bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1.1 konsep geopolitik · “geopolitik indonesia. dan geostrategi...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geopolitik dan Geostrategi
2.1.1 Konsep Geopolitik
Definisi geografi politik adalah ilmu yang mempelajari relasi antar kehidupan dan aktifitas
politik dengan kondisi-kondisi alam dari suatu negara atau dengan kata lain mempelajari the states
and it’s natural enviroment. Selain itu geografi politik juga mempelajari negara sebagai sebuah
politik region yang mencakup baik internal geographical factors, maupun eksternal, yaitu
hubungan antar negara. Objek dan geografi politik adalah analisa dan hubungan antar negara dan
adaptasi terhadap kondisi lingkungan di dalam negara tersebut. Dengan demikian geografi politik
dapat diartikan sebagai “ Is the geography of states and provide a geographical interpretion of
international relations”.(Sri Hayati et al., 2007).
Rudolf Kjellen, merupakan salah seorang ilmuwan politik yang berasal dari Swedia dan
kata geopolitik awalnya diciptakan olehnya dan penemuanya menyebar keseluruh Eropa pada
periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia ke II. Penggunaan konsep geopolitik terus
digunakan hingga sekarang. Dewasa ini geopolitik telah menjadi satu kesatuan serta telah banyak
digunakan sebagai sinonim yang bebas dan tidak ada aturan yang melarang sinonim ini untuk
dipakai dalam politik internasional.1
1 Diakses Melaui (“Britannica.com,” n.d.). pada tanggal 05/06/2018.
Gambar 1. Peta Indonesia yang diapit 2 Samudra dan 2 Benua
Sumber : https://infoindonesiakita.com/2014/09/12/posisi-silang-indonesia-dan-
pengaruhnya/.05/06/2018,diolah
Indonesia merupakan negara kepulauan atau sekarang yang disebut sebagai negara
maritim, Dan memiliki laut yang luas serta pantai yang panjang dan menjadikan negara terbesar
di dunia sebagi negara kepulauan. Negara ini juga memiliki posisi geografis yang unik sekaligus
menjadikannya strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak Indonesia yang berada di antara dua
samudera dan dua benua sekaligus memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi
perdagangan internasional. Posisi ini menempatkan Indonesia berbatasan laut dan darat secara
langsung dengan sepuluh negara di kawasan. Keadaan ini menjadikan Indonesia rentan terhadap
sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas dalam negeri dan di
kawasan. 2
2 Diakses Melalui https://www.kemhan.go.id/itjen/wpcontent/uploads/migrasi/peraturan/BUKU%20PUTIH.pdf pada tanggal 05/06/2018.
Geopolitik menjadi hakikat dalam menjelaskan persatuan dan kesatuan suatu wilayah.
Wilayah NKRI sudah menjadi satu berdasarkan Bhineka Tunggal Ika (BKI) yaitu untuk
kesetaraan, keadilan dan kebersamaan serta kepentingan nasional. Namun hingga saat ini
persatuan dan keutuhan wilayah terancam oleh berbagai gerakan dari dalam negara, salah satunya
gerakan separatis baik yang sudah memiliki kekuatan bersenjata ataupun yang masih dalam bentuk
wacana.
Masalah-masalah tentang separatis terus menjadi hambatan dalam negara terhadap
kesatuan wilayah NKRI. Kesatuan wilayah dimana perlu dibenahi dikarenakan permasalahan tidak
timbul begitu saja pasti ada pematiknya. Dengan begini harus kembali kepada para pemangku-
pemangku kebijakan, sebagaimana tidak mempertahankan kepentingannya sendiri melainkan
memajukan kepentingan warga negara sebagai kesatuan dari lambang Bhineka Tunggal Ika (BKI).
2.1.2 Konsep Geostrategi
Dalam konsep geostrategi dimana Jakub Grygiel menjelaskan bahwa geostrategi sebagai
konsep yang arah geografisnya berasal dari kebijakan luar negeri sebuah negara.3 Geostrategi
dapat mendeskripsikan arah grografis kebijakan luar negeri dari proyeksi kekuatan militer dan
aktivitas diplomasi, serta Geostrategi juga dapat dikatakan sebagai konsep yang fleksibel karena
kebijakan luar negeri sebuah negara dapat berubah dalam hitungan tahun, bahkan bulan. Konsep
geostrategi sebagaimana beroperasi di tingkat negara, dan disebabkan oleh banyak faktor yang
berasal dari dalam negara tersebut ataupun dari negara lain.
Fokus dalam tulisan ini dimana mengkaitkan konsep geostrategi dengan arah kebijakan
masa sebelumnya dan masa pergantian dari kepemimpinan aktor negara. Kebijakan negara
Indonesia telah berubah pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudiyono diakibatkan
pemerintah Australia telah menghapus penerimaan manusia perahu dan telah terhitung 3 tahun
dari tahun 20144 hingga sekarang. Aktor negara atau pemimpin sebuah negara “Presiden”
selanjutnya akan mendapat dampak begitu besar ketika beberapa dari para pencari suaka mulai
gencar-gencarnya berusaha untuk mendapatkan paspor dan dapat masuk di negara penerima,
namun cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dimana
3 Diakses Melalui : “Geopolitik Indonesia Dan Geostrategi Indonesia,”. Pada tanggal 07/07/2018. 4 Ibid
banyak dari para pencari suaka seharusnya menunggu prosedur yang telah ditetapkan PBB melalui
UNHCR namun berusaha memakai paspor palsu untuk dapat tembus ke negara tujuan ataupun
negara yang berdekatan.
Sehingga hal ini dapat membawa dampak terhadap keamanan Negara Indonesia dan
kesatuan wilayah NKRI, untuk itu konsep dari geostrategi menjadi acuan untuk mengedepankan
kebijakan luar negeri Indonesia dalam ketahanan sebuah negara untuk tetap mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Indonesia.
Adapun kedua konsep antara geopolitik dan geostragi membantu tulisan ini berfokus
melihat peran kebijakan pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Joko Widodo
dalam mengatasi permasalahan para pencari suaka atau manusia perahu yang telah dihapus
pemerintah Australia. Selain itu konsep dari geopolitik dan geostrategi dimana dapat
mengembangkan pertahanan dan keamanan negara Indonesia dengan melihat kasus yang terjadi
terkait pasca Pemerintah Australia telah menutup pintu masuk bagi manusia perahu.
2.2 Konsep Keamanan Tradisional
Konflik yang terjadi tidak jarang melibatkan pengunaan ancaman atau kekuatan militer
yang disebut Collins sebagai upaya traditional untuk mendapatkan keamanan. Kasus-kasus antara
wilayah seperti yang terjadi, antaranya Indonesia dan Malaysia (Sipadan dan Ligitan, dan konflik
Bilateral antara Thailand dan negara tetanganya, konflik Malaysia dengan Singapura (Cipto,
2007). Berdasarkan konflik-konflik yang terjadi ini membawa pada pemikiran-pemikiran tentang
penangkalan pertahanan dari NKRI dimana dengan konsep keamanan traditional dan digabungkan
dengan pandangan geopolitik NKRI dalam hal Indonesia dapat melakukan penangkalan melalui
militernya.
Dalam susunan pemikiran nusantara negara Indonesia harus menguatkan stabilitas
geopolitiknya. Negara Indonesia memiliki luas wilayah yang sangat rawan terjadi masalah sebagai
pencapaiannya dan keutuhan negara di berbagai segi peningkatan pembangunan kekuatan militer
untuk mempunyai kapabilitas dalam melindungi keamanan dan keutuhan wilayah Indonesia serta
pengamanan kepentingan ekonomi di wilayah yurisdiksi maupun di luar yurisdiksi.5
2.3 Konsep Keamanan Non-Traditional
Perubahan dalam sebuah konsep teori menambahkan kajian dalam studi keamanan.
Konsep keamanan non-traditional muncul pada akhir dekade 1990-an, dimana para pencentus
menyebutnya dengan sebutan “The Copenhagen Scholl” diantaranya yakni Barry Buzan, Ole
Waever. Dan Jaap de Wilde. Dimana menambahkan dari kekurangan konsep keamanan
Traditional. Sebagaimana konsep keamanan Non-traditional menambah kajian dalam studi
keamanan. (BUZAN,1998).
Dalam konsep keamanan non-traditional menjelaskan bahwa keamanan tidak hanya pada
kekuatan bersenjata dan politik, tetapi lebih didominasi oleh faktor-faktor berupa populasi
penduduk, kejahatan transnasional, sumberdaya alam, bencana alam dan lain-lain. Existntial threat
(Ancaman yang akan selalu ada dan senantiasa mengancam kemanusian secara menyeluruh)
dimana mempengaruhi berapa faktor seperti Politik, Ekonomi, Sosial, Lingkungan, Diplomasi,
Militer, dan Informasi (Budi Winarno, 2014:10).
Keamanan non-traditional mewakili pendekatan neo-realis yang menyempurnakan
keamanan traditional dari pendekatan realisme. Proses perkembangan dari keamanan traditional
menuju keamanan non-traditional ini menyangkut lima dimensi yaitu, asal dari ancaman (the
origin of the threats), sifat ancaman (the nature of thearst), respon (responses).Perubahan
tanggung jawab terhadap keamanan (changing responbility of security) dan nilai inti dari
keamanan (core values of security).
Fokus dalam tulisan ini dimana terkait geostrategi yang digabung dalam konsep keamanan
non-traditional sebagaimana dapat dilihat dari lima dimensi yang memperkuat geostrategi
Indonesia dalam wawasan nusantara yang secara internasionalnya disebut sebagai
maritim,sebagaimana dapat memperkuat keamanan negara Indonesia dalam hal pertahanan dan
ketahanan kemaritiman.
5 Kata Yurisdiksi berasal dari kata yurisdictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan dalam hukum, sedangkan dictio berarti ucapan, sabda, atau sebutan. Maka dilihat dari asal katanya, yurisdiksi berarti masalah hukum, kepunyaan menurut hukum, atau kewenangan menurut hukum. Diakses Melalui http://erepo.unud.ac.id/10827/3/2d2a7eb6c78f410f6ed044afc6620ad6.pdf, pada tanggal 05/06/2018.
2.4 Teori Neo-Realisme
Teori Neo-realisme dikembangkan oleh Waltz (1979).Waltz mengedepankan teori
strukural politik internasional. Salah satu ciri khas sistem internasional adalah distribusi
kemampuan, Karena penilaian harus dibuat tentang bagaimana kemampuan didistribusikan.
Meranking kemampuan negara jauh lebih sulit jika kekuatan/kemampuan dipahami
sebagai multidimensi. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa kemampuan ekonomi militer, dan
kemampuan lain negara-negara tidak dapat dipisahkan dan ditimbang secara terpisah.
Waltz selanjutnya mengatakan bahwa negara tidak ditempatkan diperingkat atas karena
mereka unggul dengan satu cara atau cara lain. Peringkat mereka tergantung pada bagaimana
mereka menilai semua item berikut : ukuran populasi dan wilayah, ketersediaan sumberdaya,
kemampuan ekonomi, kekuatan militer, stabilitas dan kompentensi politik.
Negara-negara menghabiskan banyak waktu membuat perkiraan kemapuan satu sama lain,
terutama kemampuan mereka untuk melakukan kejahatan. Penggunaan istilah “skor” dijelaskan’,
istilah ini berarti tolak ukur, atau standar yang menjadikan berbagai elemen kekuasaan nasional
dapat dievaluasi. Tetapi tidak ada indikasi apa standarnya. Pernyataan yang menytakan bahwa
negara-negara mencurahkan banyak waktu untuk membuat perkiraan kemampuan satu sama lain
secara umum atau tanpa mengacu pada situasi aktual atau yang berdasar.
”Contoh kasus : Para pembuat kebijakan Amerika menghabiskan banyak waktu
mengihitung kemampuan Canada atau Inggris secara umum, atau secara abstrak tampaknya
terlalu mengada-ada. Namun ini adalah pertanyaan-pertanyaan empiris dan pada dasarnya, bisa
diteliti.”
Terlepas dari pengakuannya bahwa “negara memiliki kombinasi kemampuan yang berbeda
sulit untuk diukur atau dibandingkan, Waltz menyatakan bahwa peringkatan negara-negara tidak
perlu memprediksi keberhasilan mereka dalam perang atau upaya lainya. Kita hanya perlu
memperingatkan mereka dengan perkiraan berdasarkan kemampuan pernyataan ini, tentu saja,
menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana, kemampuan harus didefinisikan-definisi yang tidak
pernah disediakan Waltz. Kita hanya diberitahu bahwa kemampuan adalah “atribut unit”. Jelas
Konsep kekuasaan atau kemampuan relasional dikesampingkan karena konsep kekuasaan ini
mengambarkan kemampuan sebagai hubungan potensial bukan sebagai properti satu negara (atau
unit). Pertanyaan kemampuan untuk mendapatkan “siapa untuk melakukan apa” hanya diajukan
dan kekuasaan sebagai konsep sumber daya yang mendasari teori Waltz menjadi jelas. Namun
demikian, pada tingkat tertentu, sebagian besar teori hubungan internasional mengaku manfaat
pernyataan Sprouts bahwa tanpa beberapa tindakan, (strategis, kebijakan), actual atau di dalilkan
terkait dengan kerangka tergantung yang digunakan, actual atau didalilkan, tidak bisa ada etimasi
kemampuan politik’.6
Pandangan Ashley terhadap Teori Neo-realisme
Akhirnya para marxis dan Neo-marxists menemukan realisme yang tertanam dalam
kapitalisme yang menyebabkannya itu diduga memperjuangkan. Berbeda dengan nada politik
realisme, tekanan mereka pada isu-isu seperti ketergantungan, pinggiran dan semacam makro-
sosiologi, yang kesemuanya cenderung untuk memfokuskan ekonomi.
Jika Realisme berkembang di era Perang Emas, Neo-realisme muncul di era ekonomi
politik internasional. Sementara munculnya Realisme bertepatan dengan hegemoni AS, naiknya
Neo-realisme berda pada penurunan posisis Hegemonik. Dalam debat metodologis Neo-realisme
memasukkan Positivisme dari Behavioris dan dari kalangan Pluralis dan Strukturalis,
Strukturalisme.
Banyak komentator modern tidak melihat kaum Neo-realis mempengaruhi masa lalu
dengan istirahat namun berkesinambungan. Michael Banks berpikir bahwa pernyataan klasik
tentang Neo-realisme disediakan oleh Kenneth Waltz yang dia sebut "sumber" dari realisme
struktural dan "penerus paradigmatik" bagi Carr dan Morgenthau.
Ashley membantu kami tepatnya disini di antara komentar yang tersedia tentang Neo-
realisme sejauh ini, dia adalah yang paling tajam dan menghancurkan. Berikut ini Sebagian besar
adalah berdasarkan tulisan dan tanggapannya terhadap mereka.
6 Diakses Melalui : Handbook of international relations, hal 134-137. Pada Tanggal 05/06/2018.
Ashley berpikir bahwa Kenneth Waltz, Robert Keohane, Stephen Krasner, Robert Gilp n.
Robert Tucker, George Modelski, Charles Kindleberger dan beberapa neorealista lainnya sengaja
dan terlambat mengadopsi strukturalisme untuk menyelamatkan Realisme dari jatuh kedalam aib.
Membandingkannya dengan Althusser's strukturalisme, Ashley mengatakan, satu-satunya
perbedaan antara keduanya adalah pada sifat dari struktur.7
Sementara Althusser mendalilkan struktur berdasarkan kelas sosial, Para Neo-realis
memvisualisasikannya sebagai berdasarkan sistem negara dan, karena itu, latihan untuk hegemoni
yang ditemukan di arena internasional harus dikaitkan untuk sifat sistem.
Richard Little menjelaskan strukturalisme sebagai "jenis holisme" yang ada di dalamnya
bahkan metafisika. Dia mengatakan, "strukturalis berasumsi bahwa perilaku manusia tidak bisa
dipahami hanya dengan memeriksa motivasi dan niat Individu, karena bila digabungkan, perilaku
manusia mengendap struktur dimana individu tersebut berada tidak sadar dengan analogi, ketika
orang berjalan melintasi lapangan, mereka mungkin melakukannya tanpa sengaja membuat jalan
lainnya kemudian mengikuti jalan dan dengan berbuat demikian 'mereproduksi' jalan. Namun
Proses dari, reproduksi tidak sadar dan tidak internasional. "
Ashley mengidentifikasi empat penyimpangan dalam Realisme yang sebagian disinggung
sebelumnya sambil mengkritik Realisme :
Pertama adalah hal yang tidak semestinya menekankan bahwa realisme klasik diletakkan
pada pengetahuan subyektif cendekiawan sejarah dan konteks sadar negarawan dan politik
Internasional.
Kedua, kerentanannya untuk dipanggil reduksionis mengingat perbedaan yang tidak
mencukupi antara sub-jektif dan obyektif aspek politik internasional.
Ketiga, kemandulan dalam sosiologis, psikologis dan ekonomi wawasan.
Keempat, ia justru mengabaikan ekonomi di era meningkatkan arti penting ekonomi. 8
Kaum Neo-realis berusaha menutupi subjektivisme secara berakar pada sarat norrmatif
metafisika manusia dengan menarik struktur objektif yang menepatkan politik kekuasaan dan
kepentingan nasional. Dengan aman dimedan yang dapat dipertahankan secara ilmiah dari
7 Ibid 8 Ibid
kebutuhan objektif tanpa menyangkal konsep seperti saling ketergantungan, pengembangan yang
tidak merata. Mereka mempertahankan bahwa struktur politik kekuasaan akan mebiaskan dan
membatasi efek dari kecenderungan dengan cara mengamankan struktur itu sendiri. "Jadi
neorealisme digambarkan" tetap struktur "anarki internasional". Dimana sampai sekarang konsep
'keseimbangan kekuatan' ideologis beranggapan ini "properti sistemik."
Ashley melihat Neo-realisme sebagai perpaduan Strukturalisme, Statisme, Utilitarianisme
dan Positivisme yang semuanya membutuhkan penjelasan, Statisme menjadi komitmen pertama
sebagai Neo-realisme, mari kita periksa itu dulu, Kaum Neo-realis dipusatkan pada negara. Mereka
melihat keadaan sebagai "kesatuan yang tidak bermasalah," yang diberikan dan tidak tergantung
pada transnasional kelas dan kepentingan manusia dan tak terbantahkan kecuali oleh pihak negara.
Gagasan Neo-realisme berada sebagai aktor Negara dalam komitmen sebuah metafisika
dan ilmu pengetahuan sebelum kritik ilmiah dikecualikan. "Ini juga" mengimunisasi Statisme dari
siapapun kemungkinan "pemalsuan yang merupakan esensi ilmiah perusahaan.
Dalam WAV atau dalam gelombang suara dimana kaum Neo-realis menghasilkan ruang
sosial politik di mana kedaulatan bisa berkembang seperti konsep modern tentang identitas
internasional. " Jika neo-realisme digabungkan dengan Statisme, jika Neo-realisme dipersenjatai
dengan Statisme, maka Neo-realisme juga diperumit dalam jenis Utilitarianisme yang bersifat
sosiologis dari pada Benthamite yang menilai dalam hal setiap tindakan. dari contoh-urutan.
"Utilitarianisme ini" menemukan ekspresi dalam bentuk teori ekonomi mikro politik, teori
permainan dan teori pilihan rasional."Ini sekaligus individualis dan rasionalis asumsi.
Otonomi dan prioritas aktor individu (negara) diakui dan realitas sosial ditafsirkan sebagai
lambang dari banyak individualitas tersebut dari (negara bagian) berjuang untuk memiliki sumber
daya yang langka. dalam konsepsi realitas seperti itu Rasionalitas dipandang sebagai alat
instrumental yang melayani tujuan aktor individu tanpa pertimbangan moral accountability.
Efisiensi adalah kata kunci, bukan kesalehan. Tatanan sosial dilihat sebagai ekuilibrium
yang dihasilkan oleh instrumental dan informal tindakan rasional diantara para aktor. Lembaga
sosial adalah mekanisme yang mengatur sesuai intrumental dengan cara tindakan yang saling
menerima. Perubahan kelembagaan adalah hasil perubahan dan kemampuan masing-masing aktor.
Dengan kata lain. Ada pemulian model pasar yang ditepatkan disini. Hanya perbedaanya adalah
individu disini bukan ekonomi manusia tetapi negara Individu. Komitmen Utilitarianisme hanya
untuk memfasilitasi para Neo-realis. dimana untuk berlangganan sebuah pendekatan Edetic serta
menikahi gagasan dan penampilan yang berbeda sehingga pada pemikiran untaian sebagai untuk
pertimbangan posisi mereka semula.
Neo-realis juga cenderung mengabaikan unsur kekuatan tak berwujud dan berkonsentrasi
pada kemampuan dimensi instrumentalis mereka mengkristal posisi Utilitairan. Neorealis,
menurut Ashley, terlibat dalam "duplikasi seorang penoton yang tidak sengaja tidak bersalah.
Ashley mengatakan bahwa keterikatan buta itu untuk menyatakan telah mencegah mereka
mengenali antitesis sifat posisi mereka dengan individualisme Utilitarianisme. Dengan kata lain,
adalah penggunaan utilitarianisme yang sesuai Kebutuhan Neo-realis. Ashley menjelaskan sisi
positivis Neo- realisme juga cukup baik. Dia mengatakan, "Teori Neo-realis adalah teori, oleh, dan
untuk positivis. Positivisme mereka ingin sekali berkembang melalui teori "komitmen
Metatheoretikal tertentu" yang status epistemologis dibuat tidak perlu dipertanyakan lagi. Dia
menambahkan; "Bahkan sebelum kata teoritis pertama secara sadar melewati bibir seseorang,
sebuah gambaran teoretis bernilai seribu kata sudah ada terukir di benak pembicara positivis dan
pendengarnya.
Dijelaskan lebih jauh, Neo-realisme melakukan wacana ilmiah ke sebuah model “model
aktor” model sebuah realitas sosial dimana sains tidak mampu mempertanyakan sejarah konstitusi
aktor sosial, tidak bisa mempertanyakan tujuan mereka hanya bisa memberi mereka saran untuk
saran efisiensi. Dengan demikian negara sebagai aktor Model adalah "titik masuk ilmiah" kaum
Neo-realis. Paradoks dan ironisnya juga, mempertanyakan validitasnya jumlah untuk
berkecimpung dalam bidang nilai, etika, preferensi dan sejenisnya semua adalah anathema dalam
sains.
Selain menjadi positivis, kaum Neo-realis menyembunyikan leves strukturalis dibalik
jubah mereka. Strukturalisme patut dicatat untuk potensi yang seharusnya untuk memperluas
ceramah politik internasional . Holistik Neo-realis, adalah yang menarik dimana sebuah dualis
satusama seperti memiliki strukturalis dan juga komponen atomistik keseluruhan struktural berarti
sebenarnya keberadaan penyusunannya dari bagian independen autonomous.
Pengambilan sebuah keseluruhan struktural tidak bisa dimulai dengan bagian-bagiannya.
Sebuah, konsepsi atomistik, bagaimanapun, "menggambarkan keseluruhan tepatnya di istilah
bergabung eksternal dari unsur-unsur ". Neorealis, Ashley menuduh, mematuhi konsepsi terakhir
tentang keseluruhannya Diinterpretasikan olehnya sebagai manuver di dalam strukturalisme.
Teori politik internasional Kenneth Waltz adalah berdasarkan konsep sistem atomistik
internasional” hypostatized Ashley dimana kolaborasi dengan sudut pandang Neo-realis yang
diidealkan bagian penampilanya sebagai bagian yang entitas independen menyediakan titik awal
analis. Bahan dasarnya, alat peraga tanpa struktur fisik keseluruhan dan belum pernah ada dipakai.
"Seperti strukturalis, para Neo-realis membayangkannya sistem politik internasional sebagai
sesuatu yang menyeluruh di atas kerangka kerja elemen.
Seperti strukturalis dinamika politik berada di bawah stasis dan elemen perubahannya
dipahami hanya dalam batas-batas dan kekakuan yang ditawarkan oleh stasis sejarah sebagai
sebuah proses yang tidak dilihat. Sebaliknya itu beroperasi atau dibentuk oleh imperatif "struktur
pregiven". Ashley menganggap kritik EP Thompson tentang strukturalisme Althusser cukup
berguna untuk memadamkan Neo-realis. Dia berkata, "Neo-realis strukturalisme sangat cocok
untuk menjadi seorang maaf untuk status quo, alasan untuk dominasi, 'sebuah invec- melawan
orang-orang Bida’h Utopia dan Maladjusted 'yang akan bertanya- tentang ketepatan urutan
dominan ". Jadi neorealisme adalah sebuah jenis proyek total kapitalis yang berusaha untuk
dihormati dan melestarikan institusi yang masih ada dengan mengadukan "teknis otonomi
rasionalitas ", sebuah prinsip yang menyatakan, sebagai aktor seharusnya selalu mengadopsi dan
menjunjung tinggi.
Neorealisme nampaknya menyangkal pentingnya sejarah praktik yang mentor klasik
mereka dianggap sakral. Di artikel lain yang cukup mani yang disebut Ashley realis klasik sebagai
"praktis" dan realis baru sebagai "teknis". Yang terakhir ini tidak menganggap politik sebagai seni
dan seni pria sebagai subyek. Sebaliknya, mereka melihat kekuatan obyektif sebagai ada di luar
sejarah manusia.
Kaum Neo-realis mengurangi politik ke logika ekonomi, sebuah teknik tanpa kecerdikan
dan visi kritis dan alat untuk kepentingan pribadi yang akan berdiri untuk mendapatkan operasi
hegemonik melalui logika ekonomi dengan bantuan negara. Ashley menyebutnya “ Statis
Economism” yang sebenarnya merupakan kesatuan perseturuan yang aneh namun berposeh setara
dengan Modern Laissez Faire.
Ashley juga kritis terhadap Neo-realisme karena penolakan basis sosial dan batas
kekuasaan yang diakui oleh realis klasik. Ashley langsung mengungkapkan penghargaannya
kepada para realis klasik dan menyimpan kata-kata terkuat untuk mengutuk kaum Neo-realis.
Realisme klasik, dalam pandangannya, adalah animasi oleh praktis dimensi pengetahuan tidak
pernah diklaim secara ketat teoritis karakter urutan pertama. Kesopanan itu karena kesadaran dari
elemen kontingen dalam sejarah manusia atau "recalcitrance" dari pokok bahasan seperti kata
Wight. Sifat hermaneutiklnya berdasarkan etnometodologi negara kenamaan melihat politik
sebagai perusahaan yang kreatif. Kesopanan para realis bukanlah sebuah maaf karena naif tapi
hasil dari kepercayaan yang disebutnya metodologi ilmiah secara teoritis sangat jauh realitas
praktik internasional.
Realisme klasik juga terjadi tidak mencari penutupan praktek tidak seperti neo-realis, dan
juga memiliki ruang untuk mengakomodasi interpretasi baru dan kritik self-reflektif, kecaman ini
melawan Neo-realisme, bagaimanapun, tidak berarti penerimaan yang sehat dari realis klasik
metode dan problematis.
Ashley mendiagnosa bahwa realisme klasik menunjukkan ketertarikannya terhadapnya
masalah hanya di tempat yang relevan dengan statetman, Begitulah ia bergabung dalam
keheningan bukan yang disyaratkan oleh 'tradisi.
Meskipun Secara teoritis tidak ilmiah, Realisme memiliki "signifikansi praktis" yang harus
selalu digunakan saat merumuskan sebuah teori politik internasional, Realisme klasik menjadi
"alat ideologis dari komunitas profesional global "yang menyediakan" tradisi transnasional
kenegarawanan "atau, dalam pengertian Gramscian, sebuah "intelektualitas organik". Tugas ke
depan untuk seorang sarjana serius bukan untuk memperbaiki Realisme dengan membuatnya
ilmiah. Meski scien- sangat miskin, realisme, potensi generatifnya, dan batasannya dan distorsi
harus dipadukan, ditafsirkan, dijelaskan, dan dikerahkan sebagai bagian dari penjelasan dalam
teori modern praktek politik internasional, "Disini Ashley memberi kita petunjuk yang jelas
tentang apa yang dia upto. Dia menggunakan realisme sebagai titik keberangkatan dan metode
pendekatan disebut sebagai "Model dialektis kompetensi", sebuah model yang diduga mampu
menghitungnya "kemunculan", "reproduksi" dan "transformasi" dari paradigma politik kekuasaan.
Model ini juga akan menempatkan "keseimbangan rezim kekuasaan" dalam konteks yang
spesifik kondisi ekonomi memperkuatnya. Satu keyakinan Ashley adalah itu "rezim
mengendaikan hubungan produksi kapitalis dan pertukaran ", dan implikasinya, tenaga kerja dan
properti rezim kekuasaan menjadi "wajah politik publik" yang "modern hegemoni global ".Ini juga
memiliki" potensi belajar "yang mana hanya memperkuatnya. yang ingin Ashley lakukan adalah
"melestarikan Realisme klasik kaya wawasan tentang praktik politik internasional sementara pada
saat bersamaan mengekspos kondisi, dan untuk mengubah potensi tradisi.
" Robert. Gilpin kontes penalaran Ashley terutama penggambarannya tentang apa yang
disebut kaum Neo-realis dalam selimut dan istilah keras. Gilpin menganggapnya terlalu menyapu
dubb realisme klasik sebagai "intuisi" dan Neo-realisme sebagai "ilmiah". Dia mengklaim itu baik
Garr dan Morgenthau telah mencoba untuk melakukan studi politik internasional mereka pada
garis ilmiah dengan mengutip dari tulisan mereka.9
Dia mengakui, satu-satunya perbedaan antara realis lama dan baru, adalah yang terakhir
lebih sadar diri ilmiah. Gilpin menganggap pembagian antara realisme lama dan baru salah tempat.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa realisme memiliki tradisi yang sangat panjang yang
memungkinkan "ruang yang jauh lebih besar untuk metodelogis Keanekaragaman "dari pada
Ashley.
Sementara Morgenthau dan rekan-rekan klasiknya mengadu gagasan melawan latar
belakang Perang Dingin yang berarti dominannya politik, Neo-realis melakukan hal yang sama di
zaman dimana isu-isu seperti uang, perdagangan dan investasi asing masuk ke dunia internasional.
Jadi urusan nasional, menurut klaim Gilpin bahwa Pertimbangan ekonomik tidak pernah menjadi
agenda bertentangan dengan fakta realis klasik. Bahkan Tucydides ‘menurut dia’ sejarah perang
peloponial adalah sebuah pekerjaan di bidang ekonomi politik sama seperti dia menyumbang peran
penting dari perubahan ekonomi sekilas seperti ekspansi perdagangan, monetisasi dan kenaikan
Athena dan Korintus dalam perang.
9 Diakses Melalui: https://www.cambridge.org/core/journals/international-organization/article/poverty-of-neorealism/833C3806BE4A3147CA23D8840D15583C, pada tanggal 06/06/2018.
Ashley itulah posisi krisis ekonomi dunia mewakili tantangan terhadap realisme tidak
diterima oleh Gilpin dikaitkan dengan faktor-faktor seperti erosi hegemoni AS, retakan dalam
aliansi anti-soviet dan komitmen yang tidak jelas liberalisme yang semuanya mengguncang
pondasi realisme politik.
Gilpin juga membantah bahwa tuduhan strukturalisme Neo-realis adalah deterministik.
alih-alih mengatakan itu struktur menentukan segalanya, keduanya realis klasik dan baru akan
mengatakan bahwa kendala struktur dan pengaruh perilaku secara substansial. Temuan Neo-realis
Ashley bahwa adalah struc-turalis adalah "jahat" menurut Richard Little karena top- kedudukan
strukturalis seperti yang namanya Levi Strauss dan Chomsky yang karyanya tidak asing lagi bagi
ilmuwan sosial belum pernah ada disebutkan dalam hubungan internasional.
Neo-realisme dari Mearsheimer
Untuk menjelaskan lebih dalam lagi pandangan neo-realisme berikut lima asumsi
dasar yang dianut, (Mearsheimer,2007) antara lain:
a. Great Power merupakan aktor utama di dunia politik dan merekalah yang
beroperasi di dalam sistem anarki.
b. Setiap negara memiliki bentuk power yang bervariasi yang berpotensi saling
mengancam negara lain. Power tersebut dapat berupa kemampuan ekonomi,
teknologi, jumlah pasukan militer dan perang, maupun jumlah populasi yang besar.
c. Negara tidak dapat memastikan intensi dari negara lain untuk menyerang ataupun
hanya diam bertahan.
d. Tujuan utama negara ialah bertahan, karena tujuan lain tak akan tercapai apabila
ketahanan suata negara belum tercapai.
e. Negara adalah aktor rasional yang mana mereka mampu membuat strategi untuk
memaksimalkan prospek untuk bertahan.
Dalam pemahaman neo-realis sendiri terbagi dua, , yakni defensive power dan offensive
realist.Pembagian tersebut terkait perbedaan pandangan dalam menanggapi “seberapa banyak
power yang dibutuhkan?”. Defensive power yang diusung oleh Kenneth Waltz, percaya bahwa
tidak bijak bila suatu negara mencoba memaksimalkan powernya di dunia karena sistem akan
menghukumnya ketika mereka terlalu mencoba meningkatkan power (Waltz,1979). Sedangkan
offensive power beranggapan bahwa pengembangan power adalah strategi terbaik untuk meraih
hegemoni. Karena menjadi hegemoni ialah cara terbaik untuk bertahan. Power merupakan tujuan
akhir, namun tujuan paling akhir dari itu semua ialah bertahan atau survival (Mearsheimer,2007).
2.5 Penelitian Terdahulu
No.
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Penerapan Kebijakan Solusi Pasifik Oleh
Pemerintah Australia Dalam Mengendalikan
Laju Kedatangan Pengungsi Dan Pencari
Suaka Ditinjau Dari Hukum Internasional.
Oleh Penulis Haryo Pradipta Bayuwega,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Fakultas
Hukum.
Judul penelitian ini, meniliti tentang penerapan
kebijakan Solusi Pasifik oleh pihak Australia
Pemerintah dalam mengendalikan tingkat kedatangan
pengungsi dan pencari suaka dalam hal hukum
internasional.
Selain ratifikasi oleh Jenewa Convention 1951 namun
tetapi karena Negara Australia memiliki kehidupan
yang baik, sehingga banyak pencari suaka dan
pengungsi. pada tahun 2001 pemerintah mengeluar
sebuah kebijakan yang disebut sebagai Solusi Pasifik,
dan tujuan penilitian ini yaitu dari Implementasi Solusi
pasifik yang ditinjau dari Hukum Internasional.
2. Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam
Kasus Relokasi Pencari Suaka
Ilegal Australia Ke Pulau Manus dan Pulau
Nauru. Oleh penulis Clara Ignatia Tobing.
Penulis lainya juga meniliti hal yang serupa tentang
bagaimana Australia yang telah meratifikasi konvensi 1951
tentang status pengungsi, dimana Negara Australia
bereperan penting dalam menerima dan berkewajiban
melindungi, namun kewabijan yang dijalankan Australia
dengan negara-negara dibagian pasifik tidak seperti apa yang
telah dinyatkan dalam konvensi dimana Australia
bekerjasama dengan Papua New Guinea dan Nauru dalam
membentuk kesepakatan Pasifik solution dimana untuk
merolokasi pencari suaka ilegal yang menuju kedalam pusat
detensi atau rumah bagi para pencari suaka. Berjalannya
waktu pencari suaka pun menurun pada tahun 2007, namun
pada tahun 2012 para pencari suaka mulai meningkat
kembali dan dari situ pemerintah Australia memulai
menerapkan pasifik solution jilid III.
Sebagaimana penerapan yang baru membawa dampak bagi
para pencari suaka dimana Australia berusaha mengurangi
para suaka dengan cara memulangkan pengungsi dan pencari
suaka ke tempat dimana yang masih terdapat situasi yang
masih rentan dalam hal perdaimaian.
Dalam perkembanganya prinsip ini dikenal dengan prinsip
non-refoulement. Sebagaimana prinsip ini dipahami dengan
pemulangan kembali ke negara asal serta ke negara lain yang
berpotensi menimbulkan penganiayaan baru.
3. Unaccompanied & Denied: Regional Legal
Framework For Unaccompanied Minors
Asylum Seekers (UMAS). Oleh penulis
Rohaida Nordin Dkk.
Pencari suaka di bawah umur Unaccompanied Minor
Asylum Seekers (UMAS) berada dalam keadaan rentan
dan karenanya mendapat perlindungan hukum
internasional khusus. Namun demikian, atas dasar ras,
mereka seringkali diperlakukan sebagai imigran ilegal
di banyak dan menjadi korban tindak kekerasan,
diskriminasi dan hambatan menerima hak-hak mereka
sebagaimana yang telah dijamin dalam hukum hak asasi
manusia internasional.
Penelitian dalam artikel ini mengidentifikasi peraturan
legislatif, sebagaimana mekanisme kebijakan dan
dukungan, yang memenuhi standar minimum perwalian
dalam hukum internasional dan yang terbukti menjadi
model praktik terbaik terkait peraturan perwalian
UMAS secara internasional.
Serta menjelaskan situasi yang dialami UMAS dalam
kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia
dengan penekanan pada kerangka hukum dan praktik di
Australia dan lima negara ASEAN. Selain itu, artikel ini
juga menyoroti pandangan negara-negara dalam
menyediakan kerangka hukum dan pelaksanaan yang
lebih baik terkait persyaratan perlindungan dan
penegakan hukum hak asasi manusia bagi UMAS.
Kesimpulan di bagian akhir penilitian ini sebgaimana
dalam memberikan rekomendasi bagi Australia dan
negara anggota ASEAN untuk mengakui hak asasi
manusia internasional UMAS terkait perwalian.
4. Journal of Media & Cultural Studies, Stop the
boats! Moral panic in Australia
over asylum seekers.
Artikel ini menganalisis tentang reaksi sosial pencari
suaka di Australia melalui lensa teori kepanikan moral.
Pencari suaka dalam konsep kepanikan moral dimana
melihat bahwa akan membawa dampak terhadap
multikultur di Asia serta identitas di Australia, dan
dewasa ini kepanikan moral lebih menitik terhadap
serangan teror. Sebagaimana mengancam kedaulatan
sebuah negara dan akan berdampak ke negara tetangga.
Penelitian Haryo Pradipta Bayuwega, Penerapan Kebijakan Solusi Pasifik Oleh
Pemerintah Australia Dalam Mengendalikan Laju Kedatangan Pengungsi Dan Pencari Suaka
Ditinjau Dari Hukum Internasional. Dimana lebih menitik beratkan terhadap solusi pasifik dalam
mengatasi para pencari suaka dan mengutamakan hukum internasional dalam melihat manfaat dari
Konvensi Jenewa 1951, bagi Australia dalam menjalankan menjaga dan melindungi Para pencari
Suaka.
Hal yang serupa juga diteliti dari penulis Clara Ignatia Tobing, dimana meneliti tentang
Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam Kasus Relokasi Pencari Suaka .Ilegal Australia Ke
Pulau Manus dan Pulau Nauru. Namun lebih melihat ketika pada tahun 2012 semakin
meningkatnya pencari suaka. penelitian ini mengunakan konsep non-refoulment , Dalam konsep
non-refoulment melihat bahwa karna ketakutan dari negara penerima sehingga Austrlia
mempercepat pemulangan ataupun memindahkan para pencari suaka ke tempat-tempat yang
masih terus berkonflik serta konsep ini juga melihat tindakan berikutnya setelah dipindaahkan ke
negara lainya dan para pencari suaka tetap mendapat ancaman dari negara yang akan menerima
mereka dan akan menjadi sebuah penganiayaan baru.
Rohaida Nordin Dkk., dimana meneliti tenatang Unaccompanied & Denied: Regional
Legal Framework For Unaccompanied Minors Asylum Seekers (UMAS).sebagaimana melihat
para pencari suaka di bawah umur yang dimana juga mendapat tantangan berupa ancaman yang
sama karena memiliki ras yang berbeda dan ras yang mendapat gap dari ras lainya, sehingga
Penelitian ini melihat kebijakan Australia serta menjelaskan situasi yang dialami UMAS dalam
kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia dengan penekanan kerangka hukum dan
pelaksanaan yang lebih baik terkait persyaratan perlindungan dan penegakan hukum hak asasi
manusia bagi UMAS. Kesimpulan di bagian akhir penilitian ini sebgaimana dalam memberikan
rekomendasi bagi Australia dan negara anggota ASEAN untuk mengakui hak asasi manusia
internasional UMAS.
Jurnal Martin menitikberatkan pada (moral panic in Australiaover asylum seekers).
Penelitian ini melihat dalam konsep kepanikan moral dimana dengan meninkatnya para pencari
suaka hingga sekarang, dengan begitu adanya konsep moral panic untuk melihat serangan teror
yang terjadi dan akan membawa dampak terhadap negara penerima serta negara-negara yang
berdekatan.
Fokus penelitian penulis disini adalah ingin mengetahui kebijakan politik luar negeri
Indonesia di era Jokowi. Dalam hal, ingin mengetahui bagaimana menangani masalah pencari
suaka pasca tahun 2013 pemerintah Australia telah menutup pintu masuk bagi manusia perahu.
Penulis menggunakan konsep Geo-politik dan konsep Geo-Strategi dimana seperti kita ketahui
sendiri bahwa Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis yakni berada diantara dua benua
dan dua samudera. Dengan begitu ketika pergantian rezim didalam kepemimpinan mungkin akan
berbeda dalam hal pengambilan kebikjakan, namun tidak menghilangkan kebijakan bebas-aktif
negara Indonesia sehingga hal ini menjadi suatu ketertarikan dalam kasus pasca tahun 2013
pemerintah Austrlia menutup pintu masuk bagi manusia perahu.
Dalam hal pertahanan dan keamanan penulis menambahkan konsep keamanan traditional
dan Konsep non-traditional. Konsep traditional menitik balik dari keadaan dimana Indonesia
pernah berkonflik dengan negara Malaysia. Malaysia pun menjadi batu sandungan. negara
Australia dan Indonesia kedepanya membangun kerjasama yang baik yakni tidak menutup
kerjasama internasional, sebagaimana negara Australia pun berbatasan dengan Indonesia di bagian
pasifik. Dari Konsep non-traditional dimana melihat perkembangan Global semakin terbuka lebar
jalur antara batas negara sehingga dampak negatif juga akan cepat untuk masuk ke dalam negara.
Teori Neo-realis disini sebagai teori yang dipakai unutk menganalisis tentang kemana arah
dan solusi apa yang baik bagi negara Republik Indonesia dan negara seberang dalam hal kerjasama
internasional yang terus dijaga. Teori Neo-relais dimana banyak dipergunakan dalam banyak
tulisan. Namun yang mau penulis ambil ialah dimana teori dapat menjelaskan tentang
perkembangan sekarang sebagaimana bukan hanya negara (individu negara) yang hanya berperan
untuk menujuk kekuatan gigihnya negara itu, tetapi bagaimana negara dibentuk untuk tidak
meninggalkan bidang-bidang yang lain. Yakni bidang Sosial Budaya, Ekonomi, Lingkungan
dimana membantu negara dalam hal kemajuan dan tidak bertitik pada “skor” seperti permainan
basket yang dimainkan oleh setiap tim dalam pertandingan dan tidak mau ketinggalan dengan tim
lain karena didahuli sebuah angka” hal ini yang sangat ditentang oleh teori Neo-realis, yang mana
hingga kini negara Amerika Serikat terus meningkatkan kekuatan Militernya dan meninggalkan
bidang yang lain karena ambisinya menjadi negara Hegemonik.
Hal ini yang mau dilihat oleh penulis ketika negara Indonesia harus menghadapi laju
kedatangan manusia dari banyak negara yang berbeda-beda dengan permasalahan yang berbeda
pula. Namun Jalur yang dipakai ialah, jalur Imigran yang menitik pada kedatang manusia perahu
atau mengikuti lajur laut “pencari suaka” yang telah bertahun-tahun mewarnai lautan di Benua
Pasifik dan Benua Asia. Australia sebagai negara Penerima dan negara Indonesia sebagai negara
transit dan negara-negara di bagian Pasifik yang terdapat dalam kebijakan ‘’Pasifik Solution”
sebagai negara yang juga menampung dalam hal untuk pengecekan untuk memastikan pencari
suaka itu “bersih atau tidak-bersih” sehingga dapat dipertimbangkan dan dibolehkan datang ke
negara penerima atau dilanjutkan ke negara Penerima berikutnya.
Manusia Perahu yang datang sebagai pencari suaka. sangat mewarnai kebijakan dari
pemerintahan negara penerima yaitu; Australia dan juga kebijakan dari negara transit yakni negara
Indonesia. Indonesia pun harus mengalami kendala menerima pencari suaka tanpa adanya
konfirmasi dari pihak penerima sehingga ini menjadi tidak sejalan dengan apa yang sudah
disepakati bersama. Walaupun begitu Negara Australia harus melakukannya. Sebagaimana
kebijakan itu berjalan dari kepemimpinan Perdana Mentri Australia.
Teori Neo-realist menambahkan bahwa adanya bantuan dari organisasi-organisasi non-
pemerintah yang dimana membantu negara untuk melongarkan niat mereka terhadap kekerasan
para pencari suaka sehingga akan diurus melalui kebijakan yang dibuat oleh organisasi non-
pemerintah. Begitupun memperdalami Teori Neo-realis untuk mengetahui aktor negara dalam
menjalankan kebijakanya yang berperan penting bagi kepentingan suatu negara dan juga bagi
kerjasama dengan negara lain.
2.6 Kerangka Berfikir
Konsep
Konsep : Geopolitik Dan Geostrategi
Konsep : Keamanan Traditional dan Non-
traditional
Pasca tahun 2013, Pemerintah Australia
menutup pintu masuk bagi manusia perahu.
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Di Pasifik
Kasus : Pencari Suaka/Manusia Perahu
Kebijakan Politik Luar Negeri
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Era
Pemerintahan Joko Widodo dalam Menangani
Kasus Pencari Suaka di Wilayah Pasifik.
Teori
Neo-realisme