bab ii landasan teori a. pembiayaan musyarakah
TRANSCRIPT
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah merupakan salah satu produk lembaga keuangan
syariah seperti Koperasi, Baitul Maal Tanwil (BMT), atau Bank Syariah.
Pembiayaan Musyarakah sendiri terdiri dari dua teori yaitu pembiayaan dan
musyarakah.
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti
percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan
oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang oleh badan usaha
berdasarkan kepercayaan. Secara bahasa pembiayaan berasal dari kata biaya,
yaitu uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau mendirikan sesuatu.
Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan
adalah pendanaan yang dikeluarkan baik perorangan maupun kelembagaan
untuk mendukung suatu usaha yang telah direncanakan. (Veithzal, Et.Al,
2010: 68)
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah
pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 82).
2
Sedangkan pengertian pembiayaan atau qardh dalam fiqih muamalah
secara bahasa berarti potongan yaitu istilah yang diberikan untuk suatu modal
usaha, dimana sesuatu ini terputus atau terpotong. Sedangkan pembiayaan
(qardh) secara istilah berarti penyerahan dari pihak lain sesuatu yang bernilai
kebendaan. Pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, dan salam,
istishna.
b. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
c. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiyah bittamlik.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qordh
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk trasaksi multi
jasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan UUS
dan pihak lain yan mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dari pengertian mengenai
pembiayaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a. Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah
bertindak sebagai peyedia dana.
b. Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapat
pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka waktu
tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank
syariah berikut imbalan atau bagi hasil.
3
b. Pengertian Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara
etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengandung makna al-ikhtilāt wa
al-imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan al-Arab disebutkan as-syirkah dan
as-syarikah mengandung makna yang sama mukhalatatu as-syarikaini
(bercampur atau bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.
(Asmuni, 2004: 160)
Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap
harta mereka. Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah
adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang
mereka sepakati. Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang
berupa akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dengan
modal dan keuntungan. Dikemukakan pula dengan adanya akad syirkah yang
disepakati kedua belah pihak, maka semua pihak yang mengikat diri berhak
bertindak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan
keuntungan sesuai yang disepakati. (Haroen, 2007:166)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal
13 April 2000 bahwa, kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara
lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
(Haroen, 2007:166)
Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana
dijabarkan dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat
dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan
4
antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha
yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati. (Luqman, 2006:44)
Jadi secara istilah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. (Antonio, 2000: 90) Dan prinsip Musyarakah dijalankan
berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya untuk
diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini di jalankan
berdasarkan sistem bagi hasil baik dalam keuntungan maupun kerugian.
Syarat-syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah berdasarkan
kesepakatan yang telah dibicarakan antara kedua belah pihak (Bank dan
partner) umumnya pihak bank memberikan modal dan manajemen usahanya
kepada partner, al- Musyarakah boleh dilakukan antara individu. Individu
dengan lembaga dan antara lembaga berbadan hukum. (Aziz, 1990: 52)
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
Salah satu rukun yang harus dipenuhi ketika mengadakan kesepakatan dalam
transaksi perseroan mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana
layaknya transaksi yang lain. Bentuk ijab-nya adalah: “Aku mengadakan
perseroan dengan anda dalam masalah ini”, kemudian yang lain menjawab
(qabul): ”Aku terima”. Akan tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas,
yang penting maknanya sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul
tersebut harus ada makna yang menunjukakan, bahwa salah satu di antara mereka
mengajak kepada yang lain, baik secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan
kerja sama (perseroan) dalam suatu masalah.
Syarat sahnya dan tidaknya transaksi perseroan amat tergantung kepada
sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa dikelola, dapat
diwakilkan sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-sama mengikat para
5
pihak. (Taqiyudin, 1996: 153) Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan
syarat musyarakah, yaitu ijab dan qabul. Tetapi menurut para ulama menjabarkan
lebih lanjut rukun musyarakah di dalam Fatwa mengenai pembiayaan musyarakah
No: 08/DSN MUI/IV/2000, yaitu:
a) Ucapan (shigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan secara kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara- cara komunikasi modern.
b) Para pihak yang berkontrak; harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
5. Seorang mintra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal
a. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
6
barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal bentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati para mitra.
b. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali
atas dasar kesepakatan.
c. Pada prinsipnya. dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan. LKS dapat
meminta jaminan.
2. Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari
yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing masing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan
a. Keutungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh
mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tententu,
kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
c. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
d. Sistem pembagian keuntungan harus tentuang dengan jelas dalam
akad.
7
4. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal.
d) Biaya Operasional dan Persengketaan
1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak. maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
3. Landasan Hukum Musyarakah
Dasar hukum syariah yang mendasari konsep musyarakah ini adalah al-
Qur’an, al- Hadits dan Ijma (Antonio, 2000: 90-91) yaitu:
a. Al-Qur’an QS. Shaad 24
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya.
Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat.
b. Al-Hadits
عن أبي هريرة, رفعه قال : ان الله يقول : أ نا ثالث الشركين, مالم يخن أحدهما صاحبه, فاذا
خانه خرجت من بينهما )رواه أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة(
“Dari hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw. telah Bersabda, “Allah swt. telah berkata kepada saya;
menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari
8
keduanya tidak menghianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya
keluar dari penyertaan tersebut” (HR.Abu Dawud no.2936, dalam kitab
al-Buyu, dan Hakim).
c. Ijma
Ibnu Qudama dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata: ”kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya”.
d. Landasan hukum positif
Musyarakah ini diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dengan
aturan pelaksana Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana
dijabarkan dalam lampiran 6, juga terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000.
Pembiayaan musyarakah disahkan pada Februari 1996 dan sudah mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1998.
Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat
dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam,
sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
4. Jenis-jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: musyarakah
kepemilikan dan musyarakah akad. Musyarakah kepemilikan terjadi karena
warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset
oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan cara
kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa mereka memberikan modal
musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah
akad terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
9
1. Syirkah al-‘Inan
Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak,
baik dalam dana mupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik
sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis
al-Musyarakah ini.
2. Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,
tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-kadang
disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
4. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-
musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyarakah piutang (Antonio, 2000:161-162).
10
5. Penerapan dan Skema Pembiayaan Musyarakah
Menurut Veithzal Rifai (2008: 122) Penerapan pembiayaan musyarakah
dalam perbankan diaplikasikan kedalam bentuk:
1. Pembiayaan dalam modal kerja, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang
bergerak dalam bidang konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa.
2. Pembiayaan investasi; dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri.
3. Pembiayaan secara sindikasi; baik untuk kepentingan modal kerja maupun
investasi.
Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah
dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. (Yahya,
2014: 139) Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank
Indonesia dilakukan untuk:
1. Meneliti apakah pemberian informasi lengkap telah disampaikan oleh bank
kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan
perjanjian musyarakah telah.
2. Menguji apakah perhitungan bagi basil telah dilakukan sesuai prinsip
syariah.
3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan
musyarakah.
4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.
5. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis
kegiutan usaha yang bertentangan dengan syariah.
Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank
syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para
nasabah. Selain itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar
berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan
pengawasan.
11
Manfaat dan syirkah (musyarakah) adalah sebagai berikut:
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau basil
usaha sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih efektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan. Karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga. Tetapi berapapun keuntungun yang dihasilkan nasabah,
bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan risiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada
penerapannya dalam pembiayaan, yaitu:
1. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
Melalui pembiayaan musyarakah, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan
tambahan modal kerja dapat terpenuhi setelah mendapatkan pembiayaan dari
lembaga keuangan bank maupun non bank. Selain dipergunakan untuk pembiayaan
modal kerja, secara umum pembelian barang investasi dun pembiayaan proyek.
Bagi lembaga keuangan pembiayaan ini memberi manfaat berupa keuntungan dari
hasil pembiayaan usaha. Namun disamping bagi hasil, lembaga keuangan juga akan
mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi, dan komisi notaris)
(Burhanudin, 2010: 68).
12
Dalam pembiayaan musyarakah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
memberikan modal sebagian dari total keseluruhan modal yang dibutuhkan. LKS
dapat menyertakan modal sesuai porai yang disepakati dengan nasabah. Misalnya,
LKS memberikan modal sebesar 70%, dan 30% sisanya berasal dari modal nasabah.
Pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihitung sesuai porsi modal yang
ditempatkan, akan tetapi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya
60% untuk nasabah, dan 40% untuk LKS. (Ismail, 2011: 181-182) Untuk lebih
jelasnya lihat skema musyarakah di bawah ini:
1. Akad Pembiayaan Musyarakah
3. Modal 30% 2. Modal 70%
Bagi Hasil 60% Bagi Hasil 40%
Bagi Hasil 30% Bagi Hasil 70%
Gambar 2.1
Skema Pembiayan Musyarakah
KERJA SAMA USAHA
SHAHIBUL MAAL 2
(Nasabah)
SHAHIBUL MAAL 1
(LKS)
5. PENDAPATAN
6. MODAL
13
Keterangan Skema:
1. LKS (Shahibul Maal 1) dan nasabah (Shahibul Maal 2) menandatangani
akad pembiayaan.
2. LKS menyerahkan dana sebesar 70% dari kebutuhan proyek usaha yang
akan dijalankan.
3. Nasabah menyerahkan dana 30% dan menjalankan usaha sesuai dengan
kontrak.
4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh nasabah, dapat dibantu oleh
LKS atau menjalankan bisnisnya sendiri, LKS memberikan kuasa kepada
nasabah untuk mengelola usaha.
5. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara LKS dan nasabah dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan,
misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk LKS. Namun dalam hal
terjadinya kerugian, maka LKS akan menanggung kerugian sebesar 70%
dan nasabah menanggung kerugian sebesar 30%.
6. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan kepada masing-
masing mitra kerja, yaitu 70% dikembalikan kepada LKS dan 30%
dikembalikan kepada nasabah.
Secara umum, berakhirnya syirkah karena beberapa hal (Nawawi, 2012:158)
sebagai berikut :
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang
lainnya.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan mengelola harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih dari
dua, yang batal hanya yang meninggal dunia.
4. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.
5. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi
saham syirkah.
Mayoritas ulama, kecuali mazhab Maliki, berpendapat bahwa musyarakah
adalah salah satu bentuk kontrak yang dibolehkan. Maka, tiap mitra berhak
14
menghentikannya kapan saja ia inginkan, sama halnya dalam kontrak
perwakilan. Ketika salah satu mitra meninggal, salah satu ahli warisnya yang
baligh dan berakal sehat dapat menggantikan posisi mitra yang meninggal
tersebut. Namun, hal ini memerlukan persetujuan ahli waris lain dan mitra
musyarakah. Hal demikian juga berlaku jika salah satu mitra kehilangan
kompetensi hukumnya.
Adapun hikmah dari syirkah (musyarakah) adalah manusia tidak dapat
hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan.
Ajaran Islam, mengajarkan supaya kita menjalin kerja sama dengan siapa pun
6. Dimensi dan Indikator Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Antonio, 2000: 90)
Menurut Yopie Maelani (2013) Dimensi dari pembiayaan musyarakah yang menjadi
tolak ukur tingkat keberhasilannya adalah sebagai berikut:
1. Kerjasama adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan dua orang atau juga lebih
supaya dapat mencapai tujuan aupun target yang sebelumnya sudah
direncanakan atau disepakti secara bersama. Kerjasama disini antara shahibul
maal (BMT) dengan mudharib (nasabah). Indikatornya adalah komitmen,
kepercayaan, dan bertanggungjawab.
2. Prinsip Syariah merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana, dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah. Indikatornya
adalah bagi hasil, halal (bebas riba), dan saling tolong-menolong.
3. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dan pengelola dana. (Rofiq. 2004: 153). Indikatornya
adalah transparan, pembagian keuntungan (nisbah) bagi hasil, dan pembagian
kerugian.
15
B. Pend’ampingan
1. Pengertian Pendampingan
Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana
hubungan antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan
dialogis (saling mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami
realitas masyarakat dan memperbaharui kualilas realitas ke arah yang lebih baik.
(Ismawan, dkk, 1994: 40)
Kementrian Sosial Republik Indonesia mendefinisikan pendampingan
sosial sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan
masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat
dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial
dasar, lapangan pekerjaan, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. (Departemen
Sosial RI, 2005: 14)
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan dan penguatan (empowering).
(Adi, 2003: 96) Dari definisi yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa
pendampingan merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai
kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan pendampingan merupakan upaya
berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan pengertian pendampingan di atas, Ismawan mengatakan
bahwa pendampingan adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan kelompok
swadaya masyarakat yang sukses dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan
dan keterampilan anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha
(produktif) anggota. (Ismawan, dkk,1994: 30) Dalam kaitannya dengan
pendampingan yang dilakukan di BMT Islamic Centre, maka BMT Islamic
Centre bertindak sebagai pendamping yang mendampingi para anggota yang
mendapatkan pembiayaan musyarakah dari BMT Islamic Centre.
16
2. Fungsi dan Tujuan Pendampingan
Tanggungjawab seorang pendamping sangat dipengaruhi terhadap
pengetahuannya terhadap tujuan dan fungsi pendampingan, adapun fungsi
pendampingan ialah tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai. Namun
menurut wiryasaputra (2006:87) beberapa fungsi pendampingan adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Penyembuhan (Healing), fungsi ini di pakai pendamping ketika
melihat keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan semula atau
mendekati keadaan semula. Fungsi ini biasa untuk membantu orang yang
didampingi menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku yang
disfungsional dan dapat berfungsi kembali secara normal sama seperti
sebelum mengalamin krisis.
2. Fungsi Membimbing (Guiding), fungsi membimbing ini dilakukan pada
waktu orang harus mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya.
Dalam hal ini, klien sedang dalam proses pengambilan keputusan.
3. Fungsi Menopang (Sustaining), fungsi ini dilakukan bila klien tidak
mungkin kembali ke keadaan semula. Fungsi menopang digunakan
sekarang sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri
dalam keadaan baru, bertumbuh secara penuh dan utuh.
4. Fungsi Memperbaiki Hubungan (Renconciling), fungsi ini dipakai untuk
membantu klien bila mengalami konflik batin dengan pihak lain yang
mengakibatkan putus dan rusaknya hubungan relasi. Fungsi
membebaskan (Liberating, empowering, capacity building), fungsi ini
dapat juga disebut sebagai ‘membebaskan” (liberating) atau
“memampukan” (empowering) dan memperkuat (capacity building).
Keberhasilan pendampingan di ukur melalui beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari pendampingan
adalah sebagai pemberdayaan dan penguatan. Namun, lebih spesifik Twelvetrees
17
sebagaimana yang dikutip oleh Meerada Saryati Aryani (2003:35) bahwa tujuan
dari pendampingan adalah:
a. Memastikan bahwa perubahan yang konkret terjadi di lingkungan tersebut.
b. Memungkinkan orang-orang yang diajak bekerja untuk menggabungkan
kepercayaan dan kemampuan dalam menangani permasalahan.
Bahwasanya Pincus dan Minahan (2000:36) mengemukakan dalam Andriani:
a. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan masalah dan
mencontohkannya.
b. Menghubungkan orang dengan sistem yang menyediakan mereka berbagai
sumber, pelayanan dan kesempatan.
c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sistem
tersebut.
d. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan sosial dan
memperbaiki kebijakan sosial.
3. Prinsip Pendampingan
Adapun prinsip-prinsip pendampingan menurut Karsidi (2007:137) usaha
yang bisa diterapkan para lembaga-lembaga pendamping usaha adalah sebagai
berikut:
a) Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa melakukan
pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. lni
berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi
pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk
memecahkan masalah sendiri.
b) Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku
Masyarakat sebagai pelaku konsekuensi dari psinsip pertama adalah
perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukan’
18
sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati semi kesediaan
belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai
narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu sendiri.
Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.
Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan
agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa
kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
c) Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Salah satu prinsip pendampingan untuk memajukan usaha mereka adalah
pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini
bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan
tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak
hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional)
masyarakat sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak
lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun
sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari
luar diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah
mereka. Bahkan dalam banyak hal, pengetahuan modern dan inovasi dari
luar malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi karena pengetahuan
lokal masyarakat dan pengecahuan dari luar atau inovasi, harus dipilih secara
arif dan atau saling melengkapi satu sama lainnya.
4. Tugas Pendamping
Adi (2003:23) menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang
pendamping, yaitu:
1. Menjalin kontak dengan individu, kelompok atau organisasi.
19
2. Mengembangkan profil komunitas, menilai (asses), kebutuhan, dan
sumber daya masyarakat.
3. Mengembangkan analisis strategis, merencanakan sasaran, tujuan jangka
pendek, dan tujuan jangka panjang.
4. Memfasilitasi kemapanan kelompok-kelompok sasaran.
5. Bekerja secara produktif dalam mengatasi konflik, baik konflik antar
kelompok ataupun organisasi.
6. Mengelola sumber daya yang ada termasuk waktu dan dana.
7. Mendukung kelompok dan oganisasi guna mencapai sumber daya yang
dibutuhkan, misalnya dalam hal dana dilakukan dengan pembuatan
proposal pemohonan dana.
8. Memonitor perkembangan program atau kegiatan terutama pemanfaatan
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
9. Menarik diri dari kelompok yang sudah berkembang dan memfasilitasi
proses perpisahan yang efektif.
10. Mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi strategi yang serupa.
5. Dimensi dan Indikator Pendampingan
Pola pendampingan menurut Aslihah Burhan (2009: 7) yang akan dijadikan
tolak ukur tingkat keberhasilannya dan indikator pendampingannya adalah sebagai
berikut:
1. Memotivasi
Dalam rangka meningkatkan kinerja dari usaha yang dilakukan nasabah
pembiayaan musyarakah, BMT Islamic Centre senantiasa menumbuhkan
semangat kemandirian dan profesionalisme nasabahnya melalui dukungan
moril. Ini dilakukan agar nasabah termotivasi untuk dapat melunasi
kewajiban tepat pada waktunya.
2. Pendidikan dan pelatihan
20
Pendidikan dan pelatihan disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kelompok, mulai dari penyadaran diri, motivasi kelompok, administrasi
organisasi dan keuangan, motivasi usaha kolektif, kepemimpinan sampai
dengan analisa situasi. Misalnya bagi nasabah pembiayaan musyarakah
yang usahanya dibiayai dari BMT, BMT memberikan pendidikan berupa
bagaimana pola pelemparan dana pada nasabah mereka, analisa pelaporan
dana. Selain itu juga BMT memberikan pelatihan ke BMT-an.
3. Bimbingan dan Konsultasi
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pendidikan dan pelatihan yang
telah dijalankan dan diarahkan kepada kasus atau pennasalahan yang lebih
spesifik.
4. Monitoring dan Evaluasi
Mengadakan kunjungan monitoring kepada pengusaha yang mendapatkan
pembiayaan, pada setiap kunjungan dicatat setiap perkembangan usaha
dan mengevaluasi/ menilai keberhasilan debitur. Waktu monitoring dan
evaluasi bisa dilakukan secara mingguan, bulanan maupun triwulan
tergantung dari kebutuhan. Sedangkan alat/ instrumen yang bisa
digunakan adalah pembuatan laporan (naratif dan matrik) dan pembuatan
format monitoring untuk mengetahui omzet maupun kendala-kendala
usaha yang dihadapi oleh para pelaku usaha.
C. Konsep Usaha Mikro
1. Pengertian Usaha Mikro
Menurut Rudjito (2003) usaha mikro diartikan sebagai model usaha
yangpaling kecil, biasanya dilakukan di rumah dan sebagian besar tenaga
kerjanya oleh kerabat keluarga, seperti dagang. Usaha kecil adalah kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Ada beberapa pengertian usaha mikro
menurut para ahli, data resmi atau berdasarkan perundang-undangan usaha mikro
yang mengatur jenis dari usaha-usaha yang ada di Indonesia, antara lain:
21
a. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UMKM memiliki
ketentuan sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan
ataubadan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro, sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersil atau
hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Menurut Menteri Keuangan
Adapun Usaha Mikro sebagaimana yang dimaksud menurut Keputusan
Menteri Keuangan (Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003),
yaitu usaha produktif milik keluarga atau peorangan Warga Negara Indonesia
dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling
banyak Rp 50.000.000,00.
c. Menurut Badan Pusat Statistik
Badan Pusat statistik (BPS) memberikan definisi Usaha Mikro berdasarkan
kuantitas tenaga kerja, Usaha Mikro memiliki tenaga kerja 1 sampai 4 orang,
Usaha Kecil yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 orang sampai dengan 19
22
orang, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah
tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang atau lebih.
2. Permasalahan Usaha Mikro
Salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan adalah
dengan pemberdayaan UMKM. Pengertian UKM tidak selalu sama pada setiap
negara, tergantung pada konsep yang digunakan negara tersebut. Usaha Mikro
dapat mencakup paling sedikit dua aspek yaitu penyerapan tenaga kerja dan
pengelompokkan perusahaaan dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dapat diserap.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, tentang kriteria usaha kecil
adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro, yakni memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000
(lima puluh juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta).
2. Usaha Kecil, yakni memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima
puluh juta) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta) sampai dengan
paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta).
3. Usaha Menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima
ratus juta) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh
milyar) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus
juta) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar).
Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Joko
dan Sri, 2006), menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti kaidah
administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut
mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro.
23
2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat
3. Modal terbatas
4. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan
biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi.
6. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah,
karena keterbatasan sistem administrasi.
Dalam meningkatkan jumlah UKM di Indonesia masih diperlukannya usaha
lebih. Posisi Usaha Mikro yang sangat penting, ternyata masih banyak mengalami
permasalahan. Menurut Tulus (2002) masalah mendasar yang dihadapi oleh usaha
mikro meliputi:
1. Keterbatasan Sumber daya Manusia (SDM)
Keterbatasan SDM merupakan salah satu kendala usaha mikro diIndonesia,
terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi,
pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi
bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar.
Keterbatasan ini menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing
di pasar domestik maupun pasar internasional.
2. Kesulitan Pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi
perkembangan Usaha Mikro. Hasil studi lintas negara yang dilakukan
Jamesdan Akrasane di sejumlah negara ASEAN menunjukkan bahwa
termasuk growth constrains yang dihadapi oleh banyak pengusaha mikro
kecil dan menengah (kecuali Singapura). Salah satu aspek yang terkait dalam
masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik
dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun pasar ekspor.
3. Keterbatasan Finansial
24
Usaha mikro, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah finansial:
mobilitas modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti
finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi
pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi
bank yang terlalu jauh bagi banyak usaha yang tinggal di daerah yang relatif
terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-
tele,dan kurang informasi mengenai sistem-sistem perkreditan yang ada dan
prosedur.
4. Masalah Bahan Baku
Keterbatasan bahan baku dan (input-input lainnya) juga sering menjadi salah
satu kendala serius dalam pertumbuhan output atau kelangsungan produksi
bagi banyak usaha mikro di Indonesia.
5. Keterbatasan Teknologi
Usaha Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama
atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang
sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat
rendahnya total factor productifity dan efisiensi di dalam proses produksi,
khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro) disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-
mesin baru atau menyempurnakan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat
produksi baru.
Sedangkan menurut Mudrajad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia
pada tanggal 21 Oktober 2008 mengungkapkan bahwa ada tujuh tantangan yang
harus dihadapi UKM dalam era krisis global, yaitu:
1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan
operasi. Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan
tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya
25
2. Akses industri kecil terhadap lembaga kredit formal rendah sehingga
mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal
sendiri atau sumber lain, seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara,
bahkan rentenir.
3. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status
badan hukum. Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang
tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan berakta
notaris, dan hanya 1,7% yang sudah memiliki badan hukum (PT/ NV, CV,
Firma, atau Koperasi).
4. Tren nilai ekspor menunjukkan betapa sangat berfluktuatif dan berubah-
ubahnya komoditas ekspor Indonesia selama periode 1999-2006
5. Pengadaan bahan baku, masalah terbesar yang dihadapi dalam pengadaan
bahan baku adalah mahalnya harga, terbatasnya ketersediaan, dan jarak
yang relatif jauh. Ini karena bahan baku bagi UKM yang berorientasi
ekspor sebagian besar berasal dari luar daerah usahan tersebut berlokasi.
6. Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja
adalah tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi
perajin dan pekerja terampil relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra
ekspor mengalami kelangkaan tenaga terampil untuk sektor tertentu.
7. Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing
yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan
bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan
penetrasi pasar di luar negeri
Menurut Sri Lestari (2009: 118) untuk memenuhi kebutuhan permodalan
tersebut, UMK paling tidak menghadapi beberapa masalah. yaitu:
1. Masih rendahnya atau terbatasnya akses UMK terhadap berbagai
informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh keuangan
formal, baik bank, maupun non bank misalnya dana BUMN dan ventura.
26
2. Prosedur dan persyaratan perbankan yang terlalu rumit sehingga pinjaman
yang diperoleh tidak sesuai kebutuhan baik dalam hal jumlah maupun
waktu. Kebanyakan perbankan masih menempatkan agunan material
sebagai salah satu persyaratan dan cenderung mengesampingkan
kelayakan usaha.
3. Tingkat bunga yang dibebankan dirasakan masih tinggi. Kurangnya
pembinaan, khususnya dalam manajemen keuangan, seperti perencanaan
keuangan, penyusunan proposal dan lain sebagainya.
D. Konsep Perkembangan Usaha Mikro
1. Pengertian Perkembangan Usaha
Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau
wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas
(Anoraga, 2007:66). Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka
besarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala
menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar.
Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar
dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau
puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha di lakukan oleh usaha yang sudah
mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi. Menurut Purdi
E. Chandra (2000: 121) Perkembangan usaha merupakan suatu keadaan tejadinya
peningkalan omset penjualan.
Perkembangan usaha merupakan suatu bentuk usaha untuk usaha itu sendiri
agar dapat berkembang menjadi lebih baikuntuk mencapai pada satu titik
kesuksesan dan keuntungan. Perkembangan usaha akan dilihat dari proses jalannya
usaha itu sendiri dan kemungkinan adanya usaha tersebut tumbuh dan berkembang.
Kegiatan bisnis dapat dimulai dari merintis usaha (starting), membangun
kerjasama ataupun membeli usaha orang lain atau yang lebih dikenal dengan
franchising. Namun perlu diperhatikan adalah kemana arah bisnis tersebut akan
27
dibawa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu pengembangan dalam memperkuas dan
mempertahankan bisnis tersebut agar dapat berjalan dengan baik. Untuk
melaksanakan pengembangan bisnis dibutuhkan dukungan dari berbaga aspek
seperti bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, teknologi, dan lain-lain.
Menurut Mohammad Jafar Hafsah (2004: 43-44) pengembangan Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh
UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1) Penciptaan lklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain
dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta
penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2) Bantuan Pemodalan
Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,
skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank.
3) Perlindungan Jenis Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah
yang bermuara kepada saling menguntungkan (win win solution).
4) Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara
UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk
memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan
28
demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku
bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5) Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta
keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan dilapangan untuk
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6) Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuh
kembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka
mengatasi permasalahan baik internal maupun ekstemal yang dihadapi oleh
UKM.
7) Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara
lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8) Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitra usahanya.
9) Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan
dunia usaha UKM untuk menginventarisir berbagai isu isu mutakhir yang
terkait dengan perkembangan usaha.
29
2. Peranan Usaha Mikro
Dalam perspektif perkembangannya, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Di akui,
bahwa UMKM memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, tidak hanya di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.
Di negara maju UMKM sangat penting, tidak hanya kelompok usaha tersebut
menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar (UB), seperti halnya
di negara sedang berkembang, tetapi juga kontribusi terhadap pembentukan atau
pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari
usaha besar (Tulus, 2002: 1).
Usaha mikro kecil di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan karena pasar yang luas, bahan baku yang mudah di dapat serta sumber
daya manusia yang besar merupakan variabel pendukung perkembangan dari usaha
kecil tersebut. Akan tetapi perlu dicermati beberapa hal seiring perkembangan usaha
kecil rumahan seperti: perkembangan usaha harus diikuti dengan pengelolaan
manajemen yang baik, perencanaan yang baik akan meminimalkan kegagalan,
penguasaan ilmu pengetahuan akan menunjang keberlanjutan usaha tersebut,
mengelola sistem produksi yang efisien dan efektif, serta melakukan terobosan dan
inovasi yang menjadikan pembeda dari pesaing merupakan langkah menuju
keberhasilan dalam mengelola usaha tersebut.
3. Dimensi dan Indikator Perkembangan Usaha
Menurut Jeaning Beaver dalam Muhammad Soleh, tolok ukur tingkat
keberhasilan dan perkembangan perusahaan kecil dapat dilihat dari peningkatan omset
penjualan (2008: 25). Tolok ukur perkembangan usaha haruslah merupakan parameter
yang dapat diukur sehingga tidak bersifat nisbi atau bahkan bersifat maya yang sulit
untuk dapat dipertanggungjawabkan. Semakin konkrit tolok ukur itu semakin mudah
bagi semua pihak untuk memahami serta membenarkan atas diraihnya keberhasilan
tersebut.
30
Para peneliti (Kim dan Choi, 1994; Lee dan Miller, 1996; Lou, 1999; Miles at
all, 2000; Hadjimanolis, 2000) menganjurkan peningkatan omset penjualan,
penumbuhan tenaga kerja, dan penumbuhan pelanggan sebagai pengukuran
perkembangan usaha (Mohammad Soleh, 2008: 26). Alur tolak ukur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Modal Usaha
Modal adalah sejumlah harga yang dipergunakan untuk menjalankan usaha,
modal berupa uang tunai, barang dagangan dan sebagainya. Semua kegaiatan
usaha dapat mendapat hasil diperlukan sejumlah modal untuk membiayai
aktivitas usahanya karena tanpa adanya modal aktivitas tersebut tidak dapat
berjalan dengan apa yang diinginkan (Sukirno, 2000). Kemampuan financial
perusahaan dalam menjalankan usaha untuk memproduksi barang dan jasa.
Macam-macam modal usaha, antara lain:
c. Modal sendiri, yaitu modal yang diperoleh dari pemiliki usaha itu sendiri.
Modal sendiri terdiri dari tabungan, sumbangan, hibah, saudara, dan lain
sebagainya.
d. Modal pinjaman, yaitu modal yang biasanya diperoleh dari pihak luar
perusahaan dan biasanya diperoleh dari pinjaman.
e. Modal patungan, yaitu selain modal sendiri atau pinjaman, juga bisa
menggunakan modal usaha dengan cara berbagi kepemilikan usaha dengan
orang lain.
2. Omset Penjualan
Keluruhan jumlah penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang
dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Jumlah total hasil produksi
yang dapat dijual dalam sekali bakulan/penjualan yang dihasilkan oleh
pengusaha UKM. Adapun omset penjualan ini dapat dihitung dengan
mengalikan total jumah yang terjual dengan harga. Perubahan pada omzet dapat
dilihat apakah omzet mengalami kenaikan,penurunan atau tetap.
31
3. Keuntungan Usaha
Keuntungan atau laba adalah kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu
periode akuntansi. Sementara pengertian laba yang dianut oleh struktur
akuntansi sekarang ini adalah selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar
kecilnya laba sebagai pengukuran kenaikan sangat bergantung pada ketepatan
pengukuran pendapatan dan biaya.Keuntungan dihitung dengan rumus total
pendapatan (TR) selama satu bulan dikurangi biaya total (TC) atau TR-TC
selama satu bulan. Perubahan pada keuntungan dapat dilihat apakah omset
mengalami kenaikan, penurunan atau tetap.
4. Jenis Produk
Adalah barang/ jenis produk yang dijual. Indikatornya adalah jenis produk yang
dijual pelaku usaha.
5. Jumlah Pelanggan
Pelanggan bisa di sebut juga konsumen. Sehingga, Indikatornya adalah jumlah
kosumen yang membeli produk dari pelaku usaha tersebut.
E. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi merupakan upaya peningkatan kapasitas produksi
untuk mencapai penambahan output, yang diukur menggunakan Produk Domestik
Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) dalam suatu
wilayah (Ismayanti, 2010: 4).
Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang. Tekanannya pada tiga aspek yaitu: proses, output perkapita, dan janga
panjang. Dari sinilah dapat melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu
melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke
waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri (Adisasmita,
2013: 1).
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan peningkatan output agregat atau
pendapatan riil. Kedua peningkatan tersebut biasanya akan dihitung perkapita atau
32
selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan penggunaan
input. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses perubahan kondisi dari
perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih
baik selama periode tertentu (Tarigan, 2005: 46). Dari aspek dinamis melihat
bagaimana suatu perekonomian suatu perekonomian berkembang atau berubah
dari waktu ke waktu.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja
pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap
negara akan berupaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi paling optimal. Hal
ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas akan membawa manfaat
bagi masyarakat yang luas. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat teori-teori dari
para tokoh ekonomi (Dumairy, 1996: 55) di antaranya:
a. Teori Pertumbuhan Endogen
Teori ini mengatakan bahwa penumbuhan GNP yang persisten, yang
ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh
kekuatan-kekuatan di luar sistem. Perilaku aliran modal negara-negara
berkembang (dari negan miskin ke negara kaya) turut memicu konsep
penumbuhan endogen.
Untuk menggambarkan pendekatan penumbuhan endogen, akan dibahas
penumbuhan endogen Romer. Romer dikenal sebagai pakar pertumbuhan
ekonomi dan pernah menjadi salah satu kandidat penerima Nobel di bidang
ekonomi Bidang kajian yang menarik perhatian Ramer adalah penumbuhan
ekonomi. Tetapi dengan perspektif yang lebih luas. Ramer memasukkan
komponen teknologi endogen hasil penelitian dan pengembangan (research &
development) dan ilmu pengetahuan ke dalam model pertumbuhan (Dumairy,
1996: 91).
Teori yang dikemukan oleh Romer menyajikan sebuah kerangka teori
yang lebih luas dalam menganalisis proses pertumbuhan ekonomi. Teori ini
mencoba untuk mengindentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang
33
mempengaruhi proses penumbuhan ekonomi yang berasal dari dalam
(endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. Kemajuan teknologi dianggap hal
yang bersifat endogen, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari
keputusan para pelaku ekonomi dalam berinvestasi dibidang ilmu pengetahuan.
Model Romer ini menganggap ilmu pengetahuan sebagai salah satu
bentuk modal. Ilmu pengetahuan merupakan suatu input terpenting dalam
proses produksi. Hanya berkat ilmu pengetahuan orang dapat menciptakan
metode baru dalam berproduksi sehingga memproleh keuntungan ekonomi dan
ilmu pengetahuan yang ada sekarang tercipta karena adanya inovasi serta
perbaikan dimasa lalu. Lebih jauh lagi, Romer menekankan bahwa teknologi
dan ilmu mengatakan merupakan faktor penentuan cepat atau lambatnya laju
perekonomian suatu negara.
Teori ini dengan jelas menggambarakan tentang bagaimana akumulasi
modal tidak mengalami diminishing returns, namun justru akan mengalami
increasing returns dengan adanya spesialiasi dan investasi di bidang SDM dan
ilmu pengetahuan.
b. Teori Pertumbuhan Klasik
Adam Smith yang mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam
sebuah buku yang berjudul “An Inquiry Into the Nature and Cause of the Wealth
of Nastions” tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok
barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta teknologi yang
digunakan.
c. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Neo-Klasik ini dikemukan oleh solow-swan yang
menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan
teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow-swan
menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtisusi
antara capital dan tenaga kerja (Tarigan, 2014: 52) .
34
Teori solow-swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar
dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu
banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya
sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka
dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka
dinamakan pemikiran teori neo-klasik. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga
sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan
peningkatan teknologi-teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau
kemajuan teknik sehingga produktivitasnya per kapita meningkat (Tarigan,
2014: 61).
Dalam modal neo-klasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik,
yang dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM), mutu SDM adalah menyangkul keahlian dan moral. Oleh sebab itu,
pemerintahan perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan
masyarakat agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat (Tarigan, 2014:
54).
Teori pertumbuhan Neo-Klasik ini dikemukakan juga oleh Harrod-
Domar yang menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi supaya
perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth) dalam
jangka panjang. Teori Harrod-Domar mengingatkan kita sebagai akibat
investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya barang-barang modal
perekonomian akan bertambah ( Sukirno, 2010).
Inti dari pertumbuhan Harrod-Domar adalah suatu realisasi jangka
pendek antara peningkatan investasi (pembentukan capital) dan pertumbuhan
ekonomi. Dua variabel fundamental dari model ini adalah pembentukan
investasi dan ICOR ( Incremental Capital Output Ratio). Jika Y= output, K=
stok kapital dan I = investasi, maka ICOR adalah K/Y , Penambahan kapita
dibagi pertumbuhan output, sama seperti I/Y , sejak K = I dalam definisi.
Model Harrod-Domar ini adalah modifikasi yang didasari pada model
masing-masing dari Domar dan Harrod. Model ini lebih memfokuskan pada
35
laju pertumbuhan investasi I/I. Terdapat dalam model, Investasi (I) ditetapakan
harus tumbuh atas suatu persentase konstan, sejak marginal provensity to save,
yakni rasio dari pertumbuhan tabungan (S) terhadap peningkatan pendapatan
(Y) dan ICOR keduanya konstan.
Teori Harrod-Domar ini memperlihatkan kedua fungsi dari pembentukan
modal dalam kegiatan ekonomi. Teorinya, pembentukan modal dipandang
sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian
untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan
menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Apabila suatu masa tertentu
dilakukan pembentukan modal, maka pada masa berikutnya perekonomian
tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk menghasilkan
barang-barang, selain itu Harrod-Domar menganggap pula bahwa pertambahan
dalam kesanggupan memproduksi itu tidak sendirinya menciptakan
pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional.
Sehingga meskipun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan
nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan tercipta, apabila
pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan jika dibandikan dengan masa
sebelumnya. Teori Harrod-Domar menggunakan pemisalan, yaitu:
1. Pada tahap pemulaan perekonomian telah mencapai tingkat kesempatan
kerja penuh dan alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat
sepenuhnya digunakan.
2. Perekonomian terdiri dari dua sektor rumah tangga dan sektor perusahaan,
berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak termasuk.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proposional dengan pendapatan
nasional dan keadaan ini berarti fungsi tabungan diniali dari titik nol.
4. Kecondongan menabung besarnya tetap dan begitu juga perbandingan
diantara model dengan jumlah produksi yang lazim disebut rasio modal
produksi (Capital Output Ratio) dan perbandingan diantara pertambahan
modal dengan jumlah pertambahan produksi yang lazim disebut rasio
pertambahan modal produksi (Incremental Output Ratio).
36
Pokok penjelasan dari teori tersebut bahwa penanaman modal yang
dilakukan masyarakat dalam waktu tertentu digunakan untuk tujuan. Pertama
untuk mengganti alat-alat modal yang tidak dapat digunakan lagi. Kedua untuk
memperbesar jumlah alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat.
A. Teori Produksi
Secara umum, produksi dapat diartikan sebagai kegiatan optimalisasi dari
faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan lain-lainnya oleh perusahaan
untuk menghasilkan produk berupa barang-barang dan jasa-jasa. Secara teknis,
kegiatan produksi dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa input untuk
menghasilkan sejumlah output. Secara ekonomi, produksi didefinisikan sebagai
usaha manusia untuk menciptakan atau menambah daya atau nilai guna dari suatu
barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berdasarkan pada kepentingan produsen, tujuan produksi adalah untuk
menghasilkan barang yang dapat memberikan laba. Tujuan tersebut dapat tercapai,
jika barang atau jasa yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa sasaran kegiatan produksi adalah melayani
kebutuhan masyarakat atau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat umum.
Sehingga produksi itu tidak terbatas pada pembutannya saja tetapi juga
penyimpanan, distribusi, pengangkutan pengeceran, pemasaran kembali, upaya-
upaya mensiasati regulator atau mencari celah hukum demi memperoleh keringanan
pajak atau lainnya.
Produksi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilai suatu objek
atau membuat objek baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Menurut Sugiarto (2007) produksi adalah kegiatan yang mengubah input menjadi
output, kegiatan produksi biasanya dinyatakan dalam produksi. Sadono sukirno
(2010) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan sifat hubugan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor produksi
dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi disebut sebagai output.
37
Faktor-faktor produksi selain tenaga kerja yaitu tanah, modal dan mesin atau
teknologi, pengertian isitilah tenaga kerja dan tanah telah jelas, namun definisi
modal merupakan sesuatu yang rumit. Para ekonomi menggunakan istilah modal
(capital) untuk mengacu pada stok berbagai peralatan dan struktur yang digunakan
dalam produk. Artinya modal ekonomi mencerminkan akumulasi barang yang
dihasilkan di masa lalu yang sedang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa
yang baru (Mankiw, 2009: 501).
Fungsi produksi menurut Robert S Pindyck dan Daniel L Rubinfield
meyetakan dalam bentuk rumus, yaitu sebagai berikut:
Q = f (K, L, R, T)
Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini
meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan
alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah
produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu
sacara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat
produksinya (Sukirno, 2016:195).
Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada
dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah
modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang
digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan
memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda
juga. Selain itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan
faktor produksi yang berbeda.
B. Konsep Koperasi Syariah
1. Pengertian Koperasi
Secara etimologi koperasi berasal dari bahasa lnggris, yaitu cooperation (co:
bersama dan operation: kerja) yang artinya bekerja sama. Sedangkan secara
terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan
badan hukum atau orang-orang yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk
38
meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan
(Hasan, 2003: 161).
Menurut Undang-Undang No. 12 tahun I967 tentang pokok-pokok
perkoperasian, koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat berwatak
sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (UU
No. 12, 1967: Pasal 3).
Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
menyatakan bahwa, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyak yang berdasar atas
asas kekeluargaan (UU No. 25, 1992: Pasal 1).
Koperasi merupakan kumpulan orang bukan kumpulan modal. Koperasi
harus betul-betul mengabdi kepada kepentingan perikemanusiaan dan bukan
kepada kebendaan. Kerjasama dalam koperasi didasarkan pada rasa persamaan
derajat dan kesadaran para anggotanya. Koperasi adalah milik bersama para
anggota, pengurus, maupun pengelola. Usaha tersebut diatur sesuai dengan
keinginan musyawarah melalui rapat anggota.
2. Dasar Hukum Koperasi
Prinsip Koperasi berdasarkan UU No. 17 Th. 2012. yaitu: modal tendiri dari
simpanan pokok dan Surat Modal Koperasi (SMK). Lebih detail tentang ketentuan
pengaturan koperasi BMT diatur dengan Keputusan Menteri Koperasi Usaha Kecil
dan Menengah No. 91 Tahun 2004 (Kepmen No.91/KEP /M.KUKM/ IIX /2004).
Dalam ketentuan ini koperasi BMT disebut sebagai Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS). Dengan ketentuan tersebut, maka BMT yang beroperasi secara
sah di wilayah Republik Indonesia adalah BMT yang berbadan hukum koperasi
yang izin operasionalnya dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Usaha Menengah atau departemen yang sama di masing-masing wilayah
kerjanya.
39
Selain harus sesuai dengan Kepmen No. 9l/Kep/M.KUKM/lX/2004 ini,
koperasi BMT (KJKS) harus juga tunduk dengan koperasi yaitu Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
3. Jenis-Jenis Koperasi
Salah satu tujuan pendirian koperasi didasarkan kepada kebutuhan dan kepentingan
para anggotanya. Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan Koperasi dibentuk
dalam beberapa jenis yaitu:
1. Koperasi Produksi
Koperasi Produksi melakukan usaha produksi atau menghasilkan barang.
Barang-barang yang dijual di koperasi adalah hasil produksi anggota koperasi.
2. Koperasi Konsumsi
Koperasi Konsumsi menyediakan semua kebutuhan para anggota dalam bentuk
barang antara lain berupa: bahan makanan, pakaian, alat tulis atau peralatan
rumah tangga.
3. Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi Simpan Pinjam melayani para anggotanya untuk menabung dengan
mendapatkan imbalan. Bagi anggota yang memerlukan dana dapat meminjam
dengan memberikan jasa kepada koperasi.
4. Koperasi Serba Usaha
Koperasi Serba Usaha (KSU) terdiri atas berbagai jenis usaha. Seperti menjual
kebutuhan pokok dan barang-barang hasil produksi anggota, melayani simpan
dan pinjam.
4. Koperasi Syariah
Lernbaga Keuangan Syariah (LKS) terdiri dari dua kelompok lembaga yakni
lembaga keuangan berbentuk bank dan lembaga keuangan berbentuk bukan bank.
Lembaga keuangan yang berbentuk bank mencakup Bank Umum Syariah (BUS) dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan lembaga keuangan yang bukan
berbentuk bank adalah Unit Usaha Syariah (UUS) dan Baitual Maal wa Tamwil
(BMT).
40
Berawal dari lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai sentral
perekonomian yang benuansa Islam, maka bemunculan lembaga-lembaga keuangan
yang lain yaitu ditandai dengan tingginya semangat bank konvensional untuk
mendirikan lembaga keuangan Islam yaitu bank syariah. Tetapi karena operasionalisasi
bank syariah di Indonesia kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,
maka muncul usaha unluk mendirikan lembaga keuangan mikro seperti BPR syariah
dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasioanalisasi di daerah-
daerah.
Perkembangan BMT cukup pesat, hingga akhir 2001 PINBUK (Pusat lnkubasi
Bisnis Usaha Kecil) mendata ada 2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melaporkan
kegiatannya. Sampai dengan tahun 2003, jumlah BMT yang berhasil diinisiasi dan
dikembangkan sebanyak 3.200 BMT dan tersebar di 27 provinsi. Perkembangan
tersebut membuktikan bahwa BMT sangat dibutuhkan masyarakat kecil dan
menengah. Karena BMT didaerah sangat membantu masyarakat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan ekonomi syariah sangat sesuai dengan konsep Lembaga
Keuangan Menurut al-Qur’an. Walaupun dalam al-Qur‘an tidak menyebut konsep
Lembaga Keuangan secara eksplisit, namun a1-Qur‘an telah sejak lama memberikan
aturan dan prinsip prinsip dasar yang menjadi landasan bagi Pembentukan Organisasi
Ekonomi modern. Seperti konsep pencatatan (Akuntansi dalam istilah ekonomi
modern), baik laporan keuangan (rugi laba perubahan Modal dan Administasi bisnis
yang lain) secara jelas telah diatur dalam al-Qur‘an.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 9l/Kep/IV/KUKM/lX/2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah memberikan pengertian
bahwa Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah
koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan
simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan demikian semua BMT yang ada di
Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan Legal
kegialan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
41
Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Koperasi
yang bersifat tunggal (single purpose) yaitu koperasi yang hanya menjalankan satu
bidang usaha, seperti koperasi yang hanya berusaha dalam bidang konsumsi, bidang
kredit atau produksi. Koperasi serba usaha (multi purpose) yaitu koperasi yang
berusaha dalam berbagai (banyak) bidang, seperti koperasi yang melakukan pembelian
dan penjualan.
Koperasi merupakan syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi dan
banyak sekali manfaatnya, yaitu memberi keuntungan kepada para anggota, memberi
lapongan kerja bagi karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil
koperasi untuk membangun rumah ibadah serta dana sosial.
Menurut pandangan ulama, koperasi (syirkah ta’uwuniyah) dalam islam adalah
menggunakan akad musyarakah, yakni suatu perjanjian kerja sama antara dua orang
atau lebih, di satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan
usaha atas dasar profit sharing menurut perjanjian, dan diantara syarat sah musyarakah
itu adalah keuntungan setiap tahun dengan persentase tetap kepada salah satu pihak
dari musyarakah tersebut.
5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Setelah penulis melakukan penelusuran kepustakaan untuk mengetahui hasil-
hasil penelitian terdahulu atau penelitian-penelitian yang pernah dilakukan lembaga-
lembaga atau perorangan, yang permasalahannya sama atau mirip dengan
permasalahan yang akan diteliti:
42
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu yang Relevan
NO Penelitian
Tahun
Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan
Perbedaan
1 Lukytawati A,
Herdiana P,
Salahuddin El
Ayubbi, dan
Ranti Wiliasih
(2013)
Akses UMKM terhadap
Pembiayaan Mikro
Syariah dan Dampaknya
Terhadap
Perkembangan Usaha:
Kasus BMT Tadbirul
Ummah, Kabupaten
Bogor, (Jurnal)
Hasil regresi logit
menunjukkan dummy jenis
usaha, umur, omset usaha
dan dummy akses
simpanan merupakan
faktor yang mempengaruhi
akses UMKM terhadap
pembiayaan BMT.
Pembiayaan mikro syariah
BMT yang diberikan
mampu meningkatkan
keuntungan UMKM
sebesar 6,21 persen dari
keuntungan usaha rata-rata
Rp 79,12 juta menjadi Rp
84,03 juta per tahun.
Berdasarkan hasil regresi
linear berganda OLS,
pembiayaan syariah BMT
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
perubahan keuntungan
usaha.
Persamaan:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitiannya yaitu
perkembangan
usaha.
Perbedaann:
terdapat perbedaan
yaitu lebih fokus
terhadap akses
UMKM terhadap
pembiayaannya
dan lokasi
penelitiannya.
43
2 Fitriani
Prastiawati dan
Emile Satia
Darma (2016)
Peran Pembiayaan
Baitul Maal Wa Tamwil
terhadap Perkembangan
Usaha dan Peningkatan
Kesejahteraan
Anggotanya dari Sektor
Mikro Pedagang Pasar
Tradisional, (Jurnal).
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
pembiayaan BMT pada
pedagang pasar tradisional
yang menjadi anggota
BMT di Bantul, tidak
berpengaruh signifikan
terhadap persepsi
pedagang tersebut tentang
perkembangan usahanya
dan peningkatan
kesejahteraannya
(walaupun arahnya sudah
benar positif). Namun
demikian, persepsi
pedagang tersebut tentang
perkembangan usahanya
berpengaruh positif
signifikan terhadap
persepsi peningkatan
kesejahteraannya
Persamaaan:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitiannya yaitu
pembiayaan BMT
terhadap
perkembangan
usaha mikro.
Perbedaan:
terdapat perbedaan
pada penelitian ini
yaitu lebih fokus
terhadap persepsi
nasabah, lokasi
penelitian, dan
metode
penelitiannya yaitu
menggunakan
metode kualitatif.
3 Ridwan
Widagdo &
Nurul Qomar
(2016)
Pengaruh Pembiayaan
Murabahah dan
Musyarakah Terhadap
Perkembangan Usaha
Mikro di BMT Gunung
Jati, (Jurnal).
Hasil penelitian diketahui
bahwa variabel
pembiayaan murabahah
(X1) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
perkembangan usaha
mikro (Y) dengan nilai
thitung > dari ttabel yaitu 2,603
Persamaan:
terdapat persamaan
variabel pada
penelitian ini yaitu
pengaruh
pembiayaan
musyarakah
terhadap
44
> 1,668 dengan taraf
signifikansi 0,014 < 0,05,
variabel pembiayaan
musyarakah (X2) tidak
berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap
perkembangan usaha
mikro (Y) dengan nilai
thitung < ttabel yaitu 0,853 <
1,668 dengan taraf
signifikansi 0,400 > 0,05,
dan secara simultan
variabel pembiayaan
murabahah dan
musyarakah memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
perkembangan usaha
mikro (Y) dengan nilai
Fhitung> Ftabel yaitu 11,355 >
3,14.
perkembangan
usaha mikro.
Perbedaan:
terdapat perbedaan
pada penelitian ini
yaitu jenis
pembiayaan
murabahah dan
lokasi
penelitiannya.
4 Henita Sahany
(2015)
Pengaruh Pembiayaan
Murabahah dan
Mudharabah Terhadap
Perkembangan Usaha
Mikro Kecil Menengah
(UMKM) BMT El-
Syifa Ciganjur,
Di ukur dengan beberapa
indikator seperti
pembiayaan yang diterima,
peningkatan laba,
peningkatan omset
penjualan, peningkatan
pendapatan dan asset
usaha.
Persamaan:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitian yaitu
tentang pengaruh
pembiayaan BMT
terhadap
45
(Skripsi). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
pembiayaan murabahah
dan mudhrabah
mempunyai pengaruh
positif terhadap
perkembangan UMKM
nasabah BMT El-Syifa
Ciganjur.
perkembangan
UMKM.
Perbedaan:
terdapat perbedaan
pada jenis
pembiayaan dan
lokasi
penelitiannya.
5 Biutty
Widayanti
(2016)
Pengaruh Pembiayaan
Mudharabah dan
Musyarakah terhadap
Perkembangan Usaha
Nasabah (Studi Kasus
Koperasi Jasa Keuangan
Syariah Baitut Tanwil
Muhammadiyah
Mentari Kademangan
Dan Koperasi Syariah
Muhammadiyah Blitar.
(Skripsi)
Hasil penelitian yang
peneliti lakukan dapat
diketahui bahwa 1)
Pembiayaan Mudharabah
berpengaruh signifikan
terhadap perkembangan
usaha nasabah. 2)
Pembiayaan Musyarakah
juga berpengaruh
signifikan terhadap
perkembangan usaha
nasabah.
Persamaan:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitian yaitu
pengaruh
pembiayaan
musyarakah
terhadap
perkembangan
usaha.
Perbedaan:
terdapat perbedaan
pada penelitian ini
yaitu jenis
pembiayaan
murabahah dan
46
lokasi
penelitiannya.
6 Muhammad
Zaky Baridwan
(2016)
Peran Pendampingan
Dalam Mendorong
Perkembangan Usaha
Anggota BMT (Studi
Pada KSU-BMT UMJ)
(Skripsi)
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui
bagaimana pola
pendampingan yang
dilakukan oleh KSU-BMT
UMJ kepada para
anggotanya, agar dilihat
apakah sudah sesuai
dengan standar tertentu
atau tidak. Lalu
mengetahui kendala-
kendala yang sering
dihadapi oleh para
pendamping dan
penyelesaiannya. Dan yang
terakhir mencari tahu
pendampingan berperan
dalam mendorong usaha
anggota.
Persamaann:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitian yaitu
meneliti
perkembangan
usaha melalui
pendampingan dari
BMT.
Perbedaan:
tedapat perbedaan
yaitu lokasi dan
metode
penelitiannya
menggunakan
metode kualitatif.
7 Ernanda
Kusuma Dewi
dan Ayu Astari
(2017)
Peran pembiayaan
mudharabah dalam
pengembangan kinerja
usaha mikro pada BMT
(baitul maal wat
tamwil), (Jurnal).
Tulisan ini merupakan
artikel konseptual untuk
mengetahui peran
pembiayaan mudharabah
pada BMT (Baitul Maal
wat Tamwil) dalam
pengembangan kinerja
usaha mikro.
Persamaan:
terdapat persamaan
dari penelitian ini
yaitu meneliti
perkembangan
usaha melalui
47
Pengembangan kinerja
usaha mikro dapat
berkembang dengan
beberapa faktor seperti
pembinaan dan
pengawasan. Pembiayaan
mudharabah merupakan
pembiayaan yang sangat
sesuai dengan usaha mikro.
Sehingga diharapkan
pembiayaan mudharabah
mempunyai peran dalam
pengembangan kinerja
usaha mikro.
melalui
pembiayaan BMT.
Perbedaan:
terdapat perbedaan
pada penelitian ini
yaitu lokasi
penelitian dan jenis
pembiayaannya.
8 Weni
Angriyani
(2018)
Pengaruh efektivitas
pembiayaan baitul maal
wat tamwil terhadap
pemberdayaan usaha
mikro (studi kasus bmt
amanah ray medan).
Skripsi minor (D-III)
Hasil penelitian yang
peneliti lakukan adalah
sebagai berikut: 1. Adanya
pengaruh yang signifikan
antara efektivitas
pembiayaan dengan
pemberdayaan usaha
mikro. Hal ini dapat dilihat
dari table coefficients
bahwa tingkat signifikan
dari efektivitas
pembiayaan BMT sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05
dengan nilai thitung (15,212)
>ttabel (2,630)
Persamaan:
terdapat persamaan
pada variabel
penelitian yaitu
meneliti usaha
mikro melalui
peran pembiayaan
BMT.
Perbedaan:
tedapat perbedaan
yaitu lokasi
penelitian dan pada
penelitian ini lebih
fokus pada
48
2. Dari persamaan model Y
= 6,117 + 0,688X,
diketahui bahwa jika
variabel X (efektivitas
pembiayaan BMT) dalam
satu kali pembiayaan
disalurkan ke nasabah
usaha mikro. Maka akan
berdampak pada variabel Y
(pemberdayaan usaha
mikro) sebanyak 6.8 Kali.
efektivitas
pembiayaannya.
6. Kerangka Pemikiran
Lembaga keuangan mikro syariah dinilai dapat membantu mengatasi salah satu
permasalahan ekonomi, yaitu permasalahan finansial. Salah satu lembaga yang
berupaya mengatasi masalah tersebut adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT). BMT
merupakan salah satu lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah dengan dua fungsi utama yaitu baitul
maal dan baitul tamwil (Soemitra, 2009).
Persoalan pendanaan merupakan salah satu dilema yang sangat krusial bagi
berkelanjutan usaha mikro, dan untuk mengatasi persoalan tersebut salah satunya
dengan mengajukan pembiayaan musyarakah pada BMT Islamic Centre. Pembiayaan
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memberikan
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 2000: 90).
Disamping akses permodalan, BMT juga memiliki peran lain, yaitu
memberdayakan masyarakat dan pelaku usaha dengan mengadakan pendampingan.
Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana hubungan
49
antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan dialogis (saling
mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami realitas masyarakat dan
memperbaharui kualilas realitas ke arah yang lebih baik (Ismawan, dkk, 1994: 40).
Sehingga dengan diperolehnya dana dari pembiayaan musyarakah dan
pendampingan khususnya oleh BMT Islamic Centre Kab. Cirebon kepada para
pelaku usaha mikro, diharapkan akan membantu mengembangkan usahanya.
Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat
berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu tilik atau puncak
menuju kesuksesan. Berikut dibawah ini gambar kerangka pemikiran peneliti:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian yang diajukan, maka titik tolak untuk merumuskn hipotesis adalah
rumusan masalah dan kerangka berfikir. Adapun hipotesis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Pembiayaan
Musyarakah (X1)
Perkembangan Usaha
Anggota BMT (Y)
Pendampingan (X2)
50
H1: Pembiayaan Musyarakah berpengaruh positif signifikan terhadap
Perkembangan UsahaMikro Anggota BMT.
H2: Pendampingan berpengaruh positif signifikan terhadap Perkembangan Usaha
Mikro Anggota BMT.
H3: Pembiayaan Musyarakah dan Pendampingan berpengaruh positif signifikan
terhadap Perkembangan Usaha Mikro Anggota BMT.