bab ii televisi video

23
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Cara Kerja Pemancar TV Di dalam Pemancar TV terdapat dua sinyal yang dipancarkan sekaligus, yaitu sinyal gambar dan sinyal suara. Frekuensi kerja Pemancar TV berada pada spektrum frekuensi VHF (174 - 230 MHz) dan UHF (470 - 806 MHz). Kedua sinyal tersebut dibangkitkan terlebih dahulu di frekuensi antara (IF) dimana sesuai rekomendasi CCIR frekuensi sinyal pembawa gambar telah ditetapkan sebesar 38,9 MHz dan frekuensi sinyal pembawa suara 33,4 MHz. Dari sini kemudian frekuensi kedua sinyal ini digeser ke frekuensi kerjanya sesuai dengan nomor kanal yang dikehendaki. Gambar (1) Diagram Pemancar-TV dengan separate amplifier Gambar (1) memperlihatkan diagram dari sebuah pemancar TV dimana di dalamnya terdapat dua buah amplifier. Satu amplifier sebagai penguat sinyal gambar dan satu amplifier lagi sebagai penguat sinyal suara. Dua buah RF amplifer di dalam Pemancar TV seperti ini sering disebut dengan Separate Amplifier. 4

Upload: anggraenidewi

Post on 21-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ISTN Elektro Televisi Video

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Televisi Video

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Cara Kerja Pemancar TV

Di dalam Pemancar TV terdapat dua sinyal yang dipancarkan sekaligus, yaitu sinyal

gambar dan sinyal suara. Frekuensi kerja Pemancar TV berada pada spektrum frekuensi VHF

(174 - 230 MHz) dan UHF (470 - 806 MHz). Kedua sinyal tersebut dibangkitkan terlebih dahulu

di frekuensi antara (IF) dimana sesuai rekomendasi CCIR frekuensi sinyal pembawa gambar telah

ditetapkan sebesar 38,9 MHz dan frekuensi sinyal pembawa suara 33,4 MHz. Dari sini kemudian

frekuensi kedua sinyal ini digeser ke frekuensi kerjanya sesuai dengan nomor kanal yang

dikehendaki.

Gambar (1) Diagram Pemancar-TV dengan separate amplifier

Gambar (1) memperlihatkan diagram dari sebuah pemancar TV dimana di dalamnya terdapat dua

buah amplifier. Satu amplifier sebagai penguat sinyal gambar dan satu amplifier lagi sebagai

penguat sinyal suara. Dua buah RF amplifer di dalam Pemancar TV seperti ini sering disebut

dengan Separate Amplifier.

Di era sebelum tahun 90-an satu-satunya RF Amplfier yang mampu menghasilkan daya

pancar yang besar hanyalah tabung klystron. Tabung klystron memiliki gain yang sangat besar

(40dB), sehingga dengan gain sebesar ini penguat tabung klystron mampu menghasilkan daya

pancar hingga 70 kW cukup di-drive dengan sinyal input sebesar 7 watt saja. Di sisi lain penguat

driver dengan output 7 watt secara praktis sangat mudah dibuat, sehingga dengan demikian

transistor sebagai penguat driver dan tabung klystron sebagai penguat akhir (Op-Amp) menjadi

pasangan yang sangat serasi pada jamannya.

4

Page 2: Bab II Televisi Video

Kelemahan dari penguat tabung klystron adalah sifatnya yang kurang linier, sehingga

tidak cocok untuk digunakan memperkuat dua sinyal sekaligus (sinyal gambar dan suara). Sebab

sifat ketidak-linieran-nya itu akan menyebabkan intermodulasi antar kedua sinyal (saling

memodulasi satu sama lain). Itulah sebabnya di masa itu pemancar-pemancar TV berdaya pancar

besar, dengan tabung klystron sebagai amplifiernya, selalu menggunakan sistem Separate

Amplifier. Penjumlahan sinyal gambar dan sinyal suara kemudian dilakukan di sisi output kedua

amplifier.

Dengan semakin membaiknya teknologi komponen, kelinieran amplifier menjadi semakin

mudah diperoleh. Maka pemakaian sistem separate amplifier makin lama makin ditinggalkan.

Kini pemakaian common amplifier (satu amplifier untuk memperkuat dua sinyal) menjadi lebih

populer, karena lebih praktis, lebih sederhana dan lebih murah. Gambar (2) memperlihatkan

diagram pemancar TV dengan sistem Common Amplifier.

Gambar (2) Diagram Pemancar-TV dengan common amplifier

Transistor-transistor RF dengan daya output yang besar kini juga semakin banyak tersedia. Selain

itu transistor, ketika dioperasikan pada titik kerja yang tepat, akan mampu menghasilkan

penguatan yang sangat linier. Selanjutnya, berhubung transistor bekerja pada tegangan yang

relatif rendah (48 volt), maka beberapa penguat transistor dapat disusun secara paralel sedemikian

rupa sehingga diperoleh penjumlahan arus RF dari masing-masing penguat. Perkalian dari

tegangan dan jumlah arus RF ini akan menghasilkan daya RF output yang lebih besar. Susunan

penguat transistor dengan daya RF output hingga 20 kW kini sudah banyak tersedia di pasar.

Bila menginginkan daya pancar yang lebih besar lagi maka penguat Tabung Tetroda dan

penguat IOT (Inductive Output Tube) menjadi pilihan berikutnya. Penguat Tabung Tetroda

misalnya, mampu menghasilkan daya RF output sebesar 30 kW, sedangkan penguat IOT mampu

menghasilkan daya output hingga 100 kW. Kedua jenis penguat tabung ini juga dikenal sangat

linier sehingga cocok digunakan pada pemancar TV dengan sistem Common Amplifier.

5

Page 3: Bab II Televisi Video

2.2. Standar Siaran Televisi di Indonesia

Pemancar TV di Indonesia mengadopsi sistem PAL-B (VHF) dan PAL-G (UHF) dengan

spesifikasi teknik mengikuti rekomendasi ITU-RBT.470-4. Pemerintah Indonesia telah

menetapkan suatu standar melalui Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) Nomor 76 tahun

2004 tentang “Rencana Induk Frekuensi Radio untuk Keperluan Siaran Televisi Analog pada Pita

UHF”. Di dalam lampiran Kepmen ini diuraikan spesifikasi pemancar TV secara umum adalah

sebagai berikut:

A. Pemancar Gambar

Jenis Pancaran : C3F – Negatif

Sistem modulasi : AM – Vestegial Side Band (Analog)

Jenis Transmisi : Negatif

Indeks Modulasi : maksimum 90%

Frekuensi Pembawa IF :38,9 MHz

B. Pemancar Suara

Jenis Pancaran : F3E

Sistem Modulasi : FM (Analog)

Simpangan Frekuensi : +/- 50 kHz (maksimum)

Pre-Emphasis : 50 µs

Frekuensi Pembawa IF : 33,4 MHz

Daya pancar : Min 5% dan Maks 10% dari daya pancar Pemancar Gambar

C. SPEKTRUM FREKUENSI

6

Page 4: Bab II Televisi Video

2.3. Siaran Televisi Digital

Infiltrasi teknologi digital memang tak bisa dihindari. Tak terkecuali juga di dunia

broadcast. Padahal sebenarnya teknologi digital ini sudah sejak dari dulu digunakan, misalnya:

Video Switcher, Standard Converter, Character Generator, Still Store dan Komputer Graphic,

semuanya itu adalah peralatan standar broadcast berteknologi digital. Namun peralatan digital ini

hanya merupakan alat bantu untuk memperkaya tampilan sinyal video yang masih analog. Sinyal

video mulai dari kamera hingga pemancar pada waktu itu semuanya masih analog.

Teknologi analog mulai meredup ketika kamera dan perangkat editing sudah mengadopsi

teknologi digital. Mulai saat itu lengkaplah sudah teknologi digital mendominasi studio-studio

televisi di seluruh dunia. Sebab kamera merupakan perangkat utama produksi, sedangkan editing

merupakan perangkat utama paska produksi. Ketika dua perangkat utama ini sudah digital, maka

bisa dikatakan bahwa peralatan penghasil materi siaran sudah 100 persen digital. Justru satu-

satunya peralatan siaran yang masih analog adalah pemancar. Bila pemancar ini diganti dengan

pemancar digital maka semua peralatan siaran sudah 100 persen digital. Penggantian pemancar

menjadi digital tidak akan berpengaruh ke bagian produksi maupun paska produksi, karena bagian

ini sudah lebih dulu beralih ke digital.

Pertanyaannya kemudian adalah: mengapa pemancarnya harus diganti digital? Bukankah

pemancar analog selama ini sudah sangat memuaskan hasilnya?

Benar bahwa sudah lebih dari 50 tahun pemancar TV analog telah membuktikan

kinerjanya yang sangat baik. Namun dari sisi lain, yaitu ketika teknologi digital telah

memperlihatkan keunggulannya, pemancar analog itu sudah sepantasnya untuk diganti. Alasan

yang paling utama penggantian ini adalah: demi efisiensi atas pendudukan frekuensi. Sebab

frekuensi adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui, sehingga keberadaannya haruslah 7

Page 5: Bab II Televisi Video

dimanfaatkan se-efisien mungkin. Nah satu-satunya cara yang mampu meningkatkan efisiensi

pemakaian frekuensi ini adalah teknologi digital.

Di Indonesia alokasi frekuensi untuk siaran TV swasta berada pada band UHF dengan

rentang frekuensi mulai dari 478 MHz hingga 806 MHz. Sementara itu hanya dibutuhkan

bandwidth sebesar 8 MHz saja untuk satu kanal siaran TV analog. Jadi dalam rentang frekuensi

itu seharusnya ada 40 kanal yang bisa digunakan untuk siaran TV. Tapi kenyataanya hanya 20

kanal saja yang bisa dimanfaatkan. Sebab kanal yang bersebelahan (adjacent channel) harus

dikosongkan. Kalau tidak, maka kedua kanal yang bersebalahan akan saling menggangu. Dari sini

sudah nampak jelas bahwa betapa borosnya pemakaian frekuensi oleh pemancar TV analog ini,

karena sebetulnya yang dibutuhkan hanya 8 MHz saja, tetapi harus mengorbankan 8 MHz lagi

untuk dikosongkan. Ini jelas merupakan sebuah pemborosan. Akibat dari sifatnya inilah yang

akhirnya membuat banyak calon penyelenggara siaran TV tidak kebagian frekuensi. Pemerintah

pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk melayani permintaan itu, karena memang sudah tidak ada

lagi slot frekeunsi yang bisa diberikan. Nah kehadiran teknologi digital inilah yang pada akhirnya

harus dipilih untuk menyelesaikan persoalan keterbatasan frekuensi ini.

Dengan teknologi digital tidak ada lagi masalah adjacent channel. Dengan kata lain, dari

total 40 kanal itu semuanya bisa diduduki. Satu kanal pemancar TV butuh 8 MHz untuk

beroperasi, ya 8 MHz itulah yang akan diduduki. Kanal di sebelahnya boleh diduduki oleh

pemancar digital lain tanpa keduanya saling menganggu. Dengan catatan, dua pemancar yang

bersebelahan itu dilengkapi dengan filter sesuai standar yang telah ditetapkan.

Tidak hanya itu, satu kanal yang semula hanya bisa untuk menyiarkan satu program TV

analog, dengan teknologi digital bisa untuk menyiarkan 12 program sekaligus. Jadi kalau ada 40

kanal yang tersedia, maka dengan teknologi digital bisa untuk menyiarkan 480 program yang

berbeda secara bersama-sama. Ini jelas merupakan terobosan yang luar biasa dalam hal

pemakaian frekuensi. Akan tetapi program sebanyak itu rasanya terlalu berlebihan, sehingga

Pemerintah kemudian menetapkan cukup 72 program saja yang boleah disiarkan di satu zona

tertentu untuk siaran komersial. Sementara bandwidth atau alokasi frekuensi sisanya akan

digunakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi. Jadi makin

jelas betapa efisiennya pemancar TV digital ini dalam hal pemakaian frekuensi.

Selain itu, transmisi digital juga dikenal sangat kebal terhadap noise atau gangguan luar.

Hal ini disebabkan karena pesawat penerima hanya diperintahkan untuk mengenali dua kondisi

saja yaitu "1" dan" 0". Pesawat penerima akan menjadi lebih peka karena hanya mengenal "1" dan

"0" saja, sehingga dikatakan transmisi digital ini kebal terhadap noise / gangguan dari luar.

8

Page 6: Bab II Televisi Video

Di dalam transmisi digital juga dilengkapi dengan sebuah sistem yang mampu

memperbaiki kesalahan penerimaan data akibat gangguan dari luar atau noise. Sistem ini disebut

dengan FEC (Forward Error Correction). Dengan rangkaian FEC informasi yang diterima di

pesawat penerima akan selalu utuh karena setiap kali ada kesalahan data yang diterimanya secara

otomatis akan langsung dikoreksi. Itulah sebabnya dengan transmisi digital, gambar dan suara

yang diterima di pesawat penerima bisa dikatakan sama kualitasnya dengan gambar dan suara

yang dikirim dari studio.

Dengan sifatnya yang kebal terhadap noise dan ditambah lagi dengan adanya rangkaian

FEC akan membuat pesawat penerima menjadi sangat peka dalam menangkap sinyal. Oleh karena

itu daya pancar di pemancar bisa diturunkan, karena kekuatan sinyal yang menurun ini masih

tetap bisa ditangkap dengan baik oleh pesawat penerima. Bahkan kalau ada kesalahan penerimaan

akan diperbaiki oleh rangkaian FEC. Dari sini bisa disimpulkan bahwa untuk menjangkau

wilayah yang sama, kebutuhan daya pancar pemancar digital lebih rendah dibanding pemancar

TV analog. Berkurangnya daya pancar berarti energi yang dibutuhkan juga berkurang. Jadi

pemancar digital tidak hanya hemat dalam hal pemakaian frekuensi tetapi juga sekaligus hemat

energi. Oleh karena itu alasan penggantian pemancar analog ke digital menjadi semakin jelas.

Tapi walaupun sudah sedemikian jelas, implementasi pergantian itu ternyata tidaklah

mudah. Sebab ada beberapa kendala yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Salah satunya

adalah: pesawat penerima TV biasa (analog) tidak bisa menerima siaran TV digital, kecuali

dengan alat bantu yang disebut dengan set top box. Oleh karena itu pergantian pemancar dari

analog ke digital akan berjalan dengan lancar apabila harga set top box ini sudah sangat rendah.

Sebab ada seratus juta lebih pesawat televisi yang membutuhkan set top box ketika pemancarnya

diganti ke digital.

Kendala yang kedua adalah bahwa satu unit pemancar TV analog yang semula hanya

untuk menyiarkan satu program saja, setelah diganti digital (DVB-T2) bisa digunakan untuk

menyiarkan 12 program yang berbeda secara bersamaan. Pertanyaan yang kemudian muncul

adalah: siapa yang harus mengoperasikan pemancar digital itu dan siapa saja yang berhak mengisi

ke 12 program siaran itu?

Kendala itulah yang membuat implementasi siaran TV digital agak terhambat karena

perlu proses dan waktu yang lama untuk melakukan perubahan peraturan maupun pendekatan

bisnis yang sesuai. Jika kendal-kendala itu sudah dapat diselesaikan maka secara teknis mengubah

siaran TV analog menjadi digital sangatlah mudah, yaitu cukup ganti saja TV-Exciter analog

dengan Digital Exiter. Selebihnya tidak ada perangkat existing lain yang perlu diubah.

9

Page 7: Bab II Televisi Video

Namun berhubung dalam pemancar digital ini ada 12 program yang akan disiarkan secara

bersamaan, maka perlu ditambahkan sebuah multiplexer yang berfungsi untuk menyusun 12

program itu ke dalam satu paket (transport stream). Kemudian untuk menghemat bandwidth,

setiap program yang berasal dari Playout atau Studio harus dimampatkan terlebih dulu di dalam

video encoder. Maksudnya, sinyal video SD dalam format SDI berkecepatan 270 Mbps itu harus

dimampatkan menjadi sekitar 3 Mbps menggunakan mesin kompresi MPEG4 yang ada di dalam

video encoder.

Gambar (3): Diagram perbandingan antara konfigurasi perangkat siaran TV analog dan digital

Dalam contoh pada gambar (1B) terlihat ada 12 program yang berasal dari 12 sumber yang

berbeda. Ke 12 program ini dimasukkan ke muliplexer untuk disusun menjadi satu paket data

(transport stream) dan kemudian dikirim ke pemancar untuk dipancarkan. Dalam contoh ini 3

program diasumsikan berada di lokasi dekat pemancar, sedangkan 9 lainnya berada jauh dari

pemancar sehingga memerlukan STL (Studio to Transmitter Link) sebagai penghubung.

10

Page 8: Bab II Televisi Video

Sebenarnya siaran TV digital merupakan produk turunan dari siaran TV via satelit. Dulu

satu transponder satelit hanya bisa untuk menyiarkan satu program TV analog saja, tapi berkat

teknologi kompresi (MPEG-4) dan sistem modulasi digital (DVB-S2) akhirnya satu transponder

bisa digunakan untuk menyiarkan lebih dari dua puluh program siaran yang berbeda secara

bersamaan. Ini merupakan penghematan bandwidth yang luar biasa, disamping penghematan yang

juga luar biasa atas beban beaya sewa transponder itu sendiri.

2.4. Peralatan Up-Link & Down Link

Pada prinsipnya peralatan up link terdiri dari 5 komponen sebagimana terlihat dalam gambar 1(a),

antara lain:

a. Video Encoder,

b. DVB Modulator,

c. Up-Converter,

d. HPA atau SSPA,

e. Antenna Parabola.

Video Encoder berfungsi sebagai mesin kompresi (dalam format MPEG2 atau MPEG4)

dan jika audio/video inputnya berupa sinyal analog, maka encoder ini sekaligus berfungsi sebagai

peralatan digitalisasi. Tujuan dari kompresi sinyal ini adalah untuk menghemat bandwidth.

Sekedar contoh, video input dalam format SDI memiliki data rate sekitar 270 Mbps (kualitas: SD

bukan HD), namun setelah di-encode menggunakan mesin MPEG2 data rate-nya bisa turun

menjadi 6 Mbps. Lebih tepatnya bisa turun menjadi 2 Mbps hingga 10 Mbps tergantung

kebutuhan.

Selanjutnya sinyal yang sudah terkompresi itu dimasukkan ke dalam DVB Modulator

untuk ditumpangkan kedalam sinyal pembawa. Frekuensi sinyal pembawa ini berada di sekitar 70

MHz, atau lebih tepatnya 70 MHz ± 18 MHz yang berarti frekuensi pembawa ini bisa diatur

mulai dari 52 MHz hingga 88 MHz tergantung kebutuhan.

Setelah itu sinyal pembawa yang telah termodulasi itu oleh Up-Converter digeser

frekuensinya ke frekuensi kerjanya, yaitu sesuai dengan nomor transponder dan slot frekuensi

11

Page 9: Bab II Televisi Video

yang telah ditentukan. Dengan kata lain Up-Converter berfungsi untuk menentukan nomor

transponder, sedangkan pengaturan frekuensi di Modulator adalah untuk menentukan pada

frekuensi berapa (dalam satu tansponder itu) sinyal pembawa tersebut harus ditempatkan.

Terakhir adalah parameter polarisasi sinyal, dan perangkat yang menentukan polarisasi ini ada

pada feed horn antena. Feed horn bisa diputar-putar sedemikian rupa sehingga diperoleh

polarisasi yang tepat.

Jika bandwidth, frekuensi dan polarisasi sudah sesuai dengan yang dikehendaki maka

sinyal ini sudah siap untuk dipancarkan ke arah satelit (up link) melalui antena parabola.

Kemudian agar bisa sampai ke satelit yang berjarak 36 ribu kilometer di atas bumi, sinyal yang

masih lemah ini perlu diperkuat terlebih dahulu. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat adalah

HPA (High Power Amplifier). Ada dua jenis HPA, yaitu amplifier yang berbasis tabung atau

TWTA (Travelling Wave Tube Amplifier) dan amplifier yang berbasis solid state transistor atau

SSPA (Solid State Power Amplifier). TWTA dan SSPA adalah sama-sama amplifier. Fungsinya

adalah sebagai penguat sinyal.

Setelah diperkuat oleh TWTA atau SSPA, sinyal kemudian diperkuat lagi oleh antena

parabola. Jadi selain untuk memancarkan sinyal, antena parabola juga berfungsi sebagai penguat

sinyal. Gelombang elektromagnetik yang bersifat menyebar ke segala arah oleh piringan parabola

diarahkan ke satu titik tertentu, sehingga terjadilah pengumpulan energi ke satu arah tertentu.

Pengumpulan energi inilah yang kemudian disebut dengan Gain Antena. Jadi dalam sistem Up-

Link, penguatan sinyal tidak hanya dilakukan oleh amplifier tetapi juga oleh antena parabola.

12

Page 10: Bab II Televisi Video

Gambar 4 (a) Diagram blok perangkat Up-Link (b) Perangkat Up-Link dng BUC

(c) Perangkat Up-Link yang lebih sederhana

Antena Parabola adalah peralatan jenis outdoor, karena peralatan ini harus ditempatkan di luar

ruang agar syarat "Line of Sight" dengan satelit dapat terpenuhi. Sementara itu pada frekuensi C-

band (6 GHz) saluran transmisi yang digunakan harus sependek mungkin. Oleh karena itu

perangkat dengan output C-band harus ditempatkan sedekat mungkin dengan antena untuk

mengurangi redaman. Sementara itu Up-Converter adalah peralatan elektronik jenis indoor yang

sangat sensitif terhadap air hujan. Oleh karena itu akan sangat beresiko bila Up-Converter ini

harus ditempatkan secara outdoor di dekat antena. Itulah sebabnya perangkat BUC kini lebih

banyak disukai dibanding TWTA atau SSPA.

BUC (Block Up Converter) berisi SSPA dan sekaligus Up-Converter, dimana frekuensi

inputnya adalah L-band (950 MHz - 1.450 MHz). Dengan frekuensi yang lebih rendah ini maka

antara Modulator dan BUC bisa terpisah cukup jauh, karena Modulator umumnya ditempatkan di

dalam ruang (indoor) sedangkan BUC di luar ruang (outdoor). Kemudian keduanya bisa

dihubungkan dengan kabel coaxial yang cukup panjang (hingga 100 meter, tergantung tipe kabel).

Hal ini menjadi mungkin karena BUC adalah rangkaian elektronik yang berbasis transistor,

sehingga casing / housing-nya bisa dibuat dari bahan aluminium yang menyerap panas dan 13

Page 11: Bab II Televisi Video

didesain kedap air, sedangkan untuk mengatasi disipasi panas casing sudah dilengkapi dengan

sirip-sirip pembuang panas (heat sink) dan kipas angin dengan motor tanpa sikat (brush-less

blower) yang tahan air. Itulah sebabnya BUC sangat aman untuk ditempatkan secara outdoor di

dekat antena parabola.

Belakangan ini sudah banyak ditawarkan produk Encoder yang dilengkapi dengan modul

DVB Modulator. Dengan demikian perangkat Up-Link menjadi lebih sederhana, praktis dan

kompak. Hal ini sangat diperlukan terutama untuk perangkat Up-Link jenis SNG yang memang

harus didesain secara kompak, sederhana dan ringan.

Gambar 5: Diagram blok perangkat Up-Link & Down Link

Pada feed horn antena parabola umumnya sudah dilengkapi dengan dua port, yaitu port

Up-Link dan port Down Link. Kombinasi dua buah port yang berfungsi sebagai pemisah dua

sinyal dengan polarisasi yang berbeda ini sering disebut dengan OMT (Ortho Mode Transducer).

Dengan adanya fasilitas OMT ini maka pada jalur Down Link bisa dipasang LNB dan kemudian

dihubungkan dengan IRD untuk menangkap siaran TV dari satelit.

Dalam sistem komunikasi dua arah, perangkat Up-Link dan Down-Link seperti ini

merupakan suatu keharusan. Jika tidak, maka tidak mungkin akan terjadi komunikasi dua arah.

Namun dalam siaran TV, sistem komunikasi umumnya hanya dilakukan satu arah. Satu pihak

sebagai pemancar sedangkan pihak lain sebagai penerima saja. Konfigurasi perangkat Down-Link

yang tanpa Up-Link dan berfungsi sebagai alat penerima siaran TV dari satelit sering disebut

dengan TVRO (Television Receive Only).

2.5. Prinsip Kerja SNG Televisi Digital DVB-S (Satelit)

Satelit adalah stasiun relay yang digantung di langit. Disebut stasiun relay karena fungsi

utama satelit adalah merelay sinyal-sinyal yang berasal dari bumi. Sinyal-sinyal yang diterimanya 14

Page 12: Bab II Televisi Video

dari bumi itu digeser dulu frekuensinya baru kemudian dipancarkan kembali ke bumi. Jadi pada

dasarnya satelit itu berisi rangkaian translator frekuensi, yaitu rangkaian elektronik yang terdiri

dari penerima, penggeser frekuensi dan pemancar.

Gambar (6): Diagram blok rangkaian penggeser frekuensi di dalam satelit

Sinyal dari bumi yang sampai ke satelit sangat lemah. Sebab sinyal yang dikirim dari bumi hingga

mencapai satelit akan melalui lintasan (path) ruang yang sangat jauh sehingga sinyal akan

mengalami redaman (free space path loss) yang sangat besar. Redaman ini disebabkan karena

sifat radiasi gelombang elektromagnetik itu memancar ke segala arah (seperti bola yang

mengembang) sehingga kekuatan sinyal akan melemah sebanding dengan kuadrat dari jarak yang

ditempuhnya. Selain itu jarak tempuh itu akan terasa semakin jauh bagi sinyal yang panjang

gelombangnya makin pendek. Dengan demikian besarnya redaman ini berbanding lurus dengan

kuadrat dari jarak dan frekuensi yang digunakan, dimana secara matematis dituliskan sbb.:

Untuk memudahkan perhitungan, formula di atas bisa disederhanakan menjadi:

L = 32.4 + 20 Log d + 20 Log f

L = besarnya Loss atau redaman (dalam satuan dB),

f = frekuensi kerja yang digunakan (dalam satuan MHz),

d =jarak tempuh antara stasiun bumi dng satelit (dalam satuan km).

Redaman ini sangat besar sehingga sinyal yang diterima di satelit sangatlah lemah. Maka agar

sinyal yang sangat lemah ini bisa dipancarkan kembali ke bumi dengan daya pancar yang cukup, 15

Page 13: Bab II Televisi Video

dibutuhkan rangkaian penguat yang bertingkat-tingkat. Pada tingkat pertama sinyal diperkuat oleh

gain antenna penerima. Output dari antenna yang juga masih sangat lemah kemudian diperkuat

lagi dengan LNA (Low Noise Amplifier). Setelah levelnya cukup, sinyal ini kemudian

dimasukkan ke rangkaian mixer-1 untuk digeser frekuensinya ke frekuensi L-Band.

Penggeseran frekuensi menurunkan level sinyal, sehingga sinyal harus diperkuat lagi

pada tahap ini. Setelah levelnya cukup, sinyal dimasukkan lagi ke mixer-2 untuk digeser lagi

frekuensinya ke frekuensi kerjanya (frekuensi down link). Pada tahap ini sinyal diperkuat lagi

oleh driver amplifier dan kemudian diperkuat oleh HPA (High Power Amplifier) agar diperolah

daya pancar yang cukup besar. Pada tahap akhir, sinyal kemudian diperkuat lagi oleh antenna

pemancar untuk menghasilkan apa yang disebut dengan EIRP (Equivalent Isotropic Radiated

Power). Besaran EIRP inilah yang kemudian oleh satelit dipancarkan kembali ke bumi.

Pergeseran frekuensi sama sekali tidak mengubah nilai informasi yang terkandung di

dalam sinyal tersebut. Jadi meskipun di satelit frekuensi sinyal di geser sebanyak dua kali, akan

tetapi informasi yang terkandung di dalamnya masih tetap utuh (sama sekali tidak berubah). Oleh

karena itu menjadi jelas bahwa fungsi satelit dalam hal ini hanya merelay sinyal yang berasal dari

bumi untuk kemudian dipancarkan lagi kembali ke bumi.

Pergeseran frekuensi sebanyak dua kali dimaksudkan untuk memperoleh gain yang sangat

tinggi. Sebab memperkuat sinyal di satu frekuensi kerja akan menyebabkan amplifier mudah

berosilasi (sinyal output masuk kembali ke input). Penguatan sinyal mulai dari antenna penerima,

LNA, HPA hingga antena pemancar disebut dengan Gain Satelit. Besarnya Gain Satelit telah

didesain sedemikian rupa sehingga sinyal yang diterima dari bumi mampu menghasilkan daya

pancar maksimum sesuai kapasitas HPA yang terpasang di satelit. Daya output dari HPA

selanjutnya diperkuat lagi oleh antenna sehingga diperoleh EIRP yang tinggi. Sebab sinyal yang

dipancarkan oleh satelit ke bumi akan mengalami redaman yang sangat besar.

Redaman down-link ini sangat besar, sehingga sinyal yang diterima di bumi juga sangat

lemah. Itulah sebabnya dibutuhkan gain yang cukup besar di stasiun penerima di bumi agar

informasi yang terkandung dalam sinyal dapat dideteksi kembali. Apabila kualitas sinyal yang

diterima belum sesuai dengan kebutuhan, maka daya pancar di sisi pengirim perlu diperbesar.

Dengan cara ini maka secara otomatis daya yang dipancarkan oleh satelt juga ikut membesar.

Kenaikan daya pancar di satelit merupakan fungsi linier dari kenaikan daya pancar di pengirim.

Apabila daya pancar di sisi pengirim sudah tidak bisa lagi dinaikkan, sedangkan sinyal

yang diterima masih belum sesuai dengan kebutuhan, maka jalan satu-satunya adalah dengan

16

Page 14: Bab II Televisi Video

memperbesar diameter antena penerima. Makin besar diameter antena penerima akan semakin

baik, karena sistem penerima akan menjadi lebih sensitif, artinya lebih mampu menerima sinyal-

sinyal yang lemah. Namun makin besar diameter antena akan memerlukan lahan yang lebih besar,

ukuran yang besar jelas tidak praktis dan harganya pun juga pasti lebih mahal. Oleh karena itu

perhitungan daya pancar di sisi pengirim maupun besarnya diameter antena di sisi penerima harus

dihitung dengan benar. Untuk itu ada beberapa paremeter yang perlu diketahui. Parameter satelit

seperti G/T, Saturated Field Density (SFD) dan EIRP serta peta contour atau foot print umumnya

diberikan oleh operator/pemilik satelit kepada para pelanggannya, sehinga masing-masing

pelanggan dapat menghitung sendiri apa-apa yang dibutuhkannya.

Gambar (7): Illustrasi redaman up-link dan down-link

17

Page 15: Bab II Televisi Video

Gambar (8): Illustrasi level sinyal mulai dari pengirim, satelit hingga penerima di bumi.

Klik di sini untuk gambar yang lebih besar.

18

Page 16: Bab II Televisi Video

2.6. Contoh Rancangan SNG Portbale DVB-S (Satelit)

Gambar 9: Contoh implementasi SNG menggunakan Portable Rack

19

Page 17: Bab II Televisi Video

Gambar 10: Diagram rancangan Portable SNG

Gambar 11: Contoh produk Portable Rack 8 RU (a) Penutup dipasang (b) Penutup dibuka

20