bab ii landasan teori ii.1. laporan keuanganthesis.binus.ac.id/asli/bab2/2006-2-00800-ak-bab...

33
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuangan II.1.1. Pengertian Laporan Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2002) menyatakan, “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga” (h. 2). Terkait dengan pengertian laporan keuangan ini, Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004) berpendapat, “Financial statements are the principal means through which financial information is communicated to those outside an enterprise. These statements provide the company’s history quantified in money terms. The financial statements most frequently provided are (1) the balance sheet, (2) the income statement, (3) the statement of cash flows, and (4) the statement of owners’ or stockholders’ equity. In addition, note disclosures are an integral part of each financial statement” (p. 2).

Upload: phamcong

Post on 29-Jul-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Laporan Keuangan

II.1.1. Pengertian Laporan Keuangan

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2002) menyatakan, “Laporan keuangan

merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang

lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi

keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan

arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan

yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga

termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan

tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta

pengungkapan pengaruh perubahan harga” (h. 2).

Terkait dengan pengertian laporan keuangan ini, Kieso, Weygandt, dan

Warfield (2004) berpendapat, “Financial statements are the principal means

through which financial information is communicated to those outside an

enterprise. These statements provide the company’s history quantified in money

terms. The financial statements most frequently provided are (1) the balance

sheet, (2) the income statement, (3) the statement of cash flows, and (4) the

statement of owners’ or stockholders’ equity. In addition, note disclosures are an

integral part of each financial statement” (p. 2).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

8

II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi

Horngren, Harrison, dan Bamber (2002) menyatakan, “Decision makers

need information. The more important the decision, the greater the need for

information. Virtually all businesses and most individuals keep accounting

records to aid in making decisions” (p. 5).

IAI (2002) secara jelas menyebutkan beberapa pihak yang memanfaatkan

informasi keuangan, “Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan

investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha

lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat” (h.

2).

II.1.3. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan

Kieso et al. (2004) menyatakan, “The objectives of financial reporting are

to provide (1) information that is useful in investment and credit decisions, (2)

information that is useful in assesing cash flow prospects, and (3) information

about enterprise resources, claims to those resources, and changes in them” (p.

18).

Sedangkan IAI (2002) memberi penjelasan sebagai berikut, “Tujuan

laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang

posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian

besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan

ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas

penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka” (h. 1.2).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

9

II.1.4. Jenis Laporan Keuangan

Berikut ini akan diuraikan teori-teori mengenai pengertian, manfaat, dan

keterbatasan (jika ada) dari tiap-tiap jenis laporan keuangan.

II.1.4.1. Laporan Laba Rugi

Kieso et al. (2004) berpendapat, “The income statement, often called the

statement of income or statement of earnings, is the report that measures the

success of enterprise operations for a given period of time” (p. 124).

Mengenai kegunaan dari laporan laba rugi, Kieso et al. (2004)

menyatakan, “The income statement provides investors and creditors with

information that helps them predict the amounts, timing, and uncertainty of

future cash flows. Also, the income statement helps users determine the risk

(level of uncertainty) of not achieving particular cash flow” (p. 148).

Terkait hal yang sama, IAI (2002) menyatakan, “Informasi kinerja

keuangan perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai

perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa

depan … Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan

dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Di samping itu,

informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang

efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya” (p. 5).

Sedangkan mengenai keterbatasan laporan laba rugi, Kieso et al. (2004)

menyatakan, “The limitations of an income statement are: (1) The statement does

not include many items that contribute to general growth and well-being of an

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

10

enterprise. (2) Income numbers are often affected by the accounting methods

used. (3) Income measures are subject to estimates” (p. 148).

II.1.4.2. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan posisi keuangan dapat disajikan dalam berbagai

bentuk, diantaranya dalam bentuk laporan perubahan ekuitas. Mengenai definisi

dari laporan ini, Horngren et al. (2002) menyatakan, “The statement of owner’s

equity presents a summary of the changes that occurred in the entity’s owner’s

equity during a specific time period such as a month or a year” (p. 17).

Sedangkan IAI (2002) berpendapat, “Perubahan ekuitas perusahaan

menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama

periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan

harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan perubahan ekuitas, kecuali

untuk perubahan yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham seperti

setoran modal dan pembayaran deviden, menggambarkan jumlah keuntungan

dan kerugian yang berasal dari kegiatan perusahaan selama periode yang

bersangkutan” (h. 1.17).

II.1.4.3. Neraca

Horngren et al. (2002) mendefinisikan neraca sebagai berikut, “The

balance sheet lists all the entity’s assets, liabilities, and owner’s equity as of a

specific date, usually the end of a month or a year” (p. 17). Mengenai hal yang

sama, Kieso et al. (2004) menyatakan, “The balance sheet, sometimes referred

to as the statement of financial position, reports the assets, liabilities, and

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

11

stockholders’ equity of a business enterprise at a specific date” (p. 170).

Sedangkan IAI (2002) tidak memberikan definisi atas neraca, tapi menyatakan,

“Informasi posisi keuangan terutama disediakan dalam neraca” (h. 5).

Mengenai manfaat neraca ini, IAI (2002) menyatakan, “Informasi sumber

daya ekonomi yang dikendalikan dan kemampuan perusahaan untuk

memodifikasi sumber daya ini di masa lalu berguna untuk memprediksi

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) di masa depan.

Informasi struktur keuangan berguna untuk memprediksi kebutuhan pinjaman di

masa depan dan bagaimana penghasilan bersih (laba) dan arus kas di masa depan

akan didistribusikan kepada mereka yang memiliki hak di dalam perusahaan;

informasi tersebut juga berguna untuk memprediksi seberapa jauh perusahaan

akan berhasil meningkatkan lebih lanjut sumber keuangannya. Informasi

likuiditas dan solvabilitas berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan

dalam pemenuhan komitmen keuangannya pada saat jatuh tempo” (h. 5).

Keterbatasan neraca dijelaskan oleh Kieso et al. (2004) sebagai berikut,

“The limitations of a balance sheet are: (1) the balance sheet does not reflect

current value because accountants have adopted a historical cost basis in valuing

and reporting assets and liabilities. (2) Judgements and estimates must be used

in preparing a balance sheet … (3) The balance sheet omits many items that are

of financial value to the business but cannot be recorded objectively, such as

human resources, customer base, and reputation” (p. 198).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

12

II.1.4.4. Laporan Arus Kas

Horngen et al. (2002) sehubungan dengan definisi dari laporan arus kas

menyatakan, “ The statement of cash flows reports the amount of cash coming

in (cash receipts) and the amount of cash going out (cash payments or

disbursements) during a period” (pp. 17-18).

Manfaat dari laporan arus kas diungkapkan oleh Kieso et al. (2004)

sebagai berikut, “The primary pupose of the statement of cash flows is to provide

information about cash receipts and cash payments of an entity during a period.

A secondary is to report the entity’s operating, investing, and financing activities

during a period” (p. 1242).

Mengenai kegunaan informasi yang termuat dalam laporan ini, IAI (2002)

menyatakan, “Jika digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan yang

lain, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para

pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur

keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk

mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan

perubahan keadaan dan peluang… menilai kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai

mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari

arus kas masa depan (future cash flows) dari berbagai perusahaan…

meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan

karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang

berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

13

Informasi arus kas historis sering digunakan sebagai indikator dari jumlah,

waktu, dan kepastian arus kas masa depan. Di samping itu, informasi arus kas

juga berguna untuk meneliti kecermatan dari taksiran arus kas masa depan yang

telah dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan antara profitabilitas

dan arus kas bersih serta dampak perubahan harga” (h. 2.1-2.2).

II.1.4.5. Catatan atas Laporan Keuangan

Kieso et al. (2004) mengenai catatan atas laporan keuangan menyatakan,

“Notes are the means of amplifying or e×plaining the items presented in the

main body of the statements” (pp. 1274-1475). Menurut Kieso et al. (2004),

catatan atas laporan keuangan ini merupakan salah satu dari beberapa teknik

pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Lebih lanjut, Kieso et al.

(2004) mengidentifikasikan teknik-teknik tersebut, “These methods of disclosing

pertinent information are available: parenthetical e×planations, notes, cross

reference and contra items, and supporting schedules” (p. 187).

Mengenai manfaat catatan atas laporan keuangan ini, Kieso et al. (2004)

menyatakan, “ If the information in the main body of the financial statements

gives an incomplete picture of the performance and positions of the enterprise,

additional information that is needed to complete picture should be included in

the notes … The notes are not only helpful but also essential to understanding

the enterprise’s performance and position” (p. 42).

Hal yang serupa terkait dengan manfaat catatan atas laporan keuangan

diungkapkan oleh IAI (2002) dengan menyatakan, “Dalam rangka membantu

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

14

pengguna laporan memahami laporan keuangan dan membandingkannya dengan

laporan keuangan perusahaan lain, maka catatan atas laporan keuangan …” (h.

1.18).

II.2. Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan

Mengenai metode dan teknik analisis laporan keuangan ini, Kieso et al.

(2004) menyatakan, “Basic financial statement analysis involves e×amining

relationships between items on the statements (ratio and percentage analysis) and

identifying trends in these relationships (comparative analysis)” (p. 1311).

Sedangkan Munawir (2002) mengklasifikasikan metode analisis menjadi

analisis horisontal dan analisis vertikal. Munawir (2002) juga menyebutkan

beberapa teknik analisis yang biasa digunakan dalam analisis laporan keuangan,

yaitu meliputi analisis perbandingan laporan keuangan, analisis trend, analisis

persentase per komponen (common size statement), analisis sumber dan

penggunaan modal kerja, analisis sumber dan penggunaan kas, analisis rasio,

analisis perubahan laba kotor dan analisis break-even.

Terkait dengan analisis horisontal, Munawir (2002) mendefinisikannya

sebagai berikut, “Analisa horisontal adalah analisa dengan mengadakan

perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat,

sehingga akan diketahui perkembangannya. Metode horisontal ini disebut pula

sebagai analisa dinamis” (h. 36). Kieso et al. (2004) mengenai analisis ini

menyatakan, “This approach, normally called horizontal analysis, indicates the

proportionate change over a period of time. It is especially useful in evaluating a

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

15

trend situation, because absolute changes are often deceiving” (p. 1310).

Sedangkan mengenai analisis vertikal, Munawir (2002) menyatakan,

“Analisa vertikal yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa hanya meliputi

satu periode atau satu saat saja, … Analisa vertikal ini disebut juga metode

analisa statis” (h. 36). Terkait hal yang sama, Kieso et al. (2004) menyatakan,

“Another approach, called vertical analysis, is the proportional e×pression of

each item on a financial statement in a given period to a base figure” (p. 1310).

Terhadap beragamnya teknik analisis laporan keuangan, Kieso et al.

(2004) menyatakan, “No one device is more useful than another. Every situation

faced by the investment analyst is different, and the answers needed are often

obtained only upon close e×amination of the interrelationships among all the data

provided” (p. 1306). Hal yang senada pun diungkapkan oleh Helfert seperti

yang diterjemahkan Wibowo, H. (1997), “Tidak ada rasio untuk menilai kinerja

perusahaan yang dapat memberi jawaban mutlak. Setiap pandangan yang

diperoleh bersifat relatif, karena kondisi dan operasi perusahaan sangat bervariasi

dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dan dari satu industri ke industri lain”

(h. 68).

Bagi perusahaan yang berbentuk hukum BUMN diwajibkan untuk menilai

kinerjanya berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. Seperti yang

diatur dalam pasal 11 Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, yang menyatakan, “Keputusan ini mulai berlaku untuk

penilaian Tingkat Kesehatan BUMN tahun buku 2002” (h. 5).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

16

II.2.1. Analisis Rasio

II.2.1.1. Pengertian Analisis Rasio

Munawir (2002) mendefinisikan analisis rasio dengan menyatakan,

“Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari

pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau

kombinasi dari kedua laporan tersebut” (h. 37).

II.2.1.2. Manfaat Analisis Rasio

Kieso et al. (2004) menyatakan, “Analysis is used to predict the future, …

Also, ratio analysis identifies present strengths and weakness of a company” (p.

1311).

Terhadap berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari analisis rasio, Kieso

et al. (2004) menyatakan, “There are thousands of possible relationships that

could be calculated and trends that could be identified. If one knows only how to

calculate ratios and trends without understanding how such information can be

used, little is accomplished” (p. 1305). Untuk mendapatkan manfaat yang

optimal dari analisis rasio, Kieso et al. (2004) menawarkan langkah-langkah

yang dapat dilakukan, yaitu mendefinisikan tujuan analisis, mengidentifikasikan

rasio dan perbandingan yang dapat digunakan kemudian menganalisisnya.

II.2.1.3. Keterbatasan Analisis Rasio

Kieso et al. (2004) menjelaskan beberapa keterbatasan dari analisis rasio,

“One important limitation of ratios is that they are based on historical cost, which

can lead to distortions in measuring performance. Also, where estimated items

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

17

(such as depreciation and amortization) are significant, income ratios lose some

of their credibility. In addition, difficult problems of comparability e×ist because

firms use different accounting principles and procedures. Finally, it must be

recognized that a substantial amount of important information is not included in

a company’s financial statement” (p. 1311).

Dengan kalimat yang sederhana, Higgins (2001) mengingatkan dua hal

penting mengenai rasio-rasio keuangan ini, “But there are a few things to bear in

mind about ratios. First, a ratio is simply one number divided by another, so it is

unreasonable to e×pect the mechanical calculation of one or even several ratios

to automatically yield important insights into anything as comple× as a modern

corporation …

A second point to bear in mind is that a ratio has no single correct value”

(p. 55-56).

II.2.1.4. Rasio-rasio Keuangan

Kieso et al. (2004) memberikan pendapatnya mengenai klasifikasi rasio

keuangan ini, yaitu meliputi liquidity (short-term solvency) ratio, activity

(turnover or efficiency) ratio, profitability ratio, dan coverage (leverage) ratio.

Kieso et al. (2004) menyatakan manfaat dari rasio likuiditas sebagai

berikut, ”Liquidity ratio analysis measures the short-run ability of the enterprise

to pay its currently maturing obligations” (p. 1311). Sedangkan Helfert sperti

yang diterjemahkan oleh Wibowo, H. (1999) menyatakan likuiditas sebagai,

“Suatu cara untuk menguji tingkat proteksi yang diperoleh pemberi pinjaman

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

18

berpusat pada kredit jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk

mendanai operasi” (h. 95).

Terkait dengan rasio aktivitas, Kieso et al. (2004) menyatakan, “Activity

ratio analysis measures how effectively the enterprise is using the assets” (p.

1311). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Helfert seperti yang dialihbahasakan

oleh Wibowo, H. (1997) bahwa rasio aktivitas menunjukkan efektivitas

manajemen dalam mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan.

Weston et al. seperti yang diterjemahkan Sirait, A. (1997) mengenai rasio

profitabilitas menyatakan, ”… rasio profitabilitas menunjukkan pengaruh

gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan utang terhadap

hasil-hasil operasi” (h. 304). Sedangkan Kieso et al. (2004) menyatakan,

”Profitability ratio analysis measures the degree of success or failure of an

enterprise to generate revenues adequate to cover its costs of operation and

provide a return to the owners” (p. 1311).

Rasio leverage yang sering disebut pula rasio coverage memiliki manfaat

seperti yang dikemukakan oleh Kieso et al. (2004), yaitu “Coverage ratio

analysis measures the degree of protection afforted long-term creditors and

investors” (p. 1311). Helfert seperti yang diterjemahkan Wibowo, H. (1997)

mengenai rasio ini menyatakan bahwa rasio ini mengukur kemungkinan risiko

pemberi pinjaman dalam hubungannya dengan ketersediaan nilai aktiva yang

menjadi jaminan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

19

II.3. Penilaian Tingkat Kesehatan

Pasal 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, tanggal 19 Juni 2003,

tentang Badan Usaha Milik Negara memuat definisi dari beberapa istilah yang

digunakan dalam Undang-undang ini, diantaranya definisi dari Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), yaitu “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya

disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan” (h. 2).

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001, tanggal 5 Juni 2001,

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang

Perusahaan Perseroan (Persero) menyebutkan, “Perusahaan Perseroan, yang

selanjutnya disebut PERSERO adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan

Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995

yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh

Negara melalui penyertaan modal secara langsung”.

Selain itu, pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001, tanggal 5

Juni 2001, juga mendefinisikan Menteri Keuangan sebagai menteri yang

mewakili Pemerintah selaku pemegang saham Negara pada Perusahaan

Perseroan.

Pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

mengelompokkan BUMN menjadi BUMN non jasa keuangan dan BUMN jasa

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

20

keuangan. Untuk kepentingan penilaian tingkat kesehatan, BUMN non jasa

keuangan dibedakan menjadi BUMN infrastruktur dan BUMN non infrastruktur,

seperti yang disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 Keputusan Menteri BUMN Nomor

KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, “Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

yang bergerak di bidang non jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang

bergerak dalam bidang infrastruktur selanjutnya disebut BUMN

INFRASTRUKTUR dan BUMN yang bergerak dalam bidang non infrastruktur

yang selanjutnya disebut BUMN NON INFRASTRUKTUR dengan

pengelompokkan sebagaimana pada Lampiran I” (h. 3). Pasal 4 ayat 2

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

menyebutkan bahwa pengelompokkan BUMN ke dalam kategori BUMN

infrastruktur dan BUMN non infrastruktur ditetapkan oleh Menteri BUMN.

Selanjutnya, pasal 5 ayat 1 Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-

100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, menyatakan, “BUMN INFRASTRUKTUR

adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa untuk

kepentingan masyarakat luas, yang bidang usahanya meliputi:

a. Pembangkitan, transmisi atau pendistribusian tenaga listrik.

b. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan angkutan

barang atau penumpang baik laut, udara atau kereta api.

c. Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut atau sungai atau danau,

lapangan terbang dan bandara.

d. Bendungan dan irigasi.” (h. 4).

Sedangkan definisi BUMN non infrastruktur dimuat dalam pasal 5 ayat 3

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

21

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

yang menyatakan, “BUMN NON INFRASTRUKTUR adalah BUMN yang

bidang usahanya di luar bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)” (h.

4).

Penilaian tingkat kesehatan BUMN diatur dalam pasal 3 ayat 1, 2, 3 dan 4

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

yang menyatakan sebagai berikut:

“(1) Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN digolongkan menjadi:

a. SEHAT, yang terdiri dari:

AAA apabila total skor (TS) lebih besar dari 95

AA apabila 80 < TS < = 95

A apabila 65 < TS < = 80

b. KURANG SEHAT, yang terdiri dari:

BBB apabila 50 < TS < = 65

BB apabila 40 < TS < = 50

B apabila 30 < TS < = 40

c. TIDAK SEHAT, yang terdiri dari:

CCC apabila 20 < TS < = 30

CC apabila 10 < TS < = 20

C apabila TS < = 10

(2) Tingkat Kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja

Perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian:

a. Aspek Keuangan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

22

b. Aspek Operasional.

c. Aspek Administrasi.

(3) Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN sesuai keputusan ini hanya diterapkan

bagi BUMN apabila hasil pemeriksaan akuntan terhadap perhitungan

keuangan tahunan perusahaan yang bersangkutan dinyatakan dengan

kualifikasi “Wajar Tanpa Pengecualian” atau kualifikasi “Wajar Dengan

Pengecualian” dari akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan.

(4) Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN ditetapkan setiap tahun dalam

pengesahan laporan tahunan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau

Menteri BUMN untuk Perusahaan Umum (PERUM)” (h. 3).

II.4. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Berdasarkan Keputusan

Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

Yang dimaksud dengan total skor (TS) dalam pasal 3 ayat 1 Keputusan

Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, adalah total

bobot atas penilaian aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi

BUMN yang bersangkutan. Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor

KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, menguraikan mengenai total bobot

dari aspek-aspek tersebut, untuk BUMN non infrastruktur, yaitu sebagai berikut:

• Total bobot aspek keuangan : 70

• Total bobot aspek operasional : 15

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

23

• Total bobot aspek administrasi : 15

II.4.1 Aspek Keuangan

Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai aspek keuangan BUMN

dan bobot dari masing-masing indikator tersebut, seperti yang diuraikan dalam

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4

Juni 2002, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Daftar indikator dan bobot aspek keuangan

Indikator Bobot Imbalan kepada pemegang saham (ROE) 20 Imbalan investasi (ROI) 15 Rasio kas 5 Rasio lancar 5 Collection periods 5 Rasio persediaan 5 Perputaran total aset 5 Rasio modal sendiri terhadap total aktiva 10 Total bobot 70

Indikator-indikator aspek keuangan tersebut dapat digolongkan menjadi

rasio profitabilitas, yaitu ROE dan ROI; rasio likuiditas yang terdiri dari rasio kas

dan rasio lancar; rasio aktivitas yang diwakili oleh collection periods, rasio

persediaan, dan perputaran total aset; dan rasio yang mengukur tingkat leverage,

yaitu rasio modal sendiri terhadap total aktiva.

1. Imbalan kepada pemegang saham/Return on Equity (ROE)

Rumus: Laba setelah pajak ROE =

Modal sendiri × 100%

Definisi laba setelah pajak, modal sendiri, dan aktiva tetap dalam

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

24

pelaksanaan, seperti yang dinyatakan dalam Lampiran II Keputusan Menteri

BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002 adalah sebagai

berikut:

“Definisi:

Laba setelah Pajak adalah Laba setelah Pajak dikurangi dengan laba hasil

penjualan dari:

• Aktiva tetap

• Aktiva Non Produktif

• Aktiva Lain-lain

• Saham Penyertaan Langsung

Modal Sendiri adalah seluruh komponen Modal Sendiri dalam neraca

perusahaan pada posisi akhir tahun buku dikurangi dengan komponen Modal

sendiri yang digunakan untuk membiayai Aktiva Tetap dalam Pelaksanaan dan

laba tahun berjalan. Dalam Modal sendiri tersebut di atas termasuk komponen

kewajiban yang belum ditetapkan statusnya.

Aktiva Tetap dalam pelaksanaan adalah posisi pada akhir tahun buku Aktiva

Tetap yang sedang dalam tahap pembangunan” (h. 1-2/18).

Kieso et al. (2004) berpendapat bahwa ROE ini “Measures profitability of

owner’s investment” (p. 201). Weston et al. seperti yang diterjemahkan Sirait,

A. (1997) juga menyatakan hal yang sama, sesuai dengan namanya rasio ini

mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa. Daftar

skor penilaian ROE untuk BUMN non infrastruktur dapat dilihat di tabel 2.2

yang terlampir dalam skripsi ini.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

25

2. Imbalan investasi/Return on Investment (ROI)

Rumus: EBIT + penyusutan ROI = Capital employed

× 100%

Definisi EBIT, penyusutan, dan capital employed seperti yang dinyatakan

dalam Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, adalah sebagai berikut:

“Definisi:

EBIT adalah laba sebelum bunga dan pajak dikurangi laba dari hasil penjualan

dari:

• Aktiva Tetap

• Aktiva lain-lain

• Aktiva Non Produktif

• Saham penyertaan langsung

Capital Employed adalah posisi pada akhir tahun buku Total Aktiva dikurangi

Aktiva Tetap dalam pelaksanaan” (h. 2/18).

Munawir (2002) menyatakan, “Return on Investment itu sendiri adalah

salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat

mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan

dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan” (h. 89). Daftar skor penilaian ROI untuk BUMN non infrastruktrur

dapat dilihat di tabel 2.3 yang terlampir dalam skripsi ini.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

26

3. Rasio kas/cash ratio

Rumus: Kas + bank + surat berharga jangka pendek Cash ratio =

Current liabilities × 100%

Daftar skor penilaian cash ratio untuk BUMN non infrastruktur dapat

dilihat di tabel 2.4 yang terlampir dalam skripsi ini.

4. Rasio lancar/current ratio

Rumus: Current assets Current ratio =

Current liabilities × 100%

Kieso et al. (2004) menyatakan manfaat dari rasio lancar, adalah untuk

“Measures short-term debt-paying ability” (p. 201). Munawir (2002) mengenai

hal yang sama berpendapat, “Current Ratio ini menunjukkan tingkat keamanan

(marjin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk

membayar hutang-hutang tersebut” (h. 72).

Atas angka rasio lancar ini, Munawir (2002) menyatakan, “Current ratio

yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya

dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likwiditas yang

rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya” (h. 72). Daftar skor penilaian

current ratio untuk BUMN non infrastruktur dapat dilihat di tabel 2.5 yang

terlampir dalam skripsi ini.

5. Collection periods (CP)

Rumus: Total piutang usaha CP =

Total pendapatan usaha × 365 hari

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

27

Weston et al. seperti yang diterjemahkan Sirait, A. (1997) menyebut rasio

ini sebagai DSO (day sales outstanding) dan mengenai rasio ini menyatakan,

“… guna mengetahui berapa hari hasil penjualan tertanam dalam bentuk piutang

usaha. Jadi, DSO menunjukkan berapa lama rata-rata uang hasil penjualan akan

diterima sejak penjualan dilakukan” (h. 297).

Munawir (2002) menafsirkan rasio ini sebagai berikut, “… semakin besar

day’s receivable suatu perusahaan semakin besar pula risiko kemungkinan tidak

tertagihnya pihutang, dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan terhadap

kemungkinan kerugian yang timbul karena tidak tertagihnya pihutang (allowance

for bad debts) berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu besar

(overstated)” (h. 76).

Daftar skor penilaian collection periods untuk BUMN non infrastruktur

dapat dilihat di tabel 2.6 yang terlampir dalam skripsi ini. Skor yang digunakan,

dipilih yang terbaik dari kedua skor menurut table 2.6. Lampiran II Keputusan

Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, memberikan

contoh penerapan terkait dengan pemilihan skor tersebut di atas, yaitu “PT “A”

(BUMN Non Infra) pada tahun 1999 memiliki collection periods 120 hari dan

pada tahun 1998 sebesar 127 hari. Sesuai tabel di atas, maka skor tahun 1999

menurut:

- Tingkat Collection periods : 4

- Perbaikan Collection periods (7 hari) : 1,8

Dalam hal ini, dipilih skor yang lebih besar yaitu : 4” (h. 5/18).

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

28

6. Perputaran Persediaan (PP)

Rumus: Total persediaan PP =

Total pendapatan usaha × 365 hari

Munawir (2002) menyatakan, “Turn over ini menunjukkan berapa kali

jumlah persediaan barang dagangan diganti dalam satu tahun (dijual dan

diganti)… Tingkat perputaran persediaan mengukur perusahaan dalam

memutarkan barang dagangannya, dan menunjukkan hubungan antara barang

yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang

ditentukan” (h. 78).

Mengenai angka rasio perputaran persediaan, Helfert dengan alih

bahasanya Wibowo, H. (1997) menyatakan, “Secara umum dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi jumlah perputaran semakin baik, karena tingkat persediaan

yang rendah sering kali ditafsirkan sebagai suatu risiko minimal dari persediaan

yang tidak dapat dijual dan mengindikasikan pemanfaatan modal yang efisien.

Meskipun demikian, angka perputaran persediaan yang melampaui batas

dari angka rata-rata perusahaan sejenis dalam lingkungannya, menandakan

adanya kekurangan persediaan dan buruknya pelayanan yang diberikan kepada

pelanggan, sehingga dengan demikian terdapat risiko ketidakunggulan

kompetitif” (h. 81).

Daftar skor penilaian perputaran persediaan dapat dilihat di tabel 2.7 yang

terlampir dalam skripsi ini. Skor yang digunakan, dipilih yang terbaik dari kedua

skor menurut tabel 2.7.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

29

7. Perputaran total aset/Total Asset Turnover (TATO)

Rumus: Total pendapatan TATO = Capital employed

× 100%

Definisi total pendapatan seperti yang dinyatakan dalam Lampiran II

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

adalah sebagai berikut, “Total Pendapatan adalah Total Pendapatan Usaha dan

Non Usaha tidak termasuk pendapatan hasil penjualan Aktiva Tetap” (h. 6/18).

Weston et al. seperti yang diterjemahkan Sirait, A. (1997) menyatakan,

”Rasio perputaran total aktiva (total assets turnover), yang merupakan rasio

pengelolaan aktiva yang terakhir, mengukur perputaran, atau pemanfaatan, dari

semua aktiva perusahaan” (h. 299).

Daftar skor penilaian perputaran total aset dapat dilihat di tabel 2.8 yang

terlampir dalam skripsi ini. Skor yang digunakan, dipilih yang terbaik dari kedua

skor menurut tabel 2.8.

8. Rasio Total Modal Sendiri terhadap Total Aset/TMS terhadap TA

Rumus: Total modal sendiri TMS terhadap TA =

Total aset × 100 %

Definisi total modal sendiri dan total aset seperti yang dinyatakan dalam

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4

Juni 2002, adalah sebagai berikut:

“Definisi:

Total Modal Sendiri adalah seluruh komponen Modal Sendiri pada akhir tahun

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

30

buku diluar dana-dana yang belum ditetapkan statusnya.

Total Asset adalah Total Asset dikurangi dengan dana-dana yang belum

ditetapkan statusnya pada posisi akhir tahun buku yang bersangkutan” (h.

7/18).

Terkait dengan rasio ini, Munawir (2002) menyatakan, “Rasio ini

menunjukkan pentingnya dari sumber modal pinjaman (relative importance of

borrowed fund), dan margin of protection atau tingkat keamanan yang dimiliki

oleh kreditor” (h. 82). Daftar skor penilaian rasio modal sendiri terhadap total

aset dapat dilihat di tabel 2.9 yang terlampir dalam skripsi ini.

II.4.2. Aspek Operasional

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN menyatakan

bahwa indikator-indikator aspek operasional yang dinilai meliputi unsur-unsur

kegiatan yang dianggap paling dominan dalam rangka menunjang keberhasilan

operasi sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Jumlah indikator aspek

operasional yang digunakan minimal 2 dan maksimal 5 untuk setiap tahunnya,

dimana apabila dipandang perlu indikator-indikator yang digunakan untuk

penilaian dari satu tahun ke tahun berikutnya dapat berubah.

Penilaian atas indikator aspek operasional ini dijelaskan dalam Lampiran II

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002,

yaitu sebagai berikut, “Penilaian terhadap masing-masing indikator dilakukan

secara kualitatif dengan kategori penilaian dan penetapan skornya sebagai

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

31

berikut:

Baik sekali (BS) : skor = 100% × Bobot indikator yang digunakan

Baik (B) : skor = 80% × Bobot indikator yang digunakan

Cukup (C) : skor = 50% × Bobot indikator yang digunakan

Kurang (K) : skor = 20% × Bobot indikator yang digunakan

Definisi untuk masing-masing kategori penilaian secara umum adalah sebagai

berikut :

- Baik sekali : Sekurang-kurangnya mencapai standar normal atau diatas normal

baik diukur dari segi kualitas (waktu, mutu dan sebagainya) dan kuantitas

(produktivitas, rendemen dan sebagainya).

- Baik : Mendekati standar normal atau sedikit dibawah standar normal namun

telah menunjukkan perbaikan baik dari segi kuantitas (produktivitas, rendemen

dan sebagainya) maupun kualitas (waktu, mutu dan sebagainya).

- Cukup : Masih jauh dari standar normal baik diukur dari segi kualitas (waktu,

mutu dan sebagainya) namun kuantitas (produktivitas, rendemen dan

sebagainya) dan mengalami perbaikan dari segi kualitas dan kuantitas.

- Kurang : Tidak tumbuh dan cukup jauh dari standar normal” (h. 8/18).

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

tanggal 4 Juni 2002, juga menguraikan mengenai mekanisme penetapan

indikator dan penilaian masing-masing bobot, yaitu indikator aspek operasional

ditetapkan oleh RUPS pada pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan (RKAP) Tahunan perusahaan setelah mempertimbangkan usulan

tentang indikator dan bobot indikator aspek operasioanal yang diusulkan oleh

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

32

Komisaris/Dewan Pengawas. Sedangkan RUPS dalam pengesahan laporan

keuangan akan menetapkan penilaian terhadap aspek operasional setelah

memperhatikan penilaian kinerja perusahaan yang disampaikan oleh

Komisaris/Dewan Pengawas.

II.4.3. Aspek Administrasi

Indikator dan bobot aspek administrasi yang digunakan oleh BUMN non

infrastruktur seperti yang dinyatakan dalam Lampiran II Keputusan Menteri

BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, tentang Penilaian

Tingkat Kesehatan BUMN, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.10 Daftar indikator dan bobot aspek administrasi

Indikator Bobot Laporan Perhitungan Tahunan 3 Rancangan RKAP 3 Laporan Periodik 3 Kinerja PUKK 6 Total 15

1. Laporan perhitungan tahunan

Terkait dengan laporan perhitungan tahunan, Lampiran II Keputusan

Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, menyatakan,

“Standar waktu penyampaian perhitungan tahunan yang telah diaudit oleh

akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus sudah

diterima oleh Pemegang Saham untuk PERSERO atau Menteri BUMN untuk

PERUM paling lambat akhir bulan kelima sejak tanggal tutup buku tahun yang

bersangkutan” (h. 10/18). Daftar penilaian waktu penyampaian laporan audit

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

33

dapat dilihat di tabel 2.11 yang terlampir dalam skripsi ini.

2. Rancangan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan)

Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 dan pasal 27

ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 seperti yang dikutip dalam

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4

Juni 2002, menyatakan, “RUPS untuk PERSERO atau Menteri BUMN untuk

PERUM dalam pengesahan rancangan RKAP tahunan harus sudah diterima 60

hari sebelum memasuki tahun anggaran yang bersangkutan” (h. 11/18). Daftar

penilaian waktu penyampaian rancangan RKAP dapat dilihat di tabel 2.12 yang

terlampir dalam skripsi ini.

3. Laporan periodik

Terkait dengan Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-

100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, menyatakan, “Laporan periodik

Triwulanan harus diterima oleh Komisaris/Dewan Pengawas dan Pemegang

Saham untuk PERSERO atau Menteri BUMN untuk PERUM paling lambat 1

(satu) bulan setelah berakhirnya periode laporan” (h. 12/18). Laporan periodik

sekurang-kurangnya terdiri dari laporan pelaksanaan RKAP, laporan pelaksanaan

proyek pengembangan, laporan pelaksanaan anak perusahaan, laporan

pelaksanaan penugasan (jika ada), dan laporan pelaksanaan PUKK. Daftar

penilaian waktu penyampaian laporan periodik dapat dilihat di tabel 2.13 yang

terlampir dalam skripsi ini.

4. Kinerja PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi)

Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002,

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

34

tanggal 4 Juni 2002, menyatakan bahwa Kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan

Koperasi (PUKK) dinilai berdasarkan 2 indikator, yaitu:

Tabel 2.14 Indikator untuk menilai kinerja PUKK

Indikator Skor Efektivitas penyaluran 3 Tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman 3 Total 6

a. Efektivitas penyaluran

Rumus:

Jumlah dana yang disalurkan Efektivitas penyaluran =Jumlah dana yang tersedia

× 100%

Definisi jumlah dana yang disalurkan, dan jumlah dana yang tersedia

seperti yang dinyatakan dalam Lampiran II Keputusan Menteri BUMN Nomor

KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, adalah sebagai berikut:

“Definisi:

Jumlah dana tersedia adalah seluruh dana pembinaan yang tersedia dalam

tahun bersangkutan yang terdiri atas:

• Saldo awal

• Pengembalian pinjaman

• Setoran eks pembagian laba yang diterima dalam tahun yang

bersangkutan (termasuk alokasi dari dana PUKK BUMN lain, jika ada)

• Pendapatan bunga dari pinjaman PUKK

Jumlah dana yang disalurkan adalah seluruh dana yang disalurkan kepada

usaha kecil dan koperasi dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri dari

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

35

hibah dan bantuan pinjaman, termasuk dana penjaminan (dana yang

dialokasikan untuk menjamin pinjaman usaha kecil dan koperasi kepada

Lembaga Keuangan)” (h. 13/18). Daftar penilaian tingkat penyerapan dana

PUKK dapat dilihat di tabel 2.15 yang terlampir dalam skripsi ini.

b. Tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman

Rumus:

Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK Jumlah pinjaman yang disalurkan

× 100%

Definisi rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK, dan jumlah

pinjaman yang disalurkan seperti yang dinyatakan dalam Lampiran II Keputusan

Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, adalah

sebagai berikut:

“Definisi:

Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK adalah perkalian antara

bobot kolektibilitas (%) dengan saldo pinjaman untuk masing-masing kategori

kolektibilitas sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan.

Bobot masing-masing tingkat kolektibilitas adalah sebagai berikut:

• Lancar 100%

• Kurang lancar 75%

• Ragu-ragu 50%

• Macet 0%

Jumlah pinjaman yang disalurkan adalah seluruh pinjaman kepada Usaha Kecil

dan Koperasi sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan” (h.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

36

14/18). Daftar penilaian tingkat pengembalian dana PUKK dapat dilihat di

tabel 2.16 yang terlampir dalam skripsi ini.

II.5. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

Pasal 1 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor

101/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, tentang Penyusunan Rencana Kerja dan

Anggaran Perusahaan, mendefinisikan RKAP sebagai berikut, “Rencana Kerja

dan Anggaran Perusahaan (RKAP) adalah penjabaran tahunan dari Rencana

Jangka Panjang (RJP) BUMN”.

Selanjutnya dalam pasal 3 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara

Nomor 101/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, menyatakan bahwa sekurang-

kurangnya RKAP terdiri dari:

1. Rencana kerja perusahaan

2. Anggaran perusahaan,

3. Proyeksi keuangan pokok perusahaan, dan anak perusahaan,

4. Hal-hal lain yang memerlukan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

II.6. Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara

Program Kemitraan merupakan program yang wajib dilaksanakan oleh

BUMN, seperti yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Negara

Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003,

tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan

Program Bina Lingkungan yang menyatakan, “BUMN wajib melaksanakan

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

37

Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan

yang diatur dalam Keputusan ini” (h. 2).

Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor

KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, mendefinisikan Program Kemitraan

BUMN sebagai berikut, “Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil yang

selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan

kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan

dana dari bagian laba BUMN” (h. 2).

Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor

KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, juga menyatakan bahwa BUMN

yang melaksanakan Program Kemitraan ini disebut BUMN Pembina dan

Program Kemitraan ini akan dikelola oleh suatu unit organisasi khusus yang

dinamakan Unit Program Kemitraan dan Program BL dimana unit ini merupakan

bagian dari BUMN Pembina yang bertanggung jawab langsung pada Direksi

BUMN Pembina.

Terkait dengan dana Program Kemitraan, pasal 8 ayat 1 Keputusan Menteri

Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni

2003, menyatakan, “Dana Program Kemitraan bersumber dari:

a. Penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 3%

(tiga persen);

b. Hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program

Kemitraan setelah dikurangi beban operasional;

c. Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada” (h. 4).

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

38

Selanjutnya, pasal 8 ayat 3 Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, menyebutkan bahwa

besarnya dana Program Kemitraan yang berasal dari penyisihan laba setelah

pajak, untuk BUMN berbentuk hukum Persero, ditetapkan oleh RUPS.

Terkait dengan pembukuan dana Program Kemitraan, pasal 8 ayat 6

Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-

236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, tentang Program Kemitraan Badan Usaha

Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan menyatakan,

“Pembukuan dana Program Kemitraan dan Program BL dilaksanakan secara

terpisah dari pembukuan BUMN Pembina” (h. 4).

Pasal 19 ayat 1 dan 2 Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, tentang Program Kemitraan

Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan

menyebutkan bahwa setiap BUMN Pembina wajib menyusun laporan pelaksanaan

Program Kemitraan dimana laporan tersebut terdiri dari Laporan Triwulanan dan

Laporan Tahunan. Mengenai isi dari laporan pelaksanaan tersebut, pasal 19 ayat 4

Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-

236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, tentang Program Kemitraan Badan Usaha

Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan menyebutkan,

“Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan Program Kemitraan dan Program BL

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat:

a. Realisasi pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, dirinci menurut

wilayah binaan.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Laporan Keuanganthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00800-AK-Bab 2.pdf · 8 II.1.2. Pengguna Informasi Akuntansi Horngren, Harrison, dan Bamber (2002)

39

b. Realisasi anggaran Program Kemitraan dan Program BL, terdiri atas sumber

dana, dana yang tersedia dan realisasi penggunaan dana sesuai dengan

pelaksanaan Program Kemitraan dan BL sebagaimana dimaksud pada huruf a.

c. Perhitungan Pendapatan dan Beban Program Kemitraan.

d. Neraca Program Kemitraan.

e. Perkembangan usaha Mitra Binaan.

f. Masalah yang dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya” (h. 7).

Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Kemitraan tersebut harus diaudit,

dimana auditor yang melakukan audit ini akan ditunjuk oleh RUPS seperti yang

diatur dalam pasal 21 Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Nomor KEP-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003, tentang Program Kemitraan

Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.