bab ii landasan teori -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perilaku Asertif
Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang
menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam
mengekspresikan pemikiran dan perasaan dengan mempertimbangkan
perasaan dan kesejahteraan orang lain (Rakos,1991). Perilaku adalah
tindakan atau perbuatan dari suatu organisme (makhluk hidup) yang dapat
diamati maupun di pelajari. Asertif berasal dari kata “to assert” yang
memiliki arti menyatakan sesuatu dengan berterus terang, tegas (tidak
ragu-ragu) serta bersikap positif. Hubungan antar pribadi adalah interaksi
yang melibatkan dua unsur pribadi atau dua orang dengan sikap adanya
keterbukaan diri. Keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau
tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi kepada orang
lain dengan baik.
Agar hubungan antar pribadi dapat berjalan secara efektif maka
diperlukan kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan secara jelas
apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang ingin disampaikan
yang disebut sebagai tindakan mengekspresikan pemikiran dan perasaan.
Seseorang dapat meningkatkan kualitas hubungan antar pribadi dengan
cara berlatih mengungkapkan maksud dan keinginan, menerima umpan
balik / kritikan tentang perilaku karena dalam berinteraksi dengan orang
lain biasanya seseorang ingin menciptakan dampak tertentu seperti
8
merangsang munculnya gagasan, menciptakan kesan dan menimbulkan
reaksi pesan tertentu ke dalam diri orang lain. Hubungan antar pribadi
merupakan komunikasi yang lebih kedalam pribadi individu, sedangkan
hubungan antar manusia hanya sekedar komunikasi singkat antar individu
yang mengetengahkan tentang maksud yang ingin disampaikan.
Mengekspresikan pemikiran dan perasaan yaitu seseorang dapat
mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh seseorang kepada
orang lain. Mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain,
apabila ketika menyampaikan pendapat tidak merugikan diri sendiri
maupun orang lain serta mensejahterakan orang lain.
Menyertakan kejujuran dan terus terang yaitu ketika seseorang
menyampaikan pendapat dengan jujur apa adanya, berterus terang keadaan
sebenarnya dan tegas. Orang asertif harus tegas karena apabila tidak tegas
akan meragukan pendapat yang di ungkapkan sehingga orang lain menjadi
bingung ketika berbicara dengan orang yang tidak tegas serta tidak
berperilaku asertif. Lebih jelas, perilaku asertif adalah tingkah laku
seseorang ketika berhubungan dengan lawan bicara dilakukan secara jujur,
terbuka, tegas serta tanpa kecemasan menyatakan perasaan kepada orang
lain, baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi (berkata tidak
dalam menolak permintaan) tanpa menyinggung perasaan orang lain serta
mampu menghargai diri sendiri dan orang lain dengan penyampaian verbal
maupun non verbal. Selain perilaku asertif juga terdapat sikap asertif yaitu
sikap lebih pada reaksi/respons seseorang yang masih tertutup terhadap
9
suatu obyek. Perilaku termasuk dalam bagian psikomotorik dan sikap
termasuk dalam afektif seseorang.
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Perilaku asertif yang dimiliki tiap orang memiliki tingkatan
berbeda, ada yang tinggi, baik,cukup bahkan rendah. Dengan perbedaan
tingkatan tentu terdapat faktor yang mempengaruhinya. Rakos (1991)
menyebutkan terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam
diri seseorang yaitu pola asuh orang tua, jenis kelamin, dan kebudayaan.
a. Pola asuh orang tua;
Merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap perilaku
asertif seseorang, karena sejak kecil berada lama dalam lingkup keluarga.
Keluarga dengan orang tua yang mendidik anaknya secara bebas untuk
mengekspresikan diri dapat menyebabkan timbulnya sikap maupun
berperilaku asertif pada anak. Dengan kebebasan untuk mengekspresikan
diri sehingga menyebabkan anak memiliki kepercayaan diri yang baik
sehingga menyebabkan munculnya perilaku asertif yang direfleksikan
dengan aktif, terbuka dan sopan.
Sebaliknya apabila orang tua mendidik anaknya dengan sering
melarang anak untuk melakukan sesuatu, maka akan membuat anak takut
untuk mencoba ataupun berbuat sesuatu. Adanya larangan yang terus
menerus menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan
dalam mengemukakan perasaannya sehingga anak menjadi terbiasa untuk
berperilaku tidak asertif.
10
b. Jenis Kelamin:
Pria lebih berperilaku asertif dibandingkan dengan wanita karena
adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih terbuka dalam
pergaulan maupun berpendapat. Laki-laki pada umumnya lebih aktif dan
rasional dalam berpikir. Sedangkan umumnya wanita lebih pasif dalam
berperilaku, lebih emosional dan mudah terpengaruh. Namun tidak semua
wanita tidak dapat untuk berperilaku asertif.
c. Kebudayaan:
Seseorang dibesarkan dengan membawa kebudayaan dari mana
seseorang berasal dan kebudayaan berhubungan dengan norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Kebudayaan yang berbeda dapat
mempengaruhi tingkat asertifitas seseorang. Contoh di Amerika, warga
keturunan Asia pada umumnya lebih introvert daripada keturunan Amerika
sendiri ataupun keturunan Eropa. Hal ini dikarenakan negara-negara
bagian barat lebih mementingkan seseorang dalam berperilaku asertif
namun di negara bagian timur lebih mengutamakan tentang perasaan dan
belas kasihan. (Rakos,1991).
2.3 Aspek – aspek Perilaku Asertif
Rakos (1991) menyebutkan aspek-aspek perilaku asertif terdapat
beberapa bagian, diantaranya adalah :
a. Content (isi), perilaku verbal atau apa yang dikatakan oleh seseorang
kepada orang lain dalam mengungkapkan hak-hak dan kesungguhan,
misalnya:
1. Menggunakan pernyataan “saya”.
2. Mengungkapkan hak dengan langsung, jelas dan penuh hormat.
11
3. Mampu mengatakan “tidak”.
4. Memberikan pujian atau memberikan komentar positif kepada orang
lain.
5. Mengakui kesalahan dan meminta maaf.
6. Menyampaikan kritik yang membangun tanpa menyalahkan dan
berprasangka.
7. Respek dengan pemikiran, pendapat dan keinginan orang lain.
b. Paralinguistik yaitu keberagaman berbicara dari kata-kata aktual atau
kalimat, memuat banyak arti seperti nada suara keras lembutnya,
intonasi, irama serta sikap ragu-ragu dalam menyampaikan informasi.
Seseorang yang asertif akan fleksibel dalam menyesuaikan perubahan
kondisi lingkungannya. Suara atau vokal yang digunakan pada waktu
mengucapkan pesan-pesan verbal dilihat dari kecepatan berbicara,
volume, resonansi dan bentuk-bentuk vokal seperti tertawa, rintihan,
rengekan dan tinggi rendahnya suara.
c. Perilaku Non Verbal, meliputi :
1. Kontak mata yang wajar pada saat melakukan pembicaraan dengan
orang lain.
2. Ekspresi wajah yang positif.
3. Gesture (gerak, isyarat, sikap).
d. Kemampuan berinteraksi, meliputi:
1. Dapat berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, penuh
percaya diri baik dengan orang yang telah dikenal ataupun yang
belum.
12
2. Memberikan respon minimal yang efektif sesuai situasi dan kondisi.
3. Memiliki kemampuan mengontrol tindakannya sendiri dan menyadari
atas tindakannya.
2.4 Gambaran Perilaku Asertif
Seseorang dalam berperilaku tentu akan menimbulkan dampak
ataupun hasil yang baik maupun yang tidak baik. Perilaku asertif
merupakan salah satu perilaku yang baik, bila dibandingkan dengan
perilaku agresif ataupun pasif / submisif. Dalam perilaku asertif terdapat
kriteria orang yang mempunyai tingkatan asertif karena setiap orang tidak
sama dalam berperilaku asertif, (Rakos,1991). Orang yang memiliki
kategori perilaku asertif tinggi memiliki ciri-ciri seperti :
a. Memiliki kemampuan untuk mengatakan “tidak” dan dapat
berkomentar positif terhadap orang lain.
b. Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
serta dapat berkomunikasi secara terbuka, penuh percaya diri sehingga
apabila seseorang memliki kepercayaan diri tinggi maka perilaku
asertif seseorang juga dalam kategori tinggi sehingga dapat
berkomunikasi dengan baik pada orang yang sudah dikenal maupun
yang belum dikenal.
c. Memiliki kemampuan untuk melakukan kontak mata secara wajar
dengan lawan bicaranya serta dapat menunjukkan ekpresi wajar dan
sesuai.
Sedangkan untuk orang yang kurang berperilaku asertif / pada kategori
rendah dicirikan sebagai berikut :
13
a. Individu akan cenderung mengalah dan hanya akan menuruti ataupun
menyenangkan orang lain daripada mengusahakan apa yang menjadi
haknya.
b. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak mampu
berkomunikasi secara terbuka, kurang penuh percaya diri pada saat
berkomunikasi baik dengan orang yang sudah dikenal maupun yang
belum dikenal.
c. Tidak dapat melakukan kontak mata secara wajar dengan lawan
bicaranya dan kurang mampu menunjukkan ekspresi wajah, bahasa
tubuh yang sesuai dan wajar.
2.5 Cara Meningkatkan Perilaku Asertif
Perilaku asertif pada diri seseorang bukan merupakan sifat bawaan
lahir, namun merupakan hal yang bisa dipelajari dan dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan serta dapat dilatih kepada seseorang. Berikut cara
meningkatkan perilaku asertif yang dapat digunakan dalam meningkatkan
perilaku asertif, (Rakos,1991):
a. Dengan cara bermain peran mengajak seseorang untuk memerankan
seperti keadaan dalam kehidupan ataupun peristiwa yang sebenarnya
(kenyataan).
b. Kesadaran memandang keberadaan orang lain ketika berada dalam
suatu kelompok. Melatih untuk dapat menyetujui ataupun menolak
gagasan dan berpendapat dengan baik di dalam kelompok seperti
menghargai pendapat serta hak orang lain.
14
c. Melihat tentang keadaan masa lalu mengenai apa yang menyebabkan
seseorang tidak dapat berperilaku asertif, sehingga dapat memperbaiki
diri dari keadaan masa lalu. Contoh masa lalu seseorang ketika kecil
dilarang banyak komentar apabila melihat hal yang baru pertama kali
dijumpai maupun mengeluarkan pendapat maka akan berpengaruh
ketika dewasa tidak dapat berkata didepan umum dengan baik.
d. Mengurangi kecemasan diri berlebih yang dialami seseorang. Dengan
berpikir positif dan mempersiapkan kebutuhan sebelum pelaksanaan
kegiatan dimulai. Belajar menenangkan diri, relaks/ tidak tegang
e. Mengurangi kemarahan / emosi dengan belajar mengontrol diri.
f. Meningkatkan kepercayaan, keyakinan dan harga diri seseorang.
Sadar akan keadaan diri sendiri dan orang lain dalam sebuah situasi
hubungan antar pribadi. Dengan melihat orang-orang disekitar
ataupun obyek lain akan mengurangi rasa gugup, rasa tidak percaya
diri. Melatih kesadaran diri mengenai aturan-aturan sosial dan budaya
dalam berperilaku.
2.6 Cara Mengukur Perilaku Asertif
Perilaku asertif merupakan perilaku yang dapat dilakukan
pengamatan langsung kepada subyek maupun menggunakan inventory
untuk mengetahui kebenarannya. Pengamatan langsung dengan cara
observasi mengamati observi / orang lain sebagai objek yang diteliti
berdasar aspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh ahli teori asertif,
dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku asertif yang disusun
berdasar aspek perilaku asertif dari Rakos (1991). Sedangkan apabila
15
menggunakan inventory, alat yang digunakan disebut The Assertion
Inventory (Namara & Delamater,1984) , Personal Assertion Inventory,
Assesment of Assertion Inventory Gambril & Richey (dalam Rakos,1991).
2.7 Pengertian Percaya Diri
Menurut Kanter (2006) percaya diri adalah perasaan mampu
melakukan sesuatu yang dimiliki seseorang yang menghubungkan harapan
dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang terbentuk
dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan terhadap suatu
hal yang diinginkan oleh manusia sehingga apabila dapat terwujud akan
mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Kemampuan diri sendiri
yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu
perbuatan sehingga manusia dapat melakukan serta menyelesaikan banyak
hal.
Percaya diri (self confidence) mempunyai arti yang hampir sama
dengan keyakinan diri (self efficacy), karena percaya diri merupakan
kombinasi dari self esteem (harga diri) dan self efficacy (keyakinan diri).
Sehingga rasa percaya diri timbul dari seseorang yang dapat menilai
kualitas diri sendiri, menghargai diri bahwa mempunyai kesempatan untuk
menang atau berhasil sehingga mendorong seseorang untuk berani, yakin
serta percaya bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu aktivitas
maupun pekerjaan yang dijalankannya. Karena confidence is the solid
placement of everything it takes to do the work and make that work
successful. Kepercayaan diri adalah penempatan kuat dari segala sesuatu
16
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan membuat pekerjaan itu
berhasil (Kanter,2006)
Rasa percaya diri yang dimiliki seseorang menentukan apakah
seseorang akan melangkah atau mengerjakan sesuatu dengan ragu-ragu
atau berani dalam mengerjakan sesuatu. Percaya diri dilandasi
keberhasilan yang dialami seseorang sehingga merasa yakin akan kembali
berhasil melakukan suatu kegiatan yang lain. Namun bila seseorang
terlalu yakin mencapai keberhasilan, maka dapat membawa dampak buruk
yaitu membuat orang menjadi berlebihan, terlalu gembira, serta
menganggap diri tak terkalahkan sehingga menjadi puas diri dan berada
dalam keangkuhan. Keangkuhan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
menyadari kekurangan atau kelemahannya. Harapan adalah bentuk dasar
dari kepercayaan akan sesuatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga
apabila dapat terwujud dapat mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang.
Sedangkan apabila seseorang mengalami rasa kurang percaya diri
membuat orang terlihat lebih buruk, karena membuat orang tidak bersedia
berinvestasi atau mengambil resiko, kurang berinovasi dan menganggap
semua hal adalah rintangan yang perlu dihindari sehingga membuat orang
yang kurang rasa percaya diri akan beranggapan tidak ada gunanya untuk
mencoba. Kegagalan menyebabkan percaya diri menurun sehingga orang
merasa tidak yakin dengan kemampuan dirinya (Kanter,2006).
Kepercayaan diri tidak hanya berada dalam benak seseorang,
namun mencerminkan reaksi yang wajar atas situasi. Kepercayaan diri
17
seseorang dipengaruhi oleh perbedaan antarindividu dalam hal karakter,
suasana hati, dan interpretasi situasi. Orang yang percaya diri baik namun
mengalami kegagalan akan cepat-cepat bangkit menuju keberhasilan,
sedangkan bila orang yang kurang percaya diri akan semakin terpuruk dan
merasa tidak berdaya dalam membangun keberhasilan (Kanter,2006).
2.8 Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Menurut Kanter (2006) kepercayaan diri memiliki 4 aspek yang
dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak percaya diri,
a. Kepercayaan pada diri sendiri;
Membangkitkan optimisme pada diri sendiri, sehingga
memudahkan seseorang membidik harapan lebih tinggi dan berharap
dapat mencapai target serta memudahkan seseorang untuk
mendapatkan energi untuk bekerja.
b. Saling percaya satu sama lain;
Membuat orang lebih menyukai antar sesama manusia, baik dalam
hubungan antar individu maupun hubungan dalam kelompok.
c. Kepercayaan pada sistem;
Struktur dan prosedur organisasi atau peraturan yang berlaku
menguatkan tanggung jawab, kerjasama, dan inovasi. Serta membuat
seseorang menjadi lebih disiplin dan meraih kesuksesan dengan baik.
d. Kepercayaan pihak eksternal:
Dengan keberhasilan yang diraih dapat memudahkan orang lain
untuk mempercayai individu, orang lain menjadi tertarik dengan diri
individu sehingga menumbuhkan kekuatan diri pada individu tersebut
18
sehingga membuat dukungan sosial pada diri seseorang menjadi lebih
baik dan mantap dalam meraih keberhasilan.
Setiap rangkaian kesuksesan akan lebih memudahkan untuk
membangkitkan kepercayaan diri, kepercayaan pada rekan, pada sistem
aturan yang berlaku, kepercayaan dari orang lain. Semua aspek
kepercayaan diri berpadu untuk menyiapkan orang–orang yang harus
mewujudkan kemenangan.
2.9 Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri
Untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang yang rendah dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara diantaranya menurut Kanter
(2006) adalah:
a. Membangun keyakinan pemulihan diri dari keterpurukan.
Dalam keadaan seseorang mengalami keterpurukan akibat dari
kegagalan yang dialami, masih mempunyai kesempatan untuk melakukan
perubahan secara mudah. Dengan membangkitkan kemauan individu
untuk berusaha bangkit dari keterpurukan, mengakhiri kebiasaan buruk
dan menanamkan kepercayaan pada diri sendiri bahwa yakin menghadapi
kegagalan.
b. Menghadapi fakta dan meneguhkan tanggung jawab.
Apabila keadaan nyata semangat seseorang sangat kurang, bangkitkan
semangat dengan melihat peluang keberhasilan serta kesempatan yang
terbuka. Mencoba untuk mengatur waktu sehingga dapat digunakan
seefisien mungkin. Melatih tanggung jawab individu dalam tugasnya
sebagai seorang yang dapat berkarya. Melatih dengan memberikan tugas
19
yang harus diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Apabila
seseorang berhasil mengerjakan tugas dengan baik, maka akan melatih
tanggung jawab dan kepercayaan diri bahwa bisa menyelesaikan tugas
dengan tepat waktu sehingga membuat orang percaya diri akan
kemampuannya.
c. Kepercayaan kerjasama dengan tim.
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan orang lain.
Kerjasama diperlukan oleh manusia untuk mempermudah menyelesaikan
masalah yang dialami. Bangkitkan seseorang yang memiliki susah bergaul
dengan mencoba membuka diri kepada orang lain, melatih seperti bermain
peran agar dapat mempraktikkan dalam kehidupan nyata. Dalam suatu
kelompok atau tim dilatih untuk saling berkomunikasi untuk memecahkan
suatu masalah. Berkomunikasi dengan sopan dan menghargai pendapat
orang lain akan memudahkan dalam mengkordinasikan dalam pembagian
tugas.
Apabila tidak terjalin komunikasi dengan baik antar anggota
kelompok, maka akan mengakibatkan anggota kelompok bekerja sendiri-
sendiri sesuai dengan keinginannya, namun apabila saling berbagi tugas
sesuai dengan kemampuannya maka akan lebih cepat selesai seperti yang
dicontohkan Kanter (2006) mengenai kerjasama tim Continental Airlines
yang mendapat keuntungan daripada maskapai penerbangan lain yang
berhenti beroperasi saat pemadaman listrik.
d. Menginspirasikan inisiatif dan inovasi.
20
Melatih seseorang untuk dapat berpikir kreatif dalam melakukan
sesuatu. Melatih pikiran seseorang untuk dapat menyelesaikan masalah
dengan cara yang baru daripada menggunakan cara lama. Membangkitkan
kreativitas seseorang dengan membuat barang sederhana menjadi sesuatu
yang berguna. Mengurangi kecemasan maupun kepanikan yang membuat
seseorang menjadi mudah menyerah dan kehilangan keyakinan
kemampuan diri.
2.10 Cara Mengukur Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri merupakan perasaan yakin yang menghubungkan
harapan dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang
terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan. Kepercayaan diri terdapat dalam diri seseorang dan tidak
nampak serta tidak dapat dinilai begitu saja, namun untuk membuktikan
lebih nyata alat yang dapat digunakan mengukur percaya diri seseorang
dapat menggunakan angket, skala sikap, maupun tes seperti Personality
Test (Peter Lauster), TSK (Tes Kematangan Percaya Diri) yang
dikembangkan oleh Robert Epstein (1981). Dalam penelitian ini,
menggunakan skala kepercayaan diri yang disusun berdasar aspek
kepercayaan diri dari teori Kanter (2006) yaitu kepercayaan pada diri
sendiri, saling percaya satu sama lain, kepercayaan pada sistem, serta
kepercayaan pihak eksternal, karena peneliti menggunakan landasan teori
percaya diri dari Kanter (2006).
2.11 Penelitian Relevan
Untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan
pengambilan hipotesis, diperlukan penelitian relevan tentang kepercayaan
diri dan perilaku asertif. Penelitian Apollo (2007) tentang hubungan antara
21
kepercayaan diri dan perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi lisan
pada siswa SMA Negeri di Kota Madiun dengan sampel penelitian 300
orang yang diambil dari enam SMA Negeri di Kota Madiun, laki-laki
berjumlah 147 orang dan perempuan berjumlah 153 orang. Menggunakan
alat ukur skala kepercayaan diri, skala perilaku asertif serta skala kecemasan
komunikasi lisan, analisis menggunakan SPSS versi 11.5 uji anova (F).
Menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kepercayaan diri dan
perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi siswa SMA Negeri di
seluruh kota Madiun menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0.063 dengan
sig 0.000 ≤0,05. Sedangkan untuk variabel kepercayaan diri dengan perilaku
asertif menunjukkan koefisien korelasi rxy -196 dengan sig 0,005 p≤0,05.
Penelitian lain oleh Rosita (2007) tentang hubungan antara perilaku
asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Populasi sampel adalah
mahasiswa Universitas Gunadarma Depok dan Kelapa Dua berjumlah 100
orang. Data menggunakan kuesioner perilaku asertif dan kepercayaan diri,
dianalisis menggunakan SPSS versi 13.0 korelasi Product Moment
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif
dengan kepercayaan diri pada mahasiswa dengan koefisien korelasi rxy =
0.571 dengan sig 0.000 ≤0,01.
Penelitian Wijayanto (2011) tentang Hubungan Antara Perilaku
Asertif Dan Kemandirian Belajar Dengan Prestasi Belajar menunjukkan
tidak ada hubungan signifikan antara perilaku asertif dengan prestasi belajar
dengan koefisien korelasi rxy = 0.076 dengan sig 0.090 ≥0.05, serta tidak
22
ada hubungan positif signifikan antara kemandirian belajar dengan prestasi
belajar siswa dengan hasil korelasi rxy = 0,002 dengan sig 0,477 ≥0.05.
Selain itu Wijayanto (2011) juga menemukan bahwa tidak ada
hubungan signifikan antara perilaku asertif dan kemandirian belajar dengan
prestasi belajar siswa dengan koefisien korelasi rxy= 0,087 dengan sig 0,606
≥0.05. Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus
Kenanga Suruh menggunakan sampel total sebanyak 136 siswa
menggunakan analisis korelasi Kendall’s Tau dengan program SPSS versi
14.0. Pratama (2009) menunjukkan tidak ada perbedaan antara perilaku
asertif pada guru laki-laki dan guru perempuan SMA di Ambarawa. Subjek
adalah 30 guru laki-laki dan 30 guru perempuan dari 3 sekolah SMA yaitu
SMA Islam Sudirman, SMA Bhakti Awam dan SMAN 1 Ambarawa,
melakukan penelitian menggunakan alat ukur skala asertifitas yang
diadaptasi dari Lovitan (2007). Analisis menggunakan SPSS 17 memakai
uji t menunjukkan hasil -0.641 ≥0.05 berarti tidak ada perbedaan antara
perilaku asertif guru laki-laki dan perempuan SMA di Ambarawa.
Penelitian yang dilakukan oleh Weni Nur (2012) menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan perilaku asertif siswa terhadap perilaku negatif
berpacaran siswa kelas X Pemasaran 1 di SMKN 1 Depok, Sleman dengan
peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 49.15. Pengumpulan data
menggunakan skala, observasi dan wawancara.
2.12 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan signifikan antara
kepercayaan diri dengan perilaku asertif siswa kelas X MAN 1 Kota Salatiga.