bab ii landasan teori a. kewirausahaan 1. pengertian...
TRANSCRIPT
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kewirausahaan
1. Pengertian Kewirausahaan
Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari kata “wira”
yang artinya gagah berani, perkasa dan kata “usaha”, sehingga secara harfiah
wirausahawan diartikan sebagai orang yang gagah berani atau perkasa dalam
berusaha (Riyanti, 2003). Wirausaha atau wiraswasta menurut Priyono dan
Soerata (2005) berasal dari kata “wira” yang berarti utama, gagah, luhur berani
atau pejuang; “swa” berarti sendiri; dan kata ”sta” berarti berdiri. Dari asal
katanya “swasta” berarti berdiri di atas kaki sendiri atau berdiri di atas
kemampuan sendiri. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa wirausahawan atau
wiraswastawan berarti orang yang berjuang dengan gagah, berani, juga luhur dan
pantas diteladani dalam bidang usaha, atau dengan kata lain wirausahawan adalah
orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan atau kewiraswastaan
seperti: keberanian mengambil resiko, keutamaan dan keteladanan dalam
menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Drucker (1985) mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan,
sikap dan perilaku individu dalam menangani usaha (kegiatan) yang mengarah
pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk
baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
17
Hisrich dan Brush (dalam Winardi, 2003) menyatakan bahwa kewirausahaan
adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan jalan
mengorbankan waktu dan upaya yang diperlukan untuk menanggung resiko
finansial, psikologikal serta sosial dan menerima hasil-hasil berupa imbalan
moneter dan kepuasan pribadi sebagai dampak dari kegiatan tersebut.
Kao (1997) mendefinisikan kewirausahaan sebagai suatu proses penciptaan
sesuatu yang baru (kreasi) dan/atau membuat sesuatu yang berbeda (inovasi),
yang tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi
masyarakat. Hal senada disampaikan oleh Schumpeter (dalam Winardi, 2003)
dengan menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan sebuah proses dan para
wirausahawan adalah seorang inovator yang memanfaatkan proses tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kewirausahaan adalah semangat, kemampuan dan perilaku individu yang berani
menanggung resiko, baik itu resiko finansial, psikologikal, maupun sosial dalam
melakukan suatu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat
sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi) dengan menerima hasil
berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi.
2. Ciri-Ciri Wirausahawan
Bygrave (dalam Ifham, 2002) mengemukakan beberapa ciri-ciri seorang
wirausahawan, yaitu:
a. Mimpi (dreams), yakni memiliki visi masa depan dan kemampuan
mencapai visi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
18
b. Ketegasan (decisiveness), yakni tidak menangguhkan waktu dan membuat
keputusan dengan cepat.
c. Pelaku (doers), yakni melaksanakan secepat mungkin.
d. Ketetapan hati (determination), yakni komitmen total, pantang menyerah.
e. Dedikasi (dedication), yakni berdedikasi total, tidak kenal lelah.
f. Kesetiaan (devotion), yakni mencintai apa yang dikerjakan.
g. Terperinci (details), yakni menguasai rincian yang bersifat kritis.
h. Nasib (destiny), yakni bertanggungjawab atas nasib sendiri yang hendak
dicapainya.
i. Uang (dollars), yakni kaya bukan motivator utama, uang lebih berarti
sebagai ukuran sukses.
j. Distribusi (distributif), yakni mendistribusikan kepemilikan usahanya
kepada karyawan kunci yang merupakan faktor penting bagi kesuksesan
usahanya.
3. Aspek-Aspek Kewirausahaan
Drucker (1985) menguraikan aspek-aspek kewirausahaan, yaitu:
a. Kemampuan mengindera peluang usaha, yakni kemampuan melihat dan
memanfaatkan peluang untuk mengadakan langkah-langkah perubahan
menuju masa depan yang lebih baik.
b. Percaya diri dan mampu bersikap positif terhadap diri dan lingkungannya,
yakni berkeyakinan bahwa usaha yang dikelolanya akan berhasil.
c. Berperilaku memimpin, yaitu mampu mengarahkan, menggerakkan orang
lain, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan usaha.
Universitas Sumatera Utara
19
d. Memiliki inisiatif untuk menjadi kreatif dan inovatif, yaitu mempunyai
prakarsa untuk menciptakan produk/metode baru yang lebih baik mutu
atau jumlahnya agar mampu bersaing.
e. Mampu bekerja keras, yaitu memiliki daya juang yang tinggi, bekerja
penuh energi, tekun, tabah, melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan
tanpa mengenal putus asa.
f. Berpandangan luas dengan visi ke depan yang baik, yaitu berorientasi
pada masa yang akan datang dan dapat memperkirakan hal-hal yang dapat
terjadi sehingga langkah yang diambil sudah dapat diperhitungkan.
g. Berani mengambil resiko, yaitu suka pada tantangan dan berani
mengambil resiko walau dalam situasi dan kondisi yang tidak menentu.
Resiko yang dipilih tentunya dengan perhitungan yang matang.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kewirausahaan
Menurut Hidayat (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan,
yaitu:
a. Variabel situasional
1). Lama studi.
Lama studi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan studi S1.
2). Status kerja
Status kerja adalah tingkat keterlibatan responden pada kegiatan-
kegiatan yang memberikan pendapatan bagi dirinya, baik dalam
status sebagai karyawan maupun pemilik modal.
Universitas Sumatera Utara
20
3). Status pernikahan
Status pernikahan adalah tingkat konsekuensi ekonomis status
pernikahan yang sedang dialami oleh responden.
b. Variabel latar belakang
1) Latar belakang orang tua
Latar belakang orang tua adalah tingkat keterlibatan lingkungan
keluarga dalam aktivitas kewirausahaan. Pengalaman berusaha
dapat diperoleh dari bimbingan sejak kecil yang diberikan oleh
orang tua yang berprofesi sebagai wirausahawan (Staw dalam
Riyanti, 2003).
2) Usia
Pengertian usia adalah usia kronologis dari subjek penelitian.
c. Variabel karakteristik kepribadian
1) Dorongan berprestasi
Dorongan berprestasi mengacu pada preferensi terhadap tingkat
kesulitan, standar pencapaian, dan persistensi dalam proses
pencapaian tujuan.
2) Kemandirian
Kemandirian mengacu pada dua faktor, yaitu kemandirian
emosional dan kemandirian ekonomis. Kemandirian emosional
adalah tingkat kecenderungan individu untuk memutuskan sendiri
hal-hal yang bersifat penting bagi dirinya. Kemandirian ekonomis
adalah kemampuan individu untuk mencukupi kebutuhan-
kebutuhan ekonomis dirinya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
21
3) Toleransi pada perubahan
Toleransi pada perubahan mengacu kepada tingkat kemampuan
untuk menghadapi perubahan-perubahan pada situasi kerja dan
situasi hubungan sosial. Individu cenderung untuk mencari atau
membutuhkan situasi-situasi baru untuk menjaga vitalitas dirinya.
Menganggap perubahan bukan sesuatu yang menakutkan atau
mengancam, tetapi sesuatu yang menantang atau sebuah peluang.
4) Sikap terhadap uang
Uang adalah medium pertukaran (medium of exchange). Sikap
terhadap uang merupakan penerimaan individu terhadap uang
sebagai medium dalam aktivitas-aktivitas pertukaran, seperti
transaksi ekonomi, dan transaksi sosial.
d. Citra kewirausahaan
Citra kewirausahaan merupakan konstruksi kognitif tentang
kewirausahaan. Konstruksi ini meliputi faktor-faktor: persepsi tentang
sikap masyarakat terhadap wirausaha, persepsi tentang potensial payoff
dari dunia usaha dan konstruksi realitas kewirausahaan.
e. Conviction and career preference
Conviction dan career preference didefinisikan sebagai persepsi
individu tentang kemampuan dirinya untuk berhasil dalam bidang
kewirausahaan. Konstruk ini meliputi persepsi tentang tingkat
kesulitan dalam memulai sebuah usaha dan sumber yang potensial
yang dimiliki.
f. Lingkungan universitas
Universitas Sumatera Utara
22
Konstruk lingkungan universitas maksudnya manifestasi dari konstruk
dukungan sosial terhadap kewirausahaan. Komponen dari dukungan
universitas terhadap kewirausahaan meliputi: dukungan informasional,
dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan evaluatif.
g. Niat menjadi wirausaha
Niat menjadi wirausaha merujuk pada rencana untuk membuka sebuah
usaha dalam jangka pendek (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun).
B. Motif Berprestasi
1. Pengertian Motif
Motif berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang berarti bergerak, karena itu
motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang
mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force (Branca dalam Walgito,
1997).
As’ad (1995) mengartikan motif dengan dorongan. Dorongan merupakan
gerakan jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motif merupakan “driving
force” yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Morgan et al (1986) setiap tingkah laku mempunyai dasar, yaitu
motif. Motif adalah suatu dorongan yang membuat individu bertingkah laku
secara menetap yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Senada dengan itu
Irwanto, dkk. (1996) mengatakan bahwa motif adalah seluruh aktivitas mental
yang didasarkan/dialami yang memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku.
Universitas Sumatera Utara
23
Lebih lanjut Santrock (1998) menguraikan bahwa motif adalah alasan individu
berperilaku, berpikir dan merasa sesuai dengan cara mereka, yang secara khusus
mempertimbangkan pergerakan dan arah dari perilaku mereka tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motif
adalah dorongan yang menggerakkan individu untuk bertingkah laku dan
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian Motif Berprestasi
Konsep motif berprestasi pertama kali dikemukakan oleh Murray (dalam
Schultz, 1993) dengan menggunakan istilah kebutuhan berprestasi yang kemudian
dipopulerkan oleh Mc. Clelland dengan sebutan n-ach.
Mc. Clelland (1987) mendefinisikan motif berprestasi sebagai dorongan yang
ada pada diri individu untuk meraih sukses yang optimal, yang melebihi
prestasinya di masa lalu dan prestasi orang lain.
Heckhausen (dalam Djaali, 2000) mengatakan bahwa motif berprestasi adalah
suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu sehingga individu selalu
berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya
setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar
keunggulan.
Atkinson seperti dikutip Houston (dalam Djaali, 2000) menyatakan dorongan
berprestasi sebagai suatu dorongan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan,
dan berusaha melakukan suatu pekerjaan yang sulit dengan cara sebaik dan
secepat mungkin. Bahkan motif berprestasi bukan sekedar dorongan untuk
berbuat tetapi mengacu pada kesuksesan atas pekerjaan yang dilakukan. Chaplin
Universitas Sumatera Utara
24
(1997) mengartikan motif berprestasi sebagai kecenderungan untuk
memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yang sangat didambakan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motif
berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri individu yang membuat
individu berusaha mencapai kesuksesan, yang melebihi prestasinya di masa lalu
dan prestasi orang lain dengan cara meningkatkan atau memelihara
kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas.
3. Aspek-Aspek Motif Berprestasi
Menurut Mc. Clelland (1987) aspek-aspek motif berprestasi adalah sebagai
berikut:
1. Umpan balik, yaitu keinginan untuk mengetahui tentang seberapa baik
pekerjaan telah dilakukan dan seberapa baik individu dalam mengatasi
masalahnya yang dapat dilakukan dengan cara membandingkan
performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu.
2. Tanggung jawab, yaitu kemauan untuk menanggung konsekuensi atas
keputusan yang diambil atau hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan
juga kinerja yang menunjukkan loyalitas. Tanggung jawab tidak hanya
ditunjukkan pada diri sendiri tetapi juga pada orang lain..
3. Perbaikan performansi, yaitu hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih
baik dan lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya, mencari
informasi baru untuk menemukan cara terbaik melakukan sesuatu.
4. Resiko moderat, yaitu realistis menilai tantangan dengan menyesuaikan
antara kemampuan dengan tuntutan (resiko) pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
25
4. Dampak Motif Berprestasi
Menurut Morgan et al. (1986) motif berprestasi merupakan salah satu motif
sosial karena motif ini dipelajari dalam lingkungan dan melibatkan orang lain,
serta merupakan komponen yang penting dalam kepribadian yang membuat
individu berbeda satu sama lain. Motif berprestasi merupakan suatu faktor
peramal kesuksesan seseorang, baik itu dalam lingkup pekerjaan dan pendidikan
Weiner (dalam Djiwandono, 2002) menyatakan bahwa individu yang
memiliki motif berprestasi ingin dan mengharapkan kesuksesan. Jika mereka
gagal, mereka akan berusaha lebih keras lagi sampai sukses. Individu yang
mempunyai motif berprestasi akan mendapat nilai yang baik, aktif di sekolah dan
masyarakat serta ulet dalam pekerjaan. Martaniah (dalam Uyun, 1998)
mengatakan bahwa motif berprestasi juga merupakan faktor yang membuat
individu mampu meraih sukses di perguruan tinggi.
C. Mahasiswa
Salim & Salim (2002) mendefinisikan mahasiswa sebagai orang yang terdaftar
dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi.
Winkel (1997) menyatakan bahwa masa mahasiswa meliputi rentang umur
dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat
dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari
semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai
24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester VIII. Pada
rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut:
stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih realistis
Universitas Sumatera Utara
26
tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk menghadapi
segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam alam perasaan
mulai berkurang. Meskipun demikian ciri khas dari masa remaja masih sering
muncul, tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa. Pada
rentang umur yang kedua, pada umumnya tampak ada usaha untuk memantapkan
diri terhadap keahlian yang dipilih dan dalam membina hubungan percintaan;
memutarbalikkan pikiran untuk mengatasi beranekaragam masalah. Pada masa ini
terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama yang bersifat
psikologis, seperti mendapat penghargaan dari teman, dosen, dana sesama anggota
keluarga yang lainnya; mempunyai pandangan spritual tentang makna kehidupan
manusia; memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan
jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik.
D. Hubungan Antara Motif Berprestasi dengan Kecenderungan
Berwirausaha Pada Mahasiswa
Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997, menimbulkan
berbagai masalah, di antaranya yaitu rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya
inflasi, menurunnya pendapatan perkapita serta bertambahnya jumlah
pengangguran (Riyanti, 2003). Sampai saat ini, Indonesia masih belum mampu
secara maksimal untuk keluar dari krisis yang secara nasional terkesan semakin
memburuk ini (Nasution, dkk., 2001).
Menurut Hidayat (2000) dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda
krisis, dunia wirausaha adalah pilihan yang paling rasional. Keberadaan kelompok
wirausahawan berperan mendinamisasikan bahkan menjadi penopang
Universitas Sumatera Utara
27
perekonomian pada masa resesi (Rachbini dalam Iwantono, 2002). Selain itu,
wirausahawan juga memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, yakni
mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan serta perilakunya
menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Pembangunan akan lebih mantap
jika ditunjang oleh wirausahawan karena kemampuan pemerintah sangat terbatas.
Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan yang
sangat membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan (Alma,
2002).
Holt (dalam Riyanti, 2003) menyebut wirausahawan sebagai agen perubahan
dari ekonomi yang progresif. Oleh karena itulah, Indonesia perlu menggerakkan
munculnya wirausahawan-wirausahawan baru. Gerakan itu dapat mulai
diwujudkan dalam suatu lingkungan yang kecil terlebih dahulu, misalnya dari
lingkungan rumah, perusahaan, pondok pesantren, dan tidak terkecuali perguruan
tinggi (Astamoen, 2005).an Bang
Menurut Suryana (2003) kewirausahaan dapat dikembangkan oleh mahasiswa
yang merupakan kaum intelektual bangsa. Hal ini dikarenakan jiwa dan sikap
wirausaha dimiliki setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif,
menyukai perubahan, kemajuan serta tantangan baik di kalangan usahawan
maupun masyarakat umum seperti petani, karyawan, pegawai pemerintahan, guru
dan termasuk di dalamnya mahasiswa.
Hal ini dipertegas oleh Baumassepe (dalam Ifham, 2002) yang menyatakan
bahwa adalah sangat masuk akal bagi mahasiswa untuk berpola pikir sebagai
seorang wirausahawan. Mahasiswa memiliki sikap berkorban dan berani
mengambil resiko terhadap cita-cita yang diperjuangkannya, juga berpengetahuan
Universitas Sumatera Utara
28
dan berpandangan luas. Dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang dimiliki
setidaknya menjadi embrio untuk lahir menjadi wirausahawan sejati.
Namun untuk menjadi wirausahawan memang tidaklah mudah, karena penuh
tantangan dan mengandung resiko (Winardi, 2003). Menurut Drucker (1985)
seorang wirausahawan memiliki kepribadian dan sifat spesifik. Hidayat (2000)
menyebutkan ada beberapa karakteristik kepribadian yang mempengaruhi
seseorang untuk menjadi wirausahawan, yaitu motif (dorongan) berprestasi,
kemandirian, toleransi terhadap perubahan, dan sikap terhadap uang.
Mc. Clelland (1987) mengemukakan bahwa motif berprestasi adalah unsur
kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik dan
terus maju, selalu berpikir untuk berbuat lebih baik dan memiliki tujuan yang
realistik. Individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah individu yang
mencari tantangan dan tidak menyukai keberhasilan yang diperoleh dengan sangat
mudah, menyukai situasi-situasi kerja yang memiliki tanggung jawab pribadi, dan
merasa bertanggung jawab secara pribadi atas keberhasilan maupun kegagalan
yang dialaminya.
Motif berprestasi juga biasanya dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian
mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah
ditentukan. Menurut Mc. Clelland (1987) karakteristik yang menonjol pada
individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah mereka bekerja dengan
memperhitungkan resiko. Mereka akan cenderung menetapkan tujuan menengah
(moderate) yang sebanding dengan kemampuannya sendiri. Pada mereka juga
tampak keinginan untuk selalu mengetahui hasil nyata dari tindakannya sebagai
umpan balik, sehingga dengan segera mereka dapat memperbaiki kesalahan serta
Universitas Sumatera Utara
29
mendorong untuk bekerja lebih baik dengan menggunakan cara-cara baru yang
dia peroleh (As’ad, 1995).
Dengan demikian, maka motif berprestasi yang dimiliki individu dapat
menunjukkan potensi individu untuk menjadi seorang wirausahawan. Motif
berprestasi merupakan unsur kepribadian yang diperlukan seseorang, dalam hal
ini mahasiswa, untuk berani mengambil resiko menjadi wirausahawan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini
adalah:
Gambar 1
Kerangka Berpikir Penelitian
Keterangan: diperlukan
berhubungan
Krisis Ekonomi: - Pengangguran - Kemiskinan
Pemerintah
Mahasiswa
Faktor Kepribadian: a. Motif (dorongan)
Berprestasi b. Kemandirian c. Sikap terhadap uang d. Toleransi terhadap
perubahan
Perguruan Tinggi
Masyarakat
Kecenderungan Berwirausaha
mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
30
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ”Ada pengaruh positif motif
berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa”. Artinya,
semakin tinggi motif berprestasi yang dimiliki oleh mahasiswa maka akan
semakin tinggi pula kecenderungannya untuk berwirausaha, dan sebaliknya
semakin rendah motif berprestasi yang dimiliki oleh mahasiswa maka akan
semakin rendah pula kecenderungannya untuk berwirausaha.
Universitas Sumatera Utara