bab ii - abstrak.uns.ac.id · lari 100 meter pada dasarnya adalah gerak seluruh tubuh ke depan...

37
9 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Lari Cepat 100 Meter Lari 100 meter sebagai nomor lari jarak pendek merupakan salah satu nomor lari cepat (sprint). Lari cepat (sprint) adalah gerakan maju yang dilakukan untuk mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dengan waktu yang sesingkat mungkin. Adapun yang dimaksud dengan lari cepat 100 meter adalah lari yang diusahakan atau dilakukan dengan secepat-cepatnya (kecepatan maksimal) mulai start hingga finish dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menempuh jarak 100 meter. Inti olahraga lari cepat 100 meter adalah terletak pada kecepatannya, oleh karena itu faktor kecepatan adalah unsur utama yang harus diperhatikan dalam lari cepat. Bompa (1990: 134) mengemukakan bahwa kecepatan adalah salah satu kemampuan gerak tubuh yang penting dilakukan dalam olahraga yaitu: kecepatan, atau kapasitas berpindah, bergerak secepat mungkin. Menurut Harsono (1988: 216) kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan- gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Lari jarak pendek adalah suatu cara lari dimana atlet harus menempuh suatu jarak atau sepanjang jarak yang ditempuh untuk kecepatan yang semaksimal mungkin atau dengan kecepatan penuh Aip Syarifuddin (1992: 15). Kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke titik lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Jonath, Haag dan Kreample (1987: 20) menjelaskan bahwa kecepatan merupakan hasil kerja suatu massa. Di dalam unsur gerakan manusia, massa adalah tubuh atau salah satu anggota tubuh. Tenaga merupakan kekuatan otot yang digunakan seseorang menurut massa yang bergerak. Secara fisik kecepatan, kecepatan didefenisikan sebagai jarak persatuan waktu. Sedangkan secara fisiologis, kecepatan diartikan sebagai kemampuan gerak, sistem proses syaraf atau perangkat otot untuk melakukan gerakan dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikkan di atas, maka dapat didefenisikan bahwa lari cepat adalah kemampuan tubuh untuk bergerak maju dengan kecepatan penuh. a. Kecepatan Lari 100 Meter Secara umum kecepatan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kecepatan umum dan kecepatan khusus Bompa (1983: 249), adapun sebagai berikut: 1) Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerakan reaksi dengan cara cepat. Persiapan fisik secara umum maupun khusus dapat diperbaiki kecepatan umum. 2) Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu, biasahnya sangat tinggi. Kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan sebagaian tidak dapat ditransferkan. Kecepatan khusus hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu dicarikan bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer yang posistif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya.

Upload: others

Post on 02-Nov-2019

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB IIKAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori1. Lari Cepat 100 Meter

Lari 100 meter sebagai nomor lari jarak pendek merupakan salah satu nomor lari cepat (sprint). Lari cepat (sprint) adalah gerakan maju yang dilakukan untuk mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dengan waktu yang sesingkat mungkin. Adapun yang dimaksud dengan lari cepat 100 meter adalah lari yang diusahakan atau dilakukan dengan secepat-cepatnya (kecepatan maksimal) mulai start hingga finish dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menempuh jarak 100 meter. Inti olahraga lari cepat 100 meter adalah terletak pada kecepatannya, oleh karena itu faktor kecepatan adalah unsur utama yang harus diperhatikan dalam lari cepat. Bompa (1990: 134) mengemukakan bahwa kecepatan adalah salah satu kemampuan gerak tubuh yang penting dilakukan dalam olahraga yaitu: kecepatan, atau kapasitas berpindah, bergerak secepat mungkin. Menurut Harsono (1988: 216) kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Lari jarak pendek adalah suatu cara lari dimana atlet harus menempuh suatu jarak atau sepanjang jarak yang ditempuh untuk kecepatan yang semaksimal mungkin atau dengan kecepatan penuh Aip Syarifuddin (1992: 15). Kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke titik lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Jonath, Haag dan Kreample (1987: 20) menjelaskan bahwa kecepatan merupakan hasil kerja suatu massa. Di dalam unsur gerakan manusia, massa adalah tubuh atau salah satu anggota tubuh. Tenaga merupakan kekuatan otot yang digunakan seseorang menurut massa yang bergerak. Secara fisik kecepatan, kecepatan didefenisikan sebagai jarak persatuan waktu. Sedangkan secara fisiologis, kecepatan diartikan sebagai kemampuan gerak, sistem proses syaraf atau perangkat otot untuk melakukan gerakan dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikkan di atas, maka dapat didefenisikan bahwa lari cepat adalah kemampuan tubuh untuk bergerak maju dengan kecepatan penuh.a. Kecepatan Lari 100 Meter

Secara umum kecepatan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kecepatan umum dan kecepatan khusus Bompa (1983: 249), adapun sebagai berikut: 1) Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerakan

reaksi dengan cara cepat. Persiapan fisik secara umum maupun khusus dapat diperbaiki kecepatan umum.

2) Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu, biasahnya sangat tinggi. Kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan sebagaian tidak dapat ditransferkan. Kecepatan khusus hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu dicarikan bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer yang posistif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya.

10

Kecepatan menurut Jonath, Haag dan Kremple (1987: 20), kecepatan dilihat dari pembagian gerakan kecepatan dapat dibedakan menjadi 3 macam antara lain: 1) Kecepatan Siklis adalah produk yang dihitung dari frekuensi gerak (misalnya

frekuensi langkah amplitude gerak, contohnya panjang langkah). Apabila gerakan siklis mulai dengan kecepatan 0 (nol) pada pembagian isyarat mulai, dan jika waktunya dihitung dari pembagian isyarat-isyarat misalnya pada lari cepat jarak pendek, maka dapat dibedakan faktor-faktor sebagai berikut: waktu reaksi (start), percepatan gerak pada meter-meter pertama, kecepatan dasar sebagai kecepatan maksimal, maupun stamina kecepatan.

2) Kecepatan Aksilis, kecepatan ini dibatasi oleh faktor yang mengenai kecepatan gerak masing-masing otot dan yang terletak dalam otot. Terutama tenaga statis ini dan kecepatan kontraksi yang menentukan cepatnya gerak. Kedua factor tersebut tergantung pada viskositas dan tonus otot. Selain itu juga faktor-faktor luar memegang peranan, kerja antagonis otot dan pemelarannya sehubungan dengan itu, pangkal dan permulaan lagi otot tuas maupun massa yang digerakan (perbandingan beban tenaga). Faktor-faktor yang membatasi prestasi adalah tenaga dinamis (gaya cepat) ukuran antropometri (perbandingan badan –tuas) dan massa (perbandingan beban-tenaga).

3) Kecepatan Dasar sebagai kecepatan maksimal yang dicapai dalam gerak siklis adalah produk maksimal yang dapat dicapai dari frekuensi gerakan amplitude gerak. Ini tidak dapat dibedakan menurut kecepatan gerak maju dan kecepatan gerak. Maksimum kecepatan dasar pada wanita dicapai pada usia antara 17 dan 22 tahun, pada pria antara 19 dan 23 tahun. Faktor-faktor yang membatasi adalah: tenaga, vikositas, otot, kecepatan kontraksi, ukuran antropometri, koordinasi, stamina dan waktu reaksi pada permulaan lari (start).

b. Analisis Kecepatan Lari 100 MeterLari 100 meter pada dasarnya adalah gerak seluruh tubuh ke depan secepat

mungkin yang dihasilkan oleh gerakan dari langkah-langkah kaki dalam menempuh jarak 100 meter, yang unsur pokoknya adalah panjang langkah dan kecepatan frekuensi langkah hal ini sesuai dengan pendapat Hay (1993: 396) bahwa kecepatan lari atlet tergantung dari kedua faktor yang mempengaruhi, yaitu:

1) Panjang langkah adalah jarak yang ditempuh oleh setiap langkah yang dilakukan.

2) Frekuensi langkah jumlah langkah yang diambil pada suatu waktu tertentu (yang disebut sebagai irama atau kecepatan langkah).Kecepatan lari sangat tergantung kepada besarnya panjang langkah dan

frekuensi langkah, maka penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan ukuran tersebut.

1) Panjang langkah Panjang langkah yang dilakukan oleh seorang pelari dapat dianggap

sebagai jumlah dari ketiga jarak yang berbeda.

11

Gamabar 2.1 Kontribusi Total Panjang Langkah Pelari (Hay 1993: 398)(a) Jarak tinggal landas (takeoff distance) adalah jarak horizontal

ketika pusat gravitasi menghadap ke ujung kaki yang tinggal landas pada saat kaki tersebut meninggalkan tanah.

(b) Jarak terbang (flight distance) adalah jarak horizontal ketika pusat gravitasi berjalan pada saat pelari ada di udara.

(c) Jarak pendaratan (landing distance) adalah jarak horizontal ketika ujung kaki yang ada didepan menghadap ke pusat gravitasi pada saat pelari mendarat Hay (1993: 398).Yang pertama dari ketiga kontribusi tersebut tergantung kepada

kedudukan tubuh atlet pada saat tinggal landas (takeoff). Seberapa jauh pelari menjulurkan kaki penopangnya sebelum kaki meninggalkan tanah, dan sudut yang dibuat dengan horizontal pada saat itu memiliki arti penting dalam kaitannya dengan kedudukan tubuh. Sudut yang dibuat oleh kaki dengan garis horizontal pada saat kaki memutuskan hubungan dengan tanah terkait dengan variasi yang besar.

12

Gambar 2.2 Jarak Pusat Gravitasi Pelari pada Saat Kaki Meninggalkan Landasan dengan Sudut Kemeringan Badan Bervariasi (Hay, 1993: 399)

Sudutnya bervariasi antara sekitar 30º ketika pelari meninggalkan blok sampai mendekati 60º ketika ia mendekati langkah yang penuh. Jarak horizontal dari ujung jari ke pusat gravitasi berkurang dari 90 cm menjadi 40 cm. pada bagian lari tersebut dimana atlet tidak menyentuh tanah, jarak horizontal yang pelari tempuh ditentukan oleh faktor-faktor yang mengatur terbangnya semua proyektil semacam itu, yaitu kecepatan, sudut, dan tinggi pelepasan dan resistensi udara yang ditemui saat terbang (flight). Terpenting dari hal ini adalah kecepatan pelepasan, sebuah jumlah yang pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan reaksi tanah yang dikerahkan pada atlet. Hal ini nantinya merupakan hasil dari kekuatan (gaya), terutama dari juluran pinggul, lutut, sendi pergelangan kaki, yang dikerahkan oleh pelari terhadap tanah.Jarak horizontal dari ujung jari kaki yang didepan sampai garis gravitasi pada saat atlet mendarat adalah yang terkecil diantara kontribusi panjang langkah keseluruhan. Ukurannya dibatasi oleh kebutuhan mendarat seefisien mungkin. Saat mengayunkan kaki bawah kedepan tepat didepan kaki yang mendarat tampaknya merupakan cara yang tepat bagi pelari untuk mendambah panjang langkah, gerakan kaki kedepan ketika ketika pelari menyentuh tanah menimbulkan reaksi kebelakang (sejenis reaksi baling-baling atau mengerem) yang mengurangi kecepatan pelari kedepan (Hay, 1993: 399).

2) Frekuensi Langkah

13

Jumlah langkah yang dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu oleh beberapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu langkah, semakin lama waktu yang diperlukan, maka semakin sedikit langkah yang dapat dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu, dan sebaliknya. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu langkah dapat dianggap sebagai jumlah waktu ketika atlet (1) bersentuhan dengan tanah; dan (2) di udara. Ketika pelari menghabiskan sekitar 67% waktu dari setiap langkah pada sentuhan dengan tanah dalam beberapa langkah pertama, maka angka ini turun menjadi 40-45% ketika kecepatan tertinggi didekati.

Waktu saat atlet bersentuhan dengan tanah diatur terutama oleh kecepatan otot kaki sebagai penopang yang dapat mengarahkan tubuh kedepan kemudian kedepan dan keatas ke fase terbang berikutnya. Waktu yang dihabiskan oleh atlet di udara ditentukan oleh kecepatan dan ketinggian pusat gravitasi pada saat tinggal landas dan oleh resistensi udara yang ditemui pada saat terbang (Hay, 1993: 400).

Usaha untuk meningkatkan panjang langkah dan frekuensi langkah dalam lari 100 meter dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang paling efektif adalah dengan meningkatkan kondisi fisik yang menunjang kecepatan lari 100 meter dan meningkatkan penggunaan efesiensi teknik lari sprint.

c. Teknik Lari Cepat 100 MeterKecepatan lari 100 meter dapat ditingkatkan melalui peningkatan efesiensi

dalam penggunaan teknik yang ada. Penggunaan teknik yang baik dapat meningkatkan efesiensi gerakan sehingga kecepatan lari 100 meter dapat meningkat. Gerakan lari jarak pendek (sprint) merupakan gerakan mengais (pawing movement). Badan bergerak maju akibat dari gaya dorong ke belakang terhadap tanah. Gaya maju ini dan efesiensi penggunaannya merupakan kunci kecepatan yang dapat dikembangkan oleh pelari. Ada tiga teknik dasar dalam lari jarak pendek (sprint), yaitu: 1) Teknik Start

Start merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam lari cepat. Pelari harus dapat melakukan start dengan reaksi cepat. Untuk itu pelari harus dapat menggunakan teknik start yang efisien selain itu unsure yang tidak kalah penting dalam lari yaitu teknik gerakan lari cepat. Faktor utama yang menetukan kecepatan lari adalah panjang langkah dan frekuensi langkah. Pelari dapat mencapai prestasi jika frekuensi langkah larinya bertambah cepat dan panjang. Agar frekuensi langkahnya bertambah cepat, maka titik berat badan jatuh didepan telapak kaki, sehingga menimbulkan reaksi yang lebih cepat untuk bergerak ke depan.

Pada aba-aba starter “diatas sasaran,” atlet bergerak kedepan dan mengambil posisi dengan tangan tepat dibelakang garis start, kaki diatas blok start, dan lutut kaki belakang bersandar ditanah (Gambar 2.3). Pada aba-aba “siap”, atlet mengangkat lutut kaki belakang dari tanah, kemudian menaikan pinggul dan menggeser pusat gravitasi kedepan (Gambar 2.3 [b]). Terakhir, ketika senjata ditembakan, atlet mengangkat tangan dari lintasan, mengayunkan tangan dengan

14

giat (satu kedepan dan satu kebelakang), dan dengan juluran kedua kaki yang kuat mendorong tubuh kedepan menjauh dari blok dan menuju langkah lari yang pertama (Gambar 2.3[c] sampai [e].

Gambar 2.3 Teknik Start Lari Sprint (Hay, 1993: 403)

Ada jenis pokok start yaitu, bunch start, medium start, dan long start. Perbedaan ketiga jenis tersebut terletak pada jarak longitudinal antar kaki yaitu, pada jarak antar ujung jari salah satu kaki dengan ujung jari kaki yang lain, seperti yang diukur pada arah lari. Pada bunch start, ujung jari kaki belakang diletakkan hampir sejajar dengan tumit kaki depan. Jarak antar ujung ke ujung jari adalah pada urutan 25-30. Pada medium start, lutut kaki belakang diletakkan sehingga berlawanan satu titik didepan bagian kaki depan saat atlet berada pada posisi “diatas tanda anda”. Penempatan semacam itu menghasilkan jarak dari ujung jari ke ujung jari antara 40 cm dan 55 cm. long start yang jarang digunakan, lutut kaki belakang diletakan sejajar dengan atau sedikit dibelakang tumit kaki depan, pada posisi “diatas tanda anda”. Jarak dari ujung ke ujung yang dihasilkan berada pada urutan 60-70 cm ( Hay 1993: 403).

Tiap-tiap teknik start memiliki perbedaan, yang membedakan antara ketiga teknik tersebut adalah jarak antara posisi kaki depan dengan belakang, menurut Jonath, Haag dan Kremple (1989: 45) jarak antara posisi tumit ke tumit adalah sebagai berikut, (a) pendek: 14-28 cm, (b) sedang: 35-42 cm, (c) panjang: 50-70 cm. penggunaan teknik start jongkok dalam lari cepat dapat disesuaikan dengan postur tubuh dan panjang tungkai pelari. Pada setiap perlombaan lari cepat, untuk start biasahnya digunakan start block. Pelari tinggal mengatur jarak antara block depan dengan belakang sesuai dengan teknik start jongkok mana yang akan digunakan.

2) Teknik Lari Cepat (Sprinting)Gerakan dasar sprinting sangat penting bukan hanya dalam lintasan dan

lapangan melainkan juga dalam beberapa olahraga lainnya. Walaupun kesuksesan dalam sprinting jelas tergantung kepada kemampuan sesorang atlet untuk

15

memadukan gerakan kaki, lengan, batang tubuh dan sebagainya, kedalam suatu keseluruhan yang terkodinir secara lancar.Gerakan setiap anggota badan dalam lari 100 meter.

(a) Gerakan kakiGerakan kaki saat lari adalah berulang-ulang (siklus). Setiap kaki secara bergiliran mendarat di tanah, lewat dibawah dan dibelakang tubuh, dan kemudian meninggalkan tanah untuk bergerak kedepan lagi siap untuk mendarat berikutnya. Siklus ini dapat dibagi menjadi: (1) Fase topangan yang dimulai saat kaki mendarat dan berakhir ketika

pusat gravitasi atlet lewat didepannya.(2) Fase gerakan yang dimulai ketika fase topangan berakhir dan berakhir

saat kaki meninggalkan tanah.(3) Fase pemulihan dimana kaki menjauh dari tanah dan dibawah kedepan

mempersiapkan untuk pendaratan berikutnya. (Hay, 1993: 406)(b) Lengan

Fase gerakan kaki seseorang atlet, pinggul diputar kebelakang kedepan pada sebuah bidang horizontal. Ketika lutut kiri dibawa kedepan dan keatas pada fase pemulihan dalam siklus kaki kiri, maka pinggul (yang dilihat dari atas) berputar searah jarum jam. Batas putaran arah jarum jam dicapai ketika lutut mencapai titik tertingginya didepan tubuh. Selanjutnya, ketika kaki kiri diturunkan kearah lintasan dan kaki kanan memulai gerakannya kedepan dan keatas, maka pinggul mulai berputar berlawanan dengan arah jarum jam dicapai ketika lutut kanan mencapai titik tertingginya didepan tubuh.

Gerakan putaran pinggul menimbulkan reaksi berlawanan pada tubuh bagian atas atlet karena, ketika lutut kiri mengayun kedepan dan keatas, lengan kanan mengayun kedepan dan keatas dan lengan kiri kebelakang dan keatas untuk mengimbangi gerakan kaki ini. Selanjutnya, ketika kaki diturunkan, dan kaki kanan mulai bergerak kedepan, gerakan lengan dibalik. Walaupun bahu juga dapat diputar untuk mengimbangi gerakan pinggul, putaran semacam itu harus relatif lambat. Untuk menghindari komplikasi yang mungkin diperkenalkan oleh kelambatan ini, sprinter yang baik menggunakan sebuah gerakan lengan dari jangkauan dan kekuatan tersebut sehingga tidak dibutuhkan kontribusi dari bahu untuk mencapai kesetaraan (keseimbangan) yang diperlukan antara gerakan pinggul dengan reaksi tubuh atas.

Pada gerakan lengan ini, lengan dijulurkan ke sudut kanan pada siku dan diayunkan kebelakang dan kedepan dan sedikit kedalam disekitar sumbu melalui bahu. Pada ayunan kedepan tangan berada setingi bahu dan pada batas belakang sejajar dengan atau sedikit debelakang pinggul (Hay, 1993: 410).

(c) Tubuh Pada fase topangan dan gerakan, atlet mengerahkan gaya vertikal dan

horizontal terhadap tanah. Reaksi yang sama dan berlawanan yang ditimbulkan cendrung mempercepat atlet pada arah dimana mereka

16

bergerak dan, apabila mereka tidak bergerak melalui pusat gravitasi, untuk mempercepat dirinya dengan sudut, dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 kemiringan Tubuh Pelari (Hay, 1993: 411)Melakukan penyesuaian yang tepat pada kemiringan tubuh dan

memodifikasi momen-momen yang terlibat, sprinter yang baik mengontrol tubuh disekitar sumbu transversal (melintang). Ketika sprinter bergerak kedepan dan kebelakang kearah blok start, maka komponen horizontal dari gaya reaksi tanah sangat besar. Untuk mencegah efek putaran kebelakang dari gaya yang menjadi sangat dominan ini, sprinter miring kedepan, yang menjaga lengan reaksi horizontal tetap kecil dan lengan reaksi vertikal tetap besar. Pada langkah-langkah yang berurutan, kecepatan kedepan sprinter yang lebih besar membuatnya semakin sulit untuk mengerahkan gaya horizontal dengan ukuran yang sama seperti pada permulaan. Untuk mencegah kecendrungan putaran kedepan pada reaksi vertikal yang menjadi dominan dan mungkin menyebabkan sebuah sandungan, atlet mengangkat tubuh ketika gaya horizontal berkurang ukurannya.

Pada saat sprinter telah mencapai kecepatan tertinggi, maka gaya horizontal yang dikerahkan terhadap tanah telah berkurang pada titik dimana efek akselerasi yang dihasilkan hanya cukup untuk mengimbangi efek perlambatan dari resistensi udara. Kecendrungan putaran kebelakang dari kedua gaya tersebut juga telah berkurang dan kebutuhan akan kemiringan tubuh kedepan tidak ada lagi. Akan tetapi, masih ada suatu kebutuhan untuk melawan kecenderungan resistensi udara dan reaksi horizontal putaran kebelakang yang kecil. Jika hal ini tidak dilakukan,

17

maka tubuh pada akhirnya akan berputar kepada posisi dimana atlet tidak dapat menerapkan gaya horizontal terhadap tanah yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan (Hay, 1993: 412).

3) Teknik FinishUnsur lari cepat tidak kalah pentingnya dengan teknik start dan teknik lari

(gerakan sprint) adalah masuk finish. Keberhasilan memasuki garis finish sangat menentukan terhadap pencapaian prestasi dalam lari cepat. Hal ini terutama nampak pula saat terjadi persaingan yang sangat ketat, dimana dua orang pelari atau lebih memasuki garis finish dengan waktu yang bersamaan, maka yang lebih berpeluang menjadi juara tentunya adalah pelari yang lebih menguasai teknik memasuki garis finish.

Pada perlombaan lari penentuan kedatangan di garis finish berpedoman pada posisi batang tubuh bagian atas yaitu, bahu atau dada. Saat memasuki garis finish pelari harus berusaha membawa togok (tubuh) yaitu bahu atau dada secepat mungkin untuk menyentuh pita finish, dengan cara merebahkan badan atau memutar bahu ke depan dalam. Menurut Soegito, Bambang W dan Ismaryati (1993: 101) dalam lari jarak pendek (sprint) dikenal tiga teknik melewati garis finsh yaitu:(a) Berlari terus secepat mungkin, kalau mungkin bahkan menambah kecepatan

seakan-akan garis finish masih 10 meter di belakang garis finish yang sesungguhnya.

(b) Setelah sampai ± 1 meter di depan garis finsh merebahkan badan kedepan seperti orang jatuh tersungkur tanpa mengurangi kecepatan.

(c) Setelah sampai digaris finsh memutar bahu kanan atau kiri tanpa mengurangi kecepatan.

Lari jarak pendek menuntut pengerahan kekuatan dan kecepatan maksimal guna menempuh jarak dalam waktu sesingkat mungkin oleh karena itu, atlet harus memiliki start yang baik, mampu menambah kecepatan dan mempertahankan kecepatan maksimal untuk jarak yang tersisa. Lari jarak pendek membutuhkan reaksi yang cepat, akselerasi yang baik dan teknik yang efesien.

Keberhasilan pelari cepat 100 meter, terletak pada penggunaan tenaga maksimal untuk mendorong tubuh ke depan, tinggi lutut, dan penempatan kaki tepat dibawah titik berat tubuh. Kecepatan pelari jarak pedek, tergantung pada kemampuan atlet untuk mengkombinasikan gerakan langkah kaki, lengan atas, lengan bawah, telapak tangan, badan, dan lain-lain dalam satu kesatuan koordinasi.

d. Energi Utama Aktivitas Lari Cepat 100 MeterHal yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam menyusun program

latihan adalah kebutuhan energi utama pada cabang olahraga yang akan dikembangkan. Jenis energi yang akan digunakan untuk kerja otot tergantung pada intensitas kerja dan waktu kerjanya. Bagi atlet lari cepat 100 meter umumnya dilakukan dengan intensitas yang maksimal, dengan waktu kerja kurang dari 15 detik. Untuk aktivitas kerja dan intensitas tinggi dalam waktu kurang dari 15 detik, energi yang digunakan adalah ATP-PC. Menurut Fox dan Mathews (1981: 242), aktivitas lari 100 meter diperkirakan memerlukan ATP-PC dan LA sebesar 98% dan LA-O2 sebesar 2%. Adapun menurut Pyke, Robert, Woodman, Telford, dan Jerver

18

(1991: 46), lari 100 meter diperkirakan memerlukan phosphate (ATP-PC) sebesar 90% dan LA sebesar 10%. Menurut Fox, Bower dan Foss (1993: 289) bahwa atlet lari cepat 100 meter umumnya waktu kerja (time of performance) 09.8-0.15 detik, energi yang digunakan adalah ATP-PC (anaerobic capacity), hal ini dapat dilihat pada table 2.1 berikut ini:Tabel 2.1 Presentase Waktu Kerja dan Sistem Energi dalam Nomor-nomor lari

(Fox,Bower dan Foss, 1993: 289)Event Time of

Performance(min:sec)

Speed (ATP-PC strength)

Aerobic capacity (oxygen system)

Anaerobic capacity (speed & lactic acid

system)Marathon6 mile (10 k)3 mile (5 k)2 mile1 mile800 meter400 meter200 meter100 meter

135:00 to 180:0028:00 to 50:0014:00 to 25:00

8:30 to 15:003:50 to 6:001:50 to 3:00

:45 to 1:300:21 to 0:35:09.8 to 0:15

Negligible5%1020203080

90+95+

95%8070402555

NegligibleNegligible

5%152040556515

<10< 5

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa energi utama yang diperlukan dalam lari cepat 100 meter adalah ATP-PC dan sedikit LA. Oleh karena itu tujuan utama latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter terutama harus ditunjukan pada pengembangan sistem energi ATP-PC dan ditambah pengembangan LA.

Sistem energi ATP-PC disebut sistem phosphagen, sedangkan sistem energi disebut sistem glikolisis anaerob (Foss dan Keteyian, 1998: 44). Aktivitas dengan sistem energi utama ATP-PC dan LA merupakan aktivitas yang mengunakan sistem phosphagen dan sistem glikolisis anaerob sebagai penyuplai ATP ke dalam otot yang berkerja. Aktivitas yang sangat tergantung pada sistem phosphagen dan glikolisis anaerob (Foss dan Keteyian, 1998: 45). Dengan demikian aktivitas lari cepat 100 meter merupakan aktivitas anaerob. Untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter maka latihan yang tepat adalah latihan anaerob.

2. Sistem Energia. Pengertian Sistem Energi

Pengertian dasar bagaimana energi diproduksi didalam tubuh manusia adalah penting sebelum menyususn program pelatihan yang akurat. Energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan aktivitas otot adalah dari pemecahan senyawa phosphat energi tinggi dalam otot yang dikenal sebagai ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah terbatas dalam otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada didalam tubuh untuk keperluan energi berikutnya.

19

ATP dapat diberikan kepada sel otot dalam tiga cara. Dua cara diantaranya secara anaerob yang berarti oksigen tidak mutlak diperlukan dalam proses menghasilkan ATP, yaitu sistem ATP-PC dan sistem LA. Cara yang ketiga adalah sistem aerob, yang memerlukan oksigen dalam menghasilkan ATP (Smith, N.J. 1983: 184).

b. Sistem ATP-PC (Adenosine Tri Phosphate-Phospo Creatine)ATP dan fosfagen sama-sama disimpan dalam sel otot dan keduanya

mengandung sistem phospat. Disamping itu, ATP dan fosfagen juga sama-sama membebaskan kelompok phospat dengan memberikan sebagian besar energi sebagai hasil dari pemecahan creatin ( C ) dan ion phospat (PI).

Sistem ATP-PC sangat penting bagi olahraga yang membutuhkan kecepatan dan kekuatan seperti pada lari jarak pendek (sprint) serta olahraga lain yang membutuhkan waktu yang sangat singkat.

Fox (1998: 192) memberikan beberapa alasan tentang kecepatan penyedian sumber energi dan sistem fosfagen dari sistem fosfagen sebagai berikut:

1) Pembentukan ATP tidak tergantung dari suatu reaksi-reaksi kimia yang panjang.

2) Pembentukan ATP tidak tergantung dari transport oksigen yang kita hirup.3) ATP dan PC disimpan secara langsung dalam mekanisme kontraksi otot.

Untuk energi mendadak dalam waktu pendek, misalnya sampai 10 detik, ATP segera diperoleh dari PC, suatu bahan yang tersedia dalam otot skeletal. Pelatihan dapat meningkatkan jumlah simpanan ATP dan PC yang dapat dipakai untuk kegiatan jangka pendek seperti kebutuhan energi yang besar pada sprint, lari 100 meter, melempar dan event-event melompat, dan gerakan eksposif pada sepak bola, basket dan olahraga sejenis. Kerugian dari sistem ATP-PC ini adalah terlalu sedikitnya simpanan bahan tersebut (Smith, N.J. 1983: 184).

c. Sistem LA (Lactid Acid)Kalau simpanan ATP dan PC mengurang maka energi untuk jangka pendek

berikutnya diperoleh dari metabolisme anaerob glikogen atau glikosis anaerob. Dalam sistem anaerob yang kedua, glikogen dipecah menjadi asam laktat atau lactid acid. ATP untuk kegiatan dengan intensitas tinggi yang berlangsung sampai tiga menit dapat oleh sistem LA. Pelatihan yang akan meningkatkan potensi untuk kegiatan-kegiatan yang berat yang berlangsung antara 1-3 menit. Akan tetapi kerugian dari sistem ini adalah dalam proses ini akan terjadi penimbunan asam laktat dalam otot darah, sehingga dapat menimbulkan gejala kelelahan (Smith, N.j. 1983: 184).

Saat melakukan aktivitas yang berat sering cadangan ATP-PC habis karena kurang tersedianya oksigen yang cukup, tetapi masih dapat berlangsung dengan cara pemecahan glikogen yang disebut glikolsis anaerob. Proses pemecahan glikogen tersebut dipermudah dengan bantuan enzim ATP-ase yang dapat membentuk kembali ATP pada aerobic dan anaerobik.

Pada sistem anaerob dari 1 molekul glikogen (130 gram) hanya menghasilkan 39 molekul ATP/molekul glikogen. Hasil dari proses glikolisis anaerob ini memberikan penambahan ATP-PC untuk menyediakan energi pada kerja otot

20

dengan intensitas tinggi. Proses glikolisis anaerob dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Proses glikolisis anaerob akan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan kelelahan otot.

2) Proses glikolisis anaerob tidak memerlukan oksigen.3) Proses glikolisis anaerob hanya menggunakan karbohidrat (glikogen dan

glukosa).4) Proses glikolisis anaerob melepaskan energi yang hanya cukup untuk resintesa

ATP dalam jumlah yang sedikit.d. Sistem Aerob

ATP secara terus menerus dihasilkan dari zat gizi terutama karbohidrat dan lemak, oleh suatu sistem yang memerlukan oksigen atau aerob. Proses yang teratur ini memungkinkan seseorang melakukan aktivitas tanpa rasa lelah dan ini merupakan dasar dari kebutuhan energi yang meningkat dalam event-event atletik jangka lama seperti marathon, lari 10 km dan lain-lain. Program pelatihan yang tepat dapat meningkatkan kapasitas dari produksi energi aerob.

Secara singkat, ATP sebagai sumber energi yang siap pakai didalam tubuh, memungkinkan otot bekerja dengan tiga cara, yaitu:

1) Sistem ATP-PC untuk kegiatan jangka pendek, intensitas tinggi seperti lari 100 meter.

2) Sistem LA untuk kegiatan intensitas dalam jangka menengah, seperti lari 400 meter.

3) Sistem aerob untuk kegiatan jangka lama, intensitas rendah.

3. Latihan Interval Anaerob Program latihan yang efektif akan tampak pada cara latihan yang baik sesuai

dengan sistem energinya. Sistem energi yang tepat tergantung terutama pada waktu dan intensitasnya, tanpa perlu merinci sifat-sifat dari olahraganya, waktu merupakan yang hal yang terpenting untuk diperhatikan. Ini menunjukkan cara yang mudah tetapi tepat untuk menganalisa kebutuhan energi berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, misalnya:

a) Kegiatan kurang dari 30 detik …………………. ATP-PCb) Kegiatan antara 30 detik samapi 90 detik …….. ATP-PC dan LAc) Kegiatan antara 1½ menit sampai 3 menit …… LA dan O2d) Kegiatan lebih dari 3 menit …………………… O2

Kebutuhan latihan yang penting adalah memberikan overload atau beban berlebih, yang berarti meningkatkan kebutuhan energi secara bertahap dengan menambah beban dalam program latihan. Faktor-faktor dalam overload untuk program latihan aerob dan anaerob meliputi meningkatkan frekuensi latihan, intensitas latihan dan lamanya program latihan.

Menurut Fox (1984: 208) metode latihan berdasarkan pengembangan sistem energi ada sepuluh program latihan sebagai berikut:

1) Acceleration sprint2) Continous fast running3) Continous slow running

21

4) Hallow sprint5) Interval sprinting6) Interval training7) Jogging8) Repletion running9) Speed play10) Sprint trainingSepuluh jenis program latihan tersebut, latihan interval atau interval training

dapat bervariasi dan dapat diatur untuk meningkatkan sistem aerob dan anaerob. Latihan interval merupakan program latihan yang terdiri dari periode pengulangan kerja dan diselingi oleh periode istirahat (Fox, 1984: 59; Smith, N.J, 1983: 184) atau merupakan serangkaian latihan yang diulang-ulang dan diselingi dengan periode pemulihan. Latihan ringan biasanya dilakukan pada periode istirahat (Fox, Bower dan Foss, 1988: 205; Fox dan Mathews, 1981: 163). Latihan interval adalah serangkaian sistem latihan fisik yang diulang-ulang yang diselingi dengan periode pemulihan. Latihan interval anaerob karena terdiri dari interval kerja dan interval istirahat, disaat interval istirahat terjadi pemulihan dengan proses aerob, maka hal ini dapat meningkatkan kecepatan.

Ada beberapa istilah khusus dalam latihan interval yang harus dipahami dengan sebaik-baiknya Fox (1984: 193), adaalah sebagai berikut:

1) Interval kerja (work interval) merupakan bagian dari program latihan interval yang terdiri atas kegiatan dengan intensitas tinggi.

2) Interval pemulihan atau istirahat (relief interval) adalah waktu antara interval-interval kerja serta antar set-set. Pada interval istirahat akan terjadi proses pemulihan. Selama pemulihan keperluan akan energi sangat menurun, tetapi konsumi oksigen tetap berlanjut pada kadar yang cukup tinggi selama beberapa waktu. Konsusmsi oksigen selama pulih asal ini terutama dipergunakan untuk menyediakan energi guna memulihkan badan ke kondisi sebelum latihan, termasuk mengisi kembali simpanan energi yang telah kosong, interval pemuliahan dapat terdiri dari:a) Kegiatan ringan atau pemulihan istirahat, disebut rest reliefb) Latihan fisik ringan sampai sedang atau pemulihan dengan kegiatan disebut

work reliefc) Gabungan antara rest relief dan work relief, interval pemulihan biasahnya

dapat dinyatakan dalam hubungan dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai berikut: 1:½, 1:1, 1:2, atau 1:3. Rasio 1:½ mengisaratkan bahwa waktu interval pemulihan sama dengan setengah waktu interval kerja.

d) Set adalah serangkaian interval dan pemulihane) Pengulangan (repetition) adalah banyaknya interval kerja dalam satu set.

Banyaknya ulangan dari interval kerja penting untuk menentukan jarak latihan.

f) Waktu latihan (training time) adalah kecepatan pelaksanaan kegiatan selama interval kerja.

g) Frekuensi adalah banyaknya waktu per minggu melakukan latihan.h) Resep latihan interval berisi informasi mengenai suatu pelaksanann interval

yang biasahnya meliputi banyak set, banyaknya pengulangan waktu

22

pelaksanaan atau jarak interval kegiatan, waktu latihan dan waktu interval pemulihan.

Pelaksanaan latihan interval untuk atlet dalam melaksanakan interval kerja disesuaikan dengan cabang olahraganya, misalnya lari cepat 100 meter. Tipe kegiatan yang dipilih untuk latihan fisik umum berdasarkan atas pilihannya. Sebagai ringkasan dari sistem latihan interval sebagai berikut (Fox, Bower dan Foss, 1984: 280):

1) Tentukan terlebih dahulu sistem energi utama mana yang perlu dikembangkan

2) Pilih bentuk aktivitas (exercise) yang digunakan selama interval kerja (sprint).

3) Tentukan latihan sesuai dengan keterangan yang ada dalam daftar dari sistem energi utama yang ingin dikembangkan. Jumlah ulangan (repetisi) dan set, rasio kerja istirahat, dan tipe dari interval istirahat, seluruhnya ada dalam table 2.2 dan 2.3. Untuk setiap aktivitas yang dipilih, untuk latihan lari cepat 100 meter, biasahnya memakai waktu latihan dan jarak seperti dalam tabel 2.2 dan 2.3

4) Berikan peningkatan intensitas (progressive overload) selama program latihan.

Tabel 2.2 Informasi Penting untuk Penulisan Resep Latihan Interval Berdasarkan “Waktu” Latihan (Fox, Bower dan Foss, 1993: 306).

Major EnergySystem

Training time(min:sec)

Repetition Per Workout

Set per workout

Repetition per set

Work relief ratio

Types of interval

ATP-PC 0:10 50 5 10 1:13 Rest-relief (d.g.,

walking

flexing)

0:15 45 5 9

0:20 40 4 10

0:25 32 4 8

23

ATP-PC-LA

0:30 25 5 5 1:3 Work-relief (d.g.,

light to mind

exerci, joggin

g)

0:40−0:50 20 4 5

1:10−1:10 15 3 5 1:2

1:20 10 2 5

LA-O2 1:30−2:30 8 2 4 1:2 Work-relief

2:10−2:40 6 1 6

2:50−3:00 4 1 4 1:1 Host-relief

O2 3:00−4:00 4 1 4 1:1

4:00−5:00 3 1 3 1:½ Rest-reief

Table 2.3 Informasi Penting untuk Penulisan Resep Latihan Interval Berdasarkan “jarak” Latihan (Fox, Bower dan Foss, 1993: 307)

24

Major EnergySystem

Training distamce vards(min:sec)

Repetition Per Workout

Set per workout

Repetition per set

Work relief ratio

Types of interval

ATP-PC 55:15 50 5 10 1:3 Rest-relief (d.g., walking flexing)

110:25 24 3 8ATP-PC-LA

220:55 16 4 4 1:3 Work-relief (d.g., light to mind exercise, jogging)

440:110 8 2 4 1:2

LA-O2 660:165 5 1 5 1:2 Host-relief

880:220 4 2 2 1:1

O2 1100:275 3 1 3 1½ Rest-relief

1320:330 3 1 3 1:½

Peningkatan prestasi atlet merupakan akibat langsung dari jumlah dan kualitas kerja yang dicapai dalam latihan. Beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap, dan disesuaikan dengan kemampuan fisiologis dan psikologis setiap atlet. Organisme akan memberikan reaksi berupa perubahan morfologis dan psikologis sebagai pemenuhan kebutuhan adanya peningkatan beban latihan. Peningkatan intensitas latihan melalui cara sebagai berikut:

a) Meningkatkan kecepatan dalam jarak tertentu atau meningkatkan berat badan.b) Meningkatkan rasio antara intensitas relatif dan absolut, sehingga intensitas

absolut boleh dilakukan.c) Mempersingkat istirahat interval diantara masing-masing pengulangan set.d) Meningkatkan intensitas latihane) Meningkatkan jumlah pertandingan/perlombaan (Bompa, 1990: 85).

a. Interval Kerja pada Latihan Interval Anaerob

25

Interval kerja (work interval) merupakan bagian dari latihan interval yang menyatakan ketinggian intensitas latihan (Foss dan Keteyian, 1998: 281), dan dilakukan dengan intensitas tinggi. Pada dasarnya tipe dari interval kerja dari latihan interval terdiri dari dua kategori, yaitu: (1) latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat namun memerlukan kerja atau usaha yang maksimal dan (2) latihan yang dilakukan dengan waktu relatif lama tetapi memerlukan usaha yang submaksimal (Fox, Bowers dan Foss, 1993: 31). Tipe kerja yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja atau usaha maksimal disebut latihan anaerob. Latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang relatif lama tetapi memerlukan kerja atau usaha submaksimal disebut dengan latihan aerob.

Tipe kerja latihan interval anaerob adalah dilakukan dengan intensitas maksimal dalam waktu yang singkat dan pendek. Tujuan latihan interval anaerob adalah meningkatkan kecepatan dengan penggunaan energi ATP-PC (anaerob).

Prinsip latihan interval anerob adalah dengan memberikan beban maksimal yang dilakukan dalam waktu yang singkat dan diulang-ulang beberapa kali. Rushall dan Pyke (1992: 270) mengemukakan bahwa latihan interval untuk kecepatan yaitu dengan waktu kerja 5-15 detik dengan intensitas maksimal. Menurut Pyke et al (1991: 41) sistem energi ATP-PC dapat memberikan energi yang cukup untuk usaha yang maksimal yang dilakukan dalam waktu 5-10 detik.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa interval kerja pada latihan interval anaerob menggunakan intensitas maksimal dalam waktu yang relative singkat yaitu 5-15 detik dan sistem energi yang digunakan adalah ATP-PC. Jarak yang ditempuh ditetapkan 30-80 meter, karena diperkirakan untuk menempuh jarak tersebut dengan kecepatan maksimal diperlukan waktu kerja 5-15 detik.

b. Interval Istirahat pada Latihan Interval AnaerobInterval istirahat (relief interval) merupakan waktu diantara interval kerja atau

set (Foss dan Keteyian, 1998: 281). Interval istirahat diperlukan sebagai pemulihan setelah melakukan interval kerja. Aktivitas pemulihan yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas atau latihan berikutnya. Pemulihan ada dua macam yaitu pemulihan oksigen dan pemulihan energi. Selama periode interval kerja pada latihan interval anaerob laktasid terjadi pengurasan energi ATP-PC untuk kerja otot. Selama periode istirahat atau pemulihan, maka kekurangan oksigen dan pengurangan energi di otot harus segera diisi kembali.

Foss dan Keteyian (1998: 51) mengemukakan bahwa oksigen yang dikonsumsi selama pemulihan terutama oksigen selama pemulihan digunakan untuk pemulihan tubuh ke kondisi sebelum latihan, termasuk pengisian kembali simpanan energi yang dikosongkan dan perubahan asam laktat yang diakumulasikan selama latihan. Pengisian simpanan energi yang dikuras selama kerja dan pengurasan asam laktat diperlukan kerja secara aerob, sehingga diperlukan oksigen. Besar jumlah oksigen yang diperlukan selama pemulihan tergantung pada besarnya jumlah besarnya asam laktat yang terakumulasi dalam darah dan otot selama latihan. Pemulihan energi meruakan pengisian kembali simpanan energi yang telah dikuras atau dikosongkan selama periode interval kerja. Ada dua sumber energi yang

26

dihabiskan yang dihabiskan selama interval yaitu: Phosphagen (ATP-PC) yang disimpan dalam sel otot, dan glikogen yang disimpan dalam jumlah besar baik pada hati dan otot yang berfungsi sebagai dua sumber bahan bakar yang penting disebagaian besar aktivitas latihan (Foss dan Keteyian, 1998: 52).

Tujuan istirahat pada latihan interval adalah untuk pemulihan yang meliputi pemulihan oksigen dan pemulihan energi melalaui sistem aerobik. Pemulihan oksigen dan pemulihan energi berlangsung secara bersamaan dan tidak bisa dipisahkan.

1) Pemulihan OksigenPemulihan diperlukan karena selama kerja latihan terjadi oksigen debt.

Banyak yang keliru menginterpertasikan istilah hutang oksigen yang diartikan sebagai oksigen ekstra yang dikonsumsi selama pemulihan digunakan untuk mengganti oksigen yang dipinjam dari suatu tempat didalam tubuh selama melakukan latihan. Sebenarnya, selama latihan dengan kerja yang maksimal terjadi pengosongan simpanan oksigen di dalam otot dan dalam darah vena (Foss dan Keteyian, 1998: 50). Pada hakekatnya hal ini yang menyebabkan terjadinya hutang oksigen. Davis, Kimmet dan Auty (1992: 78) mengemukakan bahwa, dua konsep mengenai hutang oksigen, yaitu: 1) kekurangan oksigen adalah jumlah oksigen tambahan yang diperlukan saat harus benar-benar diselesaikan secara aerobik, 2) hutang oksigen adalah jumlah oksigen yang digunakan selama pemulihan melebihi jumlah yang seharusnya digunakan pada saat istirahat pada waktu yang sama. Pemulihan oksigen merupakan besarnya oksigen yang dikonsumsi saat istirahat pada kurun waktu yang sama. Selama pemulihan kebutuhan energi sangat sedikit karena exercise telah terhenti, namun demikian konsumsi oksigen berlanjut ketahap yang relative tinggi dalam suatu kurun waktu yang lamanya tergantung pada intensitas dan untuk tingkat yang lebih rendah, durasi dari latihan (Foss dan Keteyian, 1998: 51).

Pada periode awal sesaat latihan terhenti kebutuhan oksigen sangat tinggi, kemudian menurun seiring dengan berjalannya waktu pemulihan. Kebutuhan oksigen selama pemulihan cukup tinggi hal ini bukan hanya sekedar untuk membayar atau menganti hutang oksigen yang dilakukan selama kerja dalam latihan. Foss dan Keteyian (1998: 51) mengemukakan bahwa, oksigen yang dikonsumsi selama pemulihan terutama digunakan untuk perbaikan/pemulihan tubuh ke kondisi pre-exercise, termasuk pengisian kembali simpanan energi yang dikosongkan dan perubahan asam laktat yang diakumulasikan selama exercise.

Pengisian simpanan energi yang dikuras selama kerja dan penggusuran asam laktat diperlukan kerja secara aerobic sehingga di perlukan oksigen. Besarnya jumlah oksigen yang diperlukan selama pemulihan tergantung pada besarnya jumlah asam laktat yang terakumulasi dalam darah dan otot selama latihan. 2) Pemulihan Energi

Pengisian energi merupakan pengisian kembali simpanan energi yang telah dikuras atau dikosongkan selama periode kerja. Ada dua sumber energi yang dihabiskan selama latihan yaitu, (1) phosphagen, atau ATP-PC, yang disimpan dalam

27

sel otot, dan (2) glikogen yang disimpan dalam jumlah besar baik dalam hati dan otot yang berfungsi sebagai dua sumber bahan bakar yang penting pada sebagian besar aktivitas latihan (Foss dan Keteyian, 1998: 52).

Selama periode kerja anaerob, cadangan energi yang dikuras adalah ATP dan PC. Pada latihan lari cepat, cadangan ATP dan PC habis setelah habis selama beberapa detik dengan kecepatan maksimal. Setelah cadangan energi dalam otot di gunakan maka diperlukan pemulihan energi. Pemulihan energi pada latihan anaerob merupakan pengisian ATP dan PC dalam otot yang telah digunakan atau dikosongkan selama periode kerja. Pada periode interval istirahat cadangan ATP dan PC yang telah dihabiskan akan diisi kembali melalui sistem aerobik.

Pada periode awal, pemulihan ATP dan PC didalam otot berlangsung dengan cepat. Periode pemulihan ATP dan PC dapat pula disebut sebagai komponen pemulihan hutang oksigen alactasid. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar ATP dan PC yang dikuras dalam otot pada waktu latihan (exercise) dengan sangat cepat diisi kembali (dalam beberapa menit setelah exercise) (Foss dan Keteyian, 1998: 52).

Sebagian besar ATP dan PC yang digunakan selama kerja dalam latihan diisi kembali kedalam otot selama 2-3 menit. Setengah ATP dan PC dapat terisi pada periode 30 detik. Menurut Pyke et al (1991: 45), subtansi ATP-PC segera dibentuk kembali setelah 30 detik yaitu sebesar 50%. Untuk mendekati 100% diperlukan waktu 2-3 menit. Foss dan Keteyian (1998: 54) menyatakan bahwa, ATP-PC terbentuk kembali setelah istirahat 30 detik ½, selama 1 menit sebesar ¾ dan selama 3 menit sebesar 63/64. ATP-PC dalam tubuh terbentuk kembali sebesar 50% setelah istirahat selama 30 detik dan pulih mendekati 100 setelah istirahat 3 menit.

Berkaitan dengan pemulihan energi pada latihan interval, Davis et al (1992: 79) menyetakan bahwa, phosphagen terbentuk kembali setelah istirahat dengan rincihan sebagai berikut:Tabel 2.4 Pembentukan Phosphagen Setelah Istirahat

Waktu Pemulihan Besarnya Pembentukan Phosphgen

Kurang dari 10 detik Sangat kecil

30 detik 50%

60 detik 75%

90 detik 87%

120 detik 93%

150 detik 97%

180 detik 98%

28

Lamanya waktu yang diperlukan pada periode istirahat dalam latihan interval bervariasi, tergantung pada jarak dan waktu tempuh tiap repetisi. Lamanya waktu yang diperlukan periode istirahat dalam latihan interval lari juga tergantung pada jenis kegiatan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Lamanya pemulihan untuk kerja anaerob lactacid dengan penggunaan sistem energi ATP-PC yaitu 2-3 menit. Setelah istirahat 2-3 menit, cadangan ATP-PC didalam otot telah terisi hampir 100%, sehingga atlet siap untuk melakukan kerja yang berat dengan intensitas maksimal. 3) Jenis Interval Istirahat (Relief Interval)

Jenis kegiatan yang dilakukan saat interval istirahat perlu ditetapkan dan diperhatikan. Apa yang dilakukan saat berhubungan juga dengan sistem energi yang diharapkan dapat dikembangkan. Foss dan Keteyian (1998: 284) mengemukakan bahwa, interval relief bisa berbentuk rest relief (misalnya berjalan atau melentukan lengan atau kaki), work relief (misal: exercise yang ringan atau mudah seperti jalan cepat dan jogging) atau kombinasi dari rest relief dan work relief.

Interval rest relief harus digunakan dengan program latihan interval yang dirancang untuk memodifikasikan sistem energi ATP-PC yang menentukan selama kerja melelahkan jangka pendek. Interval rest relief membantu mempercepat pengisian kembali ATP-PC yang disuplai dalam otot sehingga latihan yang kuat bisa diulang lagi. Saat latihan untuk memperbaiki glikolisis anaerob, interval work reief harus digunakan diantara interval kerja. Sebab work relief dapat mempercepat penggusuran LA di dalam darah dan otot. Jenis aktivitas kerja pada pemulihan harus bersifat aerobik, oleh karena itu aktivitasnya harus ringan.

c. Rasio Waktu Kerja dan Istirahat Perbandingan (rasio) antara periode kerja dan periode istirahat dalam latihan

interval ikut menentukan hasil latihan. Untuk meningkatkan kecepatan harus diperhitungkan dengan cermat, besarnya rasio antara periode kerja dan periode istirahat. Rasio yang keliru dapat mengubah tujuan latihan. Latihan kecepatan dapat berubah menjadi latihan daya tahan jika rasio antara periode kerja dan periode istirahatnya salah. Dari berbagai pendapat para ahli diperoleh kesimpulan bahwa, mengenai besarnya rasio antara periode kerja dan periode istirahat yang bervariasi yaitu 1:3, 1;5 dan 1:10 untuk meningkatkan kecepatan diperlukan interval istirahat yang lebih panjang, hal ini dimaksudkan memberikan pemulihan yang cukup terhadap tubuh.

Latihan anaerob untuk mengembangkan kecepatan murni, harus dilakukan dengan intensitas maksimal. Pelaksanaanya harus menghindari adanya pengembangan asam laktat. Keletihan harus dihindari agar intensitas maksimal dalam pelaksanaan latihan dapat dipertahankan. Dalam hal ini diperlukan waktu pemulihan yang sempurna (Foss dan Keteyian, 1998: 285).

Berdasarkan hal tersebut maka latihan anaerob yang masih dianggap cocok untuk meningkatkan kecepatan lari yaitu dengan rasio 1:5 dan 1:10, karena dengan rasio 1:5 dan 1:10 memberikan periode pemulihan yang lebih sempurna.1) Latihan Interval Anaerob dengan rasio 1:5

29

Latihan interval dengan rasio 1:5 yaitu perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 5 untuk waktu istirahat. Misalnyalnya waktu kerja menemuh jarak 100 meter dengan waktu 15 detik, maka periode istirahatnya 75 detik. Latihan yang akan diterapkan dalam latihan ini yaitu lari cepat (sprint) menempuh jarak 40-60 meter, dengan waktu kerja 5-15 detik, dengan demikian periode istirahatnya yaitu 25-75 detik. Dengan periode istirahat 25-75 detik, energi ATP-PC pelari baru pulih sebesar ± 50-80%. Untuk melaksanakan kerja berikutnya maka energi yang digunakan tidak 100% ATP-PC, karena ATP-PCnya belum pulih 100%.Kelebihan dan Kekurangan Latihan Interval Anaerob 1:5

Periode istirahat 25-75 detik, energi ATP-PC pelari baru pulih sebesar ± 50-80%. Untuk melaksanakan kerja berikutnya maka energi yang digunakan tidak 100% ATP-PC, karena ATP-PCnya belum pulih 100%. Latihan interval anaerob dengan rasio 1:5, merupakan latihan interval dengan istirahat yang lebih singkat. Saat pengulangan jarak bertambah asam laktat mulai diproduksi. Ketika asam laktat mulai diproduksi maka keletihan mulai timbul. Jika hal ini berlangsung secara berulang-ulang dan terus menerus maka latihan yang awalnya latihan kecepatan beralih menjadi latihan daya tahan.

Jika usaha fisik maksimal dilakukan terus menerus diluar sistem energi (ATP-PC), energi akan dipenuhi melalui persediaan glikogen yang ada didalam otot yang aktif. Energi anaerob yang dihasilkan dari glikogen ini memperoduksi asam laktat (LA). LA ini mengakibatkan rasa lelah (Pyke, et. al., 1991: 45).

Akumulasi LA didalam darah menimbulkan keletihan otot. Otot yang mengalami keletihan tidak dapat melaksanakan tugas gerak dengan kecepatan maksimal. Persyaratan latihan kecepatan adalah adanya pengulangan gerakan kecepatan maksimal. Latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 menyebabkan pengulangan kerja (lari) tidak sepenuhnya dilakukan dengan kecepatan maksimal. Dapat dikatakan bahwa, latihan interval anaerob rasio 1:5 bukan merupakan latihan kecepatan murni, tetapi mengarah pada peningkatan daya tahan kecepatan, karena adanya akumulasi LA.2) Latihan Interval Anaerob dengan Rasio 1:10

Latihan interval dengan rasio 1:10 yaitu perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 10 untuk waktu istirahat. Latihan yang akan diterapkan dalam penelitian ini yaitu lari cepat (sprint) menempuh jarak 40-60 meter, dengan waktu kerja 5-15 detik, dengan demikian periode istirahatnya yaitu 50-150 detik. Pelaksanaan latihan ini dilakukan secara bertahap. Pada latihan awal menempuh jarak 40 meter, kemudian ditingkatkan hingga mencapai jarak 60 meter. Ciri khas latihan kecepatan adalah pada setiap ulangan dilakukan dengan kecepatan penuh. Pada latihan ini setiap ulangan dilakukan dengan kecepatan maksimal (intensitas maksimal).Kelebihan dan Kekurangan Latihan Interval Anaerob dengan Rasio 1:10

Periode istirahat pada latihan interval anaerob dengan rasio 1:10 yang dilaksanakan pada penelitian ini cukup panjang yaitu, 50-150 detik. Dengan periode istirahat 50-150 detik, maka energi ATP-PC pelari telah pulih sebesar ± 70-95%. Dengan demikian pemulihan dalam latihan interval anaerob dengan rasio 1:10 ini cukup panjang, hampir 100%. Hal ini menghindari adanya akumulasi LA. Latihan ini merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan dihindari. Rushall dan

30

Pyke (1992: 258) mengemukakan bahwa, untuk latihan kecepatan murni, latihan harus dibatasi untuk menghindari pengembangan asam laktat, dengan pemilihan yang cukup yang diperbolehkan pada saat pengulangan. Latihan kecepatan harus berhenti bila perubahan teknik mengarah keletihan.

Intensitas dari semua aktivitas pelatihan sprint haruslah maksimum. Jika kurang, hal ini tidak akan dapat membantu peningkatan kecepatan. Pengulangan jarak yang lebih pendek cocok untuk pengembangan kecepatan. Sumber energi primer tugas kecepatan adalah anaerobik alactacid. Rushall dan Pyke (1992: 264) menyatakan bahwa, durasi tugas pelatihan haruslah dalam keadaaan dimana tidak adanya akumulasi asam laktat dan sumber bahan bakar primer adalah sistem energi alactacid. Latihan lari dengan jarak pendek dan istirahat yang cukup lama dapat meminimalkan timbulnya LA dan timbulnya keletihan saat aktivitas.

Latihan interval anaerob dengan rasio 1:10, merupakan latihan interval dengan istirahat yang lebih lama. Istirahat yang lebih lama memberikan pemulihan yang mendekati sempurna, sehingga kualitas tugas kecepatan pada tiap ulangan dipertahankan. Peningkatan kecepatan merupakan adaptasi saraf, maka penting untuk memberikan percobaan sebanyak mungkin dengan mengunakan susunan neuromuscular yang nyata dari penampilan dengan kecepatan maksimal. Penampilan dengan kecepatan maksimal dilakukan secara berulang-ulang dan secara terus-menerus menimbulkan superkompensasi otot dan saraf untuk dapat melaksanakan tugas kecepatan dengan baik.

4. Rasio Panjang Telapak kaki dan Tinggi BadanPeningkatan kecepatan lari 100 meter dipengaruhi oleh proporsi tubuh (rasio

antropmetrik) dari atlet baik itu tinggi badan, berat badan, panjang tungkai ataupun faktor antropmetrik yang lain. Istilah antropometrik berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia sedangkan “metron” yang berarti ukuran. Anthropometrik merupakan suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia yang berkaitan dengan karakteristik tubuh manusia berupa ukuran, bentuk dan kekuatan tubuh. Sementara itu rasio kita ketahui merupakan sebuah perbandingan dua atau lebih satu benda. Jadi, rasio anthropometrik merupakan perbandingan dari ukuran-ukuran tubuh. Verducci (1980: 215) menyatakan bahwa rasio anthropmetrik merupakan pengukuran lebih jauh mengenai bagian-bagian luar dari tubuh. Pengukuran anthropometric diantaranya meliputi pengukuran yang membedakan panjang telapak kaki dan tinggi badan.

Panjang telapak kaki bisa dikatakan relatif panjang apabila apabila ditinjau dari segi perbandingan dengan tinggi badan. Kondisi pertumbuhan yang bervariasi yang dialami oleh setiap individu mengakibatkan bervariasinya proporsi ukuran bagian-bagian tubuh yang dimiliki. Proporsi ukuran bagian-bagian tubuh ada hubungannya dengan kapasitas kemampuan individu untuk melakukan keterampilan gerak tertentu. Proporsi gerak tubuh tertentu akan menguntungkan untuk bentuk gerakan tertentu dan sebaliknya bisa menguntungkan dalam melakukan gerak yang lain.

Keterampilan gerak tertentu yang memerlukan keterlibatan bagian tubuh tertentu, mensyaratkan adanya kondisi dan kapasitas kemampuan bagian tubuh yang terlibat itu yang sesuai dengan karakteristik gerakan yang dilakukan. Rasio atau perbandingan ukuran antara unsur bagian tubuh yang berfungsi sebagai satu kesatuan sistem yang menghasilkan gerakan merupakan salah satu faktor yang dipersyaratkan.

31

Bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan cabang olahraga yang dipelajari merupakan salah satu syarat yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi olahraga. Sajoto (1988: 11) menyatakan salah satu aspek untuk mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh, yaitu: 1) ukuran tinggi badan dan panjang tungkai, 2) ukuran besar, lebar dan berat badan, 3) somatotype (bentuk tubuh). Tungkai manusia terbagi atas tiga segmen yaitu: tungkai atas, tungkai bawah, dan telapak kaki. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan secara biomekanika diduga dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

Berdasarkan hal diatas panjang telapak kaki dan tinggi badan merupakan salah satu aspek yang mendukung kemampuan seseorang dalam usaha meningkatkan kecepatan lari. Hal ini terkait dengan kemampuan sesorang untuk dapat melakukan tolakan yang maksimal. Rangkaian gerakan berupa tolakan dihasilkan oleh sistem pengungkit yang melibatkan sendi, tulang dan otot-otot sebagai tenaga penggerak. Pada telapak kaki, yaitu sendi pergelangan kaki yang berfungsi sebagai batang pengungkit adalah tulang telapak kaki yang terdiri dari sekelompok tulang yaitu yang meliputi calcaneus, talus, navikular, cuboit, cuneiform, metatarsal, dan palanges. Sebagai penghasil gaya adalah otot-otot ekstensor sendi pergelangan kaki, sedangkan sebagai tahanan adalah berat badan.a. Telapak Kaki

Telapak kaki mempunyai dua fungsi utama, yaitu: 1) sebagai penyokong berat badan, 2) berfungsi sebagai pengungkit untuk memajukan tubuh sewaktu berjalan atau berlari (Snell, 2006: 642) telapak kaki merupakan komponen pembentuk ekstrimitas inferior, yang tersusun dari sekelompok tulang yaitu: calcaneus, talus, navikular, cuboit, cuneiform, metatarsal, dan palanges,telapak kaki dapat menyokong berat badan dan berfungsi sebagai pengungkit yang kaku untuk gerakan kedepan. Gerak maju seluruhnya seluruhnya akan tergantung pada aktivitas m. Gastrocnemius dan m. soleus. Karena pengungkit ini terdiri atas segmen-segmen dengan banyak sendi. Otot-otot flexor panjang dan otot-otot kecil atau dapat mengunakan fungsinya pada tulang-tulang kaki bagian depan dan jari-jari (sebagai landasan maju kaki) dan sangat membantu gerakan maju kedepan m. Gastrocnemius dan m. Soleus.

Gambar 2.5 Susunan Tulang Persendian Pergelangan Kaki dan Telapak Kaki (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 174)

32

b. Tinggi Badan Johnson dan jack (1986: 34) menyatakan penampilan pria dan wanita di

pengaruhi oleh usia, tinggi badan dan struktur badan. Tinggi badan menentukan keberhasilan dalam sejumlah cabang olahraga, termasuk cabang atletik nomor lari 100 meter. Atlet yang memiliki tinggi badan lebih tinggi akan lebih menguntungkan, yaitu jangkauan akan menjadi luas. Atlet yang memiliki sifat dan karakteristik tinggi badan yang ideal dimungkinkan akan mempunyai keuntungan secara mekanik.

Dalam pemilihan cabang olahraga tidak terlepas dari postur yang dimiliki atlet, postur dikatakan baik apabila:1. Bagian atau segmen tersusun rapi.2. Tidak ada ketegangan pada persendian, tulang, ligament dan otot di

sekelilingnya.Postur mempunyai kaitan dengan proporsi tubuh yang khas menurut cabang

olahraganya sebagai berikut:1. Kaki mengarah kedalam atau inversi saat berdiri dalam sikap sedia, dengan

lutut agak ditekuk dan badan membungkuk, stabilitasnya lebih besar dan lebih mudah bergerak.

2. Sebaiknya kaki yang mengarah keluar atau eversi (duck feet), mempunyai kemampuan di air untuk menyisir keluar.

3. Badan dengan ruas tulang belakang bagian pinggang yang agak melengkung (sway back) atau tenggeng, disebabkan oleh karena pelvis condong ke depan. Postur ini cocok untuk peloncat, pesenam, sprinter dan lompat jauh.

c. Fungsi Gerak Maju Kaki1) Berdiri diam

Berat badan didistribusikan melalui tumit belakang dan caput ossis metatarsi didepan (termasuk kedua os sesomoideum dibawah caput ossis metatarsi pertama).

2) Berjalan Sewaktu berat badan berpindah kedepan berat badan tersebut berturut-turut disokong oleh pinggir lateral kaki dan caput metatarsi sewaktu tumit terangkat, jari-jari ekstensi pada articulations metatarsophalenga dan aponeustosis plantaris tertarik sehingga memendekan tali panahan (tie beam) dan meninggikan arcus longitudinalis. Tendo otot-otot flexor panjang yang kendur dikencangkan, sehingga meningkatkan efisiensinya. Beban kemudian terdorong kedepan oleh: (1) kerja m. gastrocnemius, m. soleus dan m. plantaris pada sendi pergelangan kaki, menggunakan kaki sebagai pengungkit dan, (2) jari-jari kaki mengalami fleksi kuat oleh otot-otot flexor panjang dan pendek kaki, mengakibatkan akhir dari dorongan kedepan. Mm. lumbricles dan mm. interpssei berkontraksi dan menjaga jari-jari kaki tetap kedalam ekstensio sehingga tertekuk kebawah karena kuatnya tarikan m. flexor digitorium longus. Didalam gerakan ini tendo-tendo flexor panjang juga membantu plantar flexsi sendi pergelangan kaki.

3) Berlari

33

Bila seseorang berlari, berat badan menumpu pada bagian depan kaki, dan tumit tidak menyentuh tanah. Lemparan kedepan tubuh disebabkan oleh mekanisme (1) dan (2) seperti pada berjalan (Snell, 2006: 643).

d. Analisis Otot-otot Penggerak dalam Lari Cepat 100 MeterOtot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi,

gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Menurut Pate, Clenaghan dan Rotella (1984: 168-176) susunan anggota rangka badan bawah sama dengan anggota badan atas. Tetapi pada persendian tungkai lebih stabil karena susunannya berat dan perlu menyerap tenaga yang banyak selama bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Persendian utama terdapat pada panggul, lutut dan pergelangan kaki adalah sebagai berikut: 1) Susunan Persendian Panggul

Panggul adalah persendian bola dan rongga yang dibentuk oleh kepala setengah lingkaran tulang paha dan acetabulum pelvis yang berbentuk mangkok. Gerak pada panggul adalah faktor penting dalam penampilan keterampilan olahraga khususnya olahraga lari.

Gerakan panggul meliputi gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, adalah sebagai berikut:a. Fleksi panggul terjadi pada dataran sagital dengan kontraksi otot illiacus dan

otot psoas mayor.b. Ekstensi panggul terjadi apabila tulang paha digerakan ke belakang pada

piring sagital ekstensi panggul ke posisi netral diakibatkan oleh tarikan gaya berat dikendalikan oleh kontraksi eksentris otot illiopsoas. Ekstensi panggul belakang diakibatkan oleh kontraksi dari gluteus maksimus dan kelompok otot harmstring yaitu biceps femoris, semitendinosis, semimembranosus.

c. Abduksi panggul terjadi gerakan kaki menjauhi garis tengah badan adalah akibat dari kontraksi otot glutesus medius. Gluteus medius terletak pada sebuah tepi persendian.

d. Adduksi panggul melibatkan gerakan ke dalam dari paha dalam bidang frontal. Adduksi diakibatan oleh kontraksi tiga otot: adductor brevis, adductor longus dan adduktor magnus.

1. Psoas Mayor2. Lliacus

Gambar 2.6 Kontraksi Otot pada Saat Gerakan Fleksi Panggul (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 169)

34

1. Gluteus Maksimus2. Kelompok Harmstring

A. Biceps femorisB. SemitendinosusC. Semimembranosus

Gambar 2.7 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Ekstensi Panggul (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 170)

Gluteus MediusGambar 2.8 Kontraksi Otot pada Saat Gerakan Abduksi Panggul (Pate,

Clenaghan dan Rotella, 1984: 170)

1. Kelompok adduktorA. Adduktor brevisB. Adductor longusC. Adductor mangusD. Grecius

35

Gambar 2.9 Kontraksi Otot-otot pada Saat Adduksi Panggul (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 171)

2) Susunan Persendian LututLutut adalah persendian terbesar dari tubuh manusia yang relatif kuat.

Tulang-tulang persendian femur, patella dan tibia membentuk sendi engsel lutut. Persendian lutut sering mengalami tekanan yang berlebih selama melakukan olahraga. Ujung proksimal dari tibia membentuk permukaan persendian yang agak cembung. Dua condylus femur yang besar membentuk persendian dengan tibia dan patella dan dikelilingi oleh susunan ligament dan otot yang kuat yang membantu tulang-tulang menyerap kekuatan ketika lari dan lompat.

Gerakan persendian lutut meliputi gerakan fleksi-ekstensi adalah sebagai berikut:

a. Fleksi lutut memperkecil sudut lutut dengan cara menarik tungkai bawah ke arah belakang pada bidang sagital. Ada tiga otot sebagai penggerak utama dalam fleksi lutut yaitu otot biceps femoris, semitendinosis dan semimembranosus yang terletak pada femur bagian belakang. Kelompok otot ini disebut dengan harmstring melintasi panggul dan lutut.

b. Ekstensi lutut disebabkan oleh kontraksi kelompok otot quadriceps. Kelompok quardriceps meliputi otot rectus femoris, vatus intermedius dan vastus lateralis. Otot ini terletak pada femur depan dan melewati lutut untuk melekat pada tibia.

1. HarmstringA. Biceps femorisB. SemitendinosusC. Semimembranosus

Gambar 2.10 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Fleksi Lutut (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 172)

1. Quadriceps

36

A. Rectus femorisB. Vastus intermediusC. Vastus medialisD. Vastus laterlis

Gambar 2.11 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Ekstensi Lutut (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 173)

3) Susunan Sendi Pergelangan KakiPergelangan kaki dan telapak kaki adalah komponen penting dari sistem

pengantar kekuatan yang memungkinkan olahragawan untuk melakukan gerakan berlari dan melompat. Tulang persendian tibia, fibula dan talus membentuk sendi engsel pergelangan kaki.

Gerakan pada persendian pergelangan kaki meliputi gerakan fleksi plantar, fleksi dorsal dan inversi-eversi adalah sebagai berikut:a. Fleksi plantar pergelangan kaki mengarahkan jari kaki ke bawah dengan

gerakan pada sendi pergelangan kaki diakibatkan oleh kontraksi dua otot kuat yang terletak pada bagian belakang tungkai bawah yaitu otot gastrocnemius dan soleus.

b. Fleksi dorsal pergelangan kaki fleksi dorsal kaki mengangkat jari kaki ke arah bagian depan tungkai bawah, disebabkan oleh kontraksi otot tibialis anterior yang terletak pada permukaan depan tibia.

c. Inversi-eversi pergelangan kaki. Inversi-eversi pergelangan kaki melibatkan gerakan telapak kaki ke arah luar dan ke dalam secara berturut-turut. Otot tibialis posterior membalikan kaki dan sulit diraba karena letaknya dibawah gastrocnemius dan soleus. Pengervesi kaki, peroneus longus dan peroneus brevis, terletak pada sisi lateral tungkai.

1. Gastrocnemus 2. Soleus

Gambar 2.12 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Fleksi Plantar (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 174)

37

1. Tibialis anterior Gambar 2.13 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Fleksi Dorsal (Pate,

Clenaghan dan Rotella, 1984: 175)

1. Tibialis posterior Gambar 2.14 Kontraksi Otot pada Saat Gerakan Inversi (Pate, Clenaghan dan

Rotella, 1984: 175)

38

1. Poroneus longus2. Poroneus brevis

Gambar 2.15 Kontraksi Otot-otot pada Saat Gerakan Eversi (Pate, Clenaghan dan Rotella, 1984: 176)

e. Fungsi Sistem Pengungkit dalam Gerak LariRasio anthropometrik dalam lari 100 meter terletak pada panjang telapak

kaki dan tinggi badan. Perbandingan panjang telapak kaki dengan tinggi badan merupakan rasio ukuran anthropometrik yang secara biomekanika dapat mempengaruhi peningkatan kecepatan lari 100 meter.

Hal tersebut berhubungan dengan prinsip-prinsip kerja pengungkit yang memberikan keuntungan, baik dari penggunaan energi untuk memperoleh gaya yang lebih besar maupun memperoleh kecepatan dan luas gerak. Prinsip kerja pengungkit tediri dari tiga macam pengungkit dilihat dari letak tuas (titik dimana pengungkit berotasi) dengan titik penerapan gaya dan titik penerapan beban. Pada sebuah pengungkit, jarak garis tegak lurus dari suatu gaya terhadap sumbunya dinamakan lengan momen. Lengan momen untuk penerapan gaya disebut lengan gaya (FA), sedangkan lengan momen untuk beban disebut dengan lengan beban (RA).

1) Sifat Sistem PengungkitPengungkit sangat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan lari

cepat 100 meter, dapat dilihat dari sifat sistem pengungkit diantaranyaPengungkit tipe pertama merupakan pengungkit dimana luas terletak

diantara titik penerapan gaya dan titik penerapan beban. Pengungkit tipe pertama mungkin memiliki lengan gaya dan lengan beban yang sama (gaya dan beban di terapkan sama jauhnya dari tuas). Secara mekanik ada dua macam jenis pengungkit jenis pertama yang dapat berfungsi untuk melipat gandakan gaya atau memperbesar kecepatan dan luas gerak. Pertama, jika lengan gaya

39

lebih panjang dari pada lengan beban, hal ini digunakan untuk memperoleh gaya yang lebih besar. Kedua, jika lengan beban lebih panjang dari pada gaya akan mendapatkan keuntungan untuk memperoleh kecepatan dan luas gerak.

AF R

Gambar 2.16 Pengungkit Tipe I (Hidayat, 1997: 227)Keterangan gambar:A : TuasF : Titik gayaR : Titik bebanFA : Lengan gayaRA : Lengan Beban

Pengungkit tipe kedua merupakan tipe pengungkit yang memiliki lengan gaya lebih panjang dibandingkan dengan lengan beban oleh karena titik tangkap beban selalu berada diantara tuas dan titik penerapan gaya. Pengungkit tipe kedua ini memberikan keuntungan penambahan gaya dengan mengorbankan kecepatan gerak.

F A

RGambar 2.17 Pengungkit Tipe II (Hidayat, 1997: 228)

Pengungkit tipe ketiga merupakan tipe pengungkit yang memiliki lengan beban lebih panjang dibandingkan dengan lengan gaya, karena kerja gaya selalu berada diantara tuas dan titik penerapan beban. Pengungkit tipe ketiga memberikan keuntungan penambahan kecepatan dengan mengorbankan pemakaian gaya. Pada umumnya sebagian besar gerak yang terjadi pada tubuh manusia menerapkan penerapan prinsip kerja pengungkit tipe ketiga.

F A

R Gambar 2.18 Pengungkit Tipe III (Hidayat, 1997: 228)

Semakin panjang lengan gaya, semakin sedikit energi yang digunakan untuk menggerakan beban, demikian pula sebaliknya semakin panjang lengan beban maka akan semakin besar energi yang digunakan untuk mengatasinya. Keuntungan secara mekanis suatu alat kerja dikatakan baik jika alat itu efisien, tidak baik jika alat tidak efisien untuk mengetahui apakah alat yang digunakan efisien, maka yang diukur adalah kemampuan untuk memperkecil gaya, yang

40

disebut sebagai keuntungan mekanis. Pada pengungkit, keuntungan mekanis adalah perbandingan antara beban yang harus diatasi dan gaya yang digunakan

Barthles (1981: 54) mengemukakan bahwa pengungkit digunakan untuk memperoleh keuntungan mekanis, sehingga dengan gaya kecil yang diterapkan pada lengan gaya yang panjang dapat diubah untuk mengatasi atau mengangkat beban yang cukup besar atau untuk memperoleh kecepatan yang tinggi.

Pada tubuh manusia, lengan momennya adalah tulang, titik tumpu terletak pada tulang sendi dan gaya diberikan oleh otot-otot yang menyisip pada tulang. Bebannya adalah berat bagian tubuh yang bergerak ditambah beban apa saja yang ditambahkan. Jauhnya titik tangkap beban dari persendian tergantung pada berat bagian tubuh ditambah dengan berat badan, dengan demikian semakin berat bebannya maka titik tangkap beban semakin jauh dari sumbunya.

Sistem pengungkit pada tubuh manusia lebih banyak menggunakan sistem pengungkit tipe ke tiga. Hal tersebut dapat dilihat pengungkit pada tubuh manusia memiliki lengan gaya lebih pendek dibandingkan dengan lengan bebannya, karena otot-otot yang berkerja atau yang menggerakkan bagian-bagian tubuh menyisip dekat dengan tulang sendi dan titik tangkap beban jauh dari persendian sebagai tuas, maka sistem pengungkit pada tubuh manusia memberikan keuntuangn dalam hal kecepatan, tetapi lain halnya ketika melakukan tolakan. Pada saat melakukan tolakan, sistem pengungkit yang digunakan adalah sistem pengungkit tipe kedua.

2) Sendi dalam Sistem PengungkitDalam gerak lari peran tungkai sebagai sistem pengungkit sangat besar.

Dalam melakukan gerakan mengungkit tungkai bekerja menggunakan tungkai fungsi-fungsi di dalamnya.Beberapa sendi yang berperan dalam gerakan mengungkit diantaranya adalah sebagai berikut:a. Sendi Panggul

Pada sendi panggul, tulang tungkai atau paha (femur) adalah sebagai sumbu yang menghasilkan gaya dalam kontraksi otot-otot sendi panggul, yang sebagai tahanan adalah berat bagian badan diatas sendi panggul.

b. Sendi LututPada sendi lutut, sebagai batang pengungkit adalah tulang tungkai bawah

yang terdiri dari dua bagian yaitu tibia dan fibula sebagai sumbu adalah sendi lutut, yang menghasilkan gaya adalah kontraksi otot-otot ekstensor sendi lutut dan sebagai tahanan adalah berat bagian mulai dari paha atas.

c. Sendi Pergelangan KakiPada sendi pergelangan kaki sebagai batang pengungkit adalah tulang

telapak kaki yang terdiri dari sekelompok tulang yaitu meliputi calcaneus, talus, navikular, cuboit, metatarsal dan falangeal, yang menghasilkan gaya adalah otot-otot ekstensor sendi pergelangan kaki dan yang sebagai tahanan adalah berat badan diatas sendi pergelangan kaki.

Ditinjau berdasarkan tipe-tipe pengungkit tersebut sistem pengungkit yang berlaku pada gerakan ekstensi sendi pergelangan kaki termasuk dalam tipe kedua. Pada sistem pengungkit tipe kedua berlaku prinsip bahwa oleh karena

41

jarak pada sumbu dan titik gaya pada batang pengungkit lebih panjang dibandingkan jarak antara sumbu dan titik badan, maka dapat keuntungan dalam efisiensi penggunaan gaya dalam menghasilkan gerakan pengungkit. Sesuai dengan prinsip ini, dalam setiap pengungkit ekstensi sendi pergelangan kaki akan memperoleh keuntungan dalam efieiensi dalam pengunaan gaya apabila telapak kaki yang berperan sebagai batang pengungkit mempunyai ukuran yang lebih panjang.

f. Peranan Rasio Telapak Kaki dan Tinggi Badan Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter

Lari 100 meter terdiri dari serangkaian gerak berupa: tolakan, melayang dan pendaratan yang dilakukan secara otomatis dimana salah satu komponen dasarnya adalah kecepatan. Rangkaian gerak berupa tolakan dihasilkan oleh kerja sistem pengungkit yang melibatkan sendi sebagai poros, tulang sebagai batang ungkit otot-otot sebagai tenaga penggerak dan badan sebagai beban adalah berat badan.

Keuntungan memiliki telapak kaki yang panjang bisa menjadi suatu alat kerja yang berkerja berdasarkan asas-asas momen yaitu sebagai pengungkit anatomi. Pengungkit adalah suatu batang yang kaku yang dapat berputar pada titik yang tetap bila gaya digunakan untuk mengatasi beban. Bila pengungkit bergerak, berarti pengungkit melakukan dua fungsi penting, yaitu: pengungkit digunakan untuk mengatasi beban yang lebih besar dari pada gaya, atau memperbesar jarak bergeraknya beban dengan gaya yang lebih besar dari pada beban. Bila tidak bergerak, berarti pengaruh putaran (momen) dari gaya yang sama dengan pengaruh putaran (momen) dari beban dan pengungkit dalam keadaan seimbang.

Pada sistem pengungkit lari cepat tersebut semakin ringan bebannya, gaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan gerakan akan semakin kecil. Sehubungan dengan sistem pengungkit tersebut diatas, dimana sebagai beban adalah berat badan, maka semakin ringan tubuh menjadi beban, daya ungkit menjadi semakin besar. Apabila daya ungkit semakin besar maka daya ledak tolakan pada pelari cepat yang dihasilkan juga semakin besar.

Berat atau ringannya bagian tubuh yang menjadi beban sangat tergantung pada besar dan panjangnya bagian tubuh tersebut, maka besar bagian tubuh yang menjadi beban sehingga bebannya akan semakin berat, demikian juga semakin panjang bagian tubuh akan semakin berat juga. Pengungkit yang memiliki lengan usaha yang lebih besar atau panjang memungkinkan untuk penggunaan gaya bertambah, sedangkan memperpanjang lengan tahanan akan menghasilkan kecepatan bagian yang lebih besar.

Perbandingan telapak kaki dan tinggi badan secara biomekanik dapat mempengaruhi tolakan kaki ketika berlari. Telapak kaki yang panjang memungkinkan memiliki tolakan yang jauh dan panjang, sehingga hal ini akan mempengaruhi kecepatan lari yang dilakukan.

Kecepatan lari juga tergantung dari panjang langkah, frekuensi langkah dan teknik lari digunakan. Gerak lari jarak pendek (sprint) merupakan gerak mengais (pawing movement). Badan bergerak maju akibat dari gaya dorong kebelakang dan tolakan kedepan terhadap tanah, sehingga akan menghasilkan panjang langkah yang besar jika seseorang pelari memiliki telapak kaki yang panjang. Keuntungan

42

memiliki telapak kaki yang panjang bisa menjadi suatu alat kerja yang berkerja berdasarkan asas-asas momen yaitu sebagai pengungkit anatomi.

B. Penelitian yang RelevanPenelitian yang berkaitan dengan latihan untuk meningkatkan prestasi lari 100

meter banyak dilakukan. Hasil penelitian M. Furqon H. (1991) menyatakan bahwa, metode latihan lari cepat akselerasi (acceleration sprint) dan lari cepat hallow (hallow sprint) berpengaruh terhadap peningkatan prestasi lari 100 meter. Metode latihan lari cepat hallw (hallow sprint) memiliki pengaruh lebih baik dari pada akselerasi (acceleration sprint) terhadap peningkatan prestasi lari 100 meter. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengembangan prestasi lari 100 meter terutama harus ditunjukan pada pengembangan sistem energi ATP-PC.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Teguh Wiyono (2004), mengenai kebutuhan pemulihan waktu pemulihan latihan interval anaerob terhadap kecepatan lari 100 meter. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa, 1) ada perbedaan pengaruh latihan interval anaerob atas dasar kebutuhan waktu pemulihan dengan rasio kerja : istirahat 1:5, 1:7, 1:10 dan 1:12 terhadap kecepatan lari 100 meter. 2) latihan interval anaerob atas dasar kebutuhan waktu pemulihan dengan rasio kerja : istirahat 1:10 lebih baik dibandingkan dengan rasio kerja : istirahat 1:5, 1:7 dan 1:12 pelatihan interval anaerob terhadap kecepatan lari 100 meter.

Ari Eka Ningrum (2007) juga meneliti mengenai perbedaan pengaruh rasio waktu kerja : istirahat latihan interval anaerob dan kapasitas aerob terhadap kecepatan lari 200 meter. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa, 1) ada perbedaan pengaruh antara latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 200 meter. 2) ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kapasitas aerob tinggi dan kapasitas aerob rendah, peningkatan kecepatan lari 200 meter pada siswa yang memiliki kapasitas aerob tinggi lebih baik dari pada yang memiliki kapasitas aerob rendah. 3) tidak terdapat intraksi yang signifikan antara rasio kerja : istirahat pada latihan interval anaerob dan kapasitas aerob terhadap kecepatan lari 100 meter.

C. Kerangka Berfikir1. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob dengan Rasio Kerja dan

Istirahat 1:5 dan 1:10 Terhadap peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter.Untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter harus memperhitungkan dengan

cermat antara periode kerja dan periode istirahat. Latihan interval anaeroob untuk mengembangkan kecepatan, dilakukan dengan intensitas maksimal. Keletihan harus dihindari agar intensitas maksimal dalam pelaksanaan latihan dipertahankan. Latihan ini mengembangkan berbagai rasio kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10, sehingga dengan perbedaan waktu pemulihan dapat mempengaruhi hasil latihan interval anaerob

43

terhadap kecepatan lari 100 meter. Perbandingan (rasio) antara periode kerja dan istirahat dalam latihan interval anaerob ikut menentukan hasil latihan. Pemulihan ATP-PC dalam latihan interval dengan rasio 1:5 belum memberikan pemulihan yang cukup terhadap pengisian kembali ATP-PC secara sempurna, sehingga masih memungkinkan timbulnya akumulasi LA jika telah dilakukan dalam ulangan yang lebih banyak. Latihan ini dapat meningkatkan kecepatan, tetapi peningkatannya lebih besar dari pada peningkatan daya tahan anaerob.

Latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 merupakan latihan interval dengan istirahat yang lebih pendek. Saat pengulangan dan jarak bertambah asam laktat mulai diproduksi. Akumulasi LA di dalam darah menimbulkan keletihan otot. Otot yang mengalami keletihan tidak dapat melaksanakan tugas gerak dengan kecepatan maksimal. Ketika asam laktat mulai diprduksi maka keletihan mulai timbul. Jika hal ini berlangsung secara berulang dan terus-menerus maka latihan telah beralih dari latihan kecepatan menjadi daya tahan. Latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 bukan merupakan latihan kecepatan murni, tetapi mengarah pada peningkatan daya tahan kecepatan, karena ada akumulasi LA.

Latihan interval anaerob dengan rasio 1:10, merupakan latihan interval dengan istirahat yang lebih lama. Istirahat yang relatif lama memberikan pemulihan yang mendekati sempurna, sehingga kualitas tugas kecepatan pada tiap ulangan dapat dipertahankan. Persyaratan latihan kecepatan adalah adanya pengulangan gerakan dengan kecepatan maksimal. Latihan interval dengan rasio 1:10 dapat memungkinkan pelari untuk melakukan tiap ulangan dengan kecepatan maksimal. Penampilan dengan kecepatan maksimal yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus menimbulkan superkompensasi otot dan syaraf untuk dapat melaksanakan tugas kecepatan dengan lebih baik.

Latihan interval anaerob dengan rasio 1:10 memungkinkan pemulihan ATP-PC mendekati 100%. Untuk melaksanakan kerja berikutnya maka energi yang digunakan sudah hampir 100%. Hal ini menghindari adanya akumulasi LA. Latihan ini merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan dihindari. Dengan pemulihan yang mendekati 100% maka kesempurnaan gerakan dan kecepatannya dapat dipertahankan. Pelatihan lari dengan jarak pendek dan istirahat yang cukup lama dapat meminimalkan timbulnya LA dan timbulnya keletihan saat aktivitas.

Kedua latihan interval anaerob tersebut mengembangkan rasio waktu kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10, sehingga dengan perbedaan waktu pemulihan dapat mempengaruhi hasil latihan interval anaerob terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.

2. Perbedaan Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Antara Pelari yang Memiliki Rasio Panjang Telapak Kaki dan Tinggi Badan Besar, Sedang, dan Kecil

Salah satu penunjang prestasi dalam cabang olahrga adalah proporsi tubuh (rasio anthropometrik), begitu juga dilihat dari atlet lari 100 meter dalam menunjang peningkatan kecepatan larinya terletak pada rasio anthropometrik ditinjau dari rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar merupakan yang ideal, dan rasio panjang telapak kaki kecil merupakan salah satu rasio anthropometrik yang tidak ideal bagi atlet lari 100 meter.

44

Telapak kaki merupakan bagian dari tungkai yang merupakan salah satu faktor dominan dalam lari 100 meter. Telapak kaki yang panjang disertai otot-otot yang baik mempunyai peran yang penting untuk melakukan tolakan dalam usaha lari secepat mungkin. Telapak kaki yang panjang memungkinkan memiliki tolakan kaki yang lebih jauh dan panjang, sehingga hal ini mempengaruhi kecepatan lari yang dilakukan. Lain halnya dengan atlet lari 100 meter yang memiliki telapak kaki pendek akan memiliki jangkauan dan tolakan yang pendek juga, sehingga hasil larinya juga tidak maksimal dibandingkan dengan pelari yang memiliki telapak kaki yang panjang. Oleh karena itu untuk memperoleh kecepatan dan tolakan yang lebih maksimal, maka seorang pelari cepat harus memanfaatkkan telapak kakinya untuk menghasilkan tolakan yang besar.

Keuntungan memiliki telapak kaki yang panjang bisa menjadi suatu alat kerja yang berkerja berdasarkan asas-asas momen yaitu sebagai pengungkit anatomi. Pengungkit adalah suatu batang yang kaku yang dapat berputar pada titik yang tetap bila gaya digunakan untuk mengatasi beban. Bila pengungkit bergerak, berarti pengungkit melakukan dua fungsi penting, yaitu: pengungkit digunakan untuk mengatasi beban yang lebih besar dari pada gaya, atau memperbesar jarak bergeraknya beban dengan gaya yang lebih besar dari pada beban. Bila tidak bergerak, berarti pengaruh putaran (momen) dari gaya yang sama dengan pengaruh putaran (momen) dari beban dan pengungkit dalam keadaan seimbang.

3. Pengaruh Interaksi Antara Latihan Interval Anaerob dan Rasio Panjang Telapak Kaki dan Tinggi Badan Terhada Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan didalam meningkatkan kecepatan lari seseorang, salah satu diantaranya dengan mengunakan metode latihan yang tepat, sehingga hasil yang diperoleh akan maksimal. Metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter diantaranya adalah metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:5 dan 1:10 yang ditinjau dari rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan.

Pada metode latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 dan 1:10 jika dibandingkan dengan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan yang besar, sedang, dan kecil akan memberikan dampak yang berbeda terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Karena diduga dapat terjadi interaksi antara latihan interval anaerob dengan panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.

D. Perumusan HipotesisBerdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan interval anaerob dengan rasio waktu

kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Rasio kerja dan istirahat 1:10 yang paling berpengaruh.

45

2. Ada perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter antara pelari yang memiliki rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar, sedang dan kecil. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan besar yang paling berpengaruh.

3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.