bab ii. landasan teori a. tinjauan pustaka · 7 1. persamaan bernoulli jaringan distribusi air...

56
6 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Perencanaan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air harus memperhatikan jenis pemakaian air, berbagai jenis aspek dan tujuan. Metode yang digunakan untuk meninjau dan mengevaluasi alternatif pegembangan dan pemanfaatan sumberdaya air yaitu dengan cara pendekatan sistem. Metode pendekatan sistem bertugas untuk menolong, meninjau dan melakukan evaluasi dengan cukup rinci tentang sumberdaya air. Louct,e.al., (1981) mengemukakan bahwa pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan sumberdaya air terdiri dari metode simulasi, optimasi dan kombinasi antara keduanya. Simulasi merupakan suatu metode yang sering digunakan dalam pendekatan model pada fenomena alam yang sesungguhnya. Dapat diartikan bahwa simulasi pada dasarnya adalah model tiruan perilaku dari sebuah sistem (system behavior) (Rachmad Jayadi, 2000). Penggunaan model matematik sebagai alat analisis untuk dapat memanfaatkan sumberdaya air secara optimal merupakan cara umum dipakai. Para pembuat keputusan dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air sering mempertimbangkan dalam mengambil keputusan yang optimal, dengan cara pendekatan “system engineering” dan system analysis” (Rahmad Jayadi, 2000). Triatmodjo (2007), dalam suatu struktur jaringan pipa dikatakan optimal menyangkut banyak hal, sebagian dapat dinilai dengan uang (tangible) sebagian lagi mungkin tidak (intangible). Triatmodjo (2007) kriteria optimal yang berkaitan dengan proses distribusi dianggap tercapai bila: 1. Tinggi tekanan di setiap titik mendekati (lebih besar) dari yang disyaratkan, 2. Pemanfaatan reservoir semaksimal mungkin (mendekati kapasitasnya), 3. Pompa beroperasi pada debit rencananya (design discharge) 4. Elevasi muka air dalam reservoir pernah mencapai titik terendah dan titik tertinggi. Kriteria optimal juga dibatasi untuk variasi tata letak jaringan yang direncanakan. Stephenson (1984) dalam Triatmodjo (2007), menyatakan bahwa kebanyakan jaringan pipa yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis adalah dalam bentuk pohon, artinya sistem jaringan yang dapat memenuhi suatu kondisi tekanan air yang diinginkan namun secara ekonomis paling murah.

Upload: others

Post on 16-Sep-2019

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Perencanaan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air harus memperhatikan

jenis pemakaian air, berbagai jenis aspek dan tujuan. Metode yang digunakan untuk

meninjau dan mengevaluasi alternatif pegembangan dan pemanfaatan sumberdaya air yaitu

dengan cara pendekatan sistem. Metode pendekatan sistem bertugas untuk menolong,

meninjau dan melakukan evaluasi dengan cukup rinci tentang sumberdaya air.

Louct,e.al., (1981) mengemukakan bahwa pendekatan dalam perencanaan dan

pengembangan sumberdaya air terdiri dari metode simulasi, optimasi dan kombinasi antara

keduanya. Simulasi merupakan suatu metode yang sering digunakan dalam pendekatan

model pada fenomena alam yang sesungguhnya. Dapat diartikan bahwa simulasi pada

dasarnya adalah model tiruan perilaku dari sebuah sistem (system behavior) (Rachmad

Jayadi, 2000).

Penggunaan model matematik sebagai alat analisis untuk dapat memanfaatkan

sumberdaya air secara optimal merupakan cara umum dipakai. Para pembuat keputusan

dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air sering mempertimbangkan dalam

mengambil keputusan yang optimal, dengan cara pendekatan “system engineering” dan

“system analysis” (Rahmad Jayadi, 2000).

Triatmodjo (2007), dalam suatu struktur jaringan pipa dikatakan optimal menyangkut

banyak hal, sebagian dapat dinilai dengan uang (tangible) sebagian lagi mungkin tidak

(intangible). Triatmodjo (2007) kriteria optimal yang berkaitan dengan proses distribusi

dianggap tercapai bila:

1. Tinggi tekanan di setiap titik mendekati (lebih besar) dari yang disyaratkan,

2. Pemanfaatan reservoir semaksimal mungkin (mendekati kapasitasnya),

3. Pompa beroperasi pada debit rencananya (design discharge)

4. Elevasi muka air dalam reservoir pernah mencapai titik terendah dan titik tertinggi.

Kriteria optimal juga dibatasi untuk variasi tata letak jaringan yang direncanakan.

Stephenson (1984) dalam Triatmodjo (2007), menyatakan bahwa kebanyakan jaringan pipa

yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis adalah dalam bentuk pohon, artinya

sistem jaringan yang dapat memenuhi suatu kondisi tekanan air yang diinginkan namun

secara ekonomis paling murah.

7

1. Persamaan Bernoulli

Jaringan distribusi air bersih pada umumnya dilayani menggunakan pipa, baik

berupa pipa besi, pipa beton atau PVC. Pipa sebagai saluran tertutup biasanya

berpenampang lingkaran. Apabila air dalam pipa tidak penuh, maka alirannya termasuk

dalam kriteria saluran terbuka, dan tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran

adalah tekanan atmosfir (Triatmodjo, 1993).

Air mengalir melalui pipa mempunyai tiga bentuk energi yaitu satu bentuk energi

karena geraknya dan dua bentuk energi potensial karena posisinya di atas garis referensi

tertentu dan ke dalamannya. Ketiga bentuk energi ini dikenal dengan persamaan

Bernoulli. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja sedangkan kerja

merupakan gaya yang bekerja dalam suatu jarak. Jumlah energi dalam aliran fluida

yang melewati akan bertambah bersamaan dengan bertambahnya waktu. Untuk

mempermudah analisis energi dinyatakan dalam energi per unit masa fluida yang dapat

ditulis sebagai berikut (Triatmodjo, 1993).

(1)

Dimana z = elevasi fluida (m),

tinggi tekan (m),

= berat volume air (kg/m3),

P = tekanan (kg/m2),

V = kecepatan aliran (m/det),

g = percepatan gravitasi (m/det2),

2. Kehilangan Energi

Persamaan energi untuk fluida ideal adalah konstan di sepanjang aliran, sehingga

garis tenaga selalu mendatar. Untuk fluida real, garis tenaga akan berubah menurun

karena adanya gesekan antara partikel fluida, antara fluida dengan dinding pipa dan

kehilangan energi mikro akibat turbulensi di belokan atau sambungan-sambungan pipa

dan penambahan energi dari luar, misalnya dengan pompa.

Zat cair riil yang mengalir melalui suatu bidang batas (pipa, saluran terbuka atau

bidang datar) akan terjadi tegangan geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan

aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut akan menyebabkan terjadinya

8

kehilangan tenaga selama pengaliran. Oleh sebab itu persamaan energi untuk fluida real

dapat ditulis sebagai berikut (Triatmodjo 1993, Giles 1984:73)

(2)

Dimana: ha = energi yang ditambahkan (m),

hf = energi yang hilang akibat gesekan di sepanjang pipa (m),

he = energi yang hilang pada belokan-belokan (m).

Bila persamaan di atas diterapkan pada aliran fluida yang tidak ada tambahan energi

dari luar, maka kehilangan energi utama hanya diakibatkan oleh gesekan di sepanjang

pipa dan persamaannya menjadi:

(3)

Pada aliran turbulen dan mantap melalui pipa berdiameter D, dengan sudut

kemiringan α seperti Gambar 1 di bawah ini, dianggap hanya terjadi kehilangan tenaga

karena gesekan. Gaya yang bekerja pada aliran seperti itu adalah gaya tekan, berat zat

cair dan gaya geser (Triatmodjo, 1993).

Gambar 1. Kehilangan Tenaga Karena Gesekan Pada Pipa

(Penurunan Darcy-Weisbach)

Kehilangan energi pada Gambar 1 disebabkan oleh kehilangan energi utama hf akibat

gesekan aliran di sepanjang pipa dan kehilangan energi sekunder he yang terdiri dari

9

perubahan penampang pipa, ujung pipa yang berawal dan berakhir di kolam dan

belokan-belokan pipa. Oleh sebab itu kehilangan energi total ditulis:

HL = hf + he (4)

a. Kehilangan Energi Utama

Kehilangan energi utama dapat dihitung dengan formula Darcy-Weisbach

(Triatmodjo, 1992:39)

(5)

Dimana: f = koefisien kekasaran pipa,

L = panjang pipa (m),

D = diameter pipa (m).

Koefisien kekasaran f menurut pengujian yang dilakukan Nikuradse (1933)

tergantung pada dua parameter yaitu bilangan Reynolds (Re) dan kekasaran relatif

dinding pipa ε/D. Bilangan Reynolds menyatakan perbandingan antara gaya inersia

terhadap gaya kekentalan, yang dituliskan sebagai berikut:

(6)

Dimana: ν = kekentalan kinematik fluida (m2/det),

ρ = rapat massa (kg/m3),

µ = kekentalan kinematik (Pa/det).

Nilai Re digunakan untuk menentukan jenis aliran dengan batasan sebagai berikut:

Re< 2000 aliran laminer,

Re> 4000 aliran turbulen,

2000 <Re< 4000 aliran transisi.

Pada aliran laminer, nilai Re<2000, koefisien gesek dihitung dengan persamaan

Blasius sebagai berikut (Giles, 1984:102, Triatmodjo, 1993)

10

(7)

Sedangkan untuk aliran turbulen pada pipa-pipa halus dimana 4000<Re<105,

koefisien gesekannya adalah:

(8)

Koefisien gesekan untuk Re sampai dengan 3.000.000 dihitung menggunakan

persamaan Von Karman yang diperbaiki oleh Prandtl (Giles, 1984:103, Triatmodjo,

1993)

(9)

Selain menggunakan persamaan di atas, faktor gesekan dapat dicari dengan grafik

Moody apabila nilai Reynolds dan ε/D diketahui.

b. Kehilangan energi minor

Kehilangan energi minor disebabkan oleh adanya sambungan dalam jaringan

pipa yang biasa terpasang antara lain pembesaran atau pengecilan penampang pipa,

katup, belokan, alat ukur atau meter air seperti venturi meter dan lain-lain.

Tabel 1. Penurunan Tinggi Energi yang Khas

No Uraian Energi kinetik turun rata-

rata

1 Dari tangki ke pipa

- Sambungan sama tinggi (saringan

jalan masuk)

- Sambungan proyeksi

- Sambungan dibulatkan

2 Dari pipa ke tangki

3 Pembesaran tiba-tiba

4 Pembesaran perlahan

11

No Uraian Energi kinetik turun rata-

rata

5 Venturi meter, nozel dan mulut

sempit

6 Penyusutan tiba-tiba

7 Siku-siku, sambungan, kran

8 Beberapa harga K yang khas:

- Belokan 45° 0,35 sampai 0,45

- Belokan 90° 0,50 sampai 0,75

- Sambungan T Kira-kira 0,25

- Kran pintu (terbuka) Kira-kira 0,25

- Kran uji (terbuka) Kira-kira 3,0

Sumber: Ranald V. Giles (1986)

Menurut Darcy Weisbach kehilangan energi pada pengaliran dalam pipa

berbanding lurus dengan tinggi kecepatan, yang ditulis dengan persamaan sebagai

berikut:

(10)

Dimana K adalah koefisien energi minor sebagai akibat penyusutan atau

pembesaran dan belokan pipa. Kehilangan energi pada belokan dapat diabaikan jika

panjang pipa lebih besar dari 500 kali diameternya. Nilai K untuk berbagai jenis

sambungan dan belokan pipa pada umumnya telah diteliti dan ditabelkan pada tabel

1. (Giles, 1984:1990).

3. Debit Aliran

Debit aliran air pada pengaliran dalam pipa dianggap konstan karena air dianggap

fluida yang tidak termampatkan. Oleh sebab itu berlaku persamaan kontinuitas: Q =

konstan. Kecepatan aliran di dalam pipa dianggap kecepatan rata-rata, yang

menganggap bahwa kecepatan di setiap titik di dalam suatu penampang adalah sama,

sehingga berlaku persamaan.

Q = V.A (11)

12

DA

V

Dimana : Q = debit aliran (m3/det),

A = luas penampang aliran atau pipa (m2),

V = kecepatan aliran (m/det).

Gambar 2. Penampang Aliran Dalam Pipa

Pada fluida riil, kecepatan aliran dalam suatu penampang adalah tidak sama karena

adanya gesekan dengan dinding pipa (lihat Gambar. 2). Oleh sebab itu anggapan

penggunaan kecepatan rata-rata ini akan menyebabkan kesalahan dalam menghitung

tinggi energi. Oleh sebab itu, untuk mengoreksi kesalahan ini perlu diberikan suatu

koefisien koreksi energi yang biasa disimbolkan dengan α, sehingga tinggi energi pada

persamaan Bernoulli menjadi . Koefisien ini dalam praktik diambil α = 1.

4. Pola Jaringan Distribusi

Pola jaringan yang sesuai untuk diterapkan pada suatu daerah perencanaan

ditentukan oleh beberapa aspek sebagai berikut

a. Jenis pengaliran sistem distribusi.

b. Pola jaringan jalan.

c. Letak dan kondisi topografi seluruh kota.

d. Tingkat dan jenis pengembangan kota.

e. Lokasi instalasi dan reservoirnya.

f. Luas daerah pelayanan.

Terdapat beberapa pola jaringan distribusi yang dapat dipergunakan untuk

mendistribusikan air kepada konsumen, di antaranya adalah:

a. Pola Cabang (Branch Pattern)

Pola ini merupakan pola yang menggunakan sistem dead end. Pada sistem ini

pipa distribusi utama akan dihubungkan dengan pipa distribusi sekunder dan

selanjutnya pipa distribusi sekunder akan dihubungkan dengan pipa pelayanan ke

13

konsumen. Aliran air yang terdapat dalam pipa merupakan aliran searah dengan air

hanya akan mengalir melalui satu pipa induk yang semakin mengecil ke arah

hilirnya. Pola ini banyak diterapkan pada daerah perkotaan yang berkembang pesat

dan pada daerah yang memiliki kondisi topografi berbukit seperti Gambar 3 berikut

ini:

Gambar 3. Pola Cabang (Branch Pattern)

Pola ini merupakan sistem pengaliran dengan desain perpipaan yang sederhana

khususnya dalam perhitungan sistem, tekanan sistem juga dapat dibuat relatif sama,

serta dimensi pipa yang lebih ekonomis dan bergradasi secara beraturan dari pipa

induk hingga pipa pelayanan ke konsumen. Selain itu juga terdapat beberapa

kerugian bagi pola distribusi yang seperti ini. Beberapa diantaranya adalah:

1) Kemungkinan terjadinya air mati pada ujung pipa yang dapat menyebabkan air

menjadi memiliki rasa dan bau. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan

pengurasan jaringan secara berkala.

2) Jika terjadi kerusakan pada pipa, maka dapat dipastikan daerah pelayanan yang

dilayani oleh pipa tersebut hingga jaringan yang berada di bawahnya tidak akan

mendapatkan air.

3) Bila terjadi pengembangan pada daerah pelayanan, maka penambahan

sambungan dapat menyebabkan pengurangan tekanan sehingga akan

mengganggu pengaliran air pula.

14

4) Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hydrant lebih sedikit karena

alirannya hanya satu arah.

b. Pola Kisi (Grid Pattern/Loop)

Pola ini memiliki kondisi pipa yang satu dihubungkan dengan pipa yang lain

sehingga membentuk suatu lingkaran. Melalui pola jenis ini air dapat mengalir ke

konsumen dari beberapa arah sehingga tidak terdapat dead end dengan ukuran atau

dimensi pipa yang relatif sama.

Gambar 4. Pola Kisi (Grid Pattern/Loop)

Kondisi daerah yang sesuai dengan pola ini adalah daerah yang telah memiliki

jaringan jalan yang saling berhubungan, elevasi tanah yang relatif datar dan luas,

dan pola pengembangan kota yang menyebar ke semua arah.

Keuntungan dari penggunaan pola ini adalah:

1) Air akan didistribusikan ke lebih dari satu arah dan tidak akan terjadi stagnasi.

2) Jika terjadi kerusakan ataupun perbaikan pada pipa tidak dapat dipergunakan

dulu, maka daerah yang dilayani oleh pipa tersebut akan tetap memperoleh air.

3) Pola ini dapat mengantisipasi tekanan yang diakibatkan bervariasinya

konsumsi air di daerah pelayanan maupun penambahan jumlah sambungan

pada jalur pipa yang telah ada.

15

4) Gangguan lebih sedikit.

Sistem ini juga masih memiliki kelemahan, di antaranya adalah:

a) Biaya investasi pembangunan lebih besar atau relatif mahal.

b) Perhitungan sistem lebih rumit karena membutuhkan perhitungan

khusus, untuk mengontrol tekanan.

Pola kisi biasanya digunakan pada daerah pelayanan dengan karakteristik:

1) Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah, maupun daerah pelayanan

yang sedang berkembang dengan pola pengembangan yang tidak teratur.

2) Jalur jalan yang ada berhubungan satu dengan yang lainnya.

3) Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan yang cukup tinggi dan

menurun secara teratur ataupun bervariasi.

4) Luas daerah pelayanan relatif kecil.

c. Pola Gabungan

Pola ini merupakan gabungan dari kedua pola di atas yang biasanya diterapkan

pada daerah yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Daerah pelayanan sedang berkembang.

2) Pola jalan pada daerah pelayanan tidak berhubungan satu sama lain dengan

pola pengembangan juga yang tidak teratur.

3) Daerah pelayanan memiliki elevasi yang bervariasi.

Gambar 5. Pola Gabungan

16

5. Alat Ukur Debit Flowmeter HydrINS 2

Flowmeter HydrINS 2 dapat digunakan di seluruh jaringan distribusi air untuk

mengukur laju aliran di waduk, saluran air, stasiun pompa, pipa air dan zona DMA.

Alat ukur ini menggunakan sensor elektromagnetik untuk mengukur laju aliran bi-

directional untuk berbagai ukuran pipa, dapat digunakan sebagai portable atau

instrument khusus/permanen.

Unit ini memiliki output langsung mengenai informasi pemantauan ke perangkat

data logging, dan mendukung sebuah layar LCD untuk tampilan pembacaan.

Flowmeter HydrINS 2 dilengkapi perangkat lunak winfluid untuk mengatur probe dan

profil pipa untuk menghitung factor profil riil (dalam kasus gangguan aliran). Alat ini

memiliki dua probe dan tampilan yang kedap air. Tergantung pada pengaturan, baterai

bisa bertahan sampai10 tahun.

Gambar 6. Flowmeter HydrINS 2

17

Alat ini memiliki batang, rantai anti-ejeksi diperkuat, penguncian kacang dan

penyisipan titik penjepit untuk kemudahan instalasi, juga mudah dihubungkan dengan

produk hydreka lainnya.

6. Aplikasi EPANET 2.0

a. Aplikasi Epanet 2.0 dalam Analisis Jaringan Distribusi Air Bersih

Di masa lalu software jaringan distribusi hanya dapat digunakan untuk melakukan

desain awal sistem distribusi. Dengan software yang un-user friendly membuat

operator kesulitan untuk menggunakan software-software yang ada. Namun seiring

dengan perkembangan teknologi, software distribusi telah berkembang sehingga

menjadi lebih mudah digunakan. Dengan software distribusi, operator dapat

mensimulasikan berbagai kemungkinan pengoperasian jaringan tanpa harus turun ke

lapangan dan bahkan tanpa harus mengganggu kesinambungan pelayanan terhadap

pelanggan.

Epanet 2.0 adalah suatu program komputer yang berbasis windows yang

merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem

penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa,

valve (acesoris) dan reservoir baik ground reservoir maupun elevated reservoir.

Output yang dihasilkan dari program Epanet 2.0 ini antara lain debit yang

mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing–masing titik/node/junction yang dapat

dipakai sebagai analisis dalam menentukan operasi instalasi, pompa dan reservoir

serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang terkandung dalam air bersih yang

didistribusikan serta penentuan umur air dan dapat digunakan sebagai simulasi

penentuan lokasi sumber sebagai arah pengembangan.

Epanet 2.0 didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan

air serta degradasi unsur kimia yang terkandung dalam air di pipa distribusi air

bersih, yang dapat digunakan untuk analisis berbagai macam sistem distribusi, detail

desain, model kalibrasi hidrolis, analisis sisa khlor dan beberapa unsur lainnya.

Jika pada awalnya operator harus turun ke lapangan dan mengumpulkan data

sebanyak mungkin untuk mengetahui gambaran jaringannya maka kini operator

hanya perlu turun ke lapangan untuk mengumpulkan data seminimal mungkin dalam

memahami jaringan distribusinya.

Epanet adalah salah satu software distribusi yang user friendly dan banyak

digunakan untuk menganalisis jaringan sistem distribusi. Epanet 2.0 adalah program

18

komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi perkembangan

waktu dari profil hidrolis dan diperlukan kualitas air bersih dalam suatu jaringan pipa

distribusi, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa, valve

(asesoris) dan reservoir baik ground reservoir maupun reservoir menara.

b. Kegunaan EPANET 2.0 dalam Analisis Jaringan Distribusi Air Bersih.

1) Didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan air serta

degradasi unsur kimia yang ada dalam air pada pipa distribusi.

2) Dapat digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai macam sistem distribusi,

detail desain, model kalibrasi hidrolik, analisis sisa khlor dan berbagai unsur

lainnya.

3) Dapat membantu menentukan alternatif strategis managemen dan sistem

jaringan pipa distribusi air bersih.

4) Sebagai penentuan alternatif sumber/instalasi, apabila terdapat banyak sumber/

instalasi.

5) Sebagai simulasi dalam menentukan alternatif pengoperasian pompa dalam

melakukan pengisian reservoir maupun injeksi ke sistem distribusi.

6) Digunakan sebagai pusat treatment seperti digunakan proses khlorinasi, baik di

instalasi maupun dalam sistem jaringan.

7) Dapat digunakan sebagai penentuan prioritas terhadap pipa yang akan

dibersihkan/diganti.

8) Epanet merupakan analisis hidrolis yang terdiri dari:

a) Analisis ini tidak dibatasi oleh letak lokasi jaringan

b) Kehilangan tekanan akibat gesekan (friction) dihitung dengan menggunakan

persamaan Hazen-Williams, Darcy-Weisbach atau Chezy-Manning formula.

c) Disamping mayor losses, minor losses (kehilangan tekanan di bend, elbow,

fitting) dapat dihitung.

d) Model konstanta atau variabel kecepatan pompa

e) Perhitungan energi dan biaya pompa

f) Berbagai tipe model valve yang dilengkapi dengan shut off, check. pressure

regulating dan valve yang dilengkapi dengan kontrol kecepatan.

g) Reservoir dalam berbagai bentuk dan ukuran

h) Faktor fluktuasi pemakaian air.

19

i) Sebagai dasar operating system untuk mengontrol level air di reservoir dan

waktu, Epanet 2.0 juga memberikan analisis kualitas air.

j) Model pergerakan unsur material non reaktif yang melalui jaringan tiap saat.

k) Model perubahan material reaktif dalam proses desinfektan dan sisa khlor.

l) Model unsur air yang mengalir dalam jaringan.

m) Model reaksi kimia sebagai akibat pergerakan air dan dinding pipa.

c. Input data dan cara kerja dalam Epanet 2.0

Dalam operasi Epanet 2.0 dibutuhkan data masukan (input data) yang digunakan

untuk simulasi jaringan air bersih. Data ini sangat penting artinya dalam memulai

analisis jaringan air bersih dan mendapatkan output data yang diinginkan. Adapun

input data yang dibutuhkan adalah peta jaringan, node/junction/titik dari komponen

distribusi, elevasi, panjang pipa, diameter pipa, jenis pipa yang digunakan, umur pipa,

jenis sumber (mata air, sumur bor, IPA, dan lain–lain), spesifikasi pompa (bila

menggunakan pompa), bentuk dan ukuran reservoir, beban masing–masing node

(besarnya tapping), faktor fluktuasi pemakaian air dan konsentrasi khlor pada sumber.

Sedangkan output data yang dihasilkan adalah hidrolik head masing–masing titik,

tekanan dan kualitas air.

Data yang dibutuhkan dalam Epanet 2.0 sangat penting sekali dalam proses analisis,

evaluasi dan simulasi jaringan air bersih berbasis Epanet. Input data yang dibutuhkan

adalah:

1) Peta jaringan

2) Node/junction/titik dari komponen distribusi.

3) Elevasi

4) Panjang pipa

5) Diameter dalam pipa

6) Jenis pipa yang digunakan

7) Umur pipa

8) Jenis sumber (mata air, sumur bor, IPAM, dan lain lain)

9) Spesifikasi pompa (bila menggunakan pompa)

10) Bentuk dan ukuran reservoir.

11) Beban masing-masing node (besarnya tapping)

12) Faktor fluktuasi pemakaian air

13) Konsentrasi khlor di sumber

20

Cara Kerja Program ini adalah:

a) Menginstal EPANET pada komputer:

i. Pilih Run dari Windows Start Menu

ii. Masukkan full path dan nama file en2 setup.exc.

Atau klik tombol browse untuk menempatkan pada computer anda.

iii. Klik tombol OK untuk memulai proses.

b) Menjalankan program:

I. Gambar jaringan sebagai file tect.

II. Mengedit properties dari object.

III. Menggambarkan bagaimana system beroperasi.

IV. Memilih type analisis.

V. Menjalankan (Run) analisis hidrolis/kualitas air.

VI. Lihat hasil analisis.

c) Output yang dihasilkan di antaranya adalah:

I. Hidrolik head masing - masing titik.

II. Tekanan dan kualitas air. (Epanet 2.0 Users Manual).

7. Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi

air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air

yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air bersih. Adapun persyaratan

yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik,

kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek

samping (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/ MENKES/ PER/

IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum).

8. Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih

a. Persyaratan Kualitas

Persyaratan kualitas keperluan air bersih dinyatakan sebagai berikut:

1) Persyaratan fisik

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga

suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC, dan

apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.

2) Persyaratan kimiawi (lihat tabel halaman 21)

21

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang

melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah pH, total solid,

zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn),

tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.

3) Persyaratan bakteriologis

Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang

mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak

adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.

4) Persyaratan radioaktifitas

Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh

mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif,

seperti sinar alfa, beta dan gamma.

Tabel 2. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum

No Jenis Parameter Satuan

Kadar

maksimum yang

diperbolehkan

1 Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1) E. Coli Jumlah per 100 ml

sampel 0

2) Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml

sampel 0

b. Kimia anorganic 1) Arsen mg / l 0,01

2) Flourida mg / l 1,5

3) Total Kromium mg / l 0,05

4) Kadmium mg / l 0,003

5) Nitrit, ( sebagai NO2- ) mg / l 3

6) Nitrat, ( sebagai NO3- ) mg / l 50

7) Sianida mg / l 0,07

8) Selenium mg / l 0,1

2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan

a. Parameter Fisik 1) Bau Tidak berbau

2) Warna TCU 15

3) Total Zat Padat Terlarut

(TDS) mg / l 500

4) Kekeruhan NTU 5

5) Rasa Tidak berasa

6) Suhu ⁰C Suhu udara ± 3

b. Parameter Kimiawi 1) Aluminium mg / l 0,2

2) Besi mg / l 0,3

3) Kesadahan mg / l 500

22

4) Khlorida mg / l 250

5) Mangan mg / l 0,4

6) pH 6,5 – 8,5

7) Seng mg / l 3

8) Sulfat mg / l 250

9) Tembaga mg / l 2

10) Amonia mg / l 1,5

Sumber: PERMENKES NO. 492/MENKES/PER/IV/2010

b. Persyaratan Kuantitas (debit) Aliran Air

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya

air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan

dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang

dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan. Kebutuhan air bersih

masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat

ekonomi dan skala perkotaan tempat tinggalnya. Besarnya konsumsi air berdasarkan

kategori kota dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi Air Berdasarkan Kategori Kota

Katergori Jumlah Penduduk (orang) Konsumsi Air (lt/org/hari)

Metropolitan 1.000.000 210

Besar 500.000 – 1.000.000 170

Sedang 100.000 – 500.000 150

Kecil 20.000 – 100.0000 90

Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum1996

c. Persyaratan Kontinuitas Aliran Air

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi

debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.

Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari,

atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut

hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk

menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara

pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.

23

Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-

jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00–18.00. Kontinuitas aliran sangat

penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah kebutuhan konsumen. Sebagian

besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan pekerjaannya dalam jumlah

yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas

energi yang siap setiap saat.

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran

tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 meter/detik (menurut

Kepmen. PU. No 18 tahun 2007). Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang

diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan

pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai

dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.

d. Persyaratan Tekanan Air

Konsumen memerlukan sambungan air dengan tekanan yang cukup, dalam arti

dapat dilayani dengan jumlah air yang diinginkan setiap saat. Untuk menjaga

tekanan akhir pipa di seluruh daerah layanan, pada titik awal distribusi diperlukan

tekanan yang lebih tinggi untuk mengatasi kehilangan tekanan karena gesekan, yang

tergantung kecepatan aliran, jenis pipa, diameter pipa dan jarak jalur pipa tersebut.

Dalam pendistribusian air, untuk dapat menjangkau seluruh area pelayanan dan

untuk memaksimalkan tingkat pelayanan, maka hal wajib untuk diperhatikan adalah

sisa tekanan air. Sisa tekanan air tersebut paling rendah adalah 5 muka kolom air

(mka) atau 0,5 atmosfir (satu atmosfir = 10 m) dan paling tinggi adalah 22 muka

kolom air (mka) setara dengan gedung 6 lantai).

Menurut standar dari Kementerian Pekerejaan Umum, air yang dialirkan ke

konsumen melalui pipa transmisi dan pipa distribusi, dirancang untuk dapat

melayani konsumen hingga yang terjauh, dengan tekanan air minimum sebesar 10

muka kolom air atau 1 atmosfir. Angka tekanan ini harus dijaga, idealnya merata

pada setiap pipa distribusi. Jika tekanan terlalu tinggi akan menyebabkan pecahnya

pipa, serta merusak alat-alat plambing (kloset, urinoir, faucet, lavatory, dan lain-

lain). Tekanan juga dijaga agar tidak terlalu rendah, karena jika tekanan terlalu

rendah akan menyebabkan terjadinya kontaminasi antara air tanah dengan air bersih

dalam aliran pipa distribusi

24

9. Tinjauan Kebijakan Sumberdaya Air Bersih Kedepan

Tinjauan kebijakan sumberdaya air bersih ini akan menguraikan mengenai

kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan sumberdaya air bersih, tinjauan kebijakan

nasional dan tinjauan kebijakan wilayah. Berikut ini adalah uraiannya.

a. Tinjauan Kebijakan Nasional

Menurut Permen PU No.20 Tahun 2006, Tahun 2004 penduduk Indonesia yang

telah memiliki akses terhadap air bersih yang aman baik melalui sistem perpipaan

maupun non perpipaan telah mencapai 55,43%. Sesuai kriteria MDG’s, diharapkan

pada tahun 2015 tingkat akses terhadap air bersih aman dapat mencapai 80% atau

sekitar 196 juta jiwa dari 246 juta jiwa penduduk dengan sistem perpipaan sebesar

48% dan nonperpipaan terlindungi sebesar 32%. Untuk lebih jelasnya mengenai

target Millenium Development Goals (MDG’s) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel

4. sebagai berikut:

Tabel 4. Target Cakupan Pelayanan MGD’s hingga 2015

TARGET 1990 2004 2009 2015

Cakupan RPJM – Perpiaan (%) - 18 40 -

Cakupan MDGs – Nasional (%) 42,29 55,43 67 80

- Cakupan MDGs Perkotaan (%) 62,70 61,69 73 87

- Cakupan MDGs Pedesaan (%) 35,84 50,27 60 72

Cakupan MDGs – Perpipaan (%) 14,11 17,96 32 48

- Cakupan MDGs – Perpipaan Perkotaan (%) 37,75 32,84 49 47

- Cakupan MDGs – Perpipaan Pedesaan (%) 5,57 6,95 15 20

Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi (%) 28,18 37,47 33 32

- Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi Perkotaan

(%) 24,95 28,85 25 15

- Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi Pedesaan (%) 30,27 43,32 45 24

Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi (%) 55,71 44,57 33 20

- Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi Perkotaan (%) 37 38 27 13

- Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi Pedesaan (%) 64 50 40 28

Cakupan MDG Nasional – Perpipaan dan Non-perpipaan (juta

jiwa) 75,86 120,32 158 202

Cakupan RPJMN Nasional – Perpipaan (juta jiwa) - 38,99 98,7 -

Sumber data: Permen PU No.20/PRT/M/2006.

25

Memperhatikan kebutuhan peningkatan cakupan, kecepatan pelaksanaan dan

kemampuan investasi di atas, maka untuk mengejar sasaran cakupan pelayanan

MDG 2015 serta untuk memenuhi sasaran RPJMN 2010-2014, 40% perpipaan perlu

kebijakan dan strategi nasional untuk menyelaraskan peningkatan pembangunan dari

nonperpipaan tidak terlindungi menjadi nonperpipaan terlindungi dan dari

nonperpipaan khususnya nonperpipaan terlindungi menjadi perpipaan. Arahan

strategi pencapaian sasaran RPJMN dan MDG’s meliputi:

1) Sasaran pencapaian RPJMN tahun 2009 dimaknai sebagai sasaran antara (interim

target) mencapai sasaran MDG’s tahun 2015, meskipun disadari bahwa

pencapaian sasaran RPJM sangat berat dibandingkan pencapaian sasaran MDG’s

2015 karena keterbatasan waktu dan sumberdaya.

2) Sasaran peningkatan pelayanan air bersih melalui sistem perpipaan menjadi 48%

pada tahun 2015 diimbangi dengan penurunan jumlah non-perpipaan tidak

terlindungi.

Sasaran pengembangan SPAM untuk keseluruhan (perkotaan dan pedesaan)

sistem penyediaan air bersih melalui perpipaan, non-perpipaan terlindungi, dan non-

perpipaan tidak terlindungi antara lain sebagai berikut:

1) Peningkatan cakupan pelayanan melalui sistem perpipaan yang semula 17,96%

pada tahun 2004 menjadi paling tidak berkisar antara 32%-40% pada tahun 2009

dan selanjutnya terus diupayakan meningkat menjadi 48% pada tahun 2015.

2) Penurunan persentase penggunaan SPAM melalui sistem non-perpipaan tidak

terlindungi menjadi sistem non-perpipaan terlindungi dan sistem perpipaan dari

45% pada tahun 2004 menjadi 33% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2015.

Penurunan persentase cakupan pelayanan air bersih dengan sistem non-perpipaan

terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37,47% menjadi 32% pada tahun 2015.

3) Penurunan kawasan rawan air tercermin dari penurunan jumlah non-perpipaan

tidak terlindungi sebesar 45% pada tahun 2004 menjadi sebesar 35% pada tahun

2009 dan 20% pada tahun 2015.

b. Sasaran Kebijakan

Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.16/2005 dan peraturan lainnya serta

skenario pengembangan SPAM, sasaran dari Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan, non-

perpipaan terlindungi, antara lain sebagai berikut:

26

a) Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air bersih yang berkualitas dengan

harga terjangkau dengan peningkatan cakupan pelayanan melalui system

perpipaan yang semula 18% pada tahun 2004 menjadi 32% pada tahun 2009 dan

selanjutnya meningkat menjadi 60% pada tahun 2015.

b) Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan

tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan

peran serta masyarakat dan dunia usaha.

c) Penurunan persentase cakupan pelayanan air bersih dengan system non-

perpipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37,47% menjadi 33% pada tahun

2009 dan 20% pada tahun 2015, sehingga persentase penggunaan SPAM melalui

sistem non-perpipaan tidak terlindungi semakin menurun dari tahun ke tahun.

d) Pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun,

memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fisik. Dalam

hal pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan pengembangan SPAM.

Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan

standar pelayanan minimal sebesar 60 liter/orang/hari yang dibutuhkan secara

bertahap. Bantuan Pemerintah diutamakan untuk kelompok masyarakat

berpenghasilan rendah dan miskin.

e) Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa

pelayanan.

c. Kebijakan Dan Strategi Pengembangan SPAM

Kebijakan pengembangan SPAM dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan

permasalahan dalam pengembangan SPAM. Secara umum kebijakan dibagi menjadi

lima kelompok yaitu berdasarkan kelompok kebijakan yang telah dirumuskan di atas,

ditentukan arahan kebijakan sebagai dasar dalam mencapai sasaran pengembangan

SPAM yang diarahkan juga untuk memenuhi sasaran MDG’s baik jangka pendek

tahun 2009 maupun jangka panjang 2015. Bagan alir pendekatan perumusan

kebijakan dan strategi SPAM, serta sasaran yang akan dicapai dipaparkan pada

bagian lampiran. Adapun arahan kebijakan tersebut adalah:

1) Peningkatan cakupan dan kualitas air bersih bagi seluruh masyarakat Indonesia.

2) Pengembangan pendanaan untuk penyelenggaraan SPAM dari berbagai sumber

secara optimal.

3) Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan.

27

4) Peningkatan penyediaan Air Baku secara berkelanjutan.

5) Peningkatan peran dan kemitraan dunia usaha, swasta dan masyarakat.

d. Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya alam. Air adalah sumberdaya

yang diperbaharui, bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah

berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat, tergantung pada

waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju. Dapat berupa

zat cair yang mengalir sebagai air permukaan, berada dalam tanah sebagai air tanah,

berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa

uap air yang didefinisikan sebagai air udara (kabut).

Konsep siklus hidrologi merupakan hal yang sangat penting, karena air (baik air

permukaan maupun air tanah) bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi pada

Gambar 7. dimulai dengan terjadinya panas matahari yang sampai pada permukaan

bumi, sehingga menyebabkan penguapan. Akibat penguapan ini terkumpul massa

uap air, yang dalam kondisi atmosfer tertentu dapat membentuk awan. Akibat dari

berbagai sebab klimatologi awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial

menimbulkan hujan.

Sebagian air hujan tersebut akan tertahan oleh butiran-butiran tanah, sebagian

akan bergerak dengan arah horisontal sebagai limpasan (run off), sebagian akan

bergerak vertikal ke bawah sebagai infiltrasi, sebagian kecil akan kembali ke

atmosfer melalui penguapan. Air yang terinfiltrasi ke tanah mula-mula akan mengisi

pori-pori tanah sampai mencapai kadar air jenuh. Apabila kondisi tersebut telah

tercapai, maka air tersebut akan bergerak dalam dua arah, arah horisontal sebagai

interflow dan arah vertikal sebagai perkolasi, seperti gambar 7. Siklus Hidrologi di

bawah ini:

28

Sumber Data: United States Geological of Survey (USGS) Amerika Serikat 2009

Gambar 7. Siklus Hidrologi

e. Daya Dukung Sumberdaya Air

Daya dukung sumberdaya air pada suatu wilayah adalah tersedianya potensi

sumberdaya air yang dimanfaatkan oleh makhluk hidup yang ada dalam wilayah

tersebut (Delinom & Marganingrum, 2007). Masih menurut Delinom &

Marganingrum (2007), secara umum beberapa sumber air yang dapat digunakan

sebagai alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut:

1) Air Permukaan (AP)

Air permukaan adalah air yang ada dan mengalir di permukaan tanah, yang

termasuk pada golongan air permukaan antara lain adalah: air laut, air danau, air

sungai, air waduk dan air rawa. Mata air yaitu permunculan air tanah yang keluar

di permukaan tanah secara alamiah. Debit air yang ada berubah-ubah (fluktuatif)

yang umumnya disebabkan oleh penggantian musim, ada juga yang relatif tetap.

Beberapa jenis mata air pada musim kemarau tidak mengalirkan air sama

sekali, namun pada musim penghujan airnya akan mengalir kembali (mata air

musiman).

Secara kuantitas, debit aliran sungai umumnya sangat dipengaruhi oleh

musim, begitu juga dengan kualitasnya. Pada musim penghujan sungai

mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran mengalami penurunan

akibat pengenceran tersebut. Perairan tawar di permukaan bumi dapat

29

membentuk suatu ekosistem, misalnya ekosistem danau atau sungai. Faktor yang

paling mempengaruhi ekosistem perairan adalah oksigen terlarut untuk

berlangsungnya proses fotosintesis, respirasi dan penguraian dalam perairan

cahaya matahari untuk pengaturan suhu dan berlangsungnya proses fotosintesis.

Beberapa masalah utama yang terjadi pada air permukaan adalah pengeringan

dan gangguan terhadap kondisi alami (misalnya dampak pembuatan waduk,

irigasi), pencemaran pada badan air misalnya pembuangan limbah industri

domestik, limbah pertanian yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu

proses perubahan fisik, kimia dan biologis yang terjadi dalam suatu badan

perairan (biasanya yang alirannya lambat) akibat melimpahnya masukan zat hara

(umumnya N dan P) dari luar.

2) Air Bawah Tanah (ABT)

Secara kuantitas, jumlah air tanah yang ada di suatu daerah dapat berbeda

dengan daerah lainnya, tergantung dari jumlah cadangan air yang terkandung

pada setiap lapisan pembawa air (aquifer) yang ada di daerah yang bersangkutan

dan kapasitas infiltrasi pada daerah tangkapan air hujan.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

permukaan tanah. Keberadaan air tanah tersebut tidak dapat dilepaskan dari

siklus hidrologi sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Sedangkan lapisan batuan

jenuh air yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup

dan ekonomis disebut sebagai akuifer. Hujan yang jatuh, mengalami hambatan

oleh adanya vegetasi/tumbuhan ataupun bangunan dan apabila tidak ada

vegetasi/tumbuhan maka hujan akan jatuh mengenai permukaan tanah secara

langsung walaupun peresapan masih mungkin terjadi karena adanya sampah,

kotoran maupun adanya benda lain di permukaan tanah.

Air yang meresap ke dalam tanah ditahan oleh tanah sebagai cadangan

kelembaban tanah dan penambahan cadangan air tanah, sedangkan cadangan

permukaan akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan sebagai anakan

meresap kembali ke dalam tanah selama pengaliran. Di lain pihak air tanah yang

mengalir di dalam batuan (akuifer) dapat keluar kembali menjadi air permukaan

sebagai mata air jika akuifer tersebut terpotong oleh kemiringan topografi

permukaan tanah.

30

Perjalanan air dari masuknya air hujan ke dalam tanah hingga mencapai

lapisan akuifer maupun keluar sebagai mata air membutuhkan waktu yang sangat

bervariasi dari orde bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan

hingga ribuan tahun (Hochstein dan Soengkono 1997)

Air bawah tanah (ground water) atau akuifer adalah air yang terdapat pada

pori-pori tanah, pasir, kerikil, batuan yang telah jenuh terisi air. Akuifer tidak

tertekan (unconfined aquifer) mendapatkan air dari proses infiltrasi, sedangkan

akuifer tertekan (confined aquifer) airnya berasal dari daerah pengisian (recharge

area) atau resapan air. Muka air tanah (water table) adalah garis batas antara air

tanah dengan air bawah tanah yang jenuh.

Pada musim penghujan, permukaan air tanah akan mengalami kenaikan pada

saat musim kemarau akan mengalami penurunan. Jumlah cadangan air tanah

akan sangat ditentukan oleh kondisi cekungan air tanahnya, yaitu suatu wilayah

yang dibatasi oleh batas hidrologeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis

seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.

Dengan demikian potensi air tanah pada suatu wilayah akan sangat ditentukan

oleh:

a) Kondisi curah hujan serta hubungan antara air permukaan dan air tanah.

b) Kondisi akuifer yang meliputi geometri dan sebarannya, konduktifitas

hidrolik dan litologi pada batas-batas akuifer.

c) Kondisi daerah imbuhan air tanah, yaitu daerah resapan air yang mampu

menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.

d) Kondisi daerah resapan air tanah, yaitu daerah keluaran air tanah yang

berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah.

Secara umum terdapat dua jenis akuifer, yaitu akuifer bebas dan akuifer

tertekan (Gambar 8). Eksploitasi air tanah pada akuifer bebas biasanya dilakukan

dengan membuat sumur gali ataupun kolam, sedangkan eksploitasi air tanah pada

akuifer tertekan umumnya dilakukan dengan pembuatan sumur bor dalam. Dalam

kenyataan di lapangan, dalam suatu daerah dijumpai beberapa akuifer tertekan

pada berbagai kedalaman yang dipisahkan oleh lapisan kedap air. Oleh karena itu

identifikasi posisi kedalaman dan ketebalan akuifer-akuifer tersebut menjadi

penting untuk menentukan konstruksi sumurnya. Gambar 8 di bawah ini

menunjukkan perjalanan resapan air dan gambar 9 menunjukkan jenis akuifer

dan jenis eksploitasinya.

31

Sumber Data: After Foster dan Hirata, 1988

Gambar 8. Perjalanan Resapan Air

32

Sumber Data: Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Syarif, 2005

Gambar 9. Jenis Akuifer dan Eksploitasinya

Permasalahan air tanah pada suatu wilayah perkotaan biasanya berupa

penurunan kualitas air tanah yang disebabkan antara lain adanya pencemaran

pertambangan, pembuangan sampah, penimbunan senyawa berbahaya (radio

aktif) penurunan kualitas antara lain disebabkan oleh perusakan daerah resapan,

pengambilan air berlebihan yang dapat mengakibatkan turunnya muka air tanah

dan terjadinya interusi air laut (pergeseran batas air laut dan air tawar ke arah

daratan), terjadinya kerucut depresi dan penurunan muka tanah.

Peranan air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks, sehingga

perlu pendekatan yang menyeluruh untuk melihat interaksi manusia dengan air

dalam konteks ekonomi, lingkungan, dan sosial. Sifat air mengalir dari tempat

yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah dan tidak dipengaruhi oleh batasan

administrasi suatu wilayah, oleh sebab itu untuk mengetahui potensi air tanah

pada suatu tempat dibatasi oleh Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) sedangkan

potensi air permukaan dalam suatu wilayah dibatasi oleh Daerah Aliran Sungai

(DAS).

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-

punggung gunung atau pegunungan, sehingga air hujan yang jatuh di daerah

tersebut akan mengalir menuju sungai utama atau DAS yang besar tersusun atas

DAS yang kecil-kecil atau disebut sub DAS dan sub DAS tersusun atas beberapa

33

sub-sub DAS. DAS adalah suatu ekosistem, sehingga di dalamnya terjadi suatu

proses interaksi antara faktor-faktor biotik, abiotik dan manusia. Komponen

masukan pada suatu DAS adalah curah hujan, sedangkan komponen keluaran

adalah debit air dan muatan sedimen. Luas DAS mempengaruhi jumlah aliran

permukaan, sehingga semakin luas DAS, jumlah aliran permukaan atau debit

sungai juga semakin besar.

Aktifitas di dalam DAS dapat menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya

perubahan tata guna lahan khususnya di daerah hulu dapat memberikan dampak di

daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta

material terlarut lainnya. Adanya hubungan antara masukan dan keluaran pada

suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu

tindakan atau aktifitas pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungan.

Koefisien aliran permukaan disingkat (C) adalah bilangan yang menyatakan

perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap jumlah curah hujan.

Sebagai contoh nilai C = 0,65, artinya 65% dari curah hujan akan mengalir secara

langsung sebagai aliran permukaan (surface run off). Nilai C yang kecil

menunjukkan kondisi DAS masih baik, sebaliknya nilai C yang besar

menunjukkan kondisi DAS yang rusak. Nilai C berkisar antara nol sampai dengan

satu.

Koefisien Rejim Sungai (KRS) adalah bilangan perbandingan antara debit

harian rata-rata maksimum dan debit harian minimum. Makin kecil harga KRS

berarti makin baik kondisi hidrologis suatu DAS. Selain KRS, kondisi DAS juga

dapat dievaluasi secara makro dengan nisbah debit maksimum minimum

(Qmaks/Qmin). Apabila nisbah Qmaks/Qmin cenderung terus naik dari tahun ke tahun,

maka hal ini menunjukkan kondisi suatu DAS yang mulai terganggu.

Menurut Asdak (1995), untuk mengevaluasi kondisi suatu DAS berdasarkan

nilai KRSnya, dapat dipakai ketentuan sebagai berikut:

1) Apabila KRS kurang dari 50 (KRS<50), maka kondisi DAS dikategorikan

baik.

2) Apabila KRS bernilai 50-120, maka kondisi DAS dikategorikan terganggu tapi

dalam tingkatan sedang.

3) Apabila KRS lebih dari 120 (KRS>120), maka DAS dikategorikan dalam

kondisi buruk.

34

Karakteristik suatu DAS dan sub DAS dapat dilihat dari fluktuasi debit

sungainya. Idealnya perbandingan antara debit minimum dan debit maksimum

tidak terlalu besar, artinya dalam kondisi yang seperti ini air hujan yang jatuh ke

permukaan sebagian besar tidak berubah menjadi air limpasan. Ketersediaan air

pada suatu DAS pada prinsipnya mengikuti siklus hidrologi.

Hujan yang jatuh di atas daerah penangkapan (catchment area) sebuah DAS,

mula-mula diterima oleh vegetasi, kemudian sebagian dilepaskan melalui proses

intersepsi (interception), dan sebagian lagi jatuh langsung ke bawah pohon, dan

sebagian lainnya dialirkan melalui proses aliran batang (steamflow). Dari batang

diteruskan ke dalam tanah melalui akar, yaitu yang kemudian dilepaskan ke pori-

pori tanah melalui proses infiltrasi.

Infiltrasi adalah proses aliran air hujan masuk ke dalam tanah. Air dalam tanah

selanjutnya dengan daya gravitasi bergerak menuju tempat yang lebih rendah

dengan proses perkolasi, menuju ground water storage, penampungan air di

bawah tanah, dan dari tempat ini akan mengalir ke sungai secara teratur.

Berdasarkan siklus hidrologi, untuk memperkirakan potensi air pada suatu

DAS, kajian yang dilakukan meliputi hujan pada DAS, kemampuan tanah

menampung air hujan dan debit limpasan yang mengalir ke sungai.

Pada konsep dan mekanisme daur hidrologi, yang dimaksud air bawah tanah

adalah semua bentuk aliran air hujan yang mengalir di bawah permukaan tanah

sebagai akibat struktur pelapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah dan

gaya gravitasi bumi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan

kapasitas infiltrasi yang dinyatakan dalam satuan sama dengan satuan intensitas

curah hujan, yaitu mililiter per jam (mm/jam). Ketika air hujan jatuh di atas

permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik tanah, sebagian atau seluruh air

hujan tersebut mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh gaya gravitasi

dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori

tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam

tanah melalui profit tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan

air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal (lateral).

Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif

kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya

dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam

35

perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat

tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih

sempit dan tanah lebih kering. Mekanisme infiltrasi, dengan demikian melibatkan

tiga proses yang tidak saling mempengaruhi, yaitu:

1) Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.

2) Tertampungnya air hujan tersebut ke dalam tanah.

3) Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses tersebut

di atas saling terkait. Uraian di atas menunjukkan bahwa besarnya laju infiltrasi

pada permukaan tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas

hujan. Untuk wilayah berhutan, besarnya laju infiltrasi tidak akan pernah melebihi

laju intensitas curah hujan efektif. Curah hujan efektif adalah volume hujan total

dikurangi air hujan yang mengalir ke dalam tanah (air infiltrasi).

Aplikasi praktis peranan air infiltrasi adalah kaitannya dengan usaha

konservasi air. Konservasi air biasanya diprioritaskan di daerah resapan (recharge

area) yang umumnya terletak di daerah dengan karakteristik wilayah yang

didominasi vegetasi (hutan dan bentuk komunitas vegetasi lainnya) dan dengan

curah hujan besar. Daerah resapan biasanya memiliki nilai koefisien resapan yang

besar. Koefisien resapan adalah banyaknya volume curah hujan yang mengalir

sebagai air infiltrasi terhadap total curah hujan.

Manusia berinteraksi dengan daur air melalui berbagai kegiatannya, antara lain

dengan menggunakan air permukaan dan air tanah, melepaskan limbah atau

pencemar dari berbagai sumber (perumahan, perkantoran, pertanian, industri) ke

dalam perairan, bahkan mempengaruhi uap air di atmosfer, mengubah bentang

alam sehingga mempengaruhi air larian dan kualitas air permukaan dan air tanah.

f. Daya Dukung Lingkungan

Konsep daya dukung lingkungan sudah mulai banyak dibahas. Mengingat semakin

besarnya penduduk dan pembangunan terhadap lingkungan. Pertambahan jumlah

penduduk dengan aktifitasnya menyebabkan kebutuhan akan lahan tidak terbangun

makin berkurang. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk juga dibarengi dengan

peningkatan konsumsi sumberdaya alam sejalan meningkatnya tingkat sosial ekonomi

masyarakat.

36

Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan

mempengaruhi daya dukung lingkungannya. Pengertian daya dukung lingkungan

(supportive capacity) dalam kontek ekologis adalah jumlah populasi atau komunitas

yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia dalam ekosistem

tersebut (Rees, 1990). Faktor yang mempengaruhi keterbatasan ekosistem untuk

mendukung perikehidupan adalah faktor jumlah sumberdaya yang tersedia, jumlah

populasi dan pola konsumsinya.

Konsep daya dukung lingkungan dalam konteks ekologis tersebut terkait erat

dengan modal alam. Akan tetapi, dalam konteks pembangunan yang berlanjut

(sustainable development), suatu komunitas tidak hanya memiliki modal alam,

melainkan juga modal manusia, modal sosial dan modal lingkungan buatan.

Oleh karena itu, dalam konteks berlanjutnya suatu kota, daya dukung lingkungan

kota adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya

dan jasa yang tersedia karena terdapat modal alam, manusia, sosial dan lingkungan

buatan yang dimilikinya.

Pengertian daya dukung lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kemampuan

lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan

keseimbangan antar keduanya. Menurut Graymore (2005), daya dukung lingkungan

adalah jumlah maksimum manusia yang dapat didukung oleh bumi dengan sumber

daya alam yang tersedia. Jumlah maksimum tersebut adalah jumlah yang tidak

menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan kehidupan di bumi dapat berlangsung

secara“sustainable”. Graymore juga menyatakan bahwa daya dukung lingkungan

sangat ditentukan oleh pola konsumsi, jumlah limbah yang dihasilkan, dampak bagi

lingkungan, kualitas hidup dan tingkat teknologi.

Dalam perkembangan kemudian, konsep daya dukung lingkungan diaplikasikan

sebagai suatu metode perhitungan untuk menetapkan jumlah organisme hidup yang

dapat didukung oleh suatu ekosistem secara berlanjut, tanpa merusak keseimbangan di

dalam ekosistem tersebut. Penurunan kualitas dan kerusakan pada ekosistem

kemudian didefinisikan sebagai indikasi telah terlampauinya daya dukung lingkungan.

Menurut Fletcher (1986) mengenai supportive capacity, suatu ekosistem adalah

jumlah populasi yang dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya dan jasa pada

ekosistem tersebut. Batas daya dukung ekosistem tergantung pada tiga faktor yaitu:

1) Jumlah sumberdaya alam yang tersedia dalam ekosistem tersebut

37

2) Jumlah/ukuran populasi atau komunitas

3) Jumlah sumberdaya alam yang dikonsumsi oleh setiap individu dalam komunitas

tersebut.

Pengertian modal alam tersebut adalah meliputi:

1) Sumberdaya alam yaitu semua yang diambil dari alam dan digunakan dengan atau

tanpa melalui proses produksi yang meliputi air, tanaman, hewan dan material

alam seperti bahan bakar fosil, logam dan mineral. Penggunaan sumberdaya alam

ini akan menghasilkan produk akhir dan limbah.

2) Jasa ekosistem yaitu proses alami yang dibutuhkan bagi kehidupan seperti sumber

daya perikanan, lahan untuk budidaya, kemampuan asimilasi air, udara dan lain

sebagainya.

3) Estetika dan keindahan alam yang memiliki kontribusi dalam meningkatkan

kualitas hidup dan potensi ekonomi untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi.

Modal alam tersebut memiliki kemampuan untuk menghasilkan sumberdaya yang

dibutuhkan untuk menyerap limbah yang dihasilkan (bicapacity). Berdasarkan

pengertian tersebut, maka sumberdaya alam memiliki kemampuan untuk

mengasimilasi limbah. Kemampuan mengasimilasi disebut bioasimilasi yang

didefinisikan sebagai kemampuan dari lingkungan alam untuk mengabsorbsi berbagai

material termasuk antropogenik dalam konsentrasi tertentu tanpa mengalami

degradasi (Cairns, 1999 diambil dari Cairns, 1997).

1) Daya Dukung Lingkungan dan Kota yang Berkelanjutan

Konsep dasar dari pembangunan yang berlanjut ada dua konsep kebutuhan

(concept of needs) dan konsep keterbatasan (concept of limitations). Konsep

pemenuhan kebutuhan difokuskan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia,

sementara konsep keterbatasan adalah ketersediaan dan kapasitas yang dimiliki

lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Berlanjutnya pembangunan dapat terwujud apabila terjadi keseimbangan antara

kebutuhan dan keterbatasan yang ada saat itu. Upaya keseimbangan itu dapat

dilakukan dua arah yaitu dengan mengendalikan kebutuhan dengan mengubah

perilaku konsumsi dan sebaliknya meningkatkan kemampuan untuk

meminimalkan keterbatasan melalui pengembangan teknologi, finansial, dan

institusi.

38

Aktivitas yang dilakukan saat ini untuk memenuhi kebutuhan harus

mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang. Daya dukung alam sangat

menentukan bagi keberlangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya

dukung alam tersebut harus dijaga agar tidak rusak dan berakibat buruk pada

kehidupan mahluk hidup di dalamnya. Secara umum kerusakan daya dukung alam

dipengaruhi oleh dua faktor:

a) Faktor internal

Kerusakan karena faktor internal adalah kerusakan yang berasal dari alam

itu sendiri. Kerusakan karena faktor internal pada daya dukung alam sulit

untuk dicegah karena adalah proses alami yang terjadi pada alam yang sedang

mencari keseimbangan dirinya, misalnya letusan gunung berapi, gempa bumi

dan badai.

b) Faktor eksternal

Kerusakan karena faktor eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh

ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya,

misalnya kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri yang berupa

pencemaran darat, air dan udara.

Lingkungan tidak hanya lingkungan alamiah saja, namun juga lingkungan

sosial dan lingkungan binaan. Lebih lanjut lagi daya dukung dapat diperluas

menjadi daya dukung alamiah (lingkungan alam), daya dukung sosial (yang

berupa ketersediaan sumberdaya manusia dan kemampuan finansial) jadi dengan

adanya pengelolaan lingkungan yang baik dan input teknologi, maka daya dukung

lingkungan dapat ditingkatkan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup mahluk yang ada di dalam lingkungan tersebut.

Kota sustainable adalah kota yang perkembangan dan pembangunannya

mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi dalam

ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial,

budaya politik dan pertahanan keamanannya. Tanpa mengabaikan dan atau

mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan

mereka (Budihardjo, 1999) untuk menciptakan kota yang berkelanjutan

diperlukan lima prinsip dasar, yaitu Environment (Ecology), Economy

(Employment), Equity Engagement, dan Energy.

39

Kemampuan berkembangnya komponen ekonomi komunitas didasarkan atas

preservasi dan pengembangan dari stok kapital produktif. Stok capital produktif

dari suatu kota adalah:

a) Lingkungan atau sumber-sumberdaya alam

b) Rakyat atau sumberdaya manusia

c) Keuangan atau sumberdaya finansial

d) Infrastruktur, fasilitas produktif atau sumberdaya buatan

e) Institusi atau sumberdaya kelembagaan

2) Kajian Dampak Permasalahan Air

Permasalahan menyangkut sumberdaya air di antaranya peningkatan jumlah

penduduk yang ekivalen dengan peningkatan kebutuhan air, penurunan kualitas

lingkungan perairan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan

fungsi lindung suatu kawasan, penurunan kuantitas dan kualitas air tawar sebagai

akibat dari kegiatan domestik maupun non domestik, penyebaran air yang tidak

merata secara ruang dan waktu (apabila musim hujan terjadi banjir dan apabila

musim kemarau terjadi kekeringan), penggunaan bersama sumber daya air oleh

beberapa wilayah sehingga terjadi persaingan.

Sumber pencemaran air di antaranya: limbah rumah tangga misalnya: sabun,

tinja, sedimen anorganik misalnya: N dan P dari pupuk, logam berat, senyawa

organik misalnya: pestisida, minyak, bahan radiokatif misalnya: limbah

pertambangan; agen penyebab penyakit misalnya: bakteri, virus, pencemar

biologis misalnya: spesies tumbuhan yang tumbuh di perairan sehingga

menghalangi fotosintesis tumbuhan air, pencemar dari kegiatan industri misalnya:

air limbah.

10. Sistem Distribusi dan Sistem Pengaliran Air Bersih

a. Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen,

yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke

seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan

perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan (bila

diperlukan), dan reservoir distribusi (Enri Damanhuri, 1989).

40

Sistem distribusi air bersih terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa yang

membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju pemukiman,

perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini

adalah fasilitas penampung air yang telah diolah (reservoir distribusi), yang digunakan

saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak

air yang digunakan, dan keran kebakaran.

Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah tersedianya

jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta

menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi pengolahan.

Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air bersih kepada

para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan faktor kualitas,

kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Faktor yang didambakan

oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu. Suplai air melalui pipa induk

mempunyai dua macam sistem; yaitu (Kamala, bab VII hal 97):

1) Continuous sistem

Dalam sistem ini air bersih yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus

selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat

memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedang

kerugiannya pemakaian air cenderung lebih boros dan bila terjadi sedikit

kebocoran saja, air yang hilang akan sangat besar jumlahnya.

2) Intermitten sistem

Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada

sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air

dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila terjadi kebocoran maka

air untuk fire fighter (pemadam kebakaran) akan sulit didapat. Dimensi pipa yang

digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai

dalam beberapa jam saja. Sedang keuntungannya adalah pemborosan air dapat

dihindari dan juga sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.

b. Sistem Pengaliran Air Bersih

Untuk mendistribusikan air bersih kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas dan

tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa dan

peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air tergantung pada kondisi topografi

41

dari sumber air dan posisi para konsumen berada. Menurut Howard S Peavy et.al

(1985, Bab 6 hal. 324-326) sistem pengaliran yang dipakai adalah sebagai berikut;

1) Cara Gravitasi

Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air mempunyai

perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga tekanan yang

diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, karena hanya

memanfaatkan beda ketinggian lokasi.

2) Cara Pemompaan

Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan

untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen. Sistem ini

digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan daerah

pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup.

3) Cara Gabungan

Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan tekanan yang

diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada kondisi darurat, misalnya

saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama periode pemakaian rendah,

sisa air dipompakan dan disimpan dalam reservoir distribusi. Karena reservoir

distribusi digunakan sebagai cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau

pemakaian puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

c. Kebutuhan Air

1) Kebutuhan Air Rata-rata

Kebutuhan air bersih suatu daerah berinteraksi dengan kegiatan daerah tersebut,

lazimnya semakin tinggi tingkat kegiatan semakin besar kebutuhan akan air.

Variabel yang menentukan besaran kebutuhan akan air antara lain adalah sebagai

berikut :

a) Jumlah penduduk

b) Jenis kegiatan

c) Standart konsumsi air untuk individu dan kegiatan.

d) Jumlah sambungan

Besarnya kebutuhan air rata-rata adalah penjumlahan dari kebutuhan air domestik,

kebutuhan air non domestik dan angka kehilangan air.

42

2) Kebutuhan Air Maksimum (Q max)

Yaitu periode satu minggu, bulan atau tahun terdapat hari-hari tertentu dimana

pemakaian airnya maksimum. Keadaan ini dicapai karena adanya pengaruh musim.

Pada saat pemakaian demikian disebut pemakaian hari maksimum. Besarnya faktor

hari maksimum berdasarkan pengamatan karakteristik daerah tersebut adalah

sekitar 110 % dikalikan debit rata-rata. Kebutuhan air produksi direncanakan sama

dengan kebutuhan maksimum.

3) Hari Kebutuhan Puncak (Q peak)

Yaitu dalam periode satu hari, terdapat jam-jam tertentu dimana pemakaian

airnya maksimum. Keadaan ini dicapai karena adanya pengaruh pola pemakaian air

harian. Pada saat pemakaian demikian disebut pemakaian puncak. Besarnya faktor

puncak adalah berdasarkan pengamatan karakteristik daerah tersebut adalah sekitar

140-170% dikalikan debit rata-rata. Kapasitas pipa induk dan retikulasi

direncanakan sama dengan kebutuhan puncak.

a) Kehilangan Air

Dalam suatu sistem penyediaan air bersih biasanya tidak seluruhnya air

yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat

kebocoran/kehilangan air berasal dari instalasi itu sendiri, pada pipa transmisi,

distribusi dan sekunder, pada alat meter air, kesalahan administrasi dan juga

untuk pemadam kebakaran/penyiraman tanah.

Kehilangan air pada sistem ini diusahakan sekecil mungkin, di antaranya

dilakukan dengan mengoperasikan instalasi yang benar, pemasangan

sambungan pipa transmisi dan distribusi dengan baik, penggunaan peralatan

meter air yang baik dan ketelitian dalam laporan administrasi. Kehilangan air

dari data pengamatan umumnya adalah antara 20% sampai 40%, hal ini sangat

tergantung dari pola pengelolaannya. Kehilangan air dapat dibagi menjadi 3

kategori yaitu:

i. Kehilangan air rencana (unacounted for water /UFW)

Kehilangan air rencana memang dialokasikan khusus untuk kelancaran

operasi dan pemeliharaan fasilitas, faktor ketidaksempurnaan komponen

fasilitas dan hal lain yang direncanakan beban biaya.

43

ii. Kehilangan air insidentil

Penggunaan air yang sifatnya insidentil, misalnya penggunaan air yang

tidak dialokasikan khusus, seperti pemadam kebakaran.

iii. Kehilangan air secara administratif

Kehilangan air secara administratif adalah dapat disebabkan oleh :

(a) Kesalahan pencatatan meteran

(b) Kehilangan air akibat sambungan liar

(c) Kehilangan akibat kebocoran dan pencurian

Dalam Rencana Induk SPAM Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa

Tengah, kehilangan air pada awal tahun perencanaan ditetapkan berdasarkan

data eksisting dari masing-masing wilayah pelayanan di PDAM Tirta Lawu

Kabupaten Karanganyar. Kriteria dan standar kebutuhan air dalam

penyusunan master plan air bersih/air minum dapat dilihat pada Tabel. 5.

Tabel 5. Kriteria dan Standar Kebutuhan Air Dalam Perencanaan SPAM

No. Uraian Kriteria

Kategori Kota

Metro (>1 jt) jiwa Besar (500 rb -

1 jt) jiwa Sedang (100 - 500) rb jiwa

Kecil (20 - 100)rb jiwa

Desa < 20 rb jiwa

1 Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70

Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 60

Perpipaan 60

Perpipaan 25

BJP 30 BJP 30 BJP 30 BJP 30 BJP 45

2 Konsumsi SR (lt/org/hr) 190 170 150 130 30

3 Konsumsi HU (lt/org/hr) 30 30 30 30 30

4 Jumlah Jiwa/SR 5 5 6 6 10

5 Jumlah Jiwa/HU 100 100 100 (100 - 200) 200

6 SR : HU (50 : 50) s/d (50 : 50) s/d 80 : 20 70 : 30 70 : 30

(80 : 20) (80 : 20)

7 Konsumsi Non Domestik (%) (20 : 30) (20 : 30) (20 : 30) (20 : 30) (20 : 30)

8 Kehilangan Air (%) (20 : 30) (20 : 30) (20 : 30) (20 : 30) 20

9 Faktor max day 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1

10 Faktor peak hour 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

11 Tekanan air dalam pipa min

& max (mka) 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70

12 Jam operasi 24 24 24 24 24

13 Vol reservoir (%) (max day

demand) 20 20 20 20 20

14 Kecepatan pengaliran dalam

pipa (m/det)

Tr (0,6 - 4,0) Tr (0,6 - 4,0) Tr (0,6 - 4,0) Tr (0,6 - 4,0) Tr (0,6 - 4,0)

Di (0,6 - 2,0) Di (0,6 - 2,0) Di (0,6 - 2,0) Di (0,6 - 2,0) Di (0,6 - 2,0)

44

No. Uraian Kriteria

Kategori Kota

Metro (>1 jt) jiwa Besar (500 rb -

1 jt) jiwa Sedang (100 - 500) rb jiwa

Kecil (20 - 100)rb jiwa

Desa < 20 rb jiwa

15 Koefisien HW PVC (120 - 140) PVC (120 - 140) PVC (120 -

140)

PVC (120 -

140)

PVC (120 -

140)

Steel 120, GIP 110

Steel 120, GIP

110

Steel 120, GIP

110

Steel 120,

GIP 110

Steel 120,

GIP 110

Sumber Data : SK-SNI Air Minum

b) Air pada kegiatan rumah tangga dipakai untuk :

i. Memasak

ii. Minum

iii. Kegiatan mandi

iv. Cuci

Sedangkan untuk kegiatan non rumah tangga air dipakai umumnya untuk cuci

dan proses produksi. Pemakaian air persatuan pengguna bervariasi tergantung

pada tingkat sosial-ekonomi-budaya, cuaca dan pasokan air dari pengelola air.

c) Kebutuhan Domestik

Perkiraan satuan kebutuhan air untuk keperluan domestik dapat di analisis

dari pemakaian air yang tercatat di rekening air per bulannya yang diambil

sampel secara proporsional di suatu daerah pelayanan. Angka ini kemudian

dapat dijadikan patokan satuan kebutuhan air domestik. Satuan kebutuhan air

untuk rumah tangga dijabarkan menjadi 2 golongan yaitu Sambungan Umum

dan Sambungan Rumah Tangga. Untuk sambungan rumah tangga dapat dibagi

lagi menurut sub golongannya.

Pemakaian air untuk Sambungan Rumah (SR) adalah antara 20-30

m3/bulan atau apabila di rumah ada 6 orang maka pemakaian adalah antara

30-190 l/o/h. Sedangkan untuk pemakaian umum adalah antara 30-50

liter/orang/hari.

Pada perencanaan rencana induk SPAM ini dipakai angka kebutuhan air

sebesar 180 liter/orang/hari. Tingkat pemakaian air bersih domestik (rumah

tangga) sesuai dengan kategori kota dapat dilihat pada Tabel. 6. berilut ini:

45

Tabel 6. Tingkat Pemakaian Air Bersih Domestik (Rumah Tangga)

Sesuai Kategori Kota

No. Kategori Kota Jumlah

Penduduk Sistem

Tingkat

Pemakaian Air

1 Kota Metropolitan > 1.000.000 Non Standar 190

2 Kota Besar 500.000 -

1.000.000 Non Standar 170

3 Kota Sedang 100.000 - 500.000 Non Standar 150

4 Kota Kecil 20.000 - 100.000

Standar

BNA 130

5 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 100

6 Kota Pusat

Pertumbuhan < 3.000 Standar DPP 30

Sumber Data : SK-SNI Air Minum

d) Kebutuhan Non Domestik

Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air untuk memenuhi ssarana

penunjang kota, seperti sarana sosial, perkantoran, industri dan niaga.

Perkiraan satuan kebutuhan air tersebut tergantung dari jenis kegiatan non

domestik tersebut. Hal ini dapat dilihat dari rekening pembayaran PDAM

untuk non domestik. Satuan kebutuhan air non domestik untuk sosial,

niaga/ruko dan kantor umumnya berkisar antara 25-50 m3 per bulan atau

sekitar 0,75-1,60 m3/hari. Sedangkan untuk industri harus dilihat dari jenis

industrinya dan pelabuhan dari jumlah dan jenis kapal yang berlabuh. Tingkat

pemakaian air bersih non domestik dapat dilihat pada Tabel. 7 di bawah ini.

Tabel 7. Tingkat Pemakaian Air Bersih Non Domestik

No Non Rumah Tangga

(fasilitas) Tingkat Pemakaian Air

1 Sekolah 10 liter/org/hari

2 Rumah Sakit 200 liter/unit/hari

3 Puskesmas (0,5 - 1) m3/unit/hari

4 Peribadatan (0,5 - 2) m3/unit/hari

46

No Non Rumah Tangga

(fasilitas) Tingkat Pemakaian Air

5 Kantor (1 - 2) m3/unit/hari

6 Toko (1 - 2) m3/unit/hari

7 Rumah Makan 1 m3/unit/hari

8 Hotel/losmen (100 - 150) m3/unit/hari

9 Pasar (6 - 12) m3/unit/hari

10 Industri (0,5 - 2) m3/unit/hari

11 Pelabuhan/Terminal (10 - 20) m3/unit/hari

12 SPBU (0,50 - 20) m3/unit/hari

13 Pertamanan 25 m3/unit/hari

Sumber Data : SK-SNI Air Minum

d. Proyeksi Kebutuhan Air

Proyeksi kebutuhan air PDAM Karanganyar dihitung berdasarkan proyeksi jumlah

penduduk dan tingkat kebutuhan yang mengacu pada Tabel. 6. dan Tabel. 7.

Dalam menentukan proyeksi kebutuhan air tersebut adalah:

1) Laju pertambahan penduduk

2) Jenis aktivitas penduduk

3) Iklim setempat

4) Cakupan daerah pelayanan dan rencana perluasannya

5) Kondisi instalasi penyediaan air bersih dan pemakaiannya sekarang

Perkembangan jumlah pelanggan air bersih dengan berbagai kriteria pelanggan di atas

dapat diprediksi dengan metode linearisasi kurva tidak linear.

e. Metode Perhitungan Kebutuhan Air

Dalam praktik sering dijumpai bahwa pertumbuhan penduduk apabila diplot titik-

titiknya dalam sistem koordinat mempunyai trend yang berupa kurva lengkung.

Untuk itu perlu dilakukan transformasi koordinat sedemikian sehingga ploting data

bisa dipresentasikan dalam kurva lengkung.

1) Transformasi log

Persamaan kurva untuk menentukan proyeksi jumlah penduduk berbentuk:

47

𝑦 = 𝑎𝑏𝑥 (1)

menentukan b dengan menghitung terlebih dahulu:

�̅� =∑ log 𝑥𝑖

𝑛 (2)

Dimana: xi = tahun ke

n = jumlah data

�̅� =∑ log 𝑦𝑖

𝑛 (3)

Yi adalah jumlah penduduk tahun ke.

Kemudian dapat dihitung:

𝑏 = 𝐵 = 𝑛 ∑ 𝑞𝑖𝑝𝑖− ∑ 𝑞𝑖𝑝𝑖

𝑛 ∑ 𝑞𝑖2− (∑ 𝑞𝑖)2 (4)

𝐴 = �̅� − 𝐵�̅� (5)

𝐴 = log 𝑎 (6)

2) Transformasi ln

Bentuk persamaan:

𝑦 = 𝑎. 𝑒𝑏𝑥 (7)

�̅� =∑ 𝑞𝑖

𝑛 (8)

�̅� =∑ 𝑝𝑖

𝑛 (9)

Koefisien A dan B dapat dihitung dengan persamaan (2.4) dan (2.5).

A = ln a (10)

B = b (11)

Untuk memilih salah satu dari kedua hasil terbaik, dihitung nilai koefisien korelasi

yang dihitung dengan menggunakan persamaan:

𝑟 = √𝐷𝑡

2− 𝐷2

𝐷𝑡2 (12)

Dimana:

48

𝐷𝑡2 = ∑ (𝑦𝑖 − �̅�)2𝑛

𝑖=1 (13)

𝐷2 = ∑ (𝑦𝑖 − 𝑎0 − 𝑎1𝑥)2𝑛𝑖=1 (14

f. Analisis Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih

Analisis sistem distribusi dapat dilakukan untuk merencanakan pengembangan

jaringan distribusi maupun analisis jaringan eksisting. Sistem yang didesain dapat

dioptimasi sedemikan rupa sehingga memenuhi standar teknis yang disyaratkan. Hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sistem jaringan pipa distribusi air bersih:

1) Peta distribusi beban, berupa peta tata guna lahan, kepadatan dan batas wilayah.

Juga pertimbangan dari kebutuhan/beban (area pelayanan).

2) Daerah pelayanan sektoral dan besar beban. Juga titik sentral pelayanan (junction

points).

3) Kerangka induk, baik pipa induk primer maupun pipa induk sekunder.

4) Untuk sistem induk, ditentukan distribusi alirannya berdasarkan debit puncak.

5) Pendimensian (dimensioneering), dengan besar debit diketahui dan kecepatan

aliran yang diijinkan, dapat ditentukan diameter pipa yang diperlukan.

6) Kontrol tekanan dalam aliran distribusi, menggunakan prinsip kesetimbangan

energi. Kontrol atau analisis tekanan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode,

disesuaikan dengan rangka distribusi.

7) Detail sistem pelayanan (sistem mikro dari distribusi) dan perlengkapan distribusi

(gambar alat bantu).

8) Gambar seluruh sistem, berupa peta tata guna lahan, peta pembagian distribusi,

peta kerangka, peta sistem induk lengkap, gambar detail sistem mikro.

Pada saat ini, tingkat kerumitan real system telah melebihi kemampuan engineer

untuk memodelkan setiap valve, bend, fitting dan setiap kemungkinan operasional

yang akan terjadi dalam suatu jaringan distribusi air bersih.

Pertanyaan dalam menganalisis suatu jaringan distribusi air bersih adalah

bagaimana menggabungkan teknik numerik dan mewujudkannya dalam model

komputer dengan deskripsi yang sederhana sehingga model tersebut dapat digunakan

dengan tingkat keyakinan yang tinggi.

11. Indikator Keberlanjutan Sumberdaya Air

Air adalah kebutuhan yang mendasar untuk mendukung kehidupan manusia,

ekosistem dan pembangunan ekonomi, yaitu untuk kebutuhan domestik suatu

49

wilayah, untuk produksi bahan pangan, perikanan, industri, pembangkit tenaga listrik,

navigasi dan sarana rekreasi. Isu global tentang kesehatan, kemiskinan, perubahan

iklim, penggundulan hutan, kekeringan dan perubahan lahan sangat berhubungan

dengan manajemen sumberdaya air.

Berlanjutnya daya dukung air dalam waktu yang panjang perlu dipikirkan agar

tidak terjadi bencana. Untuk mencapai berlanjutnya daya dukung air setidaknya

memenuhi kriteria kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Commission on Sustainable

Development (2001), menetapkan indikator berlanjutnya daya dukung air di suatu

wilayah sebagai berikut:

a. Dari aspek kuantitas indikator untuk berlanjutnya daya dukung air adalah

persentase pengambilan tahunan dari air tanah dan air permukaan. Persentase

pengambilan air tanah dan air permukaan merefleksikan perbandingan kebutuhan

air dan tersedianya air pada suatu wilayah.

b. Dari aspek kualitas, indikator untuk berlanjutnya daya dukung air adalah BOD

pada badan air dan konsentrasi bakteri E.Coli (Faecal Coliform) pada badan air.

Nilai BOD dan bakteri E.Coli merefleksikan kondisi sanitasi suatu ekosistem dan

kesehatan manusia di dalamnya. Prioritas manajemen sumberdaya air menurut

Commission on Sustainable Development (2001) adalah:

1) Kemudahan akses suplai air dan sanitasi untuk daerah perkotaan maupun

pedesaan.

2) Kecukupan air untuk berlanjutnya produksi pangan dan di daerah pedesaan.

3) Penerapan teknologi ramah lingkungan dan produksi bersih untuk industri.

4) Efisiensi penggunaan air berdasarkan nilai ekonomis.

5) Memperkuat peranan institusi untuk program managemen sumberdaya air.

Menurut The United Nations World Water Development (2006), ketika

penggunaan air melebihi kemampuan suplai lokal wilayah tersebut, sehingga

masyarakat lokal tergantung pada infrastruktur dari luar untuk mendukung suplai

lokal (misalnya melalui sistem perpipaan dan saluran-saluran air) atau masyarakat

menggantungkan kebutuhannya pada air tanah, maka kondisi ini dikatakan tidak

berlanjut (unsustainable).

12. Konsep dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu paradigma baru yang masih perlu

terus dicari tentang implementasi operasionalisasinya. Beberapa langkah yang

50

diuraikan berikut ini tidak hanya dapat dijadikan suatu rujukan bagi semua tingkat

perencanaan tetapi lebih merupakan langkah generik yang bisa disesuaikan atau

dimodifikasi sejalan dengan kebutuhan dan kondisi. Berikut ini adalah penjelasannya.

a. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan

Jika mengadopsi definisi pembangunan berkelanjutan dari World Comission on

Environment and Development (WCED) yang menyebutkan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi

kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang

akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri maka ada empat prinsip

dalam mencapai pembangunan yang harus dipenuhi yang meliputi:

1) Pemenuhan kebutuhan manusia (fulfillment of human needs)

2) Memelihara integritas ekologi (maintenance of ecological integrity)

3) Keadilan sosial (social equity)

4) Kesempatan menentukan nasib sendiri (self determination)

Empat komponen yang diajukan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi:

a) Kebutuhan materi

b) Kebutuhan non-materi

2) Pemeliharaan Lingkungan meliputi:

a) Konservasi

b) Mengurangi konsumsi

3) Keadilan Sosial mencakup:

a) Keadilan masa depan

b) Keadilan masa kini

4) Kesempatan menentukan nasib sendiri dapat berupa:

a) Masyarakat mandiri

b) Partisipatori demokrasi

b. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yang disebut kebutuhan

materi termasuk di dalamnya sandang, pangan dan papan. Kebutuhan non-materi

meliputi rasa aman, hak asasi manusia, memiliki kesempatan untuk berkumpul

dan mengekspresikan pendapat. Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting

51

karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari

penurunan kualitas lingkungan. Hal ini sejalan rumusan UNDP (1997:1) yang

mendefinisikan human development as expanding the choices for all people

insociety. This means that men and women particularly the poor and

vulnarableareat the centre of the development process. Fokus perhatian terhadap

kaum miskin kini menjadi hal yang esensial.

Kerusakan lingkungan seperti menipisnya tanaman bakau, terumbu karang,

erosi tanah, abrasi pantai dan sedimentasi, kerusakan lahan di beberapa daerah

penambangan disebabkan oleh rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Tanaman bakau ditebang untuk kayu bakar, terumbu karang dieksploitasi

untuk pondasi bangunan, lahan konservasi dibuka untuk daerah pertanian.

Rusaknya lingkungan juga menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan

kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumberdaya alam yang bisa

dijadikan aset untuk menopang kehidupan. Misalnya kondisi laut yang sudah over

fishing, daerah bekas penambangan yang telah rusak seperti di Hampalit,

Kalimantan Tengah, kawasan industri yang polluted, hutan yang telah rusak

seperti di Kalimantan dan Riau dan sebagainya.

Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas

dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi masyarakat

untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi

kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas

keputusan, karena sesungguhnya masyarakat adalah para pakar lokal dalam arti

lebih memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal

mereka. Adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan

perasaan sebagai part of the process. Kebutuhan non-materi ini terkait erat dengan

komponen keempat yakni partisipatori demokrasi.

c. Pemeliharaan Lingkungan

Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, prinsip yang pertama adalah

konservasi; maksudnya adalah perlindungan lingkungan. Lingkungan, baik

sebagai sumberdaya maupun ruang harus dilindungi, karena masing-masing

memiliki keterbatasan daya dukung. Jika sumberdaya dieksploitasi melebihi daya

dukung akan terjadi kerusakan. Setiap usaha/kegiatan harus diatur agar tidak

menimbulkan dampak bagi lingkungan sebagai ruang. Prinsip ini sebenarnya

52

sangat terkait dengan prinsip sebelumnya, dimana kerusakan lingkungan akan

rnenghambat pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan jika kerusakan telah

sedemikian parah akan mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Hal ini bisa kita

lihat di daerah bekas penambangan, daerah industri yang berpolusi tinggi, sungai

yang berpolusi yang tidak lagi bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

manusia bahkan menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.

Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan

lingkungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Prinsip mengurangi konsumsi bermakna ganda.

Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan

dengan pola konsumsi energi yang besar yang menyebabkan terjadinya polusi dan

penurunan kualitas lingkungan. Negara-negara maju yang jumlah penduduknya

hanya sepertiga penduduk dunia tetapi konsumsi energinya mencapai dua pertiga

konsumsi energy dunia. Pada negara-negara berkembang, yang terjadi adalah

sebaliknya. Jumlah penduduknya mencapai dua pertiga penduduk dunia tetapi

konsumsi energinya hanya sepertiga. Dalam konteks ini para pakar lingkungan

menjuluki negara maju sebagai high consumption countries, sedangkan negara

berkembang sebagai less consumption countries.

Kedua, perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada

siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun negara berkembang agar

mengurangi beban bumi. Seperti diketahui, menurut temuan UNEP (1995)

pencemaran udara di Jakarta yang menempati urutan ketiga setelah Kota Mexico

dan Bangkok 70% disumbang oleh emisi bergerak (kendaraan bermotor).

Pemecahan utamanya seharusnya merubah pola berkendaraan dari pribadi ke

umum atau berkelompok (car pool). Sampah yang merupakan salah satu

persoalan pelik di perkotaan hanya bisa dipecahkan jika ada perubahan pola

konsumsi barang-barang yang non-plastic dan less waste. Wackernagel (1997)

dalam penelitiannya yang dituangkan dalam laporan berjudul Ecological

Footprints of Nations menemukan bahwa pada tahun 1996, konsumsi sumberdaya

alam penduduk di 52 negara yang merupakan 80% penduduk dunia telah melebihi

sepertiga kemampuan alam untuk memulihkannya.

Pada tahun 1992 over consumption baru mencapai seperempat dari

kemampuan alam untuk memulihkan. Persoalan lingkungan yang dipicu oleh pola

53

konsumsi dalam bentuk pencemaran dan kemacetan lalu lintas di perkotaan akan

memicu keberingasan sosial, sikap yang tidak saling menenggang.

d. Keadilan Sosial

Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya

pemerataan dalam prinsip pembangunan. Tanpa pemerataan akan menimbulkan

ketimpangan sebagaimana yang terjadi pada pembangunan di masa lampau, yang

menikmati hasil pembangunan hanya sekelompok kecil masyarakat.

Keadilan masa kini juga berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian

sumberdaya alam antara daerah dan pusat. Keinginan memisahkan diri pada

daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam seperti Riau, Aceh, Papua menjadi

indikasi adanya perasaan diperlakukan tidak adil atas pengalokasian sumberdaya

alam.

Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal

ini ditunjukkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) atas

sumberdaya alam yang harus diatur penggunaannya agar tidak mengorbankan

kepentingan generasi yang akan datang.

Komitmen untuk melindungi ekosistem itu sebenarnya harus tertuang dalam

prinsip berbangsa dan bernegara yakni pada UUD 1945. Pasal 33 ayat 3 dari UUD

1945 menyebutkan bahwa bumi air dan kekayaaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pasal ini baru menyiratkan penggunaan sumberdaya alam

untuk kesejahteraan masyarakat (pro jobs, pro people), tetapi tidak menyiratkan

perlunya dipergunakan secara rasional agar tidak merusak tata lingkungan hidup

(pro nature). Karena itu amandemen UUD 1945 harus memasukkan klausul

perlunya perlindungan terhadap fungsi lingkungan.

e. Penentuan Nasib Sendiri

Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat mandiri dan

partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self reliant community) adalah

masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang berkaitan

dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-

sumberdaya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi adalah adanya

keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat

54

untuk mengambil bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang

menyangkut nasib mereka maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari

proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh

manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka.

Seperti diketahui, ketidakpuasan pada pemerintah pusat yang diekspresikan

dalam bentuk keinginan untuk memisahkan diri, protes dan demonstrasi dipicu

oleh pola pengambilan keputusan yang otokratis, sentralis dan top down. Ruang

untuk dialog yang mempertemukan keinginan masyarakat (daerah) dengan para

pengambil keputusan hampir tidak ada, karena pintu-pintu demokrasi ditutup.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan bisa terwujud jika

didukung oleh Pemerintahan yang baik (good governance). Governance

dikategorikan baik jika sumber-sumberdaya dan masalah-masalah publik dikelola

secara efektif, efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat.

Good governance sebagaimana dirumuskan oleh ICEL (1999) dalam Sudharto

(2010) mempersyaratkan lima hal:

1) Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur

aspirasi masyarakat (effective representative system).

2) Pengadilan yang mandiri, bersih dan profesional (judicial independence).

3) Birokrasi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan memiliki

integritas (reliable and responsive bureaucracy).

4) Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol

(strong and participatory civil society). Masyarakat yang partisipatif yang

dicerminkan dalam bentuk public pressure akan membantu penegakan hukum

lingkungan.

5) Desentralisasi dan lembaga perwakilan yang kuat (democratic

decentralization).

UNDP (1997:3) menekankan bahwa good governance is, among other things,

participatory, transparent and accountable. Good governance ensures that

political, social and economic priorities are based on broad consensus in society

and the voices of the poorest and the most vulnarable are heard in

decisionmaking over the allocation of development resources.

Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas,

nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan

55

dan kelembagaan. Menurut Roseland (1990) dalam Sudharto (2010), konsep

pembangunan berkelanjutan mengarahkan pada prinsip-prinsip berikut ini:

1) Pertumbuhan ekonomi, peningkatan derajat kesehatan dan pengenalan

teknologi baru dapat dilakukan dengan wawasan lingkungan.

2) Peran Pemerintah dalam mewujudkan integrasi antara prinsip ekonomi dengan

prinsip ekologi.

3) Asosiasi industri dan perdagangan dapat didorong untuk mewujudkan

integrasi antara ekonomi dengan ekologi.

4) Bentuk pengaturan kelembagaan yang diperlukan untuk mengajak para

pengambil keputusan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

f. Teori-Teori Perencanaan Terhadap Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Friedman (1987) dalam bukunya Planning in the Public Domain,

tujuan utama dari teori perencanaan adalah bagaimana mengkaitkan pengetahuan

teknis (technical knowledge) untuk diterjemahkan dalam public actions. Friedman

menawarkan tiga konsep dalam mengkaitkan pengetahuan ilmiah pada

pengetahuan teknis melalui (1) actions dalam domain public, (2) proses arah

social, (3) proses transformasi sosial. Friedman merangkum teori-teori

perencanaan selama dua abad dalam empat tradisi. Teori Reformasi Sosial dan

Mobilisasi Sosial yang bisa dilacak kembali pada pertengahan abad ke sembilan

belas (19). Teori Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dan Pembelajaran Sosial

(Social Learning) berasal dari periode antara masa depresi dan perang dunia

kedua.

Air merupakan komponen pokok dalam memenuhi kebutuhan makhluk hidup

di bumi ini, khususnya bagi manusia. Namun ketersediaan air, terutama air tawar

dan atau air bersih, semakin lama semakin sulit karena perkembangan jumlah

penduduk dunia yang pesat serta adanya perusakan alam yang menyebabkan

berkurangnya atau tercemarnya keberadaan air tawar dan air bersih.

Perusakan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pencemaran terhadap

tubuh air dianggap sebagai penyebab utama terjadinya krisis air. Untuk itu upaya

konservasi air perlu segera ditingkatkan dalam rangka menanggulangi krisis air

dan menjaga kelestariannya. Upaya konservasi air dapat dilakukan dengan

perbaikan di daerah tangkapan air (catchment area) berupa penghutanan kembali

(reboisasi), pembuatan bangunan penghambat aliran permukaan dan penegakan

56

aturan penggunaan air dibatasi hanya untuk keperluan rumah tangga, serta

menekan perkembangan pemukiman di kawasan tersebut.

Pembatasan eksploitasi air juga perlu dilakukan pada daerah aliran air yang

terletak antara daerah tangkapan air dan wilayah perkotaan (daerah eksploitasi

air). Sedangkan upaya konservasi air di wilayah perkotaan dapat dilakukan antara

lain dengan penegakan aturan dan pengawasan pengolahan semua limbah di

bawah ambang batas yang berbahaya, pembuatan sumur-sumur resapan yang

disesuaikan dengan luas bangunan, penghijauan, dan pembatasan aturan

eksploitasi air yang melebihi besarnya air masukan ke wilayah tersebut.

Tujuan utama konservasi air adalah meningkatkan volume air tanah,

meningkatkan efisiensi pemakaian air dan memperbaiki kualitas air sesuai

peruntukannya. Pengelolaan air permukaan dilakukan dengan cara pengendalian

aliran permukaan, pemanenan air hujan dan peningkatan kapasitas infiltrasi tanah.

Pengelolaan air tanah dapat dilakukan dengan cara pengisian air tanah secara

buatan dan pengendalian pengambilan air tanah. Upaya konservasi air, baik air

permukaan maupun air tanah, dapat dilakukan antara lain dengan cara

pembangunan waduk, relokasi tempat-tempat industri, mengelola air secara

efisien, menjaga kelestarian sawah sebagai preservasi air, pembuatan zone

konservasi air dan reboisasi dengan pendekatan partisipatif.

Pada prinsipnya konservasi air merupakan tindakan yang diperlukan untuk

melestarikan sumberdaya air. Namun dalam konteks pemanfaatannya,

penggunaan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien merupakan

tindakan konservasi. Strategi konservasi air diarahkan untuk mengupayakan

peningkatan cadangan air pada zona perakaran tanaman melalui pengendalian

aliran permukaan (run off) yang biasanya merusak dengan cara pemanenan aliran

permukaan, peningkatan infiltrasi dan mengurangi evaporasi.

Aliran permukaan merupakan komponen penting dalam hubungannya dengan

konservasi air. Oleh karena itu tindakan-tindakan yang berhubungan dengan

pengendalian aliran permukaan dapat diformulasikan dengan strategi konservasi

air. Aspek yang perlu diperhatikan adalah sebanyak mungkin air hujan meresap ke

dalam tanah untuk ditahan sebanyak-banyaknya di daerah-daerah cekungan atau

lembah, sehingga dapat digunakan sebagai sumber air untuk pengairan di musim

kemarau maupun pada periode pendek saat dibutuhkan oleh tanaman pada musim

57

hujan. Konservasi air juga dapat dilakukan dengan mengurangi penguapan air

melalui evaporasi dengan meningkatkan penutupan permukaan tanah.

Sekarang ini permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat

dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi:

1) Adanya kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan

2) Persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara

berbagai sektor

3) Penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien

4) Penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk

pemukiman dan industri

5) Pencemaran air permukaan dan air tanah

6) Erosi sebagai akibat penggundulan hutan.

Permasalahan air yang semakin kompleks ini menuntut pemerintah untuk dapat

mengelola sumberdaya air sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat

dengan baik, berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air.

Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,

memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air,

pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air. Berikut ini

adalah berbagai alternatif dalam usaha konservasi sumberdaya air.

13. Konservasi Sumberdaya Air

Untuk konservasi air di daerah seperti sungai, danau, waduk tentunya tak lepas

dari pengelolaan yang dilakukan demi diperolehnya tatanan air yang setimbang.

Tujuan konservasi itu meliputi:

a. Pencegahan Banjir dan Kekeringan

Banjir terjadi karena sungai dan saluran-saluran drainase lain tidak mampu

menampung air hujan yang turun ke bumi. Penuhnya air permukaan pada sungai

dan danau serta saluran drainase lain disebabkan karena air hujan itu tidak

merembes ke bumi, melainkan mengalir menjadi air permukaan. Penyebab

terjadinya banjir antara lain curah hujan yang tinggi, penutupan hutan dan lahan

yang tidak memadai, serta perlakuan atas tanah yang salah.

Agar banjir dan kekeringan dapat diantisipasi, maka perlu dibuat peta rawan

banjir dan kekeringan pada tiap daerah, menyusun rencana penanggulangan banjir

58

dan kekeringan dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk menanggulanginya.

Adapun kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir adalah:

1) Mematuhi ketentuan tentang Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sehingga

kemampuan peresapan air ke dalam tanah meningkat;

2) Menjaga sekurang-kurangnya 70% kawasan pegunungan tertutup dengan

vegetasi tetap;

3) Melakukan penanaman, pemeliharaan dan kegiatan konservasi tanah lainnya

pada kawasan lahan yang gundul dan tanah kritis lainnya terutama pada

kawasan hulu suatu DAS;

4) Menyelenggarakan pembuatan teras pada kawasan budidaya di daerah

berlereng;

5) Membangun sumur dan kolam resapan;

6) Membangun dam penampung dan pengendali air pada tempat-tempat yang

dimungkinkan;

7) Pengaturan tata guna lahan yang harus lebih berorientasi kepada lingkungan

8) Meningkatkan ruang terbuka hijau;

9) Alokasi lahan harus lebih berorientasi ke fungsi sosial, lingkungan dan

keberpihakan kepada rakyat kecil, sehingga perlu dilakukan pendataan tanah

dan land form.

Pada kawasan resapan air tidak diperkenankan mendirikan bangunan di

kawasan ini karena akan menghalangi meresapnya air hujan secara besar-

besaran. Pembangunan jalan raya juga dihindari agar tidak menyebabkan

pemadatan tanah dan terganggunya fungsi akuifer, vegetasi yang ada dijaga

dan tidak dilakukan penebangan komersial.

b. Pencegahan Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi adalah peristiwa terkikisnya lapisan permukaan bumi

oleh angin atau air. Faktor penentu sedimentasi ini adalah iklim, topografi dan

sifat tanah serta kondisi vegetasi. Faktor penyebab erosi yang terbesar adalah

pengikisan oleh air. Oleh karena itu upaya pencegahan yang dilakukan berkaitan

dengan upaya pencegahan banjir. Erosi juga dapat terjadi pada tepi sungai karena

tebing sungai tidak bisa memegang tanah yang terkena arus air.

1) Kegiatan untuk mencegah erosi dan sedimentasi yang dapat dilakukan adalah

tidak melakukan penggarapan tanah pada lereng terjal. Bila kelerengan lebih

59

dari 40% maka tidak diperkenankan sama sekali untuk bercocok tanam

tanaman semusim. Sedangkan bercocok tanam pada kawasan yang berlereng

antara 15-25% dilakukan dengan membuat teraster lebih dahulu;

2) Untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada sungai, maka pada berbagai

lokasi di kawasan berlereng dibuat bangunan jebakan lumpur, berupa parit-

parit buntu sejajar kontur dengan berbagai variasi panjang, lebar dan dalamnya

parit. Secara periodik parit ini dibersihkan agar dapat berfungsi sebagai

penjebak lumpur, terutama pada musim penghujan;

3) Mencegah pemanfaatan lahan secara intensif pada lahan yang berada di atas

ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut;

4) Mencegah pemanfaatan lahan yang memiliki nilai erosi lebih tinggi dari erosi

yang diperbolehkan.

c. Pencegahan Kerusakan Bantaran Sungai

Kerusakan bantaran sungai dapat diakibatkan oleh pengikisan aliran air dan

aktivitas manusia yaitu dengan pembuangan sampah, material dan pengurukan

untuk melindungi tempat tinggal. Pencegahan timbulnya kerusakan bantaran

sungai dapat dilakukan melindungi bantaran sungai secara teknis dengan

pembetonan dan secara vegetasi yaitu penanaman pada bantaran sungai dengan

pohon supaya tahan terhadap proses pengikisan; melarang dan menindak kepada

orang atau pihak yang menggunakan bantaran sungai untuk bangunan tempat

tinggal; melarang kegiatan pembuangan sampah dan material sehingga

menyebabkan kerusakan bantaran sungai.

d. Konservasi Sumberdaya Air Bawah Tanah

Sedikit berbeda, untuk konservasi secara sederhana yang dapat diterapkan di

rumah-rumah penduduk, ada konservasi untuk air bawah tanah yaitu sumur

resapan air hujan (SRAH), adalah lubang galian berupa sumur untuk menampung

dan meresapkan air hujan. Sesuai dengan namanya air yang boleh masuk ke dalam

sumur resapan adalah air hujan yang disalurkan dari atap bangunan atau air hujan

yang mengalir di atas permukaan tanah pada waktu hujan. Air dari kamar mandi,

WC dan dapur tidak dimasukkan ke dalam SRAH karena air tersebut merupakan

limbah. Air dari WC harus dimasukkan ke dalam septic tank kedap air agar

bakterinya tidak mencemari air tanah.

60

Manfaat sumur resapan air hujan terhadap lingkungan adalah untuk

mengurangi angka imbangan air yaitu sebagai pemasok air tanah untuk memenuhi

kebutuhan air bersih guna menopang kehidupan, mengatasi interusi air laut,

memperbaiki mutu air tanah, mengatasi kekeringan di musim kemarau,

menanggulangi banjir di musim hujan, mengendalikan air larian (run off) yang

mengakibatkan pengikisan humus tanah. Dengan terkendalinya erosi tanah, secara

tidak langsung mengurangi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai.

B. Kerangka Pemikiran

Dari hasil analisis teknis dengan menggunakan software Epanet, akan diketahui

permasalahan yang terjadi pada kondisi eksisting dan juga mengambil langkah dalam upaya

penyelesaian masalah tersebut. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Epanet

dengan asumsi:

1. Kualitas air dianggap baik

2. Kondisi pipa dianggap baik

3. Kekasaran pipa yang digunakan adalah kekasaran pipa yang tersedia pada software

Epanet

4. Fluktuasi kebutuhan untuk konsumsi menggunakan pola konsumsi Gupta

5. Kebutuhan pada node adalah kebutuhan untuk mengalirkan kapasitas produksi pada

sumber mata air.

Pemecahan masalah ini meliputi aspek-aspek yang dapat menjadi alternatif yang

didasarkan pada hasil analisis program, sehingga akan dijadikan solusi yang terbaik. Baik

buruknya suatu sistem penyediaan air bersih suatu kota/kawasan, sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain adalah air baku, yang meliputi kualitas dan kuantitas, faktor

kinerja sistem distribusi yang meliputi kuantitas, tekanan dan kontinuitas aliran, serta faktor

kinerja sistem penyediaan air bersih.

Dalam sistem penyediaan air bersih yang baik, diperlukan suatu pasokan air yang baik dan

dalam jumlah yang cukup, sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa akan mendapatkan

pasokan air secara kontinu, serta dengan kualitas yang baik sesuai dengan tingkat pemakaian

air standar. Berdasarkan kerangka pikir, selanjutnya dirumuskan tahapan kegiatan sebagai

berikut :

61

Gambar 10. Kerangka Pemikiran