bab ii new auto saved)

Download BAB II New Auto Saved)

If you can't read please download the document

Upload: beratingtyas-lucky-4062

Post on 04-Jul-2015

195 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKAPada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang mempunyai hubungan atau relevansi yang sesuai dengan pokok permasalahan, antara lain penelitian terdahulu, maintenance, Six sigma, FMEA. Teori-teori ini nanti akan digunakan sebagai landasan atau kerangka berpikir dalam penentuan langkah-langkah pemecahan masalah.

2.1 Penelitian Terdahulu Suluh Elman Swara (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Reliability Centered Maintenance II (RCM II) Dalam Perencanaan Aktivitas Dan Interval Perawatan Yang Efektif pada PT XYZ Rungkut Surabaya. Dari hasil penelitian menggunakan metode RCM untuk mengidentifikasi langkah perawatan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kegagalan agar komponen atau sistem tersebut dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dengan biaya perawatan yang seefisien mungkin dan dapat mencapai tingkat keandalan yang diharapkan. Hasil dari penelitian ini yaitu didapatkan aktivitas perawatan yang efektif untuk diterapkan pada part mesin produksi tersebut. Aktivitas perawatan itu adalah scheduled on condition task dan scheduled discard task. Selain itu didapatkan interval waktu perawatan yang efektif, yang berhasil meningkatkan reliability atau keandalan 4 dari 7 buah part mesin yang menjadi objek penelitian. L.Tri Wijaya N. Kusuma (2008) melakukan penelitian dengan judul Penerapan metode six sigma untuk peningkatan kualitas hasil proses produksi kapsul lunak yodiol di PT Kimia Farma Unit Plant Watudakon. Dalam penelitian ini menggunakan metode six sigma dengan siklus DMAIC, dimana tahap pertama yang dilakukan adalah mendefinisikan peta proses, dan melakukan analisis pareto terhadap defect yang terjadi (Define). Tahap kedua adalah mengidentifikasi CTQ dan mengukur masin-masing kapabilitas CTQ (Measure). Tahap ketiga adalah menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya defect tersebut (analyze). Tahap keempat adalah merancang perbaikan proses dengan metode DOE untuk mengurangi defect produk (Improve). Tahap terakhir adalah melakukan sistem Control yang baik untuk memperhatikan hasil perbaikan yang dilakukan. Pedja milosavijevic dan Klaus rall (2005) dengan judul Six sigma concept in the maintenance process of technical system. Dalam jurnal penelitian tersebut

menggunakan six sigma sebagai metode untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi demi perbaikan terus menerus dari proses maintenance. Langkah yang digunakan untuk perbaikan proses maintenance adalah DMAIC dengan menggunakan tools pareto analysis, ishikawa-diagam, statistic process Control (SPC), QFD, FMEA, Doe dan MCS. Hasil dari penelitian ini adalah penggantian sistem maintenance pada perusahaan yang tadinya menggunakan sistem yang outdate menjadi sistem maintenance yang lebih baik yaitu dengan pengaplikasian TPM. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini menggunakan metode six sigma dalam lingkup maintenance process. Selain pengidentifikasian masalahnya yang berbeda, usulan Improve yang dihasilkan akan berupa alternatif aktifitas perawatan yang lebih baik bagi PDAM kota Malang untuk meningkatkan keandalan mesin pompa di Wendit I, Wendit II, dan Wendit III dalam menjamin pendistribusian air. 2.2 Maintenance Maintenance didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang dilakukan agar peralatan atau item dapat dijalankan sesuai dengan standar performansi semula. Atau juga didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil yang dapat mengembalikan atau mempertahankan item pada kondisi yang selalu berfungsi. Tujuan dari perawatan adalah memperpanjang umur pakai peralatan, menjamin tingkat ketersediaan yang optimal dari fasilitas produksi, menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas untuk pemakaian darurat serta menjamin keselamatan operator dan pemakai fasilitas. 2.2.1 Konsep dasar Maintenance

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Planned dan unplanned. Berikut ini dapat dilihat klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut: 1. Preplanned maintenance, suatu tindakan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan atau dijadwalkan terlebih dahulu (scheduled). 2. Unplanned maintenance, suatu tindakan yang pelaksanaannya tidak direncanakan atau tidak dijadwalkan sebelumnya (tidak terduga/unexpected)

9

Jenis-jenis kegiatan perawatan antara lain 1. Corrective maintenance adalah tindakan perawatan untuk mengembalikan kemampuan fungsi peralatan atau sistem yang telah mengalami kegagalan. 2. Preventive maintenance adalah tindakan perawatan untuk pemenuhan nilai dalam waktu tertentu (specific points in time), mempertahankan kemampuan fungsi dari peralatan atau sistem. Tentunya tindakan perawatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan atau kerusakan pada komponen suatu mesin atau sistem. Preventive maintenance dibagi empat jenis antara lain : a. Conditon directed (CD), merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendeteksi awal terjadinya kerusakan dengan memperhatikan kondisi dari komponen mesin atau sistem tersebut. Cara yang dilakukan adalah dengan mendeteksi awal terjadinya kerusakan dan memperkirakan waktu-waktu yang menunjukkan suatu peralatan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan operasinya. b. Time directed (TD), merupakan kegiatan yang bertujuan secara langsung mencegah atau memperlambat terjadinya kerusakan dan dilakukan secara periodik tanpa melihat kondisi dari komponen mesin atau sistem tersebut. c. Failure Finding (FF), merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menemukan kerusakan atau kegagalan yang tersembunyi pada suatu mesin atau sistem dalam menjalankan operasinya. d. Run-to-Failure (RTF), merupakan suatu tindakan untuk mengoperasikan komponen sampai terjadi kerusakan karena ditinjau dari segi ekonomis tidak menguntungkan jika dilakukan perawatan. 2.2.2 Mutu Maintenance

Mutu maintenance secara umum yaitu diukur dari 2.3 Six sigma 2.3.1 Definisi six sigmaa. Six sigma adalah konsep bekerja dengan lebih efisien sehingga

Six sigma mempunyai beberapa definisi yaitu sebagai berikut.

perusahaan dapat menekan kemungkinan terjadinya kesalahan terhadap proses atau pelayanan yang dihasilkannya (Pande, Peter S, et.al., 2000).b. Six sigma adalah suatu strategi bisnis, Six sigma dapat membantu

perusahaan menghasilkan produk, proses atau pelayanan yang mampu bersaing (Widayanto: 2003).

7

c. Six sigma yaitu pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah

dan peningkatan proses melalui fase DMAIC, Define, Measure, Analyze, Improve, Control (Wikipedia.com).d. Six sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada

upaya penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf world-class, yang bergerak seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas bisnis, pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat di dalamnya, serta penyusunan peta proses kerja bisnis korporosi secara aktual dan nyata (sulipan:2009).e. Six sigma adalah konsep pengembangan dan peningkatan kinerja bisnis

yang memiliki dua maksud. Maksud yang pertama adalah world-class Standard atau sebagai tolak ukur dalam penilaian karakteristik produk/jasa dan parameter proses dalam aktivitas bisnis. Maksud kedua adalah sebagai metode dan aplikasi pengembangan serta peningkatan struktur - struktur proses bersamaan dengan struktur organisasional bisnis sebagai bagian dari standar operasional yang mendekati nilai kesempurnaan. Perbedaan maksud tersebut hanya akan dapat dilihat dan dibuktikan dengan metode serta aplikasi statistika modern (hidayat, 2007). Berdasarkan definisi Six Sigma di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Six sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai Six sigma secara unik mempertahankan, dan memaksimalkan kesuksesan bisnis.

dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis. Six Sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci (Brue, 2002) antara lain (a) cacat (defect), (b) variasi (variation), (c) krisis terhadap kualitas (critical-to-quality, CTQ), (c) kemampuan proses (process capability), dan (d) desain untuk Six sigma (design for six sigma, DFSS). Menurut Peter Pande,dkk, dalam bukunya The Six sigma Way: Team Fieldbook, ada enam komponen utama konsep Six sigma sebagai strategi bisnis:a. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti kita sadari bersama, pelanggan

bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.b. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau

pendapat tanpa dasar.c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six sigma sangat tergantung

kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.d. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam

mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.e. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus. f.

Selalu mengejar kesempurnaan. Prinsip Six sigma

2.3.2

Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai konsep manifestasi kualitas adalah dengan memperhatikan prinsip - prinsip aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan, atau dengan menilai ekpresi dari pendekatan multi - fungsi yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan itu, perbedaan antara six sigma dengan model pendekatan statistika lainnya adalah six sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan proses/produk/jasa yang menggunakan pendekatan pada berbagai prinsip - prinsip dan model - model statistika. Pendekatan prinsip-prinsip dan model - model statistik tersebut diterapkan dalam mendukung aktivitas pendefinisian subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma, dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas proses pengembangan dan peningkatan six sigma akan dipengaruhi oleh tiga elemen dasar, yaitu :a. Pendekatan proyek-proyek. b. Infrastruktur organisasional kerja. c. Peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya manusia

yang terlibat di dalamnya. 2.3.3 Tahap-tahap dalam six sigma (DMAIC). Adapun tahapan-tahapan

Penentuan kualitan Six sigma dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control

9

tersebut adalah sebagai berikut.a. Tahap Pendefinisian (Define)

Pendefinisian merupakan langkah operasional pertama dalam six sigma. Pada tahap ini dilakukan pendefinisian proses yang diukur kualitasnya dan juga membuat urutan - urutan proses yang terjadi.b. Tahap Pengukuran (Measure)

Pengukuran merupakan langkah operasional kedua six sigma. Pengukuran memainkan peranan yang sangat penting bagi perubahan atau peningkatan kearah yang lebih baik. Dalam manajemen kualitas, pengukuran-pengukuran yang dilakukan akan menghasilkan data, yang kemudian apabila data ini dianalisis dengan tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang selanjutnya informasi tersebut akan berguna bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatan kualitas. Melalui data yang diringkaskan dan dilaporkan secara mudah dengan menggunakan alat-alat statistik akan menciptakan pemahaman terhadap kegagalan dan mengapa terjadi kegagalan itu. Hal ini merupakan bahasan dari strategi Six sigma untuk mengatisipasi dan menghilangkan kegagalan yang terjadi. Pada dasarnya pengukuran kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu : Pengukuran pada tingkat proses adalah mengukur kualitas aktivitas dalam proses yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang diinginkan. Tujuan pengukuran pada tingkat proses adalah mengidentifikasikan prilaku yang mengukur setiap langkah proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan dan meningkatkan proses operasional serta memperkirakan output yang dihasilkan sebelum output itu diperoduksi dan diserahkan kepada pelanggan. Contoh pengukuran pada tingkat proses adalah banyaknya cacat yang terjadi, lama waktu menjawab panggilan telepon yang tidak dikembalikan kepada pelanggan, dan lain-lain. Pengukuran pada tingkat produk (Output) adalah mengukur kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik mutu yang diinginkan oleh pelanggan. Contoh pengukuran pada tingkat output adalah diameter produk yang dihasilkan, nilai mahasiswa ketika menempuh suatu ujian dan lain-lain.

Pengukuran pada tingkat kepuasan pelanggan merupakan tingkat tinggi dalam pengukuran kinerja kualitas. Pengukuran pada tingkat outcome adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang atau jasa) itu memenuhi kebutuhan spesifik dan harapan rasional dari pelanggan, jadi pengukuran ini merupakan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk yang diserahkan perusahaan. Contoh pengukuran pada tingkat ini adalah banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, banyaknya keluahan pelanggan yang diterima, dan lain-lain.c. Tahap Analisis (Analyze)

Setelah data selesai dikumpulkan, maka tahap analisis data dapat dilakukan untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari kenyataan proses kerja yang ada. Tujuannya adalah untuk menemukan berbagai formulasi dalam pemecahan masalah yang ada di dalam berbagai proses dan dirumuskannya berbagai solusi dalam meningkatkan proses kerjanya. Analisis data, dengan menggunakan data-data yang telah dikumpulkan dari tahap sebelumnya untuk mengidentifikasi berbagai pola, tren, dan diferensiasi teoritis dengan hukum sebab akibat didalam proses. Adapun metode metode pendekatan teknis yang dapat digunakan adalah:a) Root cause analysis. b) Diagram cause and effect. c) Failure mode effect analysis. d) Diagram pareto. e) Design of experiment. d. Tahap Perbaikan (Improve)

Perbaikan merupakan tahapan operasional keempat dalam six sigma. Setelah sumber - sumber dan akar penyebab dari masalah - masalah kualitas teridentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mencari solusi atas permasalahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui permasalahan mana yang perlu mendapatkan prioritas perbaikan. Untuk mendapatkan langkah - langkah perbaikan dapat diperoleh melalui pengumpulan ide - ide.e. Tahap Pengendalian (Control)

Pengendalian merupakan tahap operasional terkahir dalam six sigma. Pada tahap

11

ini ketika sebuah proses dapat ditingkatkan atau perlu diperbaikai, maka langkah langkah perbaikan yang telah didapat perlu didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik - praktik terbaik yang sukses dalam meningkatkan kualitas perlu distandarisasikan dan disebarluaskan. Ukuran - ukuran baru yang telah diperoleh dapat dijadikan dasar dalam peningkatan kualitas secara terus - menerus. 2.4 Diagram Pareto Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia, bernama Vilvredo Pareto pada tahun 1897 dan kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian mutu. Alat bantu ini biasa digunakan untuk menganalisa suatu fenomena, agar dapat diketahui hal - hal yang prioritas dari fenomena tersebut. Pada suatu diagram pareto akan dapat diketahui, suatu faktor merupakan faktor yang paling prioritas dibandingkan faktor - faktor minimal 4 faktor lainnya, karena faktor tersebut berada pada urutan terdepan, terbanyak atau pun tertinggi pada deretan sejumlah faktor yang dianalisa. Melalui dua diagram pareto yang diperbandingkan, akan dapat dilihat perubahan seluruh/sebagian faktor - faktor yang sedang diteliti. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam menyelesaikan masalah atau perbandingan terhadap keseluruhan. Diketahui penyebab - penyebab yang dominan maka kita bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan menyelesaikan penyebab yang tidak berarti.

Gambar 2.1 diagram paretoSumber : www.google.com

13

2.5 Failure Mode Effect Analysis (FMEA) FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. FMEA merupakan salah satu alat dari Six sigma untuk mengidentifikasi sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara : 1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya. 2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi. 3. Pencatatan proses (document the process). Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut : a. Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial causes (penyebab yang potential) sebuah kegagalan / kesalahan. b. Hemat waktu ,karena lebih tepat pada sasaran. Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut : a. Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah terjadi. b. Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan. c. Pemakaian proses baru. d. Perubahan / pergantian komponen peralatan. e. Pemindahan komponen atau proses ke arah baru. 2.5.1 Menentukan severity, occurance, detection dan RPNUntuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus

mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, detection, serta hasil akhirnya yang berupa risk priority number.

2.5.1.1 Severity Merangkingkan severity yakni mengidentifikasikan dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Dampak ini ditentukan berdasarkan tingkat cedera yang dialami personel, tingkat kerusakan peralatan, akibat pada produksi dan lama downtime yang terjadi. Tingkatan efek ini dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.5.1.2 Occurance Frekuensi terjadi kegagalan (occurance). Frekuensi terjadi kegagalan ini dapat dilihat dalam tabel 2.2. 2.5.1.3 Detection Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan/ mengontrol kegagalan yang terjadi. Nilai detection dapat dilihat dalam tabel 2.4 2.5.1.4 Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko/RPN) RPN merupakan produk matematis dari keseiusan effect (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect (occurance), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: RPN = severity * occurrance * detection Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi sebagai petunjuk kearah tindakan perbaikan.

Tabel 2.1 Tingkatan Severity Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Akibat Tidak ada akibat Akibat sangat ringan Akibat ringan Akibat minor Akibat moderat Akibat significant Akibat mayor Akibat ekstrem Akibat serius Akibat berbahaya Kriteria Verbal Tidak mengakibatkan apa-apa (tidak ada akibat), penyesuaian yang diperlukan Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti. Akibat hanya dapat diketahui oleh operator berpengalaman Mesin tetap beroperasi dan aman hanya sedikit terjadi gangguan.akibat diketahui oleh rata-rata operator Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil. Akibat diketahui oleh semua operator Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan beberapa kegagalan produk. Operator merasa tidak puas karena kinerja kurang. Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk. Operator merasa sangat tidak puas dengan kinerja mesin Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan secara penuh. Operator merasa sangat tidak puas. Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin. Akibat pada produksi Proses berada dalam pengendalian Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian Proses telah berada diluar pengendalian, membutuhkan beberapa penyesuaian Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi. 30-60 menit downtime 1-2 jam downtime 2- 4 jam downtime 4-8 jam downtime

Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan Lebih dari 8 jam downtime keselamatan kerja. Mesin tidak layak dioperasikan, karena dapat menimbulkan Lebih dari 8 jam downtime kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja

17

18 Sumber: Astuti, 2006:22Tabel 2.2 tabel tingkatan occurance Tingkat kejadian kerusakan 1 Hamper tidak Kerusakan hamper tidak Lebih besar daripada pernah pernah terjadi 10.000 jam 2 Remote Kerusakan mesin jarang 6001-10000 jam operasi terjadi 3 Sangat sedikit Kerusakan mesin terjadi 3001-6000 jam operasi sangat sedikit 4 Sedikit Kerusakan mesin terjadi 2002-3000 jam operasi sedikit 5 Rendah Kerusakan mesin terjadi 1001-2000 jam operasi pada tingkat rendah 6 Medium Kerusakan mesin terjadi 401-1000 jam operasi pada tingkat medium 7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak 101-401 jam operasi tinggi 8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11-100 jam operasi 9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi sangat 2-10 jam operasi tinggi 10 Hampir selalu ada Kerusakan mesin selalu Kurang dari jam operasi terjadi Sumber : Astuti, 2006:23 Rangking Kejadian Criteria verbal

19

Tabel 2.3 tingkatan detection Rangking Akibat 1 Hampir pasti 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat pasti Tinggi Moderat highly Moderat Rendah Sangat rendah Remote Very remote Tidak pasti Criteria verbal Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat highly untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan remote untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan very remote untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan

Sumber : Astuti, 2006:24

Gambar 2.2 Contoh FMEA Tentang Electrical

20

19

Sumber: www.google.com