bab ii - mp2globalink | think globally act locally · web viewbahasa, baik dalam bentuk tertulis...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam Era globalisasi menunjukan perkembangan yang pesat di hampir
mencakup semua sektor. Berbagai perubahan kerap mewarnainya, bahkan pepatah
mengatakan sesuatu yang pasti di dunia ini adalah perubahan. Konteks globalisasi dalam
hal ini adalah adanya kemajuan di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan,
telekomunikasi, teknologi informasi, jaringan transportasi, dan sektor-sektor kehidupan
lainnya menyebabkan arus informasi semakin mudah dan lancar mengalir antar individu
ataupun kelompok. Pada era ini seseorang ataupun kelompok secara bebas melakukan
aktivitas usahanya, serta bersaing secara ketat untuk mendapatkan nilai bagi perusahaan
atau organisasinya.
Secara umum, setiap perusahaan mengalami berbagai macam perbedaan antar
beroperasi dalam pasar domestik (home market) dengan pasar luar negeri atau pasar
internasional. Sebagian besar perbedaan tersebut berkaitan dengan faktor ekonomi,
budaya, hukum, teknologi dan persaingan. Apabila karakteristik kunci sebuah pasar
domestik (seperti legilasi, media dan pesaing) dibandingkan dengan karakteristik pasar
internasional, maka tingkat kompleksitas dan ketidakpastian dapat dievaluasi dengan
jelas. Manajemen perusahaan bisa saja sangat memahami cara berbisnis di pasar
negaranya, namun seiring dengan ekspansi internasional yang dilakukannya, maka
tingkat kendali akan berkurang dan resiko semakin besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan mengenai komunikasi pemasaran global dalam memahami
lingkungan global secara komprehensif.
2. Dari informasi yang disediakan dalam evaluasi kasus, tingkatan integrasi diantara
daerah implementasi. Apakah integrasi ini memiliki kekuatan yang lebih jauh.
3. Diskusi tambahan, mengenai strategi komunikasi pemasaran global adalah
dimana komunikasi pemasaran global memungkinkan penghematan biaya cukup
signifikan, konsistensi pesan dalam pasar global, efektifitas komunikasi, kohesi,
dan identitas organisasi.
1
BAB II
ISI
Pemasaran yang sukses bergantung pada seberapa kuat hal itu bertumpu pada hal-
hal yang fundamental. Tetapi itu bukan berarti semua prinsip marketing adalah sama.
Memang skenario pemasaran yang berbeda membutuhkan strategi yang berbeda pula.
Mengetahui perbedaan ini, sama juga mengetahui perbedaan antara sukses dan
kegagalan. Salah satu dari hal yang menonjol dari pemasaran adalah "global marketing".
Menjual produk ke luar negeri membutuhkan perspektif yang jauh berbeda daripada yang
digunakan untuk bisnis yang dipasarkan untuk pasar domestik.
2.1 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Komunikasi Pemasaran Global
Ada sejumlah variabel yang bisa mempengaruhi efektivitas komunikasi
pemasaran yang melewati batas-batas negara. Beberapa di antara faktor tersebut bisa
dikendalikan oleh manajemen lokal atau manajemen kantor pusat. Meskipun demikian,
banyak di antaranya yang justru tidak bisa dikendalikan dan harus dipertimbangkan
secara cermat sebelum melakukan komunikasi pemasaran. Dua faktor yang paling
berdampak langsung dan segera pada organisasi dan aktivitas komunikasinya adalah
budaya dan media.
A. Budaya
Nilai, keyakinan, gagasan, kebiasan, tindakan dan simbol yang dipelajari oleh
para anggota masyarakat tertentu dikenal dengan istilah budaya. Budaya berperan penting
dalam memberikan identitas dan pedomen bagi setiap individu mengenai perilaku yang
bisa diterima dan yang tidak bisa diterima. Budaya diperoleh melalui pembelajaran. Bila
budaya bersifat 100% bawaan atau hanya karena insting, maka setiap orang akan
berperilaku sama. Orang di berbagai belahan dunia tidak berperilaku secara seragam dan
perilakunya tidak bisa diprediksi secara akurat. Oleh sebab itu, terdapat keaneka ragam
budaya yang masing-masing memilki batas-batas tertentu. Batas-batas tersebut tidak
brsifat kaku, namun bisa berubah seiring dengan adaptasi dengan adaptasi dan
2
penyesuaian yang dilakukan para anggota masyarakat terhadap teknologi baru, kebijakan
pemerintah, perubahan nilai, dan demografis.
Budaya diturunkan dari generasi ke generasi. Proses ini berlangsung melalui
keluarga, agama, pendidikan, dan media. Saluran perilaku dan keyakinan sosial ini
berperan besar dalam memberikan konsisitensi, stabilitas dan arah. Selain itu, budaya
memiliki berbagai aspek. Aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan komunikasi
pemasaran antara lain: nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan simbol, seperti
bahasa dan estetika; institusi dan kelompok, seperti keluarga, rekan kerja, pendidikan,
media, dan agama; dan nilai-nilai yang menurut Hofstede (1990) mencerminkan inti
budaya.
Simbol. Bahasa, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, memungkinkan
anggota masyarakat untuk melakukan dialog dan bertukar pikiran. Estetika, dalam
bentuk desain dan warna, membentuk bagian intergral dari pengemasan, promosi
penjualan, dan periklanan. Setiap orang yang terlibat dalam personal selling harus
mencermati damapk simbolis dari kode etik berbusana secara formal dan informal,
dampak penampilan secara keseluruhan dan dampak bahasa syarat atau gerak tubuh
(misalnya saat menyapa atau meninggalkan orang lain) terhadap setiap individu
dengan berbagai latar belakang budaya. Pengiklan harus berhati-hati supaya tidak
meyalahi kode estetika budaya tertentu saat merancang visualisasi iklan atau
menerjemahkan copy iklan ke dalam bahasa setemapat. Sebagai ilustrasi, aspek warna
kadangkala sensitif dalam budaya-budaya tertentu. Misalnya, bunga warna ungu
melambangkan kematian dan kesedihan di Brazil; bakung putih berkonotasi sama di
Kanada, Inggris, dan Swedia; bunga bakung putih dan kuning di Taiwan;dan bunga
bakung kuning di Meksiko. Bunga warna kuning melambangkan ketidaksetiaan di
Perancis dan sikap tidak sopan terhadap wanita di mantan Uni Soviet.
Institusi dan kelompok. Berbagai institusi yang membantu pembentukan
struktur masyarakat dan budaya tertentu memberikan wahana komunikasi dan
pelestarian budaya. Kelompok-kelompok tersebut memberikan mekanisme
berlangsungnya proses sosialisasi. Di antara kelompok tersebut, keluarga memainkan
peranan penting. Bentuk keluarga berbeda antar budaya. Contohnya, unit keluarga
tradisional di negara Barat semakin berkurang dan jumlah keluarga single-parent
3
berkembang pesat. Sementara itu, extended family, dengan beberapa generasi yang
tinggal bersama, tetap menjadi bagian sentral dalam masyarakat di berbagai negara
berkembang. Pesan-pesan komunikasi pemasaran harus mencerminkan karakteristik
seperti ini. Dampak dan art penting berbagai pengambil keputusan harus dipahami
dan gagasan kreatif sentral harus up-to-date dan sensitih terhadap unit keluarga.
Sebagai contoh, Johnson & Johnson pernah melakukan kesalahan sewaktu merancang
iklan global untuk memperkenalkan salah satu produk barunya. Iklan tersebut
menggambarkan seorang ibu dengan seorang bayi yang baru lahir di rumah sakit.
Dilihat dari segi konten, tidak ada yang salah dengan iklan tersebut. Namun, jika
dtinjau dari aspek sensitivitas budaya, barulah kelihatan bahwa iklan tersebut bahwa
iklan tersebut ‘bermasalah’ di Eropa Timur’. Mengapa demikian? Para ibu di Eropa
Timur melahirkan di rumah dan hanya datang ke rumah sakit jika ada masalah serius
pada sang ibu atau bayinya. Oleh karena itu, mengasosiasikan produk baru dengan
penyakit serius bukanlah strategi yang pantas diterapkan. Akhirnya iklan Johnson &
Johnson tersebut ditarik sebelum ditayangkan secara luas di Polandia.
Selain keluarga, beberapa aspek lainnya (seperti institusi kerja, pandidikan dan
agama) juga berbeda antar budaya. Pola kerja, misalnya, berbeda antar kawasan.
Tidak semua budaya melakukan aktivitas kerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore
selama 5 hati seminggu. Di beberapa negara di kawasan Asia Pasifik, bekerja 6 hari
seminggu merupakan norma yang berlaku umum.
Tingkat melek huruf sangat berpengaruh terhadap kemampuan target khalayak
untuk memahami pesan komunikasi pemasaran. Keseimbangan antara komponen
visual dan non-visual dalam pesan dan kompleksitas relatif pesan harus
dipertimbangkan sesuai dengan tingkat pendidikan di negara atau kawasan regional
yang dimasuki. Sebaliknya, sebagian audiens di negara maju justru memiliki tingkat
pemahaman iklan yang sangat tinggi. Makna yang diberikan pada pesan pemasaran
merupakan cerminan dari sejauh mana individu memahami pesan komersial dan apa
yang ingin dicapai sumber pesan. Level interaksi yang tinggi dengan pesan
pemasaran ini (disebut pula advertising literacy) mengindikasikan bahwa pengiklan
harus menciptakan dialog dengan para audiensnya yang mencerminkan kemampuan
4
pemrosesan kognitif audiens dan tidak berusaha menipu atau memberikan informasi
yang keliru.
Nilai. Salah satu riset yang paling berpengaruh dalam literatur
pemasaran global menyangkut aspek budaya adalah penelitian yang dilakukan
Hofstede (1985, 1990). Penelitian Hofstede berhasil mengidentifikasi beberapa
dimensi budaya. Dimensi pertama berkaitan dengan dimensi individul is/kolektivis.
Budaya individualis menekankan tujuan pribadi dan keinginan untuk diberdayakan,
berkembang dan menjadi pemimpin yang baik, sedangkan budaya kolektivis
mengutamakan keanggotaan dan partisipasi kelompok yang baik. Konsekuensinya,
timbul masalah manakala komunikasi di antara kedua jenis budaya tersebut memiliki
makna yang diartikan sesuai dengan konteks yang berbeda. Ada baiknya strategi
komunikasi adaptasi diterapkan untuk menghindari kesalahpahaman dan kerancuan
makna.
Selain itu, pemahaman atas pesan komunikasi akan semakin kompleks karena
adanya konteks bahasa. Dalam bahasa konteks tinggi, informasi disampaikan melalui
siapa yang berbicara dan juga perilaku individu bersangkutan. Konten bersifat
implisit, tidak perlu dikemukakan semuanya, dan disimpulkan sendiri oleh penerima
pesan. Hal seperi ini tidak terjadi pada bahasa konteks rendah, di mana informasi
harus disampaikan secara rinci agar tidak terjadi kesalapahaman. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan jika komunikasi pemasaran berlangsung di antara kedua
konteks bahasa ini, komunikator yang tidak berpengalaman akan merasa ‘terganggu’
karena pendekatan blak-blakan di negara berkonteks rendah (seperti Jerman atau
Perancis) atau ‘terkecoh’ oleh minimnya informasi yang diberikan di negara
berkonteks tinggi (seperti Jepang atau negara Asia lainnya).
Dimensi budaya berikutnya berkaitan dengan peranan wewenang dalam
masyarakat. Dalam high-power-distance cultures, wewenang sangat penting dan
menentukan sebagian besar keputusan yang dibuat. Sebaliknya, dalam low-power-
distance-cultures, orang lebih suka menggunakan pemrosesan kognitif dan membuat
keputusan beralasan (masuk akal) berdasarkan informasi yang tersedia. Implikasnya,
saran dan rekomendasi yang jelas dan spesifik dari para pakar harus diberikan pada
5
high-power-distance cultures, sementara penyediaan informasi harus menjadi sasaran
komunikasi pemasaran pada low-power-distance-cultures.
Orang cenderung merasa terancam atau tidak tenang menghadapi situasi
ketidakpastian, oleh sebab itu biasanya mereka menghindari situasi yang tidak
menyenangkan tersebut. Budaya yang lebih tergantung pada aturan formal dinilai
memiliki tingkat uncertainty avoidance yang tinggi. Masyarakat dalam budaya
semacam ini membutuhkan nasehat seorang ahli, sehingga komunikasi pemasaran
yang mencerminkan karakteristik seperti itu, yaitu logis dan jelas, serta menyediakan
informasi secara langsung dan tidak mendua akan memiliki peluang sukses yang
lebih besar.
Ditinjau dari perspektif adaptasi/standarisasi, informasi di atas sangat
bermanfaat dalam menentukan bentuk pesan iklan yang paling efektif. Zandpour &
Harich (1996) malakukan analisis dengan menggunakan dimensi budaya ini dan
penilaian terhadap lingkungan industri periklanan di masing-masing Negara. Hasil
riset mereka menunjukkan bahwa sejumlah negara lebih receptive terhadap pesan-
pesan yang memiliki daya tarik informasi yang bersifat logis dan rasional, sementara
Negara lainnya lebih receptive terhadap daya tarik psikologis dan dramatis.
B. Media
Perkembangan teknologi berdampak besar pada bentuk dan jenis media yang bisa
diakses audiens. Namun, ketersediaan media tidak sama antar negara dan rentang serta
tipe media juga bervariasi antar negara. Perkembangan media dipengaruhi oleh
perubahan struktural dan regulasi menyangkut industri media di setiap negara. Banyak
organisasi (media dan agen) berusaha tumbuh melalui deversifikasi dan pengembangan
jaringan internasional (pertumbuhan organik dan aliansi). Ada kecenderungan terjadi
peningkatan konsentrasi kepemilikan dan pengendalian terhadap sebagian besar industri
media oleh sejumlah kecil organisasi atau individu. Contohnya, Rupert Murdoch, Ted
Turner, Time-Warner, Bertelsmann, dan Silvio Berlusconi kini memiliki saham yang
sangat besar pada media internasional. Salah satu penyebab terjadinya konsentrasi
kepemilikan ini adalah keputusan pemerintah di berbagai negara untuk menderegulasi
media dan menjalin relasi dagang baru. Implikasinya, jaringan media seperti ini (televisi,
koran, majalah, TV kabel, satelit, film, penerbitan, periklanan, bioskop, ritel dan
6
rekaman) menciptakan peluang bagi para pemasang iklan untuk memakai jasa satu
penyedia media saja yang kemudian akan menyediakan akses ke jaringan media
globalnya. Fasilitas yang di kenal pula dengan istilah ‘one-stop-shopping’ kini telah
berkembang pesat ke seluruh dunia.
Beberapa trend yang dijumpai dalam perkembangan media global antara lain meliputi:
Belanja iklan untuk media elektronik berkembang pesat dan bahkan
‘menyedot’ sebagian anggaran belanja media cetak.
Belanja iklan untuk surat kabar di seluruh dunia mengalami penurunan
signifikan.
Jumlah majalah umum (general interest magazines) berkurang dan
sebaliknya, jumlah majalah spesifik (specialist interest magazines) berkembang pesat.
Pertumbuhan fasilitas satelit memfasilitasi perkembangan jaringan televisi
dan TV kabel.
Pemrograman dan distribusi televise semakin hari semakin penting.
Media di luar rumah (out-of-home media), khususnya media di luar gedung
dan media alternatif baru, mengalami pertumbuhan signifikan.
Webvertising (iklan di internet, baik di portal, fasilitas email, chatting,
maupun situs spesifik) mengalami perkembangan dramatis, terutama dalam beberapa
tahun terakhir.
2.2 Strategi Komunikasi Pemasaran Global
Sebuah organisasi harus mengadaptasikan pesan eksternalnya agar bisa sesuai
dengan kondisi negara lokal atau regional. Kebijakan standarisasi sukar dituntaskan
karena menyangkut pertimbangan strategik dan kemampuan memahami lingkungan
global secara komprehensip. Di satu sisi kebijakan standarisasi memungkinkan
penghematan biaya yang cukup signifikan, konsistensi pesan dalam pasar global,
efektivitas komunikasi, kohesi dan identitas organsasi. Masing-masing merek perusahaan
harus memiliki kepribadian merek yang kuat sehingga berhasil menciptakan identifikasi
global dan nilai merek superior yang mampu melintasi berbagai budaya yang berbeda.
Pendapat yang mendukung strategi adaptasi pesan agar bisa memenuhi kebutahan
lokal atau regional tertentu didasarkan pada beberapa argumen berikut:
7
Kebutuhan konsumen berbeda-beda dan bervariasi intensitasnya. Asumsi
bahwa stimulasi iklan tertentu yang memiliki daya tarik universal cenderung tidak
realistis. Hampir tidak mungkin bahwa konsumen di berbagai negara memiliki
pengetahuan dan potensi yang sama sehingga mereka memproses informasi
dengan craa yang baku atau memahami dan mempersepsikan stimulasi pemasaran
dengan makna yang sama. Oleh sebab itu, gagasan konsep pesan yang dirancang
secara terpusat besar kemungkinannya tidak sesuai dengna pasar lokal.
Infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung penyampaian pesan standar
sangat bervariasi, baik antar negara maupun antar daerah dalam negara yang
sama.
Tingkat pendidikan antar negara berbeda-beda. ini berarti bahwa kemampuan
konsumen untuk memberikan makna pada pesan yang diterima juga berbeda-
beda. Demikian pula kemampuan untuk memproses informasi juga beraneka
ragam, sehingga kompleksitas isi pesan harus ditekan serendah mungkin agar
penyampaian informasi secara universal bisa sukses.
Tingkat dan cara pengendalian terhadap komunikasi pemasaran di setiap
negara merupakan refleksi dari kondisi ekonomi, budaya, dan politik setempat.
Keseimbangan antara voluntary controls melalui self-regulation dan pengendalian
pemerintah melalui peraturan merupakan cerminan dari tingkat kematangan
ekonomi dan politik negara bersangkutan. Ini berarti bahwa apa yang dianggap
sebagai aktivitas komunikasi pemasaran yang bisa diterima di suatu negara
mungkin saja tidak boleh di negara lain.
Manajemen lokal terhadap implementasi pesan standar yang ditentukan secara
terpusat sangat mungkin tidak efektif karena kurangnya rasa kepemilikan atas
pesan bersangkutan. Pesan yang dirancang oleh perancang lokal untuk memenuhi
kebutuhan pasar lokal cenderung mendapatkan dukungan dan motivasi yang lebih
besar.
Sementara itu, altenatif strategi standarisasi pasar juga didukung sejumlah argumen,
diantaranya:
Meskipun secara geografis tersebar, konsumen berbagai
kategori produk memiliki sejumlah karakteristik serupa. Hal ini didukung dengan
8
berbagai tipologi psikografis yang telah dikembangkan oleh beberapa agen
periklanan untuk para kliennya. Selama citra dan proposisi merek sanggup
memberikan makna universal, tidak perlu dirancang pesan merek dalam jumlah
besar.
Banyak kampanye iklan yang dirancang secara lokal yang
rendah kualitasnya, karena kurangnya sumber daya lokal, pengalaman dan
keahlian. Oleh sebab itu, lebih baik mengendalikan proses total dan menciptakan
keunggulan komperatif.
Karena media, teknologi dan travel internasional berdampak
pada banyak orang, maka pesan standar untuk penawaran tertentu bisa
mendukung terciptanya citra merek yang kuat.
Seperti halnya manajemen lokal yang lebih menyukai
kampanye lokal, maka manajemen pusat juga menyukai kemudahan
implementasinya dan pengendalian kampanye standar. Ini memungkinkan
manajer lokal untuk berkonsentrasi pada manajemen kampanye iklan dan terbebas
dari tanggung jawab merancang gagasan kreatif dan hal lain yang terkait dengan
agen periklanan lokal.
Standarisasi pesan pemasaran memungkinkan tercitanya skala
prduksi pesan pengemasan, media buying, dan perancangan serta produksi pesan
iklan. Di samping itu, prospek konsistensi pesan dan kampanye yang terintegrsi
secara horizontal antar negara juga sangat menjanjikan. Pada gilirannya, skala
ekonomis yang tercipta bisa meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Meskipun strategi standarisasi dan adaptasi pesan memiliki argumen yang masing-
masing sama kuatnya, dalam praktik jarang ada perusahaan yang menerapkan adaptasi
total maupun standarisasi total. Sebaliknya mayoritas perusahaan lebih memilih
pendekatan kontingensi.
Organisasi menyusun pesan standar secara terpusat, namun untuk memberikan
kebebasan pada para manajer di negara tujuan pemasaran untuk mengadaptasinya agar
bisa memenuhi kebutuhan budaya setempat dengan cara menyesuaikan bahasa dan
komponen media lainnya. Ini berarti ada unsur standarisasi dan ada pula unsur adaptasi.
9
2.3 Isu-isu Khusus dalam Komunikasi Pemasaran Global.
Prinsip komunikasi pemasaran global tidak jauh berbeda dengan komunikasi
pemasaran domestik, naum terdapat sejumlah isu yang perlu dicermati oleh setiap
pemasar global, diantaranya:
a. Perbedaan bahasa. Penerjemahan merek atau slogan kampanye iklan
kedalam bahasa setempat bisa menimlkan masalah besar jika ternyata makna atau
artinya sama sekali berbeda dari yang dimaksud.
b. Ketersediaan Media. Ketersediaan media sangat tergantung pada regulasi
pemerintah dan infrastruktur media.
c. Kendali Pemerintah. Regulasi pemerintah bisa menyangkut penggunaan
media, pesan yang disampaikan, anggaran periklanan, dan kepentingan agen
periklanan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
Iklan makanan hewan dilarang di lthuania, karena makanan termasuk
langka di negara tersebut dan tipe iklan semacam itu dianggap ’melecehkan’
orang.
Produk rokok dan minuman kersa dilarang di beberapa negara di kawasan
Eropa Barat. Iklan kedua jenis produk ini juga sangat dibatasi di berbagai negara,
seprti Indonesia, China, Australia, Amerika dan lain-lain.
Iklan komperatif tidak dibolehkan di berbagai negara, karena dipandang
tidak etis dan cenderung diizinkan di Inggris, Irlandia, Spanyol dan Portugal.
Semua jenis periklanan diperbolehkan apabila tidak secara spesifik
dilarang Inggris. Segala jenis periklanan dilarang, kecuali bila dinyatakan boleh
secara spesifik, di Jerman, sedangkan di Belgia, tidak seorangpun yang tahu apa
saja yang dilarang.
Iklan TV dilarang di Noerwigia, Arab Saudi, Belgia, Denmark dan
Swedia.
Iklan TV hanya boleh ditayangkan antara pukul 18.15 hingga 20.00
kecuali hari minggu dan hari libur di Jerman. Iklan sebuah produk di TV dibatasi
hanya boleh 10 kali setahun dan tidak boleh ada dua tayangan dalam waktu
kurang dari 10 hari di Italia.
10
Iklan di koran dan majalah dibatasi hanya boleh maksimum 10 persen dari
ruang yang tersedia dan 3 menit per jam untuk radio dan TV di Vietnam.
Kepemilikan asing terhadap agen periklanan sangat dibatasi di negara
Nigeria, Indonesia, dan Pakistan.
d. Ketersediaan Agen Periklanan. Jumlah kualitas agen periklanan sangat
bervariasi antar negara. Di negara maju seperti Amerika dan Inggris jumlahnya lebih
dari 500 agen periklanan. Sedangkan di RRC dan Rusia jumlahnya tidak lebih dari 10
agen pada tahun 1995.
e. Ketentuan Mengenai Promosi Penjualan. Tidak semua aktivitas penjualan
bisa dilakukan di semua negara. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain
peraturan, budaya, dan situasi persaingan lokal. Hukum di beberapa negara
membatasi ukuran, bentuk dan sifat produk sampel, premium dan hadiah.
f. Kemunculan Media-media mutakhir. Perkembangan teknologi komunikasi
memfasilitasi berkembangnya sejumlah media mutakhir yang menunjang direct
marketing dan komunikasi interaktif, diantaranya database marketing, direct mail,
telemarketing, inserts, Multi Level Marketing, interactive TV, dan internet.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pemasaran yang sukses bergantung pada seberapa kuat hal itu bertumpu pada hal-
hal yang fundamental. Tetapi itu bukan berarti semua prinsip marketing adalah sama.
Memang skenario pemasaran yang berbeda membutuhkan strategi yang berbeda pula.
Mengetahui perbedaan ini, sama juga mengetahui perbedaan antara sukses dan
kegagalan. Salah satu dari hal yang menonjol dari pemasaran adalah "global marketing".
Menjual produk ke luar negeri membutuhkan perspektif yang jauh berbeda daripada yang
digunakan untuk bisnis yang dipasarkan untuk pasar domestik.
Secara umum, setiap perusahaan mengalami berbagai macam perbedaan antar
beroperasi dalam pasar domestik (home market) dengan pasar luar negeri atau pasar
internasional. Sebagian besar perbedaan tersebut berkaitan dengan faktor ekonomi,
budaya, hukum, teknologi dan persaingan. Apabila karakteristik kunci sebuah pasar
domestik (seperti legilasi, media dan pesiang) dibandingkan dengan karakteristik pasar
internasional, maka tingkat kompleksitas dan ketidakpastian dapat dievaluasi dengan
jelas. Manajemen perusahaan bisa saja sangat memahami cara berbisnis di pasar
negaranya, namun seiring dengan ekspansi internasional yang dilakukannya, maka
tingkat kendali akan berkurang dan resiko semakin besar.
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi komunikasi pemasaran global yaitu
budaya (simbol, institusi dan kelompok, nilai) dan media. Perusahaan harus mempunyai
strategi agar bisa mengadaptasikan pesan eksternalnya sesuai dengan kondisi negara lokal
atau regional. Kebijakan standarisasi sukar dituntaskan karena menyangkut pertimbangan
strategik dan kemampuan memahami lingkungan global secara komprehensif. Di satu sisi
kebijakan standarisasi memungkinkan penghematan biaya yang cukup signifikan,
konsistensi pesan dalam pasar global, efektivitas komunikasi, kohesi dan identitas
organsasi. Masing-masing merek perusahaan harus memiliki kepribadian merek yang
kuat sehingga berhasil menciptakan identifikasi global dan nilai merek superior yang
mampu melintasi berbagai budaya yang berbeda.
12
Prinsip komunikasi pemasaran global tidak jauh berbeda dengan komunikasi
pemasaran domestik, namun terdapat sejumlah isu yang perlu dicermati oleh setiap
pemasar global, diantaranya: perbedaan bahasa, ketersediaan media, kendali pemerintah,
ketersediaan agen periklanan, kemunculan media-media mutakhir, ketentuan mengenai
promosi penjualan
3.2 Saran
Setiap perusahaan ataupun organisasi harus dapat melakukan strategi strategi
khusus dan pendekatan-pendekatan khusus untuk menyampaikan komunikasinya agar
proses komunikasi tersebut berjalan efektif dan efisien. Setiap perusahaan harus mampu
memahami apa yang menjadi faktor-faktor pendukung maupun faktor penghambatnya
agar bisa mengadaptasikan pesan eksternalnya sesuai dengan kondisi negara lokal atau
regional. Serta harus adanya standardisasi
13