bab ii sastra jawa, dakwah islam dan pengaruh...

34
16 BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH ISLAM DALAM SASTRA JAWA 2.1. Perkembangan Islam di Jawa Ada berbagai pandangan di kalangan para sejarawan, mengenai kedatangan Islam ke Indonesia. Diantaranya menyebutkan bahwa Islam masuk Jawa bukan dari Timur Tengah, akan tetapi dari India dan Islam seperti inilah yang telah disaring melalui pengalaman agama dan India yang bernuansa mistis dan mendapatkan dasarnya yang sudah dipersiapkan dengan baik dan telah dipengaruhi oleh agama Hindu (HJ. Benda, 1980: 31). Senada dengan pendapat tersebut Geertz (1981: 170) menyatakan bahwa Islam di Jawa datang dari India yang dibawa oleh para pedagang. Karena cita rasa Timur Tengah telah ditumpulkan dan dibelokkan ke dalam mistik India, maka hanya manghasilkan kekontrasan pada campuran antara Hinduisme, Budhisme dan animisme yang mempesona orang Indonesia (baca: Jawa). Pendapat lain engatakan bahwa penyebaran Islam dilakukan oleh pedagang Melayu yang dibantu oleh orang- orang Asia Barat dan Cina yang beragang di Jawa (MT. Arifin, 1987: 31-32). Selain itu, dikatakan pula oleh Amin Budiman (1979: 10) bahwa pada tahun 1426 M, Ma Huan (seorang angkatan perang Cina yang beragama Islam) ikut dalam rombongan Laksamana Muhammad Cheng Ho ke Majapahit telah memberikan laporan bahwa kota-kota pelabuhan terbesar di majapahit telah ada

Upload: ngocong

Post on 01-Feb-2018

244 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

16

BAB II

SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH ISLAM DALAM

SASTRA JAWA

2.1. Perkembangan Islam di Jawa

Ada berbagai pandangan di kalangan para sejarawan, mengenai

kedatangan Islam ke Indonesia. Diantaranya menyebutkan bahwa Islam masuk

Jawa bukan dari Timur Tengah, akan tetapi dari India dan Islam seperti inilah

yang telah disaring melalui pengalaman agama dan India yang bernuansa mistis

dan mendapatkan dasarnya yang sudah dipersiapkan dengan baik dan telah

dipengaruhi oleh agama Hindu (HJ. Benda, 1980: 31). Senada dengan pendapat

tersebut Geertz (1981: 170) menyatakan bahwa Islam di Jawa datang dari India

yang dibawa oleh para pedagang. Karena cita rasa Timur Tengah telah

ditumpulkan dan dibelokkan ke dalam mistik India, maka hanya manghasilkan

kekontrasan pada campuran antara Hinduisme, Budhisme dan animisme yang

mempesona orang Indonesia (baca: Jawa). Pendapat lain engatakan bahwa

penyebaran Islam dilakukan oleh pedagang Melayu yang dibantu oleh orang-

orang Asia Barat dan Cina yang beragang di Jawa (MT. Arifin, 1987: 31-32).

Selain itu, dikatakan pula oleh Amin Budiman (1979: 10) bahwa pada tahun

1426 M, Ma Huan (seorang angkatan perang Cina yang beragama Islam) ikut

dalam rombongan Laksamana Muhammad Cheng Ho ke Majapahit telah

memberikan laporan bahwa kota-kota pelabuhan terbesar di majapahit telah ada

Page 2: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

17

orang Islam, yakni orang Cina dan Arab, sedangkan penduduk asli Jawa masih

menyembah hantu.

Sementara itu, Sulaeman al-Siraati menyatakan bahwa Islam dibawa oleh

pedagang-pedagang Arab ke Jawa (al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, 1995:

48). Hal ini diperkuat oleh Van der Berg yang menjelaskan bahwa hasil nyata

dalam penyiaran Islam adalah orang-orang yang bergelar sayyid-syarif dan

dengan perantara mereka inilah agama Islam tersiar kepada raja-raja Hindu

Jawa dan lainnya (al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, 1995: 52).

Sedangkan mengenai proses masuknya Islam ke Jawa, Prabowo (2003:

13) melihat ada dua kemungkinan, yaitu (1) penduduk pribumi berhubungan

dengan pedagang-pedagang yang beragama Islam dan kemudian menganutnya,

(2) orang-orang asing Asia yang telah masuk Islam datang dan bertempat

tinggal secara permanen di Jawa dengan melakukan perkawinan percampuran.

Namun begitu ada sebuah benang merah yang bisa dipegang dari

beberapa teori tentang masuknya Islam ke Jawa, yakni bahwa agama Islam di

Jawa telah sempurna pada abad ke-16 M seiring dengan berdirinya kerajaan

Islam Demak (Ridin Sofwan dalam Anasom (ed.), 2004: 3).

Kedatangan Islam, sebagai suatu sistem nilai, jelaslah hal yang baru

ketika itu. Sebelum itu, masyarakat Jawa (Nusantara) menganut agama Hindu

dan Buddha, di samping nilai-nilai budaya asli. Sesuai dengan kondisi

lingkungan dan struktur sosialnya, ajaran Islam itu lebih cepat tumbuh dan

terintegrasi di masyarakat pesisiran. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh dan

Page 3: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

18

berdiri Kerajaan Demak, maka pertumbuhan Islam semakin terasa hegemonik.

Hal ini, selain faktor historis karena adanya peran para wali penganjur Islam,

karena posisi Demak memang terletak di kawasan pesisiran. Namun kemudian,

ketika hegemoni Demak mulai surut dan pusat kekuasaan mulai bergeser ke

selatan, maka mau tidak mau Islam harus berbagi kembali dengan nilai-nilai

lama (Hindu, Buddha dan nilai-nilai lokal lainnya) yang masih dianut oleh

masyarakat daratan (pedalaman) di Jawa.

Di tengah situasi yang demikian ini, penguasa baru di kerajaan-kerajaan

Islam pasca-Demak, khususnya Mataram Islam, tentu tetap memandang perlu

membangun integrasi wilayahnya. Posisinya yang berada di pedalaman, mau

tidak mau membuat Mataram Islam harus mulai menghitung kekuatan-kekuatan

lokal masyarakat pedalaman, basis utama penyangga kekuasaannya. Namun

demikian, kekuatan pesisiran yang kental dengan corak Islamnya tidak boleh

diabaikan begitu saja. Dari sinilah, upaya pencarian titik temu antara Islam dan

Jawa mulai digalakkan. Strategi budaya untuk membangun pertemuan nilai itu

di antaranya lewat "subversi" nilai melalui karya sastra.

Salah satu hasil proses Islamisasi di Jawa yang cukup penting adalah

lahirnya unsur tradisi keagamaan Santri dalam kehidupan sosio-kultural

masyarakat Jawa. Tradisi keagamaan Santri ini bersama dengan unsur

Pesantren dan Kyai telah menjadi inti terbentuknya Tradisi Besar (Great

Tradition) Islam di Jawa, yang pada hakekatnya merupakan hasil akulturasi

antara Islam dan tradisi pra-Islam di Jawa. Selain itu, Islamisasi di Jawa juga

Page 4: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

19

telah melahirkan sebuah tradisi besar Kraton Islam-Jawa, yang menjadikan

keduanya, yaitu tradisi Santri dan tradisi Kraton, sebagai bagian (subkultur)

yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Jawa.

H.J.Benda, menyebutkan bahwa proses Islamisasi di Jawa telah

melahirkan peradaban santri (santri civilization), yang besar pengaruhnya

terhadap kehidupan agama, masyarakat dan politik (H.J.Benda, 1983:12-14).

Sementara Clifford Geertz memandang kehadiran Islam di Jawa telah

menyebabkan terbentuknya varian sosio-kultural masyarakat Islam di Jawa

yang disebut Santri, yang berbeda dengan tradisi sosio-kultural lainnya, yaitu

Abangan dan Priyayi (Clifford Geertz, 1976: 5-6; 121-226). Tradisi

sosiokultural Santri ditandai dengan wujud perilaku ketaatan para

pendukungnya dalam menjalankan ibadah agama Islam yang sesuai dengan

ajaran syari'at agama, sementara tradisi Abangan, ditandai dengan orientasi

kehidupan sosio-kultural yang berakar pada tradisi mistisisme pra-Hindu, dan

tradisi Priyayi lebih ditandai dengan orientasi kehidupan yang berakar pada

tradisi aristokrasi Hindu-Jawa (Clifford Geertz, 1976: 5-6; 121-226).

Baik Geertz (1976), Benda (1983) maupun para ahli Islam di Jawa

lainnya, sependapat bahwa tradisi Santri dan kepemimpinan Kyai atau ulama

merupakan unsur kebudayaan Islam-Jawa yang memiliki pengaruh besar

terhadap dinamika kehidupan agama, sosial dan politik dalam masyarakat Jawa

dan Indonesia. Kecenderungan ini berlangsung secara berkelanjutan dari masa

tradisional sampai dengan masa kononial dan masa Indonesia merdeka. Tidak

Page 5: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

20

lain, karena tradisi Santri dan Kyahi, bukan hanya menjadi segmen sosial-

kultural, melainkan juga menjadi basis kekuatan sosial dan politik. Dari

perspektif historis dapat ditunjukkan bahwa tradisi Santri secara berkelanjutan

telah menjadi basis kekuatan sosial politik pada masa awal pendirian kerajaan

Demak, Cirebon dan Banten di daerah pesisir utara Jawa dan pada masa

kerajaan Mataram Islam di daerah pedalaman Jawa.

Pada masa kolonial abad ke-19, yaitu setelah kerajaan-kerajaan Islam

runtuh, tradisisi besar Santri menjadi basis kekuatan sosial politik masyarakat

pedesaan dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda. Demikian pula halnya

pada periode kelahiran nasionalisme di Indonesia, tradisi besar Santri kembali

menjadi basis kekuatan sosial politik bagi berdirinya organisasi pergerakan

nasional seperti SDI, SI, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Partai Sarekat

Islam Indonesia, dan Masyumi (Dawam Rahardjo, 1974).

2.2. Perkembangan Sastra Jawa

2.2.1. Jenis Sastra Jawa

Perkembangan Sastra Jawa dapat diketahui dan dikenali melalui

dua sumber, yaitu sumber tertulis dan sumber lisan. Sastra tulis sendiri

pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

merupakan bagian terpenting dalam awal pertumbuhan Sastra Jawa pada

masa pra-Islam (Hindu-Budha). Masuknya Hindu dan Budha ke Jawa

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan Sastra

Page 6: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

21

Jawa Sansekerta, berdampingan dengan tradisi lisan dalam kebudayaan

Jawa (Herry Mardianto dan Harwi Mardianto, 1996: i).

Pada masa itu sastra tulis tumbuh dan berkembang hanya di

lingkungan Keraton dan kaum Brahmana. Sedangkan sastra lisan

sebagai tradisi kerakyatan otentik tumbuh dan berkembang di kalangan

rakyat. Sastra tulis merekam karya sastra dalam bentuk naskah atau

sebuah buku, sedangkan sastra lisan merekam dalam penghayatan. Dari

pelbagai naskah itu kita akan jumpai naskah yang berupa Babad, Serat-

serat, sastra pewayangan, sastra suluk (Herry Mardianto dan Harwi

Mardianto, 1996: 1). Babad umumnya berisi tentang sejarah kerajaan

atau tokohnya, Serat berisi tentang ajaran ajaran atau piwulang atau

kisah dalam dunia pewayangan, khususnya pada kisah Mahabrata dan

Ramayana, suluk berisi ajaran mengenai hubungan antara manusia

dengan Tuhan Yang Maha Esa, ajaran moral dan lain-lain.

2.2.2. Periode Perkembangan Sastra Jawa

2.2.2.1. Sastra Jawa Kuna

Periode awal pertumbuhan sastra Jawa, khususnya

sastra tulis sangat dipengaruhi oleh sastra Hindu dan budaya

India. Hal ini terlihat dalam karya Sastra Jawa kakawin dan

kitab-kitab parwa. Dari segi bahasa pun banyak karya sastra

yang menggunakan bahasa sansekerta. Kitab-kitab Hindu

banyak yang menjadi sumber rujukan bagi pengarang Jawa,

Page 7: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

22

teruma dua kitab yang paling masyhur yaitu, kitab Ramayana

dan Mahabarata. Bahkan ada yang berpendapat bahwa

munculnya Sastra Jawa adalah bersamaan dengan sejak

lahirnya kitab Ramayana Kakawin pada abad ke-9

(Sitanggang, dkk., 1996: 14).

Seiring dengan proses perkembangan Sastra Jawa tulis,

Sastra Jawa lisan juga mewarnai perkembangan Sastra Jawa

Kuna. Pengaruh-pengaruh Hindu-Budha diolah oleh nilai-nilai

asli yang dihayati dari tradisi masyarakat Jawa pada waktu itu

(Sitanggang, dkk., 1996: 14). Sastra Jawa Kuna identik dengan

sastra keraton. Para pujangganya pun hanya berasal dari

kalangan keraton. Periode ini sering disebut sebagai zaman

Renaisans Jawa I, yang berlangsung antara abad 8 – 15, yakni

Jawa Budha dan Jawa Hindu (Linus Suryadi, 1995: 5).

Para pujangga pada zaman ini antara lain; Empu Sedah,

Empu Panuluh, Empu Darmaja, Empu Monaguna, Empu

Trigana, Empuh Kanwa, Empu Tanakung, Empu Tantular,

Empu Prapanca, dan lain-lain. Sedangkan keraton-keraton

yang menjadi maecenas para pujangga keraton adalah Kerajaan

Kahuripan, Kediri, Singosari dan Majapahit (Linus Suryadi,

1995: 6).

Karya Sastra Jawa Kuna tidak terlepas dari pengaruh

Page 8: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

23

kehidupan dan kekuasaan kerajaan yang sedang memerintah.

Sastra Jawa pada masa ini memang tumbuh di lingkungan

istana dan lahir dari para pujangga atas dukungan kerajaan.

Kitab-kitab parwa yang digubah saat itu dimaksudkan sesuai

catatan peristiwa historis para penguasa. Misalnya kisah dalam

kitab Arjuna Wiwaha, yang disebut-sebut sebagai gambaran

perjalanan hidup Raja Airlangga. Oleh karena itu sangat

mungkin ketika itu para pujangga melakukan "penghalusan"

peristiwa sebagai upaya menunjukkan sikap loyal kepada

kerajaan (Sitanggang dkk., 1996: 16).

2.2.2.2. Sastra Jawa Madya

Karya Sastra Jawa mengalami kebangkitan pada masa

abad XVIII dan XIX. Karya sastra masa pada masa ini digubah

oleh para pujangga kerajaan, terutama Surakarta dan

Yogyakarta. Berdasarkan perjalanan sejarah, Sastra Jawa

mengalami kebangkitan akibat peran keraton. Kehadiran

kompeni yang semakin lama menggeser kekuasaan politik

kerajaan, dan campur tangan kompeni yang semakin

mencengkeram menyebabkan kerajaan lebih banyak berperan

sebagai pusat kesenian dan kesusastraan (Tirto Suwondo, dkk.,

1994: 14).

Pengaruh kompeni terhadap kerajaan semakin besar

Page 9: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

24

sejak disetujuinya Perjanjian Giyanti (1755) yang membagi

Kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Surakarta dan

Yogyakarta. Kondisi ini diperburuk dengan adanya penurunan

derajat dan martabat raja. Semula derajat sunan dan sultan

sejajar dengan raja belanda, namun semenjak perjanjian

Giyanti kedudukan sunan dan sultan dibawah raja belanda

yang harus menghormatinya. Situasi kerajaan semakin kacau

dengan adanya pengurangan wilayah-wilayah kerajaan oleh

pemerintah belanda. Akibatnya sumber kerajaan semakin

sedikit, kemakmuran berkurang dan rakyat semakin menderita

(Tirto Suwondo, dkk., 1994: 16).

Para pujangga yang melihat situasi rakyat yang semakin

mengalami krisis akhirnya menggugah diri dan berusaha untuk

menegakkan kembali nilai-nilai dan norma-norma tradisional

yang diwariskan oleh nenek moyang. Jalan yang ditempuh para

pujangga adalah dengan cara menulis dan menggubah sastra

yang berisi ajaran, piwulang dan sebagainya. Penulisan ini

dimaksudkan sebagai langkah antisipasi terhadap gejala-gejala

krisis, sekaligus untuk menyatukan kekuatan masyarakat

dibawah naungan raja (Tirto Suwondo, dkk., 1994: 17).

Masa peralihan dari zaman Jawa kuno ke Jawa Madya

sebenarnya tidak pernah jelas, karena sampai sekarang ikhtisar

Page 10: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

25

peralihan dari Sastra Jawa kuno ke Jawa Madya belum pernah

di telaah dan di bukukan (Linus Suryadi, 1995: 7). Karya sastra

yang muncul pada masa ini sangat banyak jumlahnya, baik

berupa teks piwulang, teks suluk, maupun teks babad. Pada

zaman ini lahir pujangga-pujangga besar, antara lain

Mangkunegara IV mengarang Serat Wedhatama, Tripama dan

Wirawiyata; Paku Buwana IV mengarang Serat Wulangreh;

dan masih banyak pujangga-pujangga besar yang lainnya.

Menjelang berakhirnya pemerintahan Majapahit,

pengaruh agama Islam semakin meluas. Karya-karya sastra

yang muncul pada waktu itu banyak dipengaruhi oleh ajaran

Islam. Pada periode ini terjadi perubahan bentuk Sastra Jawa

dari bentuk Kakawin menjadi bentuk tembang, baik tembang

macapat maupun tembang gede. Sastra tembang yang banyak

medapatkan pengaruh Islam kebanyakan berupa sastra suluk,

yang berisi tentang ajaran dan pedoman bagaimana manusia

mencapai kesempurnaan hidup (sampurnaning ngaurip). Salah

satunya adalah tentang konsep manunggaling kawula gusti,

berdasarkan ajaran mistik Islam. Sastra suluk mempunyai

hubungan yang dengan filsafat Islam. Karya sastra suluk dalam

khasanah sastra Jawa, antara lain; suluk sukarsa (berbentuk

seloka), suluk wujil, suluk malang sumirang, keduanya berupa

Page 11: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

26

tembang macapat (Sitanggang, dkk., 1996: 17).

Masuknya pengaruh Islam dalam budaya dan Sastra

Jawa disertai juga oleh munculnya cerita-cerita Jawa yang

bersumber dari negara Islam atau cerita-cerita dari Arab.

Poerbatjaraka menjelaskan bahwa cerita dari Arab itu sebelum

mesuk ke Jawa telah berkembang di tanah malayu. Dengan

demikian dapat diduga bahwa cerita-cerita Arab itu telah

mengalami modifikasi di tanah melayu sebelum disadur ke

dalam sastra Jawa (Sitanggang, dkk., 1996: 14).

Karya sastra Arab yang disadur ke dalam Sastra Jawa

itu masih tampak berdekatan dengan naskah aslinya, misalnya,

koja jajahan yang mengambil latar kerajaan mesir. Cerita arab

yang menjadi sumber itu mengalami modifikasi kedalam

Sastra Jawa yang terkenal ialah cerita amir hamzah. Cerita

Amir Hamzah menjadi sumber atau acuan cerita menak dalam

sastra Jawa, yakni cerita yang meramu budaya Islam dan

budaya Jawa, antara lain Serat Kanda (zaman kartasura), Kitab

Rengganis dan Kitab Anbiya (Sitanggang, dkk., 1996: 14).

2.2.2.3. Sastra Jawa Modern

Periode perkembangan Sastra Jawa setelah Zaman

Sastra Jawa Madya adalah era Sastra Jawa Modern, yang juga

sering disebut Sastra Jawa Gagrag Anyar (Sarworo Soeprapto,

Page 12: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

27

1991: 21). Sastra Jawa Modern tidak lagi bersumber dari sastra

keraton, sebagaimana Sastra Jawa Kuna dan Madya. Dalam

Sastra Jawa Modern, dominasi sastra keraton mulai surut. Hal

ini terjadi karena para pujangga Jawa modern tidak lagi

didominasi oleh kalangan keraton, tetapi telah meluas di

kalangan masyarakat luas.

Sastra keraton sebagai sastra adiluhung kemudian

mengalami keterputusan interaksi dengan munculnya sastra

rakyat. Akan tetapi perkembangan Sastra Jawa Modern

menghadapi tantangan baru, yaitu harus berhadapan dengan

sastra daerah lain dan sastra-sastra dunia, akibat perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi modern (Sarworo

Soeprapto, 1991: 21).

Untuk itu pada masa ini para pengarang Sastra Jawa

Modern tidak lagi memakai bahasa sansekerta, Jawa Kuna

ataupun bahasa kawi, tetapi menggunakan huruf latin. Bahasa

ekspresinya adalah bahasa Jawa modern atau Jawa ngoko dan

Jawa krama, yang dengan cepat menampung kosa kata dari

bahasa indonesia dan inggris. Orientasinya bukan lagi tertuju

pada tradisi keraton, melainkan kepada kehidupan kota yang

plural, egaliter, sekuler dan belum tertata dengan baik (Linus

Suryadi, 1995: 7-8).

Page 13: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

28

Kebangkitan Sastra Jawa tidak bisa dilepaskan dari

pengaruh budaya barat. Berbagai jenis sastra Barat, entah itu

novel, cerita pendek, sajak, esai, dan jenis-jenis sastra yang

lain sedikit demi sedikit telah menjadi bagian Sastra Jawa.

Maka tak heran jika kemudian Sastra Jawa pada periode ini

disebut sebagai Sastra Jawa Modern, Sastra Gagrag Anyar

ataupun Sastra Gaya Baru (J.J. Ras, 1985: 8).

Tetapi lebih dari itu, faktor utama yang mendorong

tumbuh-kembangnya Sastra Jawa Modern adalah:

1. Para pengarang Jawa telah bisa menerima konsep yang

ditawarkan barat dan timur.

2. Timbulnya kesadaran berbagai penerbit, terutama Balai

Pustaka, yang menerbitkan berbagai karya sastra Jawa,

karena melihat betapa pentingnya peran karya sastra.

3. Tumbuhnya kesadaran para pembaca bahwa karya sastra

dapat berfungsi sebagai pengontrol kemajuan mental dan

sosial (Herry Mardianto dan Harwi Mardianto, 1996: ii).

Sejarah perkembangan Sastra Jawa Modern mengalami

pasang surut sesuai dengan pasang surutnya kondisi sosial

masyarakat Jawa. Pada awalnya, Sastra Jawa Modern bangkit

dan berkembang hingga mencapai masa "kejayaannya" pada

zaman balai pustaka. Zaman balai pustaka ditandai dengan

Page 14: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

29

lahirnya novel Serat Riyanta dan Sarwanta karya R. B. Sulardi

(Herry Mardianto dan Harwi Mardianto, 1996: ii). Namun,

masa "kejayaan" itu tidak berlangsung lama. Pada masa zaman

jepang dan perang kemerdekaan, Sastra Jawa Modern kembali

mengalami kemunduran. Baru setelah revolusi berakhir, Sastra

Jawa Modern mulai bangkit lagi hingga saat ini; kendati

eksistensi perkembangannya senantiasa diperdebatkan.

Kehidupan sastra buku boleh dikatakan sudah habis,

walaupun terus dicoba dibangkitkan. Fenomena itu bisa dilihat

dari maraknya perkembangan wayang kulit, ketoprak -

termasuk ketoprak humor - musik campursari bukan lagi

gejala, tetapi sudah menjadi fakta yang tak terbantah (Sarworo

Soeprapto, http://joewono.tripod.com/artikel/id1.html).

2.3. Pengaruh Islam dalam Tradisi Sastra Jawa

Penyebaran agama Islam di Jawa harus berhadapan dengan dua jenis

budaya kejawen, yaitu budaya istana yang telah canggih dalam mengolah

unsur-unsur Hindu dan budaya pedesaan yang hidup dalam tradisi animisme-

dinamisme. Dalam perjalanan sejarah, ternyata budaya istana sulit menerima

agama baru ini dan hal tersebut membuat para penyebar agama Islam

menekankan kegiatannya pada lingkungan pedesaan (Simuh dalam Anashom

(ed.), 2004: 32). Di sini Islam sebagai agama telah menempatkan fungsi sosial

yang berorientasi ke lapisan bawah. Islam telah hadir dengan menawarkan

Page 15: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

30

kehidupan sosial yang memberikan rasa egalitarianisme bagi setiap orang

(Syafi’i Ma’arif dalam Amien Rais (ed.), 1994: 178-179).

Dalam perkembangan selanjutnya, penyebaran agama Islam di Jawa

semakin menarik banyak simpati masyarakat bawah yang dibuktikan dengan

bertambahnya pemeluk yang kemudian membentuk komunitas dengan struktur

sosial yang baru, yakni struktur sosial yang ditegakkan atas dasar persamaan

yang berhadapan dengan struktur berlapis-lapis. Dari struktur ini, orang Jawa

yang telah beragama Islam menjadi kelompok sendiri yang dikenal dengan

istilah santri. Kelompok santri ini kemudian membangun komunitas religius

yang berpusat di masjid. Dengan munculnya komunitas santri ini kemudian

berimplikasi pada tersebarnya kitab-kitab yang berbahasa Arab. Dari sini

muncullah kebudayaan intelektual pesantren yang menjadi saingan tradisi

istana. Dalam tradisi baru ini kemudian muncul kiyai yang sangat dihormati dan

dikeramatkan oleh masyarakat hingga akhirnya diantara mereka ada yang

menjadi kesultanan, antara lain Demak dalam Surabaya (Simuh dalam

Anashom (ed.), 2004: 33).

Interaksi antara tradisi santri dan tradisi istana ini kemudian berkembang

dalam tataran pengenalan nilai-nilai luhur pesantren kepada komunitas priyayi

Jawa (baca: Istana) dan ini menjadi awal penyadapan para priyayi Jawa

terhadap nilai-nilai budaya Islam pesantren. Konsekwensi yang muncul dari

proses penyadapan ini adalah lahirnya naskah-naskah Jawa yang mengungkap

ajaran Islam (Simuh dalam Anashom (ed.), 2004: 35).

Page 16: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

31

Interkasi dua budaya ini mulai jelas terlihat setelah berdirinya kerajaan

Demak yang berhasil melahirkan dua jenis sastra, yaitu Sastra Jawa Pesantren

dan Sastra Islam Kejawen. Dalam Sastra Jawa Pesantren, bahasa dan sastra

Jawa dijadikan media untuk memperkenalkan ajaran Islam sehingga unsur

agama menjadi inti ajaran. Sedangkan dalam Sastra Islam Kejawen, unsur Islam

disadap oleh sastrawan jawa untuk mengembangkan, memperkaya dan meng-

Islam-kan warisan Sastra Jawa Hindu (Simuh dalam Anashom (ed.), 2004: 37).

Lebih jauh, Sri Suhandjati (Anashom (ed.), 2004: 122) melihat bahwa

dalam tataran lebih lanjut, antara budaya Islam dan Jawa ini saling berhubungan

diantara keduanya, sastra keraton bersumber pada sastra pesantren dan sastra

pesantren dapat berkembang karena adanya dukungan dari pihak keraton. Oleh

karenanya, sebagian pujangga keraton Surakarta adalah santri yang menjadi

pujangga.

Kebudayaan Jawa pada masa Pra-Hindu Budha, belum dikenal secara

luas dan pasti, tetapi dapat disimpulkan bahwa pada masa itu kehidupan

masyarakat Jawa masih sangat sederhana. Sistem religi animisme-dinamisme

merupakan inti kebudayaan yang mewarnai seluruh aktivitas kehidupan

masyarakat Jawa waktu itu. Di samping itu, masyarakat Jawa pada masa itu di

tandai oleh kuatnya solidaritas dan hubungan pertalian darah. Salah satu

contohnya adalah pendewaan dan pemitosan terhadap ruh nenek moyang, yang

kemudian menimbulkan penyembahan terhadap nenek moyang (Simuh, 2002:

114).

Page 17: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

32

Setelah masuknya Hindu-Budha ke Jawa, maka terjadilah akulturasi dan

kebangkitan kebudayaan Jawa dengan memanfaatkan unsur-unsur agama dan

kebudayaan India untuk memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan

Jawa. Cerita Ajisaka, menggambarkan keberhasilan cendekiawan Jawa dalam

mengubah huruf Hindu menjadi huruf Jawa, serta dijadikannya tahun Saka

untuk mencacat peristiwa-peristiwa sejarah Jawa. Penyalinan Kitab Ramayana

dan Mahabarata dari bahasa Sansekerta ke dalam Bahasa Jawa Kuno, juga

merupakan bukti pengembangan di bidang tata tulis yang membawa

pertumbuhan di bidang kepustakaan Jawa (Simuh, 2002: 119).

Pada jaman Majapahit muncul pula karya sastra piwulang yang berisi

ajaran tentang norma kelakuan individu dalam masyarakat. Misalnya kitab

Nitisastra dan Dharmasunya. Munculnya kitab sastra piwulang ini juga

merupakan salah satu pembaharuan di bidang sastra Jawa. Pandangan

masyarakat telah bergeser, bukan lagi terpusat pada individu sebagai elemen

“jagad gedhe”, melainkan individu secara mandiri telah dihargai sebagai “jagad

cilik”. Ajaran moral yang tercantum dalam kedua kitab diatas pada dasarnya

menuntun individu agar bertanggungjawab atas jagad ciliknya sendiri.

Setelah Islam masuk, muncullah kitab suluk, kitab yang berisi ajaran

tentang tuntunan bersatunya seorang mahluk dengan Tuhannya. Berbeda

dengan pandangan Jawa Hindu, seseorang hanya bisa berhubungan dengan

Tuhan, kalau dia itu pendeta, raja dan pujangga. Mereka inilah yang dapat

bersatu dengan dewa. Sedangkan kitab-kitab suluk mengajarkan seseorang

Page 18: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

33

dapat berhubungan dengan Tuhannya tanpa perantara, dan ini berarti suatu

penghargaan individu yang sangat tinggi.

Pada jaman Islam ini, disamping kitab-kitab suluk muncul pula kitab-

kitab yang berciri mitologi Islam seperti kitab Kejajahan, kitab Menak, kitab

Rengganis dan kitab Ambiya. Karya-karya sastra jaman Hindu-Budha terdesak

ke belakang. Lahir pula karya sastra piwulang, seperti serat Nitisruti, serat

Nitipraja, dan serat Sewaka, yang ketiganya berisi petunjuk cara mengabdi

kepada raja dan cara memerintah.

Kedatangan Islam ke Indonesia, khususnya ke jawa membawa perubahan

yang besar dalam pandangan manusia terhadap hidup dan dunianya. Bahkan

Islam telah mengenalkan dasar-dasar pemikiran modern, seperti konsep waktu

yang bersifat linier (hari ini, kemarin, dan esok) suatu progresif yang bergerak

ke depan dan juga memperkenalkan Mekkah sebagai pusat ruang yang

mendorong berkembangnya kebudayaan pesisiran dan membudayakan peta

geografis (Simuh, 2002: 126).

Karakteristik kebudayaan Jawa pada zaman Islam, baik zaman Demak,

Pajang, maupun Mataram, masih tetap mempertahankan tradisi hindu-Budha

dan Animisme-dinamisme, tetapi telah diperkaya dan dimasukkan unsur-unsur

Islam. Kepercayaan akan suratan nasib atau kodrat alam (takdir Tuhan) dan

ramalan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Jawa masa itu. Ini terkait

dengan falsafah mistik yang mempercayai adanya orang-orang pilihan (Para

Wali Allah) yang mampu menyingkap rahasia alam gaib dan mengetahui

Page 19: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

34

sesuatu yang akan terjadi, yang dalam bahasa jawa disebut waskitha (Simuh,

2002: 134).

Ciri lain dari kebudayaan Jawa yang tampak menonjol adalah sangat

bersifat teokratis. Pengkeramatan raja sebagai pembawa esensi kedewataan di

dunia adalah salah satu bukti sifat teokratis. Cerita legenda dalam Ramayana

dan Mahabarata memang dimanfaatkan oleh sastrawan jawa untuk

menanamkan konsep raja binathara (raja titising dewa). Konsep ini menuntut

ketaatan rakyat kepada raja baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Maka

dalam konsep budaya jawa tradisional, otonomi adalah hak mutlak raja. Karena

di dalam diri Raja terpadu derajat kependetaan (raja-pinandhita) dan derajat

ketuhanan (raja-binathara). Rakyat hanyalah budak raja dan kaum priyayi

(Simuh, 2002: 139).

Pada zaman Islam, yakni sesudah zaman kerajaan Mataram, muncul

bentuk otonomi manusia yang dipengaruhi oleh ajaran tasawuf, yakni ajaran

tentang insan kamil (manusia yang sempurna) yang dalam konteks mistik

kejawen diungkapkan melalui konsep manunggaling kawula-gusti (union-

mistik), yakni kebebasan manusia yang mutlak seperti kemutlakan Tuhan.

Tetapi otonomi manusia di sini tidak berkaitan dengan orientasi pemikiran

ilmiah dan kemampuan manusia untuk menguasai alam serta membebaskan diri

dari segala bentuk ikatan.

Menurut Clifford Geertz, ajaran mistik di Jawa merupakan metafisika

terapan, yang berisi serangkaian aturan praktis untuk memperkaya kehidupan

Page 20: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

35

batin yang didasarkan pada analisa intelektual dan pengalaman empiris

(Purwadi, 2003: 239). Pengalaman spiritual adalah pengalaman yang sangat

unik dan sangat individual sifatnya, sehingga kaidah-kaidah yang paling

dogmatispun tak akan mampu memberikan hasil yang sama bagi individu yang

berbeda. Perjalanan spiritual adalah proses panjang sebagai upaya manusia

untuk pencapaian tataran-kahanan (strata, maqom) pembebasan, yaitu

kemerdekaan untuk menjadi merdeka (freedom to be free) dari segala bentuk

keterikatan dan kemelekatan serta kepemilikan yang membelenggu, baik yang

bersifat jasmani maupun rohani, seperti dijalani oleh para penuntun spiritual

dimasa lampau.

Tujuan pencarian mistik dan sekaligus tujuan keagamaan orang jawa

adalah pengetahuan tentang rasa tertinggi. Untuk mencapai keadaan mistik

seseorang harus ngesti. Ngesti berarti menyatakan semua kekuatan individu dan

mengarahkannya langsung kepada suatu tujuan tunggal, memusatkan

kemampuan psikologis dan fisiknya ke arah satu tujuan yang khusus. Hal ini

meupakan penggalian mental secara terus menerus dalam pencarian pengertian

yang didukung oleh kehendak yang tak tertahankan dan suatu penggabungan ke

dalam satu keseluruhan sederhana dariberbagai kekuatan dalam individu. Di

sini, semua indera, emosi bahkan seluruh proses fisik tubuh, semuanya dibawa

ke dalam satu kesatuan dan dipusatkan kepada tujuan tunggal (Clifford Geertz,

1981:. 430).

Berkaitan dengan pengalaman mistik, Niels Mulder mengatakan bahwa

Page 21: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

36

jika manusia tunduk kepada Tuhan dan setia mempraktekkan mistik dengan

kepercayaan yang penuh, harmoni dan menyatu dengan tujuan kosmos, akan

menimbulkan kondisi-kondisi moral dan material bermanfaat di dunia ini.

Masyarakat menjadi teratur, adil dan makmur serta menunjukkan hubungan

yang harmonis dengan alam adikodrati (Niels Mulder, 1984: 15).

2.4. Dakwah

2.4.1. Pengertian Dakwah

Dilihat secara etimologis, kata “dakwah” berarti panggilan,

seruan, atau ajakan. Kata dakwah merupakan isim masdar, yang berasal

dari fi’il (kata kerja) “da’a, yad’u, da’watan yang berarti memanggil,

mengajak, atau menyeru (Asmuni Syukir, 1983: 17). Sedangkan orang

yang melakukan seruan atau ajakan disebut da’i (orang yang menyeru).

Sedangkan secara terminologis (menurut istilah), dakwah

mengandung beberapa arti yang beraneka ragam, banyak para ahli

dakwah memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah.

Menurut Prof. Toha Yahya Umar, MA., dakwah memiliki maksud

mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar

sesuai dengan perintah Tuhan Allah untuk kemaslahatan dan

kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat (Hafi Anshari, 1993:

10).

Sedangkan Prof. K. H. Abdul Kahar Muzakkir berpendapat

bahwa dakwah adalah tugas suci atas tiap-tiap muslim di mana dan

Page 22: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

37

bilamana ia berada di dunia ini, yaitu menyeru dan menyampaikan

Agama Islam kepada masyarakat dan kewajiban tersebut untuk selama-

lamanya (Hafi Anshari, 1993: 10).

Prof. H.M. Arifin M. Ed. (1993: 6.), memberikan pengertian

“dakwah” sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan,

tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan

terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individu

maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian,

kesadaran dan sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran

agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa

adanya unsur-unsur paksaan.

Menurut Syeikh Ali Makhfuz, dakwah adalah mendorong

manusia agar berbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka

berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar

mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat (Abd. Rosyad

Shaleh, 1977: 8).

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan bahwa pengertian dakwah adalah suatu usaha

manusia secara sadar dalam rangka menyampaikan nilai-nilai ajaran

Islam secara lisan maupun tulisan sebagai realisasi amar ma’ruf nahi

munkar untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Page 23: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

38

Sebagai proses penyampaian ajaran Islam, dakwah agaknya

mempunyai persamaan dengan proses komunikasi, baik dilihat dari segi

proses maupun komponennya. Oleh karena proses memanggil atau

menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tablîgh)

atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah Muballigh yaitu

orang yang dikenal sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan

(message) kepada pihak komunikan (Toto Tasmara, 1997: 31).

Dari segi bahasa, tabligh berasal dari kata ballagha, yang berarti

‘menyampaikan’, yakni menyampaikan seruan atau ajaran Allah kepada

manusia. Dengan demikian dakwah dan tabligh merupakan suatu proses

penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan

dengan tujuan agar orang lain mengikuti ajakan tersebut.

Berdasarkan telaah kesejarahan terhadap dakwah dan perjuangan

Nabi Muhammad saw. di masa permulaan penyebaran agama Islam,

Asghar Ali Engineer menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad adalah

seorang revolusioner, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan dan

beliau berjuang untuk melakukan perubahan-perubahan secara radikal

dalam struktur masyarakat. Oleh karena itu, dengan berpijak pada

pemikiran seperti ini, Asghar Ali memberikan kualifikasi tentang

seorang dâ’i yang harus mempunyai 94 kualifikasi yang kemudian

diringkas menjadi empat kelompok, yaitu: kualifikasi pendidikan,

kualifikasi administratif, kualifikasi moral dan teritorial, dan yang

Page 24: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

39

terakhir adalah kualifikasi keluarga dan kepribadian (Djohan Effendi

(ed.), 1993: Vii.). Dari keempat kualifikasi tersebut dapat penulis

simpulkan bahwa esensi dakwah Islam adalah upaya penyadaran

terhadap ketertindasan dan melawan kezaliman.

2.4.2. Dasar Hukum Dakwah

Dakwah hukumnya adalah wajib dengan dasar-dasar yang

termaktub dalam firman Allah dan Hadits Nabi. Allah berfirman dalam

al-Qur’an:

ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. an-Nahl : 125) (Departemen Agama RI., 1989: 94.)

Kata ud’û (عاد) yang diterjemahkan “ajakan, seruan”

berkedudukan sebagai fi’il amr (perintah); dalam terminologi ush al-

fiqh, setiap fi’il amr adalah perintah dan setiap perintah adalah wajib

yang harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang

memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain.

Para ‘ulamâ berbeda pendapat dalam memandang konteks dakwah,

yaitu, mengenai siapa yang mendapatkan kewajiban tersebut. Perbedaan

tersebut bermula dari perbedaan dalam menafsirkan kata “min kum”

(ãäßã ) dalam surat Ali Imran ayat 104 (Aminuddin Sanwar, 1985: 34-

Page 25: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

40

35.). ‘Ulamâ’ kelompok pertama menafsirkan “min kum” dengan “li al-

tabyîn” atau “li al-bayanah”, maksudnya, “menerangkan”, sehingga

merujuk pada fardhu ‘ain—kewajiban yang harus dijalani setiap

muslim(ah).

Melaksanakan dakwah Islam dalam hadits ini berarti kewajiban

pribadi setiap muslim mukallaf, menurut kemampuan dan kesanggupan

masing-masing—sesuai kondisi, situasi, dedikasi, dan profesi masing-

masing adalah wajib (mengikat) bagi segenap umat Islam yang

mukallaf—siapapun, di tempat manapun, dan pada saat apapun.

Kelompok pendapat kedua menafsirkan kata كممن dengan li al-

tab’îd atau sebagian, sehingga, merujuk kepada hukum fardhu kifâyah

(kewajiban kolektif).

Sedang pendapat kedua, menyandarkan pendapatnya kepada

firman Allah surat âli ‘Imrân ayat 110, yaitu:

مرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون باللهكنتم خير أمة أخرجت للناس تأ

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

Perbedaan kedua kelompok pendapat tersebut tetap mengerucut

pada kesepakatan bahwa kegiatan berdakwah adalah wajib. Alwi Shihab

(1998: 252.) mengatakan bahwa Islam adalah agama yang memandang

setiap penganutnya sebagai dâ’i bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Page 26: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

41

Karena Islam tidak menganut adanya hirarki relegius, maka setiap

muslim bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah.

Namun demikian karena ajaran agama Islam bersifat universal dan

ditujukan pada seluruh manusia, kaum muslim memiliki kewajiban

untuk memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh manusia

sepanjang sejarah.

Pertumbuhan Islam sendiri tidak bisa dilepaskan dari usaha

dakwah. Keindahan dan kesesuaian Islam dengan perkembangan zaman

baik dalam sejarah maupun praktiknya, sangat ditentukan oleh kegiatan

dakwah yang dilakukan umatnya (Didin Hafidhuddin, 1998: 20.).

Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha

mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik

terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan

sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku

dan pandangan hidup saja. Tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas

(Quraisy Shihab, 1996: 194.). Untuk itu kebenaran inilah yang harus

disebarkan kepada masyarakat dengan sikap dan pandangan yang

bijaksana, nasehat yang indah dan argumentasi yang kukuh (Amin Rais,

1992: 24.).

Dâ’i adalah setiap muslim laki-laki dan wanita yang sudah baligh

dan berakal, baik ulama maupun bukan ulama. Karena kewajiban

dakwah adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang Islam.

Page 27: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

42

2.4.3. Tujuan Dakwah

Sebenarnya tujuan utama dan tertinggi dari usaha dakwah hanya

semata-mata mengharap dan mencari ridla Allah swt. Sedangkan secara

materiil arah tujuan usaha dakwah antara lain (Hafi Anshari, 1993:

hlm.142):

a. Menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya (Q. S. al-

Anfal: 24).

b. Mengeluarkan manusia dari kegelapan/kesesatan menuju ke alam

yang terang benderang di bawah sinar petunjuk Ilahi (Q.S. Ibrahim:

1).

2.4.4. Materi dan Media Dakwah

a. Materi Dakwah

Tema sentral dakwah adalah Dinul Islam (Said Bin Ali al-

Qahtalani, 1994: 94.). Maka yang menjadi materi dakwah adalah

seluruh ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah

Rasul, sedang pengembangannya kemudian akan mencakup seluruh

kultur Islam yang murni yang bersumber dari kedua sumber pokok

ajaran Islam itu (Syafa’at Habib, 1982: 94).

Menurut Asmuni Syukir (1983: 60.), materi dakwah dapat

diklasifikasikan menjadi tiga hal yaitu:

Page 28: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

43

1. Masalah Aqidah

Akidah Islam sebagai sistem kepercayaan yang berpokok

pangkal atas kepercayaan dan keyakinan. yang sungguh-sungguh

akan keesaan Allah swt., akidah ini meliputi hal-hal yang

diimani dan hal-hal yang dilarang. Sedangkan hal-hal yang

diimani itu ada enam, dimana rukun yang pertama adalah iman

kepada Allah yang merupakan pokok dari rukun iman yang lain.

Sedang masalah yang dilarang antara lain syirik, ingkar dengan

adanya Tuhan dan lain-lain.

2. Masalah Syari’ah

Syari’ah dalam ajaran Islam adalah berhubungan erat

dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua

peraturan atau hukum Allah guna mengatur pergaulan hidup

antar manusia. Materi dakwah di bidang syari’ah ini meliputi

berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain (Drs.

Aminuddin Sanwar, 1985: 76):

- Ibadah, ibadah di sini adalah amal perbuatan yang

dilaksanakan menurut pedoman ilahi. Masalah ini mencakup

segala amal perbuatan yang mendekatkan hamba kepada

Tuhannya, dan juga memberi kesan membersihkan jiwa

Page 29: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

44

seseorang hamba dari persoalan duniawi dan mendorong

jiwa untuk meningkatkan ke arah kesempurnaan menurut

tuntutan Allah.

- Hukum mengenai ekonomi, meliputi; jual beli, perburuhan,

gadai pertanian, dan lain-lain.

- Masalah hukum pidana, meliputi; masalah-masalah qisas,

ta’zir, dan lain-lain.

- Hukum tata negara, meliputi; masalah ghanimah, perang,

perjanjian dengan negara lain dan masalah lainnya.

- Al-Ahwalus Syakhsiyah, yang terkait dengan masalah

hukum waris, pernikahan nasab dan semua persoalan yang

lainnya.

3. Masalah Akhlak (budi pekerti), Akhlak di sini sebagai

penyempurna dari ke-Islaman.

Materi yang demikian luas sudah tentu memerlukan

pemilihan yang cermat, di samping perlunya diperhatikan situasi

dan kondisi kemasyarakatan yang ada. Materi yang sudah

dikemas sedemikian rupa akan tidak berarti jika disampaikan

dengan rencana yang tidak matang. Untuk itu persoalan lain

yang dirasa sangat vital untuk menyampaikan materi dakwah

adalah media.

b. Media Dakwah

Page 30: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

45

Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat

dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah

ditentukan. Pada prinsipnya media yang dipergunakan dalam

pelaksanaan dakwah ada dua macam, yaitu: media lisan dan media

tulisan. Menurut Asmuni Syukir (1983: 163), media dakwah

merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat

untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

Dakwah sebagai suatu kegiatan keagamaan dihadapkan

kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi. Artinya,

dakwah dituntut agar dikemas dengan terapan media komunikasi

sesuai dengan mad'u yang dihadapi. Dakwah yang menggunakan

media komunikasi lebih efektif dan efisien (Bahri Ghazali, 1997:

33).

Menurut Bahri Ghazali (1997: 34-43), ada beberapa media

komunikasi yang dapat digunakan dalam kegiatan dakwah, yaitu:

1. Media Visual, yaitu alat komunikasi yang dapat digunakan

dengan memanfaatkan indra penglihatan dalam menangkap data.

Media visual ini meliputi Film slide, Overhead Projector (OHP),

gambar, foto dan komputer.

2. Media Additive, merupakan alat komunikasi yang dapat

digunakan dengan memanfaatkan indera pendengaran. Media

jenis ini meliputi radio, tape recorder, telegram dan telepon.

Page 31: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

46

3. Media Audio Visual, media ini dapat diakses dengan

menggunakan media indra penglihatan dan pendengaran. Contoh

dari media ini adalah film, televisi, dan media cetak (buku,

koran, majalah dan surat kabar).

Asmuni Syukir (1983: 166) memberikan beberapa prinsip

yang harus diperhatikan dalam rangka menentukan media dakwah

yang tepat dalam suatu aktifitas dakwah. Prinsip-prinsip tersebut

adalah (a) Tidak ada suatu media pun yang paling baik, (b) Media

yang dipilih sesuai dengan tujuan dakwah yang hendak dicapai, (c)

Media yang dipilih sesuai dengan sifat materi dakwah, (d) Media

yang dipilih sesuai dengan kemampuan sasaran dakwah, (e)

Pemilihan media dakwah hendaknya dilakukan sesuai dengan cara

yang objektif dan (f) Efektifitas dan efisiensi harus diperhatikan.

Dari beberapa media dakwah di atas, media yang efektif

adalah media yang dapat diterima oleh semua pihak, baik oleh dâ’i

maupun mad’u. oleh karena itu pemilihan suatu media harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana kegiatan dakwah

berlangsung.

2.5. Sastra Sebagai Materi Dakwah

Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang memerintahkan

umatnya untuk menyiarkan dan menyebarkan Islam kepada seluruh umat

manusia (Abd. Rosyad Shaleh, 1977: 1). Hakekat dakwah adalah menyeru,

Page 32: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

47

mempengaruhi dan mengajak manusia untuk mengikuti (menjalankan) ideologi

(pengajaknya). Sedangkan pengajak (da’i) sudah barang tentu memiliki tujuan

yang hendak dicapainya. Agar proses dakwah dapat mencapai tujuan yang

efektif dan efisien, da’i harus mengorganisir komponen-komponen dakwah

secara baik dan tepat (Asmuni Syukir, 1983: 165.). Salah satu komponen

tersebut adalah materi dakwah.

Materi merupakan salah satu komponen vital dalam komunikasi

dakwah, sehingga termasuk dalam suatu sistem yang sudah barang tentu ada

keterkaitan dengan komponen sistem lainnya. Maka dalam hal ini materi

dakwah mempunyai peran dan kedudukan yang sama dengan komponen

lainnya. Apalagi dalam penentuan strategi dakwah, pemilihan materi yang akan

disampaikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini karena objek

dakwah (mad’u) terdiri dari berbagai macam perbedaan, seperti berbeda dalam

kemampuan, kehendak, sifat, kebudayaan, ideologi, filsafat dan lain

sebagainya.

Mengingat beragamnya perbedaan kemampuan, sifat, kebudayaan, dan

ideologi sasaran dakwah, maka juru dakwah harus lebih jeli dalam memberikan

materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi mad’u. Kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi misalnya, telah menimbulkan pergeseran dalam

masyarakat, baik pola pikir, sikap maupun tingkah laku. Oleh sebab itu di dunia

yang semakin kompleks ini, perlu diupayakan media-media alternatif dalam

berdakwah, salah saatunya adalah melalui karya sastra.

Page 33: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

48

Di tengah beragamnya perbedaan kemampuan sasaran dakwah, menurut

hemat penulis, sastra sebagai wahana penuangan ide dan gagasan

pengarangnya, diharapkan tampil memperkaya materi dakwah. Hal ini sangat

memungkinkan karena sastra mempunyai kedudukan yang penting dalam

masyarakat. Kehadiran sastra tidak pernah dapat dilepaskan dari relasinya

dengan habitat tekstual masyarakat tempat seorang pengarang hidup, disamping

keterkaitan tekstual sastra dengan sejarah perjalanan konvensi dan tradisi sastra

itu sendiri (Agus R. Sarjono, 2001: 27).

Teks sastra dari sudut pandang teori komunikasi, mempunyai tiga

lapisan komunikasi yang dapat dikenali, yaitu; berkenaan dengan hubungan

komunikasi antara pengarang, teks, dan pembaca; adanya komunikasi antara

narator dan pembaca implisit (implied reader, menunjuk pada peran pembaca

dalam teks); dan hubungan komunikasi timbal balik antar-pelaku dalam teks

(Rien T. Segers, 2000: 15.). Dalam konteks ini teks sastra dilihat sebagai suatu

pesan yang dicerna (decoded) oleh pembaca (Receiver) dan dikirim (encoded)

oleh pengirim (sender).

Suatu karya sastra, ditulis orang bukan semata-mata merupakan suatu

karya yang dikhayal-khayalkan belaka. Tetapi di dalamnya ada pertaruhan

nilai-nilai, juga analisis terhadap suatu masalah. Dengan demikian maka jelas

hal-hal yang bersifat intelektual bisa juga ditemukan dalam karya sastra.

Bahkan banyak karya sastra yang bersifat religius sebagaimana diungkapkan

oleh Danarto bahwa tak sedikit karya sastra yang berangkat dari Hadits Nabi

Page 34: BAB II SASTRA JAWA, DAKWAH ISLAM DAN PENGARUH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · pada hakikatnya tumbuh dan berkembang dari tradisi lisan, yang

49

dan ayat-ayat al-Qur’an. Jadi nilai spiritualitas di dalam karya sastra selalu

bermuara pada agama, atau nilai-nilai tradisi.

Dalam konteks Jawa, salah satu media yang digunakan oleh walisongo

untuk berdakwah adalah kesenian, baik berupa seni wayang kulit, seni suara,

maupun seni ukir. Karena cara ini merupakan sebagian cara yang bijaksana

dalam pendekatan dan menarik simpati rakyat Jawa dalam memperkenalkan

ajaran Islam (Nur Amin Fattah, 1984: 51). Kesenian ini sangat terkait dengan

sastra, karena sastra adalah suatu karya seni. Seorang dalang dalam wayang

dianggap oleh penonton sebagai seorang ahli seni sastra. Dan cerita wayang

sendiri bersumber dari karya sastra klasik, meskipun telah direnovasi oleh

Sunan Kalijaga.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa dalam karya sastra terdapat

proses komunikasi (penyampaian pesan), sang pengarang kepada masyarakat

sebagai pembacanya. Oleh karena itu sastra dapat dijadikan sebagai materi

dakwah, sebab sastra mengandung pesan-pesan atau nilai-nilai yang dapat

dimasukkan sebagai materi dakwah.