bab ii pemeroman pantai semarang

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan dan Alur Pelayaran Menurut Salim (1994), pelabuhan merupakan suatu lingkungan kerja yang terdiri dari area daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitasnya untuk berlabuh dan bertambat kapal, guna terselenggaranya bongkar muat barang serta turun-naiknya penumpang dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya. Fasilitas pelabuhan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: fasilitas untuk kapal (alur pelayaran, kolam pelabuhan, dermaga, sarana bantu navigasi dan perbaikan kapal), fasilitas untuk barang dan penumpang (gudang transit, terminal, terminal penumpang, lapangan penumpukan, gudang lini II, tankfarm dan silo) dan fasilitas untuk penggunaan tanah (jaringan jalan, parking areas, jalan 4

Upload: siddhi-saputro

Post on 02-Jan-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II pemeroman pantai semarang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelabuhan dan Alur Pelayaran

Menurut Salim (1994), pelabuhan merupakan suatu lingkungan kerja yang

terdiri dari area daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitasnya untuk

berlabuh dan bertambat kapal, guna terselenggaranya bongkar muat barang serta

turun-naiknya penumpang dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke moda

transportasi lainnya atau sebaliknya. Fasilitas pelabuhan dapat dikategorikan

menjadi tiga, yaitu: fasilitas untuk kapal (alur pelayaran, kolam pelabuhan,

dermaga, sarana bantu navigasi dan perbaikan kapal), fasilitas untuk barang dan

penumpang (gudang transit, terminal, terminal penumpang, lapangan

penumpukan, gudang lini II, tankfarm dan silo) dan fasilitas untuk penggunaan

tanah (jaringan jalan, parking areas, jalan kereta api, lapangan penumpukan,

waiting docks dan pipa-pipa).

Alur masuk atau ke luar menuju laut merupakan salah satu faktor yang

perlu mendapat perhatian serta pertimbangan dalam pengembangan pelabuhan.

Perencanaan pembuatan alur pelayaran ditentukan oleh kapal terbesar yang akan

masuk ke pelabuhan, kondisi meteorologi dan oseanografi (Triatmojo, 1996).

Selain itu Salim (1994) juga menyatakan lebar alur pelayaran minimal 30 meter

dan maksimal 300 meter tergantung dari besar-kecilnya kapal yang akan masuk ke

pelabuhan tersebut. Perubahan arah alur sekecil mungkin dan jika melebihi dari

4

Page 2: BAB II pemeroman pantai semarang

sudut 300 maka minimum radius lengkung tidak boleh kurang dari empat kali

panjang kapal terbesar yang keluar masuk pelabuhan tersebut.

2.2. Echo sounder

Sistem SONAR (Sound NAvigation and Ranging) merupakan suatu

peralatan yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang obyek-obyek

bawah air yakni dengan pemancaran gelombang suara dan pengamatan echo yang

kembali dari obyek yang bersangkutan. Secara umum sistem SONAR terdapat

dua macam yaitu sistem SONAR yang arah pemancaran gelombang suaranya

vertikal (echo sounder) dan sistem SONAR yang arah pemancaran geolombang

suaranya horisontal (sonar) (Arnaya, 1991).

Echo sounder adalah alat pemeruman (penentuan kedalaman) yang bekerja

berdasarkan prinsip perum gema. Melalui sebuah tranduser, gelombang akustik

dipancarkan ke dasar laut, kemudian dipantulkan kembali dari dasar laut yang

kemudian diterima oleh receiver. Setelah diterima receiver, sinyal diperkuat oleh

suatu amplifier. Kemudian kedalaman dasar laut dapat dihitung berdasarkan

waktu tempuh gelombang akustik (transite time) dan kecepatan rata-rata

gelombang akustik di air dalam satuan meter (Pipkins, 1987).

Selanjutnya kedalaman tersebut digambarkan dalam bentuk echogram

yang menggambarkan perubahan kedalaman terhadap waktu. Sinyal echo juga

dikirim ke digitizer untuk merubah data atau sinyal analog menjadi data atau

sinyal digital. Echo digitizer berfungsi Analog to Digital Converter (ADV)

5

Page 3: BAB II pemeroman pantai semarang

sehingga memungkinkan data diolah secara digital menggunakan komputer

(Sudarto dkk, 1996).

Satu unit echo sounder jenis SIMRAD EA 300 ini terdiri dari dua unit

kabinet dan sebuah tranduser single beam. Kabinet pertama memiliki display

dengan resolusi warna yang sangat tinggi untuk menampilkan echogram secara

real time, kabinet ini juga berfungsi sebagai pengontrol untuk menjalankan echo

sounder. Kabinet yang kedua transceiver yang terdiri dari unit echo sounder

elektronik, yang terdiri dari unit transmitter dan receiver. Kabinet ini juga

dilengkapi dengan sarana hubungan paralel input-output untuk berhubungan

dengan bagian di luar echo sounder. Sinyal echo yang dihasilkan oleh tranduser

harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum sampai ke recorde oleh receiver

amplifier. Sedangkan transmitter menghasilkan pulsa listrik yang berfrekuensi dan

lebar tertentu tergantung dari desain tranduser. Kekuatan pulsa suara yang

dihasilkan oleh transmitter antara beberapa watt sampai ribuan watt (Arnaya,

1991).

Tranduser single beam berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi

suara ketika pulsa akan dipancarkan dan sebaliknya akan mengubah energi suara

menjadi energi listrik ketika echo diterima. Selain itu tranduser juga berfungsi

memusatkan energi suara yang dipancarkan sebagai beam. Bentuk umum beam

adalah kerucut yang terdiri dari main lobe (bagian utama) dan beberapa side lobe

(Arnaya, 1991).

6

Page 4: BAB II pemeroman pantai semarang

Gambar 1. Diagram Sederhana tentang Echo sounder (Burczynski and Ben

Yami, 1985)

Bagian alat yang mengirim bunyi atau disebut pendaya getar (tranduser)

digunakan untuk pemeruman gema biasa, bunyi yang digunakan frekuensinya

7

Page 5: BAB II pemeroman pantai semarang

berkisar 1 – 12 kilocycle (Kc). Ada pula pemeruman gema jenis lain yang

dinamakan pemerum gema ultrasonic (ultra sonic echosounder), frekuensi yang

digunakan ialah 20 – 50 kilocycle (kc). Penyerapan bunyi secara kasar berbanding

lurus dengan pangkat dua frekuensinya. Karena itu bunyi ultrasonic dengan

frekuensi tinggi kurang kuat menembus lapisan air karena cepat diserap dan

sebaliknya bunyi dengan frekuensi rendah mempunyai berkas bunyi (sound beam)

yang lebar. Pemerum gema yang menggunakan berkas bunyi yang lebar

(frekuensi rendah) memiliki dua kelemahan, yaitu hasil-hasil gambar yang kurang

tajam atau kurang jelas dan hasil-hasil pengukuran yang seringkali kurang dari

kejelekan yang sebenarnya. Dari hasil-hasil pengukuran dengan pemerum gema

maka dapat dipelajari bentuk-bentuk dasar laut dengan jalan memetakan

kejelukan-kejelukan pada peta-peta batimetri (bathymetri) (Illahude, 1999).

2.3. Penempatan Transduser pada Kapal

Interpretasi data echogram sangat dipengaruhi oleh penempatan transduser

pada kapal. Karena sangat pentingnya penempatan transduser maka transduser

harus ditempatkan pada daerah aman yang tidak terganggu oleh getaran mesin,

gerakan air ataupun putaran baling-baling kapal

Burczynski dan Ben Yami (1985) menyatakan bahwa baling-baling

menimbulkan kapal akan menimbulkan noise lebih besar pada satu sisi dari pada

satu sisi yanga lain pada kapal, tergantung dari arah putarannya. Jika putarannya

searah jarum jam maka transduser sebaiknya diletakkan pada sisi kanan lunas,

tetapi jika putarannya berlwanan dengan arah jarum jam maka transduser

8

Page 6: BAB II pemeroman pantai semarang

diletakkan pada sisi kiri lunas. Selain itu transduser harus diletakkan di samping

lunas pada bagian kapal terlebar dan bagian terdalam dari lambung kapal.

FAO (1980) menjelaskan bahwa posisi transduser yang ideal adalah

daerah terdalam pada kapal dan pada titik-titik bebas noise ditentukan jika noise

yang ditimbulkan oleh aliran air sepanjang lambung kapal berbeda-beda sesuai

dengan keseimbangan dan kecepatan kapal. Titik terdalam biasanya pada daerah

baling-baling atau kemudi, tetapi daerah ini paling banyak terdapat noise sehingga

tranduser lebih baik dijauhkan dari tempat tersebut. Selain itu transduser jangan

diletakkan pada haluan karena ditempat ini akan menimbulkan noise pada saat

kecepatan kapal penuh, serta gerakan vertikalnya akan mengganggu mutu dari

recording.

Menurut Wahyu dan Ridwan (1996) kondisi cuaca buruk juga akan

menimbulkan noise. Gelombang air laut serta hempasan air dapat menimbulkan

whitecaps dan busa atau busa di bawah kapal yang mengakibatkan recording

terganggu. Hal ini menjadikan alasan tambahan untuk menghindari posisi

tansduser dekat dengan haluan (bow).

2.4. Pemetaan Dasar Laut

Pemetaan dasar laut atau batimetri adalah ilmu tentang pengukuran dan

pemetaan topografi dari dasar laut. Sedangkan istilah batimetri berasal dari

Yunani, yaitu: bathy yang artinya kedalaman dan metry yang artinya ilmu

pengukuran (Pipkins, 1987).

9

Page 7: BAB II pemeroman pantai semarang

Gambar 2. Hasil Pemeruman yang Bisa Salah (Illahude, 1999)

Data batimetri yang telah teramati umumnya mempunyai informasi

tentang posisi dan kedalaman secara bersamaan. Faktor kondisi dinamis dari

wahana kapal yang membawa peralatan tersebut serta faktor lainnya sangat kecil

pengaruhnya terhadap proses pengambilan data yang berupa posisi dan

kedalaman. Selain itu data pasut pada bulan penelitian dilaksanakan sangat

diperlukan untuk menentukan referensi kedalaman (Irfan dkk, 1996).

Alat yang digunakan untuk mengetahui kedalaman dinamakan echo

sounder, dimana sistem kerjanya menggunakan pulsa suara sebagai media

pengukuran . Pulsa suara akan bergerak dari tranduser yang diletakkan di bawah

kapal menuju dasar laut dan akan kembali lagi dan diterima oleh transmiter.

10

Page 8: BAB II pemeroman pantai semarang

Sehingga jangka waktu perjalanan suara akan diketahui (kecepatan suara dalam

air laut berkisar 4.800 kaki/detik atau 1.463 meter/detik), maka akan diketahui

kedalamannya secara akurat untuk menyingkap topografi dasar laut (Pipikins,

1987).

2.5. Geomorfologi Pesisir

Menurut Bird (1984), geomorfologi pesisir lebih menekankan

pembahasannya dalam bentuk lahan, evolusi dan proses-proses yang sedang

berlangsung di wilayah pesisir. Selain itu Verstappen (1983) juga menyatakan

bahwa proses-proses geomorfologi mempunyai sebuah peran yang hanya

menggabungkan bentuk yang telah ada terbentuk. Cross-section pada sebuah peta

kontur digunakan untuk scouring masa lampau. Ketika perbaharuan peta, satu hal

yang perlu dipertimbangkan yaitu kemungkinan adanya akumulasi dampak

proses-proses yang terulang atau tidak terulang. Selama kecenderungan interval

yang mungkin menghasilkan perubahan yang signifikan pada bentuk alam yang

membuatnya menjadi peta dan kegunaan peta ini pada peta topografi lengkap pada

skala 1:50.000 atau lebih kecil lagi. Kemudian dampak kemajuan proses-proses

geomorfologi adalah lambat yang normal dan kebanyakan tidak kelihatan seperti

hasil garis-garis kontur dan lukisan edisi peta pertama dapat sering digunakan

untuk merivisi peta. Peta mungkin berubah konfigurasinya pada perencanaan yang

kemungkinan hasil dari masalah seperti dari akresi pantai, erosi fluvial dan lain-

lain. Dalam pengertian kondisi topografi, pembuat peta harus tahu bahaya yang

11

Page 9: BAB II pemeroman pantai semarang

menyesatkannya, seperti contohnya perbedaan pasang-surut yang ada di daerah

pantai.

Dalam geomorfologi pesisir ada tiga istilah yang serupa tetapi masing-

masing mempunyai arti yang berbeda-beda, yaitu:

- Pesisir ( coast) yaitu mintakat atau zona yang meluas, meliputi pantai dan

perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut tidak ada (Strahler

and Strahler, 1978).

- Pantai (shore) yaitu mintakat atau zona batas sebelah luar yang terkena

pengaruh gelombang menuju ke arah laut pada level pasut terendah sampai

batas pengaruh langsung gelombang terhadap daratan (Duxbury dan

Duxbury, 1994).

- Gisik (beach) yaitu deposit sedimen yang bergerak, terbatas pada tepi

pantai (backshore) tetapi sering meluas ke arah pantai depan (foreshore)

(Gross, 1993 dan Duxbury and Duxbury, 1994).

Geomorfologi telah banyak menerima pengembangan dari ilmuwan dan

perancang. Tambahan ini ada yang berupa penjelasan non-geomorfologi,

memasukkan ilmu tanah, teknik, ilmu geologi dan regional. Pada waktu yang

sama cakupan geomorfologi berangsur-angsur berkembang, penekanan sering

ditujukan pada beberapa aspek beragam yang dapat diterima hanya pada

terbatasnya perhatian (Verstappen, 1983).

Beberapa faktor yang diperhitungkan dalam jangka panjang adalah

aplikasi geomorfologi yang perlu diambil untuk dikaji. Pertama ada

ketidaksesuain antara skala manusia dan waktu geologi. Relief kerak bumi

12

Page 10: BAB II pemeroman pantai semarang

mengalami perubahan yang rata-rata sangat lambat dan karena itu skala waktu

geologi dibutuhkan untuk merekam evolusi bentuk tanah yang secara berangsur-

angsur dari satu tipe ke tipe lainnya. Kedua adalah kenyataan bahwa ramalan

subyek dapat hanya berkembang setelah geomorfologi sungguh-sungguh tidak

dapat dihindari seperti ilmu dengan metode penelitian semestinya. Tapi sekarang

ini lebih menekankan pada penggunaan teknik survei dan pemetaan dari gambaran

geomorfologinya (Verstappen, 1983).

Menurut Duxbury dan Duxbury (1994) keseluruhan wilayah pesisir

dikelompokkan menjadi dua kategori. Klasifikasi tersebut tergantung pada

luasnya skala perubahan roman yang disebabkan oleh proses tektonik, deposisi,

erosi , vulkanik atau biologi. kategori pertama adalah pesisir yang telah dibentuk

oleh;

- Aktifitas vulkanik, pemasukann aliran-aliran lava

- Deposit sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai, glasier dan angin

- Erosi tanah yang di bawa oleh aliran air permukaan, angin atau daerah es

- Peningkatan dan penurunan permukaan tanah akibat gempa bumi dan

pergerakan kerak bumi.

Pesisir yang dibentuk oleh proses-proses di atas di sebut Pesisir Primer (primary

coasts). Sedangkan kategori kedua yaitu pesisir yang dibentuk oleh;

- Erosi yang diakibatkan oleh gelombang, arus atau aksi pelarut air laut

- Deposisi sedimen oleh gelombang, pasut dan arus

- Alterasi oleh tumbuhan dan hewan laut.

13

Page 11: BAB II pemeroman pantai semarang

Pesisir yang dibentuk oleh proses-proses di atas disebut Pesisir Sekunder

(secondary coasts).

Secondary coasts terjadi karena interaksi antara laut dan proses-proses

yang terjadi di laut, seperti gelombang besar yang menuju pantai. Gelombang

akan mengikis secara konstan dan membawanya menjauh dari pantai menuju laut.

Batuan dan karang yang terjal akan akan terkikis oleh aksi gelombang dan

terbawa menuju laut. Pada beberapa kasus, material hasil erosi yang terbawa ke

arah laut oleh gelombang dan arus menuju daerah-daerah pantai saja. Jika

material pasir terdeposit di dangkalan offshore yang sejajar dengan gisik maka

akan menghasilkan bars (Duxbury dan Duxbury 1994).

Menurut Van Zuidam dan Van Zuidam-Cancelado (1979), analisis dan

klasifikasi bentuk tanah adalah dasar untuk mempelajari terrain. Terrrain disini

mempunyai arti sebidang tanah yang dikelompokkan berdasarkan pada

kekomplekkan permukaan secara fisik dan sifat-sifat permukan tanah. Roman

terrain dibentuk oleh proses-proses alam yang mempunyai uraian komposisi dan

kelas karakteristik fisik dan kenampakan yang terjadi dimana bentuk tanah

ditemukan. Sistem analisa terrain, klasifikasi dan evaluasi yang sekarang ini telah

ada, biasanya telah ditafsirkan dengan satu tujuan spesifik pada permasalahan.

Ada tiga prinsip yang menjadi dasar tujuan:

1. Sistem harus dapat dipakai untuk survei pada berbagai cara

2. Sistem harus dapat dipakai pada pelbagai level perincian

3. Sistem harus bebas dari perbedaan antara unit-unit yang homogen

14

Page 12: BAB II pemeroman pantai semarang

Dari hasil-hasil pengukuran dengan pemeruman gema maka dapat kita

pelajari bentuk-bentuk dasar laut dengan jalan memetakan kejelukan-kejelukan

pada peta batimetri dan irisan penampang dasar laut bisa digambar. Irisan

penampang melintang biasanya dilakukan pembesaran (exagration) vertikal untuk

mendapatkan gambar-gambar yang jelas dan terperinci. Karena skala vertikal

maksimum dalam ilmu oseanologi cuma beberapa kilometer. Menurut Van

Zuidam dan Van Zuidam-Cancelado (1979), cross-section merupakan salah satu

dari beberapa teknik pada klasifikasi terrain. Teknik ini berdasarkan pada profil

terrain yang dilihat dari karakteristik topografi, geomorfologi dan dan geologi.

Selain itu cross-section sering juga disebut terrain-squance. Cross-section

disarankan harus mengikuti langkah-langkah seperti berikut:

1. Belahan garis harus memilih garis yang tegak lurus dengan kontur atau

berbentuk garis yang merupakan panjang lereng curam dari suatu

terrain.

2. Perkiraan posisi yang menghubungkan antara berbagai macam bantuan

dan tipe sedimen harus teridentifikasi.

3. Perkiraan posisi dari perbatasan, seperti perkiraan lokasi dari zona

transisi antara batuan bertahan dan tidak bertahan harus teridentifikasi.

4. Kemungkinan unit-unit yang istimewa dari terjadinya proses-proses

geomorfologi.

5. Perkiraan posisi lapisan-lapisan tanah (tipe tanah) harus teridentifikasi.

6. Unit-unit terrain harus digambarkan pada Icross-section pada lima

basis kondisi rangkuman.

15

Page 13: BAB II pemeroman pantai semarang

Sebagai hasil dari tinjaun atas peta-peta topografi, gambar-gambar irisan

penampang maupun pemotretan bawah air laut, maka kita dapat mengenal dan

membeda-bedakan bentuk dasar laut. Ternyata bahwa morfologi dasar laut itu

cukup kompleks seperti halnya yang terdapat didaratan (Illahude, 1999).

Sedangkan tiga pendekatan utama yang mungkin perlu dipertimbangkan dalam

mendesign sistem:

1. Pendekatan genetik

2. Pendekatan parametrik

3. Pendekatan bentang alam

Pendekatan genetik yang banyak diperhatikan adalah lebih menekankan

pada proses-proses yang masuk bukan bentuk tanahnya. Hasil ini pada sebuah

sistem klasifikasi komposisi dari unit-unit terrain, sistem dan daerah yang dapat

menggunakan kekerasan pada keadaan sekarang ini . pendekatan bentang alam

mungkin mempunyai tujuan yang lebih baik, terutama sekali jika didasarkan pada

prinsip geomorfologi (proses-proses lampau dan sekarang ini). Pendekatan

parametrik seringkali juga teoritis dan cenderung tidak memberi masukan untuk

sebuah pengertian yang jelas dari besarnya interaksi pada sistem ekologi (Van

Zuidam dan Van Zuidam-Cancelado 1979).

Dari segi skala atau besarnya bentuk-bentuk dasar laut maka dasar laut

dapat dibedakan menjadi tiga golongan besar (Illahude, 1999), yaitu:

a. Relief besar (macro relief), yaitu bagian dasar laut yang mempunyai

interval kedalaman 500 m. Pete-peta seperti ini bias didapatkan dari

“International Hydrographic Bureau” di Monaco. Bagian dasar laut yang

16

Page 14: BAB II pemeroman pantai semarang

termasuk dalam relief ini adalah birai benua (continental margin), lubuk

samudera (oceanic basin) dan gili atau punggungan samudera (oceanic

ridge).

b. Relief pertengahan (intermediate relief), termasuk dalam golongan ini

ialah bentuk-bentuk yang berukuran vertikal beberapa ratus meter dan

ukuran horizontal beberapa puluh kilometer. Bagian dasar laut yang

termasuk ke dalam relief ini adalah jurang bawah air (submarine canyon),

jurang tengah samudera (mid ocean canyon) dan rekahan (rift).

c. Relief kecil (micro relief), dengan dikembangkannya teknik pemotretan

dasar laut (bottom topography) sebagai alat penelitian oseanologi yang

baru, maka dapatlah orang melakukan penelitian atas relief mikro pada

dasar laut. Relief kecil merupakan hasil dari prose-proses fisika, kimia

dan biologi yang terjadi pada bidang antara air laut dan tanah

Menurut Van Zuidam dan Van Zuidam-Cancelado (1979), klasifikasi

lereng dibagi dalam kelas diskripsi dan parameter sudut serta panjang lereng

sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Lereng

No. Kelas ParameterSudut lereng (%) Beda tinggi (m)

1. Rata (Hampir rata) 0 – 2 < 52. Landai 3 – 7 5 – 503. Miring 8 – 13 25 –754. Curam menengah 14 – 20 50 – 2005. Curam 21 – 55 200 - 5006. Sangat curam 56 – 140 500 – 10007. Amat sangat curam > 140 > 1000

17

Page 15: BAB II pemeroman pantai semarang

Gambar 3. Bagian Dasar Laut yang Lengkap. (1) Landas Benua (continental

shelf). (2) Lereng Benua (continental slope). (3) Ampuan Benua

(continental rise). (4) Lubuk Samudera (oceanic basin).

(5)Palung Samudera (oceanic trench). (6) Gili Samudera (ocenic

ridge) (Illahude, 1999)

2.6. Global Positioning System (GPS)

GPS merupakan sistem radio navigasi dalam penentuan posisi dengan

menggunakan satelit. Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS, kependekan dari

NAVigation Sattelite Timing and Ranging Global Pisitioning System. Sistem ini

dapat bekerja pada berbagai kondisi cuaca dan didesain untuk memberikan

informasi posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi mengenai

waktu diseluruh dunia. Sistem ini mulai direncanakan sejak tahun 1973 oleh

18

Page 16: BAB II pemeroman pantai semarang

Angkatan Udara Amerika Serikat dan pengembangannya sampai sekarang

ditangani oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS terdiri atas tiga

segmen utama, yaitu segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-

satelit GPS, segmen sitem kontrol (control system segment) yang terdiri atas

stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit dan segmen pemakai (user

segment) yang terdiri atas pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah

sinyal serta pengolah data GPS. Ketiga segmen GPS ini digambarkan secara

skematik pada Gambar 4.

Gambar 4. Sistem Penentuan Posisi, GPS (Abidin, 1995)

Alat penerima GPS pada umumnya memiliki keluaran data yang dapat

dikirim ke PC secara real time melalui interface serial port RS-233C dalam format

ASCII meliputi: waktu (time), lintang (latitude)Y, bujur (longitude)/X, kualitas

data posisi PDOP (Pecision Dilution Of Position) dan data-data lainnya. Waktu

dinyatakan dalam detik berdasarkan beberapa alternatif, seperti: GPS week

19

Page 17: BAB II pemeroman pantai semarang

terhitung sejak minggu dini hari, local time atau UTC time. Sedangkan lintang-

bujur dinyatakan dalam radian atau XY dinyatakan dalam meter, pada ellipsoid

WGS84 sesuai set-up ellipsoid pada penerima GPS, dan PDOP dinyatakan dalam

satuan (Sudarto dkk, 1996).

Menurut Abidin (1995) sinyal GPS harus mempunyai karakteristik

sedimikian rupa sehingga dapat mengamati sinyal yang datang dari semua arah

dan ketinggian dengan baik. Antena GPS untuk keperluan survei dan pemetaan

sebaiknya menggunakan stabilitas pusat fase yang tinggi serta daya tolak terhadap

multipatch. Multipatch yaitu fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena

GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal

merupakan sinyal langsung dari satelit ke antena, sedangkan yang lainnya

merupakan sinyal-sinyal tidak langsung yang dipantulkan oleh benda-benda

disekitar antena sebelum tiba di antena.

2.7. Pasut

Menurut Duxbury dan Duxbury (1994), pasut disebabkan oleh daya tarik

gravitasi antara bumi dan matahari dan antara bumi dan bulan. Pasang-surut air

laut merupakan gerak naik-turunnya air laut secara ritmik dari waktu ke waktu

meskipun tidak ada angin maupun topan, yang disertai gerakan horisontal secara

berkala (Handoyo, 1993).

Perairan Indonesia yang luas agak terbatas untuk dapat berinteraksi secara

maksimal terhadap gaya penggerak pasut, sehingga pasut di perairan Indonesia

20

Page 18: BAB II pemeroman pantai semarang

merupakan cerminan reaksi sistem pasut dari Lautan Pasifik dan Lautan Hindia

(Pariwono dalam Ongkosongo dan Suyarso, 1989).

Menurut Nontji (1993) berbagai lokasi mempunyai ciri pasang surut yang

berbeda-beda, hal ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal seperti;

topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Pasang surut tidak

hanya akan mempengaruhi lapisan air bagian atas saja tapi juga seluruh massa air

dan energinya sangat besar. Di perairan-perairan pantai terutama di teluk-teluk

atau di selat-selat yang sempit gerakan turun-naiknya muka air laut akan

menimbulkan terjadinya arus pasang surut.

Sifat pasut di suatu perairan seringkali ditentukan dengan menggunakan

rumus Formzahl. Menurut Hutabarat dan Evans (1985), dengan menggunakan

rumus tersebut untuk setiap stasiun yang ada, sifat pasut di perairan Indonesia

dapat dikelompokkan ke dalam:

1. Pasut tunggal yang mendominasi perairan Indonesia sebelah barat

2. Pasut ganda yang mendominasi perairan Indonesia sebelah timur.

Pengaruh kombinasi antara bulan dan matahari terhadap pasut menyebabkan dua

keadaan pasut (Pipkins, 1987);

1. Spring tides yaitu pasut yang mempunyai tunggang air paling tinggi,

terjadi dua kali tiap bulannya ketika daya tarik gravitasi bulan dan

matahari terhadap pasut sama kuatnya.

2. Neap tides yaitu pasut yang mempunyai tunggang air paling rendah,

terjadi dua kali tiap bulannya ketika posisi bulan, bumi dan matahari

membentuk sudut 900.

21

Page 19: BAB II pemeroman pantai semarang

Gambar 5. Peta Sifat-sifat Pasang-surut ASEAN (Ongkosongo dan Suyarso,

1989)

22

Page 20: BAB II pemeroman pantai semarang

Metode analisis pasang surut menurut Dronkers dalam Renopalupi (1998)

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Metode harmonik (Harmonic methods) yaitu metode yang didasarkan pada

periodesitas fenomena pasang surut.

2. Metode karakteristik (Characteristic methods) yaitu melakukan

pendekatan yang berbeda dalam mencari solusi dari persamaan gelombang

panjang. Sifat-sifat periodik dari pasut tidak penting dalam metode ini.

Fenomena pasut diperhitungkan secara menyeluruh, karena itu pengaruh

alam yang tidak periodik seperti pengaruh keadaan meteorologi dapat

lebih mudah dimasukkan dalam metode karakteristik. Metode ini sesuai

untuk menerangkan masalah tersebut karena dapat menggambarkan secara

rinci perambatan gelombang dan menunjukkan ketergantungan solusi

persamaan pasut terhadap kondisi batas dan kondisi awal.

3. Metode numerik (Numerical methods) yaitu metode yang menggunakan

solusi yang berasal dari teori karakteristik. Untuk mendapatkan nilai-nilai

konstanta dari pasut, daerah penelitian dibagi menjadi grid tertentu (set of

lattice point). Dengan pembagian tersebut persamaan-persamaan

digantikan dengan persamaan finite-difference. Metode ini telah banyak

dikembangkan terutama dengan bantuan komputer untuk menurunkan

persamaan matematika yang rumit. Tetapi untuk penelitian aspek fisik dari

perambatan pasut, metode numerik tidak menghasilkan gambaran secara

rinci seperti pada metode karakteritik.

23

Page 21: BAB II pemeroman pantai semarang

Gerakan vertikal pasut dianggap sebagai gerakan harmonik yang tidak sederhana.

Dimana gerakan harmonik tersebut diakibatkan oleh periodesitas dari gaya

pembangkit pasut. Oleh karena itu dapat dibuat kurva gelombang yang mirip

dengan kurva sinusoidal. Gerakan pasut dikatakan harmonik yang tidak sederhana

karena kurva pasut berulang secara periodik namun tidak sesuai dengan

sebelumnya. Dalam teori ini ketinggian muka air laut yang dipengaruhi oleh

pasang surut merupakan hasil penjumlahan dari komponen-komponen gaya

penggerak pasut (The Hyydrographer of the Navy dalam Palit, 1992).

2.8. Hubungan Muka Laut Rata-rata (MLR) dengan Echo sounder

Menurut Ongkosongo dan Suyarso (1989) dan Pugh (1987) kedudukan

permukaan laut rata-rata setiap saat berubah sesuai dengan perubahan posisi dari

benda-benda di langit serta kerapatan (densitas) air laut di tempat tersebut sebagai

akibat perubahan salinitas, suhu dan tekanan atmosfer. Perubahan permukaan laut

setiap waktu didifinisikan sebagai MLR ditambah komponen pasang dan

gelombang.

Selain itu Pugh (1987) juga menambahkan bahwa perubahan MLR dalam

jangka pendek dipengaruhi oleh gaya gravitasi penyebab pasang dan cuaca.

Secara langsung dan tidak langsung MLR dipengaruhi oleh cuaca, terutama

perubahan musiman dan tahunan oleh angin dan penasan matahari.

Dalam survei hidrografi dikenal istilah MLR sejati dan MLR sementara.

MLR sementara harian pada umumnya ditentukan melalui pengamatan kedudukan

air laut setiap jam selama satu hari, mulai dari jam 00 sampai jam 23 (24 Jam).

24

Page 22: BAB II pemeroman pantai semarang

MLR harian ini biasanya dipengaruhi oleh cuaca. Untuk MLR bulanan didapat

dari pengamatan MLR harian selama satu bulan. Sedangkan MLR sejati dikenal

dengan MLR tahunan dan besarnya didapat dari MLR selama satu tahun.

Perubahan MLR tahunan antara lain disebabkan oleh perubahan ketinggian dasar

laut, sehingga perubahan dasar laut secara tidak langsung dapt diketahui melalui

perubahan MLR tahunan. Untuk mendapatkan MLR sejati harus diadakan

pengamatan kedudukan permukaan laut selama 18,6 tahun (Ongkosongo dan

Suyarso, 1989).

Pasang surut dan muka laut rata-rata di sebelah Utara Pelabuhan Tanjung

Emas Semarang sangat berpengaruh pada saat pemeruman gema dengan

menggunakan echo sounder. Hal tersebut disebabkan oleh muka laut rata-rata

setiap jam, hari dan bulan berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap

kedalaman yang didapat dari pemeruman gema setiap jam, hari dan bulan yang

berbeda. Muka air laut rata-rata di perairan sebelah Utara Pelabuhan Tanjung

Emas Semarang dipengaruhi oleh musim tenggara (musim timur)

2.9. Hubungan Suhu dan Salinitas dengan Sistem Echo Sounder

Menurut Herunadi dkk (1996) dalam bidang oseanografi, parameter suhu

dan salinitas merupakan parameter yang sangat penting. Karena melalui kedua

parameter tersebut ditambah dengan tekanan maka rahasia laut dapat diketahui,

yang salah satunya yaitu fenomena perambatan suara di air laut. Fenomena suara

tersebut berkaitan dengan pulsa suara yang dipancarkan oleh tranduser.

25

Page 23: BAB II pemeroman pantai semarang

Kecepatan suara di air selain dipengaruhi oleh suhu dan salinitas, juga

dipengaruhi oleh kedalaman (Arnaya, 1991). Secara umum Urick (1983)

merekomentasikan rumus kecepatan suara sebagai berikut:

C = 1449,34 + 4,56T – 0,046T2 + (1,38 – 0,01T) X (S – 35) + D/61

dimana T adalah suhu (0C), S adalah salinittas (0/00) dan D adalah kedalaman.

Gambaran tentang pengaruh suhu dan sallinitas terhadap kecepatan suara dapat

dilihat pada Gambar 6.

Menurut Illahude (1999) dan Arnaya (1991) absorpsi gelombang suara (α)

atau koefisien attenuation disebabkan oleh absorpsi dari proses kimia di dalam air

laut yang menyebabkan acoustic loss. Absorpsi dipengaruhi oleh frekuensi (f),

dimana makin tinggi frekuensinya, absorpsi juga makin besar. Secara umum dapat

dikatakan bahwa makin tinggi salinitas maka α juga makin tinggi dan makin

tinggi suhu maka α makin rendah.Selain itu absorpsi suara di dalam air juga

dipengaruhi oleh partikel-partikel yang ada di dalam medium perairan yang

bersangkutan.

Air laut bukan merupakan medium yang homogen karena mengandung

sejumlah lapisan dengan densitas berbeda yang menyebabkan variasi suhu dan

salilnitas pada kedalaman yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan gelombang

suara akan direfraksikan pada saat melalui suatu batas densitas yang berbeda.

Kecepatan suara berubah menurut kedalaman jika gelombang suara yang

bersangkutan mengenai suatu wave front. Menurut hukum Snell dengan

perbedaan lapisan air tersebut maka arah gelombang suara akan membelok.

26

Page 24: BAB II pemeroman pantai semarang

Gambar 6. Hubungan antara Kecepatan suara, Suhu dan Salinitas (Mitson, 1983)

Pengaruh fenomena pembelokan suara di atas terhadap penggunaan echo

sounder mungkin tidak terlalu besar pengaruhnya karena arah transmisi suara

vertikal ke bawah, tetapi untuk sonar mungkin lebih besar pengaruhnya karena

biasanya lapisan air dengan perbedaan suhu dan salinitas yang besar terjadi secara

horizontal (Mitson, 1983).

27