bab ii (penelitian)
DESCRIPTION
glukosaTRANSCRIPT
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi
Glukosa adalah karbohidrat terpenting; kebanyakan karbohidrat dalam
makanan diserap kedalam aliran darah sebagai glukosa, dan gula lain diubah menjadi
glukosa di hati. Glukosa adalah bahan bakar metabolik utama pada mamalia dan
bahan bakar uviversal bagi janin. Glukosa adalah prekursor untuk sintesis semua
karbohidrat lain ditubuh, termasuk glikogen untuk penyimpanan; ribosa dan
deoksiribosa dalam asam nukleat; galaktosa dalam laktosa susu dalam glikolipid, dan
sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein dan proteoglikan. (harper hal
119) David A. Bender, Peter A. Mayes 2009.
Glukosa darah adalah
2.1.2 Metabolisme Glukosa
Metabolisme adalah seluruh reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam sel tubuh
makhluk hidup. Metabolisme dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam proses yaitu
anabolisme (penyusunan) dan katabolisme (penguraian). Metabolisme berperan
mengubah zat-zat makanan seperti: glukosa, asam amino, dan asam lemak menjadi
senyawa-senyawa yang diperlukan untuk proses kehidupan. Metabolisme
memerlukan keberadaan enzim agar prosesnya berjalan cepat. Hasil proses
metabolisme berupa energi dan zat-zat lain yang diperlukan oleh tubuh.
Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau
monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan
polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal.
Glukosa dalam darah masuk lewat vena porta hepatica kemudian masuk ke
sel hati. Selanjutnya glukosa diubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sebaliknya, jika
tubuh kekurangan glukosa, maka glikogen akan segera diubah lagi menjadi glukosa
(glikogenolisis). Hal ini dapat terjadi di hati karena hati memiliki kedua enzim
yang berperan dalam katabolisme maupun anabolisme karbohidrat.
Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara
waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar
glukosa darah sebagian besar tergantung pada hati yang mengekstraksi glukosa,
mensintesis glikogen dan melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang sangat
sedikit, jaringan perifer, otot dan adiposa juga mempergunakan ekstrak glukosa
sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam
mempertahankan kadar glukosa darah. (patofisiologi)
Penurunan kadar glukosa darah dikenali oleh sel α pankreas menghasilkan
hormon glukagon yang merangsang sel hati membebaskan glukosa dari glikogen
sehingga kadar gula darah kembali normal. Sebaliknya oleh sesuatu hal (makanan)
kadar gula darah naik, maka sel β pankreas menghasilkan insulin berperan
meningkatkan pengambilan glukosa dari darah ke dalam sel hati dan sel lainnya,
sehingga kadar glukosa darah kembali ke normal.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada kesimbangan fisiologis beberapa
hormon yaitu hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau hormon yang
meningkatkan kadar glukosa darah.
Secara normal glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat
digunakan oleh otak, retina, epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk
menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya.
Oleh karena itu, konsentrasi glukosa dalam darah harus dipertahankan pada kadar
yang cukup tinggi untuk menyediakan nutrisi yang penting ini.
Konsentrasi glukosa darah perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi karena
empat alasan berikut:
1. Glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan
ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan, akan dapat
mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel.
2. Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya glukosa
dalam air seni.
3. Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan duresis osmotik oleh ginjal,
yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit.
Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan pada
banyak jaringan, terutama pembuluh darah.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, epinefrin,
glukokortikoid dan growth hormone.
Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, dibentuk
oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas. Insulin berperan untuk meningkatkan
sintesis glikogen. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat akan merangsang
sekresi insulin dan mencegah sekresi glukagon. Insulin berfungsi mempermudah dan
mempercepat masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan afinitas molekul
karier glukosa. Glukosa setelah berada di dalam sel, oleh insulin akan disimpan atau
disintesis menjadi glikogen baik di hati, otot, atau jaringan lain. Kadar glukosa darah
disamping memacu pembebasan insulin oleh pankreas juga mempengaruhi glukostat
yang terdapat pada basal hipotalamus yang merupakan pusat kenyang (satiety center).
Pusat ini menghambat hipotalamus lateral yang merupakan pusat makan (feeding
center). Pada kondisi kadar glukosa darah rendah, pusat kenyang tidak lagi
menghambat pusat makan sehingga memacu pusat tersebut dan timbul keinginan
untuk makan (nafsu makan), pengambilan makanan, glukosa meningkat, kembali
normal.
Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain, glukagon yang
disekresi oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun. Efek
utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati
(glikogenolisis) dan meningkatkan proses glukoneogenesis di hati.kedua efek ini
sangat menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya. Menurut Guyton
(2007) efek yang paling dramatis dari glukagon adalah kemampuan glukagon untuk
menimbulkan glikogenolisis di hati,yang selanjutnya akan meningkatkan konsentrasi
glukosa darah dalam waktu beberapa menit.
Menurut Guyton (2007), epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan
jaringan kromafin lain ternyata juga dapat meningkatkan kadar gula darah. Epinefrin
berperan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam laktat karena merangsang
glikogenolisis pada hati dan otot sehingga terjadi hiperglikemik. Pada metabolisme
lemak, epinefrin merangsang lipolisis pada jaringan adiposum dan akan meningkatkan
kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Epinefrin juga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah ototskelet dan vasokonstriksi pembuluh darah splanchnik
dan sirkulasi kulit. Hal ini menyebabkan shunt glukosa dan FFA ke dalam otot
sehingga memungkinkan terjadinya proses oksidasi. Epinefrin juga mempengaruhi
kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga aliran darah pada otot menjadi semakin
cepat sehingga total konsumsi oksigen meningkat sampai 30%.
Mekanismenya sebagai berikut:
1. Glukosa dibebaskan dari timbunan (cadangan) glikogen melalui mekanisme
glikogenolisis di hati
2. Sekresi insulin dihambat
3. Penurunan kadar gula darah secara langsung merangsang saraf sympatis yang
menginervasi medulla adrenal untuk mensekresikan epinefrin. Epinefrin akan
meningkatkan glikogenolisis pada otot dan hati sehingga meningkatkan kadar
gula darah kemudian glukosa-6-posfat
4. Apabila kebutuhan glukosa telah tercukupi, maka akan terjadi hiperglikemi,
kemudian akan terjadi glikogenesis, sekresi insulin meningkat dan sekresi
epinefrin dihambat.
Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal mempunyai kemampuan
untuk merangsang proses glukoneogenesis (pembentukan karbohidrat dari protein dan
bebrapa zat lain) oleh hati sering kali menngkatkan kecepatan glukoneogenesis
sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Keadaan ini terutama disebabkan oleh efek kortisol
dimana kortisol meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untukmengubah asam-
asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan dari efek
glukokortikoid untuk mengaktifkan transkripsi DNA di dalam inti sel hati. Kortisol
juga menyebabkan pengangkatan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik,
terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma
untukmasuk dalamproses glukoneogenesis di hati dan oleh karena itu akan
meningkatkan pembentukan glukosa. Salah satu efek peningkatan glukoneogenesis
adalah sangat meningkatnya jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati.
Pengaruh kortisol tersebut membuat hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan
glukagon pada saat diperlukan nanti,seperti pada keadaan diantara makan. (Guyton
2007)
Hormon pertumbuhan (Growth hormone) yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior selain mempunya efekumum dalam pertumbuhan, ternyata juga
mempunyai berbagai efek metabolik yang spesifik meliputi:
1. Meningkatkan kecepatan sintesis protein dsebagan besar sel tubuh
2. Meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak, meningkatkan asam
lemak bebas dalam darah, dan meningkatkan penggunaan asaml emak untuk
energi
3. Menurunkan kecepatan pemakaian glukosa diseluruh tubuh
Jadi, efek hormon pertumbuhan adalah meningkatkan protein tubuh,
menghabiskan simpanan lemak, dan menghemat karbohidrat. Hormon pertumbuhan
menyebabkan berbagai efek yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat meliputi;
mengurangi ambilan glukosa didalam jaringan seperti otot skelet dan lemak,
meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan sekresi insulin.
Glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan hormon pertumbuhan (growth hormone),
membentuk suatu pelawan mekanisme regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin. (patofisiologi)
Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta
aktivitas fisik yang dilakukan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi baik secara
terpisah (sendiri-sendiri) atau bersamaan terhadap proses fisiologis yang mengatur
kadar glukosa darah. Jika makanan terbatas, maka latihan mampu menurunkan kadar
glukosa darah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan kadar gula darah antara lain:
1. Kandungan serat dalam bahan makanan.
2. Proses pencernaan.
3. Cara pemasakan.
4. Ada atau tidaknya zat anti terhadap penyerapan makanan sebagai zat anti nutrient.
5. Waktu makan dengan kecepatan lambat atau cepat .
6. Pengaruh intoleransi glukosa.
7. Peka tidaknya makanan.
1.1.4 Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah dengan Tingkat Kejadian Diabetes Melitus
Menurut David E Schteingart (2007), diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk dengan manifestas berupa
hlangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka
diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik
dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Sedangkan menurut Guyton
(2007) Diabetes Melitus merupakan suatu sindroma dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau
penurunan senstifitas jaringan terhadap insulin. Menurut Alvin C. Powers (2008)
Diabetes Melitus merupakan suatu kelainan metabolik yang paling sering terjadi,
ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh interaksi yang sangat kompleks
antara genetik dan faktor lingkungan. Faktor kontribusi terpenting terhadap tingkat
kejadian Diabetes Melitus adalah hiperglikemia yang disebabkan oleh perubahan
sekresi insulin, penurunan ambilan glukosa dan peningkatan produksi glukosa.
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode
presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Tabel 1 menjelaskan klasifikasi
yang diperkenalnya oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan
pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi
glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Heakth Organization (WHO) dan
telahn dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis ganggusn toleransi glukosa:
1. Diabetes melitus tipe 1 dan 2
2. Diabetes gestasional
3. Tipe khusus lain
Dua kategori lain dari tolerasi glukosa abnormal adalah ganggusn toleransi glukosa dan
gangguan glukosa puasa.
Sesuai dengan kriteria ADA untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis
diabetes melitus ditegakkan berdasarkan penemuan gejala-gejala klasik diabetes dan
hiperglikemia yang jelas,kadar glukosa plasmapuasa ≥ 126 mg/dl (7 mmol/L) pada
sekurang-kurangnya dua kesempatan, dan kadar glukosa plasma yang didapat selama
tes toleransi glukosa oral (OGTT) ≥ 200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali
antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien makann glukosa. Kadar glukosa puasa yang
ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan indeks terbaik dengan
nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut
retinopati diabetik, yaitu suatu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya.
Glukosa darah puasa merupakan metode yang dianjurkan untuk penapisan diabetes.
2.2 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep