bab ii landasan teori

18
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya terdiri dari sederatan area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefesienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production-line balancing, assembly-line balancing atau hanya line balancing. Penyeimbangan mesin – mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin - mesin yang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputusl – putus, dan lain-lain perlu dilakukan. 4

Upload: arie-gonzales

Post on 09-Jul-2016

14 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bmvcgjn

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Line Balancing

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang

dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

terdiri dari sederatan area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang

atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-

macam alat.

Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk

dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak

dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefesienan kerja di

beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang

lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut

production-line balancing, assembly-line balancing atau hanya line balancing.

Penyeimbangan mesin – mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus

dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki

kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin - mesin yang dipakai baik itu

dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun

memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin

secara terputusl – putus, dan lain-lain perlu dilakukan.

Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan

berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati stasiun kerjanya.

Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, semua atau hampir semua stasiun kerja terlibat

dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang

dilaluinya.

Waktu yang dibutuhkan dalam meyelesaikan pekerjaan pada msing-masing stasiun

kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia pada

masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Dimana waktu siklus biasanya sama

dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk

melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga

seluruh workcenter atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur

(float time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan

4

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI

5

waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk

membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga untuk

meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada workcenter

berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan yang sempurna

terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur.

Pada Line balancing ini, tidak mudah untuk direduksi menjadi model atau

algoritma yang sederhana karena terlalu banyak fleksibilitas dan variabilitas dari faktor

manusianya. Hal ini disebabkan karena karyawan pada lintasan produksi menjalankan satu

atau beberapa mesin dengan melakukan pekerjaan lain seperti melihat prosedur kerja yang

belum selesai dikerjakan, memeriksa tool diantara siklus mesin, menangani setup mesin

dan inspeksi pekerjaan, meninggalkan tugas untuk tugas khusus, melewati atau bermalas-

malasan, tetap berada pada pekerjaan mereka atau bepergian, memperbaiki peralatan yang

rusak dan menyarankan perbaikan pada ahli, memindahkan material atau hanya duduk

menunggu pengangkut material untuk mengangkatnya. Sehingga dengan kondisi yang

demikian keseimbangan pada lintasan produksi tidak terjadi. Maka yang perlu dilakukan

adalah supervisor dan work group nya yaitu memperbaikinya dan mengulanginya sesering

mungkin sebagaimana tingkat permintaan berubah.

Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkin

melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk

asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan

solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis. Perhatian utama adalah tidak harus

memperoleh keseimbangan yang sempurna tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran

yang optimal sehubungan dengan operasi produksi lainnya. Pengalokasian elemen-elemen

pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu, precedence constraint dan zoning

constraint.

2.1.1 Precedence Constraint

Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif.

Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:

1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi

setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan

disini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI

6

2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling maka urutan untuk meng-

assembling komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk

pengerjaan komponen-komponen.

Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk

menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram precedence.

Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan yang nyata dalam

bentuk diagram.

Diagram precedence dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar, yaitu:

1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di

dalamnya. Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk menyatakan

identifikasi. Adapun gambar elemen simbol ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.

atau

Gambar 2.1. Elemen Simbol

2. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan

hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya.

Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus

mendahului elemen pada kepala panah. Adapun gambar hubungan antar simbol

ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hubungan Antar Simbol

Gambaran diatas dinyatakan bahwa elemen 1 harus mendahului (precedence)

elemen 2 dan elemen 2 harus mendahului elemen 3.

2.1.2 Zoning Constraint

Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun

kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan

pengelompokkan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang

negatif menghalangi pengelompokkan elemen kerja pada stasiun yang sama. Misalnya

operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan

percikan/konseling api, maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat

2 b

1 2 3

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI

7

disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokkan

elemen-elemen kerja pada satu stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan

peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.

2.1.3 Permasalahan Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)

Pengelompokkan tugas-tugas yang akan menghasilkan keseimbangan lintasan

produksi memberikan informasi tentang kinerja waktu dari tugas-tugas tersebut,

kebutuhan-kebutuhan pendahuluan yang menentukan urutan-urutan yang fleksibel, dan

tingkatan output yang diinginkan atau siklus waktu per unit. Gambaran utama dari

permasalahan keseimbangan lintasan ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut.

MASUKAN KELUARANKinerja waktu dari

tugasKESEIMBANGAN

LINTASAN

Pengelompokkan tugas-tugas pada stasiun kerja dengan kapasitas/tingkatan output yang sama

Kebutuhan Pendahuluan

Tingkat Output

Gambar 2.3. Elemen-elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan

Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada proses perakitan

dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen biasanya

memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan

peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam

menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga utilisasi kapasitas menjadi

rendah. Pergerakan yang terus menerus kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi

perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat dibagi-bagi menjadi

tugas-tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam

mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang

dapat dicapai. Hal ini akan membuat aliran yang mulus dengan utilisasi tenaga kerja dan

perakitan yang tinggi.

Proses pabrikasi biasanya dioperasikan sebagai sistem aliran proses yang terputus

(intermitten-flow) ataupun jenis batch. Bila volume produksi sangat besar dan spesifikasi-

spesifikasi produk tetap, suatu susunan berupa aliran yang kontinu menjadi memungkinkan

dengan operasi-operasi otomatis yang dibutuhkan sehingga keseluruhan lintasan produksi

berfungsi sebagai satu mesin raksasa.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI

U2 U6 U8 U10

U3

U4

U5

U7 U9

U11U1

8

2.2 Pendefinisian Masalah Line Balancing

Dalam lintasan perakitan produksi seunit produk biasanya ada sejumlah k elemen

kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk (k = 1, 2,

3, ..... , k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit seunit produk adalah:

∑i=1

n

Pi=∑k=1

K

t k…………………………………………………… (2.1)

k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram

precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu bentuk diagram precedence. Simbol

di dalam lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja i merupakan

predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i

dikerjakan lebih dulu sebelum elemen j. Adapun gambar precedence diagram ditunjukkan

pada gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4. Precedence Diagram

Apabila ada sejumlah elemen Q unit yang akan di-assembly selama periode waktu

t, maka waktu siklus C secara matematis diurutkan sebagai berikut :

C= tQ……………………………………………………………… (2.2)

Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintasan perakitan dan Pi (i = 1,

2, 3, ..... , n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada

stasiun i untuk masing-masing unit.

Tujuan dasar daripada penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk menugaskan

elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana batasan precedence

tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal, yaitu :

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI

9

Min∑i=1

n

(C−P)dimana c≥ P i(i=1 , 2 ,3 , ..... , n)………… (2.3)

Maka minimisasi persamaan di atas sama dengan minimisasi jumlah stasiun atau

waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan memberikan hasil yang lebih baik.

Penyeimbangan lintasan perakitan mempunyai kombinasi yang sangat kompleks dengan

sejumlah penyelesaian, baik yang eksak maupun yang heuritik. Diantaranya adalah metode

Helgelson and Birnie, Kilbridge and Wester (region approach), metode 0-1 (zero-one),

metode Burgess, dan metode TOA system.

2.2.1 Data Masukan

Data masukan yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan lintasan

perakitan adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Suatu jaringan kerja yang terdiri atas rangkaian simpul dan anak panah yang

menggambarkan urutan perakitan. Urutan perakitan ini dimulai dan berakhir dari

suatu simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang dilakukan, sementara anak

panah menunjukkan kelanjutan operasi tersebut ke simpul lainnya.

2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi yang diturunkan dari perhitungan waktu

baku pekerjaan operasi perakitan.

3. Waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus yang diinginkan diperoleh dari

kecepatan produksi lintasan perakitan tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang.

Jika misalnya ramalan permintaan suatu produk ialah 1500 unit per tahun, tersedia

250 hari kerja dengan waktu kerja 8 jam per hari, maka tiap unit produk harus

selesai dalam jangka waktu 8/6 jam atau 80 menit. Hasil ini merupakan waktu

siklus yang diinginkan. Sementara itu, jika terdapat suatu operasi perakitan yang

memakan waktu lebih dari 80 menit, misalnya 100 menit, maka tidak mungkin kita

menetapkan waktu siklus sebesar 80 menit. Dalam hal ini, waktu siklus ditetapkan

sebesar 100 menit (yaitu waktu operasi terbesar). Konsekuensi penetapan waktu

siklus aktual lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan ialah bahwa lintasan

perakitan tersebut tidak akan mungkin memenuhi permintaan pesanan sehingga

diperlukan lembur.

2.2.2 Beberapa Teknik Line Balancing

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI

10

Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan

oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua

bagian, yaitu:

1. Pendekatan Analitis

2. Pendekatan Heuristik

Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan

matematis/analitis yang akan memberikan solusi optimal, tetapi lambat laun akhirnya para

ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak

ekonomis. Memang semua masalah dapat dipecahkan secara matematis, akan tetapi usaha

yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak usaha yang dilakukan para

ahli matematik untuk memberikan jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.

Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini

didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan

pendekatan trial and error, dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum

optimal, tetapi cukup mudah untuk memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk

perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat

riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat.

Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti, dan

mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap berikut ini diberikan

beberapa model analitis dan model heuristik untuk penyeimbangan lintasan perakitan.

2.2.2.1 Pendekatan Analitis

2.2.2.1.1 Metode 0-1 ( Zero-one)

Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan Albracht

untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalah penyeimbangan line

balancing. Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua procedessor dan

sucessor dari setiap tugas yang diberikan oleh formulasi sebagai berikut:

Ek=1 ,untuk t k+∑ t i=0 , k=1,2, …dan|t k+ ∑t j=Pk

t j

c |………… (2.4)

Lk=M , untuk t k+∑j∈Sk

t j=0 , k=1,2, …dan|t k+ ∑j∈P k

t j

c |….... (2.5)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI

11

Untuk perhitungan selanjutnya dibutuhkan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Occurance Constraint

Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen kerja k hanya

pada suatu stasiun.

2. Precedence Constraint

Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan tepat

elemen b (a<b), dibutuhkan precedence constraint.

3. Batasan Waktu Siklus

Jumlah dari waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil

atau sama dengan waktu siklus C.

2.2.2.1.2 Metode Helgelson and Birnie

Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode bobot posisi (ranked positional

weight system atau sistem RPW). Metode ini dikembangkan oleh W.B. Helgelson dan D.P.

Birnie.

Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode ini adalah

sebagai berikut :

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang

diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar

dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Buat matriks pendahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan.

3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi

tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.

4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot

posisi terkecil.

5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot

posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu

operasi lebih kecil dari waktu siklus.

6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.

7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan

menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah 6

di atas.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI

12

8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki

efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.2.2.2.Pendekatan Heuristik

2.2.2.2.1 Metode Pembebanan Berurut

Kelemahan metode bobot posisi disebutkan sebelumnya dicoba diatasi dengan

menggunakan metode pembebanan berurut. Langkah penugasan pengerjaan pada stasiun

kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan

pekerjaan.

Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan

berurut ini adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang

diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar

dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi

berdasarkan jaringan kerja perakitan.

3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu (P) yang semuanya terdiri dari

angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada

lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.

4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan pengikut (F) yang bersesuaian

dengan elemen yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali perhatikan lagi baris

pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor identifikasi elemen yang telah

dibebankan ke stasiun kerja dengan nol.

5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan

ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini

dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai nol.

6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.

7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan

menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah 6

di atas.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI

13

8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki

efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.2.2.2.2 Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)

Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode pendekatan wilayah (region

approach). Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode

bobot posisi. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi yang

dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optima. Pada prinsipnya, metode ini

berusaha membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab

keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi

ialah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu

yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.

Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah (region

approach) adalah sebagai berikut :

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang

diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar

dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar ulang

jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan di daerah paling ujung sedapat

dapatnya.

3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai

dengan waktu operasi terkecil.

4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk

menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):

a. Daerah paling kiri terlebih dahulu.

b. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali.

5. Pada akhir pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu tersebut telah

dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan

keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan. Putuskan apakah pertukaran

pekerjaan-pekerjaan tersebut akan meningkatkan utulisasi waktu stasiun kerja. Jika

ya, lakukan perubahan tersebut. Penugasan pekerjaan selanjutnya menjadi lebih

tetap.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI

14

2.2.2.2.3. Metode Integer

Berdasarkan formulasi masalah line balancing-U, perakitan terdiri dari rangkaian

stasiun kerja kumpulan dari tugas yang dinyatakan berdasarkan rangkaian tugas-tugas.

Masalah dalam pemilihan dan pengelompokan subjek pada rangkaian ini terdiri atas

rangkaian stasiun kerja yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau

pemaksimalan rata-rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya

dalam lintasan perakitan.

Keterkaitan dan kompleksitas berdasarkan masalah line balancing diselesaikan

dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis lurus, umumnya

berhubungan dengan Traditional Line Balancing Problem (TLBP). Jika waktu proses

untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan memperoleh versi Deterministik Traditional

Line Balancing Problem (DTLBP). Ketika seminar paper DLTBP oleh Salveson (1955),

ada sejumlah artikel yang membahas mengenai masalah ini. Artikel tersebut dapat

dikategorikan dengan menggunakan prosedur solusi untuk menyelesaikan masalah,

termasuk program integer, program dinamik, dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan

Wester (1962) dan Ignall (1965) menyediakan pengulanganyang terbaik untuk pendekatan

ini. Dua puluh tahun kemudian, Talbot (1986) mengulangi secara khusus penggunaan

pendekatan heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini.

Konsesus umum terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah terselesaikan

jika waktu proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini

biasanya berhubungan dengan Stochastic Line Balancing Problem (SLBP). Versi dari

masalah line balancing sangat kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan untuk

masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang digunakan mewakili

waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat Kao (1976) dilanjutkan dengan

program dinamik dari Held (1963) diikuti proses variabel waktu Carrwoy (1989) membuat

dua algoritma yang dilanjutkan oleh formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif

dihasilkan dalam pengingatan ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan

tradisional tidak fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan

keragaman yang rendah. Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang

tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik baru-baru ini

diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen. Selanjutnya

keberhasilan dari sistem seperti Just In Time (JIT) dan di desain untuk meminimalkan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI

15

bahan mentah dan kerja dalam proses inventory, umumnya bergantung pada fleksibilitas

penetapan perakitan.

U-Line mempunyai keuntungan di atas konfigurasi garis lurus. Untuk lebih cepat

ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi di antara operator

dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci untuk meminimalkan jumlah dari kualitas

dan pengawasan yang berhubungan dengan kerusakan dalam lintasan.

Pada topik ini, dikembangkan formulasi program integer deterministic dari ULBP.

Dengan mencontohkan masalah dari jumlah stasiun yang sesuai dengan siklus waktu

khusus. Beberapa formula digunakan untuk memecahkan DTLBP oleh Geofrion (1967),

Thangavelo, dan Shetty (1971), serta Patterson dan Albacth (1975), untuk pengetahuan

yang lebih baik yang tidak dapat di lawan dengan persamaan formula dari literatur ULBP.

Selanjutnya seluruh formula ini menggunakan teknik penjumlahan murni untuk

memecahkan masalah. Dan masalah ini dipecahkan berdasarkan pendekatan teknik

Langarian. Teknik relaksasi Langarian telah digunakan dengan sukses untuk memecahkan

permasalahan yang beragam dari masalah komplikasi optimasi berlainan.