bab ii tinjauan pustaka 1.1 kebijakan 1. pengertian …

24
29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kebijakan 1. Pengertian Kebijakan Kebijakan telah dipahami sebagai bagian yang selalu ada dalam setiap gejala maupun proses pemerintahanya. Kebijakan merupakan output atau hasil dari proses penyelenggaraan pemerintahan yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kebijakan. “Menurut anderson (1994) dalam Hamdi, kebijakan sebagai rangka ian tindakan bertujuan yang di ikuti oleh seseorang atau kelompok aktor yang berkenan dengan masalah atau suatu hal yang menarik perhatian 1 Dari pendapat Anderson diatas bisa diketahui bahwa kebijakan merupakan tindakan yan dilakukan guna mencapai sebuah tujuan dalam menyelesaikan permasalahan. Kemiskinan merupakan hal yang selalu menarik perhatian, melihat dari masalah kemiskinan di Kabupaten Probolinggo maka munculah program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian yang merupakan serangkaian tindakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Probolinggo. “Kebijakan menurut W.I. Jenkins )1979) dalam Wahab adalah, serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi. 1 Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik : Proses, Analisis, dan Partisipsi. Bogor : Ghalia Indonesia. Hal : 36.

Upload: others

Post on 19-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan telah dipahami sebagai bagian yang selalu ada dalam setiap

gejala maupun proses pemerintahanya. Kebijakan merupakan output atau hasil

dari proses penyelenggaraan pemerintahan yang diharapkan mampu mengatasi

permasalahan-permasalahan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang

kebijakan.

“Menurut anderson (1994) dalam Hamdi, kebijakan sebagai rangka ian

tindakan bertujuan yang di ikuti oleh seseorang atau kelompok aktor

yang berkenan dengan masalah atau suatu hal yang menarik perhatian

“1

Dari pendapat Anderson diatas bisa diketahui bahwa kebijakan merupakan

tindakan yan dilakukan guna mencapai sebuah tujuan dalam menyelesaikan

permasalahan. Kemiskinan merupakan hal yang selalu menarik perhatian, melihat

dari masalah kemiskinan di Kabupaten Probolinggo maka munculah program

Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian yang merupakan

serangkaian tindakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya penanggulangan

kemiskinan di Kabupaten Probolinggo.

“Kebijakan menurut W.I. Jenkins )1979) dalam Wahab adalah,

serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh

seseorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenan dengan tujuan

yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi.

1Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik : Proses, Analisis, dan Partisipsi. Bogor : Ghalia

Indonesia. Hal : 36.

30

Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-

batas kewenangan kekuasaan dari para aktoro tersebut..2

Sedangkan menurut William N. Dunn (1999) dalam Syafiie kebijakan publik

adalah:

“suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat

oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang

menyangkut tugas pemerintahan seperti pertahanan keamanan, kesehatan,

energi, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.3”

Masalah kemiskinan merupakan hal yang sangat berkesinambungan dengan

kesejahteraan masyarkat. Untuk itulah diperlukan kebijakan yang tepat dalam

mengatasi masalah kemiskinan merupakan hal yang sangat berkesinambungan

dengan kesejahteraan masyarakat, untuk itulah diperlukan kebijakan yang tepat

dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan.

Dari pendapat para ahli diatas, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa

kebijakan publik merupakan hasil atau output yang dihasilkan oleh pemerintah

guna mengatasi fenomena atau permasalahan yang terjadi di masyarakat. Karena

Pemerintah merupakan representasi masyarakat dalam mengatur kehidupan

bernegara, maka sudah sepatutnya pemerintah menyelesaikan permasalahan yang

ada di masyarakat guna menciptakan negara yang teratur, damai dan sejahtera.

Begitupun dengan program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis

Pertanian yang mempunyai serangkaian strategi dalam menyelesaikan

permasalahan kemiskinan. Fenomena kemiskinan selalu menjadi permasalahan

daerah, nasional bahkan dunia yang membutuhkan penanganan yang tepat.

2Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan, Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model

Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal : 15. 3Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi Publik Republik Indonesia (SANKRI). Jakarta

: PT Bumi Aksara.

31

Penelitian ini berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan sehingga

konsep dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan program bedah

kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian salah satu upaya pengentasan

kemiskinan yang berbasis pertanian mampu untuk memberikan fasilitas kepada

masyarakat petani yang tidak memiliki lahan besar terutama akan diberikan

pelayanan oleh pemerintah daerah, sehingga petani yang tidak memiliki lahan bisa

memiliki penghasilan lebih dengan diberikannya pemerintah program tersebut,

konsep penelitian ini dimana upaya pengentasan kemiskinan dengan melalui

pertanian.

1.2 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap terpenting dalam alur kebijakan

publik. Dalam tahap ini kebijakan publik yang dihasilkan mulai diterapkan untuk

mengatasi permasalahan publik.

Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno adalah:

“mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-

tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini

mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusankeputusan menjadi

tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam

rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan

kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan

oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan.4

Sehingga dari pendapat Van Meter dan Van Horn diatas dapat disimpulkan

bahwa keputusan-keputusan yang telah diambil oleh pemerintah akan diterapkan

atau diubah menjadi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aktor terkait guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4Opcit. hal : 149-150 dalam Winarno

32

Dalam kaitanya dengan upaya penanggulangan kemiskinan maka

implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu / pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah maupun swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijakan. Sedangkan tolak ukur dari implementasi kebijakan dalam hal ini

berkaitan dengan pemerintah daerah yang mana sebagai pelaksana program dan

juga bertujuan untuk membedah angka kemiskinan dengan melalui bedah

kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian, kemudian sasaran dari penelitian

ini yaitu masyarakat saja. Jadi yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini

pemerntah menurunkan program tersebut kepada masyarakat di daerah tertentu

yang sudah berdarsarkan data dari kementrian sosial, pemerintah daerah

menjalankan program dari pemerintah pusat terutama kementrian pertanian yang

tanpa ada berubahan apapun.

1.3 Model Implementasi George Edward III

Edward III (1980:1) menawarkan dan mempertimbang empat faktor dalam

implementasi kebijakan , yakni : komunikasi,struktur birokrasi, disposisi, dan

sumber daya.

Keempat faktor implementasi tersebut dipandang krusial oleh setiap

implementor dalam menjalankan kebijakan publik. Keempat faktor tersebut saling

berinteraksi satu sama lain, artinya tidak adanya satu faktor, maka tiga faktor

lainnya akan terpengaruh dan berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan

publik.

33

Gambar 2.1 : Faktor penentu keberhasilan implementasi menurut

Edward III

Sumber : Widodo, joko. 2010. Analisis kebijakan. Malang: Bayumedia. Hal: 96

a. Komunikasi

Menurut Edward III dalam Widodo (2010 :97), Komunikas diartikan

sebagai

“Proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”.

Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III perlu

disampaikan kepada pelaku Kebijakan agar pelaku kebijakan dapat

mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk

menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan

dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan5.

Jadi implementasi kebijakan menurut Edward III dalam menjalankan

kebijakan, para pembuat kebijakan berkomunikasi dengan seluruh aktor atau

pelaksana kebijakan seperti anggota TKPK (Tim Koordinasi pengentasan

kemiskinan), kemudian tim koordinasi program, serta stakeholder lainnya dan

masyarakat. Dalam penelitian ini terutama masyarakat miskin yang menjadi

sasaran program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian,

5 Widodo. Teori dan Proses Kebijakan Publik, 2002. Hlm 102

34

dengan demikian semua aktor pelaksana program dapat mengetahui serta

memahami tentang arah dan tujuan kebijakan tersebut.

b. Sumber daya

Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa

“Faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi

kebijakan.Sumberdaya tersebut bisa meliputi sumberdaya manusia yaitu

staf yang bekerja sesuai keahlian pada bidangnya, sumberdaya anggaran

sebagai penunjang dalam implementasi program. Karena tanpa anggaran

implementasi program tidak akan terwujud dengan sempurna, dan

sumberdaya kewenangan dimana pelaku kebijakan harus diberi wewenang

dalam membuat keputusan dalam melaksanakan kebijakan atau program6.

Sumberdaya manusia dalam implementasi program Bedah kemiskinan

Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian ini adalah Tim koordinasi program Bedah

kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian terutama Bidang hortikultura yang

memegang program tersebut yang sebagai Leading Sector, program ini

merupakan salah satu turunan dari Kementrian pertanian yang meluncurkan

program baru pengentasan kemiskinan dengan berbasis pertanian. Sumberdaya

kewenangan ditujukan melalui tugas dan juga fungsi tim koordinator program

untuk menjalankan tupoksi dan kemampuannya tersebut.

c. Disposisi

Pengertian disposisi menurut Edwaed III dalam widodo (2010:104)

dikatakan sebagai:

“Kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk

melaksanakan kebijakan tersebut secara sungguh-sungguh sehingga apa

yang terjadi menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”7.

6 Ibid, hlm 98 7 Ibid, hlm 104

35

Dari pemaparan tersebut bisa diketahui bahwa para pelaksana program

harus berperilaku baik dan penuh rasa tanggungjawab dengan keinginan dan

kesukarelaan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Apabila sikap-sikap baik

tersebut ada dalam diri pelaksana kebijakan, maka tujuan dan kebijakan akan

terlaksna dengan baik pula sesuai dengan yang diinginkan para pembuat

keputusan.

Untuk itu dalam mengatasi masalah kemiskinan melalui program bedah

kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian maka pelaksana kebijakan seperti

bidang hortikultura harus mempunyai perilaku yang bertanggungjawab dalam

melaksanakan tugas dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh setiap kewajiban

yang ada.

b. Struktur Birokrasi

Implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena

ketidakefisienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini menurut Edward III

dalam Widodo (2005:149-160) bahwa:

“mencakup aspek-aspek seperti struktur birokrasi yang artinya dalam

implementasi program membutuhkan struktur yang tepat, pembagian

kewenangan dimana dalam birokrasi mempunyai kepentingan yang

berbeda-beda dalam setiap hierarkinya, serta hubungan antara unit-unit

oganisasi dan sebagainya dalam menjalankan sebuah program8.

Dalam konteks pelaksanaan program bedah kemiskinan rakyat sejahtera

berbasis pertanian bidang hortikultura sebagai pelaksana program dan tim

koordinator program memiliki kewajiban untuk menjalankan peran dan tugas

dalam menjalankan implementasi program.

8 Ibid, hlm 149-160

36

1.4 Pengentasan Kemiskinan

a. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan pada pemenuhan

kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum,

hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga

berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Dalam mengatasi

masalah kemiskinan seharusnya masyarakat mendapatkan kehormatan yang layak

sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagaian orang

memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lain

melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainya lagi memahaminya dari

sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan

untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin.

Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya

waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar9. Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi

bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari

dengan kekuatan yang dimilikinya10.

Menurut Sar A. Levitan mengatakan “kemiskinan adalah kekurangan

barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk

mencapai suatu standar hidup yang layak. Sedangkan menurut Badan

Pusat Statistik dan Departemen Sosial kemiskinan adalah

ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum

untuk hidup layak”11

9Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris Dan Upaya-Upaya

Pemberdayaan.Terjemah: Matheos Nalle Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 10Soegijoko, Budi Tjahjati S. Dan BS Kusbiantoro (Ed). 1997. Bunga Rampai Perencanaan

Pembangunan Di Indonesia. Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko 11Menurut Sar A. Levitan (Ala, Andre Bayo. 1981). Kemiskinan dan Strategi Memerangi

Kemiskinan. Yogyakarta: Penerbit Liberty

37

Kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki

dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Perpres Nomor 7 Tahun 2005

tentang RPJMN). Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang

mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan

anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi

basis kekuatan sosial yang meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi

dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan

menjadikan seseorang menjadi miskin12.

Definisi kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan

politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan

kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan kesempatan

meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik kemiskinan diartikan

kekurangan akses terhadap kekuasaan13

Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara

lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan

dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi

12Ridlo, Mohammad Agung. 2001. Kemiskinan di Perkotaan. Semarang: Penerbit Unissula

Press 13 Efendi, Tadjuddin Noer.1993.Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan

Kemiskinan.Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Hlm: 201-204

38

perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan

berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat14.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional memberikan definisi

kemiskinan dengan basis keluarga. Keluarga yang termasuk kategori miskin

adalah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Keluarga

Pra Sejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara

minimal, seperti kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan

kesehatan. Sedangkan Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah dapat

memenuhi kebutuhan dasar secara minimal tetapi belum memenuhi seluruh

kebutuhan sosio psikologinya seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam

keluarga dan lingkungan dan transportasi.

Menurut Rusli dkk bahwasanya:

“Harus dibedakan antara kemiskinan, ketidakmerataan, keterisolasian

dan keterbelakangan. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana orang

atau sekelompok orang tidak dapat memenuhi standar kebutuhan

minimum tertentu. Ketidakmerataan lebih menekankan pada standar

hidup relatif diantara anggota masyarakat. Keterisolasian menyangkut

ketidakmampuan sekelompok orang untuk berhubungan secara teratur

dan mudah dengan masyarakat lainnya, sedangkan keterbelakangan

menyangkut kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai kebutuhan

serta kondisi kehidupan yang lebih baik15.

14Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah-Perspektif Ekonomi, Sosial

dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES. Hlm: 165 15Rusli, Said (ed). 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin: Suatu Tinjauan

dan Alternatif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Utama dan Institut Pertanian Bogor

39

b. Penyebab Kemiskinan.

Penyebab kemiskinan di Kabupaten Probolinggo dapat terjadi karena

kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural

(budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber

daya alam, manusia, dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil

dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial

disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan

kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya)

disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga

menjebak seseorang dalam kemiskinan.

Menurut Nugroho dan Dahuri (2004), penyebab kemiskinan dapat terjadi

karena:

a.Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber

daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi

relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan.

b.Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang

belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan.

c.Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau

kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang

dalam kemiskinan.16

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan

berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

kemiskinan kronis (chronic poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan

hidup masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan

keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan,

terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan

16Menurut Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah- Perspektif

Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES

40

sementara (transient poverty) yang disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari

kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman

seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana

alam atau dampak dari suatu kebijakan.

Sedangkan menurut Sharp et. al. Adalah:

“dalam mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi

ekonomi. Pertama, ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang

menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, perbedaan dalam

kualitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan produktivitas dan upah

yang rendah”17.

Batas Kemiskinan juga dijabarkan oleh pakar lainnya bahwa:

Dalam konteks pembangunan yang berpusat pada manusia, aspek relativitas

ini penting karena menunjukkan pola hubungan struktural antara wilayah atau

komunitas. Sebagaimana diketahui, pembangunan yang berpusat pada manusia

mendasarkan dari pada teori penanggulangan kemiskinan struktural (bukan

kemiskinan absolut) Kalaupun menggunakan suatu garis penanda kemiskinan atau

ketertinggalan wilayah, argumennya tetap diarahkan pada pengurangan

kesenjangan antar manusia, kelompok, komunitas dan wilayah. Dengan demikian

dimungkinkan suatu proses pemberdayaan, berupa penanggulangan resiko

komunitas dengan cara menambah tenaga/kapasitas bagi lapisan tertinggal untuk

menembus struktur menuju lapisan yang lebih maju18.

Ada banyak penjelasan mengenai penyebab Kemiskinan di dalam

mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama,

17Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi Daerah - Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang.

Jakarta : Penerbit Erlangga

18Sajogyo. 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Gramedia

Widiasarana Indonesia: Jakarta

41

secara mikro: kemiskinan muncul akibat dari adanya perbedaan pola pemilikan

sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang tidak seimbang.

Kedua, timbulnya kemiskinan akibat dari adanya perbedaan. Kualitas Sumber

Daya Manusia. Perbedaan SDM tersebut antara lain dari Sisi Pendidikan yang

rendah, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.

Dan yang Ketiga, munculnya kemiskinan akibat dari perbedaan akses dalam

modal19.

c. Jenis Kemiskinan.

Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu.

Menurut Ginandjar Kartasasmita pola waktu tersebut kemiskinan dapat dibagi

menjadi:

1. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun

yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau

terisolasi.

2. Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi

secara keseluruhan.

3. Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai

kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.

4. Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak

dari suatu kebijakan.

Menurut Soegijoko dan kusbiantoro (1997) bahwa Berdasarkan jenisnya

kemiskinan dapat dibagi menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif:

19Kuncoro, Drajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga: Jakarta. Hlm:157

42

d. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah

garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat

memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari

kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan.

e. Kemiskinan relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan

dalam masyarakat tersebut. Meskipun seseorang/ masyarakat telah dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak ( tidak miskin), tetapi masih

rendah kualitasnya dibandingkan masyarakat sekitarnya yang relatif lebih

kaya Kemiskinan absolut keberadaannya masih dapat dihilangkan (poverty

alleviation),

f. Kemiskinan relatif keberadaannya tidak dapat dihilangkan, tetapi hanya

dapat dikurangi intensitasnya (poverty reduction)Berdasarkan uraian

tersebut, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang terus

menerus berkembang dan perlu diatasi oleh berbagai lapisan baik dari

Pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri20.

a. Paradigma Kemiskinan

Kemiskinan adalah masalah lintas zaman. Kenyataan ini kiranya menjadi latar

mengapa kemiskinan selalu menjadi masalah yang mendapatkan perhatian besar

dan mengundang perdebatan, hingga pada level paradigmatik. Perdebatan abadi

kapitalisme dan sosialisme telah menjadikan kemiskinan sebagai salah satu tema

sentral. Perdebatan intra paradigmatik pun menjadikan peta paradigmatik

kemiskinan menjadi semakin kompleks. Latar belakang ini memberikan indikasi

20Soegijoko, Budi Tjahjati S. Dan BS Kusbiantoro (Ed). 1997. Bunga Rampai Perencanaan

Pembangunan Di Indonesia. Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko. Hlm 138

43

akan terbatasnya kemampuan setiap pemetaan dalam menjelaskan paradigma

kemiskinan secara komperehensif.

Gambaran sederhana tersebut menjelaskan adanya paradoks besar dalam

paradigma kemiskinan. Pasca krisis keynesian tahun 1980-an transformasi

paradigma kapitalistik mengalami lompatan ekstrim ke arah neoliberalisme.

Menurut Keynes tentang adanya kapitalisme diungkapkan seperti dibawah

ini:

“Kesadaran keynes akan adanya sesuatu yang salah dengan kapitalisme

justru hilang tanpa bekas hanya karena kegagalan negara dalam mengelola

perekonomian. Neoliberalisme semakin tidak memberikan tempat bagi

negara, bahkan untuk melakukan kebijakan demi keadilan sosial. Subsidi,

jaminan pelayanan publik dasar, dan jaminan sosial lainya dianggap

inefisiensi. Pendidikan, kesehatan, dan hak-hak dasar manusia justru

menjadi komoditas yang diperdagangkan”21.

Neoliberalisme memaksa negara miskin ikut dalam pasar bebas. Bukan

sebagai stakeholder yang kompetitif, namun hanya sebagai pemberi ruang

investasi asing dengan menghilangkan segala macam bentuk hambatan. Di lain

pihak, negara-negara kaya justru semakin “sosialis” dengan memperkuat

solidaritas dalam World Trade Organization, World Bank, dan International

monetary fund. Sumber daya dunia terdistribusi relatif merata di antara segelintir

negara kaya dan korporasi internasional.

Rakyat indonesia adalah korban paradigma kapitalisme bagi si miskin.

Orde baru merupakan peletak dasar kapitalisme di indonesia. Lebih 3 dekade

kekuasaanya adalah waktu yang cukup bagi transformasi sempurna kapitalisme ke

dalam bentuk yang ekstrim. Ini menjadi sebab mengapa rezim Habibie, Gusdur,

21Bahagijo, Sugeng, Tribowo, Darmawan. 2005. Negara Kesejahteraan, Telaah Atas Dinamika

Peran Negara Dalam Produksi Dan Alokasi Kesejahteraan Sosial. LP3ES, Jakarta. Hlm 43

44

Megawati, dan SBY-JK tidak memiliki kemampuan, selain juga tidak memiliki

etik untuk mrlawan arus utama dalam menganalisis masalah kemiskinan.

Terciptalah hegemoni/dominasi paradigmatik kapitalisme dalam

memandang kemiskinan. Pada level nasional, bertambahnya kemiskinan

dipandang hanya sebagai akibat rendahnya pertumbuhan ekonomi. Sehingga

pilihan kebijakan yang dianggap logis adalah menstimulasi aktivitas sektor-sektor

formal, terutama konglomerasi. Bukan stimulasi sektor pertanian, industri rumah

tangga, dan sektor informal lainya. Pada level mikro (individual/rumah tangga),

kemiskinan adalah akibat dari rendahnya need for achievement, tidak kompetitif,

bodoh dan penyakitan, tidak mengherankan bila kemudian seseorang menteri

menyalahkan orang tua yang tidak mengerti arti penting gizi ketika terjadi busung

lapar di Nusa tenggara

Periode 1970-an dari rezim Oerde Baru menjadikan kekuasaan negara

sebagai determin kuatnya kapitalisme dalam pembangunan. Pada periode 1980-

an, lembaga donor internasional mulai berperan signifikan di samping kekuasaan

negara22. Pasca krisis 1998, indonesia sebagai negara praktis marjinal di bawah

structural adjustment versi IMF. Kemiskinan benar-benar semakin dipahami

sebagai konsekuensi logis pembangunan ekonomi yang memerlukan hutang luar

negeri. Pencabutan subsidi dan pengurangan drastis pengeluaran negara untuk

menyediakan pelayanan publik dasar dijadikan cara tepat berefesiensi, sekaligus

mengalokasikan selisih anggaran untuk pembayaran hutang. Reformasi 1998 juga

22Nitiasastro, MC, 2010, Pengalaman Indonesia: Kumpulan Tulisan Dan Uraian Widjojo

Nitiasastro, Gramedia. Jakarta. Hlm 14

45

menjadi momentum berkembangnya epistemis liberal baru di luar negara dalam

bentuk pusat-pusat studi di Universitas maupun non Universitas.

Indonesia bukan berarti tidak memiliki paradigma alternatif dalam

memandang kemiskinan. Rezim Orde Baru, dengan kekuasaan negara otoritarium

memarjinalkan wacana alternatif dari masyarakat sipil yang ada dikamous

maupun di Non Government Organization. Ekonomi Pancasila versi Mubyarto,

Ekonomi Kerakyatan versi Sarbini, dan Kritik Ekonomi strukturalis hanya

menjadi sekedar pengayaan wacana negara. Gerakan-gerakan sosialistik NGO

diawasi dan dibatasi, hingga di stampel sebagai gerakan komunisme. Marjinalnya

wacana alternatif ini diperlihatkan oleh prioritas kebijakan menanggulangi

kemiskinan yang tidak pernah bergeser dari mengingkatkan pertumbuhan

ekonomi. Bukan revitalisasi pertanian, dukungan kredit signifikan pada usaha

kecil menengah. Atau pemberdayaan sektor informal23.

Kedepanya, wacana govermance yang menekankan proses kebijakan

kolaboratif antara negara, swasta dan masyarakat sipil tetap berpotensi

memarjinalisasi wacana-wacana alternatif tentang kemiskinan dari masyarakat

sipil. Relasi antara ketiga stakeholder dalam governance tidak dapat diasumsikan

setara. Masyarakat sipil tetap menjadi stakeholder terlemah karena harus

berhadapan dengan negara dan swasta yang menguasai sumber daya politik dan

ekonomi:

“Kemiskinan adalah masalah kemanusiaan. Perbedaan paradigma akan

memunculkan kebijakan yang juga berbeda. Di tengah perdebatan tersebut,

setiap kebijakan harus berpihak pada si miskin. Meskipun harus

bertentangan dengan logika-logika ekonomi”.

23Ibid Hlm 19

46

Namun ada kritikan menarik, paradigma kemiskinan terdahulu menyimpan

banyak kelemahan, karena itu perlu paradigma baru. Dahulu kemiskinan dilihat

sebagai kemiskinan individu, juga kurang memperhatikan kemiskinan struktural.

Akibatnya, aspek pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhi

belum tersentuh secara memadai. Sistem pengukuran dan indikator yang

digunakannya terfokus pada “kondisi” atau “keadaan” kemiskinan berdasarkan

faktor-faktor ekonomi dominan, orang miskin dipandang sebagai “orang yang

serba tidak memiliki”: tidak memiliki pendapat tinggi, tidak terdidik, tidak sehat,

dsb. Metodenya masih berpijak pada outcome indicators sehingga belum

menjangkau variabel-variabel yang menunjukan dinamika kemiskinan. Si miskin

dilihat hanya sebagai “korban pasif” dan objek penelitian. Bukan sebagai

“manusia” (human being) yang memiliki sesuatu yang dapat ia guanaka baik

dalam mengidentifikasi kondisi kehiduoanya mauoun usaha-usaha perbaikan yang

dilakukan mereka sendiri.

Kelemahan paradigma lama diatas menuntut perubahan pada fokus

pengkajian kemiskinan. Khususnya menyangkut kerangka konseptual dan

metodelogi pengukuran kemiskinan. Dalam kontek ini keberfungsian sosial dapat

dikembangkan sebagai paradigma baru dalam mengkaji kemiskinan.

Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu-individu atau

kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhanya.

Konsep ini pada intinya menunjuk pada kapabilitas individu, keluarga atau

masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkunganya. Baker,

Dubois dan Miley 1992 menyatakan bahwa:

47

“Keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan

kontribusi positif bagi masyarakat24. Konsepsi ini mengedepankan nilai

bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat

dikembangkan dalam proses pertolongan.

Bahwa manusia memiliki dan dapat menjangkau, memanfaatkan, dan

memobilisasi aset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya. Pendekatan

keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika

kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan

bagaimana keluarga miskin merespon dan megatasi permasalahan sosial ekonomi

yang terkait dengan situasi kemiskinanya.

b. Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Probolinggo untuk

meyelesaikan angka kemiskinan di indonesia. Penanggulangan kemiskinan adalah

kebijakan dan program pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang dilakukan

secara sistematis, terencana dan bersinegri dengan dunia usaha dan masyarakat

untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat

kesejahteraan rakyat. Penanggulangan kemiskinan Kabupaten Probolinggo Tahun

2013–2018 dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, bertahap,berkelanjutan

dan konsisten sesuai skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan

sumber daya Pemerintah Daerah dan kebutuhan warga miskin25.

Ada dua pendekatan pekerjaan sosial yang saling terkait. Pendekatan

pertama melihat penyebab kemiskinan dan sumber sumber penyelesaianya dalam

24Stamboel,Kemal,2012, Panggilan Keberpihakan,Strategi Mengakhiri Kemiskinan Di Indonesia,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

48

kaitanya dnegan linkungan tempat individu miskin tinggal baik dalam konteks

keluarga, kelompok pertemanan, maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan

yang bersifat kelembagaan biasanya didasari atas pertimbangan ini. Pendekatan

kedua melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial

berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self – determinism yang

melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik.

Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian

kejadian dan masalah-masalah yang dihadapinya.

“Upaya lain untuk menanggulangi masalah kemiskinan adalah partisipasi

aktif seluruh masyarakat melalui sebuah gerakan yang passif. Gerakan ini

dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa upaya penanggulangan

kemiskinan “hanya” merupakan tanggung jawab pemerintah”.

Partisipasi aktif masyarakat juga menunjukkan bahwa mereka memiliki

empati yang dalam yang dibangun dari prinsip silih asih, silih asuh dan silih asah.

Kepedulian pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dapat dilihat melalui

program Bedah Kemiskinan Rakyat sejahtera Berbasis Pertanian yang merupakan

upaya penanggulangan kemiskinan yang pertama kali berbasis Pertanian di

Kabupaten Probolinggo. Dengan mengumpulkan para buruh tani yang tidak

memiliki lahan akan diberikan bantuan tersebut. Pelatihan yang diberkan bukan

hanya berwirausaha saja tetapi juga diberikan pelatihan berupa cara bagaimana

merawat tanamannya dengan baik sehingga waktu panen tidak terjadi gagal

panen.

program bedah kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian ini

merupakan peluncuran yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian, salah satunya

49

yang dipilih berdasarkan BDT ( berbasis data terpadu) dari Kemensos yaitu

Kabupaten Probolinggo Meskipun mata pencahariannya warga kabupaten

probolinggo petani dan nelayan tetapi dipilih sebagai daerah penerima bantuan

karena kabupaten probolinngo ini masih dibilang belum sejahtera dan sudah

diambil dari data Kementrian sosial RTMP ( rumah tangga miskin petani).

Tanaman yang diberikan dari program bekerja harus dirawat sampai

berproduksi bentuk program tersebut program berkelanjutan yang mana akan bisa

memberikan dampak positif bagi masyarakat kabupaten probolinggo.Dalam

pelaksanaanya, bantuan yang dilaksanakan dengan memberikan bantuan berupa

ternak, tanaman, sayuran dan buah, tanaman perkebunan, dan sarana seperti

kandang, pakan ternak, dan pupuk. Penerima bantuan adalah rumah tangga miskin

petani (RTMP) berdasarkan data Kementrian Sosial. Bantuan diberikan untuk

memenuhi kebutuhan RTM dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Untuk

jangka pendek, RTM dapat memanen hasil sayuran, Untuk jangka menengah,

RTM dapat memanfaatkan hasil ternak, sedangkan hasil dari tanaman buah dapat

dimanfaatkan untuk jangka panjang.

1.5 Literature Review

Hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, terdapat beberapa tulisan yang

sebelumnya pernah mengkaji mengenai pengentasan kemiskinan tersebut

mengulas mengenai bagaimana implementasi kebijakan tersebut berjalan dan

digunakan sebagai sarana kebijakan dijalankan. Ada beberapa penelitian yang

mengungkapkan tentang implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan

diantaranya sebagai berikut:

50

Pertama, Asna Aneta, “Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan

Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kota Gorontalo”, yang terbit pada tahun 2010.

Tulisan ini menjelaskan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo,

mengetahui dan menganalisis tingkat responsivitas pemerintah Kota Gorontalo

dalam implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan. Kebijakan

P2KP digulirkan sebagai wujud konkrit kepedulian dan komitmen pemerintah

dalam rangka penanggulangan kemiskinan, khususnya di perkotaan. Untuk itu

hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk – bentuk implementasi

kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo telah dilaksanakan

sesuai tahap kebijakan P2KP, responsivitas pemerintah Kota Gorontalo tingi

dalam implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan26.

Kedua, Slamet Agus Purwanto, ‘Implementasi Kebijakan Program keluarga

Harapan (PKH) Dalam Memutus Rantai kemiskinan (Kajian di Kecamatan

mojosari Kabupaten Mojokerto), yang terbit pada tahun 2013. Tulisan ini

menjelaskan Implementasi kebijakan melaui Program Keluarga Harapan, selama

ini persoalan kemiskinan yang terdapat di mojosari salah satu permasalahan yaitu

masih rendahnya sumberdaya manusia, yang mengakibatkan rendahnya daya

saing dalam merebut peluang kerja. Sehingga hal itu menjadi penyebab tingginya

angka pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah mojokerto merespons masalah

kemiskinan tersebut dengan mengulirkan program Keluarga Harapan yang

merupakan pengembangan sistem perlindungan sosial yang dapat meringankan

dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses

26 Aneta Asna 2010,jurnal administrasi publik,volume 1 no 1 ‘Implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan perkotaan di kota gorontalo

51

pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar dengan harapan program ini akan dapat

mengurangi kemiskinan27.

Ketiga, Tahlim Sudaryanto, ‘Kebijakan Strategis Usaha Pertanian Dalam

Rangka Peningkatan Produksi dan Pengentasan Kemiskinan, yang diterbitkan

pada tahun 2006. Tulisan ini menjelaskan dalam konteks ini menciptakan lahan

pertanian abadi dan meningkatkan kesejahteraan petani atau pengentasan

kemiskinan merupakan tujuan ganda yang bersifat inklusif. Pencapaiannya akan

menghadapi berbagai tantangan, antara lain mencakup pengembangan aspek

penawaran sektor pertanian, pengembangan agribisnis padi dan diversifikasi

usaha tani di lahan sawah sehingga dalam penelitian ini akan bisa mengurangi

angka kemiskinan melalui sektor pertanian28.

Keempat, Yuni Catur Wulan, ‘Implementasi Kebijakakan Penanggulangan

kemiskinan Melalui program Pemberdayaan ekonomi Kelompok usaha bersama

(KUBE)’, yang diterbitkan pada tahun 2019. Tulisan ini menjelaskan Program

KUBE merupakan salah satu strategi kementrian sosial untuk memberdayakan

keluarga miskin guna meningkatkan pendapatan keluarga mereka melalui

kegiatan ekonomi produktif dan pembentukan lembaga keuangan mikro. Program

itu dilakukan dengan pemberian modal usaha, pelatihan usaha, peningkatan

ketrampilan, bimbingan motivasi usaha dan pendampingan29.

27 Purwanto Agus Slamet 2013 ‘Implementasi kebijakan program keluarga harapan dalam memutus rantai kemiskinan (kajian di kecamatan mojokerto kabupaten Mojokerto’ 28 Sudaryanto Tahlim 2006 ,jurnal litbang pertanian,’’Kebijakan strategis usaha pertanian dalam rangka peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan’’ 29 Wulan Catur Yuni 2019,jurnal respon publik,’’Implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program pemberdayaan ekonomi kelompok usaha bersama’’

52

Kelima, Muhammad Sulhan, ‘Implementasi kebijakan program

Penanggulangan kemiskinan Melalui Kartu Penjamin sosial dan kartu Indonesia

Pintar Pada masyarakat’, yang di terbitkan pada tahun 2017. Pemerintah daerah

wilayah kota malang khususnya wilayah Kelurahan Kauman kecamatan Klojen,

beberapa informan yang sependapat ‘sangat membantu dari segi ekonomi untuk

anak/siswa dari keluarga kurang mampu sehingga anak mereka dapat melanjutkan

sekolah dengan pelayanan pendidikan yang dirasa tidak dibeda-bedakan dalam hal

siswa mampu menengah atas dan yang tadinya siswa putus sekolah bisa

melanjutkan sekolah kembali dengan bantuan KIP tersebut. Sehingga dalam

program ini sangat membantu bagi masyarakat atau siswa yang kurang mampu

untuk melanjutkan pendidikannya dengan adanya program ini sangat membantu30.

Diantara kelima riset di atas, penelitian ini berbeda dengan tulisan yang telah

disebutkan. Tulisan ini sedikit memiliki kesamaan hanya saja fokus yang berbeda

tetapi dalam cara penanggulangan kemiskinan sama sehingga dalam kelima riset

diatas bisa dijadikan informasi tambahan untuk penelitian yang penulis buat ini.

30 Sulhan Muhammad 2017,jurnal ilmu sosial dan ilmu politik,’’implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan melalui kartu pinjaman sosial dan kartu Indonesia pintar pada masyarakat’’