bab ii landasan teori - repository.uib.ac.idrepository.uib.ac.id › 1473 › 5 ›...

43
6 Universitas Internasional Batam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Jalan Menurut UU RI No 38 Tahun 2004 berisi tentang Jalan mengartikan jalan merupakan prasarana transportasi dari darat yang mencakupi segala bagian pada jalan, termasuk pelengkap bangunan dan pelengkapnya yang digunakan di permukaan tanah bagi lalu lintas, di atas permukaan tanah, diatas permukaan air, di atas permukaan tanah dan/atau air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan menurut UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diundangkan setelah UU No 38 menjelaskan jalan merupakan seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap serta perlengkapannya yang ditujukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di ats permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 2.1.1. Klasifikasi Kelas Jalan a. Klasifikasi menurut fungsi jalan yaitu terbagi atas Menurut A Policy on Geometric Design of Highway and Street (AASHTO, 2011), Klasifikasi fungsional jalan raya menetapkan tipe desain dasar yang akan digunakan untuk fasilitas itu. Dua kesulitan utama muncul dari pendekatan ini. Yang pertama melibatkan jalan bebas hambatan. Jalan bebas hambatan bukanlah kelas fungsional itu sendiri tetapi biasanya diklasifikasikan sebagai arteri utama. Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6 Universitas Internasional Batam

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. Jalan

    Menurut UU RI No 38 Tahun 2004 berisi tentang Jalan mengartikan “jalan

    merupakan prasarana transportasi dari darat yang mencakupi segala bagian pada

    jalan, termasuk pelengkap bangunan dan pelengkapnya yang digunakan di

    permukaan tanah bagi lalu lintas, di atas permukaan tanah, diatas permukaan air,

    di atas permukaan tanah dan/atau air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

    kabel”.

    Sedangkan menurut UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

    Angkutan Jalan yang diundangkan setelah UU No 38 menjelaskan “jalan

    merupakan seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap serta

    perlengkapannya yang ditujukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada

    permukaan tanah, diatas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau

    air, serta di ats permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel”.

    2.1.1. Klasifikasi Kelas Jalan

    a. Klasifikasi menurut fungsi jalan yaitu terbagi atas

    Menurut A Policy on Geometric Design of Highway and Street (AASHTO,

    2011), Klasifikasi fungsional jalan raya menetapkan tipe desain dasar yang akan

    digunakan untuk fasilitas itu. Dua kesulitan utama muncul dari pendekatan ini.

    Yang pertama melibatkan jalan bebas hambatan. Jalan bebas hambatan bukanlah

    kelas fungsional itu sendiri tetapi biasanya diklasifikasikan sebagai arteri utama.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 7

    Universitas Internasional Batam

    Namun, ia memiliki kriteria geometris unik yang menuntut penunjukan desain

    terpisah selain dari arteri lainnya. Oleh karena itu, bab terpisah tentang jalan raya

    telah dimasukkan bersama dengan bab tentang arteri, kolektor, dan jalan dan jalan

    lokal. Penambahan istilah “jalan bebas hambatan” yang umum dikenal untuk

    kelas fungsional dasar tampaknya lebih disukai daripada penerapan sistem tipe

    desain yang sepenuhnya terpisah.

    Kesulitan utama kedua adalah bahwa, di masa lalu, kriteria desain

    geometris dan tingkat kapasitas secara tradisional didasarkan pada klasifikasi

    rentang volume lalu lintas. Di bawah sistem seperti itu, jalan raya dengan volume

    lalu lintas yang sebanding dibangun dengan kriteria yang sama dan memberikan

    tingkat layanan yang sama, meskipun mungkin ada perbedaan besar dalam fungsi

    yang mereka layani.

    Di bawah sistem klasifikasi fungsional, kriteria desain dan tingkat layanan

    bervariasi sesuai dengan fungsi fasilitas jalan raya. Volume berfungsi untuk lebih

    menyempurnakan kriteria desain untuk setiap kelas.

    1) Jalan Arteri

    Arteri diharapkan memberikan tingkat mobilitas yang tinggi untuk

    perjalanan yang lebih panjang. Oleh karena itu, mereka harus

    menyediakan kecepatan operasi dan tingkat layanan setinggi mungkin

    dalam konteks area proyek. Karena akses ke properti berbatasan bukan

    fungsi utama mereka, beberapa tingkat kontrol akses diinginkan untuk

    meningkatkan mobilitas.

    2) Jalan Kolektor

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 8

    Universitas Internasional Batam

    Jalan kolektor memiliki fungsi ganda dalam mengakomodasi

    perjalanan yang lebih singkat dan memberi makan arteri. Mereka harus

    menyediakan beberapa t ingkat mobilitas dan juga melayani properti

    berbatasan. Dengan demikian, kecepatan desain menengah dan tingkat

    layanan sesuai.

    3) Jalan Lokal

    Jalan lokal memiliki panjang perjalanan yang relatif pendek, dan,

    karena akses properti adalah fungsi utama mereka, ada sedikit

    kebutuhan untuk mobilitas atau kecepatan operasi yang tinggi. Fungsi

    ini tercermin dengan penggunaan kecepatan desain dan tingkat layanan

    yang lebih rendah.

    Konsep fungsional penting bagi perancang. Meskipun banyak dari nilai

    desain geometris dapat ditentukan tanpa mengacu pada klasifikasi fungsional,

    perancang harus mengingat tujuan keseluruhan bahwa jalan atau jalan raya

    dimaksudkan untuk melayani, serta konteks area proyek. Konsep ini konsisten

    dengan pendekatan sistematis untuk perencanaan dan desain jalan raya.

    Langkah pertama dalam proses desain adalah mendefinisikan fungsi yang

    harus dilayani oleh fasilitas serta teks dari area proyek. Tingkat layanan yang

    diperlukan untuk memenuhi fungsi ini untuk volume dan komposisi lalu lintas

    yang diantisipasi memberikan dasar yang rasional dan hemat biaya untuk

    pemilihan kecepatan desain dan kriteria geometri dalam rentang nilai yang

    tersedia untuk perancang. Penggunaan klasifikasi fungsional sebagai jenis desain

    harus secara tepat mengintegrasikan perencanaan jalan raya dan proses desain.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 9

    Universitas Internasional Batam

    b. Klasifikasi menurut kelas jalan

    Pada Standar Nasional Indonesia tentang Teknik Perencanaan Geometrik

    Jalan Perkotaan 1999, kelas jalan dijelaskan sebagai berikut:

    1) Diklasifikasikan menurut beban lalulintas yang melintasi jalan,

    dinyatakan dengan MST (muatan sumbu terberat) dalam satuan ton.

    2) Klasifikasi kelas jalan serta kaitannya dengan fungsi jalan rencana

    dalan dilihat ditabel berikut:

    Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Kelas Jalan

    Kelas

    Jalan Fungsi Jalan

    Dimensi Kendaraan

    Maksimum Muatan

    Sumbu

    Terberat MST

    (Ton) Panjang

    (m)

    Lebar (m)

    I

    Arteri

    18 2,5 >10

    II 18 2,5 10

    III A 18 2,5 8

    III A Kolektor

    18 2,5 8

    III B 12 2,5 8

    III C Lokal 9 2,1 8 (Sumber: Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan 1999)

    c. Klasifikasi menurut medan jalan

    1) Medan jalan diklasifikasikan menurut dari kontur dan kelandaian

    mendan yang diukur menurut tegak lurus kontur.

    2) Klasifikasi menurut medan dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 2.2 Golongan Medan

    Golongan Meda Notasi Kemiringan Medan

    (%)

    Datar D 25

    (Sumber: Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1999)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 10

    Universitas Internasional Batam

    2.2. Perencanaan Geometrik

    2.2.1. Pengertian

    Shirley L.Hendarson (2000) perencanaan geometrik jalan merupakan

    perencanaan rute/jalur dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa

    komponen elemen yang disesuaikan sama kelengkapan dan basic data yang telah

    ada atau tersedia dari hasil survey di lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu

    kepada ketentuan/parameter yang berlaku.

    Kontrol utama dalam desain jalan raya geometris adalah karakteristik fisik

    dan proporsi kendaraan dari berbagai ukuran menggunakan jalan raya. Oleh

    karena itu, adalah tepat untuk memeriksa semua jenis kendaraan, menetapkan

    pengelompokan kelas umum, dan memilih kendaraan dengan ukuran representatif

    di dalam setiap kelas untuk penggunaan desain. Kendaraan yang dipilih ini,

    dengan bobot, dimensi, dan karakteristik operasi yang representatif, digunakan

    untuk membuat kontrol desain jalan raya untuk mengakomodasi kelas kendaraan

    yang ditunjuk dan dikenal sebagai kendaraan desain. Untuk keperluan desain

    geometrik, setiap kendaraan desain memiliki dimensi fisik yang lebih besar dan

    radius belok minimum yang lebih besar daripada kebanyakan kendaraan di

    kelasnya. Kendaraan desain terbesar biasanya ditampung dalam desain jalan bebas

    hambatan.

    2.2.2. Kriteria perencanaan

    Dalam perencanaan geometrik terdapat beberapa kriteria dalam

    perencanaan seperti satuan mobil penumpang, kendaraan rencana, volume lalu

    lintas, kecepatan rencana, dan jarak pandang, kriteria/syarat tersebut adalah

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 11

    Universitas Internasional Batam

    penentu tingkatan kenyamanan dan kemanan yang ditentukan dengan bentuk

    geometrik rencana jalan.

    a. Kendaraan rencana

    Kendaraan rencana (design vehicle), adalah kendaraan dengan dimensi,

    berat dan kontrol kendali tertentu yang digunakan pada perencanaan suatu

    jalan, supaya dapat menampung kendaraan dari titik yang direncanakan

    (Ir. Hamirhan Saodang MSCE, 2004).

    Rencana kendaraan dikategorikan menjadi 3:

    1) Kendaraan kecil, Kelas mobil penumpang mencakup mobil

    penumpang dari semua ukuran, kendaraan sport / utilitas, minivan,

    van, dan truk pick-up.

    2) Kendaraan sedang, kendaraan dengan 3 as tandem dan Bus termasuk

    antarkota (kereta motor), transit kota, sekolah, dan bus gandeng

    3) Kendaraan besar, mencakup truk unit tunggal, kombinasi traktor-

    semitrailer truk, dan traktor truk dengan semitrailer yang

    dikombinasikan dengan trailer penuh.

    b. Satuan Mobil Penumpang

    Satuan mobil penumpang (SMP) adalah jumlah dari mobil penumpang

    yang di ubah satuannya menggantikan posisi kendaran dengan jenis

    berbeda-beda, dengan kondisi jalan lain, pengawasan dan lalulintas yang

    berlaku.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 12

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.3 Dimensi Kendaraan Rencana

    Kategori

    Kendaraan

    Rencana

    Dimensi kendaraan

    (cm)

    Tonjolan

    Kendaraan

    (cm)

    Radius

    Putar

    Radius

    Tonjolan

    (cm) T L P D B Min Max

    Kendaraan

    Kecil 130 210 580 90 150 420 730 730

    Kendaraan

    Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410

    Kendaraan

    Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya Perkotaan 1999)

    Gamnbar 2.1 Dimensi kendaraan kecil

    Gambar 2.2 Dimensi kendaraan sedang

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 13

    Universitas Internasional Batam

    Gambar 2.3 Dimensi kendaraan besar

    c. Volume Lalu Lintas

    Sebagai parameter/pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan

    volume, volume lalu lintas menunjukkan nilai jumlah kendaraan yang

    melewati satu titik pengamatan (observasi) dalam satu satuan waktu (hari,

    jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi berbanding lurus dengan

    kebutuhan lebar perkerasan jalan sehingga dapat menciptakan kenyamanan

    serta keamanan, sedangkan jalan yang memiliki lebar perkersaan cukup

    besar dengan volume kendaraan rendah cukup membahayakan bagi

    pengendara, karena pengendara tidak dapat mengontrol kecepatan

    minimum pada jalan yang lengang tersebut. Dan dilain sisi dapat

    menyebabkan peningkatan biaya pembangunan jalan yang jelas tidak pada

    posisinya.

    Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubung dengan

    penentuan jumlah dan lebar lajur ialah:

    1) Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 14

    Universitas Internasional Batam

    LHR merupakan volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. LHR

    diperoleh dari analisa data survei dilapangan asal-tujuan dan volume

    lalu lintas disekitar jalan yang diamati.

    Lalu lintas harian rata-rata dihitung menggunakan rumus berikut:

    LHR

    ........................(1)

    2) Volume Jam Perencanaan

    Arus lalu lintas yang beragam dari jam ke jam dalam 1 (satu) hari

    mengakibatkan diperlukannya perencanaan volume lalu lintas dalam

    satu jam, perencanaan tersebut dinamakan volume jam perencanaan.

    Volume jam perencanaan dinyatakan dalam satuan SMP/jam dan

    dihitung menggunakan rumus:

    VPJ ...............................................................(2)

    Dimana, K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk. Nilai K

    diperoleh beragam antara 10 – 15% untuk jalan perencanaan antar

    kota, sedangkan untuk perencanaan jalan dalam kota faktor K akan

    lebih kecil (TGPJAK, 1997: 10)

    3) Kapasitas

    Kapasitas adalah kemampuan jalan dapat menampung jumlah

    kendaraan yang melintas dalam suatu penampang jalan pada lajur

    selama 1 (satu) jam dengan perkiraan kondisi lalulintas yang tertentu

    (Sukirman, 1994). Nilai kapasitas dapat didapat dari penyesuaian

    kapasitas dasar/ideal dengan kondisi dari jalan yang akan

    direncanakan.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 15

    Universitas Internasional Batam

    d. Kecepatan Rencana

    Kecepatan rencana (VR), digunakan untuk menjadi dasar perencanaan

    geometrik yang memungkinkan kendaraan dapat melaju dengan aman dan

    nyaman pada suatu kondisi cuaca yang ceras, arus lalulintas yang lengang

    dan pengaruh hambatan samping tidak terlalu berarti (Sukirman, 1994),

    Tabel 2.4 Kecepatan Rencana

    Fungsi Jalan Kecepatan Rencana Vr (Km/jam)

    Arteri Primer 50 – 100

    Kolektor Primer 40 – 80

    Arteri Sekunder 50 – 80

    Kolektor Sekunder 30 – 50

    Lokal Sekunder 30 – 50

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya Antar Kota Perkotaan 1999)

    Untuk kondisi medan-medan yang sulit, kecepatan rencana (Vr) pada

    suatu segmen ruas jalan dapat diturunkan dari kecepatan rencana sebanyak

    20 km/jam dan tidak boleh melebihi dari tersebut.

    2.2.3. Jarak Pandang

    Kemampuan pengemudi untuk melihat ke depan diperlukan untuk

    pengoperasian kendaraan di jalan raya yang aman dan efisien. Misalnya, di jalan

    kereta api, kereta api terbatas pada jalur tetap, namun sistem sinyal blok dan

    operator terlatih diperlukan untuk pengoperasian yang aman. Perancang harus

    memberikan jarak pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat

    mengontrol operasi kendaraan mereka untuk menghindari menabrak benda yang

    tidak terduga dalam perjalanan. Jalan raya dua jalur tertentu juga harus memiliki

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 16

    Universitas Internasional Batam

    jarak pandang yang cukup untuk memungkinkan pengemudi menggunakan jalur

    lalu lintas yang berlawanan untuk melewati kendaraan lain taddnpa mengganggu

    kendaraan yang melaju. Dua aspek jarak pandangan dibahas di bawah ini: (1)

    jarak pandangan yang dibutuhkan untuk berhenti, yang berlaku di semua jalan

    raya; (2) jarak pandang yang diperlukan untuk melewati kendaraan yang disalip,

    hanya berlaku di jalan raya dua lajur Jarak pandangan terdiri dari:

    a. Jarak Pandang Henti (Jh)

    Jarak pandang henti adalah panjang jalan di depan yang terlihat oleh

    pengemudi. Jarak pandang yang tersedia di jalan raya harus cukup panjang

    untuk memungkinkan kendaraan melaju pada atau di dekat kecepatan desain

    untuk berhenti sebelum mencapai benda diam di jalurnya. Meskipun panjang

    yang lebih besar dari jalan yang terlihat diinginkan, jarak penglihatan di

    setiap titik di sepanjang jalan harus setidaknya yang dibutuhkan untuk

    pengemudi atau kendaraan di bawah rata-rata untuk berhenti.

    Ls

    .................................(3)

    Menghentikan jarak pandang adalah jumlah dari dua jarak: (1) jarak yang

    dilalui oleh kendaraan dari saat pengemudi melihat suatu objek yang

    memerlukan pemberhentian saat rem diterapkan, dan (2) jarak yang

    diperlukan untuk menghentikan kendaraan dari aplikasi rem instan dimulai.

    Ini disebut masing-masing sebagai jarak reaksi rem dan jarak pengereman.

    Jh diukur berdasarkan pada asumsi bahwa tinggi mata pengemudi

    kendaraan ialah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan

    jalan. Jh terdiri atas dua elemen jarak, ialah:

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 17

    Universitas Internasional Batam

    1) Jarak tanggap (Jht) merupakan jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak

    pengemudi melihat suatu halangan yang dapat mengakibatkan ia harus

    berhenti hingga saat pengemudi menginjak rem,

    2) Jarak pengereman (Jhm) merupakan jarak yang dibutuhkan pengemudi

    untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai

    kendaraan dapat berhenti.

    Tabel 2.5 Jarak Pandang Henti (Jh)

    Vr (Km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

    Jh minimum (m) 185 160 130 105 85 65 50 35

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    b. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

    Jarak pandangan mendahului minimum untuk jalan dua lajur atau jalan

    sekitar dua kali jarak henti pandangan minimum pada kecepatan desain yang

    sama. Untuk menyesuaikan dengan jarak penglihatan yang lebih besar, area

    penglihatan yang jelas di bagian dalam kurva harus memiliki lebar lebih dari

    yang dibahas. A Policy on Geometric Design of Highway and Street

    (AASHTO, 2011),

    Tabel 2.6 Jarak Pandang mendahului (Jd)

    Vr (Km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

    Jd minimum (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    Jd diukur mengacu pada asumsi bahwa tinggi mata pengemudi kendaraan

    adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 15 cm.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 18

    Universitas Internasional Batam

    Gambar 2.4 Jarak Pandang Mendahului

    Jd ditentukan dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut

    Jd = d1 + d2 + d3 +d4

    Keterangan :

    d1 = jarak yang ditempuh selama reaction time oleh kendaraan yang hendak

    mendahului dan membawa kendaraanya yang hendak membelok ke

    jalur kanan.

    d2 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang mendahului selama berada

    dalam lajur kanan.

    d3 = jarak bebas yang ada diantara kendaraan yang berlawanan arah setelah

    gerakkan mendahului dilakukan.

    d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah ditempuh

    selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan mendahului

    yang berada pada lajur sebelah kanan atau sama dengan 2/3 d2.

    2.2.4. Komponen Penampang Melintang

    2.2.4.1. Jalur lalu lintas

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 19

    Universitas Internasional Batam

    a. Jalur lalu lintas merupakan bagian dari jalan yang dioeruntukkan untuk

    lalulintas pergerakkan kendaraan secara fisik yang berupa road pavement

    (perkerasan jalan).

    Batas jalur lalu lintas dapat berupa sebagai berikut:

    1) Median

    2) Bahu

    3) Trotoar

    4) Pulau Jalan

    5) Separator

    b. Jalur lalu lintas dapat terdiri dari berbagai berbagai lajur

    c. Jalur lalu lintas bisa terdiri atas beberapa tipe (1) 1 jalur-2lajur-arah (2/2)TB

    1) 1 jalur-2 lajur-1 arah (2/1 TB)

    2) 2 jalur-4 lajur-2 arah (4/2 B)

    3) 2 jalur-n lajur-2 arah (n/2 B), di mana n = jumlah lajur.

    Keterangan : TB = tidak Terbagi

    B = Terbagi

    d. Lebar Jalur

    1) Lebar jalur sangat dipengaruhi oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya.

    Tabel 2.7 menunjukkan lebar jalur jalan dan bahu jalan sesuai VLHR-nya.

    2) Lebar jalur minimum ialah 4,5 meter, memungkinkan 2 kendaraan

    berukuran kecil saling berpapasan. Papasan dua kendaraan yang besar

    yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan fungsi bahu jalan.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 20

    Universitas Internasional Batam

    2.2.4.2. Lajur

    a. Lajur merupakan bagian lurus memanjang jalur yang dibagi atau dibatasi oleh

    marka lajur, lebar lajur harus dapat dilewati oleh kendaraan bermotor yang

    disesuaikan dengan kendaraan rencana.

    b. Lebar lajur sangat tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang

    dalam hal ini dinyatakan dalam fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan pada

    tabel 2.7.

    c. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan

    Indonesia (MKJI) berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana

    untuk suatu ruas jalan yang dinyatakan oleh nilai rasio antara volume

    terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0,80.

    d. Untuk memperlancar arus aliran drainase permukaan, pada lajur alinyemen

    membutuhkan pada potongan melintang kemirinagan normal sebagai berikut:

    - 2-3% diperuntukkan untuk perkerasan beton dan aspal.

    - 4-5% diperuntukkan untuk coarst pavement.

    Gambar 2.5 Kemiringan melintang jalan normal

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 21

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.7 Penentuan Lebar dan Bahu Jalan

    (Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1999)

    Keterangan : **) = Mengacu persyaratan ideal

    *) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5 m, dimana n = jumlah lajur per jalur

    - = tidak ditentukan

    VLHR

    (smp/hr)

    Arteri Kolektor Lokal

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    Lebar

    Jalur

    (m)

    Lebar

    Bahu

    (m)

    25.000 2n x 3,5 2,5 2n x 7,0 2,0 2n x 3,5 2,0 **) **) - - - -

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 22

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.8 Lebar Lajur Ideal

    Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal

    (m)

    Arteri I

    II, III A

    3,75

    3,50

    Kolektor III A, III B 3,00

    Lokal III C 3,00

    (Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    2.2.4.3. Bahu Jalan

    Bahu merupakan bagian dari jalan yang berdekatan dengan cara

    perjalanan yang mengakomodasi kendaraan yang berhenti, penggunaan darurat,

    dan dukungan lateral dari subbase, landasan, dan permukaan. Dalam beberapa

    kasus, bahu dapat mengakomodasi pengendara sepeda. Lebar bervariasi dari

    hanya 0,6 m di jalan pedesaan kecil di mana tidak ada permukaan, atau

    permukaan diterapkan di atas seluruh landasan, hingga sekitar 3,6 m di jalan-jalan

    utama di mana seluruh bahu dapat distabilkan atau diaspal.

    a. Kemiringan bahu jalan normal berada diantara 3 - 5%

    b. Lebar bahu jalan bisa dilihat dalam tabel 2.7

    Gambar 2.6 Bahu Jalan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 23

    Universitas Internasional Batam

    2.2.5. Alinyemen Horizontal

    Alinyemen horizontal merupakan gambaran sumbu jalan pada bidang

    horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama trase jalan. Dalam

    alinyemen horizontal ada beberapa pembahasan perencanaan seperti, tikungan,

    diagram superelevasi, pelebaran perkerasan di tikungan dan kebebasan samping di

    tikungan.

    2.2.5.1. Tikungan

    A Policy on Geometric Design of Highway and Street (AASHTO, 2011),

    tikungan adalah nilai batas kelengkungan untuk kecepatan desain yang diberikan

    dan ditentukan dari tingkat maksimum superelevasi dan faktor gesekan sisi

    maksimum yang dipilih untuk desain (nilai batas tidak aktif). Penggunaan

    kelengkungan yang lebih tajam untuk kecepatan desain akan membutuhkan

    superelevasi di luar batas yang dianggap praktis atau untuk operasi dengan

    gesekan ban dan akselerasi lateral di luar apa yang dianggap nyaman oleh banyak

    pengemudi, atau keduanya. Jari-jari kelengkungan minimum didasarkan pada

    ambang kenyamanan pengemudi yang memadai untuk memberikan margin

    keselamatan terhadap penyaradan dan rollover kendaraan. Jari-jari minimum

    kelengkungan juga merupakan nilai kontrol penting untuk menentukan tingkat

    superelevasi untuk kurva yang lebih rata. Jari-jari minimum kelengkungan pada

    tikungan dapat dilihat pada tabel 2.10.

    Rmin

    ..............................................................................(4)

    Dimana : Rmin = Jari-jari minimum

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 24

    Universitas Internasional Batam

    Vr = Kecepatan Rencana

    = Elevasi maksimum (ditetapkan10%)

    f = Koefisien gesek (f = 0,14 s/d 0,24)

    Tabel 2.9 Jari-jari Tikungan yang memerlukan lengkung peralihan

    Kecepatan Rencana

    (Km/jam)

    Jari-jari Lengkungan

    (meter)

    120

    100

    80

    60

    50

    40

    30

    20

    600

    370

    280

    210

    115

    80

    50

    15

    (Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya; 95)

    Tabel 2.10 Panjang Bagian Lengkung Minimum

    Kecepatan Rencana

    (Km/jam)

    Panjang Tikungan

    Minimum (meter)

    100

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    170

    155

    135

    120

    105

    85

    70

    55

    (Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan,1999)

    2.2.5.2. Kemiringan Melintang pada Lengkung Horizontal (Superelevasi)

    A Policy on Geometric Design of Highway and Street (AASHTO, 2011),

    Tingkat maksimum superelevasi yang digunakan di jalan rencana sangati

    dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kondisi medan, alam, jenis area, dan

    frekuensi kendaraan yang bergerak sangat lambat yang operasinya mungkin

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 25

    Universitas Internasional Batam

    dipengaruhi oleh tingkat superelevasi yang tinggi. Pertimbangan faktor-faktor ini

    bersama-sama mengarah pada kesimpulan bahwa tidak ada tingkat superelevasi

    maksimum tunggal yang berlaku secara universal. Namun, hanya menggunakan

    satu tingkat superelevasi maksimum dalam suatu wilayah dengan iklim dan

    penggunaan lahan yang serupa adalah hal yang diinginkan, karena praktik

    semacam itu meningkatkan konsistensi desain.

    Tingkat superelevasi tertinggi untuk jalan raya yang umum digunakan

    adalah 10 persen, meskipun 12 persen digunakan dalam beberapa kasus. Tingkat

    superelevasi di atas 8 persen hanya digunakan di daerah tanpa salju dan es.

    Meskipun tingkat superelevasi yang lebih tinggi menawarkan keuntungan bagi

    pengemudi yang bepergian dengan kecepatan tinggi, praktik saat ini menganggap

    bahwa nilai lebih dari 12 persen berada di luar batas praktis. Praktik ini mengakui

    efek gabungan dari proses konstruksi, kesulitan perawatan, dan pengoperasian

    kendaraan dengan kecepatan rendah.

    Tahapan pencapaian superelevasi ke masksimum dilalu secara bertahap

    dimulai dari keminginga lengkung peralihan normal pada bagian lurus jalan

    hinggap pada kemiringan peduh superelevasi. (Shirley L.Hendarsin, 2000)..

    a. Pada tikungan S-C-S (Spiral-Circle-Sprial), superelevasi dicapai mulai

    dari garis lurus lengkung peralihan (Ls) diawali dengan superelevasi

    normal hingga akhir lengkung peralihan hinnga superelevasi maksimum

    pada bagian awal lengkung hingga akhir lengkung.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 26

    Universitas Internasional Batam

    b. Pada tikungan FC (Full Circle), superelevasi dicapai dimulai dari 2/3

    lengkung peralihan hingga sampe pada bagian lengkung penuh penjang

    1/3 Ls.

    c. Pada tikungan S-S (Spiral-Spiral), untuk mencapai superelevasi

    seluruhnya dilakukan hanya pada bagian spiral.

    2.2.5.3. Lengkung Peralihan

    Lengkung peralihan berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada

    pengendara untuk mengantisipasi perubahan garis melintang (alinyemen) jalan

    dari bentuk jalan lurus (R tak hingga) sampai pada bagian lengkung jalan berjari

    tetap R. Dengan hal tersebut, gaya dorong keluar kendara (sentrifugal) yang

    bekerja pada kendaraan saat melintasi tikungan berubah secara berangsur-angsur,

    baik saat kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.

    Ketentuan lengkung peralihan sebagai berikut:

    a) Bentuk lengkung peralihan yang digunakan adalah bentuk spiral

    (clothhoide).

    b) Panjang lengkung peralihan (Ls) didapat dari perhitungan

    berikutsebagai berikut :

    Ls

    ........................................................................(5)

    Dimana : T = Waktu temput pada Ls, 2 detik

    Vr = Kecepatan Rencana

    Tabel 2.11 Panjang minimum lengkung peralihan, Ls (m)

    Vr (km/jam) 100 90 80 70 60 50 40 30

    Ls (m) 56 50 44 39 33 28 22 12

    (Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 27

    Universitas Internasional Batam

    2.2.5.4. Pelebaran Jalur Lalulintas di Tikungan

    Menurut DPU (1997), kendaraan yang berjalan menuju tikungan dari

    bagian lurus jalan biasanya tidak dapat mempertahankan kontrol terhadap jalu

    lalulintasnya. Hal ini disebabkan karena :

    a. Pada waktu berbelok pertama kali cuma roda depan, sehingga pada

    lintasan roda belakang agak keluar dari lajur (off tracking).

    b. Jarak lintasan kendaraan tidak lagi dapat berimpit, karena bemper depan

    kendaraan dan belakang kendaraan akan memiliki lintasan yang berbeda

    dengan lintasan roda depan kendaraan dan roda belakang kendaraan.

    c. Pengemudi akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan lintasannya

    tetap berada pada lajur jalannya terutama di tikungan-tikungan yang tajam

    atau pada kecepatan-kecepatan yang cukup tinggi.

    Perlu perkerasan jalan yang diperlebar pada tikungan-tikungan yang tajam

    untuk menghindari hal-hal tersebut. Pelebaran perkerasan ini adalah faktor dari

    kecepatan kendaraan, jari-jari lengkung, ukuran kendaraan rencana, dan jenis

    kendaraan yang akan diperuntukkan sebagai jalan perencanaan., jenis kendaraan

    relatif sendang seperti semi trailer merupakan kendaraan rencana yang cocok pada

    desain pelebaran pada tikungan ini.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 28

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.12 Pelebaran ditikungan untuk lebar jalur 2,5m, 2 arah atau 1 arah

    R (m) Kecepatan Rencana, Vr (km/jam)

    50 60 70 80 90 100 110 120

    1500

    1000

    750

    500

    400

    300

    250

    *200

    150

    140

    130

    120

    110

    100

    90

    80

    70

    0,0

    0,0

    0,0

    0,2

    0,3

    0,3

    0,4

    0,4

    0,6

    0,7

    0,7

    0,7

    0,7

    0,8

    0,8

    1,0

    1,0

    0,0

    0,0

    0,0

    0,3

    0,3

    0,4

    0,5

    0,7

    0,8

    0,8

    0,8

    0,8

    0,0

    0,1

    0,1

    0,3

    0,4

    0,4

    0,5

    0,8

    0,0

    0,1

    0,1

    0,4

    0,4

    0,5

    0,6

    0,0

    0,1

    0,1

    0,4

    0,5

    0,5

    0,0

    0,1

    0,2

    0,5

    0,5

    0,0

    0,2

    0,3

    0,5

    0,1

    0,2

    0,3

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 29

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.13 Pelebaran ditikungan untuk lebar jalur 2x3.00 m, 2 arah atau 1 arah

    R (m) Kecepatan Rencana, Vr (km/jam)

    50 60 70 80 90 100 110

    1500

    1000

    750

    500

    400

    300

    250

    *200

    150

    140

    130

    120

    110

    100

    90

    80

    70

    0,3

    0,4

    0,6

    0,8

    0,9

    0,9

    1,0

    1,2

    1,3

    1,3

    1,3

    1,3

    1,3

    1,4

    1,4

    1,6

    1,7

    0,4

    0,4

    0,6

    0,9

    0,9

    1,0

    1,1

    1,3

    1,4

    1,4

    1,4

    1,4

    0,4

    0,4

    0,7

    0,9

    1,0

    1,0

    1,1

    1,3

    0,4

    0,5

    0,7

    1,0

    1,0

    1,1

    1,2

    1,4

    0,4

    0,5

    0,7

    1,0

    1,1

    0,5

    0,5

    0,8

    1,1

    1,1

    0,6

    0,6

    0,8

    1,0

    (sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Pekotaan, 1999)

    2.2.5.5. Kebebasan Samping pada Tikungan

    Jarak pandang lengkung horizontal (ditikungan) bagi pengemudi

    merupakan penglihatan bebas pengemudi dari berbagai benda-benda yang

    menghalangi disisi jalan. Daerah samping tikungan dapat dihitung berdasarkan

    rumus-rumus sebagai berikut :

    a. Jarak pandang lebih kecil dari pada lengkung tikungan (Jh < Lt)

    Rumus yang digunakan :

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 30

    Universitas Internasional Batam

    E = (

    ).....................................................................(6)

    Dimana : Jh = Jarak pandang henti (Jh)

    Lt = Panjang tikungan (m)

    E = Daerah kebebasan samping (m)

    R = Jari-jari tikungan

    Gambar 2.7 Daerah bebas samping pada tikungan untuk Jh Lt)

    E = (

    ) (

    )............................(7)

    Dimana :

    E = Daerah kebeasan samping (m)

    Jh = Jarak pandang henti (Jh)

    Lt = Panjang tikungan (m)

    E = Daerah kebebasan samping (m)

    R = Jari-jari tikungan

    R’ = Jari-jari sumbu lajur

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 31

    Universitas Internasional Batam

    Gambar 2.8 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh> Lt

    Untuk menetapkan besarnya kebebasan samping yang diperlukan juga dapat

    menggunakan tabel 2., tabel 2., dan tabel 2. yang dihitung menggunakan

    persamaan 2.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 32

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.14 Nilai E (m) untuk Jh

  • 33

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.15 Nilai E (m) untuk Jh>L, Vr (km/jam) dan Jh (m), dimana Jh-Lt=25

    R (m) 20 30 40 50 60 80 100 120

    16 27 40 55 75 120 175 250

    6000

    5000

    3000

    2000

    1500

    1200

    1000

    800

    600

    500

    400

    300

    250

    200

    175

    150

    130

    120

    110

    100

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    15

    1,5

    1,6

    1,9

    2,2

    2,6

    3,3

    4,4

    6,4

    8,4 Rmin=15

    1,5

    1,7

    2,0

    2,2

    2,4

    2,6

    2,9

    3,2

    3,7

    4,3

    5,1

    6,4

    8,4 Rmin=30

    1,5

    1,8

    2,2

    2,6

    3,0

    3,5

    3,7

    4,1

    4,5

    5,0

    5,6

    6,4

    7,4

    8,8 Rmin=50

    1,8

    2,4

    2,9

    3,6

    4,1

    4,8

    5,5

    6,0

    6,5

    7,2

    7,9

    8,9 Rmin=80

    1,5

    2,0

    2,3

    2,9

    3,9

    4,7

    5,8

    6,7

    7,8

    8,9

    9,7 Rmin=115

    1,5

    2,1

    2,5

    3,2

    4,2

    5,1

    6,4

    8,5

    10,1 Rmin=210

    1,6

    2,5

    3,3

    4,1

    4,9

    6,1

    8,2

    9,8

    12,5 Rmin=350

    1,6

    1,9

    3,1

    4,7

    6,2

    7,8

    9,4

    11,7

    15,6

    18,6 Rmin=500

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1999)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 34

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.16 Nilai E (m) untuk Jh>L, Vr (km/jam) dan Jh (m), dimana Jh-Lt=50

    R (m) 20 30 40 50 60 80 100 120

    16 27 40 55 75 120 175 250

    6000

    5000

    3000

    2000

    1500

    1200

    1000

    800

    600

    500

    400

    300

    250

    200

    175

    150

    130

    120

    110

    100

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    15

    1,5

    1,8

    1,9

    2,1

    2,3

    2,6

    2,9

    3,3

    3,9

    4,6

    5,8

    7,6

    11,3

    14,8 Rmin=15

    1,7

    2,1

    2,4

    2,9

    3,3

    3,6

    3,9

    4,3

    4,7

    5,3

    6,1

    7,1

    8,5

    10,5

    13,9 Rmin=30

    1,7

    2,3

    2,8

    3,5

    4,0

    4,7

    5,4

    5,8

    6,3

    7,0

    7,7

    8,7

    9,9

    11,5

    13,7 Rmin=50

    1,8

    2,1

    2,7

    3,5

    4,3

    5,3

    6,1

    7,1

    8,1

    8,8

    9,6

    10,5

    11,7

    13,1 Rmin=80

    1,6

    2,1

    2,7

    3,3

    4,1

    5,5

    6,5

    8,2

    9,3

    10,8

    12,5

    13,5 Rmin=115

    1,6

    2,2

    2,7

    3,3

    4,1

    5,5

    6,6

    8,2

    10,9

    13,1 Rmin=210

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,5

    10,0

    12,0

    15,0 Rmin=350

    1,8

    2,2

    3,6

    5,5

    7,3

    9,1

    10,9

    13,6

    18,1

    21,7 Rmin=500

    (Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1999)

    2.2.6. Alinyemen Vertikal

    Alinyemen vertikal dapat terdiri dari bagian-bagian seperti vertikal landai

    dan vertikal bagian lengkung. Di lihat dari titik perencanaan awal, landai bagian

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 35

    Universitas Internasional Batam

    vertikal dapat bisa berupa turunan (landai negatif), tanjakkan (landai positif), atau

    datar (landai nol).

    Bagian pada lengkung vertikal bisa berupa bentuk cekung lengkung atau

    cembung lengkung. Perencanaan pada alinyemen vertikal yang mengikuti muka

    tanah asli akan mengurangi perkerjaan galian dan timbunan tanah, tetapi mungkin

    saja dapat mengakibatkan jalan tersebut banyak memiliki beberapa tikungan.

    Dengan demikian penarikkan alinyemen vertikal dipengaruhi dengan berbagai

    pertimbangan yaitu kondisi tanah dasar, fungsi jalan, keadaan medan, muka air

    tanah, muka air banjir, kelandaian yang masih memungkinkan, ada beberapa hal

    yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu :

    2.2.6.1. Kelandaian pada Alinyemen Vertikal

    1) Landai Minimum

    Berdasarkan keperluan arus lalu lintas, landai yang ideal merupakan

    landai datar sebesar 0%. Sebaliknya jika ditinjau dari keperluan drainase,

    jalan yang berlandai merupakan jalan yang ideal. Dalam suatu

    perencanaan disarankan menggunakan :

    - Landai datar pada jalan-jalan yang diatas timbunan tanah yang tidak

    memiliki kereb. Lereng jalan yang melintang dianggap cukup

    mengaliri air di atas bagian badan jalan dan kemudian menuju ke

    lerengg jalan.

    - Landai 0,15 % diperuntukkan pada jalan-jalan yang berada diatas

    timbunan tanah dengan kondisi medan yang datar dan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 36

    Universitas Internasional Batam

    mempergunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu untuk

    menglirkan air hujan menuju saluran pembuangan.

    - Landai minimum sebesar 0,3-0,5 % disarankan untuk dipergunakan di

    daerah galian pada jalan-jalan atau kereb jalan yang digunakan.

    Lereng melintang hanya cukup untuk dapat mengalirkan air hujan

    yang jatuh diatas pada bagian badan jalan, sedangkan landai jalan

    dibutuhkan untuk membuat kemiringan pada dasar saluran samping.

    2) Landai Maksimum

    Kelandaian maksimum dimaksudkan agar dapat kendaraan bergerak

    memungkinkan terus tanpa kehilangan kecepatan yang cukup berarti.

    Maksimum kelandaian didasarkan dengan truk berkecepatan yang

    bermuatan penuh dan mampu berjalan dengan penurunan kecepatan tidak

    lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi

    rendah.

    Kelandaian maksimum dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 2.17 Kelandaian Maksimum

    Vr (km/jam) 100 90 80 70 60 50

    Kelandaian Max 5 5 6 6 7 8

    (Sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    3) Panjang Kritis Suatu Kelandaian

    Panjang kritis merupakan panjang landai maksimum yang harus

    disediakan supaya kendaraan dapat mempertahankan kecepatan

    kendaraannya sedemikian agar penurunan kecepatan tidak terjadi lebih

    dari separuh kecepatan rencana.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 37

    Universitas Internasional Batam

    Tabel 2.18 Panjang Kritis

    Kecepatan pada awal

    tanjakkan km/jam

    Kelandaian %

    4 5 6 7 8 9 10

    80 630 460 360 270 230 230 200

    60 320 210 160 120 110 90 80

    (Sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1999)

    2.6.6.2. Lengkung Vertikal

    Panjang minimum lengkung vertikal puncak berdasarkan kriteria jarak

    pandang umumnya memuaskan dari sudut pandang keselamatan, kenyamanan,

    dan penampilan. Pengecualian mungkin ada di area seperti jalan keluar ramp, di

    mana jarak penglihatan yang lebih panjang dan, oleh karena itu, lengkung vertikal

    yang lebih panjang harus disediakan.

    Tabel 2.19 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

    Kecepatan Rencana

    (km/jam)

    Perbedaan Kelandaian

    Memanjang (%) Panjang Lengkung (m)

    60

    1

    0,6

    0,4

    20 – 30

    40 – 80

    80 – 150

    (Sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, 1999)

    Jenis lengkung vertikal dapat dilihat dari garis rencana yang yang terletak

    pada titik perpotongan kedua garis rencana (tangen) ada dua yaitu lengkung

    cekung vertikal serta lengkung cembung vertikal.

    Rumus Umum :

    ...............................................................(8)

    1) Lengkung vertikal cembung merupakan lengkung dimana letak singgung

    garis rencana berada di atas permukaan jalan yang direncanakan.

    Y’

    .....................................................................(9)

    A = q2 – q

    1...................................................................(10)

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 38

    Universitas Internasional Batam

    Dimana

    EV =Penyimpangan kedua dari titik potong kedua tangen

    kelengkungan vertikal (Y’ = EV untuk x = ½ L)

    L = Panjang lengkung vertikal cembung

    Gambar 2.9 Lengkung Vertikal Cembung

    2) Lengkung vertikal cekung merupakan lengkung dimana posidi titik

    potongan garis lurus antara kedua tangen berada pada bawah permukaan

    jalan.

    Dalam menentukan nilai A = q2 – q

    1 ada dua cara, yaitu :

    a. Bila persen ikut serta dihitung maka rumus yang digunakan seperti

    pada lengkung cembung.

    b. Bila persen tidak digunakan dalam rumus maka rumus menjadi :

    Y’

    ........................................................(11)

    Gambar 2.10 Lengkung Vertikal Cekung

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 39

    Universitas Internasional Batam

    2.3. Pelengkap Jalan

    2.3.1. Marka Jalan

    Rambu lalu lintas, marka jalan, dan sinyal lalu lintas berhubungan

    langsung dengan, dan melengkapi, desain jalan raya. Mereka adalah fitur penting

    dari kontrol lalu lintas dan operasi yang dipertimbangkan perancang dalam tata

    letak geometris dari fasilitas tersebut. Dengan

    Sejauh mana perangkat kontrol lalu lintas digunakan tergantung pada

    volume lalu lintas, jenis fasilitas, dan tingkat kontrol lalu lintas yang sesuai untuk

    operasi yang aman dan efisien. Jalan raya arteri biasanya merupakan rute

    bernomor tipe cukup tinggi dan memiliki volume lalu lintas yang relatif tinggi. Di

    jalan raya seperti itu, rambu dan marka digunakan secara luas dan sinyal lalu

    lintas sering digunakan di daerah perkotaan. Jalan kolektor dan lokal biasanya

    memiliki volume dan kecepatan yang lebih rendah dan karenanya biasanya

    membutuhkan lebih sedikit perangkat pengontrol lalu lintas. Desain geometrik

    fasilitas harus ditambah dengan marka dan rambu yang efektif sebagai sarana

    untuk memberi informasi, peringatan, dan mengendalikan pengguna selama

    operasi siang dan malam dan di bawah berbagai kondisi lingkungan. Rencana

    marka dan rambu harus dikoordinasikan dengan penyelarasan horizontal dan

    vertikal, penghalang jarak pandang, kecepatan dan manuver operasional, dan item

    lain yang dapat diterapkan sebelum penyelesaian desain. Untuk persyaratan dan

    panduan mengenai desain, lokasi, dan penerapan tanda dan tanda

    2.3.2. Marka Membujur

    a. Marka Membujur Garis Utuh

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 40

    Universitas Internasional Batam

    Marka jalan garis utuh sebagai peringatan bagi pengendara yang melintas

    untuk tidak melewati batas yang telah tandai dengan marka garis utuh secara

    membujur, marka garis utuh dapat juga sebagai tanda bagi tepi jalur.

    Gambar 2.11 Standar Marka Membujur Garis Utuh

    b. Marka Membujur Garis Putus-Putus

    Sebagai tanda pembagi jalur yang memiliki lebih dari 1 lajur serta sebagai

    tanda peringatan bagi pengemudi untuk hati dalam pengambilan lajur.

    Gambar 2.12 Standar Marka Membujur Garis Putus-Putus

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 41

    Universitas Internasional Batam

    2.3.3. Marka Lambang

    a. Paku Jalan

    Paku Jalan difungsikan sebagai alat pemantul cahaya kendaraan lalulintas

    khususnya pada malam hari. Paku jalan dengan warrna reflektor kuning berfungsi

    sebagai tanda pemisah jalur ataupun lajur lalulintas, paku jalan dengann reflektor

    cahaya merah biasanya ditempatkan gasri batas di sisi jalan, paku jalan dengan

    reflektor cahaya berwarna putih berfungsi sebagai tanda pembatas sisi kanan

    jalan, paku jalan lalu lintas biasanya ditempatkan untuk:

    - Menjadi batas sisi tepi pada jalur lalu lintas ;

    - Marka membujur dapat berupa garis putus-putus sebagai tanda peringatan ;

    - Difungsikan sebagai sebagai pemisah jalur;

    - Marka membujur sebagai pemisah untuk jalur bus;

    - chevron untuk Marka lambang;

    - Pulau lalu lintas;

    Gambar 2.13 Paku jalan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 42

    Universitas Internasional Batam

    b. Rambu-Rambu Lalu Lintas

    Desain geometrik fasilitas harus ditambah dengan rambu yang efektif

    sebagai sarana untuk memberi informasi, peringatan, dan mengendalikan

    pengguna selama operasi siang dan malam dan di bawah berbagai kondisi

    lingkungan. Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut:

    1. memenuhi akan kebutuhan pengendara.

    2. mendapat respek dan menarik perhatian pengguna jalan.

    3. mudah dimengerti dan memberikan pesan sederhana.

    4. memberikan waktu yang cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan

    respon.

    Seperti yang disebutkan diatas untuk memenuhi hal tersebut, beberapa

    pertimbagan dalam pemasangan rambu yang wajib diperhatikan untuk

    perencanaan pemasangan rambu adalah:

    1. Keseragaman bentuk dan ukuran rambu

    Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas harus memudahkan tugas

    pengemudi agar dapat mengenal, memahami dan memberikan respon.

    Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan dapat

    menghasilkan konsistensi persepsi dan respon terhadap pengemudi.

    2. Desain rambu

    Bentuk, warna, serta ukuran dan tingkat refleksi memenuhi standar, dapat

    dengan mudah direspon pengemudi dan dapat mudah dipahami dan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 43

    Universitas Internasional Batam

    memberikan waktu bagi pengemudi untuk melakukan tindakan selanjutnya

    agar dapat mempertahankan keamanan dan kenyamanan.

    3. Lokasi rambu

    Harus dapat dengan mudah dilihat pengendara jauh dari penghalang yang

    mengganggu lokasi penempatan rambu agar dengan cepat direspon oleh

    pengendara.

    4. Operasi rambu

    Rambu yang benar tepat pada lokasi yang dan pas harus memenuhi

    kebutuhan akan lalu lintas dan dibutuhkan pelayanan yang konsisten dengan

    memasang rambu sesuai dengan kebutuhan.

    5. Pemeliharaan rambu

    Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi baik.

    2.3.4. Jarak Penempatan

    1. Rambu Sebelah Kiri

    Gambar 2.14 Penempatan Rambu pada Sisi Kiri Jalan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 44

    Universitas Internasional Batam

    2. Rambu Sebelah Kanan

    Gambar 2.15 Penempatan Rambu pada Sisi Kanan/median Jalan

    2.4. Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu menjadi salah satu refrensi penulis dalam melakukan

    penelitian dalam tugas akhir ini. Dari penelitian yang dilakukan terdahulu, penulis

    mengambil beberapa penelitian sebagai refrensi dalam memperkaya bahan kajian

    pada penilitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa

    karya tulis terkait dengan penelitian penulis lakukan :

    1. Merhrabani BB dan Mirbaha B (2018), melakukan penelitian tentang

    hubungan antara bentuk geometrik jalan dan bahu jalana (roadside)

    dengan tingkat keamanan berkendara dan pengaturan

    kecepatanapengendara, penelitian tersebut melakukan pemodelan

    penelitian dengan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan

    dua variabel utama yaitu efek geometrik dan efek bahu jalan (roadside).

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 45

    Universitas Internasional Batam

    Gambar 2.16 Hubungan geometrik dan bahu jalan (roadside) dengan

    keamanan dan kecepatan pengendara

    2. Razeb, K (2017) melakuka penelitian dengan judul evaluasi alinyemen

    vertikal dan alinyemen horizontal di ruas jalan dermaga, kabupaten Bogor

    mengacu pada standar Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dalam Tata

    Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) 1997.

    Berdasarkan hasil penelitiannyalebar jalan dan bahu jalan belum

    memenuhi standar TPGJAK sehingga perlu dilakukan pelebaran jalur dan

    bahu jalan pada beberapa titik agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    Dan pada pengukuran aktual nilai radius minimum (Rmin) dan

    superelevasi didapat hasil sebesar 100 m dan 5,7%. Data tersebut sudah

    sesuai dengan data perhitungan menurut data-data aktual sebesar 99,92 m

    dan superelevasi maksimum 10%. Namun pada pengukuran aktual nilai

    daerah bebas samping dan pelebaran jalan belum sesuai karena hanya

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 46

    Universitas Internasional Batam

    memiliki nilai sebesar 3,2 dan 1 m, sedangkan dalam evaluasinya yaitu

    minimum 4,9 m dan 1,4 m.

    3. Dzaky, S (2018) melakukan penelitian dengan judul evaluasi geomtri dan

    perlengkapan jalan lingkar leuwiliang Bogor berdasarkan RSNI T-14-2004

    dan pedoman No. 038/TBM/1997 serta perlengkapan jalan berdasarkan

    pedoman No. 01/P/BNKT/1991 dan SNI 7391:2008 di jalan Lingkar

    Leuwiliang Bogor. Hasil dari penelitian menunjukkan disain geometri dan

    perlengkapan jalan ini belum sesuai standar. Kecepatan yang digunakan

    sebagai batas kecepatan adalah 50 km/jam. Daerah bebas samping pada

    tikungan ke-4 sebesar 3m kurang dari standar (3,04 m), terdapat

    kelandaian yang melebihi standar 9% pada beberapa segmen pada

    alinyemen vertikal. Tidak terdapat marka jalan pada jalan ini maka dibuat

    disain markagaris utuh pada tepi jalan. Marka garis putus –putus didisain

    pada Sta 0+000 sampai Sta 0+200 dan marka garis utuh pada Sta 0+200

    sampai Sta 0+974.5 pada pembatas jalan.Tidak terdapat lampu penerangan

    jalan pada tiang ke-7 sampai tiang ke-22. Untuk itudibuat disain lampu

    penerangan pada tiang tersebut dengan jenis lampu SON 100 W pada tiang

    dengan ketinggian 6 m dari permukaan tanah.

    4. Dwijayanto, P, et, al (2013) melakukan penelitian dengan judul tinjauan

    geometrik jalan pada ruas jalan Airmadidi-Tondano menggunakan alat

    bantu GPS dengan bantuan Garmin GPSmap 60Csx untuk mendapatkan

    data elevasi dan koordinat jalan Airmadidi-Tondano dengan cara

    melakukan tracking sepanjang 3.00 km, dengan menggunakan bantuan

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 47

    Universitas Internasional Batam

    software AutiCAD Land Dekstop 2007 menghasilkan trase jalan

    sepanjang 2961.464 m dimana trase sebelumnya 3447.869, yang terdiri

    dari 15 tikungan dengan 1 tikungan full-circle, 7 tikungan spiral-circlr-

    spiral, 3 tikungan spiral-spiral dan 2 tikungan gabungan dengan radius

    lengkung yang berbeda-beda dimana tipe lengkung spiral-circle-circle-

    spiral. Untuk perencanaan alinyemen vertikal menghasilkan 15 lengkung

    dengan tipe lengkung yaitu 6 lengkung vertikal cekung dan 9 lengkung

    vertikal cembung.

    5. Kiki, T, et, al (2014) melakukan penelitian dengan judul evaluasi

    kelayakan teknis jalan Lingkar Salatiga pada penelitian kinerja jalan,

    bahwa jalan lingkar Salatiga masih mampu melayani volume kendaraan

    dibuktikan dengan nilai derajat kejenuhan sebesar 0,633 < 0,75. Pada

    alinyemen horizontal yang tidak memenuhi adalah jarak antar tikungan

    dimana jarak tersebut kurang dari setengah jarak total antar tikungan yang

    berdekatan, Maka perlu adanya perubahan dalam bentuk pengurangan jari-

    jari tikungan. Sedangkan pada alinyemen vertikal yang tidak memenuhi

    terdapat pada kelandaian pada beberapa lengkung, dimana kelandaian

    tersebut lebih dari kelandaian maksimum yang diijinkan yaitu sebesar 8%.

    Maka perlu diadakan perubahan kelandaian pada lengkung yang tidak

    memenuhi tersebut.

    6. Bayu Chandra, F, et, al (2014) melakukan penelitian dengan judul evaluasi

    perencanaan geometrik jaringan jalan di dalam Universitas Brawijaya

    Malang Dari hasil analisis, lengkung PPV 1 dan PPV 2 sudah sesuai

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019

  • 48

    Universitas Internasional Batam

    dengan StandardPerencanaan Geometrik untuk Jalan Kotatahun 1992 pada

    kriteria kelandaian maksimum dan panjang lengkung vertikal. Dari total

    empat alinyemen horizontal yang ada pada lokasi studi, dua tikungan (C1

    dan C2) tidak memenuhi standard perencanaan jalan yang dikeluarkan

    oleh DirjenBina Marga untuk jalan kotatahun 1992 pada aspek jari-jari

    tikungan. Pada dua titik alinyemen vertikal yang dikaji, dilakukan

    perencanaan ulang pada semua titik. Hal tersebut dilakukan agar tercipta

    keselarasan yang baik pada kedua titik tersebut. Untuk PPV 1

    direncanakan ulang menggunakan lengkung vertikal cembung dan PPV 2

    menggunakan lengkung vertikal cekung.Pada alinyemen horizontal,

    tikungan C1 dan C2 yang tidak memenuhi persyaratan radius tikung,

    dilakukan perbaikan dengan mengubah radius tikungan sesuai dengan

    peraturan. Untuk tikungan C3 dan C4 yang sudah memenuhi syarat, tetap

    dilakukan perbaikan dengan penyesuaian garis tangen sehingga tercipta

    kenyamanan geometrik yang lebih optimal dan dalam satu garis lurus

    dengan tikungan sebelumnya.

    Yan Heri Fikri, Evaluasi Geometrik dan Pelengkap Jalan pada Ruas Jalan Gajah Mada. Batam. 2019. UIB Repository©2019