bab ii pengkondisi sinyal analog tujuan pembelajaran

25
8 BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bab ini diharapkan pembaca mampu untuk: 1. Memndefinisikan tipe-tipe umum dari pengkondisi sinyal analog. 2. Mendesain sebuah jembatan Wheatstone untuk pengukuran tahanan. 3. Menggambarkan diagram jembatan arus seimbang dan menggambarkan operasinya. 4. Mendefinisikan prinsip-prinsip operasi sebuah rangkaian potensiometer. 5. Mendesain sebuah amplifier op amp d-c impedansi input tinggi untuk gain yang spesifik. 6. Menganalisa sebuah rangkaian op amp sesderhana untuk karakteristik transfernya. 7. Menjelaskan tujuan dari lead kompensasi dalam sebuah rangkaian jembatan. 8. Mendesain sebuah konverter tegangan ke arus untuk input tegangan dan output arus tertentu. 2.1 PENDAHULUAN Bermacam-macam transduser yang diperlukan untuk mantransformasi bermaca-macam variabel dinamik dalam sistem kontrol proses ke listrik analog menghasilkan bermacam-macam karakteristik sinyal resultan. Pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversinya ke bentuk yang susuai dengan interface dengan elemen-elemen yang lain dalam loop kontrol proses. Dalam bab ini difokuskan pada konversi analog, dimana output dikondisikan pada sinyal analog. 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG Sebuah transduser mengukur suatu variabel dinamik dengan mengkonversinya kedalam sinyal elektrik. Untuk mengembangkan transduser seperti ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi alam sehingga hanya ada beberapa tipe yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Efek pengkondisi sinyal sering dinyatakan dengan fungsi alihnya (transfer function). Dengan istilah ini kita menghubungkan efek yang ditimbulkan dengan sinyal input. Jadi, sebuah amplifier sederhana mempunyai fungsi alih dari beberapa konstanta yang, ketika dikalikan dengan tegangan input, memberikan tegangan output. 2.2.1 Perubahan Level Sinyal Metode paling sederhana dari pengkondisi sinyal adalah pengubahan level sinyal. Contoh yang paling umum adalah untuk penguatkan atau pelemahkan level tegangan. Secara umum, aplikasi kontrol proses dihasilkan dalam variasi sinyal

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

8

BAB II

PENGKONDISI SINYAL ANALOG

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bab ini diharapkan pembaca mampu untuk:

1. Memndefinisikan tipe-tipe umum dari pengkondisi sinyal analog. 2. Mendesain sebuah jembatan Wheatstone untuk pengukuran tahanan. 3. Menggambarkan diagram jembatan arus seimbang dan menggambarkan

operasinya. 4. Mendefinisikan prinsip-prinsip operasi sebuah rangkaian potensiometer. 5. Mendesain sebuah amplifier op amp d-c impedansi input tinggi untuk gain

yang spesifik. 6. Menganalisa sebuah rangkaian op amp sesderhana untuk karakteristik

transfernya. 7. Menjelaskan tujuan dari lead kompensasi dalam sebuah rangkaian

jembatan. 8. Mendesain sebuah konverter tegangan ke arus untuk input tegangan dan

output arus tertentu. 2.1 PENDAHULUAN

Bermacam-macam transduser yang diperlukan untuk mantransformasi bermaca-macam variabel dinamik dalam sistem kontrol proses ke listrik analog menghasilkan bermacam-macam karakteristik sinyal resultan. Pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversinya ke bentuk yang susuai dengan interface dengan elemen-elemen yang lain dalam loop kontrol proses. Dalam bab ini difokuskan pada konversi analog, dimana output dikondisikan pada sinyal analog. 2.2 PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISI SINYAL ANALOG

Sebuah transduser mengukur suatu variabel dinamik dengan

mengkonversinya kedalam sinyal elektrik. Untuk mengembangkan transduser seperti ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi alam sehingga hanya ada beberapa tipe yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Efek pengkondisi sinyal sering dinyatakan dengan fungsi alihnya (transfer function). Dengan istilah ini kita menghubungkan efek yang ditimbulkan dengan sinyal input. Jadi, sebuah amplifier sederhana mempunyai fungsi alih dari beberapa konstanta yang, ketika dikalikan dengan tegangan input, memberikan tegangan output. 2.2.1 Perubahan Level Sinyal

Metode paling sederhana dari pengkondisi sinyal adalah pengubahan level sinyal. Contoh yang paling umum adalah untuk penguatkan atau pelemahkan level tegangan. Secara umum, aplikasi kontrol proses dihasilkan dalam variasi sinyal

Page 2: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

9

frekuensi rendah secara lambat dimana amplifier respon d-c atau frekuensi rendah bisa dipakai. Suatu faktor penting dalam pemilihan sebuah amplifier adalah impedansi input yang amplifier tawarkan kepada transduser (atau elemen-elemen lain yang menjadi input). 2.2.2 Linierisasi Linierisasi bisa dihasilkan oleh sebuah amplifier yang gainnya sebuah fungsi level tegangan untuk melinierkan semua variasi tegangan input ke tegangan output. Sebuah contoh sering terjadi pada sebuah transduser dimana outputnya adalah eksponensial berkenaan dengan variabel dinamik. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat sebuah contoh yang dimaksud dimana tegangan transduser diasumsikan eksponensial terhadap intensitas cahaya I. Bisa dituliskan sebagai

VI = V0e-αt+ (2-1) Dimana VI = tegangan output pada intensitas I V0 = tegangan intensitas zero

α = konstanta eksponensial I = intensitas cahaya

Untuk melinierkan sinyal ini digunakan amplifier yang outputnya bervariasi secara logaritma terhadap input

VA = K ln(VIN) (2-2) Dimana VA = tegangan output amplifier K = konstanta kalibrasi VIN = tegangan input amplifier = VI [dalam Pers. (2-1)] Dengan substitusi Persamaan (2-1) ke Persamaan (2-2) dimana VIN = VI diperoleh

VA = K ln(V0) – αKI (2-3)

Gambar 2.1 Contoh sebuah output transduser nonlinier. Disini, intensitas cahaya diasumsikan untuk menghasilkan tegangan output.

Page 3: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

10

Gambar 2.2 Pengkondisi sinyal yang bagus menghasilkan tegangan output yang berubah secara linier terhadap intensitas cahaya.

Output amplifier berubah secara linier dengan intensitas tetapi dengan offset K ln V0 dan faktor skala dari αK seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Untuk mengeliminasi offset dan menyediakan kalibrasi yang diinginkan dari tegangan versus intensitas dapat digunakan pengkondisi sinyal. 2.2.3 Konversi

Sering kali, pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi suatu tipe variasi elektrik kepada tipe lainnya. Sehingga, satu kelas besar dari transduser-transduser menyediakan perubahan tahanan dengan perubahan dalam variabe dinamik. Dalam kasus ini, adalah perlu dibuat sebuah rangkaian untuk mengkonversi perubahan tahanan ini baik kedalam sinyal tegangan maupun arus. Secara umum ini dipenuhi oleh jembatan-jembatan bila perubahan sebagian tahanan adalah kecil dan/atau dengan amplifier-amplifier yang gainnya berubah terhadap tahanan. 2.2.4 Penapis dan Penyesuai Impedansi Sering sinyal-sinyal gangguan dari daya yang besar muncul dalam lingkungan industri, seperti sinyal-sinyal frekuensi saluran standar 60 Hz dan 400 Hz. Transien start motor juga dapat mengakibatkan pulsa-pulsa dan sinyal-sinyal yang tidak diperlukan lainnya dalam loop kontrol proses. Dalam banyak kasus, perlu digunakan high pass, low pass dan notch filter untuk mengurangi sinyal-sinyal yang tidak diinginkan dari loop. Filter seperti ini dapat dipenuhi oleh filter pasif yang hanya menggunakan resistor, kapasitor, induktor, atau filter aktif, menggunakan gain dan feedback. Penyesuai impednsi adalah sebuah elemen penting dari pengkondisi sinyal ketika impedansi internal transduser atau impedansi saluran dapat mengakibatkan error dalam pengukuran variabel dinamik. Baik jaringan aktif maupun pasif juga dipakai untuk menghasilkan penyesuai seperti ini. 2.3 RANGKAIAN JEMBATAN DAN POTENSIOMETER Rangkaian jembatan terutama digunakan sebagai sebuah alat pengukur perubahan tahanan yang akurat. Rangkaian seperti ini terutama berguna bila

Page 4: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

11

perubahan fraksional dalam impedansi sangat kecil. Rangkaian potensiometerik digunakan untuk mengukur tegangan dengan akurasi yang baik dan impedansi sangat tinggi. 2.3.1 Rangkaian Jembatan

Rangkaian jembatan adalah rangkaian pasif yang digunakan untuk mengukur impedansi dengan teknik penyesuaian potensial. Dalam rangkaian ini, seperangkat impedansi yang telah diketahui secara akurat diatur nilaianya dalam hubungannya terhadap satu yang belum diketahui sampai suatu kondisi yang ada dimana perbedaan potensial antara dua titik dalam rangkaian adalah nol, yaitu setimbang. Kondisi ini menetapkan sebuah persamaan yang digunakan untuk menemukan impedansi yang tidak diketahui berkenaan dengan nilai-nilai yang diketahui. JEMBATAN WHEATSTONE

Rangkaian jembatan yang paling sederhana dan paling umum adalah jembatan d-c Wheatstone seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3. Rangkaian ini digunakan dalam aplikasi pengkondisi sinyal dimana transduser mengubah tahanan dengan perubahan variabel dinamik. Beberapa modifikasi dari jembatan dasar ini juga dipakai untuk aplikasi spesifik lainnya. Pada Gambar 2.3 obyek yang diberi label D adalah detektor setimbang yang digunakan untuk membandingkan potensial titik a dan b dari rangkaian. Dalam aplikasi paling modern detektor setimbang adalah amplifier diferensial impedansi input sangat tinggi. Dalam beberapa kasus, Galvanometer yang sensitif dengan impedansi yang relatif rendah bisa digunakan, khususnya untuk kalibrasi atau instrumen-instrumen pengukuran tunggal. Untuk analisis awal kita, anggap impedansi detektor setimbang adalah tak hingga, yaitu rangkaian terbuka.

Gambar 2-3 Jembatan d-c Wheatstone

Dalam kasus ini beda potensial, ∆V antara titik a dan b, adalah

∆V = Va – Vb (2-4) Dimana

Page 5: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

12

Va = potensial titik a terhadap c Vb = potensial titik b terhadap c Nilai Va dan Vb sekarang dapat dicari dengan memperhatikan bahwa Va adalah hanya tegangan sumber, V, dibagi antara R1 dan R3

31

3

RRVRVa +

= (2-5)

Dengan cara yang sama Vb adalah tegangan yang terbagi diberikan oleh

42

4

RRVRVb +

= (2-6)

Dimana V = tegangan sumber jembatan R1,R2,R3,R4 = resistor-resistor jembatan seperti diberikan oleh Gambar 2.3. Jika sekarang kita kombinasikan Persamaan (2-4), (2-5), (2-6), beda tegangan atau offset tegangan, dapat ditulis

42

4

31

3

RRVR

RRVRV

+−

+=∆ (2-7)

Setelah beberapa aljabar, pembaca dapat memperlihatkan bahwa persamaan ini berkurang menjadi

)).(( 4231

4132

RRRRRRRRVV++

−=∆ (2-8)

Persamaan (2-8) memperlihatkan bagaimana beda potensial melalui detektor adalah fungsi dari tegangan sumber dan nilai resistor. Karena tampilan yang berbeda dalam numerator Persamaan (2-8), jelas bahwa kombinasi khusus dari resistor dapat ditemukan yang akan menghasilkan perbedaan nol dan tegangan nol melewati detektor, yaitu, setimbang. Jelas, kombinasi ini, dari pemeriksaan Persamaan (2-8), adalah

R3R2 = R1R4 (2-9)

Persamaan (2-9) mengindikasikan bahwa kapan saja sebuah jembatan Wheatstone dipasang dan resistor diatur untuk setimbang detektor, nilai-nilai resistor harus memenuhi persamaan yang didindikasikan. Tidak masalah jika tegangan sumber berubah, kondisi setimbang dipertahankan. Persamaan (2-8) dan (2-9) menekankan aplikasi jembatan Wheatstone untuk aplikasi kontrol proses yang menggunakan detektor impedansi input tinggi.

Page 6: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

13

DETEKTOR GALVANOMETER Penggunaan sebuah galvanometer sebagai detektor setimbang dalam

rangkaian jembatan memeperkenalkan beberapa perbedaaan dalam perhitungannya karena tahanan detektor bisa rendah dan harus menentukan offset jembatan sebagai offset arus. Jika jembatan disetimbangkan, Persamaan (2-9) masih mendefinisikan hubungan antara resistor-resistor dalam lengan-lengan jembatan. Persamaan (2-8) harus dimodifikasi untuk membolehkan penentuan arus yang digambarkan dengan galvanometer jika kondisi setimbang tidak muncul. Mungkin cara yng paling mudah untuk menentukan arus offset adalah pertama menemukan rangkaian ekivalen Thevenin antara titik a dan b dari jembatan (seperti digambarkan dalam rangkaian Gambar 2.3 dengan galvanometer yang dihilangkan). Tegangan Thevenin dengan sederhana adalah perbedaan tegangan rangkaian antara titik a dan b dari rangkaian. Tapi Persamaan (2-5) adalah tegangan rangkaian terbuka, sehingga,

)).(( 4231

4132

RRRRRRRRVVTh ++

−= (2-10)

Tahanan Theveniun diperoleh dengan mengganti tegangan sumber dengan

tahanan dalam dan menghitung tahanan antara terminal a dan b dari rangkaian. Kita dapat menasumsikan bahwa tahanan dalam dapat diabaikan dibandingkan dengan tahanan-tahanan lengan jembatan. Tahanan Thevenin yang terlihat pada titik a da b dari jembatan adalah

42

42

31

31

RRRR

RRRRRTh +

++

= (2-11)

Rangkaian ekivalen Thevenin untuk jembatan memudahkan kita untuk

menentukan arus yang melalui galvanometer dengan tahanan dalam RG seperti diperlihatkan pada Gambar 2-4. Sehingga, arus offset adalah

GTh

ThG RR

VI+

= (2-12)

Menggunakan persamaan ini bersamaan dengan Persamaan (2-9) menetapkan respons jembatan Wheatstone ketika digunakan sebuah detektor setimbang galvanometer.

Gambar 2.4 Jika sebuah galvanometer digunakan untuk detektor setimbang adalah baik menggunakan rangkaian ekivalen Thevenin dari jembatan Wheatstone.

Page 7: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

14

KOMPENSASI LEAD Kompensasi lead ditunjukkan pada Gambar 2.5. disini kita lihat bahwa R4,

yang dianggap sebagai transduser, dipindahkan ke tempat yang jauh dengan kabel lead (1), (2), dan (3). Kabel (3) adalah lead daya dan tiadak berpengaruh pada kondisi setimbang jembatan. Perhatikan bahwa jika kabel (2) mengubah tahanan karena pengaruh-pengaruh yang spurious/palsu, ini mengenalkan perubahan tersebut kepada kaki R4 dari jembatan. Kabel (1) terbuka terhadap lingkungan yang sama dan berubah dengan jumlah yang sama tetapi dalam kaki R3 dari jembatan. Secara efektif, R3 dan R4 kedua-duanya diubah secara identik, sehungga Persamaan (2-9) memperlihatkan bahwa tidak terjadi perubahan dalam jembatan setimbang. Tipe kompensasi ini sering dipakai dimana rangkaian jembatan harus digunakan dengan lead yang panjang ke elemen aktif dari jembatan.

Gambar 2.5 untuk aplikasi transduser jrak jauh sebuah sistem kompensasi digunakan untuk menghindari error dari tahanan lead.

JEMBATAN SEIMBANG ARUS

Gambar 2.6 jembatan setimbang arus

Prinsip dasar dari jembatan setimbang arus diperlihatkan pada Gambar 2.6. Disini, jembatan Wheatstone standar dimodifikasi dengan memecah salah

Page 8: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

15

satu resistor lengan kepada dua, R4 dan R5. arus I diberikan pada jembatan melalui pertemuan antara R4 dan R5 seperti yang ditunjukkan. Sekarang kita menetapkan bahwa besarnya tahanan-tahanan jembatan adala sedemikian sehingga arus terutama mengalir melalui R5. ini dapat disediakan oleh beberapa syarat. Paling tidak harus terpenuhi

R4 >> R5 (2-13)

Sering kali, jika detektor setimbang impedansi tinggi digunakan, maka batasan dari Persamaan (2-13) menjadi

(R2 + R4) >> R5 (2-14)

Dengan asumsi bahwa baik Persamaan (2-13) ataupun (2-14) adalah terpenuhi, tegangan pada titik b adalah penjumlahan dari tegangan sumber yang terbagi ditambah jatuh tegangan melelui R5 dari arus I.

Vb = 5542

54 )( IRRRR

RRV+

+++ (2-15)

Tegangan pada titik a masih diberikan oleh Persamaan (2-5). Jadi tegangan offset jembatan deberikan oleh ∆V = Va - Vb atau

∆V = −+ 31

3

RRVR

5542

54 )( IRRRR

RRV−

+++ (2-16)

Persamaan ini menunjukkan bahwa kondisi setimbang dicapai dengan mengatur besar dan polaritas arus I sehinnga IR5 sama dengan beda tegangan dari dua suku pertama. Jika salah satu tahanan jembatan berubah, jembatan dapat disetimbangkan dengan perubahan arus I. Dalam cara ini, secara elektronis jembatan disetimbangkan dari sumber arus yang sesuai. Dalam kebanyakan aplikasi jembatan disetimbangkan pada bebrapa set nominal dari tahanan dengan arus nol. Perubahan satu resistor jembatan terdeteksi sebagai sinyal offset jembatan yang digunakan untuk memberikan arus penyeimbang ulang.

PENGUKURAN TEGANGAN DENGAN MENGGUNAKAN JEMBATAN

Sebuah rangkaian jembatan juga berguana untuk mengukur tegangan kecil pada impedansi yang sangat besar. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan baik jembatan Wheatston konnvensional ataupun jembatan setimbang arus. Tipe pengukuran ini dilakukan dengan meletakkan tegangan yang diukur secara seri dengan detektor setimbang, sepaerti diperlihatkan pada Gambar 2.7.

Page 9: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

16

Gambar 2.7 Menggunakan jembatan Whwatstone dasar untuk pengukuran tegangan

Detektor setimbang merespons tegangan antara titik c dan b. Dalam keadaan ini, Vb diberikan oleh Persamaan (2-6) dan Vc oleh Persamaan (2-17)

Vc = Vx + Va (2-17)

Dimana Va diberikan oleh Persamaan (2-5), dan Vx adalah tegangan yang diukur. Tegangan yang muncul melalui detektor setimbang adalah

∆V = Vc – Vb = Vx + Va – Vb

Kondisi setimbang didapat saat ∆V = 0; selanjutnya, tidak ada arus yang mengalir melalui tegangan yang tidak diketahui tersebut jika kondisi setimbang demikian telah diperoleh. Sehingga, pengukuran Vx dapat dibuat dengan variasi resistor-resistor jembatan untuk menghasilkan keadaan setimbang dengan Vx dalam rangkaian dan menyelesaikan Vx dengan menggunakan kondisi setimbang

Vx + −+ 31

3

RRVR

42

4

RRVR+

= 0 (2-18)

Analisis serupa yang menggunakan sebuah jembatan setimbang arus dan resistor-resistor jembatan tertentu memberikan kondisi setimbang yang dapat memberi penyelesaian untuk Vx dalam hubungannya dengan arus penyebab setimbang I.

Vx + −+ 31

3

RRVR

5542

54 )( IRRRR

RRV−

+++ = 0 (2-19)

perhatiokan bahwa jika resistor-resistor tertentu dipilih untul menyetimbangkan jembatan dengan I = 0 saat Vx =0, lalu dua suku tengah dalam Persamaan (2-13) hilang akan memberikan hubungan yang sangat sederhana antara Vx dan arus penyeimbang

Vx – IR5 = 0 (2-20)

JEMBATAN A-C Konsep jembatan yang dijelaskan dalam bagian ini dapat dipakai untuk penyesuaian impedansi secara umum seperti tahanan-tahanan. Dalam keadaan ini,

Page 10: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

17

jembatan direpresentasikan seperti dalam Gambar 2.8 dan memakai sebuah eksitasi a-c, biasanya sebuah sinyal tegangan gelombang sinus. Analisa tingkah laku jembatan pada dasarnya sama seperti pada cara sebelumnya tetapi tahanan diganti impedansi. Kemudian tegangan offset jembatan direpresentasikan sebagai

∆E = E)( 4321

4123

ZZZZZZZZ+++

− (2-21)

Dimana E = tegangan eksitasi gelombang Z1, Z2, Z3,Z4 = impedansi jembatan Kondisi setimbang ditetapkan seperti sebelumnya dengan sebuah tegangan offset zero ∆V = 0. Dari Persamaan (2-21) kondisi ini dijumpai jika impedansi memenuhi hubungan

Z3Z2 = Z1Z4 (2-22)

Perhatikan bahwa kondisi ini sama seperti Persamaan (2-9) untuk jembatan resistif.

Gambar 2.8 Sebuah jembatan a-c yang umum

Catatan khusus adalah perlu berkenaan dengan pencapaian kondisi setimbang dalam jembatan a-c. Dalam beberapa kasus, sistem deteksi setimbang adalah phase sensitive mengenai sinyal eksitasi jembatan. Dalam hal ini, perlu untuk memberikan sebuah kondisi setimbang dari kedua sinyal inphase dan quadrature (keluaran fase 900) sebelum Persamaan (2-22) dipakai. 2.3.2 Rangkaian Potensiometer

Pada dasarnya, rangkaian potensiometer adalah sebuah pembagi tegangan yang mengukur tegangan yang tidak diketahui dengan mengatur yang telah diketahui, yaitu tegangan yang terbagi sampai sesuai/cocok dengan yang diketahui. Pembagi tegangan dikonstruksi oleh R1, R2 dan R secara seri yang dihubungkan ke tegangan sumber kerja., Vw. R2 adalah resistor presisi dan tertentu, sedangkan R1 adalah resistor yang presisi dan variabel linier. Resistor kalibrasi R adalah variabel (yang nilai sebenarnya belum pernah digunakan dalam

Page 11: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

18

perhitungan apa pun), dan Vw adalah sumber yang mempunyai tegangan yang memamadai (seperti yang akan ditetapkan nanti) dan stabil. Supply VREF adalah sebuah standar kalibrasi yang mempunyai tegangan yang telah diketahui secara akurat. Unit D1 dan D2 keduanya adalah detektor setimbang dan bisa berupa galvanometer ataupun detektor tegangan impedansi tinggi. Vx adalah tegangan yang tidak diketahui yang akan diukur.

Gambar 2.10 Sebuah rangkaian dasar potensiometer

Kalibrasi dari pembagi tegangan dipenuhi dengan menutup saklar S1 dan

mengatur R sampai detektor D1 mengindikasikan setimbang. Dalam kondisi ini kita akan menetapkan/membuktikan bahwa Va = VREF sesuai akurasi dari detektor kesetimbangan. Secara efektif ini mengkalibrasi rangkaian pembagi karena Va dibagi antara resistor presisi R1 dan R2. Penyapu R1 menyapu tegangan antara zero pada bagian bawah dan Vb pada bagian atas dari resistor variabel. Tegangan Vb dicari dari

Vb = 21

1

RRVaR+

(2-23)

Karena Va = VREF, kita mempunyai identifikasi Vb secara langsung dalam hubungan VREF. Sekarang jika penyapu R1 adalah bagian/pecahan α dari sisi ground, tahanan diatas penyapu adalah (1-α)R. Jika sebuah tegangan yang tidak diketahui diberikan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.10 dan penyapu diatur sampai detektor D2 menunjukkan nol, tegangan penyapu dan tegangan yang tidak diketahui adalah sama. Jadi, tegangan yang tidak diketahui diberikan oleh

Vx = αVb

Dimana α = bagian/pecahan R untuk terjadinya kondisi setimbang Vb = tegangan titik b yang diberikan oleh Persamaan (2-23) Dalam beberapa kasus resitor variabel R1 diberi penskalaan dengan pembagian, seperti pembagian yang dapat dibaca 1000. Dalam kasus ini, α adalah hanya sejumlah pembagian yang menghasilkan keadaan setimbang dari detektor

Page 12: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

19

D2. Perhatikan bahwa sekali pembagi dikalibrasi, tegangan acuan VREF dan detktor D1 tidak diperlukan lebih lama. 2.4 OPERASIONAL AMPLIFIER Secara umum, aplikasi dari IC memerlukan pengetahuan tentang jalur yang tersedia dari peralatan yang demikian, spesifikasi dan batasannya, sebelum dapat diaplikasikan untuk masalah khusus. Terpisah dari IC-IC yang dikhususkan ada juga tipe dari amplifier yang mendapatkan aplikasi yang luas seperti blok pembentuk dari aplikasi pengkondisi sinyal. Peralatan ini, disebut operasi amplifier (op amp), telah ada selama bertahun-tahun, awalnya dibuat dari tabung, kemudian transistor diskrit, dan sekarang integrated circuit. Meski banyak jalur dari op amp dengan bermacam spesifikasi khusus ada dari beberapa pabrik, semuanya memiliki karakteristik umum dalam operasi yang dapat dipakai dalam rancangan dasar berkaitan dengan op amp umum. 2.4.1 Karakteristik Op Amp

Dengan sendirinya, op amp adalah amplifier elektronik yang sangat sederhana dan nampak tak berguna. Dalam Gambar 2.11a kita dapat lihat simbol standar dari op amp dengan penandaan input (+) dan input (-), dan output. Input (+) juga disebut input noniverting (tidak membalik) dan (-)input inverting (membalik). Hubungan dari input op amp dan output sungguh sangat sederhana, seperti yang terlihat dengan menganggap dari deskripsi idealnya. OP AMP IDEAL

Untuk menjelaskan respon dari op amp ideal, kita menamai V1 tegangan pada input (+), V2 tegangan pada terminal input (-), dan V0 tegangan output. Idealnya, jika V1-V2 adalah positif (V1>V2), maka V0 saturasi positif. Jika V1-V2 adalah negatif (V2>V1), maka V0 saturasi negatif seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.11b. Input (-) disebut input inverting. Jika tegangan dalam input ini adalah lebih positif dibandingkan pada input (+), output saturasi negatif. Amplifier ideal ini mempunyai gain tak terbatas karena perbedaan yang sangat kecil antara V1 dan V2 hasilnya adalah output saturasi.

Karakteristik lain dari op amp adalah (1) impedansi tak terhingga antar input-inputnya dan (2) impedansi output zero. Pada dasarnya, op amp adalah peralatan yang mempunyai hanya dua keadaan output, +Vsat dan –Vsat. Dalam praakteknya, peralatan ini selalu digunakan dengan umpanbalik dari output ke input. Umpanbalik seperti ini menghasilkan implementasi dari berbagai hubungan khusus antara tegangan input dan output.

Page 13: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

20

(a) (b)

Gambar 2.11 Op amp. (a) Simbol. (b) Karakteristik ideal dari sebuah op amp

AMPLIFIER INVERTING IDEAL Untuk melihat bagaimana op amp digunakan, perhatikan rangkaian pada

Gambar 2.12. Disini resistor R2 digunakan untuk umpan balik output ke input inverting dari op amp dan R1 menghubungkan tegangan input Vin dengan titik yang sama ini. Hubungan bersama disebut titik penjumlahan (summing point). Dapat dilihat bahwa dengan tanpa umpanbalik dan (+) digroundkan, Vin>0 menjadikan output saturasi negatif, sedangkan Vin<0 menjadikan output saturasi positif. Dengan umpanbalik, output menyesuaikan dengan tegangan sedemikian hingga:

1. Tegangan summing point sama dengan level input (+) op amp, dalam keadaan ini adalah nol/zero.

2. Tidak ada aliran arus melalui terminal-terminal input op amp karena anggapan impedansi tak hingga.

Dalam keadaan ini, jumlah dari arus pada summing point harus nol.

I1 +I2 = 0 (2-24)

Karena tegangan pada summing point dianggap nol, kita mempunyai

021

=+R

VRV outin (2-25)

dari Persamaan (2-25), kita dapat menuliskan respon rangkaian sebagai

Vout = - inVRR

1

2 (2-26)

Jadi, rangkaian pada Gambar 2.12 adalah amplifier inverting dengan gain R2/R1 yang digeser 1800 dalam fase (terbalik) dari input. Alat ini juga merupakan attenuator dengan menjadikan R2 < R1.

Vo

+VSAT

-VSAT

V1 - V2

Page 14: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

21

Gambar 2.12 Amplifier inverting

EFEK-EFEK NONIDEAL

Analisis dari rangkaian op amp dengan respons nonideal dilakukan dengan memperhatikan parameter-parameter berikut:

1. Gain open loop berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai gain tegangan seperti ditunjukkan oleh respons amplifier dalam Gambar 2.13a. Gain tegangan dinyatakan sebagai perubahan dalam tegangan output, ∆Vo, dihasilkan dengan perubahan dalam tegangan input differensial ∆[V1-V2].

2. Impedansi input berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi input dan, sebagai konsekuensi, tegangan berhingga dan arus melalui terminal input.

3. Impedansi output tidak nol. Op amp yang sebenarnya mempunyai impedansi output tidak nol, meskipun impedansi output rendah ini khsusunya hanya beberapa ohm.

a) Karakteristik nonideal op amp b) Efek-efek nonideal Gambar 2.13 Tipe-tipe efek nonideal dalam analisis op amp dan rangkaian

Dalam aplikasi modern efek nonideal ini dapat diabaikan dalam desian

rangkaian op amp. Contohnya, anggap rangkaian dari Gambar 2.13b dimana impedansi berhingga dan gain dari op amp adalah sudah termasuk. Kita dapat menggunakan analisis rangkaian standar umtuk menemukan hubungan antara

Page 15: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

22

tegangan input dan output untuk rangkaian ini. Penjumlahan arus pada titik penjumlan diberikan

I1 + I2 + Is = 0

Kemudian, masing-masing arus dapat diidentifikasi dalam kaitannya dengan parameter-parameter rangkaian untuk memberikan

021

=−−

+−

ZinVs

RVsVo

RVsVin

Akhirnya, dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan di atas, kita cari

Vo = - VinRR

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛− µ11

1

2 (2-27)

Dimana

µ =

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+

2

2

1

2

2

11

RZoA

ZinR

RR

RZo

(2-28)

Jika kita anggap bahwa µ sangat kecil bila dibandingkan dengan kesatuan, maka Persamaan (2-27) terduksi ke keadaan ideal yang diberikan oleh Persamaan (2-26). Tentu, jika nilai khusus untuk IC op amp dipilih untuk satu keadaan dimana R2/R1 = 100, kita dapat tunjukkan bahwa µ<<1. Contohnya, biasnya, IC op amp untuk kegunaan umum menunjukkan

A = 200.000 Z0 = 75 Ω Zin = 2 MΩ

Jika digunakan tahanan umpan balik R2 100kΩ dan mensubstitusikan nilai

diatas kedalam Persamaan (2-28), didapatkan µ = 0,0005 yang menunjukkan bahwa gain untuk persamaan (2-27) berbeda dari yang ideal dengan hanya 0,05%. Tentu saja, cara ini hanya satu contoh dari banyak rangkaian op amp yang digunakan, tetapi sebetulnya dalam semua kasus analisis yang sama menunjukkan bahwa karakteristik ideal dapat diasumsikan. 2.4.2 Spesifikasi-Spesifikasi Op Amp

Ada karakteristik-karakteristik lain dari op amp dibandingkan yang diberikan dalam bagian sebelumnya yang masuk dalam aplikasi desain. Karakteristik-karakteristik ini diberikan dalam spesifikasi untuk op amp khusus

Page 16: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

23

bersama dengan gain open loop dan impedansi input dan output yang dijelaskan sebelumnya. Beberapa karakteristik tersebut adalah:

Tegangan offset input. Dalam banyak kasus, tegangan output op amp tidak boleh nol ketika tegangan pada input adalah nol. Tegangan yang harus diterapkan dalam terminal input untuk menggerakkan output ke nol adalah tegangan offset input.

Arus offset input. Seperti tegangan offset bisa diperlukan melalui input untuk men-zero-kan tegangan output, sehingga arus jala bisa diperlukan melalui input untuk men-zero-kan tegangan output. Arus yang demikian dijadikan acuan sebagai arus offset input. Ini diambil sebagai perbedaan dua arus input.

Arus bias input. Ini adalah rata-rata dari dua arus input yang diperlukan untuk menggerakkan tegangan output ke nol.

Slew rate. Jika tegangan diterapkan dengan cepat ke input dari op amp, output akan saturasi ke maksimum. Untuk input step slew rate adalah kecepatan dimana output berubah ke nilai saturasi. Ini khususnya dinyatakan sebagai tegangan per mikrosecond (V/µs).

Bandwith frekuensi gain satuan. Respons frekuensi dari op amp khusus disefinisikan dengan bode plot dari gain tegangan open loop dengan frekuensi. Plot seperti ini sangat penting untuk rancangan rangkaian yang berhubungan dengan sinyal a-c. Adalah diluar jangkauan dari tulisan ini untuk menjelaskan detail dari desain seperti ini yang memakai bode plot.

2.5 RANGKAIAN OP AMP DALAM INSTRUMENTASI

Setelah op amp menjadi terkenal pada kerja individu dalam kontrol proses dan teknologi instrumentasi, banyak macam rangkaian dikembangkan dengan aplikasi langsung dalam bidang ini. Secara umum, lebih mudah untuk mengembangkan sebuah rangkaian untuk pelayanan khusus menggunakan op amp dibandingkan komponen-komponen diskrit; dengan pengembangan biaya rendah, IC op amp, juga adalah suatu desain yang praktis. Mungkin salah satu kerugian besar adalah diperlukannya sumber daya bipolar untuk op amp. Bagian ini menghadirkan sejumlah rangkaian khusus dan karakteristik dasarnya bersama dengan trurunan dari respons rangkaian dengan asumsi op amp ideal. 2.5.1 Pengikut Tegangan (Voltage Follower)

Pada Gambar 2.14 kita lihat sebuah rangkaian op amp yang mempunyai gain satuan dan impedansi input sangat tinggi. Pada dasarnya impedansi input ini adalah impedansi input dari op amp itu sendiri yang dapt lebih besar dari 100 MΩ. Output tegangan mengikuti input lebih dari range yang ditentukan dengan output tegangan saturasi plus dan minus. Output arus dibatasi sampai arus hubung singkat dari op amp, dan impedansi output khususnya kurang dari 100 Ω. Dalam banyak hal sebuah pabrik akan memasarkan sebuah pengikut tegangan op amp yang umpan baliknya disediakan secara internal. Unit seperti ini biasanya secara khusus didisain untuk impedansi input yang sangat tinggi. Pengikut tegangan gain satuan pada dasarnya adalah sebuah transformer impedansi dalam indera pengkonversi sebuah tegangan pada impedansi tinggi ke tegangan yang sama pada impedansi rendah.

Page 17: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

24

Gambar 2.14 Sebuah pengikut tegangan op amp. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang sangat tinggi; sekitar 106-1011 Ω, tergantung pada op amp tersebut. Rangkaian ini berguna sebagai

sebuah transformer impedansi. 2.5.2 Amplifier Membalik (Invertung Amplifier)

Rangkaian untuk amplifier ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Penting untuk memoperhatikan bahwa impedansi input dari rangkaian ini pada dasarnya sama dengan R1, yaitu tahanan input. Pada umumnya, tahanan ini tidak besar, dan karena itu impedansi input tidak besar. AMPLIFIER PENJUMLAH (SUMMING AMPLIFIER)

Modifikasi yang umum dari inverting amplifier adalah sebuah amplifier yang menjumlahkan atau menambahkan dua atau lebih tegangan yang diterapkan. Rangkaian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.15 untuk kasus penjumlahan dua tegangan input. Fungsi transfer amplifier ini diberikan oleh

Vout = - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+ 2

3

21

1

2 VRRV

RR (2-29)

Penjumlahan dapat diberi skala dengan pemilihan tahanan yang tepat. Contohnya, jika kita membuat R1 = R2 = R3, maka outputnya adalah hanya jumlah (terbalik) dari V1 dan V2. Rata-rata dapat dicari dengan menjadikan R1 = R3 dan R2 = R1/2.

Gambar 2.15 Summing amplifier

2.5.3 Amplifier Tidak Membalik (Noninverting Amplifier) Sebuah amplifier noninverting dapat dikonstruksi dari sebuah op amp

seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.16. Gain rangkaian ini dicari dengan menjumlahkan arus-arus pada summing point S, dan menggunakan kenyataan

Page 18: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

25

bahwa tegangan summing point adalah Vin sehingga tidak ada beda tegangan yang muncul melalui terminal-terminal input.

I1 + I2 = 0

Dimana I1 = arus melalui R1 I2 = arus melalui R2 Tapi arus-arus ini dapat dicari dari hukum Ohm sedemikian sehingga persamaan ini menjadi

Vout = VinRR

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

1

21 (2-30)

Persamaan (2-30) menunjukkan bahwa noninverting ampifier mempunyai

gain yang tergantung pada rasio resistor umpan balik R2 dan resistor ground R1, tapi gain ini tidak pernah dapat digunakan untuk pelemahan tegangan. Kita catat pula bahwa karena input diambil secara langsung ke input noninverting dari op amp, impedansi input adalah sangat tinggi karena secara efektif sama dengan impedansi input op amp.

Gambar 2.16 Noninverting amplifier

2.5.4 Amplifier Diferensial Sering kali, dalam instrumentasi yang dihubungkan dengan kontrol proses,

diperlukan amplifikasi tegangan diferensial, misalnya untuk rangkaian jembatan. Sebuah ampifier diferensial dibuat dengan mengguanakan sebuah op amp seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.17a. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa tegangan output diberikan oleh

Page 19: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

26

( )121

2 VVRRVout −= (2-31)

Rangkaian ini mempunyai gain atau atenuasi variabel yang diberikan oleh

rasio R2 dan R1 dan merespons diferensial dalam input tegangan sebagaimana diperlukan. Adalah sangat penting bahwa resistor dalam Gambar 2.17a yang diindikasikan mempunyai nilai yang sama secara hati-hati disesuaikan dengan tolakan yang pasti (assure rejetion) dari tegangan bersama ke kedua input. Kerugian yang signifikan dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi input pada masing-masing terminal input adalah tidak besar, menjadi R1 + R2 pada input V2 dan R1 pada input V1. Untuk memakai rangkaian ini saat diinginkan amplifikasi diferensial impedansi input yang tinggi, pengikut tegangan bisa dipakai sebelum masing-masing input seperti diperlihatkan pada Gambar 2.17b. Rangkaian ini memberikan gain yang sebaguna, amplifier diferensial impedansi input yang tinggi untuk penggunaan dalam sistem-sistem instrumentasi.

Gambar 2.17 Amplifier diferensial. (a) Amplifier Diferensial (b) Amplifier Instrumentasi. 2.5.5 Konverter Tegangan ke Arus

Karena sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan sebagai arus, khususnya 4-20 mA, maka perlu untuk memakai sebuah konverter linier tegangan ke arus. Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke sejumlah beban yang berbeda tanpa mengubah karateristik-karateristik transfer tegangan ke arus. Sebuah rangkaian op amp untuk memberikan fungsi ini

Page 20: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

27

diperlihatkan pada Gambar 2.18. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa hubungan antara arus dan tegangan diberikan oleh

VinRR

RI21

2−= (2-32)

asalkan tahanan-tahanan yang dipilih sehingga

R1(R3 + R5) = R2R4 (2-33)

rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh sebuah aplikasi khusus. Tahanan beban maksimum dan arus maksimum adalah berhubungan dan ditentukan oleh kondisi bahwa output amplifier adalah saturasi dalam tegangan. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa saat tegangan output op amp mencapai saturasi tahanan beban maksimum dan arus maksimum dihubungkan oleh

( )

543

354

RRR

RI

VRRR M

SAT

ML ++

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−+

= (2-34)

RML = tahanan beban maksimum VSAT = tegangan saturasi op amp IM = arus maksimum Perhatikan bahwa penyelidikan Persamaan (2-34) menunjukkan bahwa tahanan beban maksimum adalah selalu kurang dari VSAT/IM. Tahanan beban minimum adalah nol.

Gambar 2.18 Konverter teganan ke arus

Page 21: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

28

2.5.6 Konverter Arus ke Tegangan Pada ujung penerima dari sistem trasnsmisi sinyal kontrol proses kita

sering perlu untuk mengubah arus kembali ke tegangan. Ini paling mudah dilakukan dengan rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.19. Rangkaian ini menyediakan suatu tegangan output yang diberikan oleh

Vout = IR (2-35)

asalkan tegangan saturasi op amp tidak tecapai. Resistor R pada terminal noninverting dipakai untuk memberikan stabilitas temperatur pada konfigurasi.

Gambar 2.19 Konverter arus ke tegangan

2.5.7 Sample and Hold

Ketika pengukuran harus antarmuka dengan sebuah proses digital dalam situasi kontrol atau pengukuran, seringkali perlu untuk menyediakan nilai tertentu pada konverter analog ke digital (ADC). Jadi, jika suatu pengukuran dibuat pada beberap waktu, bisa jadi selama prosedur konversi A/D nilai yang terukur berubah. Variasi seperti ini dapat menyebabkan error dalam proses konversi. Untuk mengurangi ini, sebuah op amp digunakan dalam konfigurasi sample-and-hold. Rangkaian ini, diperlihatkan pada Gambar 2.20, dapat mengambil sampel yang sangat cepat dari sinyal tegangan input dan kemudian menahan nilai ini, meskipun sinyal input mungkin berubah, sampai sampel yang lain diperlukan. Metode ini memanfaatkan kemampuan mengisi-menyimpan (charge-storing ability) dari kapasitor dan impedansi tinggi dari op amp yang menjadi sifatnya. Serperti diperlihatkan pada contoh rangkaian sederhana Gambar 2.20, saat saklar 1 ditutup, kapasitor dengan cepat berubah ke level tegangan input. Jika sekarang saklar 1 dibuka, op amp tegangan pengikut mengijinkan ukuran tegangan kapasitor diambil pada output tanpa megubah muatan kapasitor. Saat sample baru harus diambil, pertama saklar 2 ditutup untuk mengosongkan kapasitor dan karena itu merset rangkaian. Saklar-saklar yang digunakan biasanya saklar-saklar elektronik yang diaktifkan oleh level logika digital.

Page 22: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

29

Gambar 2.20 Rangkaian sample and hold. Tutup S1 untuk mengambil sampel dan buka untuk

menahan sampel. Tutup S2 untuk me-reset.

2.5.8 Integrator Rangkaian op amp biasa yang terakhir yang menjadi pertimbangan adalah

integrator. Konfigurasi ini, diperlihatkan pada Gambar 2.21, terdiri dari sebuah resistor input dan kapasitor umpan balik. Dengan menggunakan analisis ideal kita dapat mejumlahkan arus pada summing point sebagai

0=+dt

dVoutCR

Vin (2-36)

yang dapat diselesaikan dengan mengintegrasikan keduanya sehingga respons rangkaian adalah

∫−= dtVRC

Vout in1 (2-37)

yang ini menunjukkan bahwa tegangan output berubah-ubah sebagai integral dari tegangan input dengan faktor skala 1/RC. Rangkaian ini digunakan dalam banyak kasus dimana dinginkan integrasi dari output transduser. Fungsi-fungsi lain juga dapat diimplementasikan, seperti sebuah tegangan ramp linier. Jika tegangan input adalah konstan, Vin = K, maka peersamaan (2-37) menjadi

tRCKVout −= (2-38)

yang merupakan ramp linier, kemiringan negatif K/RC. Bebrapa mekanisme reset melalui pengosongan kapasitor harus diberikan karena jika tidak Vout akat naik sampai nilai saturasi output dan tetap pada keadaan itu.

Page 23: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

30

Gambar 2.21 Rangkaian integrator. Sebuah saklar ditempatkan melewati kapasitor untuk merset

integrator.

2.5.9 Linierisasi

Op amp memberikan peranan divais yang sangat efektif untuk linierisasi peralatan. Secara umum, ini dicapai dengan menempatkan elemen nonlinier dalam loop umpan balik dari op amp sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.22. Penjumlahan arus memberikan bahwa

( ) 0=+ VoutFR

Vin (2-39)

Dimana Vin = tegangan input R = tahanan input F(Vout) = perubahan nonlinier arus dengan tegangan

Gambar 2.22 Amplifier nonlinier dibuat dengan menempatkan elemen nonlinier dalam umpan

balik dari op amp.

Sekarang jika Persamaan (2-39) diselesaikan untuk Vout kita dapatkan

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

RVinGVout (2-40)

Dimana

F(Vout)

Page 24: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

31

Vout = tegangan output

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

RV

G in = fungsi nonlinier tegangan input, sebenarnya fungsi invers

dari F(Vout). Jadi, sebagai sebuah contoh, jika sebuah dioda diletakkan dalam umpan balik seperti diperlihatkan pada Gambar 2.23, maka fungsi F(Vout) adalah eksponensial

F(Vout) = Fo exp (αVout) (2-41)

Dimana F0 = konstanta amplitudo Α = konstanta eksponensial Invers dari fungsi ini adalah logaritma dan Persamaan (2-40) demikian menjadi

( ) ( )FoRnVinnVout llαα11

−= (2-42)

yang merupakan sebuah amplifier (linier) logaritmik. Divais umpan balik yeng berbeda dapat menghasilkan amplifier yang hanya meratakan variasi linier atau menyediakan operasi-operasi yang ditentukan seperti amplifier logaritmik.

Gambar 2.23 Saat sebuah dioda ditempatkan di kaki umpan balik sebuah op amp, sebuah amplifier

nonlinier dibentuk yang outputnya adalah proporsional ke logaritma natural dari input.

2.5.10 Rangkaian-Rangkaian yang Terintegrasi Khusus (IC) Merek rangkaian terintegrasi (IC) yang sangat banyak adalah tesedia dari

berbagi pabrik dan berguna untuk perancang instrumentasi kontrol proses. Divais untuk tujuan khusus seperti ini termasuk:

1. Amplifier instrumentasi diferensial gain tinggi. 2. Konverter arus ke tegangan. 3. Modulator/demodulator. 4. Jembatan dan detektor kesetimbangan. 5. Detektor phase sensitive.

Page 25: BAB II PENGKONDISI SINYAL ANALOG TUJUAN PEMBELAJARAN

32

Dalam bab berikutnya kita sering memerlukan pengkondisi sinyal yang akan diimplementasikan melalui penggunaan IC-IC khusus ini. Secara umum, kita akan menunjukkan perincian rancangan pengkondisi sinyal, tetapi pembaca seharusnya selalu sadar bahwa IC-IC untuk kegunaan khusus ini bisa membuat seperti tidak diperlukannya desain yeng teperinci.