bab ii pendekatan teoritis 2.1 tinjauan pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau...

20
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konservasi Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi yang bertujuan melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati, dan melindungi proses- proses ekologi. Kawasan Konservasi Laut (KKL) meliputi; Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Taman Nasional Laut (TNL), Taman Wisata Alam Laut (TWAL), Cagar Alam Laut (CAL), Suaka Margasatwa Laut (SML), Daerah Perlindungan Laut (DPL), dan Suaka Perikanan (SP). Tujuan dari penetapan kawasan konservasi yang tertera dalam pasal 3 Undang-undang Konservasi Hayati (UUKH Tahun 1990) yang dikutip oleh Hardjasoemantri (1991) adalah sebagai berikut: “Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia”. Hingga Tahun 2009, jumlah KKL di Indonesia berjumlah 89 dengan luas keseluruhan adalah 22.175.609 ha. Jumlah dan luasan Kawasan Konservasi Laut (KKL) di Indonesia Tahun 2009 secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 2. 2.1.1.1 Manfaat dan Tujuan Penetapan Kawasan Konservasi Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai berikut (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001): 1. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi dan integrasi ekosistem. 2. Meningkatkan hasil perikanan. Kawasan konservasi dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan, meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.

Upload: lyphuc

Post on 27-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

5

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konservasi

Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi

ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi yang

bertujuan melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan, dan meningkatkan

kualitas sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati, dan melindungi proses-

proses ekologi. Kawasan Konservasi Laut (KKL) meliputi; Kawasan Konservasi

Laut Daerah (KKLD), Taman Nasional Laut (TNL), Taman Wisata Alam Laut

(TWAL), Cagar Alam Laut (CAL), Suaka Margasatwa Laut (SML), Daerah

Perlindungan Laut (DPL), dan Suaka Perikanan (SP). Tujuan dari penetapan

kawasan konservasi yang tertera dalam pasal 3 Undang-undang Konservasi Hayati

(UUKH Tahun 1990) yang dikutip oleh Hardjasoemantri (1991) adalah sebagai

berikut:

“Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan

mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia”.

Hingga Tahun 2009, jumlah KKL di Indonesia berjumlah 89 dengan luas

keseluruhan adalah 22.175.609 ha. Jumlah dan luasan Kawasan Konservasi Laut

(KKL) di Indonesia Tahun 2009 secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 2.

2.1.1.1 Manfaat dan Tujuan Penetapan Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai

berikut (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001):

1. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi dan integrasi

ekosistem.

2. Meningkatkan hasil perikanan. Kawasan konservasi dapat melindungi

daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan, meningkatkan

kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.

Page 2: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

6

3. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata. Kawasan konservasi dapat

menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang

bernilai ekologis dan estetika.

4. Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem. Kawasan

konservasi dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat

terhadap ekosistem pesisir dan laut, menyediakan tempat yang relatif tidak

terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan

penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi

laut dan dampak aktivitas menusia terhadap keanekaragaman hayati laut.

5. Memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir. Kawasan

konservasi dapat membantu masyarakat lokal dalam mempertahankan basis

ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan secara

optimal dan berkelanjutan.

Pada pasal empat dari UUKH Tahun 1990 dinyatakan bahwa konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan

kewajiban pemerintah serta masyarakat. Artinya bahwa pengelolaan kawasan

konservasi dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk masyarakat. Namun dalam

kenyataannya, yang lebih berwenang adalah pihak pemerintah baik pusat maupun

daerah yang menyatakan dirinya sebagai pihak yang mencetuskan dan pemilik

kawasan konservasi sedangkan masyarakat terbatas dalam hal pengelolaan.

Mengingat pentingnya kawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan mutu kehidupan manusia secara khusus masyarakat lokal maka

masyarakat juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam kegiatan

konservasi. Hal ini nantinya akan berimplikasi dalam penerapan proses konservasi

yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring.

2.1.1.2 Penetapan Zona Kawasan Konservasi

Sistem zonasi kawasan konservasi adalah pembagian wilayah di dalam

kawasan menjadi zona-zona guna menentukan kegiatan-kegiatan pengelolaan

yang diperlukan secara tepat dan efektif dalam rangka mencapai tujuan

Page 3: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

7

pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya

(DEPHUT 1995 dikutip Manoppo 2002).

Masalah yang penting dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi

adalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena

penentuan zona ini akan menentukan siapa pelaku yang berhak mengelola dan

memanfaatkan bahkan hal ini bisa memicu terjadinya konflik. Menurut Bengen

(2001), secara umum zona-zona di kawasan konservasi dikelompokkan menjadi

tiga zona yaitu:

1. Zona inti atau zona perlindungan: habitat di zona ini memiliki nilai

konservasi yang tinggi oleh karena itu zona ini harus dikelola dengan tingkat

perlindungan yang tinggi serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas

manusia khususnya mengeksploitasi.

2. Zona penyangga: zona ini bersifat lebih terbuka tetapi tetap dikontrol dan

beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Penyangga di

sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi

dari berbagai aktifitas pemanfaatan yang mengganggu dan melindungi

kawasan dari pengaruh eksternal.

3. Zona pemanfaatan: lokasi ini masih memiliki nilai konservasi tertentu tetapi

dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi

beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan

konservasi.

Penetapan zonasi di atas hampir berlaku di seluruh kawasan konservasi di

Indonesia walaupun ada kawasan yang memiliki batas zonasi lebih dari ketiga

zona di atas. Ketika penetapan zonasi dilakukan menjadi hal yang penting untuk

diperhatikan adalah komunitas lokal atau masyarakat pesisir yang beroperasi di

zona-zona tersebut. Banyak kasus dilapangan membuktikan, area yang sering

dilalui nelayan lokal harus di ambil dan dijadikan zona terlindungi bahkan nelayan

tersebut tidak boleh melintas atau beroperasi di area tersebut. Padahal area yang

termasuk zona terlindungi merupakan area yang sudah sejak lama mereka

manfaatkan dan kelola. Hal ini lah yang justru menimbulkan konflik, sehingga

ketika penetapan zonasi harus melibatkan peran masyarakat lokal guna

meminimalisir konflik yang akan terjadi.

Page 4: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

8

2.1.2 Daerah Perlindungan Laut

2.1.2.1 Pengertian, maksud, dan tujuan pembentukan DPL

Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah salah satu bentuk pengelolaan

sumberdaya pesisir dan lautan. DPL didefinisikan sebagai area larang ambil (no

take zone area) dan dikelola oleh masyarakat lokal (Coremap II 2009). Daerah

Perlindungan Laut yang yang dikelola oleh masyarakat lokal disebut DPL-BM

(Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat). DPL-BM merupakan daerah

pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari

kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya serta dikelola oleh masyarakat

setempat. Demikian pula kegiatan manusia di dalam kawasan DPL-BM diatur

atau sedapat mungkin dibatasi. Pengaturan, pembatasan, dan larangan kegiatan

tersebut ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam bentuk

peraturan kampung (Coremap II 2009).

Prinsip dasar dari DPL adalah zona larang ambil bersifat permanen dan tidak

untuk dibuka pada waktu-waktu tertentu. Daerah Perlindungan Laut dimaksudkan

untuk :

1. Mengurangi kegiatan bersifat destruktif terhadap sumberdaya laut dan

pesisir, khususnya bagi terumbu karang dan mangrove (Salm et al. 2000

dikutip Setianingsih 2010)

2. Melindungi spesies langka dan habitatnya, serta mempertahankan produksi

perikanan (Salm et al. 2000 dikutip Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

3. Dapat merehabilitasi/menjaga sumberdaya laut akibat aktifitas yang merusak

(Salm et al. 2000 dikutip Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

4. Mengembangkan kegiatan yang dapat meningkatkan

perekonomian/pendapatan bagi masyarakat lokal (Salm et al. 2000 dikutip

Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

5. Mendidik masyarakat lokal dalam hal perlindungan laut/konservasi sehingga

dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat

(Coremap II 2009)

DPL secara khusus dapat ditetapkan di suatu kawasan yang aktifitas

perikanannya sudah berlangsung lama dan habitat terumbu karangnya mungkin

Page 5: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

9

mulai rusak oleh aktifitas manusia. Perlindungan terhadap kawasan terumbu

karang dari kegiatan penangkapan ikan dan aktifitas manusia lainnya akan

memberikan kesempatan kepada terumbu karang dan organisme laut lainnya yang

sudah rusak atau binasa untuk kembali hidup dan berkembang biak. Nantinya

kawasan terumbu karang yang kaya nutrisi, menyediakan tempat hidup dan

makanan bagi ikan-ikan untuk hidup, makan, tumbuh, dan berkembang biak.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 1. Daerah Perlindungan Laut

2.1.2.2 Manfaat dan Sistem Zonasi Daerah Perlindungan Laut (DPL)

COREMAP II (2008) menyatakan bahwa manfaat yang dapat diperoleh dari

Daerah Perlindungan Laut diantaranya adalah, (i) meningkatkan hasil tangkapan

perikanan lokal, (ii) keuntungan ekonomis karena pemeliharaan ikan yang lebih

baik, (iii) menciptakan kesempatan kerja, dan (iv) membantu penegakan aturan.

DPL harus memiliki zona inti, yaitu suatu areal yang di dalamnya kegiatan

penangkapan ikan dan aktivitas pengambilan sumberdaya lainnya sama sekali

tidak diperbolehkan (no take zone area). Begitu juga kegiatan yang dapat merusak

terumbu karang di zona inti seperti pengambilan karang, pelepasan jangkar, serta

penggunaan galah untuk mendorong perahu di atas terumbu karang juga dilarang.

Aturan larang ambil sangat penting di zona inti. Namun demikian, keputusan

pelarangan tersebut tergantung pada keinginan masyarakat itu sendiri.

Page 6: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

10

Pada umumnya, DPL-BM memiliki zona inti dan zona penyangga. Zona

penyangga adalah suatu kawasan di sekeliling zona inti yang memperbolehkan

beberapa jenis kegiatan, termasuk penangkapan ikan. Penangkapan yang

diperbolehkan adalah dengan menggunakan cara tradisional seperti memancing,

memanah, dan menggunakan perahu tradisional. Kegiatan penyelaman dengan

menggunakan scuba dan snorkeling juga diizinkan. Sementara itu, kegiatan

penangkapan ikan secara komersil seperti penggunaan perahu berlampu, dan

penggunaan beberapa jenis alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang tetap

dilarang dalam zona penyangga ini (Coremap II 2009).

2.1.2.3 Proses Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

Daerah Perlindungan Laut ditetapkan dengan tujuan menjamin keberlanjutan

dari sumberdaya laut dan memberikan kesempatan kepada masyarakat sebagai

pengelola utama. Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM)

dibuat dan ditetapkan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat

melalui suatu peraturan yang disepakati bersama atau kesepakatan kampung.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pembentukan DPL adalah sebagai

berikut (Coremap II 2009):

1. Pengenalan masyarakat dan identifikasi isu

Langkah ini merupakan upaya mengajak masyarakat memahami peran DPL-

BM dan manfaat yang diperoleh. Kemudian mengidentifikasi isu dengan

mengumpulkan data dasar mengenai kondisi desa dan mengidentifikasi isu

utama.

2. Persiapan program DPL-BM

Pada langkah kedua, kegiatan yang dilakukan adalah pendidikan lingkungan

hidup terhadap masyarakat lokal, pelatihan yang bertujuan membangun

kapasitas masyarakat, pemetaan terumbu karang, dan pembentukan

kelompok pengelola DPL-BM.

3. Konsultasi dan pembuatan aturan

Langkah ini dilakukan secara formal dan informal demi mendapatkan

kesepakatan terhadap, lokasi DPL, zona DPL, ukuran atau luasan DPL, hal-

Page 7: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

11

hal yang dilarang dan diperbolehkan dalam zona yang ditetapkan, sanksi dan

kewajiban pengelola, serta rancangan peraturan desa.

4. Persetujuan aturan

Ketika masyarakat dan pihak yang berkepentingan telah bersepakat untuk

membentuk DPL maka selanjutnya adalah membuat persetujuan aturan yang

telah didiskusikan. Aturan desa tentang DPL-BM ditetapkan secara formal

melalui peraturan desa yang didukung mayoritas masyarakat setempat,

ditandatangani oleh pemerintah desa dan lembaga-lembaga perwakilan di

desa dan diteruskan kepada Kepala Kecamatan dan Bupati .

5. Pelaksanaan dan pemantauan

Langkah terakhir yang dilakukan adalah pemasangan tanda batas permanen;

pemasangan papan peraturan dan informasi; peresmian DPL; patroli dan

pemantauan secara rutin; pelaksanaan dan penegakan peraturan DPL; serta

evaluasi.

Secara umum, konsep yang diterapkan oleh Coremap dalam proses

pembentukan DPL-BM adalah mengikuti siklus pengelolaan sumberdaya pesisir,

mulai dari identifikasi isu, persiapan perencanaan, pendanaan dan adopsi formal,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 2. Siklus Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

Page 8: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

12

2.1.2.4 Penentuan Lokasi dan Ukuran DPL

Adapun beberapa syarat penentuan lokasi dan ukuran Daerah Perlindungan

Laut yang digunakan oleh Coremap II Kabupaten Raja Ampat, antara lain adalah

(Coremap II 2008):

1. Kondisi tutupan karang hidup (karang keras dan lunak) dalam kondisi yang

baik (tutupan karang di atas 50 persen)

2. Kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut lainnya cukup tinggi

3. Merupakan terumbu karang “sumber” (source reef)

4. Mencakup 10 persen-20 persen dari keseluruhan habitat terumbu karang

yang ada di wilayah suatu desa

5. Habitat terumbu karang yang mencakup rataan dan kemiringan karang dan

secara ideal memiliki lamun dan habitat mangrove (tetapi tidak harus selalu

memiliki lamun dan mangrove)

6. Suatu kawasan yang diketahui merupakan tempat ikan bertelur

7. Lokasinya masih berada dalam jangkauan penglihatan masyarakat sehingga

mudah diamati dan memudahkan pemantauan serta penerapan aturan yang

berlaku

2.1.3 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat

Melimpahnya sumberdaya alam pesisir dan laut yang dimiliki Indonesia

tentunya memerlukan strategi pengelolaan yang dapat secara efektif

meningkatkan kuantitas di segala bidang, baik ekonomi masyarakat maupun

konservasi dan kelestarian sumberdaya alam. Upaya tersebut dilatar belakangi

oleh kenyataan bahwa pendekatan dari atas (top down) yang menempatkan

pemerintah sebagai pemegang peran utama, terbukti tidak efektif. Menurut Perez

(1995) seperti dikutip oleh Saad (2003), proses pengelolaan tersebut

mengakibatkan hilangnya sistem masyarakat dan tata nilai yang sudah berlaku

secara turun temurun.

Hal tersebut mendorong para ahli untuk merekomendasikan pengembangan

pengelolaan bersama atau pengelolaan perikanan berbasis masyarakat (community

based fisheries management). Saad (2003) mendefinisikan pengelolaan perikanan

berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggung jawab dan otoritas antara

Page 9: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

13

pemerintah setempat dan sumberdaya setempat (local community) untuk

mengelola sumberdaya perikanan. Secara formal dan informal, pengelolaan model

ini diwujudkan dalam bentuk penyerahan hak milik (property rights) atas

sumberdaya perikanan kepada masyarakat. Selain itu menurut Ruddle (1999)

seperti dikutip oleh Ruddle dan Satria (2010), unsur-unsur pengelolaan

sumberdaya perikanan berbasis masyarakat antara lain :

1. Territorial Boundary (batasan wilayah)

2. Rules (peraturan)

3. Authority (kewenangan)

4. Monitoring (pengawasan)

5. Sanctions (sanksi)

2.1.4 Hak Kepemilikan

Ketika berbicara pemanfaatan dan pengelolaan suatu kawasan konservasi

ataupun sumberdaya alam secara umum, maka tidak terlepas dari konteks hak

kepemilikan para pengguna terhadap sumberdaya alam yang akan dimanfaatkan.

Dengan adanya kejelasan akan hak milik seseorang maka akan menentukan dan

membatasi sejauh mana ia dapat mengambil dan mengelola sumberdaya dan juga

dapat menjauhi terjadinya konflik kepentingan atas sumberdaya alam yang

menjadi objek. Hak-hak tersebut akan menentukan status kepemilikan seseorang

atau kelompok atas sumberdaya.

Menurut Ostrom dan Schlager yang dikutip Satria (2009), terdapat lima tipe

hak-hak dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu:

1. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya

yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non

ekstraktif.

2. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan

sumberdaya.

3. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam

pengelolaan sumberdaya.

Page 10: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

14

4. Hak ekslusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh

memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain.

5. Hak pengalihan (alienation right) adalah hak untuk menjual atau

menyewakan sebagian atau seluruh hak kolekif tersebut di atas.

Terkait dengan hak kepemilikan atas sumberdaya, maka penting untuk

diketahui rezim-rezim kepemilikan yaitu akses terbuka (open access), negara

(state property), swasta (private property), dan masyarakat (communal property).

Tabel 1. Rezim Kepemilikan Atas Sumberdaya Alam di Indonesia

Rezim

kepemilikan

Keterangan

Akses terbuka

(open access)

Akses terbuka, tidak ada pengaturan tentang apa, siapa,

kapan, dimana, dan bagaimana terjadinya persaingan

bebas. Pada rezim ini, tragedy of the commons sering

terjadi. Selain itu kerusakan sumberdaya, konflik antara

pelaku, dan kesenjangan ekonomi pun mengikutinya.

Negara (state

property)

Hak kepemilikan berada di tingkat daerah hingga pusat

dan berlaku pada sumberdaya yang menjadi hajat hidup

orang banyak. Pada rezim ini sering terjadi konflik antara

pemerintah pusat dan daerah atau dengan pihak lainnya.

Swasta (private

property)

Hak kepemilikan lebih bersifat temporal atau dalam jangka

waktu tertentu karena izin pemanfaatan yang diberikan

pemerintah. Rezim ini sangat berpotensi menimbulkan

konflik dengan masyarakat setempat dan terjadinya kesenjangan ekonomi.

Komunal atau

masyarakat

Rezim ini ditandai oleh hak kepemilikan yang sifatnya

sudah turun temurun, lokal, dan spesifik. Peraturan yang

ada dibuat berdasarkan pengetahuan lokal dan

pelaksanaannya lebih efektif. Kekurangan rezim ini adalah

lemahnya legitimasi secara formal dari pemerintah atas aturan-aturan lokal yang ada.

Sumber : Satria (2009)

Hak-hak di atas dikategorikan berdasarkan dimiliki atau tidaknya hak

tersebut oleh setiap pemangku kepentingan. Orang yang memiliki hak tersebut

juga diklasifikasikan ke dalam lima kategori, seperti tertera pada tabel dibawah

ini:

Page 11: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

15

Tabel 2. Status Hak Kepemilikan

Hak Milik Owner Proprietor Claimant Authorized

user

Authorized

entrant

Access x x x x x

Withdrawal x x x x

Management x x x

Exclusion x x

Alienation x

Sumber : Ostrom dan Schlager (1996) dikutip Satria (2009)

2.1.5 Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal atau berada di

wilayah pesisir, dan sebagian besar hidupnya bergantung pada kekayaan

sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir. Secara turun temurun mereka

bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang antar pulau, dan lain-lain.

Nikijuluw (2005) menggolongkan masyarakat pesisir dalam dua tipe kelompok

yaitu kelompok non-perikanan (penjual jasa pariwisata, jasa transportasi, dan yang

memanfaatkan sumberdaya non hayati laut dan pesisir) dan kelompok perikanan

(nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang ikan).

Secara umum, yang menjadi pembeda masyarakat pesisir dengan

masyarakat desa dan kota adalah dari aspek kondisi sosial dan ekonomi mereka

yang umumnya terbelakang (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003). Penyebab

dari kemiskinan masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya

adalah :

1. Tidak adanya akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, dan akses

terhadap pasar (Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

2. Pendapatan yang relatif rendah (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003;

Satria 2002).

3. Kurangnya kelembagaan penunjang (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin

2003).

4. Lemahnya insfrastruktur baik sosial, fisik, maupun ekonomi (Rahardjo 1996

dikutip Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

Page 12: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

16

5. Rendahnya tingkat pendidikan dan status kesehatan (Rahardjo 1996 dikutip

Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

6. Kebijakan pemerintah yang berorientasi pada produksi sehingga

menyebabkan tangkap lebih (over fishing) (Tindjbate 2001 dikutip Karim

2005).

Kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi dua macam

yaitu kemiskinan tetap (absolute) dan kemiskinan relatif. Kemiskinan tetap

(absolute) merupakan kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan

(Satria 2002; Ibrahim 2007). Garis kemiskinan pun bermacam-macam bergantung

pada institusi yang mengeluarkan ukurannya, diantaranya :

1. Menurut BPS, kemiskinan dapat diukur dengan cara membandingkan total

pengeluaran penduduk per kapita per bulan terhadap garis kemiskinan yang

berlaku yakni tingkat pengeluaran untuk makanan kurang dari 2100 kalori

(Satria 2002; Ibrahim 2007).

2. Selain itu, Sajogjo menggunakan ukuran pengeluaran konsumsi beras untuk

mengukur kemiskinan. Menurut garis kemiskinan Sajogjo, kategorinya

berdasarkan tingkat pengeluaran setara kilogram beras perkapita pertahun

adalah sebagai berikut (Sajogjo dikutip Satria 2002; Sajogjo 1977 dikutip

Kamarijah 2003) :

a. Sangat miskin : untuk desa adalah 180 kg beras/tahun sedangkan

penduduk dikota adalah 270 kg beras/tahun.

b. Miskin sekali : untuk daerah pedesaan setara dengan 240 kg beras/tahun,

sedangkan penduduk perkotaan setara dengan 360 kg beras/tahun.

c. Miskin : untuk pedesaan adalah 320 kg beras/tahun, sedangkan

perkotaan setara dengan 480 kg beras/tahun.

Ukuran kemiskinan kedua adalah kemiskinan relatif, dimana pengukurannya

dengan membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok pendapatan

lainnya (Satria 2002) atau didasarkan pada pertimbangan individual untuk

meningkatkan tingkat kesejahteraan (Raharto dan Romdiati 2002 dikutip Ibrahim

2007).

Page 13: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

17

Kesejahteraan masyarakat dapat dianalisis berdasarkan data kependudukan,

kesehatan masyarakat, pendidikan, tingkat kelahiran atau fertilitas, kriminalitas,

serta perumahan dan lingkungan (BPS 2001). Sedangkan karakteristik sosial

ekonomi penduduk yang lebih spesifik diperoleh berdasarkan:

1. Konsumsi/pengeluaran/pendapatan.

2. Kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pemukiman.

3. Sosial budaya, kesejahteraan rumah tangga, dan kriminalitas.

2.1.5.1 Pendapatan

Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen

input dan output yang digunakan dalam usaha, serta besarnya keuntungan yang

diperoleh dari suatu usaha. Keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara total

penerimaan (total revenue) dan total biaya (total cost). Apabila penerimaan total

lebih besar dibandingkan dengan biaya total maka usaha tersebut dikatakan

untung, jika sebaliknya usaha tersebut dikatakan merugi (Djamin 1984 dikutip

Lee Won Jae 2010). Adapun formula yang digunakan untuk menghitung

keuntungan usaha adalah :

Keterangan : µ = Keuntungan (rupiah)

TR = Total Penerimaan (rupiah)

TC = Total Biaya (rupiah)

2.1.6 Sikap

Merujuk kepada Thurstone, Rokeach, Baron & Byrne, Myres, dan Gerungan

seperti dikutip Walgito (2003), sikap mengandung tiga komponen yang

membentuk struktur sikap, yaitu:

µ = TR-TC

Page 14: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

18

1. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan,

keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang

mempersepsi terhadap objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang

terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan

rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak

terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu

menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku

seseorang terhadap objek sikap.

2.2 Kerangka Pemikiran

Konservasi adalah salah satu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk

melindungi ekosistem dan sumberdaya hayati. Penetapan suatu wilayah untuk

menjadi Daerah Perlindungan Laut (DPL) dilandasi dua faktor pendorong.

Pertama, adanya kerusakan ekosistem pesisir dan laut seperti kerusakan terumbu

karang, erosi pantai, kerusakan ekosistem mangrove, dan lain-lain. Menurunnya

keanekaragaman hayati pesisir dan laut dapat mengancam keberlanjutan

sumberdaya di masa depan sehingga dibutuhkan upaya untuk menetapkan

kawasan konservasi guna melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi

dan integrasi ekosistem (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001).

Faktor kedua yang menjadi pendorong penetapan DPL adalah sumberdaya alam

yang melimpah. Kekayaan laut Indonesia telah diakui, khususnya di daerah Timur

Indonesia, oleh karena itu untuk menjamin keberlanjutan kelimpahan sumberdaya

tersebut, konservasi diyakini sebagai upaya yang efektif.

Selain tujuan konservasi laut untuk melindungi ekosistem sumberdaya

pesisir dan laut, tujuan lainnya adalah memberikan manfaat sosial ekonomi bagi

masyarakat pesisir atau nelayan (Agardy dan Barr et al. 1997 dalam Bengen

2001). Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat lokal dalam

Page 15: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

19

mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa

lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini juga dipertegas dalam

Undang-undang Konservasi Hayati (UUKH) pasal 3 Tahun 1990 tentang tujuan

dari penetapan kawasan konservasi adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian

sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih

mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

manusia. Namun bagaimana kenyataan di lapangan, itulah yang menjadi fokus

penelitian ini khususnya dampak penetapan DPL terhadap kondisi sosial ekonomi

nelayan sebagai pihak yang telah turun temurun bergantung pada sumberdaya

tersebut.

Nelayan sebagai bagian dari Daerah Perlindungan Laut tentu saja memiliki

hak-hak untuk memasuki kawasan, mengambil, mengolah, menjaga, dan

mendapatkan hasil dari sumberdaya yang ada di dalam DPL. Seperangkat hak

nelayan meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right),

hak pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right). Hak-hak

tersebut telah dimiliki sejak sebelum wilayah pesisir dan laut ditetapkan sebagai

kawasan konservasi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana

seperangkat hak tersebut setelah ditetapkan DPL, apakah mengalami perubahan

atau tidak. Respon masyarakat mengenai keberadaan DPL dan sistem zonasi,

dampak bagi seperangkat hak nelayan dan keuntungan yang didapatkan akan

menjadi pengukuran bagaimana pengaruh penetapan DPL terhadap seperangkat

hak yang dimiliki mereka.

Penetapan DPL tentu saja membentuk sistem zonasi pengelolaan

sumberdaya laut dan akan mempengaruhi hak nelayan dalam memanfaatkan

sumberdaya yang ada. Ketika sistem zonasi ditentukan, maka akan terjadi

perubahan seperangkat hak tersebut, dan akan berpengaruh terhadap hasil

tangkapan dan pendapatan nelayan. Bagaimanakah respon nelayan terhadap

keberadaan DPL dan perubahan sistem zonasi akan menjadi salah satu fokus dari

penelitian ini. Secara umum keterkaitan antar variabel-variabel dapat digambarkan

dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :

Page 16: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

20

Keterangan : Hubungan Pengaruh

Fokus aspek yang dikaji

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Faktor pendorong penetapan kawasan konservasi

Penurunan kuantitas dan

kualitas sumberdaya pesisir

dan laut

Kekayaan sumberdaya

pesisir dan laut

Kondisi sosial ekonomi nelayan

Sebelum Sebelum

Sesudah Sesudah

Kondisi ekonomi

Tingkat Pendapatan

Nelayan

Kondisi Sosial

Seperangkat hak nelayan (bundles Of right)

Hak akses (access right)

Hak pemanfaatan

(withdrawal right)

Hak pengelolaan

(management right)

Hak ekslusi (exclusion right)

Respon nelayan

Tingkat pengetahuan nelayan terhadap

DPL dan perubahan zonasi

Tingkat afeksi nelayan terhadap DPL dan

perubahan zonasi

Penetapan Daerah

Perlindungan Laut (DPL)

Perubahan Zonasi

Page 17: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

21

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap perubahan seperangkat hak (bundles of right) nelayan.

2. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap tingkat pendapatan nelayan.

2.4 Definisi Konseptual

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah konseptual yang digunakan

sebagai pengertian awal beberapa variabel dari penelitian ini. Definisi dari

berbagai variabel yang ada diperoleh melalui pemahaman atas berbagai definisi

dan teori yang terkait dengan variabel tersebut. Istilah-istilah konseptual tersebut

yaitu:

1. Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sebuah areal yang berada di

wilayah pasang surut atau di atasnya, termasuk air yang melingkupinya

beserta berbagai flora, fauna serta peninggalan sejarah dan berbagai bentuk

kebudayaan, yang telah ditetapkan oleh aturan hukum yang berlaku maupun

oleh cara-cara lain yang efektif, dilindungi baik sebagian maupun

keseluruhannya.

2. Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah daerah pesisir dan laut yang dipilih

dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan

pengambilan sumberdaya serta dikelola oleh masyarakat setempat.

3. Pengelolaan kawasan konservasi adalah pengelolaan yang dikelola oleh

pemerintah tetapi tidak menutup kemungkinan dikelola oleh masyarakat

untuk pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya. Pengelolaan ini mencakup kegiatan memanfaatkan kawasan

atau mengambil sumberdaya dalam DPL secara adil dan lestari.

4. Nelayan adalah penduduk lokal yang menggantungkan hidupnya dengan

memanfaatkan sumberdaya yang ada di Daerah Perlindungan Laut (DPL).

Page 18: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

22

5. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang

meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak

pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

2.5 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan

untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi

batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah

tersebut yaitu:

1. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang

meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak

pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

a. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya

yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non

ekstraktif. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan :

Nelayan tidak dapat melintas di lokasi DPL = skor 1= rendah

Nelayan dapat melintas di lokasi DPL = skor 2 = tinggi

b. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan

sumberdaya. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan:

Nelayan tidak dapat mengambil sumberdaya di DPL = skor 1 = rendah

Nelayan dapat mengambil sumberdaya secara bebas = skor 2 = tinggi

c. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam

pengelolaan sumberdaya. Hak pengelolaan dapat diukur dari keterlibatan

masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring, serta

mendapatkan hasil. Pengukuran :

Nelayan tidak terlibat dalam penjagaan DPL dan tidak berhak melarang

siapapun untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 1 = rendah

Nelayan terlibat dalam penjagaan DPL dan berhak melarang siapapun

untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 2 = tinggi

Page 19: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

23

d. Hak ekslusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh

memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain.

Pengukurannya:

Tidak ada = skor 1

Ada = skor 2

2. Respons nelayan adalah tanggapan nelayan atas penetapan DPL dan sistem

zonasi yang dibuat. Pengukurannya melalui aspek kognitif (pengetahuan)

dan aspek afektif nelayan akan keberadaan DPL dan sistem zonasi yang

dibentuk.

a. Tingkat pengetahuan nelayan terhadap DPL adalah pemahaman nelayan

akan keberadaan Daerah Perlindungan Laut dan sistem zonasi. Tingkat

pengetahun nelayan dapat diukur dengan pertanyaan :

i) Nelayan tahu pengertian DPL

ii) Nelayan tahu manfaat dan tujuan DPL

iii) Nelayan tahu aturan dan larangan yang dibuat terkait DPL

iv) Nelayan tahu sanksi-sanksi yang diberikan bagi yang melanggar

aturan-aturan di DPL

Pengukurannya : Tidak = skor 1

Iya = skor 2

b. Aspek afeksi nelayan terhadap DPL dan perubahan zonasi adalah respon

nelayan yang berhubungan dengan rasa setuju atau tidak setuju terhadap

penetapan DPL dan sistem zonasi yang dibentuk. Tingkat afeksi nelayan

terhadap penetapan DPL dan sistem zonasi dapat diukur dengan pernyataan :

i) Penetapan DPL penting untuk keberlanjutan sumberdaya laut

ii) Penetapan DPL tidak membuat nelayan terbatas untuk masuk keluar

kawasan

iii) Penetapan DPL tidak membuat jumlah tangkapan nelayan berkurang

iv) Penetapan DPL tidak membuat perubahan sistem zonasi nelayan

Pengukurannya: Tidak= skor 1

Iya = skor 2

Page 20: BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 ... fileadalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena penentuan zona ini akan menentukan siapa

24

Pengukuran tingkat respons nelayan adalah skor total dari aspek kognitif dan

aspek afeksi responden :

Skor di bawah skor rata-rata = Respons nelayan negatif terhadap

penetapan DPL

Skor di atas skor rata-rata = Respons nelayan positif terhadap penetapan

DPL

3. Pendapatan (TI) nelayan adalah total penerimaan nelayan (TR) dari sektor

perikanan dikurangi total pengeluaran (TC) untuk menunjang kegiatan

perikanan. Ukuran pendapatan ditentukan berdasarkan rata-rata pendapatan

responden dari sektor perikanan di tempat penelitian.

Pendapatan < rata-rata pendapatan = skor 1 = rendah

Pendapatan > rata-rata pendapatan = skor 2 = tinggi

4. Tingkat penerimaan (TR) nelayan adalah jumlah penghasilan secara

keseluruhan yang diperoleh dari kegiatan menangkap ikan di laut. Skala

pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah

Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi

5. Tingkat pengeluaran nelayan adalah jumlah pengeluaran secara keseluruhan

untuk kegiatan melaut. Skala pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah

Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi