bab ii landasan teori
DESCRIPTION
bmvcgjnTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Line Balancing
Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang
dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya
terdiri dari sederatan area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang
atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-
macam alat.
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk
dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak
dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefesienan kerja di
beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang
lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut
production-line balancing, assembly-line balancing atau hanya line balancing.
Penyeimbangan mesin – mesin yang dipakai pada proses perakitan pun harus
dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin yang memiliki
kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesin - mesin yang dipakai baik itu
dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun
memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin
secara terputusl – putus, dan lain-lain perlu dilakukan.
Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan
berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati stasiun kerjanya.
Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, semua atau hampir semua stasiun kerja terlibat
dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang
dilaluinya.
Waktu yang dibutuhkan dalam meyelesaikan pekerjaan pada msing-masing stasiun
kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia pada
masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Dimana waktu siklus biasanya sama
dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk
melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga
seluruh workcenter atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur
(float time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan
4
5
waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga untuk
meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada workcenter
berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan yang sempurna
terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur.
Pada Line balancing ini, tidak mudah untuk direduksi menjadi model atau
algoritma yang sederhana karena terlalu banyak fleksibilitas dan variabilitas dari faktor
manusianya. Hal ini disebabkan karena karyawan pada lintasan produksi menjalankan satu
atau beberapa mesin dengan melakukan pekerjaan lain seperti melihat prosedur kerja yang
belum selesai dikerjakan, memeriksa tool diantara siklus mesin, menangani setup mesin
dan inspeksi pekerjaan, meninggalkan tugas untuk tugas khusus, melewati atau bermalas-
malasan, tetap berada pada pekerjaan mereka atau bepergian, memperbaiki peralatan yang
rusak dan menyarankan perbaikan pada ahli, memindahkan material atau hanya duduk
menunggu pengangkut material untuk mengangkatnya. Sehingga dengan kondisi yang
demikian keseimbangan pada lintasan produksi tidak terjadi. Maka yang perlu dilakukan
adalah supervisor dan work group nya yaitu memperbaikinya dan mengulanginya sesering
mungkin sebagaimana tingkat permintaan berubah.
Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkin
melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk
asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan
solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis. Perhatian utama adalah tidak harus
memperoleh keseimbangan yang sempurna tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran
yang optimal sehubungan dengan operasi produksi lainnya. Pengalokasian elemen-elemen
pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu, precedence constraint dan zoning
constraint.
2.1.1 Precedence Constraint
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif.
Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:
1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi
setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan
disini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas.
6
2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling maka urutan untuk meng-
assembling komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk
pengerjaan komponen-komponen.
Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk
menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram precedence.
Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan yang nyata dalam
bentuk diagram.
Diagram precedence dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar, yaitu:
1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di
dalamnya. Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk menyatakan
identifikasi. Adapun gambar elemen simbol ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.
atau
Gambar 2.1. Elemen Simbol
2. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan
hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya.
Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus
mendahului elemen pada kepala panah. Adapun gambar hubungan antar simbol
ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Hubungan Antar Simbol
Gambaran diatas dinyatakan bahwa elemen 1 harus mendahului (precedence)
elemen 2 dan elemen 2 harus mendahului elemen 3.
2.1.2 Zoning Constraint
Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun
kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan
pengelompokkan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang
negatif menghalangi pengelompokkan elemen kerja pada stasiun yang sama. Misalnya
operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan
percikan/konseling api, maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat
2 b
1 2 3
7
disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokkan
elemen-elemen kerja pada satu stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan
peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.
2.1.3 Permasalahan Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)
Pengelompokkan tugas-tugas yang akan menghasilkan keseimbangan lintasan
produksi memberikan informasi tentang kinerja waktu dari tugas-tugas tersebut,
kebutuhan-kebutuhan pendahuluan yang menentukan urutan-urutan yang fleksibel, dan
tingkatan output yang diinginkan atau siklus waktu per unit. Gambaran utama dari
permasalahan keseimbangan lintasan ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut.
MASUKAN KELUARANKinerja waktu dari
tugasKESEIMBANGAN
LINTASAN
Pengelompokkan tugas-tugas pada stasiun kerja dengan kapasitas/tingkatan output yang sama
Kebutuhan Pendahuluan
Tingkat Output
Gambar 2.3. Elemen-elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan
Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada proses perakitan
dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen biasanya
memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan
peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam
menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga utilisasi kapasitas menjadi
rendah. Pergerakan yang terus menerus kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi
perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat dibagi-bagi menjadi
tugas-tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam
mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang
dapat dicapai. Hal ini akan membuat aliran yang mulus dengan utilisasi tenaga kerja dan
perakitan yang tinggi.
Proses pabrikasi biasanya dioperasikan sebagai sistem aliran proses yang terputus
(intermitten-flow) ataupun jenis batch. Bila volume produksi sangat besar dan spesifikasi-
spesifikasi produk tetap, suatu susunan berupa aliran yang kontinu menjadi memungkinkan
dengan operasi-operasi otomatis yang dibutuhkan sehingga keseluruhan lintasan produksi
berfungsi sebagai satu mesin raksasa.
U2 U6 U8 U10
U3
U4
U5
U7 U9
U11U1
8
2.2 Pendefinisian Masalah Line Balancing
Dalam lintasan perakitan produksi seunit produk biasanya ada sejumlah k elemen
kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk (k = 1, 2,
3, ..... , k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit seunit produk adalah:
∑i=1
n
Pi=∑k=1
K
t k…………………………………………………… (2.1)
k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram
precedence. Gambar berikut menunjukkan salah satu bentuk diagram precedence. Simbol
di dalam lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja i merupakan
predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i
dikerjakan lebih dulu sebelum elemen j. Adapun gambar precedence diagram ditunjukkan
pada gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4. Precedence Diagram
Apabila ada sejumlah elemen Q unit yang akan di-assembly selama periode waktu
t, maka waktu siklus C secara matematis diurutkan sebagai berikut :
C= tQ……………………………………………………………… (2.2)
Dan juga seandainya n menyatakan jumlah stasiun kerja di lintasan perakitan dan Pi (i = 1,
2, 3, ..... , n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada
stasiun i untuk masing-masing unit.
Tujuan dasar daripada penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk menugaskan
elemen-elemen kerja pada stasiun kerja dalam berbagai cara dimana batasan precedence
tidak dilanggar dan waktu menganggur minimal, yaitu :
9
Min∑i=1
n
(C−P)dimana c≥ P i(i=1 , 2 ,3 , ..... , n)………… (2.3)
Maka minimisasi persamaan di atas sama dengan minimisasi jumlah stasiun atau
waktu siklus atau keduanya, tergantung mana yang akan memberikan hasil yang lebih baik.
Penyeimbangan lintasan perakitan mempunyai kombinasi yang sangat kompleks dengan
sejumlah penyelesaian, baik yang eksak maupun yang heuritik. Diantaranya adalah metode
Helgelson and Birnie, Kilbridge and Wester (region approach), metode 0-1 (zero-one),
metode Burgess, dan metode TOA system.
2.2.1 Data Masukan
Data masukan yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan lintasan
perakitan adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Suatu jaringan kerja yang terdiri atas rangkaian simpul dan anak panah yang
menggambarkan urutan perakitan. Urutan perakitan ini dimulai dan berakhir dari
suatu simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang dilakukan, sementara anak
panah menunjukkan kelanjutan operasi tersebut ke simpul lainnya.
2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi yang diturunkan dari perhitungan waktu
baku pekerjaan operasi perakitan.
3. Waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus yang diinginkan diperoleh dari
kecepatan produksi lintasan perakitan tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang.
Jika misalnya ramalan permintaan suatu produk ialah 1500 unit per tahun, tersedia
250 hari kerja dengan waktu kerja 8 jam per hari, maka tiap unit produk harus
selesai dalam jangka waktu 8/6 jam atau 80 menit. Hasil ini merupakan waktu
siklus yang diinginkan. Sementara itu, jika terdapat suatu operasi perakitan yang
memakan waktu lebih dari 80 menit, misalnya 100 menit, maka tidak mungkin kita
menetapkan waktu siklus sebesar 80 menit. Dalam hal ini, waktu siklus ditetapkan
sebesar 100 menit (yaitu waktu operasi terbesar). Konsekuensi penetapan waktu
siklus aktual lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan ialah bahwa lintasan
perakitan tersebut tidak akan mungkin memenuhi permintaan pesanan sehingga
diperlukan lembur.
2.2.2 Beberapa Teknik Line Balancing
10
Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan
oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua
bagian, yaitu:
1. Pendekatan Analitis
2. Pendekatan Heuristik
Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan
matematis/analitis yang akan memberikan solusi optimal, tetapi lambat laun akhirnya para
ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak
ekonomis. Memang semua masalah dapat dipecahkan secara matematis, akan tetapi usaha
yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak usaha yang dilakukan para
ahli matematik untuk memberikan jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.
Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini
didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan
pendekatan trial and error, dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum
optimal, tetapi cukup mudah untuk memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk
perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat
riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat.
Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti, dan
mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap berikut ini diberikan
beberapa model analitis dan model heuristik untuk penyeimbangan lintasan perakitan.
2.2.2.1 Pendekatan Analitis
2.2.2.1.1 Metode 0-1 ( Zero-one)
Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan Albracht
untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalah penyeimbangan line
balancing. Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua procedessor dan
sucessor dari setiap tugas yang diberikan oleh formulasi sebagai berikut:
Ek=1 ,untuk t k+∑ t i=0 , k=1,2, …dan|t k+ ∑t j=Pk
t j
c |………… (2.4)
Lk=M , untuk t k+∑j∈Sk
t j=0 , k=1,2, …dan|t k+ ∑j∈P k
t j
c |….... (2.5)
11
Untuk perhitungan selanjutnya dibutuhkan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Occurance Constraint
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen kerja k hanya
pada suatu stasiun.
2. Precedence Constraint
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan tepat
elemen b (a<b), dibutuhkan precedence constraint.
3. Batasan Waktu Siklus
Jumlah dari waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil
atau sama dengan waktu siklus C.
2.2.2.1.2 Metode Helgelson and Birnie
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode bobot posisi (ranked positional
weight system atau sistem RPW). Metode ini dikembangkan oleh W.B. Helgelson dan D.P.
Birnie.
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut :
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang
diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar
dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks pendahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi
tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot
posisi terkecil.
5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot
posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu
operasi lebih kecil dari waktu siklus.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah 6
di atas.
12
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki
efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
2.2.2.2.Pendekatan Heuristik
2.2.2.2.1 Metode Pembebanan Berurut
Kelemahan metode bobot posisi disebutkan sebelumnya dicoba diatasi dengan
menggunakan metode pembebanan berurut. Langkah penugasan pengerjaan pada stasiun
kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan
pekerjaan.
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan
berurut ini adalah sebagai berikut:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang
diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar
dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi
berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu (P) yang semuanya terdiri dari
angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada
lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.
4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan pengikut (F) yang bersesuaian
dengan elemen yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali perhatikan lagi baris
pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor identifikasi elemen yang telah
dibebankan ke stasiun kerja dengan nol.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan
ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini
dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai nol.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah 6
di atas.
13
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki
efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
2.2.2.2.2 Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode pendekatan wilayah (region
approach). Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode
bobot posisi. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi yang
dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optima. Pada prinsipnya, metode ini
berusaha membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab
keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi
ialah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu
yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.
Adapun langkah-langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah (region
approach) adalah sebagai berikut :
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang
diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar
dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar ulang
jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan di daerah paling ujung sedapat
dapatnya.
3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai
dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk
menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
a. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
b. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali.
5. Pada akhir pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu tersebut telah
dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan
keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan. Putuskan apakah pertukaran
pekerjaan-pekerjaan tersebut akan meningkatkan utulisasi waktu stasiun kerja. Jika
ya, lakukan perubahan tersebut. Penugasan pekerjaan selanjutnya menjadi lebih
tetap.
14
2.2.2.2.3. Metode Integer
Berdasarkan formulasi masalah line balancing-U, perakitan terdiri dari rangkaian
stasiun kerja kumpulan dari tugas yang dinyatakan berdasarkan rangkaian tugas-tugas.
Masalah dalam pemilihan dan pengelompokan subjek pada rangkaian ini terdiri atas
rangkaian stasiun kerja yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau
pemaksimalan rata-rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya
dalam lintasan perakitan.
Keterkaitan dan kompleksitas berdasarkan masalah line balancing diselesaikan
dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis lurus, umumnya
berhubungan dengan Traditional Line Balancing Problem (TLBP). Jika waktu proses
untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan memperoleh versi Deterministik Traditional
Line Balancing Problem (DTLBP). Ketika seminar paper DLTBP oleh Salveson (1955),
ada sejumlah artikel yang membahas mengenai masalah ini. Artikel tersebut dapat
dikategorikan dengan menggunakan prosedur solusi untuk menyelesaikan masalah,
termasuk program integer, program dinamik, dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan
Wester (1962) dan Ignall (1965) menyediakan pengulanganyang terbaik untuk pendekatan
ini. Dua puluh tahun kemudian, Talbot (1986) mengulangi secara khusus penggunaan
pendekatan heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini.
Konsesus umum terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah terselesaikan
jika waktu proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini
biasanya berhubungan dengan Stochastic Line Balancing Problem (SLBP). Versi dari
masalah line balancing sangat kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan untuk
masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang digunakan mewakili
waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat Kao (1976) dilanjutkan dengan
program dinamik dari Held (1963) diikuti proses variabel waktu Carrwoy (1989) membuat
dua algoritma yang dilanjutkan oleh formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif
dihasilkan dalam pengingatan ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan
tradisional tidak fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan
keragaman yang rendah. Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang
tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik baru-baru ini
diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen. Selanjutnya
keberhasilan dari sistem seperti Just In Time (JIT) dan di desain untuk meminimalkan
15
bahan mentah dan kerja dalam proses inventory, umumnya bergantung pada fleksibilitas
penetapan perakitan.
U-Line mempunyai keuntungan di atas konfigurasi garis lurus. Untuk lebih cepat
ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi di antara operator
dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci untuk meminimalkan jumlah dari kualitas
dan pengawasan yang berhubungan dengan kerusakan dalam lintasan.
Pada topik ini, dikembangkan formulasi program integer deterministic dari ULBP.
Dengan mencontohkan masalah dari jumlah stasiun yang sesuai dengan siklus waktu
khusus. Beberapa formula digunakan untuk memecahkan DTLBP oleh Geofrion (1967),
Thangavelo, dan Shetty (1971), serta Patterson dan Albacth (1975), untuk pengetahuan
yang lebih baik yang tidak dapat di lawan dengan persamaan formula dari literatur ULBP.
Selanjutnya seluruh formula ini menggunakan teknik penjumlahan murni untuk
memecahkan masalah. Dan masalah ini dipecahkan berdasarkan pendekatan teknik
Langarian. Teknik relaksasi Langarian telah digunakan dengan sukses untuk memecahkan
permasalahan yang beragam dari masalah komplikasi optimasi berlainan.