bab ii tinjauan pustaka 2.1 definisi tanaheprints.umm.ac.id/64211/3/bab ii.pdfbahan tanah dasar...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tanah
Susunan material yang terdiri dari berbagai butiran mineral padat yang tidak
terikat secara kimia antar partikelnya dan terbentuk dari berbagai bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi rongga kosong di antara partikel padat tersebut merupakan definisi dari
tanah.(Das, 1985).
Banyak sekali istilah yang dalam dunia teknik sipil untuk membedakan
berbagai jenis tanah misalnya lempung, pasir, kerikil, dan lanau. Yang
membedakan jenis tanah tersebut adalah karakteristik yang dimiliki oleh masing-
masing tanah tersebut. Karena memiliki berbagai macam karakteristik, tentunya
mempengaruhi terhadap daya dukung tanah tersebut. Besarnya nilai daya dukung
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : jenis dari tanah asli, tingkat
kepadatan tanah, kandungan kadar air beserta faktor lainnya.
2.2 Sistem Klasifikasi Tanah
Untuk mempermudah kita mengenali jenis-jenis tanah maka dibuatlah sistem
klasifikasi tanah. Suatu sistem penggolongan yang dilakukan sistematis dari jenis
tanah yang mempunyai sifat–sifat yang sama ke dalam kelompok–kelompok dan
sub kelompok berdasarkan pemakaiannya disebut sistem klasifikasi tanah menurut
Das,1995. Dasar pembuatan sistem klasifikasi tanah adalah dengan melihat
karakteristik tanah dan juga sifat fisik tanah agar dapat dibedakan sesuai dengan
jenisnya. Karena macam perilaku dan sifat tanah yang begitu banyak dan beragam,
sistem klasifikasi tanah secara umum mengelompokan jenis-jenis tanah ke dalam
beberapa kategori yang umum dimana tanah memiliki persamaan sifat secara fisik.
Ada 2 jenis sistem klasifikasi tanah menurut Susanto, 2005 yaitu klasifikasi
tanah alami dan klasifikasi teknis. Klasifikasi alami tanah yaitu klasifikasi yang
berdasarkan pada sifat tanah tanpa dihubungkan dengan tujuan dari penggunaan
tanah tersebut misalnya berdasarkan pada sifat fisik tanah, kandungan kimia di
6
dalam tanah, dan juga kandungan mineral yang ada. Sedangkan klasifikasi
berdasarkan kepada sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk tujuan
penggunaan tertentu disebut klasifikasi teknis. Unified Soil Classification System
atau biasa kita sebut sistem klasifikasi USCS dan American Association of State
Highway and Transportation Officials Classification atau AASTHO adalah dua
sistem klasifikasi yang biasa digunakan dalam menentukan jenis tanah.
2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah dengan USCS
Casagrande memperkenalkan sistem ini pada tahun 1942 untuk dijadikan
dasar pembangunan proyek lapangan terbang yang dilakukan oleh The Army Corps
of Engineers. Kemudian sistem ini disempurnakan sebagai bentuk kerja sama
dengan United States Bureau of Reclamation (Tahun 1952). Para ahli teknik
mengguanakan sistem ini secara luas pada saat ini. Tanah dikelompokkan menjadi
dua pada sistem ini, yaitu tanah yang terdiri dari butiran kasar dan tanah yang terdiri
dari butiran halus.
Dalam penentuan jenis tanah pada klasifikasi ini, beberapa faktor yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Persentase fraksi halus (% lolos ayakan No.200)
2. Persentase fraksi kasar (% lolos ayakan No.40)
3. Koefisien keseragaman dan koefisien gradasi untuk tanah sebesar 0% sampai
dengan 12% (lolos ayakan No.200)
4. LL dan IP pada tanah yang lolos ayakan No.40 (untuk tanah yang ≥ 5% lolos
ayakan No.200). (Das, 1995)
Adapun hubungan antara indeks plastisitas (IP) dengan batas cair (LL)
digambarkan pada grafik berikut ini :
7
Gambar 2.1 Grafik Hubungan Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (IP)
(Sumber: Bowles)
8
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Jenis Simbol Nama Kelompok Kriteria
Lanau dan
lempung
dengan batas
cair, LL <
50%.
ML
Lanau anorganik dan pasir
sangat halus atau pasir halus
berlanau atau berlempung.
PI < 4 atau berada di
bawah garis-A dalam
Grafik Plastisitas.
CL
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah hingga
sedang, lempung berkerikil,
lempung berpasir, lempung
berlanau, lempung kurus.
PI > 7 dan berada pada
atau di bawah garis-A
dalam Grafik Plastisitas.
CL-ML
Lanau berlempung anorganik
dengan pasir halus atau sedikit
kerikil.
PI berada dalam daerah
yang diarsir dalam Gambar
1.
OL
Lanau organik dan lempung
berlanau organik dengan
plastisitas rendah.
PI berada dalam daerah
OL dan
{[LL(…)]/[LL(…)]} <
0,75
Lanau dan
lempung
dengan batas
cair, LL >
50%.
MH Lanau anorganik atau pasir
halus diatomase, lanau elastis.
PI berada di bawah garis-A
dalam Grafik Plastisitas
CH
Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung
gemuk.
PI berada di atas garis-A
dalam Grafik Plastisitas
OH Lempung organik dengan
plastitas sedang sampai tinggi
PI berada dalam daerah
OH dalam Gambar 1 dan
{[LL(…)]/[LL(…)]} <
0,75
Tanah
dengan kadar
organik
tinggi
Pt Gambut dan tanah lain
kandungan organik tinggi
(Sumber: Bowles)
9
2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah dengan AASTHO
Dikembangkan sebagai Public Road Administration Clasification System
pada tahun 1929. Pada sistem ini, tanah dapat diklasifikasikan ke dalam 7 kelompok
mulai dari A1-A7. A1-A3 adalah kelompok tanah yang butiran ≤35% lolos ayakan
No.200. Sedangkan tanah yang memiliki butiran lolos ayakan No.200 ≥35%
dikategorikan sebagai kelompok A4-A7 yang sebagian besarnya adalah lempung
dan lanau. (Das, 1995)
Tabel 2.2. berikut menjelaskan pengelompokkan tanah menurut AASHTO
secara keselurahan.
10
Tabel 2.2. Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
Klasifikasi
Umum
Tanah Berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
Klasifikasi
Kelompok
A-1 A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis Ayakan
(% lolos)
No.10 Maks 50
No.40 Maks 30 Maks 50 Min 51
No.200 Maks 15 Maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35
Sifat Fraksi yang
lolos ayakan No. 40
Batas Cair (LL)
Indeks Plastis (PI)
Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41
Maks 6 NP Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11
Tipe Material yang
paling dominan
Batu pecah, kerikil Pasir Kerikil dan pasir yang berlanau atau
dan pasir Halus berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi Umum Tanah Lanau – Lempung
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200)
Klasifikasi
Kelompok A-4 A-3 A-6
A-7
A-7-5*
A-7-6’
Analisis
Ayakan(%lolos)
No.10
No.40
No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36
Sifat Fraksi yang
lolos ayakan No.40
Batas Cair (LL)
Indeks Plastis (PI)
Maks 40
Maks 10
Maks 40
Maks 10
Maks 40
Maks 10
Maks 40
Maks 10
Tipe Material yg
paling dominan Tanah Berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek
Sumber : Das, 1995
Keterangan : *Untuk A-7-5, PI ≤ LL - 30 dan ‘ Untuk A-7-6, PI > LL – 30
2.3 Tanah Ekspansif
Di Indonesia banyak sekali ditemukan tanah yang udah mengalami
pengembangan dan penyusutan atau yang biasa disebut tanah ekspansif di dalam
dunia teknik sipil. Karena memiliki kemampuan pengembangan dan penyusutan
yang besar maka tanah jenis ini cenderung merugikan bagi dunia teknik sipil.
11
Sehingga diperlukannya suatu upaya guna menanggulangi atau mengurangi
kerugian tersebut. Factor utama yang paling mempengaruhinya yaitu ukuran
partikel tanah itu sendiri dan paling besar karena perubahan kadar air. Musim
kemarau dan juga penghujan memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan
kadar air khususnya untuk tanah di Pulau Jawa. Kandungan butiran halus yang
sangat besar dapat mengakibatkan besarnya tingkat penyerapan air karena besarnya
rongga mengakibatkan terbukanya ruang untuk masuk atau keluarnya air.
Ada 3 metode untuk mengidentifikasi tanah lempung ekspansif menurut
Noormalasari dan Susanto (2000), yaitu:
1. Metode tidak langsung
2. Metode langsung
3. Metode kombinasi
Indeks plastisitas memiliki hubungan yang erat dengan potensi
pengembangan tanah sehingga Chen membuat sebuah klasifikasi potensi
pengembangan yang terjadi pada tanah yang berdasarkan pada nilai indeks
Plasticity Index (IP). Perhatikan tabel 2.3 (Chen, 1988 dalam Hardiyatmo, 2014).
Tabel 2.3 Hubungan Potensi Pengembangan dan PI
Indeks Plastisitas (PI) Potensi Pengembangan
>35 Sangat Tinggi
20-35 Tinggi
10-35 Sedang
0-15 Rendah
Sumber: Chen, 1988 dalam Hardiyatmo, 2010
Pada sistem klasifikasi USCS, CH merupakan simbol tanah lempung
ekspansif yang mempunyai LL sebesar > 50% dan PI > 30%.
Di Pulau Jawa sendiri banyak sekali daerah yang memiliki tanah ekspansif.
Hal tersebut mengakibatkan kerusakan jalan dan bangunan rumah tinggal misalnya
saja di Soko, Kab. Ngawi, Jawa Timur. Berikut adalah potensi kembang susut tanah
12
di beberapa daerah di Pulau Jawa yang ditengarai merupakan tanah lempung
ekspansif.
Tabel 2.4 Potensi Kembang Tanah Ekspansif di Pulau Jawa
No. Lokasi Sampel Batas Konsistensi Tanah Potensi
Kembang LL (%) PL (%) SL (%) IP (%)
1 Citra Land, Surabaya 104,56 46,78 37,90 57,78 Tinggi
2 Menganti, Gresik 55,00 19,20 11,56 35,80 Sedang
3 Dringu, Probolinggo 66,75 35,25 16,15 31,50 Sedang
4 Mojowarnu, Jombang 79,24 41,65 12,30 37,59 Sedang
5 Caruban, Madiun 72,00 24,00 15,50 48,00 Tinggi
6 Saradan, Nganjuk 87,37 29,39 16,20 57,98 Tinggi
7 Padangan, Bojonegoro 85,00 30,00 9,06 55,00 Tinggi
8 Soko, Ngawi 101,00 29,77 10,70 71,23 Sangat Tinggi
9 Tembalang, Semarang 87,50 21,55 15,15 59,95 Tinggi
10 Purwodadi, Grobogan 89,17 37,16 15,10 51,15 Tinggi
11 Pedan, Klaten 91,30 29,55 14,10 61,75 Sangat Tinggi
12 Wates, Jogjakarta 81,10 28,10 10,46 53,00 Tinggi
13 Bungursari, Purwakarta 96,20 22,35 25,90 73,50 Sangat Tinggi
14 Dawuhan, Subang 105,25 28,75 42,50 76,50 Sangat Tinggi
15 Cikampek, Karawang 63,17 27,52 15,10 35,65 Tinggi
16 Ciwastra, Bandung 99,10 31,65 18,55 67,45 Tinggi
Sumber : Sujianto, 2015
2.4 Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah mencampurkan tanah dengan menambahkan suatu
bahan tambah tertentu, dengan tujuan untuk memperbaiki sifat teknis tanah, atau
suatu usaha untuk memperbaiki atau merubah sifat teknis tanah dengan tujuan
untuk memenuhi syarat teknis tertentu (Hardiyatmo, 2010).
Stabilisasi tanah dilakukan dengan cara mencampurkan tanah dengan jenis
tanah lainnya agar mendapatkan gradasi yang dikehendaki, bisa juga
mencampurkan tanah dengan bahan tambah buatan, sehingga sifat teknis pada tanah
dapat lebih membaik lagi. Ada 2 cara untuk menstabilisasi tanah, yaitu :
13
1. Stabiliasi Mekanis
Stabilisasi jenis ini dilakukan dengan mengaduk atau mencampurkan dua
jenis tanah atau lebih yang memiliki gradasi berbeda guna mendapatkan material
yang dapat memenuhi persyaratan tertentu. Agar lebih ekonomis, yang dijadikan
bahan campuran biasanya berasal dari lokasi setempat untuk mengurangi biaya
pengiriman.
2. Stabilisasi Kimiawi
Stabilisasi dengan mencampurkan bahani tambah kimia dengan tujuan
terjadinya reaksi kimiawi terhadap tanah yang bersangkutan, sehingga dapat
menghasilkan senyawa baru yang dianggap lebih stabil dari keadaan sebelumnya.
(Hardiyatmo, 2013).
2.4.1 Abu Ampas Tebu
Perkebunan tebu di Kabupaten Madiun terbilang sangat luas sehingga
mempunyai beberapa pabrik gula yang beroperasi sejak lama. Dengan banyaknya
gula yang dihasilkan makan semakin banyak pula limbah yang dihasilkan berupa
ampas tebu, tetes tebu, dan lain-lain. Maka dari itu perlunya pemanfaatan limbah
dari pabrik tebu agar dapat mengurangi limbah yang ada.
Abu ampas tebu dapat berfungsi sebagai filler yag bertujuan untuk mengisi
pori agar tanah lebih stabil tetapi perlu adanya kapur sebagai penambah kandungan
Ca yang dianggap masih kurang (Prastyo dkk, 2015).
2.4.2 Kapur
Kapur merupakan kalsium oksida yang dihasilkan dari karbonat yang
dipanaskan menggunakan suhu yang sangat tinggi (Hardiyatmo, 2013). Pada
umumnya kapur berasal dari dolomite atau batuan kapur. Penggunaan kapur
sebagai bahan stabilisasi tanah diharapkan dapat mengakibatkan perubahan tekstur
tanah menjadi tekstur yang diinginkan. Pencampuran kapur pada tanah dapat
menyebabkan partikel yang memiliki ukuran lempung (lebih kecil dari 0,002mm)
berkurang dari ukuran awalnya.
14
2.5 Pemadatan Tanah
Pemadatan adalah proses yang memakai tenaga dinamik untuk menjadikan
tanah lebih padat dan sekaligus mengeluarkan udara. Pemadatan juga berfungsi
untuk mencari hubungan kadar air dan berat volume, dan untuk mengevaluasi tanah
agar memenuhi persyaratan kepadatan, perlu diadakan pengujian pemadatan
(Hardiyatmo, 1995). Teori pemadatan pertama kalinya dikembangkan oleh R.R.
Proctor. Metode yang orisinil dilaporkan melalui serangkaian artikel dalam
Engineering New Record. Oleh karena itu, prosedur dinamik laboratorium yang
standar biasanya disebut dengan uji proctor (Bowles, 1989).
Tujuan dari pengujian proctor itu sendiri untuk mengetahui kadar air
optimum (Woptimum ) dan berat isi kering maksimum (γd). Hasil dari pengujian ini
berupa grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah, sehingga diperoleh
kadar air optimum dan berat isi kering maksimum.
Perhitungan pemadatan dilakukan dengan menentukan suatu nilai berat isi
kering (γdmaks) dengan kadar air tertentu (Woptimum). Nilai ini didapatkan dengan
kurva uji pemadatan suatu sampel tanah dengan variasi nilai kadar air (w) dengan
rumus :
Berat isi basah :
γ = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑 ( gr/cm3 )
Contoh-contoh kadar air diperoleh dari tanah yang dipadatkan, dan berat isi
kering di hitung sebagai berikut :
Berat isi kering :
γd = 𝛾
100+𝑤 x 100
Dengan: 𝛾 = berat volume butir tanah dan w = kadar air
Berat volume kering jenuh tanah dapat dituliskan ke dalam persamaan
berikut:
𝛾𝑑 =𝐺𝑠
1 + w𝐺𝑠γw
15
Dengan Gs = berat spesifik butiran tanah padat dan γw = berat jenis air.
(Sumber:Bowles,1989)
Uji pemadatan tanah laboratorium ada 2 macam yaitu standar proctor test
dan modiefied proctor test. Perbedaan dari kedua uji pemadatan diatas terdapat
dalam Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Pemadatan Standard Proctortest dan Modified Proctortest
Standard Proctortest Modified Proctortest
Diameter mold ± 10 cm
3 lapis pemadatan
25 pukulan per lapisan
Berat palu pemukul 2,5 kg
Jatuh bebas pemumbuk 30 cm
Diameter mold ± 15 cm
5 lapis pemadatan
25 pukulan per lapisan
Berat palu pemukul 4,5 kg
Jatuh bebas pemumbuk
45.7cm
Sumber : Pedoman Praktikum Mekanika Tanah UMM, 2010
2.6 CBR
Pengujian CBR dilakukan untuk mendapatkan nilai CBR dari sampel tanah.
Nilai CBR yaitu perbandingan antara tekanan yang dibutuhkan untuk menembus
tanah dengan piston yang mempunyai penampang bulat dengan luasan 3 inc2
dengan kecepatan penetrasi sebesar 0,05”/menit terhadap tekanan yang diperlukan
untuk menembus suatu bahan standar tertentu. Selain itu CBR juga dipergunakan
untuk menentuakn daya dukung tanah dalam perkerasan jalan. Nilai CBR dihitung
pada penetrasi sebesar 0,1” dan penetrasi 0,2”, kemudian hasil dari perhitungan
tersebut dibandingkan untuk dipakai nilai yang terbesar (SNI 03-1744-1989).
2.7 Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Test)
Uji kuat tekan bebas digunakan untuk mendapatkan nilai kekuatan tanah
dalam keadaan bebas sampai mencapai keruntuhan (Pedoman Praktikum Mektan,
2005)
16
Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pembebanan vertical yang dinaikkan
secara bertahap terhadap benda uji berbentuk silinder yang didirikan bebas, sampai
terjadi keruntuhan. Pembacaan beban dilakukan pada interval regangan aksial tetap
tertentu, yang dapat dicapai dengan cara mempertahankan kecepatan pembebanan
dengan besaran tertentu pula selama pengujian berlangsung (strain control). Oleh
karena beban yang diberikan hanya dalam arah vertical saja, maka percobaan ini
dikenal pula sebagai percobaan tekan satu arah (uniaxial test).