania.
Episode mania berlangsung secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu 2
minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) namun tidak sampai satu tahun kecuali pada orang
usia lanjut (Depkes RI, 2012).
2.2 Klasifikasi Gangguan Bipolar
Bipolar tipe I ditandai dengan episode mania berat dan depresi berat (Ahuja,
2011). Gangguan bipolar tipe I ini ketika kondisi mania, penderita ini sering dalam
kondisi “berat” dan berbahaya. Bipolar tipe II, pada kondisi ini penderita masih bisa
berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Tidak separah tipe I. Penderita
mudah tersinggung. Kondisi depresinya berlangsung lebih lama dibandingkan
dengan kondisi hipomania-nya. Kondisi hipomania muncul ketika terjadi kenaikan
emosi. Syclothymic disorder ialah bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar (Jiwo,
2012). Syclothymic disorder (disebut juga cyclothymia) didefinisikan dengan
banyak periode gejala hipomania dan periode gejala depresi yang berlangsung
minimal selama 2 tahun (1 tahun pada anak-anak dan remaja) (NIMH, 2015).
Kondisi mania dan depresi bisa mengganggu, tetapi tidak seberat pada Gangguan
Bipolar I dan Tipe II (Jiwo, 2012).
2.3 Epidemiologi Gangguan Bipolar
Data WHO (2017) menunjukkan gangguan bipolar mempengaruhi sekitar 60
juta orang di seluruh dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang dewasa terkena
gangguan bipolar pada beberapa titik dalam kehidupan mereka. Biasanya dimulai
antara usia 15 sampai 19 tahun dan jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Pada laki-
laki dan perempuan mempunyai kemungkinan sama untuk terkena gangguan
bipolar (RCPpsych, 2015). Anak-anak juga dapat mengalami gangguan bipolar,
penyakit ini biasanya berlangsung seumur hidup (MentalHealth, 2017).
7
Setiap tahun 2,9% populasi Amerika Serikat didiagnosis menderita
gangguan bipolar, dan hampir 83% kasus tergolong parah (Mind, 2017). Prevalensi
gangguan bipolar I menunjukkan data yang sama besar antara laki-laki dan
perempuan. Sedangkan pada gangguan bipolar tipe II, menunjukkan prevalensi
pada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Depresi atau distimia yang terjadi
pertama kali pada prapubertas memiliki risiko untuk menjadi gangguan bipolar
(Kusumawardhani, 2012).
Gangguan depresi berat masih berada di urutan prevalensi seumur hidup
tertinggi dari gangguan psikiatri (Kaplan & Sadock’s, 2015). Usaha bunuh diri
terjadi hingga 50% pasien dengan gangguan bipolar, dan 10 hingga 19% individu
dengan gangguan bipolar I bunuh diri (Wells et al., 2015). Tingkat prevalensi
seumur hidup untuk depresi berat adalah 5 sampai 17 persen. Ditunjukkan pada
tabel 2.1
Table II.1 Tingkat prevalensi seumur hidup gangguan depresi (Kaplan &
Sadock’s, 2015)
Jenis depresi Tipe Seumur hidup (%)
Jarak 5 – 17
Rata-rata 12
Jarak 36
Rata-rata 5
Jarak 10
Rata-rata -
Depresi singkat yang berulang Jarak 16
2.4 Etiologi Bipolar
2.4.1 Faktor Biologis
2.4.1.1 Faktor genetik
Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum dapat diketahui dengan
pasti (Jiwo, 2012). Data keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah satu orang
tua memiliki gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25
persen mewarisi gangguan mood. Jika kedua orang tua terkena bipolar, risiko ini
berpengaruh besar terhadap anaknya (Kaplan & Sadock’s, 2015)
8
Mendelian – Single Major Locus
Risiko keluarga dengan pasien gangguan mood bipolar adalah 25%, dan
berulang pasien gangguan depresi adalah 20%. Risiko anak-anak dari satu orang
tua dengan gangguan mood bipolar adalah 27% dan dari kedua orang tua dengan
gangguan mood bipolar adalah 74%. Maka dari itu, faktor genetik sangatlah
berpengaruh dan dapat membuat individu rentan terkena gangguan mood (Ahuja,
2011).
2.4.1.2 Faktor Biokimia
Asetilkolin dan GABA juga diduga terlibat (Ahuja, 2011). Dua
neurotransmiter yang sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah
norepinefrin dan serotonin (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.4.1.2.1 Serotonin
Serotonin telah menjadi Neurotransmiter amina biogenik yang paling sering
dikaitkan dengan depresi, identifikasi beberapa subtipe serotonin dapat
meningkatkan mood (Kaplan & Sadock’s, 2015). Ketika neurotransmiter serotonin
ini dilepaskan ke sinaps, maka saat itulah pompa bekerja me-reuptake beberapa
neurotransmiter sebelum mencapai neuron postsinaptik. Hasil studi sebelumnya
menunjukkan bahwa gejala depresi pada riwayat keluarga yang memiliki depresi
Gambar 2.2 Model transmisi genetik penularan gangguan bipolar
(Kaplan & Sadock’s, 2015)
9
disebabkan karena pengurangan triptofan, dimana triptofan merupakan prekursor
utama seretonin. Efek ini tidak diamati di antara orang-orang yang tidak memiliki
riwayat depresi pribadi atau keluarga. Kelainan bipolar sangat sering dikaitkan
dengan berkurangnya sensitivitas reseptor serotonin (Kring et al., 2012). Alur
metabolisme 5-HT melibatkan deliminasi oksidarif oleh MAO, kemudian aldehid
dirubah menjadi asam 5-hidroksiindol asetat (5-HIAA) oleh aldehid dehidrogenase
(Brunton, 2011).
Dengan efek yang sangat besar reuptake serotonin selectif inhibitor (SSRI)
telah dilakukan pada pengobatan depresi, serotonin telah menjadi neurotransmiter
aminogen biogenik yang terkenal dikaitkan dengan depresi. Identifikasi beberapa
subtipe serotonin juga meningkatkan kegembiraan dalam grup riset tentang
pengembangan pengobatan depresi yang lebih spesifik. Selain itu SSRI dan
antidepresan serotonergik lainnya efektif dalam pengobatan depresi, data lain
menunjukkan bahwa serotonin terlibat dalam patofisiologi depresi. Penipisan
serotonin dapat memicu depresi, dan beberapa pasien dengan kecenderungan bunuh
diri memiliki concentration serebrospinal fluid (CSF) serotonin metabolit rendah
dan konsentrasi serotonin yang rendah dalam trombositnya (Kaplan & Sadock’s,
2015).
2.4.1.2.2 Dopamin
Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin dapat dikurangi dalam depresi
dan meningkat pada mania (Kaplan & Sadock’s, 2015). Dopamin disekresikan oleh
neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama
berakhir pada regio striata ganglia basalis (Guyton,1997). Obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin, seperti tirosin, amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin),
mengurangi gejala depresi. Dua teori baru tentang dopamin dan depresi adalah
bahwa jalur dopamin mesolimbik mungkin tidak berfungsi dalam depresi dan
reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif dalam depresi (Kaplan & Sadock’s, 2015).
Fungsi dopamin adalah sebagai agen inhibisi. Dopamin bersifat inhibisi pada
beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area (Guyton,1997). Pasien
gangguan bipolar apabila terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan terjadinya
10
episode depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode mania (Kaplan & Sadock’s, 2015).
Gambar 2.3 Proyeksi dopaminergik utama dalam CNS (Kaplan & Sadock’s,
2015)
2.4.1.2.3 Norepinefrin
Otak mengandung sistem saraf yang terpisah. Otak menggunakan tiga
katekolamin berbeda yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrine. Setiap sistem
secara anatomis berbeda dan melayani terpisah, peran fungsional dalam bidang
persarafan (Nestler et al., 2009). Derajat CSF dari metabolit amina menunjukkan
penurunan norepinefrin dan / atau fungsi 5-HT dalam depresi (Ahuja, 2011). Kedua
reseptor D1 dan D2 memodulasi pelepasan NE dan epinepfrine (Brunton, 2011).
Dalam beberapa kasus kesehatan, bahwa pada orang depresi terjadi pengurangan
jumlah neurotransmiter tertentu (monoamina seperti norepinefrin) (Kate, 2017).
Ada jumlah NE dalam jumlah yang relatif besar hipotalamus dan di bagian tertentu
dari sistem limbik, seperti nukleus pusat amigdala dan dentate gyrus hippocampus
(Nestler et al., 2009).
Korelasi yang disarankan oleh studi ilmu dasar antara downregulation atau
penurunan sensitivitas reseptor β-adrenergik dan antidepresan klinis mungkin
merupakan bagian data yang paling menarik yang menunjukkan peran langsung
untuk sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain juga menerapkan presinaptik
11
β2- reseptor dalam depresi karena aktivasi reseptor ini menghasilkan penurunan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor presinaptik β2 juga terletak pada
serotonergik neuron yang berfungsi untuk mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan. (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.4.1.2.4 Gangguan Neurotransmiter lainnya
Tingkat kolin yang tidak normal, merupakan prekursor ACH, hasil otopsi di
otak beberapa orang pasien depresi telah ditemukan kolin. Obat agonis kolinergik
dan antagonis memiliki efek klinis yang berbeda pada depresi dan mania. Agonis
dapat menghasilkan kelesuan, anergia, dan retardasi psikomotor dalam subyek
sehat, dapat memperburuk gejala depresi, dan dapat mengurangi gejala mania
(Kaplan & Sadock’s, 2015). Benzodiazepin menghasilkan efek dengan bekerja
pada reseptor benzodiazepine (GABAbenzodiazepine kompleks reseptor), dengan
demikian secara tidak langsung meningkatkan aksi GABA, penghambat utama
Neurotransmiter di otak manusia, atau dengan kata lain memperbaiki mood kembali
normal (Ahuja, 2011).
GABA ialah neurotransmiter penghambat yang sering disebut sebagai
"substansi valium alam". Apabila GABA berada di luar jangkauan (nilai ekskresi
tinggi atau rendah), artinya bahwa neurotransmiter rangsang terlalu sering
mengacau otak. GABA akan dikirim untuk mencoba menyeimbangkan mood
kembali (Ayano, 2016).
GABA (gamma aminobutyric acid) adalah Neurotransmiter penghambat
utama pada SSP dan berperan penting dalam mengatur kecemasan dan mengurangi
stres (Kaplan & Saddock, 2015). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelainan
pada GABA mungkin berperan gangguan mood yang parah. Sebagai
Neurotransmiter penghambat, GABA memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal
yang dapat mempengaruhi kemampuan pemrosesan kognitif. Dengan demikian
perubahan pada sistem GABAergic dapat menyebabkan gangguan pada pasien
gangguan bipolar (Roscoe et al, 2013). Menurut penelitian Mann et al tahun 2014
pasien bipolar mengalami penurunan kadar GABA pada CSF, penurunan ini
menyebabkan peningkatan kecemasan psikis dan depresi berat.
12
GABA merupakan hasil dari sintesis glutamat yang di katalis oleh GAD
(Glutamat dekarboksilase) (Katzung etal, 2012). Setelah terjadinya eksositosis,
GABA akan berdifusi dari presinap menuju celah sinap dan berikatan dengan
reseptornya kemudian GABA akan direuptake menuju presinap dan diuptake
menuju glia oleh GAT-1/2/3, peningkatan uptake akan mengakibatkan penurunan
GABA pada celah sinap, efek dari penurunan GABA akan memicu terjadinya
gangguan bipolar dengan episode depresi (Daniele et al, 2012).
Gambar 2.4 Mekanisme Patofisiologi GABA (Daniele et al., 2012)
2.4.2 Faktor Psikososial
2.4.2.1 Faktor Stres Lingkungan
Kehamilan juga adalah stres yang biasanya menyerang wanita dengan riwayat
penyakit mania dan depresi. Serta kemungkinan dapat terjadi psikosis postpartum
(Ikawati, 2011).
Hubungan antara kehidupan yang penuh stress dengan episode suasana hati
yang pertama telah dilaporkan untuk kedua pasien dengan gangguan depresi mayor
dan pasien dengan gangguan bipolar I. Sebuah teori yang diusulkan untuk
menjelaskan pengamatan ini adalah stres yang menyertai episode pertama
menghasilkan perubahan jangka panjang di otak. Perubahan-perubahan yang
13
berlangsung lama ini dapat mengubah berbagai keadaan fungsional
Neurotransmiter dan sistem pensinyalan intraneuronal, perubahan yang mungkin
termasuk kehilangan neuron dan pengurangan berlebihan dalam portal sinaptik.
Akibatnya, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami episode gangguan
mood berikutnya (Kaplan & Sadock’s, 2015). Meningkatnya jumlah peristiwa
hidup yang penuh tekanan sebelum kekambuhan memiliki efek rumit dan bukan
efek presipitasi pada depresi meskipun memiliki peran dalam episode mania. Stres
yang meningkat pada periode awal perkembangan mungkin lebih penting dalam
depresi (Ahuja, 2011).
2.4.2.2 Faktor Personal
Pada dasarnya semua manusia, memiliki pola kepribadian yang
menjadikannya depresi. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu OCD,
histrionik mungkin memiliki risiko depresi lebih tinggi daripada orang-orang
dengan gangguan kepribadian antisosial atau paranoid. Itu dapat menggunakan
proyeksi dan mekanisme pertahanan eksternal lainnya untuk melindungi diri dari
kemarahan dalam diri mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa stres yang
dirasakan pasien sebagai refleksi negatif pada dirinya lebih cenderung
menghasilkan depresi. Selain itu, pemicu stres yang tampak ringan bagi orang lain
justru sangat berdampak menghancurkan pasien (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.4.2.3 Faktor Psikodinamik pada Depresi dan Mania
Pandangan dari Sigmund Freud dan diperluas oleh Karl Abraham dikenal
sebagai pandangan klasik tentang depresi. Teori tersebut berkaitan erat dengan
empat hal penting: (1) gangguan pada hubungan bayi-ibu selama fase awal (10
sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan depresi
selanjutnya; (2) depresi yang dapat dikaitkan dengan objek yang nyata atau yang
dibayangkan; (3) introjeksi yang berasal dari objek merupakan mekanisme
pertahanan yang diajukan untuk mengatasi kesusahan menyikapi kehilangan objek;
dan (4) membayangkan benda yang hilang dianggap sebagai campuran cinta dan
benci, perasaan marah diarahkan ke dalam dirinya sendiri (Kaplan & Sadock’s,
2015).
14
2.4.3 Faktor Lainnya dari Depresi
2.4.3.1 Faktor Kognitif
Dalam teori kognitif, pikiran dan kepercayaan negatif dipandang sebagai
penyebab utama depresi. Pikiran pesimis dan self-critical bisa menyiksa orang
dengan depresi. Teori Aaron Beck dan teori keputusasaan keduanya menekankan
jenis pemikiran negatif ini. Teori ruminasi menekankan kecenderungan untuk
memikirkan suasana hati dan pikiran negatif (Kring et al., 2012).
2.4.3.2 Faktor Hopelessness
Menurut teori ini pemicu depresi yang sangat buruk adalah keputusasaan
yang dapat diartikan dengan gejala penurunan kesedihan, motivasi, bunuh diri,
penurunan energi, retardasi psikomotor, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk,
dan kognisi negatif (Kring et al., 2012). Teori ini menekankan bahwa perbaikan
depresi bergantung pada pembelajaran pasien yang dapat menguasai kontrol dan
lingkungan (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.5 Anatomi dan Fisiologi Gangguan Bipolar
Pada gambar dibawah, lobus frontal dan korteks memberi kita kemampuan
untuk membuat penilaian sosial dan keputusan eksekutif lainnya seperti
perencanaan dan pemikiran abstrak. Pada bagian dalam otak, talamus (tidak
ditunjukkan) yang berfungsi sebagai stasiun jalan untuk hampir semua informasi
yang menuju ke korteks (Taylor E, 2006).
Tanpa fungsi lobus temporal yang akurat, interpretasi pola visual yang
kompleks, bahasa lisan, dan ingatan jangka panjang dapat terdistorsi. Kelainan pada
Cerebellum
Cerebral
cortex
Gambar 2.5 Ilustrasi daerah otak utama (CRUK, 2014)
15
amigdala sistem limbik mungkin akan menimbulkan emosi berlebihan. Mereka
mungkin juga memicu kenangan atau kesalahan persepsi yang salah dari
hipokampus. Hipokampus mungkin juga gagal mengingat 'lokasi' yang
mengarahkan tempat dan area yang mudah dikenali. Hal yang terjadi inilah dan
hubungan otak yang salah lainnya menciptakan perilaku manik atau depresi (Taylor
E, 2006).
Table II.2 Struktur otak yang terlibat dalam respon emosi (Kring et al., 2012)
Struktur Otak Tingkat Aktivitas
Amygdala Tinggi
Subgenual anterior cingulate Tinggi
Dorsalateral prefrontal cortex Berkurang saat regulasi Emosi
Hipocampus Berkurang
Empat struktur otak utama yang popular dipelajari dalam depresi adalah
amyglada, subgenual anterior cingulate, hippocampus, dan dorsalateral prefrontal
cortex (Kring et al., 2012).
Studi aktivitas fungsional otak menunjukkan peningkatan aktivitas amigdala
diantara orang dengan gangguan mood. Misalnya, ketika diperlihatkan kata-kata
negatif atau gambar sedih atau wajah marah, orang dengan mood diorder desease
saat ini memiliki reaksi yang lebih intens dan berkelanjutan di amigdala daripada
orang dengan tanpa mood disorder desease (Sheline et al., 2001). Daerah yang
Gambar 2.6 Amygdala (orange) & Hipocampus (Ungu) (Kring et al., 2012)
16
berkaitan langsung dengan depresi (cingulate anterior subgenual, yang
hippocampus, dan korteks prefrontal dorsolateral) sangat penting untuk regulasi
emosi (Philips et al., 2008).
Orang dengan depresi menunjukkan berkurangnya aktivasi hippocampus
selama paparan rangsangan emosional (Davidson et al., 2002). Dari korteks
prefrontal dorsolateral ketika diminta untuk mengatur emosi mereka (Fales et al.,
2008). Kesulitan mengaktifkan daerah ini dapat diartikan mengganggu regulasi
emosi yang efektif (Kring et al., 2012).
Banyak struktur otak yang terlibat dalam gangguan mood bipolar. Dalam
studi fungsional, gangguan bipolar 1 dikaitkan dengan peningkatan responsif dalam
amygdala, peningkatan aktivitas cingulate anterior selama tugas pengaturan emosi
dan berkurangnya aktivitas hippocampus dan dorsolateral korteks prefrontal
(Houenou et al., 2011).
Gambar 2.7 Dorsolateral Prefrontal Cortex (biru) (Kring et al., 2012)
Gambar 2.8 Anterior Cingulate (kuning) & Subgenual Anterior Cingulate
(cokelat) (Kring et al., 2012)
17
2.6 Patofisiologi Gangguan Bipolar
Tiga neurotransmiter paling banyak telah dipelajari dalam hal kemungkinan
terjadinya gangguan mood: norepinefrin, dopamin, dan serotonin (Thase et al.,
2002). Neurotransmisi dopaminergik adalah salah satu dari banyak neuorotransmisi
yang berpengaruh dan berkaitan langsung pada kejadian mood pasien dengan
gangguan bipolar, dengan terjadinya penurunan dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode depresi. Sedangkan, peningkatan dari dopamin akan
menyebabkan terjadinya episode mania (Kaplan & Sadock’s, 2015). Mania dan
depresi juga keduanya dikaitkan dengan kadar serotonin rendah (Thase et al.,
2002).
Gangguan bipolar merupakan kondisi yang relatif terabaikan (Goodwin et al.,
2015). Patofisiologi dari gangguan bipolar akibat disregulasi sirkuit neural yang di
pengaruhi oleh perubahan fungsional dan perubahan struktural. Hal tersebut dapat
terjadi akibat ketidakseimbangan volume otak. Pada studi pencitraan struktural
menunjukkan bahwa depresi berat dihubungkan dengan penurunan volume 5-10%
di hipokampus (Kring et al., 2012). Eksositosis, merupakan proses peng-ekskresian
neurotransmiter ke celah sinaptik. Di mana selaput vesikula menyatu dengan
tombol presinaptik. Sinapsis adalah titik persimpangan antara dua neuron. Di sela
celah, neurotransmiter mengikat reseptor membran: protein besar menempati di
membran sel neuron pasca sinaptik. Neurotransmiter ini melintasi celah Sinaps
yang mana merupakan ruang antara akson satu neuron dan dendrit neuron
berikutnya ke jalur saraf (Ayano, 2016).
Gambar 2.9 Jalur serotonin dan dopamin dalam otak (Kring et al., 2012)
18
Keterangan :
Area otak yang terkait dengan kontrol kognitif, yang bermanifestasi mengurangi
responsif, diberi label biru. Sebaliknya, area otak limbik dan para-limbik yang
terlibat dalam regulasi emosional, terkait dengan respons kesuburan, diberi label
dengan warna merah.
A B
Gambar 2.11 Kondisi normal saraf glial (A) & Kondisi inflamasi peripheral saraf
glial (B) (Maletic & Raison, 2014)
Keterangan:
Gambar A. Saraf glial berperan dalam mengoptimalkan fungsi sistem saraf pusat.
Terdapat tiga jenis sel glial diantaranya mikroglia, oligodendrosit, dan astroglia.
Mikroglia memiliki peran dalam sistem proteksi/kekebalan(1), menangkap respon
inflamasi perifer. Oligodendrosit memiliki peran untuk mengoptimalkan sinyal
neuronal dengan cara membentuk benang-benang myelin (2). Astrosit menjalankan
tugasnya dengan mempertahanankan sawar darah otak dan sebagai gap
neurovaskular (3), perlindungan sinapsi neuron (4) dengan membuang ion berlebih,
Gambar 2.10 Perubahan fungsional otak pada orang dengan gangguan bipolar
(Maletic & Raison, 2014)
19
pelepasan ATP untuk mengurangi pelepasan glutamat (5), menstabilkan mikroglia
melalui pelepasan ATP, GABA, TGFb (6), membantu siklus melalui BDNF dan
GDNF ke neuron, mikroglia, dan oligodendrosit (7), GDNF yang dilepas juga
mendukung fungsi astrosit (8).
Gambar B. Mikroglia merespon adanya inflamasi perifer yang disampaikan oleh
makrofag perivaskular dengan melepaskan ATP, sitokin, kemokin, RNS dan ROS
(1). Astrosit memberikan feedback positif dengan juga melepaskan ATP dan
sitokin, yang memicu pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut oleh mikroglia dan
menyebabkan siklus inflamasi berkelanjutan (2). Astrosit tidak mampu
mempertahankan sawar darah otak dan kerjanya tidak optimal sebagai penyambung
neurovaskular (3). Glutamat tidak dapat diturunkan di celah sinap, astrosit
sebaliknya melepaskan sejumlah neurotransmiter yang hasilnya menghasilkan
kelebihan glutamat (4). Pelepasan GABA dikurangi (5). Astroglia juga mengurangi
BNDF dan GNDF (6)
BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor) memegang peranan penting
dalam mengatur pelepasan serotonin, glutamat, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA), serta modulasi tidur. Sedangkan GDNF (Glial Cell Line-Derived
Neurotrophic Factor) adalah regulator penting dalam neuroplastisitas, pengeluaran
sinyal MA (monoamine) dan GABA, serta aktivasi mikroglia. Penurunan BDNF
dan GDNF menghasilkan mikroglia terus teraktivasi, terjadi penggangguan sistem
pembuatan benang myelin, serta apoptosis neuron. Mikroglia yang aktif
menunjukkan peningkatan aktivitas enzim indolamine 2,3-dioxygenase yang
mengubah triptofan menjadi asam kuinolat. Peningkatan metabolisme triptofan
menjadi asam kuinolat mengganggu sinyal serotonin akibat penipisan triptofan,
sementara asam kuinolat yang dilepaskan berkontribusi terhadap neurotoksisitas.
Glutamat yang dilepaskan dari astroglia mengakses reseptor N-methyld-aspartate
(NMDA) di ekstra-sinaptik, hasilnya menyebabkan penambahan penekanan
sintesis BDNF dan aktivasi proapoptosis. Asam kuinolat merupakan agonis NMDA
yang selanjutnya dapat mempotensiasi eksitasi. Selanjutnya, sitokin proinflamasi
mengganggu sistem 5HT dan dopamin, selanjutnya mengganggu sinyal monoamin.
(Maletic & Raison, 2014).
2.7 Manifestasi Klinis
Terdapat fluktuasi suasana hati yang berlanjut selama berbulan-bulan atau
setelah satu episode, bisa terjadi bertahun-tahun tanpa terulangnya jenis apapun
(Dipiro et al., 2012).
20
2.7.1 Major Depresive Disorder
Episode depresi mengakibatkan seseorang berdelusi, berhalusinasi, dan
berusaha bunuh diri lebih sering terjadi pada depresi bipolar daripada depresi
unipolar (Dipiro et al., 2012). Menurut penelitian National Institute of Mental
Health (NIMH), di Amerika telah kehilangan 44 juta dollar setahun karena
gangguan depresif. Disamping itu gangguan depresif juga mengganggu kehidupan
keluarga. Dan juga dapat menimbulkan gangguan emosional yang hebat sehingga
dapat mengancam keselamatan diri, orang lain, dan lingkungannya (Depkes RI,
2007).
Penderita terkadang memiliki suasana hati yang terus-menerus tertekan dan
kehilangan kegembiraan dalam aktivitas yang biasanya memberi kesenangan,
penurunan atau kenaikan berat badan, insomnia (yaitu tidur terlalu sedikit) atau
hipersomnia (yaitu terlalu banyak), agitasi psikomotor (yaitu gerakan gelisah) atau
retardasi (yaitu memperlambat gerakan), kehilangan energi, perasaan bersalah,
penurunan konsentrasi, ragu, keputusasaan atau pikiran untuk bunuh diri yang
sengaja maupun tidak di sengaja (Smith, 2014).
2.7.2 Manic Episode
Manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba, dan gejala meningkat selama
beberapa hari. Seperti perilaku aneh, halusinasi, dan delusi paranoid, terjadinya
penurunan produktifitas dimasyarkat (Dipiro et al., 2012). Di luar rumah sakit,
pasien sering kali menggunakan alkohol yang berlebihan. Kecenderungan untuk
melepaskan pakaian di tempat umum, mengenakan pakaian dan perhiasan dengan
warna shining dalam kombinasi yang freak, dan kurangnya perhatian terhadap hal
kecil (misalnya, lupa menutup telepon). Pasien bertindak impulsif dan pada saat
yang sama merasa memiliki keyakinan dan tujuan (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.7.3 Hypomanic Episode
Episode hipomania tidak ada kerusakan yang nyata dalam fungsi sosial atau
pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa pasien mungkin
lebih produktif dari biasanya, namun 5% sampai 15% pasien dapat dengan cepat
beralih ke episode manik (Wells et al., 2015).
21
2.8 Diagnosis Bipolar
Dalam DSM V (2015) mengklasifikasikan diagnosa gangguan bipolar
menjadi beberapa klasifikasi yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, dan
gangguan cyclotymic, bipolar akibat obat-obatan, gangguan bipolar terkait kondisi
medis lain, gangguan bipolar spesifik dan gangguan bipolar yang tidak spesifik.
Berikut ini kriteria diagnosis gangguan bipolar menurut DSM V pada tahun 2015 :
2.8.1 Gangguan Bipolar 1
Untuk diagnosia gangguan bipolar I, perlu untuk memenuhi kriteria berikut
untuk episode mania. Episode mania mungkin telah didahului oleh dan dapat diikuti
oleh episode hipomania atau depresi berat :
A. Episode Mania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak disengaja dan terus-menerus meningkat, yang berlangsung
minimal 1 minggu dan paling banyak, hampir setiap hari (atau durasi jika
perlu dirawat di rumah sakit).
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa:
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah tidur
hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan
atau diamati.
22
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di
tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas
tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Gangguan mood cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan yang
ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap untuk
mencegah bahaya pada diri sendiri atau orang lain, atau ada ciri-ciri psikotik.
d. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.
Catatan: Kriteria a-d merupakan episode mania. Setidaknya satu episode mania
seumur hidup diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.
B. Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus-
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung paling
tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa:
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan
atau diamati.
23
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di
tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas
tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai
pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur
psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania
lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya, pengobatan
terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat sindrom sepenuhnya di
luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti yang cukup untuk
diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan sehingga satu
atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah, atau agitasi
setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai untuk diagnosis
episode hipomania, atau juga indikasi diatesis bipolar.
Catatan: Kriteria a-f merupakan episode hipomania. Episode hipomania umum
terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan
bipolar I.
C. Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu
yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya
salah satu gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2) kehilangan minat
atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas terkait dengan
kondisi medis lainnya.
24
1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan
oleh laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong, atau putus asa)
atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak
menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa jadi mood yang
mudah tersinggung.
2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas sepanjang
hari atau setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
kenaikan berat badan (misalnya perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu,
hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang diamati
oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh
diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana
spesifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di
area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis
lainnya.
25
Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering
terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan
bipolar I.
Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya, kehilangan,
kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau
cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan, susah tidur,
nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria A, yang
mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti
atau dianggap sesuai dengan kerugian, adanya episode depresi berat selain respons
normal terhadap kerugian yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara hati-
hati. Keputusan ini mau tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah
individu dan norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian.
Kriteria telah terpenuhi setidaknya satu episode mania (Kriteria a-d di atas).
Terjadinya episode mania dan depresi berat tidak lebih baik dijelaskan oleh
gangguan schizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan
delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak ditentukan lainnya dan
gangguan psikotik lainnya.
2.8.2 Bipolar II Disorder
Untuk diagnosa gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut
untuk episode hipomania, episode depresi berat yang tengah terjadi maupun yang
telah lama dialami.
A. Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus-
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung paling
tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
perilaku yang biasa :
1. Harga diri meningkat atau membesar.
26
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah tidur
hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah ditarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan
atau diamati.
6. Meningkatkan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai
pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada fitur
psikotik, episode tersebut, menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania
lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya,
pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat sindrom
sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti yang
cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan
sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah,
atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai
untuk diagnosis episode hipomania, atau juga indikasi diatesis bipolar.
27
B. Episode Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu
yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya
salah satu gejalanya adalah (1) tertekannya mood atau (2) kehilangan minat
atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas-jelas terkait
dengan kondisi medis lainnya.
1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan
oleh laporan subyektif (misalnya, terasa sedih, kosong, atau putus asa)
atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak
penuh air mata). Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa jadi mood
yang mudah tersinggung.
2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas sepanjang
hari atau setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
kenaikan berat badan (misalnya Perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu,
hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti yang diamati
oleh orang lain).
9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh
diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana
spesifik untuk melakukan bunuh diri.
28
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.
Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering
terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan
bipolar I.
Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya, kehilangan,
kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau
cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan, susah tidur,
nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria a, yang
mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti
atau dianggap sesuai dengan kerugian, adanya episode depresi berat selain respons
normal terhadap kerugian yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara hati-
hati. Keputusan ini mau tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah
individu dan norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian.
Kriteria telah dipenuhi setidaknya satu episode hipomania (Kriteria a-f di
atas) dan setidaknya satu episode depresi berat (Kriteria a-c di atas). Belum pernah
ada episode mania. Terjadinya episode hipomania dan episode depresi berat tidak
lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak ditentukan
lainnya dan gangguan psikotik lainnya. Gejala depresi atau ketidakpastian yang
disebabkan oleh pergantian yang sering terjadi antara periode depresi dan
hipomania menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area
kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
2.8.3 Cyclothymic Disorder
a. Selama minimal 2 tahun (setidaknya 1 tahun pada anak-anak dan remaja)
telah terjadi banyak periode dengan gejala hipomania yang tidak memenuhi
kriteria episode hipomania dan banyak periode dengan gejala depresi yang
tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi berat.
29
b. Selama periode 2 tahun di atas (1 tahun pada anak-anak dan remaja), periode
hipomania dan depresi telah ada setidaknya separuh waktu dan individu
tersebut tidak memiliki gejala lebih dari 2 bulan pada satu waktu.
c. Kriteria episode depresi, mania, atau hipomania utama belum pernah
terpenuhi.
d. Gejala pada Kriteria A tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan
schizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional,
atau spektrum skizofrenia spesifik atau tidak ditentukan lainnya dan
gangguan psikotik lainnya.
e. Gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (misalnya,
hipertiroidisme).
f. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di
area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
2.9 Penatalaksanaan Gangguan Bipolar
2.9.1 Terapi Non Farmakologi
2.9.1.1 Psikoterapi
Menggobati penyalagunaan zat serta pemberian nutrisi yang baik dengan
protein normal dan asupan asam lemak esensial, berolahraga, tidur yang cukup,
pengurangan stres, dan terapi psikososial (Wells et al., 2015). Ini bisa dilakukan
dengan memberikan dukungan, edukasi, dan bimbingan kepada orang-orang
dengan gangguan bipolar dan keluarga penderita gangguan bipolar. Beberapa
perawatan psikoterapi yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar meliputi
(NIMH, 2016) :
Terapi kognitif (CBT)
Terapi keluarga
Terapi psycotherapy interpersonal
2.9.1.2 Electroconvulsive Therapy
Bentuk perawatan psikologis yang berbeda telah terbukti membantu
mengurangi gejala depresi (Kring et al., 2012). Electroconvulsive therapy (ECT)
30
adalah perawatan yang aman dan efektif untuk penyakit mental berat tertentu.
Pasien dengan depresi adalah target untuk ECT yang cocok untuk diterapkan (Wells
et al., 2015). Electroconvulsive Therapy (ECT) dapat memberikan bantuan bagi
orang dengan gangguan bipolar berat yang tidak dapat sembuh dengan perawatan
lainnya. Terkadang ECT digunakan untuk gejala bipolar saat kondisi medis lainnya,
termasuk kehamilan, yang terlalu berisiko minum obat. Pasien gangguan bipolar
harus mendiskusikan kemungkinan manfaat dan risiko ECT dengan profesional
kesehatan. Dikarenakan ECT dapat menyebabkan beberapa efek samping jangka
pendek, termasuk kebingungan, disorientasi, dan penurunan memori. Hingga
amnesia (NIHM, 2012).
2.9.2 Terapi Farmakologi
Penatalaksaan secara farmakalogi first-line dalam pengobatan episode
manic dan episode depresi berulang dari gangguan bipolar adalah Litium. Golongan
obat penstabil mood atau antikonvulsan juga telah banyak digunakan (contohnya,
carbamazepine dan asam valproat) untuk pengobatan episode mania akut dan untuk
pencegahan kekambuhannya. Lamotrigin juga dapat digunakan untuk terapi
pencegahan kekambuhan. aripiprazol, klorpromazin, olanzapine, quetiapine,
risperidone, dan ziprasidoneare disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode
manic gangguan bipolar. Pengobatan adjuvan jangka pendek dengan benzodiazepin
juga dapat membantu (APA, 2010). Mekanisme kerja Diazepam dengan cara
mengurangi konsentrasi epinefrin plasma, serta menurunkan kecemasan, dan
sebagai hasilnya Diazepam meningkatkan fungsi seksual pada orang yang
terhambat oleh kecemasan (Kaplan and Sadock’s, 2015). Sedikit pasien memiliki
kecemasan yang melumpuhkan dan mungkin perlu benzodiazepin jangka pendek.
Benzodiazepin bermanfaat dalam mengurangi kecemasan. Diazepam dinyatakan
memiliki anti-fobia, anti-panik dan anti-kecemasan. Obat lain yang digunakan
termasuk clonazepam dan alprazolam (Ahuja, 2011).
Terapi untuk bipolar dibagi menjadi 2 yaitu terapi fase akut dan terapi
pemeliharaan. Pengobatan gangguan bipolar harus dilakukan secara individual
karena gambaran klinis, keparahan dan frekuensi terjadi yang bervariasi antar
pasien (Ikawati, 2011).
31
2.9.2.1 Fase Akut
Terapi farmakologi gangguan bipolar adalah pengobatan yang ditujukan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pertama yang dilakukan oleh
psikiater harus melakukan pengkajian diagnosis dan menilai keselamatan serta
tingkat kemampuan pasien untuk mendapatkan keputusan tentang pengaturan
pengobatan yang optimal. Sedangkan tujuan spesifik dari manajemen kejiwaan
termasuk membangun dan memelihara aliansi terapeutik, memantau status
kejiwaan pasien, memberikan edukasi mengenai gangguan bipolar, meningkatkan
kepatuhan pengobatan, mengatur pola tidur, mengantisipasi stres, mengidentifikasi
episode baru di awal, dan meminimalkan gangguan fungsional (APA, 2010).
2.9.2.1.1 Mania dan Episode Campuran
Pengobatan mania akut, atau hipomania, bisa digunakan dalam bentuk tungga
atau dapat dilakukan kombinasi. Pasien dengan mania berat paling baik diobati di
rumah sakit dimana dosis harus tepat dan outcome yang akan didapat, dalam
beberapa hari atau minggu. Kepatuhan terhadap pengobatan sering menjadi
masalah karena pasien kebanyakan mania sangat membutuhkan pengetahuan
tentang penyakit mereka dan kebanyakan menolak untuk minum obat (Kaplan &
Sadock’s, 2015).
Lini pertama untuk episode mania atau campuran (berat) adalah inisiasi litium
dengan antipsikotik, atau asam valproat dengan antipsikotik. Bagi pasien yang tidak
terlalu parah, monoterapi dengan lithium, valproate, atau antipsikotik seperti
olanzapine mungkin cukup. Pengobatan tambahan jangka pendek yaitu
benzodiazepin juga bisa membantu. Untuk episode campuran, valproat lebih
disukai daripada litium. Antipsikotik atipikal lebih disarankan dari pada
antipsikotik khas karena profil efek sampingnya yang lebih minimal (APA, 2010).
2.9.2.1.2 Episode Depresi
Etiology dari depresi antara lain alkohol atau penggunaan obat. Mengobati
gejala depresi tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian nutrisi yang baik
dengan protein normal dan asupan asam lemak esensial, berolahraga, tidur yang
cukup, pengurangan stres, dan terapi psikososial (Wells et al., 2015).
32
Pengobatan lini pertama untuk depresi bipolar adalah inisiasi litium atau
lamotrigin. Monoterapi antidepresan tidak dianjurkan. Sebagai alternatif, terutama
untuk pasien yang sakit parah, beberapa dokter akan melakukan perawatan simultan
dengan litium dan antidepresan. Sejumlah besar penelitian membuktikan
kemanjuran psikoterapi dalam pengobatan depresi unipolar. Pada pasien dengan
kemungkinan mengancam jiwa, bunuh diri, atau psikosis, ECT juga merupakan
alternatif yang dapat digunakan karena ECT bisa dipergunakan kepada pasien
depresi selama kehamilan (APA, 2010).
Secara umum kegunaan antidepresan merupakan standar pada penyakit
bipolar, penggunaan antidepresan kontroversial pada siklus cepat, mania, atau
hipomania. Dengan demikian, obat antidepresan sering dikombinasi oleh
stabilisator mood dalam pengobatan lini pertama untuk episode depresi bipolar I.
Kombinasi olanzapine dan fluoxetine terbukti efektif dalam mengobati depresi
bipolar akut selama 8 minggu tanpa mendorong beralih ke mania atau hipomania.
(Kaplan & Sadock’s, 2015). Pasien yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri
diberikan diazepam atau lorazepam dengan dosis kecil atau antipsikotik (seperti
haloperidol atau risperidone) dapat digunakan secara oral atau parenteral (Ahuja,
2011).
2.9.2.1.3 Siklus Cepat
Intervensi awal pada pasien yang mengalami rapid cycling adalah untuk
mengidentifikasi dan mengobati kondisi medis, seperti hipotiroidisme atau
penggunaan narkoba atau alkohol, yang dapat menyebabkan cycling (APA, 2010).
Litium, karbamazepin, dan asam valproat dalam bentuk sendiri atau kombinasi
adalah agen yang paling banyak digunakan dalam pengobatan jangka panjang
pasien dengan gangguan bipolar (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.9.2.2 Terapi pemeliharaan
Ada beberapa penelitian yang melibatkan pasien dengan gangguan bipolar II
telah dilakukan, pertimbangan perawatan pemeliharaan untuk bentuk penyakit ini
juga sangat diperlukan (APA, 2010). Lamotrigin merupakan antidepresan
profilaksis dan berpotensi menstabilkan suasana hati pada terapi pemeliharaan.
(Kaplan & Sadock’s, 2015). Setelah kesembuhan dari episode akut, pasien mungkin
33
tetap pada resiko tinggi untuk kambuh dalam jangka hingga 6 bulan. Pengobatan
tersebut adalah terapi pemeliharaan (Ikawati, 2011).
Obat dengan bukti empiris terbaik dapat mendukung penggunaannya dalam
perawatan pemeliharaan antara lain litium dan valproat, Alternatif yang lain dapat
di gunakan yaitu lamotrigin atau karbamazepin atau oxcarbazepine. Perawatan ECT
juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang episode akutnya merespons ECT
(APA, 2010).
2.9.3 Obat Gangguan Bipolar
2.9.3.1 Mood Stabilizer
Obat ini terkadang efektif dalam pengobatan mania. Kata antimania sering
digunakan untuk mendeskripsikannya. Akan tetapi, karena efektif dalam mencegah
perubahan mood pada gangguan bipolar, istilah yang lebih baik adalah agen
penstabil mood atau agen profilaksis. Agen penstabil mood yang paling umum
digunakan adalah litium, valproat, karbamazepin, dan lamotrigin, meskipun ada
beberapa mood stabilizer lainnya seperti oxcarbazepine (Ahuja, 2011).
2.9.3.1.1 Litium
Pada tahun 1949, Cade menemukan bahwa litium dapat digunakan sebagai
pengobatan yang efektif untuk gangguan bipolar, melahirkan serangkaian
percobaan terkontrol yang memastikan keefektifannya sebagai monoterapi untuk
fase mania dari gangguan bipolar (Katzung et al., 2012).
Litium sangat cepat diserap dalam saluran gastrointestinal. Tingkat serum
puncak terjadi antara 30 menit sampai 3 jam. Durasi kerja dalam waktu sekitar 8
jam. Tingkat maksimum terjadi pada tiroid (3-5 kali kadar serum), air liur (dua kali),
susu (0,3-1,0 kali) dan CSF (cerebrospinal fluid) (0,4 kali). Waktu tunak dicapai
dalam waktu sekitar 7 hari. Tidak ada metabolisme lithium dalam tubuh dan itu
diekskresikan hampir seluruhnya oleh ginjal. Reabsorpsi dipengaruhi oleh
keseimbangan natrium, dan berkurangnya natrium menyebabkan retensi, dan kadar
litium dalam darah lebih tinggi (Ahuja, 2011).
34
2.9.3.1.2 Valproat
Pertama kali sodium valproat digunakan untuk pengobatan mania akut dan
pencegahan gangguan mood bipolar. Terutama berguna pada pasien yang sulit
sembuh dengan litium. Kisaran dosis biasanya 1000-3000 mg/hari (tingkat darah
terapeutik adalah 50-125 mg/ml). Memiliki onset of action yang lebih cepat
daripada litium, oleh karena itu, dapat digunakan dalam perawatan mania secara
efektif (Ahuja, 2011).
2.9.3.1.3 Karbamazepin
Karbamazepin telah dianggap sebagai alternatif yang masuk akal untuk
lithium ketika kurang efektif. Karbamazepin adalah senyawa trisiklik yang efektif
dalam pengobatan depresi bipolar. Pertama kali dipasarkan untuk pengobatan
neuralgia trigeminal tetapi juga terbukti berguna untuk terapi epilepsi (Katzung et
al., 2012).
Onset of action obat lebih cepat dibandingkan dengan litium, namun lebih
lambat dibandingkan valproat. Kisaran dosis karbamazepin adalah 600-1600
mg/hari (tingkat darah terapeutik adalah 4-12 mg/ml). Penggunaan karbamazepin
dalam pengobatan gangguan bipolar baru-baru ini menurun, sebagian karena
potensinya dengan interaksi obat lain (Ahuja, 2011). Karbamazepin dapat
digunakan untuk mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis. Efek
samping umumnya tidak lebih besar dan terkadang kurang dari yang terkait dengan
litium. Karbamazepin dapat digunakan sendiri atau, pada pasien sulit sembuh, dapat
dikombinasikan dengan litium atau dengan asam valproat. Penggunaan
karbamazepin sebagai penstabil mood mirip dengan penggunaannya sebagai
antikonvulsan (Katzung et al., 2012).
Gambar 2.12 Struktur kimia Asam Valproat (Katzung et al., 2012)
35
2.9.3.1.4 Lamotrigin
Lamotrigin efektif sebagai monoterapi untuk kejang parsial, lamotrigin juga
efektif untuk gangguan bipolar. Efek sampingnya adalah pusing, sakit kepala,
diplopia, mual, mengantuk, dan ruam kulit. Ruam ini dianggap sebagai reaksi
hipersensitifitas khas. Meskipun risiko ruam dapat dikurangi dengan mengenalkan
obat secara perlahan, pasien anak-anak berisiko tinggi, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dermatitis yang berpotensi mengancam jiwa akan berkembang
pada 1-2% pasien anak-anak (Katzung et al., 2012).
2.9.3.2 Antidepresan
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan gangguan
depresi. Ini juga disebut sebagai mood-elevator dan timoleptik. Tidak ada
antidepresan tunggal yang efektif untuk semua pasien depresi (Ahuja, 2011). Dosis
antidepresan dipantau berdasarkan perbaikan klinis. Pemantauan rutin tingkat darah
biasanya tidak diindikasikan. Untuk episode depresi pertama, pasien harus
menerima dosis terapeutik penuh antidepresan yang dipilih selama 6-9 bulan,
Gambar 2.13 Struktur kimia Karbamazepin (Katzung et al., 2012)
Gambar 2.14 Struktur kimia Lamotrigin (Katzung et al., 2012)
36
setelah mencapai remisi penuh. Sebaiknya dilakukan taper dose obat anti depresan,
saat pengobatan harus dihentikan setelah fase kelanjutan (Ahuja, 2011).
2.9.3.2.1 Indikasi
Adapun indikasi pemberian antidepresan sebagai berikut : (Ahuja, 2011)
a. Episode depresi (juga disebut depresi berat, endogenous depression)
b. Episode depresi dengan melankoli (dengan atau tanpa ECT)
c. Episode depresi dengan kejadian psikotik (dengan antipsikotik atau ECT)
d. Dysthymia (dengan psikoterapi)
e. Depresi reaktif (dengan psikoterapi)
f. Depressive equivalents dan masked depression (kadang-kadang)
g. Depresi atipikal (misalnya inhibitor MAO-I)
h. Depresi sekunder (misalnya hipotiroid, sindrom cushing)
i. Reaksi sedih yang berlebihan (Ahuja, 2011).
2.9.3.2.2 Klasifikasi
Table II.3 Klasifikasi obat antidepresan (Ahuja, 2011)
No. Obat Dosis oral
(mg/d)
Efek samping yang umum terjadi
Sedasi Hipotensi
ortostatik Anti-kolinergik
I. Antidepresan siklik
A. Tricyclic Tertiary Amines
1. Amitriptyline 75 – 300 +++ +++ +++
2. Clomipramine 75 – 250 ++ ++ ++
3. Dosulepin 75 – 300 +++ +++ ++
5. Imipramine 75 – 300 ++ ++ ++
B. Tricyclic Secondary Amines
1. Desipramine 75 – 300 ± + ++
2. Nortriptyline 75 – 200 + ++ ++
3. Protrityline 15 - 60 0 ++ ++
C. Tetracyclic Antidepressants
1. Amoxapine 150 – 400 + + ++
2. Maprotiline 75 – 225 ++ ++ ++
37
3. Mienserin 30 – 120 +++ ± ±
D. Bicyclic Antidepressants
1. Viloxazine 100 – 300 ± ± ±
II. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
1. Citolopram 20 – 40 ± ± 0
2. Escitalopram 10 – 20 ± ± 0
3. Fluoxetine 20 – 60 ± 0 0
4. Fluvoxatine 50 – 300 ± ± ±
5. Paroxetine 20 – 40 ± 0 ±
III. Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitors (SNRIs)
1. Duloxetine 60 ± ± ±
2. Venlafaxine 75 – 375 ± ± ±
IV. Norepinefrin Serotonin Reuptake Enhancers (NSREs)
1. Tianeptin 37.5 + 0 ±
V. Noradrenergic and Specific Serotonergic Antagonists (NSSAs)
1. Mirtazapine 15 – 45 +++ + ±
VI. Norepinefrin Dopamine Reuptake Inhibitors (NDRIs)
1. Bupropion 150 – 430 Akt 0 0
Efek samping obat
Sedasi Hipotensi Antikolinergik
VII. Serotonin Antagonists and Reuptake Inhibitors (SARIs)
1. Nefazodone 200 – 600 ++ + ±
Efek samping umum terjadi
Sedasi Hipotensi
ortostatik
Anti-
kolinergik
2. Trazodone 150 – 400 +++ ± ±
VIII. Noradrenergic Reuptake Inhibitors (NARIs)
1. Reboxetine 8 – 10 ± ± ±
IX. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
A. Irreversible Non-selective and Selective MAOIs
Tidak tersedia di India
B. Reversible Selective MAO-B Inhibitors
1. Selegiline 5 - 10 Untuk parkonson
C. Reversible Selective MAO-A Inhibitors (RIMAs)
1. Moclobemide 300 – 600 mengaktifkan 0 0
X. Melatonin receptor agonist and 5-HT2C antagonist
1. Agomelatin 25 – 50 + 0 0
Keterangan :
# Perkiraan efek samping yang umum dalam tabel ini adalah pedoman kasar dan
empiris untuk penggunaan klinis antidepresan. Dosis obat pada setiap pasien perlu
dilakukan secara individual berdasarkan gejala klinis, tingkat keparahan, respons
terhadap pengobatan dan beberapa faktor klinis lainnya.
38
* 0 = Tidak ada ± = Kemungkinan / Sangat sedikit + = Ringan
++ = Sedang +++ = Parah
2.9.3.2.3 Golongan Obat Antidepresan
2.9.3.2.3.1 Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
Penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI) merupakan bahan kimia
yang memiliki tindakan utama sebagai penghambat transporter serotonin (SERT).
Fluoxetine diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1988 dan dengan cepat
menjadi salah satu obat yang paling sering diresepkan dalam praktik medis.
Popularitas SSRI sebagian besar berasal dari kemudahan penggunaan, keamanan
overdosis, tolerabilitas relatif, biaya dan spektrum penggunaan yang luas (Ahuja,
2011).
2.9.3.2.3.2 Fluoxetine
Aripiprazol, klorpromazin, olanzapin, quetiapin, risperidon, dan ziprasidon
adalah obat yang telah diakui oleh FDA sebagai terapi fase mania (Katzung et al.,
2012).
Fluoxetin memiliki keuntungan waktu paruh yang lebih lama. Fluoxetin
dapat mengobati serangan panik juga dengan fobia. Sehingga mengurangi
kesusahan (Ahuja, 2011). Onset obat ini sering tertunda yaitu 2-4 minggu. Jika tidak
bekerja dalam 6-8 minggu maka harus dilakukan peningkatan dosis. Atau bisa juga
tidak berfungsi sama sekali. Dapat diberikan selama bertahun tahun untuk
mencegah kekambuhan, namun harus tetap diawasi (Stahl, 2017).
39
2.9.3.2.3.3 Sertraline
Sertralin merupakan salah satu obat antidepresan yang bekerja dengan
meningkatkan serotonin dengan berbagai cara. Dan salah satunya adalah
menghambat pompa reuptake serotonin. Dan dapat pula meningkatkan transmisi
serotonergik dalam saraf (Stahl, 2017). Sertraline dapat mengobati depresi dengan
dosis rendah karena memiliki aktifitas antikolinergik yang rendah dan memiliki
efek samping obat terhadap jantung yang minimal. Efek samping obat sertraline
yang paling umum ditemui adalah kebingungan dan mengigau (Ahuja, 2011).
2.9.3.2.3.4 Siklik Antidepresan
TCA (tricyclic antidepressants) digunakan terutama pada depresi yang tidak
responsif terhadap antidepresan yang lebih umum digunakan seperti SSRI atau
SNRI. Hilangnya popularitas dikarenakan sebagian besar berasal dari tolerabilitas
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan agen baru, kesulitan penggunaan,
dan mematikan overdosis. Kegunaan lain untuk TCA termasuk perawatan kondisi
nyeri, enuresis, dan insomnia (Katzung et al., 2012).
2.9.3.2.3.5 Antagonis Serotonin
Dua antidepresan diperkirakan bertindak terutama sebagai antagonis pada
Reseptor 5-HT2: traxodone dan nefaxodone. Traxodone adalah antidepresan yang
paling sering diresepkan sampai digantikan oleh SSRI pada akhir 1980an.
Penggunaan trazodone yang paling umum dalam praktik saat ini adalah hipnosis
offlabel, karena sangat menenangkan dan tidak terkait dengan toleransi atau
ketergantungan (Katzung et al., 2012).
Gambar 2.15 Struktur kimia Fluoxetin (Katzung et al., 2012)
40
Gambar 2.16 Struktur kimia Traxodone (Katzung et al., 2012)
Nefazodon masih memiliki hubungan kimia dengan trazodone. Nefazodone
menerima peringatan kotak hitam FDA pada tahun 2001 yang mengaitkannya
dengan hepatotoksisitas, termasuk kasus nekrosis hati. Meski masih tersedia secara
umum, nefazodone sudah tidak umum lagi diresepkan. Indikasi utama untuk
nefazodone dan trazodone adalah depresi berat, walaupun keduanya juga telah
digunakan dalam pengobatan gangguan kecemasan (Katzung et al., 2012).
Gambar 2.17 Struktur kimia Nefaxodone (Katzung et al., 2012)
2.9.3.3 Golongan Obat Antipsikotik
Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai kondisi,
termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, depresi psikotik, psikosis pikun, berbagai
psikosis organik, dan psikosis akibat obat (Katzung et al., 2012). Istilah neuroleptik
sering dipakai pada obat-obat yang memiliki bukti penelitian yang relatif meninjol
sebagai antagonisme reseptor dopamin (DA) D2, dengan resiko efek neurologis
ekstrapiramidal yang merugikan dan peningkatan pelepasan prolaktin. Istilah
antipsikotik atipikal dipakai pada senyawa-senyawa yang berhubungan dengan
resiko rendah efek ektrapiramidal tersebut (Brunton, 2011).
41
2.9.3.3.1 Klozapin
Klozapin adalah salah satu obat yang menyebabkan kejang. Namun beberapa
obat seperti aripiprazol, amilsuprid, zapin dan Klozapin merupakan salah satu obat
yang dapat digunakan sebagai terapi bipolar. Obat ini adalah obat yang terkenal
sebagai antipsikotik atipikal (Ahuja, 2011). Obat – obatan ini juga terbukti sangat
bermanfaat dalam mempelajari patofisiologi skizofrenia dan bipolar. Penyakit yang
memiliki latarbelakang disebabkan karena gangguan otak dengan fitur psikotik
(Katzung et al., 2012).
Gambar 2.18 Struktur kimia Klozapin (Katzung et al., 2012)
Mekanisme kerja obat ini dalam tubuh adalah dengan memblokir reseptor
dopamin 2, mengurangi gejala psikosis positif dan menstabilkan gejala afektif.
Memblokir reseptor serotonin 2A, menyebabkan peningkatan pelepasan dopamin
dalam daerah otak tertentu dan dengan demikian mengurangi efeksamping motorik
dan mungkin membaik gejala kognitif dan afektikf (Stahl, 2017).
2.9.3.3.2 Klobazam
Klobazam adalah obat yang tidak tersedia di AS tetapi di pasarkan paling
banyak negara dan secara luas digunakan dalam berbagai jenis kejang dan bipolar.
Klobazam, dan turunan benzodiazepin lainnya (diazepam) adalah ansiolitik yang
efektif untuk dipergunakan pada pasien yang memiliki gangguan kecemasan dan
kepribadian ansietas yang tinggi (Parrot et al., 1982).
2.9.3.3.3 Quetiapin
Obat-obat golongan antipsikotik atipikal seperti olanzapin, quetiapin dan
aripiprazol adalah beberapa jenis obat yang ditambahkan ke daftar obat yang
42
digunakan dalam perawatan gangguan bipolar. Antipsikotik seperti thioridazine,
olanzapin, quetiapuin dan antidepresan (dozepine) terkadang digunakan untuk
perawatan kecemasan yang parah dan sulit dipecahkan (Ahuja, 2011).
Gambar 2.19 Struktur kimia Quetiapin (Katzung et al., 2012)
Quetiapin adalah agonis reseptor 5-HT 2A. Artinya obat ini bekerja dengan
memblokir konstituatif aktivitas reseptor-reseptor. Reseptor-reseptor ini
memodulasi pelepasan dopamin, norepinefrin, glutamat, GABA dan asetilkolin,
dan diantaranya neurotransmisi lain di korteks, limbik, dan stratum. Simulasi
reseptor 5HT 2A ini menyebabkan depolarisasi neuron glutamat, tetapi juga
stabilisasi reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA) pada postsinaps neuron
(Katzung et al., 2012). Dan untuk pasien yang rawat jalan dimohon untuk
mempertimbangkan beralih ke antipsikotik atipikal lainnya, terutama pada pasien
yang kelebihan berat badan, pradiabetes, diabetes, hipertensi, obesitas, dislipidemia
(Stahl, 2017).
2.9.3.3.4 Klorpromazin
Klorpromazin jarang digunakan. Klorpromazin adalah obat antipsikotik
(Ahuja, 2011). Klorpromazin dapat mengurangi gejala psikotik akut pada mania.
Klorpromazin juga dapat digunakan sebagai penstabil mood. Dan atau antipsikotik
atipikal untuk suasana hati dan pemeliharaannya. Efek samping yang akan muncul
adalah aktivitas antikolinergik muncul. Aktvitas tersebut dapat menyebabkan
sedasi, penglihatan kabur, sembelit dan mulut kering. Banyak digunakan secara
intamuscular. Dengan dosis 0,25 mg/hari (Stahl, 2017).
43
2.9.3.3.5 Olanzapin
Olanzapin diindikasikan untuk perawatan terhadap bipolar. Olanzapin
memiliki dosis oral sebesar 5-20 mg/hari dan dosis parenteral 2,5 mg-10 mg/hari.
Karena penghentian pengobatan antipsikotik sering menyebabkan kambuh. Maka
pemberian antipsikotik jangka panjang sangat baik dalam pengobatan. (Ahuja,
2011). Kombinasi olanzapin dan fluoxetin ditujukan untuk penanganan episode
depresi yang berkaitan dengan gangguan bipolar (Brunton, 2010).
Olanzapin memiliki efek samping tinggi pada kenaikan berat badan dan
hiperlipidemia (Detke, 2015). Risiko onset hiperlipidemia pada pengguna
olanzapine berusia di atas 40 tahun lebih tinggi daripada pada pengguna berusia di
bawah 40 tahun meskipun masih belum dapat dipahami lebih lanjut dan masa
penyakit gangguan mental merupakan prediktor signifikan untuk sindrom
metabolik (Mitchell et al., 2013).
2.9.3.3.6 Risperidon
Risperidon merupakan salah satu golongan obat antipsikotik antipikal yang
banyak sekali digunakan. Kelebihannya dibanding obat sejenisnya adalah obat ini
memiliki efek penenang yang rendah dan toksisitas terhadap jantung yang rendah.
Gambar 2.20 Struktur kimia Klorpromazin (Katzung et al., 2012)
Gambar 2.21 Struktur kimia Olanzapin (Katzung et al., 2012)
44
Namun efek samping obat yang umum terjadi adalah hipotensi postural (Ahuja,
2011). Penggunaan risperidon umumnya 16-20 minggu sehingga tercapai respon
yang baik. Obat ini bekerja dengan memblokir reseptor alfa 1 sehingga efek
samping obat muncul, dan yang paling umum adalah sedasi, pusing dan hipotensi
(Stahl, 2017).
2.9.3.4 Ansiolitik
2.9.3.4.1 Lorazepam
Lorazepam jarang digunakan untuk perawatan episode mania. Namun obat
ini lebih sering digunakan sebagai adjuvant antipsikotik (Ahuja, 2011). Lorazepam
bekerja dengan menempati reseptor benzodiazepin di GABA-A. Dengan cara
meningkatkan efek penghambatan GABA. Selain itu juga menghambat aktivitas
neuronal di sirkuit rasa takut amygdala untuk menyediakan manfaat terapeutik
dalam gangguan kecemasan (Stahl, 2017).
2.9.3.4.2 Alprazolam
Alprazolam merupakan salah satu golongan benzodiazepin yang mana
banyak digunakan untuk perawatan gejala kepanikan dan kecemasan. Alprazolam
dapat dikombinasikan dengan antidepresan lain guna untuk mengurangi rasa cemas,
panik, agrofobia dan fobia sekolah namun penggunaannya harus dalam dosis yang
kecil, guna mengurangi resiko ketergantungan (Ahuja, 2011). Alprazolam bekerja
dengan cara menempati reseptor benzodiazepin di GABA-A. Artinya obat
alprazolam akan meningkatkan efek penghambatan GABA. Alprazolam memiliki
takaran dosis yaitu 0,75-1,5 mg/hari dalam dosis terbagi. Resiko ketergantungan
Gambar 2.22 Struktur kimia Lorazepam (Katzung et al., 2012)
45
akan muncul apabila jika digunakan lebih dari 12 minggu (jangka panjang) (Stahl,
2017).
2.9.3.4.3 Diazepam
Lima Benzodiazepin dikelompokkan menurut waktu paruh eliminasi
diantaranya agen pendek, menengah dan paruh panjang. Agen paruh pendek
contohnya lorazepam, oxazepam, dan triazolam. Agen paruh menengah contohnya
alprazolam dan temazepam. Agen paruh panjang termasuk diazepam,
chlordiazepoxide, flurazepam dan nitrazepam (WHO, 200). Diazepam adalah obat
esensial golongan benzodiazepin yang tercantum dalam WHO Essential List of
Medicine Edisi 19 (WHO, 2015). Diazepam telah banyak digunakan sebagai obat
sejak pada tahun 1960. Obat psikotropika yang paling sering di resepkan di negara
negara industri. Senyawa ini lebih dikenal karena sifat penenang, hipnotic,
anxiolytic, muscle relaxan dan antikonvulsan. Serta memiliki index terapi yang
besar (Walker and Torres, 2014).
Gambar 2.24 Struktur kimia Diazepam (Katzung et al., 2012)
Gambar 2.23 Struktur kimia Alprazolam (Katzung et al., 2012)
46
2.9.3.4.3.1 Indikasi
Benzodiazepin dapat digunakan sebagai senyawa untuk pengobatan
gangguan panik. Serta benzodiazepin apabila dihentikan harus diturunkan secara
perlahan (lebih dari 4 hingga 10 minggu) (Kaplan & Sadock’s, 2015). Diazepam
diindikasikan untuk terapi kecemasan (ansietas) dalam penggunaan jangka lama,
karena mempunyai masa kerja panjang (Finkel et al., 2009). Selain itu juga sebagai
sedatif dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain
sebagai antiansietas, diazepam digunakan sebagai hipnotik, antikonvulsi, pelemas
otot dan induksi anastesi (Katzung et al., 2012). Indikasi untuk penggunaan
benzodiazepin adalah sebagai berikut : (Ahuja, 2011)
- Gangguan kecemasan generalized (gangguan penyesuaian dengan mood
cemas
- Gangguan panik, agoraphobia, dan fobia sekolah (terutama alprazolam dan
clonazepam (penggunaan jangka pendek, bersama dengan antidepresan
- Depresi gelisah (penggunaan jangka pendek, bersama dengan antidepresan
dalam waktu 1-2 minggu pertama)
- Pengobatan insomnia jangka pendek
- Stadium 4 N-REM gangguan tidur seperti enuresis, somnambulism
(diazepam mengurangi durasi tidur NREM)\
- Mimpi buruk (diazepam juga mengurangi REM Sleep selamanya.
- Pra pengobatan dalam anastesi (intravena lorazepam, midazolam, atau
diazepam)
- Penggunaan antikonvulsi (obat pilihan untuk status epileptikus, kejang
mioklonik dan kekanak-kanakan tertentu)
- Untuk menghasilkan relaksasi otot skeletal
- Pengobatan alkohol dan penarikan obat lainnya
- Untuk prosedur bedah minor, endoskopi atau obs tetric
- Mania akut (lorazepam, biasanya dengan lithiu, atau antipsikotik atipikal)
- Akathsia yang disebabkan oleh antipsikotik
- Manajemen darurat psiko akut (IV lorazepam, bersama dengan antipsikotik
parenteral)
- Narcoanalisis atau abreaksi (iv diazepam)
47
2.9.3.4.3.2 Mekanisme Aksi
Mekanisme dari Benzodiazepin adalah meningkatkan efek GABA secara
alosterik tanpa secara langsung mengaktifkan reseptor GABA atau membuka kanal
klorida yang terkait. Penguatan konduktansi ion klorida yang dipicu oleh interaksi
benzodiazepin dengan GABA menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya
kanal (Katzung et al., 2012). Penggunaan modulator GABA dapat membantu untuk
menghindari dosis berlebihan obat antagonis dopamin dengan risiko kardiovaskuler
dan reaksi merugikan lainnya. Termasuk sindrom neuroleptik (Goodwin et al.,
2016). Diazepam bekerja pada reseptor AB-aminobutyric acid (GABA), yang
terlibat dalam kognisi, memori, dan kontrol motorik. Karena benzodiazepin
mengurangi konsentrasi epinephrine plasma, sehingga mengurangi kecemasan, dan
sebagai hasilnya terjadi peningkatan passion pada orang yang terhambat oleh
kecemasan. Jika gejalanya muncul kembali, pertimbangkan pengobatan dengan
SSRI atau SNRI, atau pertimbangkan apabila ingin memakai benzodiazepine;
benzodiazepin harus digunakan dalam bentuk kombinasi dengan SSRI atau SNRI
untuk mendapatkan hasil yang terbaik (Kaplan & Sadock’s, 2015). Dalam depresi
ringan dapat diberikan sebuah konseling sederhana dan penggunaan benzodiazepin
(diazepam 5-10 mg per hari), dan efek samping yang akan terjadi adalah
ketergantungan yang sangat tinggi (Jiloha, 2010).
2.9.3.4.3.3 Farmakokinetik
Sebagai premedikasi anastesi, diazepam dapat diberikan secara oral, IM,
intravena (Gillman, 2011). Obat ini 99% terikat pada allbumin. Lama pengaruh
diazepam disebabkan karena lamanya waktu ekskresi dan lamanya pembentukan
metabolit. Hasil metabolit diazepam yang utama adalah desmetil diazepam (Agung,
2011). Diazepam memiliki waktu paruh yang lama yaitu 20-50 jam. Terikat pada
CYP450 - 2C19 dan 3A4. Tidak ada makanan yang berpengaruh terhadap absorbsi
diazepam (Stahl, 2017).
2.9.3.4.3.4 Farmakodinamik
Diazepam akan menghambat Sistem Saraf Pusat (SSP) dengan efek utamanya
adalah sedasi, hipnotik, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Pemberian dalam dosis
rendah bersifat sedatif, sedangkan dalam dosis besar bersifat hipnotik (Mansjoer,
48
2005). Diazepam memiliki onset kerja yang sangat cepat dikarenakan obat ini
adalah obat yang sangat lipofil, sehingga secara cepat dapat terpenetrasi kedalam
sawar darah otak dan secara cepat pula bisa didistribusikan kejaringan lipofil
seluruh tubuh (Eugene, 2009). Diazepam akan mencapai kadar puncak dalam darah
dalam waktu 1-2 jam. Dan memiliki waktu paruh 20-80 jam (Katzung et al., 2012).
Diazepam memiliki onset kerja 10 menit. Diazepam bersifat mendepresi sistem
kardiovaskuler dan sistem respirasi (Agung, 2011).
2.9.3.4.3.5 Dosis Terapeutik
Rute pemakaian diazepam dapat digunakan secara oral, intamuscular, injeksi
intravena, ataupun per-rectal (McEvoy, 2011). Benzodiazepin harus diberikan
dengan dosis efektif terendah untuk periode sesingkat mungkin (WHO,2009).
Penggunaan diazepam secara oral diberikan dengan dosis 4-40 mg/hari dalam dosis
terbagi. Dapat juga diberikan secara intravena (dewasa) 5mg/menit. Serta untuk
anak anak 0,25mg/Kg setiap menit (Stahl, 2017). Diazepam dapat diberikan 5-10
mg secara parenteral. Benzodiazepin (Diazepam) sebaiknya digunakan selama
kurang lebih 2-4 minggu. Jika tidak, maka risiko ketergantungan cukup tinggi dan
toleransi terjadi (Ahuja, 2011). Namun, dosis diazepam yang paling umum
digunakan adalah 5mg dua kali sehari (Katzung et al., 2012).
2.9.3.4.3.6 Efek samping
Penggunaan benzodiazepin untuk gangguan panik adalah potensi
ketergantungan, gangguan kognitif, dan pelecehan, terutama setelah penggunaan
jangka panjang. Efek samping yang paling umum muncul adalah pusing ringan dan
sedasi (Kaplan & Sadock’s, 2015). Jika digunakan dalam jangka waktu panjang,
benzodiazepin harus di tarik secara perlahan (Ahuja, 2011). Efek samping lain yang
mungkin akan terjadi adalah pelupa, bicara cadel, hyperexcitability, gugup, nyeri
ditempat suntikan, halusinasi, mania, hipotensi langka dan hipersalivasi (Stahl,
2017). Benzodiazepin dengan waktu paruh eliminasi yang pendek, lebih disukai
untuk meminimalkan sedasi di siang hari. Namun dapat menyebabkan
simptomatologi rebound dibandingkan agen waktu paruh yang panjang (diazepam)
(WHO, 2009).
49
2.9.3.4.3.7 Interaksi Obat
Diazepam yaitu golongan benzodiazepin yang memiliki kecenderungan
untuk berinteraksi dengan obat lain. Seperti, benzodiazepin – valproat dapat
menghambat metabolisme benzodiazepin, menghasilkan peningkatan kadar dan
menyebabkan depresi SSP (Ayano, 2016). Diazepam dikombinasikan dengan obat
antidepresi SSP lainnya dapat meningkatkan efek depresi. Cimetidine dapat
mengurangi efek klirens diazepam. Flumazenil (digunakan untuk membalikkan
efek benzodiazepin) dapat memicu kejang (Stahl, 2017).
2.9.3.4.3.8 Sediaan Diazepam
Table II.4 Sediaan Diazepam (ISO Vol.49, 2014)
Nama
Dagang Sediaan Kandungan Produsen Rute
Valium® Tab Diazepam
Inj Diazepam
Diazepam 2mg;
5mg/tab
Diazepam 10mg/ml
Roche Oral
Injeksi
Valisanbe® Tab Diazepam
Diazepam 2mg;
5mg/tab
Sanbe
Farma
Oral
Stesolid® Tab Diazepam
Inj Diazepam
Sirop
Diazepam 2mg;
5mg/tab
Diazepam 10mg/ml
Diazepam 10mg/2 ml;
2mg/2,5 ml
Actavis Oral
Injeksi
Oral
Valdimex
10®
Inj Diazepam Diazepam 5 mg/ml Mersi
Farma
Injeksi
Decazepam® Tab Diazepam Diazepam 2mg;
5mg/tab
Mersi
Farma TM
Tab
2.9.3.4.3.9 Penelitian Diazepam
Menurut penelitian oleh Colombo et al (1999). Penelitian ini dilakukan
terhadap pasien dengan gangguan bipolar. Pada penelitian ini dilakukan uji coba
terkontrol secara acak yang berlangsung selama 6 bulan. Karena gejala manik
muncul di rawat inap, maka dari itu pasien segera diberikan antimania. Pemulihan
50
tersebut dengan diberikan golongan benzodiazepin (iv diazepam 10 mg) dan ada
juga diberikan iv Lorazepam 4-8 mg. Mendapatkan tanggapan positive selama 5
hari. Sampel yang digunakan adalah 206 pasien bipolar dengan depresi. Sebenarnya
pasien tersebut diobati dengan tiga siklus kurang tidur, sendirian atau dalam
kombinasi dengan obat heterogen. Angka menunjukkan 4,85% mania menjadi 5,83
hipomania. Presentase ini sebanding dengan yang diamati dengan perawatan obat
antidepresan (diazepam – lorazepam).
Penelitian yang dilakukan oleh Louise Wingard , et al (2019). Penelitian
yang dilakukan terhadap pasien dengan gangguan bipolar. Penelitian tersebut
dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh dari Daftar Nasional Swedia dengan
pendekatan kohort pada 21.883 pasien. Penggunaan alprazolam menunjukan
adanya peluang tinggi ketergantungan untuk pemakaian jangka panjang, begitupula
dengan golongan benzodiazepin (diazepam). Hasil analisis diperoleh bahwa
clonazepam, alprazolam atau benzodiazepin / politerapi obat Z memiliki resiko
ketergantungan yang tinggi. Maka dari itu, penggunaan obat tersebut harus
digunakan secara terbatas.