bab ii tinjauan pustaka 2.1 breakwatereprints.itenas.ac.id/422/5/05 bab 2 222014233.pdfmelayani...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Breakwater
Breakwater merupakan prasarana yang berfungsi untuk memecah ombak atau
gelombang dengan menyerap sebagian energi dari gelombang. Energi gelombang yang
berhasil dipecahkan pada saat sampai di pantai tidak besar sehingga resiko kerusakan
pantai atau abrasi pantai dapat diperkecil. Selain itu, pemecah gelombang juga berguna
untuk memecah gelombang di kawasan pelabuhan sehingga kapal dapat merapat dan
melakukan bongkar muat dengan mudah. breakwater dibedakan berdasarkan bentuk
(Triatmodjo, 2016).
2.1.1 Tipe-Tipe Pemecah Gelombang (Breakwater)
Tipe pemecah gelombang berdasarkan tipe bangunannya dapat dibedakan menjadi
tiga:
1. Pemecah Gelombang (Breakwater) Sisi Miring
Pemecah gelombang (breakwater) sisi miring pada umumnya dibuat dari tumpukan
batuan alam yang dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton
dengan bentuk tertentu. Pemecah gelombang (breakwater) ini lebih cocok
digunakan pada kondisi tanah yang lunak dan tidak terlalu dalam.
Pemecah gelombang (breakwater) sisi miring bersifat fleksibel karena jika serangan
gelombang kerusakan yang terjadi tidak secara tiba-tiba, meskipun beberapa
butiran longsor. Biasanya butiran batu pemecah gelombang (breakwater) sisi
miring disusun dalam beberapa lapisan, dengan lapis terluar terdiri dari batu dengan
berukuran besar dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Bentuk butiran
akan berpengaruh terhadap ikatan antara butiran batu yang ditumpuk. Butiran batu
dengan sisi tajam akan mengikat satu sama lain dengan baik sehingga stabil. Butiran
batu pelindung ada beberapa macam yaitu berupa batu alam, batu buatan dari beton
yang berbentuk kubus atau bentuk lainnya. Butiran pelindung buatan beton bisa
berupa tetrapod, cube, tribar, quadripod, accropod, core-loc, dolos.
2. Pemecah Gelombang (Breakwater) Sisi Tegak
Pemecah gelombang (breakwater) sisi tegak biasanya ditempatkan di laut dengan
kedalaman lebih dalam dengan tanah dasar keras kerana dinding pemecah
5
gelombang (breakwater) tegak, makan akan terjadi gelombang diam atau klapotis
yaitu superposisi antara gelombang dating dan gelombang pantul. Tinggi
gelombang klapotis adalah dua kali tinggi gelombang datang. Hal-hal yang perlu
diperhatikan :
a. Tinggi pemecah gelombang di atas muka air pasang tidak boleh kurang dari 1
1/3 sampai 1 ½ kali tinggi gelombang datang.
b. Kedalaman di bawah muka air terendah kedasar bangunan tidak kurang dari 1 ¼
sampai 1 ½ kali atau lebih baik 2 kali tinggi gelombang datang.
c. Lebar pemecah gelombang minimal ¾ tingginya.
d. Kedalaman maksimum perairan 15 sampai 20 meter.
e. Untuk kedalaman lebih dari 20 meter, breakwater sisi tegak dibangun di atas
breakwater sisi miring (breakwater campuran).
3. Pemecah Gelombang (Breakwater) Gabungan
Pada pemecah gelombang gabungan konstruksi di kombinasikan antara pemecah
gelombang sisi tegak yang dibuat di atas pemecah gelombang sisi miring. Pemecah
gelombang (breakwater) gabungan dibuat apabila kedalaman air sangat besar dan
tanah dasar tidak mampu menahan beban dari pemecah gelombang (breakwater)
sisi tegak. Pada waktu air surut bangunan berfungsi sebagai pemecah gelombang
sisi miring, sedangkan pada waktu air pasang berfungsi sebagai pemecah
gelombang sisi tegak.
2.2 Gelombang
Gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin, gaya tarik matahari, dan bulan
(pasang surut), letusan gunung api atau gempa di laut (Tsunami) kapal yang bergerak dan
lainnya. Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut yang paling penting dalam
perencanaan pelabuhan ialah gelombang angin dan pasang surut. Gelombang dari laut
dalam akan masuk ke pelabuhan melalui mulut pelabuhan. Dalam perjalanannya masuk
ke pelabuhan, tinggi gelombang berkurang secara berangsur-angsur karena adanya proses
difraksi gelombang (Triatmodjo, 2016). Gelombang yang ditimbulkan oleh angin
mempunyai peranan dalam pergerakan sedimen di pantai (Triatmodjo, 1999).
Berdasarkan analisis secara umum dari Konsultan PT. Pilar Artha Nugraha serta studi
yang telah dilakukan oleh Fauziyah Iga Maura terhadap PPI Tulandale menganalisis
transformasi gelombang yang terjadi, maka diupayakan untuk melakukan re-design
6
terhadap breakwater yang ada karena breakwater di PPI Tulandale tidak dapat meredam
gelombang sehingga menyebabkan aktivitas pelabuhan terganggu. Hasil dari analisis
gelombang dilihat pada saat pasang purnama dan pasang perbani seperti pada Gambar
2.1. Pada saat kondisi pasang purnama tertinggi arus bergerak dari arah barat daya menuju
timur laut dengan tinggi gelombang sebesar 0,72 – 0,80 m dan kondisi surut purnama
terendah arus bergerak dari arah timur laut menuju barat daya dengan tinggi gelombang
sebesar 0,24 – 0,32 m. Sedangkan pada saat kondisi pasang perbani tertinggi arus
bergerak dari arah barat daya menuju timur laut dengan tinggi gelombang sebesar 0,72 –
0,80 m dan kondisi surut perbani terendah arus bergerak dari arah timur laut menuju barat
daya dengan tinggi gelombang 0,24 – 0,32 m.
Gambar 2.1 Hasil Analisis Tinggi Gelombang di PPI Tulandale (Maura,2018)
2.3 Angin
Angin merupakan sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
bumi. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer. Perubahan
temperatur di atmosfer disebabkan oleh perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air,
7
atau perbedaan panas di gunung dan lembah, atau perubahan yang disebabkan oleh siang
dan malam, atau perbedaan suhu pada belahan bumi bagian utara dan selatan karena
adanya perbedaan musim dingin dan panas. Indonesia mengalami angin musim, yaitu
angin yang berhembus secara mantap dalam satu arah dalam satu periode dalam satu
tahun. Pada periode yang lain arah angin berlawanan dengan angin pada periode
sebelumnya. Angin musim terjadi karena adanya perbedaan musim dingin dan panas di
Benua Asia dan Australia (Triatmodjo, 2016). Berdasarkan pemaparan dari penelitian
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pada saat kondisi angin dominan dari barat laut,
breakwater yang ada saat ini tidak dapat melindungi kolam pelabuhan karena tinggi
gelombang sekitar pelabuhan lebih besar dari tinggi gelombang yang disyaratkan yaitu
0,5 meter. Tinggi gelombang yang terjadi berkisar antara 0,72 – 0,8 m.
2.4 Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya
gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di
bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya
terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih
besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan
terendah (surut) sangat penting untuk merencakan bangunan pelabuhan. Elevasi puncak
bangunan pemecah gelombang ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara
kedalaman alur pelayaran dan perairan pelabuhan ditentukan oleh muka air surut
(Triatmodjo, 2016).
1.1.1 Tipe Pasang Surut
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari
dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai
daerah dapa tdibedakan dalam empat tipe, yaitu pasang surut harian (diurnal tide), harian
ganda (semi-diurnal tide) dan dua jenis campuran.
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) dalam satu hari terjadi dua kali air
pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut
terjadi secara berurutann secara teratur (Gambar 2.2.a). Periode pasang surut rata-
rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai
laut Andaman.
8
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) dalam satu hati terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut (Gambar 2.2.d). Periode pasang surut adalah 24 jam 50
menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal) dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut tetapi
tinggi dan periodenya berbeda (Gambar 2.2.b). Pasang surut jenis ini banyak
terdapat di perairan Indonesia Timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailinf diurnal)
Tipe pasang surut ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan sua
kali surut dengan tinggi dan periode yang sangar berbeda (Gambar 2.2.c). pasang
surut ini terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Sumber: Triatmodjo, 2016
Gambar 2.2 Tipe Pasang Surut
1.1.2 Pasang Surut Purnama dan Perbani
Proses terjadinya pasang surut purnama dan perbani adalah dengan adanya gaya
tarik bulan dan matahari maka lapisan air yang semula berbentuk bola berubah menjadi
elips. Karena peredaran bumi dan bulan pada orbitnya, maka posisi bumi0bulan-matahari
selalu berubah setiap saat. Pasang surut purnama (pasang besar, spring tide) terhadi pada
tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan bulan purnama), dimana tinggi pasang surut sangat
besar dibanding pada hari-hari yang lain. Sedangkan pasang surut perbani (pasang kecil,
neap tide) terjadi pada tanggal 7 dan 21 dimana tinggi pasang surut kecil dibanding hari
yang lain. Gambar 2.2 menunjukkan variasi pasang surut selama satu bulan (Triatmodjo,
2016).
9
Sumber: Triatmodjo, 2016
Gambar 2.3 Variasi Pasang Surut
Hasil analisis berdasarkan pemodelan hidrodinamika arus yang menggunakan
kecepatan angin menunjukan bahwa pada saat kondisi pasang tertinggi perbani arus
bergerak dari arah barat daya ke arah timur laut dengan elevasi muka air sebesar 1,21634
m dan kondisi surut terendah perbani arus bergerak dari timur laut ke barat daya dengan
elevasi muka air sebesar -1,85414 m sedangkan pada saat kondisi pasang tertinggi
purnama arus bergerak arah barat daya ke arah timur laut dengan elevasi muka air
1,68162 m dan kondisi surut purnama bergerak dari arah timur laut ke arah barat daya
dengan elevasi muka air sebesar -1,76213 m. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Hasil Analisis Pasang Surut di PPI Tulandale (Maura,2018)
10
2.5 Pelabuhan
Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang
dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat
untuk bongkar muat barang. Pelabuhan merupakan suatu pintu gerbang untuk masuk ke
suatu wilayah atau negara dan sebagai prasarana penghubung antar daerah. Pelabuhan
dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada sudut tinjauannya, yaitu dari
segi penyelenggaraannya, pengusahaannya, fungsi dalam pedagangan nasional,
penggunaannya dan letak geografisnya (Triatmodjo, 2016).
2.5.1 Pelabuhan dari Segi Penggunaannya
1. Pelabuhan Ikan
Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan untuk melakukan
kegiatan pengkapan ikan dan memberikan pelayanan yang diperlukan. Berbeda
dengan pelabuhan umum dimana semua kegiatan seperti bongkat muat barang,
pengisian perbekalan, perawatan dan perbaikan ringan yang dilakukan di dermaga
yang sama, pada pelabuhan ikan sarana dermaga disediakan secara terpisah untuk
berbagai kegiatan. Hal ini dilakukan karena hasil tangkapan ikan adalah produk
yang mudah busuk sehingga perlu penanganan secara tepat.
2. Pelabuhan Minyak
Pelabuhan minyak harus diletakaan agak jauh dari keperluan umum untuk
keamanan. Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan
yang harus dapat menahan muatan vertikal , melainkan cukup untuk membuat
jembatan perancah atau tambahan yang dibuat menjorok ke laut untuk mendapatkan
kedalam air yang cukup besar.
3. Pelabuhan Barang
Di pelabuhan barang terjadi perpindahan moda transportasi, yaitu dari angkutan laut
ke angkutan darat dan sebaliknya. Barang bongkar muat dari kapal di turunkan di
dermaga. Selanjutnya barang tersebut diangkut dengan menggunakan truk atau
kereta api ke tempat tujuan dan begitu pula sebaliknya barang-barang dari
pengiriman ditempatkan di gudang sebelum dimuat ke kapal.
11
4. Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan penumpang digunakan oleh orang-orang yang berpergian dengan
menggunakan kapal penumpang.
5. Pelabuhan Militer
Pelabuhan militer memiliki daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan
gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunaan cukup terpisah.
2.6 Pelabuhan Perikanan
Pembangunan pelabuhan perikanan untuk menggali potensi sumberdaya perikanan
laut akan memicu perkembangan perekonomian daerah terutama yang berkaitan dengan
industri perikanan dan kelautan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 165 tahun 2000, pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelas
berikut ini:
2.6.1 Kelas Pelabuhan Perikanan
1. Kelas A: Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), dengan kriteria:
a. Melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan lepas pantai (perairan
nusantara), perairan ZEEI dan laut bebas (internasional).
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran > 60 GT.
c. Panjang dermada sekurang-kurangnya 300 m, dan kedalaman kolam ≥ 3 m.
d. Mampu menampung 100 kapal atau jumlah keseluruhan 6.000 GT sekaligus.
e. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor.
f. Terdapat industri perikanan.
2. Kelas B: Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), dengan kriteria:
a. Melayani kapal ikan yang beroperasi di laut teritorial dan perairan ZEEI.
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal berukuran sekurang-kurangnya 30
GT.
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m.
d. Mampu menampung 75 kapal atau jumlah keselutuhan 2.250 GT sekaligus.
e. Terdapat industri perikanan.
12
3. Kelas C: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dengan kriteria:
a. Melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pedalaman, perairan kepulauan
dan laut teritorial.
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-
kurangnya 10 GT.
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 2 m.
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal atau 300 GT sekaligus.
4. Kelas D: Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), dengan kriteria:
a. Melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pedalaman dan perairan
kepulauan,
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-
kurangnya 3 GT.
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 2 m.
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal atau 60 GT sekaligus.
2.7 Sedimentasi
Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen dasar dan pengaruh
hidrodinamika gelombang dan arus. Jika dasar laut terdiri dari material yang mudah
bergerak, maka arus dan gelombang akan mengerosi sedimen dan membawanya searah
dengan arus. Sedimen yang ditranspor tersebut bisa berupa bed load (menggelinding,
menggeser di dasar laut) seperti misalnya pasir atau melayang untuk sedimen suspensi
(lumpur dan lempung). Apabila kecepatan arus berkurang (misalnya di perairan
pelabuhan) maka arus tidak mampu lagi mengangkut sedimen sehingga akan terjadi
sedimentasi di daerah tersebut. Sedimen yang ada didaerah pantai bisa berupa pasir atau
sedimen suspensi. Sedimen suspensi biasanya berasal dari sungai-sungai yang bermuara
di pantai (Triatmodjo, 1996).
Transpor sedimen pantai adalah gerak sedimen di daerah pantai disebabkan oleh
arus yang ditimbulkan oleh gelombang. Transpor sedimen pantai dapat dibedakan
menjadi transport menuju dan meninggalkan pantai (onshore-off-shore transport) dan
transport sepanjag pantai (longshore transport) (Triatmodjo, 1996).
13
2.7.1 Transpor Sedimen Menuju-Meninggalkan Pantai
Transpor sedimen menuju-meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak
lurus garis pantai dan biasanya hanya terjadi di daerah lepas pantai. Angkutan sedimen
ini dipengaruhi oleh gelombang,ukuran butir material dan kemiringan pantai.
Gambar 2.5 Trasnpor Menuju-Meninggalkan Pantai.
2.7.2 Transpor Sedimen Sepanjang Pantai
Trasnpor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama, yaitu
transport sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transport sepanjang
pantai di surf zone (Gambar 2.6). Pada waktu gelombang menuju pantai dengan
membentuk sudut terhadap garis pantai maka gelombang tersebut akan naik ke pantai
(uprush) yang juga membentuk sudut. Mas air yang naik tersebut kemudian turun lagi
dalam arah tegak lurus pantai. Gerak air tersebut membentuk lintasan seperti gergaji,
yaitu disertai dengan terangkutnya sedimen dalam arah sepanjang pantai. Sedangkan
transport sedimen sepanjang pantai adalah transport yang ditimbulakan oleh arus
sepanjang pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah, terjadi di surf zone.
Gambar 2.6 Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Triatmodjo, 1999)
14
2.8 Mekanisme Transpor Sedimen
Transpor sedimen terbagi menjadi tiga jenis yaitu sedimen dasar, sedimen layang,
dan wash load. Penjelasan yang komprehensif diberikan oleh Engelund & Hansen (1967)
dan Jansen et al (1979), lihat Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Klasifikasi Transpor Sedimen (Jansen et al, 1979 dalam Scientific
Document Sand Transport Module MIKE 21, 2012)
1. Sedimen Dasar
Sedimen dasar adalah transpor dari butiran sedimen secara menggelinding dan
menggeser di dasar saluran. Secara umum konfigurasi dari pergerakan sedimen
membentuk konfigurasi dasar seperti dunes, ripple, dan lain sebagainya. Banyak
formulasi yang telah dikembangkan untuk mendiskripsikan mekanisme dari
sedimen dasar yang dilakukan dengan eksperimen di laboratorium ataupun dengan
memodelkan fenomena tersebut.
2. Sedimen layang (suspensi)
Sedimen layang adalah transpor butiran dasar yang tersuspensi oleh gaya gravitasi
yang diimbangi gaya angkat yang terjadi pada turbulensi aliran. Butiran dasar
terangkat ke atas lebih besar atau kecil namun pada akhirnya akan mengendap dan
kembali ke dasar sungai. Banyak persamaan sedimen suspensi yang telah
dikembangkan seperti persamaan Engelund dan Hansen namun persamaan ini tidak
memberikan informasi yang cukup terkait distribusi konsentrasi dari butiran pada
arah vertikal, besarnya konsentrasi (C) ditentukan secara teoritik. Dalam banyak
kasus pengukuran sedimen supensi dilakukan di lapangan agar diketahui distribusi
konsentrasi arah vertikal untuk berbagai jenis transpor sedimen.
3. Wash Load
Wash load adalah transpor butiran sedimen yang berukuran kecil dan halus
dibanding dengan sedimen dasar. Sedimen ini sangat jarang ditemukan di dasar
15
sungai. Besarnya wash load banyak ditentukan oleh karakteristik klimatologi dan
erosi dari daerah tangkapan (catchment area). Dalam perhitungan gerusan lokal
(local scouring) wash load tidak begitu penting sehingga diabaikan namun untuk
perhitungan sedimentasi di daerah dengan kecepatan aliran yang rendah seperti
waduk, pelabuhan, dan cabang sungai, wash load diperhitungkan.
2.9 Pemodelan Hidrodinamika dan Sedimentasi
Menurut Triatmodjo (1999) model matematika merupakan penyelesaian numerik
dari persamaan matematis yang menggambarkan fenomena alam yang berpengaruh.
Fenomena alam ini dapat digambarkan dalam bentuk satu, dua atau tiga dimensi (1D, 2D
atau 3D). Salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan adalah MIKE 21. MIKE 21
adalah suatu perangkat lunak rekayasa professional yang berisi sistem pemodelan yang
komprehensif untuk program komputer 2D free surface flows. MIKE 21 dapat
diaplikasikan untuk simulasi hidrolika dan fenomena terkait di sungai, pantai maupun di
laut. MIKE 21 terdiri atas beberapa produk, salah satunya yaitu Flow Model (FM) dan
Spectral Wave.
2.9.1 Flow Model FM
MIKE 21 Flow Model FM adalah satu sistem modeling berbasis pada satu
pendekatan mesh fleksibel yang dikembangkan untuk aplikasi di dalam oceanografi,
rekayasa pantai dan alam lingkungan muara sungai. Flow Model FM itu sendiri terdiri
atas beberapa modul, diantaranya Hydrodinamic Module (HD), Sand Transport Module
(ST), dan Mud Transport Module. Hydrodinamic Module adalah model matematik untuk
menghitung perilaku hidrodinamika air terhadap berbagai macam fungsi gaya, misalnya
kondisi angin tertentu dan muka air yang sudah ditentukan di open model boundaries.
Model hidrodinamik dalam HD module adalah sistem model numerik umum untuk muka
air dan aliran di estuari, teluk dan pantai. Persamaan berikut menggambarkan aliran dan
perbedaan muka air.
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
= 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
... (2.1)
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�𝜕𝜕
2
ℎ�+ 𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕�𝜕𝜕𝜕𝜕ℎ� + 𝑔𝑔ℎ 𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕+ 𝑔𝑔𝜕𝜕�𝜕𝜕2+𝜕𝜕2
𝐶𝐶2.ℎ2− 1
𝜌𝜌𝑤𝑤� 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
(ℎ𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕) + 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�ℎ𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕�� − Ω𝜕𝜕 −
𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝜕𝜕 + ℎ𝜌𝜌𝑤𝑤
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
(𝑝𝑝𝑎𝑎) = 0 ... (2.2)
16
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�𝜕𝜕
2
ℎ�+ 𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕�𝜕𝜕𝜕𝜕ℎ� + 𝑔𝑔ℎ 𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕+ 𝑔𝑔𝜕𝜕�𝜕𝜕2+𝜕𝜕2
𝐶𝐶2.ℎ2− 1
𝜌𝜌𝑤𝑤� 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
(ℎ𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕) + 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�ℎ𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕�� − Ω𝜕𝜕 −
𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝜕𝜕 + ℎ𝜌𝜌𝑤𝑤
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
(𝑝𝑝𝑎𝑎) = 0 ... (2.3)
dengan:
ℎ(𝑥𝑥,𝑦𝑦, 𝑡𝑡) : Kedalaman air [m],
𝑑𝑑(𝑥𝑥, 𝑦𝑦, 𝑡𝑡) : Kedalaman air dalam berbagai waktu [m],
𝜁𝜁(𝑥𝑥, 𝑦𝑦, 𝑡𝑡) : Elevasi permukaan [m],
𝑝𝑝, 𝑞𝑞(𝑥𝑥, 𝑦𝑦, 𝑡𝑡) : Flux density dalam arah x dan y [m3/s/m] = [uh,vh]; [u,v] = depth
average velocity dalam arah x dan y,
𝐶𝐶(𝑥𝑥,𝑦𝑦) : Tahanan Chezy [m1/2/s],
𝑔𝑔 : Kecepatan gravitasi [m/s],
𝑓𝑓(𝑓𝑓) : Faktor gesekan angin,
𝑓𝑓,𝑓𝑓𝜕𝜕,𝑓𝑓𝜕𝜕(𝑥𝑥,𝑦𝑦, 𝑡𝑡): Kecepatan angin dalam arah x dan y [m/s],
Ω(𝑥𝑥, 𝑦𝑦) : Parameter Coriolis [s-1],
𝑝𝑝𝑎𝑎(𝑥𝑥,𝑦𝑦, 𝑡𝑡) : Tekanan atmosfer [kg/m/s2],
𝜌𝜌𝑤𝑤 : Berat jenis air [kg/m3],
(𝑥𝑥,𝑦𝑦) : Kordinat ruang [m]
𝑡𝑡 : Waktu [s],
𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕, 𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕, 𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕 : Komponen effective shear stress.
Beberapa item output yang dihasilkan dari Modul Hydrodynamic ini adalah :
• Surface elevation
• U Velocity
• V Velocity
2.9.2 Sand Transport Module (ST)
Sand Transport Module (ST) merupakan aplikasi model dari angkutan sedimen
non kohesif. ST Module menghitung hasil dari pergerakan material non kohesif
berdasarkan kondisi aliran di dalam modul hidrodinamik serta kondisi gelombang dari
perhitungan gelombang (spectral wave module). Pendekatan formula yang digunakan
dalam transpor sedimen di modul ini adalah Engelund-Hansen model, Van-Rijn model,
17
Engelund-Fredsøe model, serta Meyer-Peter-Müller model. Formula yang digunakan
tersebut memadukan antara pengaruh arus dan gelombang dalam pergerakan sedimen.
Persamaan pengatur yang digunakan dalam modul ini adalah sebagai berikut:
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
= 𝜕𝜕(1+𝑎𝑎−𝑒𝑒𝑧𝑧)𝑒𝑒𝑧𝑧(𝜕𝜕−1)+1
1𝑈𝑈0
𝜕𝜕𝑈𝑈0𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 30𝐾𝐾𝑘𝑘
�𝐾𝐾2𝑈𝑈02+𝜕𝜕2𝑈𝑈𝑓𝑓02 𝑈𝑈0 cos𝛾𝛾
𝑒𝑒𝑧𝑧(𝜕𝜕−1)+1 ... (2.4)
dengan:
𝐾𝐾 : Konstanta Van Korman,
𝑡𝑡 : Waktu,
𝑧𝑧 : Parameter tebal boundary layer,
𝑈𝑈0 : Kecepatan orbit dasar gelombang terdekat,
𝑈𝑈𝑓𝑓0 : Kecepatan geser arus dalam lapisan batas gelombang,
𝛾𝛾 : Sudut antara arus dan gelombang,
𝑘𝑘 : Kekasaran dasar permukaan 2.5 d50 untuk lapisan plane bed
: 2.5 d50 + kR untuk ripple covered bed,
𝑑𝑑50 : Rata-rata ukuran diameter butir,
𝐾𝐾𝑅𝑅 : Ripple yang berkaitan dengan kekasaran.
Beberapa item output yang dihasilkan dari Modul Sand Transport (ST) ini adalah :
• SSC – Fraction 1
• Bed Load, x-component
• Bed Load, y-component
• Suspended Load, x-component
• Suspended Load, x-component
• Total Load, x-component
• Total Load, y-component
2.9.3 Spectral Wave
Spectral Wave merupakan model generasi baru dari wind wave model berdasarkan
unstructured mesh. MIKE 21 SW merupakan model yang mensimulasi pertumbuhan,
peluruhan dan transformasi gelombang yang dibangkitkan oleh angin di offshore dan area
pesisir.
MIKE 21 SW dapat digunakan untuk prediksi gelombang dan analisa dalam skala
regional dan skala lokal. MIKE 21 SW dapat digunakan untuk menghitung kondisi
18
gelombang dan radiation stresses. Persamaan pengatur pada modul ini adalah persamaan
keseimbangan gaya gelombang baik dalam koordinat kartesian maupun spherical yang
dirumuskan oleh Komen et al. (1994) dan Young (1999).
Kordinat Kartesian
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ ∇ . (�⃗�𝑣𝑁𝑁) = 𝑆𝑆𝜎𝜎 … (2.5)
dengan:
𝑁𝑁 (�⃗�𝑥,𝜎𝜎,𝜃𝜃, 𝑡𝑡) = rapat gaya,
𝑡𝑡 = waktu,
�⃗�𝑥(𝑥𝑥, 𝑦𝑦) = kordinat kartesian,
�⃗�𝑣(𝑐𝑐𝜕𝜕, 𝑐𝑐𝜕𝜕, 𝑐𝑐𝜎𝜎, 𝑐𝑐𝜃𝜃) = kecepatan propagansi grup gelombang empat dimensi,
𝑆𝑆 = source.
Kordinat Spherical
𝑁𝑁� = 𝑁𝑁𝑅𝑅2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 = 𝐸𝐸𝑅𝑅2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝜎𝜎
... (2.6)
dengan:
𝑁𝑁 (�⃗�𝑥,𝜎𝜎,𝜃𝜃, 𝑡𝑡) = rapat gaya,
�⃗�𝑥(𝑐𝑐, 𝜆𝜆) = kordinat spherical, dimana 𝑐𝑐 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡𝑙𝑙𝑡𝑡𝑙𝑙𝑑𝑑𝑙𝑙 dan 𝜆𝜆 = 𝑙𝑙𝑐𝑐𝑙𝑙𝑔𝑔𝑙𝑙𝑡𝑡𝑙𝑙𝑑𝑑𝑙𝑙,
𝐸𝐸 = kecepatan propagansi grup gelombang empat dimensi,
𝑅𝑅 = source
2.10 Lebar Alur Pelayaran
Untuk menentukan lebar alur pelayaran atau mulut pelabuhan digunakan rumus
sebagai berikut :
LA = 8 × Breadth ... (2.7)
dengan :
Breadth = Lebar maksimum kapal [m]