bab ii. landasan teori
DESCRIPTION
skripsi landasn teoruTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Jalan
Menurut Undang-Undang Jalan Raya N0. 13/1980 : Jalan adalah suatu
prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu
lintas.
Menurut Fendi (2009), Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, berupa kendaraan bermotor maupun tidak
bermotor, orang, barang, dalam bentuk apapun, maupun meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkapnya bagi lalu lintas. Dalam bentuk apapun
mempunyai pengertian bahwa jalan tidak terbatas pada bentuk jalan yang
konvensional (pada permukaan tanah) dan di atas tanah (jalan layang). Bangunan
pelengkap ialah bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan antara lain
jembatan, pohon, lintas atas, lintas bawah, tempat parkir, gorong-gorong, tembok
penahan, dan saluran air jalan, pagar pengaman daerah milik jalan, dan patok-
patok daerah milik jalan.
Adapun tujuan diadakannya jalan adalah untuk memudahkan
pengangkutan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya,
melancarkan jalannya lalu lintas, membuka daerah-daerah yang terisolir, untuk
pertahanan daerah dan untuk meningkatkan perekonomian (Fendi, 2009). Karena
itu penetapan prioritas peningkatan ruas jalan perlu dilakukan sebagai program
2
pengembangan jaringan jalan mutlak dalam menilai manfaat yang diberikan dari
proyek pembangunan jalan tersebut.
Menurut Martius (2003), manfaat langsung pada proyek pengembangan
jaringan jalan antara lain terdapatnya kenaikan hasil pertanian dan perkebunan
karena kenaikan produktivitas tanah sebagai akibat dari bertambah baiknya sarana
dan prasarana transportasi. Sedangkan manfaat tidak langsung yang diperoleh
masyarakat sebagai akibat lancarnya prasarana dan sarana transportasi akan
meningkatkan kesempatan bekerja, bertambahnya kepadatan penduduk dan
meningkatnya mobilitas penduduk. Investasi pada penetapan prioritas peningkatan
ruas jalan sebagai program pengembangan jaringan jalan menunjukkan bahwa
masyarakat mendapat keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanpa ada pembangunan atau investasi jalan hasil produksi meningkat 1% dalam
kurun waktu 3 (tiga) tahun, sedangkan dengan adanya investasi/pembangunan
jalan kenaikan produk mencapai 20% sesuai dengan kondisi dan karakteristik
suatu wilayah (Adler, 1983 dalam Martius, 2003).
Untuk mengetahui bagaimana manfaat pembangunan jaringan jalan, maka
dilakukan evaluasi. Di mana evaluasi jaringan jalan dimaksudkan untuk
mengetahui perubahan kesejahteraan maupun akses antar wilayah. Evaluasi yang
akan dilakukan adalah dengan pendekatan ekonomi atau surplus produksi hasil
pertanian dan perkebunan (Canemark, 1976, dalam Parakesit, dkk, 1998).
Menurut parakesit, dkk (1998) manfaat dari proyek tranportasi bagi orang yang
tidak menggunakan jalan tidak dapat ditunjukkan karena mereka menggunakan
3
analisis surplus konsumsi yang memberikan penekanan pada saving
(penghematan) BOK dan waktu tempuh.
Selanjutnya menurut Parakesit, dkk (1998), salah satu pendekatan yang
cukup tepat dalam mengevaluasikan proyek pengembangan jalan dengan lalu
lintas kecil, seperti jalan kabupaten adalah dengan Location Quotion
Analysis/LQA (Analisis pembagian lokasi). Pendekatan ini merupakan cara
permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan
tertentu atau potensi wilayah. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan
relatif antara kemampuan suatu sector di daerah yang diteliti dengan kemampuan
sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Satuan yang digunakan sebagai
ukuran untuk menghasilkan koefisien dapat menggunakan suatu jumlah buruh
atau hasil produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria dengan
hasil yang dapat dipertanggungjawabkan (Warpani, 1984).
2.2. Sistem Jaringan Jalan, Fungsi Jalan, dan Klasifikasi Jalan
2.2.1. Sistem Jaringan Jalan
Pada peraturan pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan
merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
dan dengan memperhatikan keterhubungan antara kawasan dan/atau dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan.
4
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah
ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat pusat kegiatan sebagai berikut :
a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai pusat kegiatan lingkungan.
b. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara terus
menerus yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnyasampai ke persil.
2.2.2. Fungsi Jalan
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970,
Fungsi Jalan terdiri dari hal berikut :
a. Jalan Utama : Melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota penting,
sehingga harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan
berat.
b. Jalan Sekunder : Melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-kota
penting dan kota-kota yang lebih kecil serta sekitarnya.
c. Jalan Penghubung : Untuk keperluan aktivitas daerah yang juga dipakai
sebagai penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau
berlainan.
5
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Raya
Klasifikasi
LHR dalam SMPFungsi Kelas
Utama I > 20.000
Sekunder II A 6.000 – 20.000
II B 1.500 – 2.000
II C < 2000
Penghubung III --
Kelas I :
1) Melayani lalu lintas cepat dan berat
2) Tidak terdapat kendaraan lambat/tak bermotor
3) Berupa jalan raya berjalur banyak
4) Jenis konstruksi perkerasan baik
5) Tingkat pelayanannya tinggi
Kelas II :
1) Mencakup semua jalan sekunder dua jalur atau lebih
2) Konstruksi aspal beton atau setaraf
3) Terdapat kendaraan lambat, tidak ada kendaraan tak bermotor
4) Untuk kendaraan lambat disediakan jalur tersendiri
Kelas II A :
1) Dua jalur atau lebih dengan permukaan aspal beton atau setaraf
2) Terdapat kendaraan lambat tanpa kendaraan tak bermotor
3) Ada 3 kelas yang berlainan sifat lalu lintasnya.
6
Kelas II B :
1) Dua jalur dengan konstruksi permukaan penetrasi berganda atau
setaraf
2) Terdapat kendaraan lambat tanpa kendaraan tak bermotor.
Kelas II C :
1) Dua jalur dengan konstruksi permukaan penetrasi tunggal
2) Terdapat kendaraan lambat lambat dan kendaraan tak bermotor.
Kelas III :
1) Mencakup semua jalan penghubung
2) Konstruksi jalan berlajur tunggal atau dua
3) Jenis konstruksi paling tinggi adalah peleburan dengan aspal
2.2.3. Kelas Jalan Menurut Pengelola
a. Jalan Arteri : yaitu jalan yang terletak di luar pusat perdagangan (out lying
business district)
b. Jalan Kolektor : yaitu jalan yang terletak di pusat perdagangan (central
business district)
c. Jalan Lokal : yaitu jalan yang terletak di daerah permukiman
d. Jalan Negara : yaitu jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi.
Biaya pembangunan dan perawatannya ditanggung oleh pemerintah pusat.
e. Jalan kabupaten : yaitu jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi
dengan ibukota kabupaten atau ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, juga desa dalam satu kebupaten.
7
2.2.4. Kelas Jalan Menurut Pengelola
Tabel 2.2 Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar.
Kelas Jalan Tekanan Gandar
I 7 ton
II 5 ton
III A 3,50 ton
III B 2,75 ton
IV 1,50 ton
2.3. Perencanaan Perkerasan Jalan
Perkerasan adalah lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada
formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah, atau dapat pula didefinisikan,
perkerasan adalah struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah
pondasi yang berada dibawahnya.
Fungsi perkerasan jalan, adalah :
1. Untuk memberikan permukaan rata/halus bagi pengendara.
2. Untuk mendistribusikan beban kendaraan diatas formasi tanah secara memadai,
sehingga melindungi tanah dari tekanan yang berlebihan.
3. Untuk melindungi formasi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca.
Perencanaan Perkerasan meliputi dua hal yaitu sebagai berikut :
a) Structural Pavement Design
Yaitu untuk menentukan tebal pavement dengan komponen-komponen
berupa tebal flexible paverment yang rinciannya untuk ketebalan surface course,
base course, dan subbase caourse, sedangkan untuk tebal slab beton jenis rigid
pavement dan juga lapis pondasinya.
8
b) Paving Mixture Design
Yaitu untuk menentukan jenis dan kualitas bahan yang akan digunakan
untuk lapisan-lapisan perkerasan, misalnya persyaratan aspal, batu, kualitas beton,
kualitas beton aspal, dan lain-lain.
Untuk menyiapkan perkerasan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Kinerja (peformance) perkerasan
Hal ini berkaitan dengan lalu lintas, yaitu volume lalu lintas dan beban
kendaraan yang akan dilewati.
2) Umur dari kinerja atau umur rencana perkerasan
Umur rencana adalah waktu dalam tahun dihitung sejak perkerasan (jalan)
dibuka untuk lalu lintas sampai saat diperlukan perbaikan berat. Selama umur
rencana ini, perkerasan diharapkan bebas dari pekerjaan perbaikan berat.
3) Kondisi awal dan kondisi akhir perkerasan
Yaitu berkaitan dengan kondisi perkerasan (cacat/rusak) pada awal umur
rencana dan tingkat kondisi perkerasan yang masih dapat diterima pada akhir
umur rencana.
Perkerasan Lentur adalah : Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalulintas ketanah dasar yang telah dipadatkan.
9
2.3.1. Karakteristik Perkerasan Lentur
a) Bersifat elastis jika menerima beban, Sehingga dapat memberi
kenyamanan bagi pengguna jalan.
b) Seluruh lapisan ikut menanggung beban.
c) Penyebaran tegangan kelapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak
merusak lapisan tanah dasar.
d) Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
e) Usia rencana maksimum 20 tahun.
Gambar 2.1 Struktural Perkerasan Lentur
Gambar 2.2 Pondasi Telford
Gambar. 2.3 Pondasi Macadam
10
2.3.2. Metoda Deskripsi Kerusakan
a) Pengamatan Kerusakan
b) Identifikasi Tipe Kerusakan
c) Penyebab Kerusakan
d) Daya yang diperlukan untuk perbaikan.
2.3.3. Tipe-tipe Kerusakan Perkerasan Lentur
A. Deformasi
Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (sesudah
pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan penting dari kondisi perkerasan,
karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu-lintas (kekasaran, genangan air
yang mengurangi kekesatan permukaan), dan dapat mencerminkan kerusakan
struktur perkerasan.
Tipe deformasi perkerasan lentur, adalah
1. Bergelombang
Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya
deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak
lurus arah perkerasan-perkerasan aspal.
Faktor penyebab kerusakan
a) Aksi lalu-lintas yang disertai dengan permukaan perkerasan atau lapis
pondasi yang tidak stabil. Disebabkan campuran lapisan aspal yang buruk.
b) Kadar air dalam lapis pondasi granuler terlalu tinggi, sehingga tidak stabil.
11
Resiko Lanjutan
a) Area yang mengalami kriting meluas
b) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
Kemungkinan cara perbaikan
a) Perbaikan yang paling baik dilakukan dengan menambal di seluruh
kedalaman.
b) Jika perkerasan mempunyai agregat pondasi dengan lapisan tipis
perawatan permukaan, maka permukaan dikasarkan, kemudian dicampur
dengan material pondasi, dan dipadatkan lagi sebelum meletakkan lapisan
permukaan kembali.
c) Jika perkerasan mempunyai tebal permukaan aspal dan pondasi melebihi
50 mm, keriting dangkal dapat dibongkar dengan mesin pengupas, diikuti
dengan lapisan tambahan dari campuran aspal panas HMA agar struktur
perkerasan lebih kuat.
2. Alur
Alur adalah deformasi permukaan aspal dalam bentuk turunya perkerasan
kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan.
Faktor penyebab kerusakan
a) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi kurang, sehingga akibat beban
lalulintas lapis pondasi memadat lagi
b) Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan beban roda berat
12
c) Gerakan lateral dari suatu atau lebih dari komponen pembentuk lapis
perkerasan yang kurang padat.
d) Tanah dasar lemah atau agregat pondasi kurang tebal, pemadatan kurang,
atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air tanah.
Resiko Lanjutan
a) Terjadi kenaikan perkerasan secara berlebihan disepanjang sisi alur.
b) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
Cara perbaikan
a) Jika penyebabnya dipermukaan, perbaikan permanen dilakukan dengan
menambal diseluruh kedalaman atau penambahan lapis tambahan
(overlay) campuran aspal panas (hotmix) dengan perataan dan pelapisan
permukaan. Perbaikan alur dengan menambal permukaan, umumnya
hanya untuk perbaikan sementara.
b) Jika penyebabnya adalah lemahnya lapis pondasi atau tanah dasar,
pembangunan kembali perkerasan secara total mungkin diperlukan,
termasuk juga penambahan drainase, terutama air jika menjadi salah satu
faktor penyebab kerusakan.
3. Ambles
Ambles adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang
mungkin dapat diikuti dengan retakan. Penurunan ditandai dengan adanya
genangan air pada permukaan perkerasan yang membahayakan lalu-lintas yang
lewat.
13
Faktor penyebab kerusakan
a) Beban lalu-lintas berlebihan
b) Penurunan sebagian dari perkerasan akibat lapisan di bawah perkerasan
mengalami penurunan.
Resiko Lanjutan
a) Dapat memicu terjadinya retakan.
b) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
c) Ambles apabila digenangi air dapat mengakibatkan hydroplaning.
Cara perbaikan
a) Perawatan permukaan atau micro surfacing.
b) Untuk area kerusakan yang besar, perbaikan dapat dilakukan dengan
menambal kulitnya (permukaan), atau menambal pada seluruh kedalaman.
4. Sungkur
Sungkur adalah perpindahan permanen dan memanjang dari permukaan
perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu-lintas.
Faktor penyebab kerusakan
a) Stabilitas campuran lapis aspal rendah. Kurangnya stabilitas campuran
dapat disebabkan oleh terlalu tingginya kadar aspal. Terlalu banyaknya
agregat halus, agregat berbentuk bulan dan licin atau terlalu lunaknya
semen aspal.
b) Terlalu banyaknya kadar air dalam lapisan pondasi granular.
c) Ikatan antara lapisan perkerasan tidak bagus.
14
d) Tebal perkerasan kurang..
Resiko Lanjutan
a) Area yang mengalami sungkur meluas.
b) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
c) Memicu terjadinya retakan dan air masuk kedalam perkerasan
Cara perbaikan
a) Perawatan yang paling baik dilakukan dengan menambal diseluruh
kedalaman.
b) Jika perkerasan mempunyai agregat pondasi dengan perawat permukaan
tipis, kasarkan permukaan, campur dengan material agregat pondasi, dan
padatkan lagi sebelum meletakkan lapisan permukaan kembali.
c) Jika perkerasan mempunyai tebal permukaan aspal dan lapis pondasi 50
mm, sungkur dangkal dapat dibongkar dengan mesin pengupas, yang iikuti
dengan lapisan tambahan campuran aspal panas (hot mix) agar
memberikan kekuatan yang cukup pada perkerasan.
5. Mengembang
Mengembang adalah gerakan keatas lokal dari perkerasan akibat
pengembang (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur
perkerasan.
Faktor penyebab kerusakan
a) Mengembangnya material lapisan dibawah perkerasan atau tanah dasar.
15
b) Tanah dasar perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umumnya, hal
ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang mudah mengembang
oleh kenaikan kadar air.
Resiko Lanjutan
a) Memicu terjadinya keretakan.
b) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
Cara perbaikan
a) Menambal diseluruh kedalaman
b) Membongkar total area yang rusak dan menggantikannya dengan material
baru.
c) Perataan permukanaan dengan cara menimbulkannya dengan material
baru.
d) Sembararang cara, untuk perbaikan permanen, pada prinsipnya harus
ditujukan untuk menstabilkan kadar air dalam struktur perkerasan..
6. Benjol dan Turun
Benjol adalah gerakan atau perpindahan keatas, bersifat lokal dan kecil,
dari permukaan perkerasan aspal, sedangkan penurunan yang juga berukuran
kecil, merupakan gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan..
Faktor penyebab kerusakan
a) Tekukan atau penggembungan dari perkerasan pelat beton dibagian bawah
yang diberi lapis tambahan (overlay) dengan aspal.
b) Kenaikan oleh pembekuan es
16
c) Infiltrasi dan penumpukan material dalam retakan yang diikuti dengan
pengaruh beban lalu-lintas.
Resiko Lanjutan
a) Mengurangi kenyamanan dan keselamatan berkendara
Cara perbaikan
a) Coll mill
b) Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
c) Pelapis tambahan.
B. Retak
Retak dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor dan melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, retak
dapat terjadi bila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui
tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut.
Tipe retak perkerasan lentur, adalah
a) Retak memanjang
b) Retak melintang
c) Retak diagonal
d) Retak slip
e) Retak berkelok-kelok
f) Retak relatif sambungan
g) Retak kulit buaya
17
Prosedur pemeliharaan, umumnya bergantung pada sebab-sebab
kerusakan, lebar retak dan jumlah retak pada area yang rusak. Pada perbaikan,
penting untuk menjaga infiltrasi air (batu, dan pasir) kedalam retakan dan struktur
perkerasan yang berada dibawahnya.
C. Kerusakan di Pinggir Perkerasan
Kerusakan di pinggir perkerasan adalah retak yang terjadi di sepanjang
pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan, lebih-lebih bila
bahu jalan tidak ditutup. Kerusakan ini terjadi secara lokal atau bahkan bisa
memanjang di sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu bagian jalan, atau
sudut. Akibat kerusakan pinggir adalah :
a) Lebar perkerasan berkurang
b) Kehilangan kenyamanan berkendara, dan mengakibatkan kecelakaan
c) Air masuk ke dalam lapis pondasi
d) Terjadinya alur dipinggir dapat menyebabkan erosi
Tipe Kerusakan di Pinggir Perkerasan lentur, adalah
1. Retak Pinggir
Retak pinggir biasanya terjadi sejajar dengan pinggir perkerasan dan
berjarak berkisar 0,3 – 0,6 m dari pinggir. Akibat pecah dipinggir perkerasan,
maka bagian ini menjadi tidak beraturan.
Faktor penyebab kerusakan
a) Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan)
b) Drainase kurang baik
18
c) Kembang susut tanah di sekitarnya
d) Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan
e) Seal coat lemah, adhesi permukaan ke lapis pondasi hilang
f) Konsentrasi lalu-lintas berat di dekat pinggir perkerasan
g) Adanya pohon-pohonan besar didekat pinggir perkerasan
Resiko Lanjutan
a) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan kecelakaan.
b) Air masuk ke dalam lapis pondasi
c) Terjadinya alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada nahu jalan.
Cara perbaikan
a) Perbaikan tergantung pada tingkat kerusakannya. Jika bahu jalan tidak
mendukung pinggir perkerasan, maka material yang buruk dibongkar dan
digantikan dengan material baik yang dipadatkan.
b) Jika air menjadi faktor penyebab kerusakan pecah, maka harus dibuatkan
drainase
c) Penutupan retakan/penutupan permukaan
d) Penambalan parsial
2. Retak Turun
Jalur/bahu jalan turun adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan
bahu jalan. Hal ini tidak dipertimbangkan penting bila selisi tinggi bahu dan
perkerasan kurang dari 10 s.d 15 mm.
19
Faktor penyebab kerusakan
a) Lebar perkerasan kurang
b) Bahu jalan dibangun dengan material yang kurang tahan terhadap erosi
dan abrasi
c) Penambahan lapis permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu
jalan
Resiko Lanjutan
a) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan kecelakaan.
b) Air masuk ke dalam lapis pondasi
c) Terjadinya alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada nahu jalan.
Cara perbaikan
a) Untuk beda tinggi yang relatif kecil dan bahu jalan berupa aspal, maka
campuran aspal panas (hot mix) dapat ditempatkan pada bagian yang
elevasinya berbeda
b) Untuk beda tinggi yang besar, bahu jalan harus ditinggikan dengan
menghamparkan lapis tambahan.
c) Jika penyebabnya drainase yang buruk, maka dibuatkan lagi drainase yang
baik.
d) Jika bahu jalan tidak diperkeras, maka dobongkar dan material jelek
diganti dengan material yang bagus dan dipadatkan
20
D. Kerusakan Tekstur Permukaan
Kerusakan Tekstur Permukaan merupakan kehilangan material perkerasan
secara beransur-ansur dari lapisan permukaan ke arah bawah.
Tipe Kerusakan Tekstur Permukaan Perkerasan lentur, adalah
1) Pelapukan dan Butiran Lepas
2) Kegemukan
3) Agregat Licin
4) Pengelupasan
5) Stripping
E. Lubang
Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan
aus dan material lapis pondasi.
Faktor penyebab kerusakan
1) Campuran material lapis permukaan yang kurang baik.
2) Air masuk kedalam lapis pondasi lewat retakan dipermukaan perkerasan
yang tidak segera diutup
3) Beban lalu lintas yang mengakibatkan disintregrasi lapis pondasi
4) Tercabutnya aspal pada lapisan aus akibat melekat pada ban kendaraan.
Data yang diperlukan untuk perbaikan
1) Kedalaman lubang
2) Jumlah lubang
3) Luas lubang
21
Cara Perbaikan
1) Perbaikan permanen dilakukan dengan penambahan di seluruh kedalaman
2) Perbaikan sementara dilakukan dengan membersikan lubang dan
mengisinya dengan campuran aspal dingin yang khusus untuk tambalan.
F. Tambalan dan tambalan Galian Utilitas
Tambalan adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami perbaikan.
Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya kenyamanan
kendaraan (kegagalan fungsional) atau rusaknya struktur perkerasan. Rusaknya
tambalan menimbulkan distorsi, disintegrasi, retak atau terkelupas antara
tambalan dan permukaan perkerasan asli.
Faktor penyebab kerusakan
1) Amblesnya tambalan umumnya disebabkan kurangnya pemadatan material
urugan lapis pondasi atau tambalan material aspal..
2) Cara pemasangan material bawah buruk
3) Kegagalan dari perkerasan di bawah tambalan dan sekitarnya
Data yang diperlukan untuk perbaikan
1) Luas masing-masing tambalan
2) Jumlah tambalan dalam area yang diperhatikan
Cara Perbaikan
1) Perbaikan atau penggantian tambalan diseluruh kedalaman untuk
perbaikan permanen
2) Dilakukan penambalan permukaan untuk perbaikan sementara
22
2.3.4. Metode - Metode Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-
lapisan perkerasan yang dihampar di atas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan
perkerasan tersebut dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya.
Kekuatan konstruksi perkerasan ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran
tegangan dari setiap lapisannya, yang ditentukan oleh tebal lapisan tersebut dan
kekuatan tanah dasarnya.
Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka
perkerasan akan melendut/ melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas
beberapa lapisan dengan material tertentu, dimana masing-masing lapisan akan
menerima beban dari lapisan di atasnya dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya.
Banyak metode-metode perencanaan perkerasan lentur yang dapat
digunakan. Berikut ini diuraikan beberapa metoda perencanaan perkerasan lentur
yang mengacu ke standar asional dan yang digunakan di Indonesia, yaitu
program RDS, Metoda Analisa Komponen (Tata cara Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Analisa Metode Komponen, SNI 03-1732-
1989), Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pd-T01-2002-B).
1. Metode Analisa Komponen
Perencanaan tebal perkerasan menggunakan Metoda Analisa Komponen
sering dipakai di Indonesia. Metode ini dibakukan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI 03-1732-1989), dan banyak dipakai dalam perencanaan tebal
23
perkerasan baik yang berupa perencanaan jalan baru maupun perencanaan tebal
lapis tambah (overlay).
Metode Analisa Komponen ini merupakan metoda yang didasarkan
kepada perhitungan empiris dimana untuk masing-masing lapisan dari sistem
perkerasan yang ada mempunyai kekuatan struktural tertentu yang diwakili oleh
koefisien relatif. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
metoda ini antara lain : lalu lintas, tanah dasar dan lingkungan. Prinsip-prinsip
perencanaan perkerasan lentur menggunakan metode Analisa Komponen sebagai
berikut :
A. Lalu Lintas
1) Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu arus jalan
yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda bats jalur,
maka jumlah jalur ditentulan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.3 dibawah ini
Tabel 2.3 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)L ˂ 5,50 m 1 jalur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 jalur
Koefesien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.3 dibawah ini :
24
Tabel 2.4 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah Lajur
Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat *)1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 jalur 1,00 1,0 1,0 1,0002 jalur 0,60 0,50 0,70 0,5003 jalur 0,40 0,40 0,50 0,4754 jalur - 0,30 - 0,4505 jalur - 0,25 - 0,4256 jalur - 0,20 - 0,400
*) Berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
*) Berat total > 5 ton, misalnya bus, truk, traktor, semi tailer, trailer
2) Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Angka ekivalen sumbu tunggal
= ( Beban satu sumbu tunggal dalam Kg) 4 .......................... (1)
8160
Angka ekivalen sumbu ganda
= 0,086 (Beban satu sumbu tunggal dalam Kg)4 .......................... (2)
8160
Untuk angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan dapat dilihat pada Tabel
2.5 berikut ini :
25
Tabel 2.5. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka EkivalenKg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -2000 4409 0,0036 0,00033000 6614 0,0183 0,00164000 8818 0,0577 0,00505000 11023 0,1410 0,01216000 13228 0,2923 0,02517000 15432 0,5415 0,04668000 17637 0,9238 0,07948160 18000 1,0000 0,08609000 19841 1,4798 0,127310000 22046 2,2555 0,194011000 24251 3,3022 0,284012000 26455 4,6770 0,402213000 28660 6,4419 0,554014000 30864 8,6647 0,745215000 33069 11,4184 0,982016000 35276 14,7815 1,2712
3) Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen
a) Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR)
LHR setiap jenis kendaraan yang ditentukan pada awal umur rencana,
yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing
arah pada jalan dengan median..
b) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
; ..,.......................................................... (3)
Dimana : j = jenis kendaraan
c) Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
; ............................................................... (4)
dimana UR = umur rencana, i = perkembangan lalu lintas
26
d) Lintas Ekivalen Tengah (LET)
LET = ½ x LEP + LEA .......................................................... (5)
e) Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER = LET x FP . ....................................................................... (6)
Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan rumus :
FP = UR/10
B. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR (California Bearing
Ratio)
1) Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR (California Bearing Ratio)
Daya dukung tanah ditentukan berdasarkan Grafik 2.1 korelasi antara DDT
dengan nilai CBR
Grafik 2.1. Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR
27
Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh
nilai DDT
C. Faktor Regional (FR)
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,
bentuk alinyemen serta persentase kendaraan berat 13 ton, dan kendaraan yang
berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun.
Pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan
perlengkapan drainase dapat dianggap sama, dengan demikian dalam penentuan
tebal perkerasan ini, faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen
(kelandaian dan tikungan), presentase kendaraan berat dan berhenti serta iklim
(curah hujan) dapat dilihat pada tabel 2.6 sebagai berikut :
Tabel 2.6 Faktor Regional (FR)
Kelandaian I( < 6 %)
Kelandaian II( < 6 - 10 %)
Kelandaian III( > 10 %)
% Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat≤ 30% ˃ 30% ≤ 30% ˃ 30% ≤ 30% ˃ 30%
Iklim I ˂ 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 -2,5Iklim II ˃ 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3.0 – 3,5
Catatan : Pada bagian – bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada
daerah rawa FR ditambah dengan 1,0.
D. Index Permukaan (IP)
Indek Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan/kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas
28
yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut
dibawah ini :
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus) .
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), menurut Tabel 2.7 dibawah ini :
Tabel 2.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)
LER = Lintas Ekivalen Rencana *)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 -- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
* ) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan murah atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0.
29
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
dipertimbangkan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehausan serta kekokohan)
pada awal umu rencana, menurut Tabel 2.8 dibawah ini :
Tabel 2.8 Indeks Permukaan Pada Awal Umum Rencana (IPo)
Jenis Permukaan IPoRoughness *)
(mm/km)LASTON ≥ 4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 ˃ 1000LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 ˃ 2000HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 ˃ 2000BURDA 3,9 – 3,5 ˂ 2000BURTU 3,4 – 3,0 ˂ 2000LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
29 – 2,5 ˃ 3000LATASBUM 29 – 2,5BURAS 29 – 2,5LATASIR 29 – 2,5JALAN TANAH ≤ 2,4JALAN KERIKIL ≤ 2,4
*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang
dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan
kendaraan ± 32 km per jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer
melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang
selanjutnya dipindahkan kepada counter melaui “flexible drive”.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara
sumbu belakang body kendaraan. Alat pengukur roughness type lain dapat
30
digunakan dengan mengkalibrasi hasil yang diperoleh terhadap roughometer
NAASRA.
E. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Karakteristik material yang akan digunakan sangat mempengaruhi tebal
lapisan yang akan menggunakan material tersebut. Satu lapisan pada struktur
perkerasan biasanya dibuat dengan menggunakan satu jenis material. Banyak jenis
material yang dapat digunakan, material dengan kualitas yang lebih rendah
umumnya digunakan sebagai lapisan bawah. Semakin rendah mutu material
semakin bawah letaknya dari permukaan perkerasan jalan.
Jenis dan kualitas material yang digunakan untuk masing-masing lapis
perkerasan akan menentukan nilai Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari material
tersebut. Nilai ini digunakan untuk menentukan tebal masing-masing lapisan yang
menggunakan material tersebut. Kekuatan relatif suatu material merupakan suatu
nilai yang memperhitungkan kekuatan bahan yang akan digunakan sebagai
material untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Besarnya
Koefisien Kekuatan Relatif berbagai jenis bahan yang biasanya digunakan sebagai
bahan perkerasan pada struktur perkerasan jalan termuat dalam Tabel 2.9
Koefisien Kekuatan Relatif (a) dalam buku standar Bina Marga.
31
Tabel 2.9 Koefesien Kekuatan Relatif (a)
F. Index Tebal Perkerasan (ITP)
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) merupakan nilai kekuatan material beserta
dimensinya yang sesuai dengan tingkat beban lalu lintas (jumlah lintas ekuivalen
total) dengan koreksi daya dukung tanah, faktor regional dan Indeks Permukaan
perkerasan (IP). Sehubungan dengan hal-hal tersebut, untuk perencanaan tebal
perkerasan menggunakan Metoda Analisa Komponen, nilai ITP dapat dihitung
dengan menggunakan nomogram.
Ada sembilan nomogram yang dapat digunakan, masing-masing untuk
nilai IPo dan IPt yang berbeda. Setelah nilai ITP didapat, tebal masing-masing
32
lapisan pada struktur perkerasan jalan dapat ditentukan dengan menggunakan
Koefisien Kekuatan Relatif (a). Koefisien kekuatan relatif ini menggambarkan
hubungan empiris antara ITP dan ketebalan dan mengukur kemampuan relatif dari
bahan secara fungsi dari komponen struktural perkerasan. Tebal masing-masing
lapisan pada struktur perkerasan dapat ditentukan dengan mengunakan
persamaan:
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 ............................................. (7)
a1, a2, a3 dan an = Koefisien kekuatan relatif bahan masing-
masing lapisan
D1, D2, D3 dan Dn = Tebal masing-masing lapis perkerasan
Perkerasan
Tabel 2.10 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
33
G. Penentuan Tebal Lapis Tambah
Metode Analisa Komponen dapat juga digunakan untuk penentuan tebal
overlay, yaitu lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi
perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan struktur
perkerasan, agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun
waktu yang akan datang. Kebutuhan overlay dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:
ITPoverlay = ITP – ITPeksisting ........................................ (8)
Ho = ITPeksisting ……......................................... (9)
ao
ITP eksisting diperkirakan dengan mengetahui ketebalan (Dx) dan jenis
masing-masing lapisan (ax) pada perkerasan eksisting tersebut. Nilai hasil kali ax
dan Dx untuk masing-masing lapisan harus dikoreksi terhadap nilai kondisi
kerusakan yang ada pada perkerasan eksisting menggunakan Tabel 2.11 yang
terdapat dalam buku standar Bina Marga.
Tabel 2.11 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
34
2. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pt -T01-2002-B)
Selain beberapa metoda perencanaan yang telah dikenal, pada tahun 2002
telah disusun Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pt-T01-2002-B)
yang merupakan adopsi dan adaptasi dari metoda perencanaan AASHTO tahun
1993. Perencanaan menggunakan Pt-T01-2002-B ini dibandingkan dengan
Metoda Analisa Komponen yang telah dikenal sebelumnya mulai menggunakan
beberapa parameter mekanistik seperti Modulus Elastisitas. Penggunaan Modulus
Elastisitas ini nantinya akan dikonversi menjadi besaran koefisien kekuatan relatif
(a) untuk masing-masing bahan pembentuk lapisan perkerasan.
Karena pada metode ini telah menggunakan parameter mekanistik dengan
tidak meninggalkan parameter empiris, maka metode ini disebut dengan metode
Mekanistik – Empiris. Selain itu juga pada pedoman ini telah dikenalkan
pengaruh dari sistem drainase dalam perencanaan tebal perkerasan jalan.
Pengaruh faktor lingkungan lebih banyak difokuskan kepada besaran
temperatur yang nantinya juga akan mempengaruhi dari nilai Modulus Elastisitas
terutama untuk lapisan beraspal. Perbedaan pedoman Pt-T01-2002-B
dibandingkan dengan metoda sebelumnya adalah pada penggunaan alat Falling
Weight Deflectometer (FWD) yang akan digunakan dalam perencanaan tebal lapis
tambah. Juga pada pedoman ini diperkenalkan konsep-konsep tentang Reliabilitas,
Standard Normal Deviate, dan Standard Error. Karena rumus-rumus dan formula
yang digunakan merupakan adopsi dari AASHTO tahun 1993, maka pada
pedoman ini masih menggunakan satuan Imperial Unit. Prinsip-prinsip
perencanaan perkerasan lentur menggunakan metode ini sebagai berikut :
35
a. Tanah Dasar
Kekuatan tanah dasar diberikan dalam parameter Modulus Resilien. Ada
beberapa cara menentukan nilai Modulus Reslien tanah dasar ini antara lain
dengan mengkorelasikannya dengan nilai CBR (California Bearing Ratio)
MR = 1500 x CBR ………………........................................ (10)
MR = Modulus Resilien Tanah Dasar (psi).
CBR = nilai CBR tanah dasar (%)
b. Lapis Pondasi Bawah
Lapis Pondasi Bawah adalah lapisan struktur perkerasan jalan yang
terletak antara tanah dasar dan Lapis Pondasi. Lapis Pondasi Bawah ini bisa
terdiri dari lapisan granular dengan spesifikasi tertentu, dan campuran bersemen
dengan spesifikasi tertentu.
c. Lapis Pondasi
Sama seperti Lapis Pondasi Bawah, Lapis Pondasi juga bisa terdiri dari
lapisan granular, campuran bersemen, maupun campuran beraspal dengan
spesifikasi tertentu.
d. Koefisien Kekuatan Relatif
Kekuatan relatif didapat dengan mengkorelasikannya terhadap parameter
mekanistik, yaitu modulus. Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis
perkerasan, estimasi kekuatan relatif dikelompokkan kedalam 5 kategori yaitu
beton aspal (asphalt concrete), lapis pondasi granular (granular base), lapis
36
pondasi bawah granular (granular sub base), cement treated base, dan asphalt
treated base.
Untuk lapis permukaan aspal beton, perkiraan koefisien kekuatan
relatifnya didasarkan atas besaran modulus elastisitasnya. Apabila Modulus
Elastisitas nya lebih besar dari 440,000 psi maka lapisan beraspal akan bertambah
kaku tetapi akan sangat rentan terhadap terjadinya retak lelah (fatigue cracks).
Untuk lapis pondasi granular, koefisien kekuatan relatif a2 dapat diperkirakan
dengan menggunakan persamaan di bawah :
a2 = 0.249 (log10 EBS) – 0.977 ........................................... (11)
a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular.
EBS = Modulus Elastisitas lapis pondasi granular.
Sedangkan untuk mendapatkan nilai koefisien relatif dari lapis pondasi
bawah granular diberikan dengan menggunakan persamaan di bawah :
a3 = 0.249 (log10 EBS) – 0.839............................... (12)
Sedangkan untuk koefisien relatif lapis pondasi bersemen dan lapis
pondasi beraspal mengggunakan grafik yang terdapat dalam tata cara perencanaan
lentur (Pt-T01-2002-B) yang memberikan hubungan antara koefisien relatif dan
parameter-parameter pengujian.
37
e. Lalu Lintas
1) Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan
Untuk mencari angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan roda
ganda dilakukan dengan menggunakan tabel yang terdapat dalam tata cara
perencanaan lentur (Pt-T01-2002-B). Sedangkan untuk roda tunggal
menggunakan persamaan di bawah :
Angka ekivalen roda tunggal : .... (13)
2) Reliabilitas
Reliabilitas dimaksudkan untuk mengakomodasi beberapa
ketidakpastian dalam melakukan perencanaan pada perkerasan lentur.
Tingkat reabilitas yang tinggi merujuk pada lalu lintas yang padat dan
begitu juga sebaliknya. Tabel 2.12 di bawah memberikan rekomendasi
tingkat reliabilitas yang digunakan untuk berbagai klasifikasi jalan.
TABEL 2.12 REKOMENDASI TINGKAT REABILITAS
Klasifikasi JalanRekomendasi Tingkat ReabilitasPerkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 -99.9 80 - 99.9Arteri 80 - 99 75 – 95
Kolektor 80 - 95 75 – 95Lokal 50 - 80 50 -80
3) Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam nilai kumulatif
beban gandar standar seperti pada rumus berikut ini :
W18 = D0 x DL x W18 ..................................................(14)
38
DD = faktor distribusi arah
DL = faktor distrbusi lajur
W18 = beban gandar standar komulatif untuk dua arah
Sedangkan untuk kumulatif beban gandar standar selama umur
rencana diberikan pada persamaan berikut ini:
....................................................... (15)
Wt = kumulatif beban gandar standar
W18 = beban ganda standar
n = umur pelayanan
g = perkembangan lalu lintas
4) Koefisien Drainase
Dalam perencanaan ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk
mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan.
Tabel 2.13 di bawah memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas
drainase.
Tabel 2.13 Koefisien Drainase
Kualitas Drainase Air Hilang DalamBaik Sekali 2 Jam
Baik 1 HariSedang 1 MingguJelek 1 Bulan
Jelek Sekali Air tidak mengalir
39
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam
perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini
adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks
Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif
(a) dan ketebalan (D). Di bawah memperlihatkan nilai koefisien drainase
(m) yang merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama
setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang
mendekati jenuh.
TABEL. 2.14 KUALITAS DRAINASE
Kualitas Drainase
Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhioleh kadar air yang mendekati jenuh
< 1% 1% - 5% 5% - 25% > 25%Baik sekali 1.40 - 1.30 1.35 - 1.25 1.30 - 1.20 1.20
Baik 1.35 - 1.25 1.25 - 1.15 1.15 - 1.00 1.00Sedang 1.25 - 1.15 1.15 - 1.05 1.00 - 0.80 0.80Jelek 1.15 - 1.05 1.05 - 0.80 0.80 - 0.60 0.60
Jelek sekali 1.05 - 0.95 0.80 - 0.75 0.60 - 0.40 0.40
5) Indeks Permukaan
Kondisi permukaan jalan yang diharapkan pada saat jalan dibuka
dinyatakan sebagai Indeks Permukaan Awal (IPo). Indeks ini tergantung
pada jenis perkerasan yang digunakan sebagai lapis permukaan jalan.
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada Awal umur rencana (IPo)
perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan dan kondisinya seperti
diberikan pada Tabel 2.15 berikut :
Tabel 2.15 Indeks Permukaan
40
Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness (m/km)
Laston≥ 4 ≤ 1
3.9 – 3.5 > 1
Lasbutag 33.9 – 3.5 ≤ 23.4 – 3.0 > 2
Lapen Makadam3.4 – 3.0 ≤ 32.9 – 2.5 >3
Indeks permukaan ini menyatakan nilai kenyamanan dan kekuatan
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat. Sedangkan Indeks Permukaan Akhir (IPt) adalah kondisi akhir
permukaan jalan setelah dilewati kendaraan selama umur rencananya.
Dalam menentukan indeks permukaan akhir (IPt) perlu dipertimbangkan
faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan seperti pada Tabel 2.16 di bawah:
Tabel 2.16 Klasifikasi Jalan
Klasifikasi JalanLokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan1.0 - 1.5 1.5 - 2.0 2.0 - 2.5 2.5
6) Perhitungan Tebal Perkerasan
Dalam penentuan tebal perkerasan, membutuhkan nomogram untuk
menentukan Struktural number rencana yang diperlukan. Nomogram
tersebut dapat dipergunakan apabila dipenuhi kondisi-kondisi berikut ini :
a) Perkiraan lalu-lintas masa datang (W18) adalah pada akhir umur
rencana,
b) Reliability (R).
c) Overall standard deviation (S0),
41
d) Modulus resilien efektif (effective resilient modulus) material tanah
dasar (MR),
e) Design serviceability loss (ΔPSI = IP0 – IPt).
f) Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini
didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan,
dengan rumus sebagai berikut :
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 .................................................... (16)
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas
dimodifikasi menjadi :
ITP = a1.D1 + a2 .D2. m2 + a3. D3. m3 m2 dan m3 = koefisien
drainase