bab ii studi pustaka · 1. pola tiga: kaum peramu dan pemburu mereka menganut keberadaan yang...
TRANSCRIPT
9
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Selama ini belum banyak tulisan atau penelitian yang mengkaji motif- motif
khas Batik Jambi terutama motif Kapal Sanggat. Tulisan kajian motif Batik Jambi
masih sekedar menjelaskan jenis-jenis motif dengan makna-makna yang
sebelumnya telah ditetapkan tanpa apa adanya pengkajian yang lebih mendalam.
Untuk itu, kajian pustaka ini memilih beberapa buku maupun artikel yang
berkaitan dengan motif Kapal Sanggat yang berhubungan dengan latar visual,
filosofi dan belakang sosial budaya motif tersebut baik yang dicetak maupun di
website.
1. Pola- Pola Arkaik di Indonesia.
Untuk memahami motif batik Kapal Sanggat pertama perlu mengetahui
mengenai pola-pola arkaik di Indonesia yang merupakan pola pikiran tua sebagai
landasan untuk memahami filosofi batik karena harus dihubungkan dengan adat
istiadat, pengaturan sistem sosialnya dan budaya wilayah itu sendiri (Sumardjo,
2013:40).
Rosnifa dkk mengutip pendapat Boelaars (1971), mengenai mentalitas dasar
kelompok-kelompok masyarakat (etnik) di Indonesia berdasarkan mata
pencaharian pokoknya. (Desperindag, 2013:40-41), terdapat 4 golongan
mentalitas budaya di Indonesia memiliki cara berbeda yaitu diantaranya :
10
1. Mentalitas atau cara hidup dan cara berpikir masyarakat Peramu adalah
bersifat konsumtif, sikap independent dan percaya diri yang tinggi.
2. Mentalitas kaum Peladang adalah produktif, konsumtif, dependen-
independen (mentalitas ganda), mementingkan hubungan daerah dari pada
lokalitas dan pentingnya peranan perantara dalam interelasi dan interaksi
pihak luar
3. Mentalitas kaum Pesawah adalah produktif, ketergantungan kelompok
yang kuat dari pada kebebasan,mengenal organisasi kerja dalam kelompok
besar, solidaritas tinggi dan pentingnya lokalitas bagi sistem kekerabatan.
4. Mentalitas kaum Maritim adalah mobilitasnya yang tinggi, sangat
independen, percaya diri, persaingan dan harga yang tinggi serta harga
dirinya tinggi.
Mengenai perkembangan historisnya, ciri mentalitas tersebut saling
bertautan sehingga kita dapat melihat apa yang lebih dominan dalam masyarakat.
penggolongan mentalitas tidak dapat menilai karakteristik suku-suku tertentu di
Indonesia. Masyarakat Jambi misalnya masuk dalam kategori masyarakat maritim
namun karakter budaya juga mengandung unsur-unsur peladang dan peramu,
namun mentalitas pesawah masuk juga kedalamnya sebagai pikiran diluar
(Sumardjo, 2013:41).
Menurut Sumardjo (2013 : 43-44), tanda pola dalam mentalitas kaum di
Indonesia ditandai dengan kosmologi atau tatanan keberadaan dunia yang
melibatkan tiga alam yakni mengenai manusia, alam dunia/semesta serta
keillahian (metakosmos) Yang Esa. Sebuah Tanda dari Yang Esa inilah muncul
segala sesuatu yang ada, yakni alam semesta (makrokosmos) dan mikrokosmos
11
(manusia). Berdasarkan golongan mentalitas budaya tersebut di Indonesia
primordial memilki cara yang berbeda, diterangkan sebagai berikut :
1. Pola Tiga: Kaum peramu dan pemburu mereka menganut keberadaan
yang saling bertentangan dalam dinamika persaingan, agar sang Esa
hadir dalam dunia, maka harus ada pasangan yang dihadirkan.
Permasalahan ini ditandai dengan pasangan perang. Kematian yang
merupakan bersifat spontan dari Yang Esa. Pengabungan dari kaum
peladang mengenai pada pasangan dikehidupan harus disatu padukan
yang disebut motif perkawinan dari hal ini dinamai pola tiga kesatuan
tiga dari dua pasangan oposioner, manusia dan kehidupannya serta sang
Pencipta (Sumardjo, 2013:43).
2. Pola Empat: Kaum Maritim memiliki empat pasangan oposioner namun
tidak disatukan dalam satu pusat peleburan. Kaum ini hanya
membiarkan dirinya disatukan dalam dinamika persainagan bukan
kematian (Sumardjo, 2013 :44).
3. Pola Lima: Kaum pesawah tidak hanya menyatukan dua pasangan dalam
perkawinan tetapi empat atau lebih yang merupakan peleburan berbagai
pasangan yang oposioner. Hadir Yang Esa dan hukum spontanistas nya
(seperti lahir/kematian) sebagai siklusnya hal ini dinyatakan dalam pola
lima (Sumardjo, 2013 :44).
Semua hal ini dapat ditujukan dalam bentuk benda budaya dalam
masyarakat pra-modern yang kebanyakan bermuatan magis religius. Salah
satunya membatik, budaya batik merupakan kegiatan yang memiliki hubungan
atau media perantara penghubung terhadap sang Pencipta. Dalam penciptaan batik
12
pun menganut pola–pola yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan apa yang
terjadi di wilayah pembatikan. Sebagai contoh pola lima berlaku di daerah pulau
Jawa karena adanya kaum pesawah (Sumardjo, 2013: 44). Berbicara mengenai
kategori motif maritim, bahwa makrokosmos pada masyarakat maritim memiliki 4
unsur yaitu langit di atas bumi di bawah, laut di samping kanan dan daratan di
samping kiri. Dua oposioner disatukan dengan dua pasangan oposioner lain,
sehingga menjadi empat dalam satu kesatuan, satu keluarga besar meskipun saling
beroposisi (Sumardjo, 2013:46).
2. Latar Belakang Sejarah Masuknya Batik di Jambi.
Diawali oleh sejarah batik di Indonesia berasal dari beberapa artefak yang
ditemukan dalam situs-situs sejarah. Perkembangan batik dikatakan pada abad ke
7, ditandai dengan munculnya ragam hias kawung pada dinding Candi Syiwa
Prambanan dan pahatan jubah patung Jawa-Hindu dari abad ke 8 Masehi
(Priyono, 2013:31).
Perkembangan batik di Nusantara (Priyono, 2013:32), juga ditandai dalam
ragam hias hias lereng pada pakaian patung emas Dewa Durga di Candi Dieng,
Gamuruh, Wonosobo dari abad ke 9 Masehi. Pengaruh Cina mulai masuk di
Indonesia sejak abad ke 7 s/d 9 Masehi. Bukti ini ditujukan melalui penggunaan
ragam hias Burung Hong, Bunga Teratai, Bunga seruni, Kupu-Kupu dan lainnya.
Bukti lainnya ditemukan di Kediri, Jawa Timur pada detail ukiran kain yang
dikenakan Arca Pradnaparamita. Pada ukiran tersebut dipenuhi pola kembang dan
sulur tanaman yang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa dari
Abad ke 10 Masehi. Pada abad ke 17 Masehi Sultan Surakarta dan Yogyakarta
bahkan mentapkan batik menjadi pakaian wajib Keraton .
13
Masuknya batik hingga ke Jambi masih terus ditelusuri. Menurut Priyono
(2013:32), beberapa hipotesa berkembang bahwa budaya batik dibawa oleh
ekspansi Pamalayu yang dipimpin oleh Raja Singosari, Kartanegara yang
mengirimkan pasukannya pada tahun 1275 Masehi untuk membebaskan Kerajaan
Melayu Jambi dari Kerajaan Sriwijaya. Kedatangan Kerajaan Singosari membawa
dan memperkenalkan akulturasi budaya, termasuk budaya batik didalamnya.
Catatan Hendrik Van Gent memberi indikasi adanya pengaruh atau
pemakaian busana (batik) Jawa di Jambi disaat pertengahan abad 17. Malah Tome
Pires penulis Portugis dalam Suma Oriental menulis konon rakyat Jambi lebih
mirip orang Palembang dan orang Jawa dari pada orang Melayu. Corak Kejawaan
yang tampak dalam Kerajaan Palembang dan Jambi masih tetap terasa pada masa
Islam berabad-abad kemudian (de Graaf,1986).
Sejalan dengan perkembangan penguasaan Belanda atas Jambi, banyak
keluarga Keraton yang pindah ke Huluan Jambi (Muaro Tembesi dan Muaro
Tebo) ataupun ke Seberang Kota Jambi, sehingga pakaian batik boleh-boleh saja
dipakai rakyat kebanyakan walau pada awalnya dilakukan oleh para-para putri
bangsawan dan keluarga kerajaan.
Motif-motif Batik Jambi menurut Novra (2015:46), pada masa Kesultanan
Melayu Jambi didominasi dengan motif khas fauna dan flora yang digunakan
terbatas untuk keluarga dan lingkungan kesultanan atau masyarakat dengan
tingkat sosial tinggi. Peredaran Batik Jambi yang hanya terbatas pada kelompok
kerabat kesultanan atau kaum bangsawan menyebabkan produksinya mengalami
penuruan drastis pasca berakhirnya Kesultanan Jambi. Seperti yang diungkapkan
14
Djoemena (1990:1), ragam hias tiap masing-masing daerah umumnya sangat
dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor :
1. Letak geografis daerah pembuat batik.
2. Sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.
3. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan.
4. Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna.
5. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan
Faktor tersebutlah yang membuat motif Batik Jambi sarat dengan estetika
dan filosofi akibat adanya pengaruh kearifan lokal, kondisi geografis, kebudayaan,
dan kepercayaan. Mulanya pola motif Batik Jambi dalam sedikit sejarahnya
karena letak geografisnya, memiliki pengaruh dari Arab, India dan Cina. Secara
umum motif Batik Jambi merupakan satu kesatuan dari elemen-elemen yang
terdiri atas titik, garis, bentuk warna dan tekstur. Kesatuan elemen tersebut,
mewujudkan keindahan melalaui pengulangan, pusat perhatian, keseimbangan
dan kekontrasan yang mengandung kebudayaan setempat, opini dan nilai-nilai
filosofis (Novra, 2015:47). Keunikan lain Batik Jambi juga terdapat pada
kesederhanaan motif yang tidak berangkai (ceplok-ceplok) dan berdiri sendiri-
sendiri. Menurut Novra (2015:47), penamaan motif bukan diberikan pada suatu
rangkaian bentuk. Namun dari berbagai unsur atau elemen. yang telah didesain
sedemikian rupa dan telah menjadi satu kesatuan yang utuh.
15
3. Pola Hias Pada Batik di Indonesia.
Kategori motif Batik Jambi dapat dilihat berdasarkan pengelompokan pola
hias pada batik berdasarkan bentuknya, menurut Doellah (2008:20), pola batik
terbagi atas dua kelompok besar yaitu pola geometri dan pola non- geometri.
a). Pola Hias Geometri.
Menurut Doellah (2008 :20), ragam hias yang masuk kedalam pola
geometri secara umum adalah ragam hias yang mengandung unsur-unsur
garis dan bangunan seperti garis miring, bujur sangkar, empat persegi
panjang, trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran dan bentuk
lainnya yang disusun berulang-ulang sehingga membentuk satu kesatuan
pola.
b). Pola Hias Non-geometri.
Pola non geometri, Kusrianto (2013:153) mengutip pendapat Hamzuri
(1981) terdiri dari:
1). Motif Tumbuh-Tumbuhan Menjalar.
Dalam istilah Jawa motif menjalar disebut juga lung-lungan. Ornamen
ini memiliki ciri jenis tumbuh-tumbuhan bertipe menjalar atau merambat
dalam penggambarannya. Dalam batik klasik Jawa contohnya Cangklet
(Kusrianto, 2013:175).
16
2). Motif Tumbuhan Air.
Kelompok ini biasanya disebut motif Ganggong. Sekilas tampak seperti
ceplok namun perbedaanya terdapat pada bentuk isennya terdiri dari garis-
garis yang panjangnya sama (Kusrianto, 2013:186).
3). Motif Bunga.
Motif kelompok Bunga memiliki pola berbentuk ceploka. Ornamen yang
terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang
tersususn dalam lingkaran segi empat. Dalam batik klasik Jawa contohnya
Cakrakusuma (Kusrianto, 2013 :189).
4). Motif Satwa dalam Alam.
Kelompok motif ini terdiri dari satwa/ hewan yang terdiri dari jenis
satwa air, darat maupun udara. Kelompok motif ini biasanya digunakan
dalam jenis batik Petani dimana tidak terlalu banyak filosofi yang
dimasukkan di dalamnya (Kusrianto, 2013:197).
5). Motif Alam Benda.
Alam benda merupakan perpaduan benda dan alam yang menjadi
objek. Kategori ini mengenai kehidupan yang mana meliputi apa yang
tampak dalam pengalaman kehidupan sehari-hari masyarakat yang
divisualkan dalam latar cerita dalam batik (Suciati, 2014 :24).
17
4. Ragam Motif Batik Jambi.
Berbagai penggolongan pola hias tersebut berhubungan dengan kategori
jenis motif yang terdapat di Jambi. Terbentuknya berbagai macam motif batik
Jambi tidak lain karena adanya faktor sosial budaya masyarakatnya. Pada batik
Jambi sering kali ditemukan permaknaan dari setiap visual yang dihasilkan,
biasanya makna tersebut berdasarkan karakteristik sosial, religi dan pemahaman
budaya bagi masyrakat. Dalam permaknaan filosofi Batik Jambi biasanya berisi
tentang nasehat, ajakan dan pantangan. Karakteristik sosial, kepercayaan religi
dan pemahaman budaya masyarakat yang berlaku secara umum sedikit banyak
mampu membantu dalam pemberian makna dari Batik Jambi. Menurut buku
Filosofi Batik Jambi (2013), beberapa motif tradisi lama Batik Jambi yang
memiliki permaknaan yang telah dikenal dimasyarakat Jambi, berikut:
a). Tampuk Manggis
Motif ini terbentuk karena adanya inspirasi dari buah manggis yang
merupakan buah yang memang banyak terdapat di lingkungan masyarakat Jambi.
Pada dasarnya motif yang tercipta tidak lepas dari pengaruh alam (geografis) dan
lingkungan sosial masyarakat tersebut berada. Makna yang terkandung dari motif
ini perlambangan mengenai ketulusan hati.
18
Gambar 1: Motif Tampuk Manggis
Sumber:http://umzaragallery.wordpress.com.
b). Kapal Sanggat
Motif kapal Sanggat dipahami sebagai motif kapal yang tidak dapat
melanjutkan perjalanan karena tersangkut sesuatu benda. Motif ini lebih terlihat
sebagai sebuah peringatan kepada kelompok sosial masyarakat. Berisi nasihat
agar menjadi sesorang hendaknya bersabar dan juga sebagai tanda agar jangan
bertentangan kepada sang Maha Pencipta .
Gambar 2: Motif Kapal Sanggat
Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
19
c). Durian Pecah
Motif ini digambarkan dengan buah durian yang terbelah dua berbentuk
simetris. Keistimewaan buah durian menjadi sumber inspirasi dan filosofi bagi
hidup dan kehidupan masyarakat Jambi. Permaknaannya adalah hendaknya
menjaga sesuatu yang dahulunya sudah baik agar jangan sampai menjadi rusak.
Kesimpulannya bahwa sebagai manusia jika ia seorang pemimpin maka haruslah
memiliki sifat tegas, amanah, kuat dalam pendirian dan membawa berkah bagi
orang lain, seperti halnya buah durian itu sendiri.
Gambar 3: Motif Durian Pecah
Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
d). Merak Ngeram
Motif ini digambarkan dengan seekor burung merak yang sedang
mengerami telurnya. Pada motif ini mengandung arti tanggung jawab dan rasa
kasih sayang seorang ibu. Lebih tepatnya sosok seorang ibu adalah hal yang
paling penting dan dihormati bagi seorang anak.
20
Gambar 4: Motif Merak Ngeram.
Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
e). Angso Duo
Angso Duo merupakan motif yang mengandung nilai historis dalam sejarah
Kota Jambi sendiri. Motif ini digambarkan dengan berbagai variasi dari dua ekor
angsa. Cerita Angso Duo dikisahkan dalam legenda Angso Duo, untuk
menemukan tanah pilih dibutuhkan kesabaran oleh sosok orang Kayo Hitam.
Motif ini memiliki kandungan pesan yang cukup mendalam akan kegigihan dan
kesabaran dalam berusaha serta keselarasan antara sesama mahluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Gambar 5: Motif Angso Duo.
Sumber: http:// gpswisataindonesia.blogspot.com.
21
f). Kuwau Berhias
Motif ini terinspirasi oleh pengrajin batik dari binatang unggas bernama
Kuwau. Pada penggambarannya Kuwau Berhias tampak seperti burung sedang
bercermin mengepakkan sayap. Motif ini memiliki filosofi sebagai pengenalan
pada diri sendiri dan intropeksi dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan
pribadi. Kita bisa memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada, karena pada
diri manusia tidak ada yang sempurna.
Gambar 6: Motif Kuwau Berhias
Sumber: http://jambiindo.blogspot.com.
g). Riang-Riang
Nama motif Riang-Riang diambil dari nama hewan jenis serangga (Tibicen
linnei). Memiliki bentuknya kecil dan dapat diterbang mengeluarkan suara
nyaring namun memiliki bentuk sayap yang indah. Pesan yang terkandung dari
motif ini adalah sebagai manusia harus biasa memberikan manfaat bagi orang
lain, karena sebagai manusia memberikan adalah hal yang paling sebaik-baiknya
dilakukan.
22
Gambar 7: Motif Riang-Riang.
Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
h). Batanghari
Penggambaran dalam motif ini berdasarkan bentuk bentang alam di wilyah
Jambi yaitu berupa sungai yang bernama Batanghari. Sungai Batanghari
merupakan ikon kebanggaan Jambi karena merupakan sungai yang terpanjang di
pulau Sumatera. Terinspirasi oleh keindahan alam lekuk liku jeram sungai
Batanghari yang penggambarannya visualnya mengambil bentuk sulur-sulur
tanaman. Makna filosofi yang terkandung menunjukkan tentang liku-liku
kehidupan yang mana hendaklah mengikuti sebagaimana keseimbangan alam.
Dalam sebuah kehidupan hendaknya untuk terus berupaya berusaha karena
hidup seseorang berbeda-beda. Berpegang pada poros kehidupan yaitu ditangan
oleh Yang Maha Kuasa.
23
Gambar 8: Motif Batanghari.
Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
i). Bungo Kaco Piring
Motif ini penggambarannya terinspirasi dari pada masa penjajahan Belanda
banyak piring kaca yang beredar diwilayah Jambi. Pada bagian dasar piring
tersebut terdapat motif yang menyerupai Bungo Kaco Piring. Makna filosofi
yang terkandung adalah penggambaran hati yang lapang dan bersih dalam setiap
karya dan karsa sekecil apapun itu.
Gambar 9: Motif Bungo Kaco Piring.
Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
24
j). Daun Keladi
Motif ini penggambarannya terinspirasi alam sekitar yaitu daun keladi atau
daun talas. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah mengenai
kerjasama, kuat dan kesetiakawanan. Penggambaran daun keladi juga memiliki
arti agar menjadi orang teguh menepati janji (dapat dipercaya).
Gambar 10: Motif Daun Keladi.
Sumber: http://donydarmawanputra.blogspot.com.
k). Bungo Kangkung
Motif ini penggambarannya terinspirasi dari tumbuhan kangkung yang
hidup menjalar. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah tentang
sebuah perjuangan hidup yang pantang menyerah untuk mencapai cita-cita dan
sikap yang arif untuk menyelesaikan setiap persoalan yang datang di kehidupan
agar bisa berjalan semestinya.
25
Gambar 11: Motif Bungo Kangkung.
Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.
l). Bungo Tanjung
Motif Bungo Tanjung merupakan jenis tumbuhan yang memiliki ciri khas
bunganya harum semerbak dengaan bentuk pohon yang rindang. Makna filosofi
dari motif ini bahwa menjadi seorang pemimpin hendaknya menjadi seorang
bijaksana dan dapat dipercaya setiap tutur katanya.
Gambar 12: Motif Bungo Tanjung.
Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.
26
m). Bungo Melati
Penggambaran motif ini terinspirasi dari bentuk bunga Melati yang dikenal
sebagai lambang kecantikan, kesucian, dan keteguhan hati seorang gadis dalam
kisahnya. Memiliki makna filosofi mengenai kesucian cinta, tentang rasa syukur
dan juga untuk menjadi pribadi yang saling berbagi dan bekerja sama.
Gambar 13: Motif Bungo Melati.
Sumber : https://sumatfeet.files.wordpress.com.
n). Kepak Lepas
Motif ini wujudnya hampir menyerupai motif Garuda. Dalam
penggambarannya bentuknya simetris dan ditengah motif terdapat ornamen lain
seperti dedaunan. Kepak Lepas sendiri merupakan kiasan dalam ungkapan
perasaan. Kandungan makna yang lebih jauh adalah sebuah rekaman gejala
lingkungan masyarakat pada saat itu. pesan yang terkandung di dalamnya adalah
hendaknya kita sebagai manusia haruslah berusaha selalu waspada dalam menjaga
diri dan mensyukuri dari segala apapun yang telah diberikan Allah SWT.
27
Gambar 14: Motif Kepak Lepas.
Sumber: http://artalentalleart.blogspot.com.
5. Penggolongan Batik Jambi
Mengenai penggolongan Batik Jambi berdasarkan sumber data
Desperindag (1990:4), karena adanya perkembangan pada kain Batik Jambi
digolongan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu :
1). Kain Batik Tradisional.
Pada kain Batik Tradisional Jambi memiliki ciri dari segi teknik yaitu
batik tulis, pewarnaan dan diisi dengan motif-motif khas Jambi. Motif–motif
yang digunakan dalam batik tradisional merupakan motif khas yang bisa
juga dikatakan motif warisan turun temurun. Menurut Desperindag Kota
Jambi (1990), jenis kain yang dihasilkan pada Batik Jambi terdiri dari Kain
Panjang, Selendang dan Kain Sarung .Pada motif Batik Jambi biasanya
memiliki ciri motif tali air pada pinggirannya dan hiasan motif pucuk
rebung di bagian pembatas kain, maupun kedua ujung kainnya dibuat
berhadapan. Jika diamati secara cermat motif batik tradisional Jambi
memiliki makna yang melatar belakangi proses penciptaanya. Para kreator
28
menciptakan makna filosofi dalam bentuk berupa lambang tetapi
perwujudan makna tersebut sulit untuk dipahami generasi sekarang.
Pewarnaan dalam batik tradisional Jambi memiliki keunikan tersendiri
karena menggunakan zat pewarna alam yaitu Kayu Lambato, Kayu
Ramelang, Nilo dan lain sebagainya. Warna alam di sini memberikan kesan
yang sangat berbeda karena memiliki ciri warna yang lebih tua dan cerah
terlihat pekat karena efek warna bertumpuk seringkali dikatakan warna
klasik oleh orang Jambi. Pada pola komposisi motifnya biasanya memiliki 1
(satu) karakter motif utama dan diikuti motif pendukung maupun isen-isen
khas Batik Jambi.
2). Kain Batik Modern.
Pada Batik Modern Jambi memiliki ciri dari segi teknik pengerjaanya
lebih bebas menggunakan teknik kombinasi tulis dan cap maupun lukis.
Dilihat dari segi pewarnaannya cenderung lebih bebas dan lebih cerah dari
warna tradisional, dalam menggunakan jumlah warna dan sering kali
ditemukan banyak menggunakan zat warna sintetis seperti Indigosol dan
Naptol. Menurut Desperindag Kota Jambi (1990), motif-motif yang
digunakan dalam batik modern Jambi biasanya banyak dijumpai memiliki
motif utama berjumlah 2 hingga 3 yang dikomposisikan menjadi alur cerita,
untuk motif pendukung jenisnya lebih beragam dan bebas berkreasi.
3). Kain Batik Lukis
Kain Batik Tulis Jambi merupakan jenis pengembangan baru yang
ternyata telah lama namun kini masih sulit dijumpai. Ciri batik tulis yang
terlihat jelas dari segi teknik pembatikannya menggunakan media bebas untuk
29
berkreasi seperti canting, kuas dan lainnya yang disatu padukan. Pewarnaan
yang digunakan sama seperti batik modern menggunakan zat warna sintetis
dan dengan jumlah warna yang bebas.
Gambar Bagan 1 : Penggolongan Batik Jambi.
B. Teori dan Kerangka Pikir
1. Teori
Untuk menjawab permasalahan penelitian ini maka teori yang digunakan
sebagai landasan dalam pengkajian visual motif Kapal Sanggat dan permaknaan
motif Kapal Sanggat yang akan dilihat dari sudut pandang latar belakang
Batik Tradisional
Batik Modern
Batik Lukis
-Memiliki ciri khas dengan penggunaan Zat warna Alam
dengan warna terlihat lebih tua dan cerah pekat (klasik) dan
tidak banyak menggunakan jumlah warna.
-Teknik Batik Tulis
- Biasanya terdiri dari 1 tokoh Karakter Motif Utama
Sinettis
-Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang
digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna
yang lebih banyak dalam satu latar.
-Teknik Batik Tulis maupun kombinasi Teknik cap
- Biasanya memiliki lebih dari 2 tokoh Karakter Motif
Utama
Sinettis
- Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang
digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna
yang lebih banyak dalam satu latar.
-Teknik Batik menggunakan media gambar lebih bebas
seperti canting, kuas dan lainnya.
- Memiliki karakter utama lebih bebas dalam kreasinya
Sinettis
30
belakang sosial budaya masyarakat Jambi menggunakan dua jenis teori yaitu teori
desain dan teori antropologi seni.
1). Teori Desain
Teori Desain yang digunakan untuk mengkaji perwujudan dari motif Kapal
Sanggat yang mana dapat dilihat dari segi visual motif Kapal Sanggat yang
terdapat pada batik Jambi yang kini sedang beredar di pasaran. Dikutip dari buku
Tinjauan Desain Tekstil oleh Nanang rizali yaitu mengenai :
Desain mempunyai beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, sehingga
pada akhirnya akan dicapai suatu kesatuan (unity) secara menyeluruh.
Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah desain
memiliki unsur, kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian dari
seorang desainer (Rizali,2006:43).
Desain pada hakikatnya adalah proses usaha kreatif untuk memenuhi
tuntutan kebutuhan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan rohani dan
jasmaninya desain mempunyai hubungan dengan berbagai faktor seperti
ekonomi, sosial ,budaya, teknologi, estetika dan lain-lain. Sehingga suatu
produk diharapkan dapat memenuhi tuntutan pemakai, pasar dan
pembelinya (Rizali,2006 :40)
Kriteria dan prinsip desain adalah irama, keseimbangan, pusat
perhatian/emphasis khususnya pada desain tekstil.
a). Irama, pada bidang seni rupa terbentuk karena adanya pengulangan
(repetition) dan gerakan (movement). Pengualangan diwujudkan melalui
warna dan nada bidang/bentuk, garis dan tekstur (Rizali, 2006: 43).
b). Keseimbangan, suatu kondisi atau kesan optis,t entang kesan berat,
tekanan, tegangan dan kestabilan. Pada sebuah desain terdapat dua
keseimbangan yaitu kesimbangan simetris dan asimetris. Keseimbangan
simetris tipe sederhana dan nyata sedangkan asimetris suatu kontrol visual
dan kontras kesimbangan dirasakan antara bagian bidang gambar (Rizali,
2006: 45).
31
c). Pusat Perhatian, Bagian yang mendominasi pada desain dalam suatu
ukuran susunan akan menciptakan tema pokok. Pada desain tekstil pusat
perhatian ini lebih dikenal dengan eye catchers yang terwujud oleh motif
dan warna serta tekstur (Rizali, 2013: 47).
Adapun unsur-unsur desain tekstil diantaranya, garis, bentuk, warna dan
tekstur :
a). Garis, merupakan pertemuan beberapa titik. Pada dasarnya garis terbagi
dua jenis yaitu Garis yang bersifat grafis (calligraphic mark) dan garis
yang bersifat/menjadi pengikat ruang, massa, warna bentuk (structural line)
(Rizali, 2006: 49).
b). Bentuk, sebuah garis yang dihubungkan-hubungkan akan membentuk
suatu daerah yang disebut bentuk. Pada desain tekstil bentuk dikaitkan pada
motif, pola atau ragam hias (Rizali, 2006: 52).
c). Warna, penggunaan warna memberikan ciri karakter pada sebuah desain
misalnya monokromatik untuk pakaian dengan bahan kain tipis (Rizali,
2006: 54).
d). Tekstur, pada desain tekstil tekstur dibentuk melalui penciptaan dari
desain struktur misalnya melalui proses pertenunan. Adapun teknik lainnya
yang memberikan tekstur pada kain seperti, ikat celup, raster,embos dan
brush stroke.
2). Antropologi Seni
Untuk mengetahui mengenai lebih dalam dari makna filosofi motif Kapal
Sanggat dapat dilihat melalui latar belakang sosial budaya masyarakat Jambi
32
untuk itu menggunakan teori antropologi. Teori antropologi tidak terbatas pada
pembahasan teori secara spesifik, tetapi cakupannya lebih luas, antropologi
membahas tentang siklus kehidupan manusia, alam, budaya dan pada akhirnya
sampai pada kesenian/seni (hasil-hasil karya seni) (Sudira, 2005:69). Meninjau
kembali antropologi dari konteks budaya, bahwa ruang lingkup antropolog
umumnya mencakup juga cara berpikir dan cara berperilaku yang telah
merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (Ihromi,1969:7).
Khususnya dibidang seni, dalam kajian antropologi budaya akan melihat karya
seni yang dihasilkan oleh manusia, seperti karya-karya seni yang dibuat pada
masa prasejarah, sejarah, primitif, tradisional, termasuk karya yang berhubungan
dengan teknologi ( Sudira, 2005:71).
Antropologi Seni berkembang di dalam disiplin (ilmu) antropologi sebagai
salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji secara
khusus fenomena seni suatu masyarakat (Rahim, 2009:5). Pendekatan antropologi
seni melihat seni sebagai produk karya yang merupakan hasil dari proses teknis
yang dikuasai oleh seseorang dalam suatu masyarakat sebagai seniman. Perhatian
Antropologi seni terutama mengkaji kemampuan dan kemahiran seniman dalam
menuangkan gagasannya melalui media menjadi suatu produk karya seni, yang
baik indah ataupun tidak, adalah menjadi bagian dari satu-kesatuan kegiatan
dalam masyarakatnya. Ada tiga unsur yang terdapat dalam seni secara umum:
unsur karya, unsur seniman dan unsur publik seni. Ketiganya saling berkait dalam
satu kesatuan di dalam konteks tertentu ( Rahim, 2009:6).
33
Gambar Bagan 2 : Kerangka Sederhana Unsur-unsur Seni
Berikut unsur dalam kajian antropologi seni :
1). Unsur benda seni (karya) .
Benda seni merupakan bagian kajian utama dari estetika persoalan
kebentukan, dan persoalan indah-tak indahnya karya tersebut. Menurut
Rahim (2009:50), meskipun demikian, unsur karya seni sebagai sebuah
produk yang mewujud dalam bentuk tertentu juga menjadi penting adanya
dalam antropologi seni, sebab ia menjadi penanda awal dimungkinkannya
kelanjutan proses pengkajian dan analisa dalam suatu penelitian bagi para
antropolog terhadap seniman sebagai pencipta karya tersebut. Benda seni
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motif batik yang mengandung
unsur Kapal Sanggat. Pada kajian ini visual dari motif Kapal Sanggat
akan dikaji dari persoalan estetika bentuknya.
2). Unsur Publik Seni.
yaitu sekumpulan orang yang, baik secara khusus ataupun tidak,
‘mengkonsumsi’ karya seni (Rahim, 2009:50). Unsur ini merupakan
bagian kajian utama dari sosiologi (seni). Tetapi bagaimanapun unsur
publik juga secara tak langsung menjadi aspek lain yang diperhatikan para
antropolog dalam penelitiannya. Publik seni, adalah unsur yang kemudian
menerima, mengapresiasi bahkan memesan suatu karya yang diciptakan
oleh seniman. Dengan demikian ia sedikit-banyak memberi pengaruh bagi
seniman dalam mencipta karya, sehingga menjadi relevan pula dalam
konteks
Seniman Benda Seni Publik
34
kajian antropologi seni. Dalam kajian motif Kapal Sanggat , publik seni
berasal dari para penikmat batik terutama adanya pengaruh suatu karya
seniman tersebut terhadap permintaan konsumen.
3). Unsur Seniman.
Seniman adalah pencipta karya seni yang baik diterima ataupun tidak oleh
masyarakatnya, karya ciptaannya tersebut merupakan bagian dari produk
sosial juga, yang sedikit-banyak dipengaruhi lingkungan serta
masyarakatnya (Rahim, 2009:50). Unsur seniman merupakan kajian utama
dalam antropologi seni, yang tentu saja kaitannya dengan karya seni yang
diciptakannya. Ketiga unsur seni yang tersebut di atas merupakan unsur-
unsur terpenting yang menjadi perhatian antropolog dalam penelitiannya.
Hanya saja perbandingannya tentu berbeda-beda bergantung pada tujuan
dan kepentingan si peneliti dalam penelitian. Hal lain yang juga penting
diperhatikan dalam sebuah penelitian antropologi seni adalah unsur
konteks, yaitu persoalan kapan dan dimana objek penelitian muncul dan
berada, serta kapan dan dimana peneliti seharusnya melakukan kajian yang
tepat.
Dengan teori-teori diatas , penelitian ini diharapkan dapat membawa kajian
motif Kapal Sanggat kedalam kajian visual dengan menggunakan pendekatan
desain dan kajian latar belakang budaya sosialnya yang mana menggunakan teori
antropologi seni. Dalam antropologi seni akan membahas motif Kapal Sanggat
dari 3 unsur yaitu berupa produk batik, kaitannya dengan publik dan seniman
yang membuatnya. Ketiga hal tersebut akan membuahkan temuan-temuan yang
35
terjadi dimasyarakat Jambi khususnya untuk batik dengan motif Kapal Sanggat
ini.
2. Kerangka Pikir
Gambar Bagan 3. Kerangka Pikir
Penggunaan kerangka pikir bertujuan untuk memfokuskan proses kajian
yang akan dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan. Kajian motif Kapal Sanggat
kini menjadi latar belakang masalah pada awal penelitian. Setelah menentukan
latar belakang masalah, kemudian dibentuk perumusan masalah. Perumusan
masalah pertama membahas bagaimana latar belakang sosial budaya, perwujudan
motif Kapal Sanggat dan makna motif Kapal Sanggat itu sendiri.
Pada tahapan pertama yaitu berdasarkan latar belakang sosial budaya motif
Kapal Sanggat, sosial budaya disini akan dilakukan analisa menggunakan teori
antropologi seni yang mana kajian antropologi seni terdiri unsur karya nya berupa
motif Batik Kapal Sanggat, kemudian unsur publik seni sebagi penikmat seni dan
Latar Belakang sosial
budaya motif Kapal
Sanggat
Ekonomi
Makna
Motif Kapal
Sanggat
Perwujudan motif
Batik Kapal Sanggat
Teori
Antropologi
Seni
Motif Batik Kapal
Sanggat
Teori
Desain
36
terakhir unsur seniman yaitu sang kreator pencipta karya. Permasalahan kedua
yaitu mengenai perwujudan motif Kapal Sanggat yang akan dilakukan
pengkajian visual menggunakan teori desain yang terdiri dari unsur-unsur desain
dan prinsip desain. Pada permasalahan terakhir yaitu makna dari motif Kapal
Sanggat, makna yang timbul di sini berasal dari apa yang telah dilihat dari sisi
antropologi seni dan hasil yang ditemukan dari penganalisaan terhadap visual
desainnya. Dari hasil dua teori tersebut akan menjadikan suatu hasil kesimpulan
mengenai makna yang terkandung dari motif Kapal Sanggat.