bab ii landasan teori -...

24
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Tematik Teori pembelajaran Tematik dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, yang menekankan bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian atau unsur-unsur yang dipelajari, Koffka, 1963 (dalam Olson 2008). Menurut Kohler (1925) dalam Olson (2008), belajar menurut Gestalt adalah fenomena yang terjadi pada otak manusia (Kognitif ). Setiap manusia dapat memikirkan suatu solusi setelah menatap suatu masalah. Orang yang sedang belajar akan memikirkan semua aspek dan unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan menempatkan bersama (secara kognitif) dalam suatu cara dalam pemecahan masalah dan kemudian seseorang yang sedang belajar dapat menggunakan cara yang lain berdasarkan unsur-unsur yang ada sampai masalah yang dihadapi dapat terselesaikan. Permasalahan yang dihadapi akan menghadirkan wawasan baru tentang cara atau solusi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Wawasan tersebut adalah masalah terpecahkan dan masalah tak terpecahkan. Proses pemecahan masalah dapat

Upload: vobao

Post on 18-Jul-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Tematik

Teori pembelajaran Tematik dimotori para

tokoh Psikologi Gestalt, yang menekankan bahwa

keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian

atau unsur-unsur yang dipelajari, Koffka, 1963

(dalam Olson 2008).

Menurut Kohler (1925) dalam Olson (2008),

belajar menurut Gestalt adalah fenomena yang

terjadi pada otak manusia (Kognitif). Setiap manusia

dapat memikirkan suatu solusi setelah menatap

suatu masalah. Orang yang sedang belajar akan

memikirkan semua aspek dan unsur yang

dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan

menempatkan bersama (secara kognitif) dalam suatu

cara dalam pemecahan masalah dan kemudian

seseorang yang sedang belajar dapat menggunakan

cara yang lain berdasarkan unsur-unsur yang ada

sampai masalah yang dihadapi dapat terselesaikan.

Permasalahan yang dihadapi akan menghadirkan

wawasan baru tentang cara atau solusi yang

digunakan dalam menyelesaikan masalah. Wawasan

tersebut adalah masalah terpecahkan dan masalah

tak terpecahkan. Proses pemecahan masalah dapat

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

13

diartikan sebagai upaya seorang manusia dalam

menggabungkan semua unsur yang ada dalam

masalah yang dihadapinya untuk digunakan dalam

proses pemecahan masalah. Adapun dalam hasilnya,

masalah yang dihadapi dapat terselesaikan atau

tidak tetap akan menghadirkan sebuah wawasan

baru.

Belajar adalah proses memuaskan secara

personal atau individu dan tidak perlu mendapat

dorongan dari pihak-pihak atau faktor eksternal

(Olson, 2008). Dalam proses pembelajaran, kelas

yang berorientasi Gestalt akan dicirikan dengan

hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Guru

akan membantu siswa memandang suatu fenomena

yang dihadapi dengan menggabungkan pengalaman

yang mereka punya untuk menjadi pola yang

bermakna. Belajar berdasarkan Gestalt bisa dimulai

dari sesuatu yang dekat dengan siswa dan setiap

langkah dalam pembelajaran didasarkan pada hal-

hal yang sudah dikuasai berdasarkan pengalaman

mereka. Olson (2008) menjelaskan bahwa “Semua

aspek pelajaran dibagi menjadi unit-unit yang

bermakna, dan unit-unit itu harus berkaitan dengan

seluruh konsep atau pengalaman”.

Guru yang berorientasi Gestalt mungkin akan

menggunakan ceramah, tetapi ia akan berusaha agar

selalu ada dalam interaksi antara guru dan siswa

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

14

dalam proses pemaduan unit-unit yang saling

bermakna. Mengingat fakta tanpa pemahaman akan

dihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik

pengalaman belajar barulah mereka bisa memahami

dengan sesungguhnya. Ketika hal-hal yang dipelajari

telah dipahami, bukan hanya diingat, maka ia dapat

mudah diaplikasikan ke situasi yang baru dan

dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.

Peneliti menyetujui aliran psikologi Gestalt, bahwa

proses pembelajaran di kelas rendah SD diawali oleh

penggabungan berbagai unsur yang saling

berhubungan dalam suatu fenomena atau masalah

untuk digunakan dalam proses belajar, sehingga dari

berbagai unsur yang ada akan digabungkan menjadi

sesuatu yang utuh dan bermakna.

Proses penggabungan berbagai unsur yang

saling berhubungan dalam suatu fenomena atau

masalah untuk digunakan dalam proses belajar

menjadi dasar terbentuknya Pembelajaran Tematik.

Pembelajaran Tematik dimaknai sebagai

pembelajaran yang dirancang berdasarkan unsur-

unsur tertentu yang ada dalam sebuah

pembelajaran. Penggabungan unsur-unsur dapat

diambil dari tema-tema yang ada dalam setiap

kompetensi dalam mata pelajaran. Tema-tema yang

digabungkan atau dikaitkan dalam setiap mata

pelajaran harus saling berkaitan, sehingga

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

15

pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna bagi

siswa.

Proses pembelajaran yang menganut aliran

Gestalt menjadi dasar pemerintah dalam membuat

peraturan pemerintah tentang Pembelajaran Tematik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

nomor 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa

pembelajaran yang ditekankan untuk kelas 1 sampai

kelas 3 SD adalah Pembelajaran Tematik. Penetapan

pemerintah tentang pembelajaran tematik telah

melalui pertimbangan dan kajian dari berbagai pihak

terkait sebagai pengambil kebijakan, yaitu bahwa

pembelajaran dengan pendekatan tematik dianggap

bermanfaat dan sesuai dengan perkembangan anak

kelas awal sekolah dasar. Penetapan pendekatan

tematik dalam pembelajaran disesuaikan dengan

karakteristik anak dimana pada usia tersebut

mereka masih berada pada rentangan usia dini 0-6

tahun (masa kanak-kanak awal) yang masih perlu

penggabungan berbagai unsur-unsur atau tema-

tema dalam memadukan suatu pelajaran sehingga

menjadi sesuatu yang utuh dan bermakna bagi

siswa.

Pelaksanaan pembelajaran Tematik perlu

direncanakan secara matang dalam implementasi di

kelas (Ernawati, dkk. 2011). Peraturan Pemerintah

No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

10

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

16

Pendidikan, disebutkan dalam pasal 16, ayat 1 yang

berbunyi ”penyusunan kurikulum pada tingkat

satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan

menengah berpedoman pada panduan yang disusun

oleh BSNP”. Perencanaan suatu kurikulum

merupakan rencana yang menggambarkan prosedur

dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai

satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam

standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.

Dalam KTSP (2011) perencanaan proses

pembelajaran meliputi silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat

sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi

ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan

penilaian hasil belajar.

Menurut pendapat Joyce (1992) dalam Trianto

(2010) “Each model guides us as we design instruction

to help students achieve various objectives”.

Artinya bahwa setiap model mengarahkan kita

dalam merancang pembelajaran untuk membantu

peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Diharapkan setiap Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran yang disusun pada masing-masing

tingkat satuan pendidikan dapat mencapai tujuan

pembelajaran sesuai kebutuhan masing-masing

tingkat satuan pendidikan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

17

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional nomor 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa

pembelajaran yang ditekankan untuk kelas 1 sampai

kelas 3 SD adalah Pembelajaran Tematik.

Penyusunan RPP yang digunakan juga harus RPP

dengan model Tematik. Pada dasarnya prinsip-

prinsip pengembangan RPP tematik tetap memuat

komponen-komponen sebagaimana RPP yang ada

dalam RPP mata pelajaran, hanya saja dalam RPP

tematik penting memperlihatkan keterkaitan

rumusan-rumusan komponen utama RPP dengan

Tema yang diterapkan. Tanpa perencanaan yang

matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai

secara maksimal.

2. Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung

(Calistung)

a. Membaca

Membaca masuk dalam perkembangan

kognitif anak. Anak mulai dapat menguasai

membaca ketika menginjak umur 6 tahun atau

pada pertengahan masa kanak-kanak (Papalia

dkk. 2008).

Anak dapat mengidentifikasi kata-kata

melalui dua cara, yaitu decoding dan visually

based retrival. Menurut Papalia dkk. (2008)

Decoding diartikan sebagai mengucapkan suatu

kata, menerjemahkan kata yang tersebut dari

12

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

18

yang tercetak kepada suara sebelum

mengingatnya dari memori jangka panjang. Agar

dapat melakukan proses decoding, seorang anak

harus menguasi kode fonetik yang menyesuaikan

alfabet tercetak dengan suara yang keluar.

Sedangkan metode yang kedua adalah visually

based retrival, dimana anak melihat huruf

kemudian mengingatnya kembali.

Papalia dkk. (2008) menyebutkan bahwa

metode decoding dan visually based retrival telah

mengispirasi pendekatan pembelajaran membaca

yang saling bertolak belakang. Pertama,

pendekatan profesional yang menekankan

decoding disebut fonetik atau pendekatan yang

menekankan pada kode. Kedua, pendekatan

keseluruhan bahasa yang lebih menekankan pada

kemampuan mengingat visual dan penggunaan

isyarat kontekstual. Program keseluruhan

membaca dibangun berdasarkan literatur yang

sebenarnya dan aktifitas mandiri siswa dalam

mempelajari suatu bacaan. Program keseluruhan

membaca bertolak belakang dengan tugas-tugas

yang diarahkan guru yang lebih melibatkan

instruksi fonetik atau pengucapan bunyi suatu

bahasa.

Menurut Papalia dkk. (2008), pendekatan

keseluruhan membaca didasarkan pada

13

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

19

keyakinan bahwa anak dapat belajar membaca

dan menulis secara alami, sebanyak mereka

belajar memahami dan menggunakan dalam

percakapan. Untuk mendorong proses ini, sejak

awal anak didorong untuk mengetahui tujuan

bahasa yang tertulis dalam mengkomunikasikan

maknanya. Stahl, McKenna dan Pagnucco (1994

dalam Papalia dkk. 2008) menjelaskan bahwa

membaca merupakan keterampilan yang harus

diajarkan kepada seorang anak.

Pencampuran dari pendekatan fonetik dan

keseluruhan bahasa sangat dianjurkan dalam

proses belajar membaca (Papalia dkk. 2008). Anak

belajar keterampilan fonetik disertai dengan

berbagai strategi membantu mereka memahami

apa yang mereka baca. Pendekatan kombinasi

fonetik dan keseluruhan bahasa seperti ini sesuai

dengan cara kerja otak anak. Anak-anak yang

dapat memilih strategi berbasis visual atau

fonetik, akan menggunakan pengingat visual

untuk kata yang telah akrab dengan memori

anak, sedangkan pengkodean fonetik sebagai

cadangan untuk kata yang tidak akrab dengan

memori anak (Siegler, 1998 dalam Papalia dkk.

2008).

Menurut Siegler (1998 dalam Papalia dkk.

2008), proses perkembangan yang dapat

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

20

meningkatkan pemahaman kalimat yang tertulis

sama dengan perkembangan yang meningkatkan

memori. Seiring dengan semakin otomatisnya

pengidentifikasian kata, anak-anak dapat lebih

fokus pada makna dari apa yang anak-anak baca.

Strategi baru yang lebih rumit memungkinkan

anak untuk menyesuaikan kecepatan membaca

serta kemampuan dalam memahami isi dari suatu

bacaan.

Pendapat lain yang sesuai dengan teori

kognitif, menurut Tarigan (1990) membaca

merupakan salah satu keterampilan berbahasa

yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa

Indonesia di SD. Dalam Bahasa Indonesia,

kegiatan manusia dibagi menjadi 4 aspek yaitu:

menyimak, membaca, menulis, dan berbicara.

Keempat aspek tersebut dibagi menjadi dua

kelompok besar, yaitu (1) Keterampilan yang

bersifat menerima (reseptif) yang meliputi

keterampilan membaca dan menyimak, (2)

Keterampilan yang bersifat mengungkapkan

(produktif) yang meliputi menulis dan berbicara.

Membaca merupakan salah satu jenis

kemampuan berbahasa tulis yang reseptif.

Disebut reseptif karena dengan membaca

seseorang akan dapat memperoleh informasi ilmu

pengetahuan dan pengalaman baru. Semua yang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

21

diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinkan

orang tersebut mampu mempertinggi daya

pikirnya, mempertajam pandangannya dan

memperluas wawasannya. Dengan demikian,

maka kegiatan membaca merupakan kegiatan

yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin

maju dan meningkatkan diri, oleh karena itu

pembelajaran membaca permulaan di SD

mempunyai peran penting (Tarigan, 1990).

Papalia dkk. (2008) menyebutkan bahwa

membaca juga dapat didefinisikan sebagai proses

memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan

membaca bukan sekedar aktifitas yang pasif dan

reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca

untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna

dari teks, pembaca harus menyertakan latar

belakang “bidang” pengetahuannya, topik, dan

pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri.

Tanpa latar belakang pengetahuan yang dimiliki

pembaca selembar teks tidak berarti apa-apa bagi

pembaca. Dalam kegiatan membaca terjadi proses

pengolahan informasi yang terdiri atas informasi

visual dan informasi nonvisual (Papalia dkk,

2008). Informasi visual merupakan informasi yang

dapat diperoleh melalui indera penglihatan,

sedangkan informasi nonvisual merupakan

informasi yang sudah ada dalam benak pembaca.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

22

Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang

berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman

itu untuk menafsirkan informasi visual dalam

bacaan.

Berdasarkan pendapat dari Papalia dkk.

(2008) dan Tarigan (1990), peneliti sependapat

dengan Papalia dkk. (2008) yang menyebutkan

bahwa kegiatan membaca bukan sekedar aktifitas

yang pasif dan reseptif saja, melainkan

menghendaki pembaca untuk aktif berpikir

mengenali huruf demi huruf sesuai dengan kode

fonetik untuk mendapatkan makna dari teks

bacaan.

b. Menulis

Menulis berasal dari kata tulis, yang berarti

suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi)

dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat

atau medianya (Yunus, 2002). Penguasaan

keterampilan menulis bergerak beriringan dengan

perkembangan membaca (Papalia dkk. 2008).

Ketika anak belajar untuk menerjemahkan kata

yang tertulis ke dalam perkataan, mereka juga

mencoba menggunakan kata yang tertulis untuk

mengekspresikan ide, pemikiran, dan perasaan.

Menurut Whitehurst dan Lonigan (1998

dalam Papalia dkk. 2008) pada tahap prasekolah,

anak mulai mengenal huruf, angka, dan bentuk

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

23

seperti huruf sebagai simbol untuk

merepresentasikan kata atau bagian dari kata.

Sering kali ejaan yang mereka juga berdaya cipta,

bahkan karena jumlahnya yang beraneka ragam

berdasarkan kreatifitas anak, mengakibatkan

anak sendiri tidak dapat membacanya.

Menulis adalah menurunkan atau

melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang di pahami

oleh seseorang sehingga orang lain dapat

membaca langsung lambang- lambang grafik

tersebut kalau mereka memahami bahasa dan

gambaran grafik itu (Supriyadi, 1994). Menulis

adalah proses menggambarkan suatu bahasa

sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat

di pahami pembaca (Tarigan,1986).

Papalia dkk. (2008) menyebutkan bahwa

menulis adalah sesuatu yang sulit bagi anak,

sehingga karangan pertamanya biasanya pendek.

Sering kali tugas menulis yang diberikan seolah

mengandung topik yang tidak akrab pada diri

anak. Semua memori jangka panjang berusaha

dikumpulkan menjadi satu untuk dapat menulis

suatu karangan. Berbeda dengan percakapan

yang memberikan umpan balik seketika, menulis

mensyaratkan anak untuk menilai secara

independen apa tujuannya sudah tercapai. Anak

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

24

juga harus mengingat kembali batasan lainnya,

seperti ejaan, tanda baca, tata bahasa, dan huruf

besar.

Berdasarkan pengertian menulis yang

disampaikan oleh Yunus (2002), Papalia dkk.

(2008), Supriyadi (1994), dan Tarigan (1986),

peneliti sependapat dengan Papalia dkk. (2008)

yang menyebutkan bahwa menulis merupakan

kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-

lambang grafik yang menggambarkan suatu

bahasa yang di pahami oleh seseorang yang

berasal dari memori jangka panjang, sehingga inti

dari tulisan dapat dipahami oleh pembaca.

c. Berhitung

Berhitung merupakan bagian dari

pembelajaran Matematika. Matematika mulai

dipelajari oleh anak sejak masa usia dini umur 3

tahun (Henniger, 2009). Pada masa anak usia

dini, anak-anak mengembangkan pemahaman

kognitif yang mendasar untuk dapat mempelajari

isi dari matematika.

Menurut Henninger (2009), dalam

mempelajari Matematika terdapat 5 aspek, yaitu:

1) Operasi Hitung

Pada masa tahun-tahun anak usia dini,

mereka harus belajar konsep dasar Matematika

tentang penomoran. Anak pada jenjang

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

25

Sekolah Dasar juga siap untuk

mengembangkan pemahaman mereka tentang

operasi hitung Matematika seperti

penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan

pembagian.

2) Aljabar

Kebanyakan orang menganggap aljabar harus

diajarkan di sekolah menengah dan sekolah

tinggi, namun anak-anak pada usia dini akan

mendapat keuntungan yang lebih apabila

sudah mulai diajarkan tentang dasar-dasar

aljabar.

3) Geometri

Anak-anak usia awal sekolah mulai

diperkenalkan pada bentuk geometris dasar

dan keterampilan menganalisis dengan

menggunakan penalaran awal mereka.

4) Pengukuran

Pengukuran dipelajari anak usia dini karena

langsung dapat diterapkan dalam kehidupan

nyata. Ada banyak kesempatan untuk

melibatkan anak-anak dalam kegiatan

pengukuran yang lebih, karena anak-anak

dapat mengukur tinggi, lebar, berat, dan

volume berdasarkan dari apa yang mereka

jumpa dalam kehidupan sehari-hari.

5) Analisis Data

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

26

Penalaran statistik memberikan kesempatan

kepada anak-anak untuk merumuskan

pertanyaan dan mengumpulkan data untuk

menyelesaikan masalah dalam kehidupan

sehari-hari yang berhubungan dengan

Matematika.

Berdasarkan pemahaman dari kelima aspek

yang perlu dipelajari, anak-anak akan mempunyai

kemampuan mengklasifikasikan objek atau ide

yang mereka temukan. Misalnya mampu

menempatkan abjek-objek yang memiliki

kesamaan bentuk. Keterampilan klasifikasi

merupakan dasar dari konsep-konsep Matematika

(Henniger, 2009), seperti penulisan nomor 46 yang

perlu memahami tentang puluhan dan satuan.

Menurut Murry dan Mayer (1998 dalam

Hanniger, 2009) mulai anak memahami konsep

bilangan akan berkembang pesat selama tahun-

tahun awal anak usia dini. Pada awal 3 tahun

sampai 4 tahun seringkali anak hanya memahami

bahwa angka 1 adalah angka yang paling kecil.

Pemahaman anak prasekolah, pemahaman tentang

penomoran berasal dari pengalaman menghitung

berulang-ulang. Banyak lagu anak-anak yang

dapat membantu belajar berhitung dan

memberikan kesempatan kepada anak untuk

memudahkan dalam mengingat angka-angka.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

27

Bertambahnya umur otomatis membawa

anak untuk masuk pada masa sekolah dasar.

Anak-anak mulai dapat mengembangkan

kemampuan untuk menghitung maju dan mundur,

berhitung melompat, dan memahami angka

sampai ratusan yang lebih khususnya pada masa

usia 7 tahun atau pada jenjang Sekolah Dasar

(Charlesworth 2005 dalam Henniger, 2009).

Peneliti sependapat dengan Charlesworth

(2005 dalam Henniger, 2009) yang menjelaskan

bahwa kemampuan berhitung merupakan

kemampuan yang dimiliki anak untuk menghitung

maju dan mundur, berhitung melompat, serta

memahami angka sehingga dapat digunakan

untuk mengklasifikasikan objek atau ide yang

mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Supervisi Klinis

Supervisi mengandung pengertian

melakukan kegiatan pengawasan, membantu dan

turut serta dalam perbaikan dan meningkatkan mutu

(Sagala, 2010). Pada penelitian ini, supervisi yang

digunakan adalah supervisi klinis. Supervisi klinis

menurut Cogen, 1973 (dalam Sagala, 2010)

merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan

membantu guru untuk pengembangan profesional

dalam melakukan proses pembelajaran berdasarkan

hasil observasi dan analisis data secara teliti dan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

28

objektif sebagai pegangan untuk perubahan yang

lebih baik. Supervisi klinis juga bertujuan untuk

meningkatkan prestasi belajar serta minta belajar

siswa di dalam kelas.

Cogen, 1973 (dalam Sagala, 2010) juga

menekankan bahwa supervisi klinis adalah upaya

bantuan secara langsung yang diberikan supervisor

kepada guru dengan cara melakukan observasi dan

melakukan analisis. Hasil observasi saat guru

mengajar, agar guru menjadi lebih efektif dalam

melaksanakan tugas mengajar.

Peneliti sependapat dengan pendapat Cogen

(1973), yang menyebutkan bahwa supervisi klinis

adalah suatu bentuk bimbingan professional yang

diberikan kepada calon guru berdasarkan

kebutuhannya melalui siklus yang sistematis dalam

perencanaan, observasi yang cermat atas

pelaksanaan, dan pengkajian balikan dengan segera

dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang

nyata untuk meningkatkan keterampilan dan sikap

profesional seorang guru.

Adapun menurut Cogen, 1973 (dalam Sagala 2010)

unsur-unsur supervisi klinis adalah sebagai berikut:

1. Adanya hubungan tatap muka antara supervisor

dengan guru dalam proses supervisi klinis.

2. Berfokus pada tingkah laku sebenarnya dari guru

dalam proses di kelas.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

29

3. Observasi secara cermat.

4. Perdeskripsian data dalam observasi dilakukan

secara terperinci.

5. Supervisor dan guru bersama-sama dalam

melakukan penilaian dari apa yang sudah

dilakukan guru di kelas.

6. Fokus observasi sesuai dengan permintaan

kebutuhan dari guru.

Menurut Cogen, 1973 (dalam Sagala 2010) tujuan

supervisi klinis dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Tujuan umum

Memperbaiki dan meningkatkan keterampilan

mengajar seorang guru.

2. Tujuan khusus

a. Memberikan masukan yang obyektif kepada

guru dari kegiatan mengajar yang sudah

dilakukan.

b. Mendiagnosis memecahkan dan membantu

menyelesaikan masalah yang terjadi dalam

pembelajaran.

c. Membantu seorang guru mengembangkan

keterampilan dasar mengajar dan

mengembangkan model atau strategi dalam

pembelajaran.

d. Meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dalam melakukan supervisi klinis harus dijalankan

sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

30

Menurut Cogen, 1973 (dalam Sagala 2010) prosedur

dalam melakukan supervisi, dapat dilihat dalam

tabel 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Prosedur Supervisi Klinis

1. Pertemuan Perencanaan

Langkah-langkah yang dilakukan:

a. Usaha menciptakan suasan yang hangat

antara supervisor dengan guru.

b. Berdiskusi tentang kesulitan yang dialami

guru.

c. Berdiskusi rencana pembelajaran dan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai.

d. Berdiskusi tentang penyusunan instrument

yang akan digunakan.

2. Pengamatan Mengajar

Kegiatan pengamatan yang dilakukan

supervisor fokus pada kegiatan pembelajaran yang

Pengamatan

Mengajar

Pertemuan

Balikan

Pertemuan

perencanaan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

31

dilakukan guru maupun interaksi guru dengan

siswa, siswa dengan siswa menggunakan

instrument yang sudah disepakati. Penyusunan

instrument dalam kegiatan pengamatan disusun

berdasarkan karakteristik Pembelajaran Tematik.

Adapun karakteristik pembelajaran Tematik

menurut Imran (2011) adalah sebagai berikut:

a. Berpusat pada anak

b. Memberikan pengalaman langsung

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata

pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.

e. Bersifat fleksibel.

f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa.

3. Pertemuan Balikan

Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan

balikan meliputi:

a. Supervisor menanyakan kepada guru

bagaimana peranannya selama proses

pengajaran berlangsung.

b. Supervisor bersama dengan guru melihat

kembali pencapaian yang sudah dilakukan

guru dalam proses pembelajaran berdasarkan

instrumen pengamatan yang sudah disepakati.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

32

c. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah

dilakukan, supervisor menanyakan kesan dari

guru.

d. Supervisor menyajikan data berupa hasil

rekaman kemudian bersama-sama

menganalisis dan menafsirkan hasil

pengamatan.

e. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah

dilakukan, supervisor menanyakan kembali

kasan dari guru tentang hasil pengamatan

yang sudah dilakukan.

f. Supervisor bersama dengan guru

membandingkan hasil pengamatan dari

pertemuan pertama dengan target

pembelajaran yang sudah disepakati bersama.

g. Berdasarkan hasil pengamatan bersama,

supervisor membantu guru dalam

merencanakan proses pembelajaran pada

pertemuan selanjutnya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan ada 2 penelitian yang relevan

dengan penelitian yang peneliti lakukan tentang

Perbedaan hasil belajar Calistung siswa melalui

Pembelajaran Tematik Tersupervisi di SD Negeri Giyono

dengan Tanpa Supervisi di SD Negeri Gunung Gempol

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Salimudin (2010)

dengan judul Supervisi Klinis sebagai Alternatif untuk

29

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

33

Meningkatkan Kemampuan Guru Kelas 3 dan

Meningkatkan Prestasi Belajar Calistung Siswa dalam

Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nyak Dien

Kecamatan Wanasari Brebes, yang menyimpulkan

bahwa Pelaksanaan supervisi dengan teknik supervisi

klinis mengubah pandangan guru dari merasa takut

ketika akan disupervisi menjadi merasa senang dan

nyaman karena supervisi klinis bertujuan memberikan

layanan dan bantuan sehingga supervisi yang dilakukan

terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar Calistung

siswa serta mengataasi permasalahan yang terjadi

dalam pembelajaran Tematik bisa teratasi. Hasil

penelitian Salimudin (2010) dibuktikan dengan data

peningkatan secara signifikan pada kemampuan guru

kelas III dalam pembelajaran tematik, yaitu dari skor

nilai pelakasaan pembelajaran Tematik sebesar 41,3

atau 58,8 % kategori cukup pada siklus 1 menjadi 55,7

atau 78,4 % pada siklus 2. Dengan demikian, ada

peningkatan skor nilai pelakasaan pembelajaran

Tematik sebesar 13,8 atau 19,6 %.

Penelitian dari Rahayuningsih (2011) dengan

judul Supervisi Klinis dalam Pembelajaran Tematik pada

Guru di SD Negeri Dadapsari Semarang, yang

menyimpulkan bahwa supervisi yang dilakukan dapat

membantu pemecahan masalah dalam Pembelajaran

Tematik. Permasalah yang terjadi dalam tahap

persiapan pembelajaran yang mencakup penyusunan

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

34

RPP Tematik. Kepala sekolah sebagai supervisor

memberikan masukan dan pengawasan kepada guru

dalam penyusunan RPP Tematik. Selain itu, supervisi

yang dilakukan dapat meningkatkan proses

pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan bahwa guru di

SD Negeri Dadapsari dapat melaksanakan pembelajaran

sesuai dengan tahap-tahap yang sudah disusun dalam

RPP. Kepala sekolah juga memberikan kesempatan

kepada guru untuk mengoreksi sendiri kegiatan

pembelajaran yang sudah dilakukan pada saat

pertemuan individu dengan kepala sekolah. Dalam

pertemuan umum, kepala sekolah memberikan solusi

kepada guru dalam pemecahan masalah mengajarnya

seperti mengikuti kegiatan study banding, workshop,

pelatihan, dan juga KKG. Sehingga supervisi yang sudah

dilakukan berdampak pada peningkatan prestasi belajar

Calistung siswa.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian-

penelitian sebelumnya, terdapat 2 penelitian yang

menyimpulkan bahwa Supervisi Klinis efektif dapat

meningkatkan prestasi belajar Calistung siswa, oleh

karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Ada perbedaan yang signifikan antara hasil

belajar Calistung siswa melalui Pembelajaran Tematik

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5110/3/T2_942011027_BAB II.pdfdihindari. Setelah siswa memahami prinsip dibalik pengalaman belajar

35

Tersupervisi di SD Negeri Giyono dengan Tanpa

Supervisi di SD Negeri Gunung Gempol. Hipotesis

tersebut dirumuskan secara statistik sebagai berikut:

H1 : µ1 ≠ µ2 : Ada perbedaan yang signifikan

antara hasil belajar Calistung siswa

melalui Pembelajaran Tematik

Tersupervisi dengan Pembelajaran

Tematik tanpa Supervisi.

Hasil pehitungan uji t koefisien signifikansi ≤ 0,05 maka

H1 diterima dan H0 ditolak.

32