bab ii landasan teori - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/h1913010_bab2.pdf ·...

Download BAB II LANDASAN TEORI - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/H1913010_bab2.pdf · Tabel 2.2 Syarat Mutu Minuman Sari Buah Menurut SNI 3719-2014 No Kriteria Uji Satuan

If you can't read please download the document

Upload: lamquynh

Post on 06-Feb-2018

590 views

Category:

Documents


128 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.)

    Menurut Cahyuningdari dkk (2000), tanaman salak diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Klas : Monocotyledoneae

    Ordo : Principes

    Familia : Palmae

    Genus : Salacca

    Spesies : Salacca zalacca (Gaert.) Voss.

    Sinonim : Salacca edulis Reinw.

    Bentuk buah salak bulat atau bulat telur yang terbalik dengan bagian

    ujung runcing. Kulit buah bersisik yang tersusun seperti genting. Daging

    buah berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan atau merah, tergantung

    jenisnya. Rasa buah manis, manis agak masam, manis agak sepet atau manis

    bercampur masam bercampur sepet. Biji bulat telur bersisi tiga, salah satu

    sisinya bulat dan sisi lainnya membentuk sudut (Tjahjadi, 1998).

    Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu

    salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning dan salak

    pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil,

    daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap

    dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah

    bentuk buahnya agak lonjong, warna kulit merah kecokelatan dan pada

    bagian ujungnya berwarna kehitaman, berukuran lebih besar dibandingkan

    salak pondoh hitam. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak

    pondoh hitam, namun ukurannya besar, kulit buah berwarna cokelat

    kekuningan, daging buahnya berwarna putih krem dan rasanya manis.

    Sedangkan salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya

  • 7

    berukuran besar, daging buahnya tebal, rasanya manis renyah dan masir

    (Sari, 2008).

    Magelang merupakan daerah sentra hortikultura di Jawa Tengah.

    Buah-buahan terutama salak merupakan komoditas yang memberikan

    sumbangan pendapatan besar bagi petani. Salak pondoh nglumut (Gambar

    2.1) dinyatakan sebagai varietas unggul yang berasal dari Desa Nglumut

    Kabupaten Magelang. Hal ini berdasarkan keputusan Menteri Pertanian

    Syarifuddin Baharsjah No. 462/Kpts/PP.240/7/1993 tanggal 2 Juli 1993

    dengan pertimbangan mempunyai kemampuan tumbuh yang tinggi,

    berkualitas baik, serta sering pula dikenal sebagai Salak Pondoh Super

    (Lesmana, 2005). Keistimewaan salak pondoh super atau salak pondoh

    nglumut adalah rasa daging buah manis tanpa sepat dan ukuran buah besar

    (Nandariyah (2009) dalam Setyawan, 2010).

    (a) (b)

    Gambar 2.1 Buah Salak Pondoh Nglumut (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) (a)

    Ukuran buah Salak Pondoh Nglumut (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) (b)

    (sumber : Dokumentasi pribadi)

    Komposisi zat gizi yang terkandung dalam salak pondoh (Salacca

    zalacca (Gaert.) Voss.) dalam 100 gram buah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    7,5 cm 7 cm 6 cm

  • 8

    Tabel 2.1 Komposisi gizi buah salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.)

    Voss. dalam setiap 100 gram

    Komposisi Jumlah

    Air (g) 77,9

    Energi/Kalori (kkal) 87,0

    Protein (g) 0,8

    Lemak (g) 0,4

    Karbohidrat (g) 20,1

    Abu (g) 0,8

    Kalsium (g) 38

    Fosfor (g) 31

    Besi (g) 3,98

    Karoten total (g) 40

    Tiamin (g) 0

    Riboflavin (g) 0,12

    Niasin (g) 0,1

    Vitamin C (g) 8,4

    Sumber : Mahmud (1964)

    Zat warna daging buah salak didominasi oleh flavonoid, disamping

    dipengaruhi oleh polifenol yang umumnya berupa tanin. Tanin merupakan

    senyawa yang dapat berubah menjadi coklat jika terjadi oksidasi. Luka,

    memar dan kulit buah yang terkelupas dapat mempercepat terjadinya warna

    coklat pada buah salak (Hidayati, 2011).Warna daging buah salak umur 6, 7

    dan 8 bulan setelah penyerbukan putih kekuning-kuningan. Warna daging

    buah salak dipengaruhi oleh senyawa polifenol yang mayoritas berupa tanin.

    Tanin adalah senyawa yang dapat berubah warna karena oksidasi (Wrasiati

    (1997) dalam Santosa dan Hulopi, 2011).

    Kekerasan daging buah salak dari umur petik 6 bulan sampai umur

    petik 7 bulan meningkat tetapi kekerasannya menurun sehingga pada umur

    petik 8 bulan kekerasan daging buah lebih rendah dibanding kekerasan

    daging buah berumur 7 bulan. Semakin tua umur buah kekerasannya

    semakin menurun. Buah yang telah tua umur selnya mengalami pembelahan

    lagi dan didukung aktivitas respirasi dan transpirasi yang terus berlangsung

    dalam buah menyebabkan kehilangan air cukup banyak sehingga ukuran sel

    dan tekanan isi sel terhadap dinding sel berkurang mengakibatkan tekstur

    buah menjadi lunak. Selama proses pematangan buah, terjadi pelunakan

  • 9

    jaringan. Proses pelunakan ini disebabkan oleh adanya perombakan

    senyawa pektin yang terdapat pada lamela tengah yang tidak larut mernjadi

    larut. Senyawa pektin ini merupakan derivat asam poligalakturonat dan

    terdapat dalam bentuk protopektin, pektin, asam pektinat atau asam pektat

    (Pantastico, 1997).

    2. Sari Buah

    Menurut SNI 3719:2014, sari buah (fruit juice) adalah minuman yang

    diperoleh dengan mencampur air minum, sari buah atau campuran sari buah

    yang tidak difermentasi, dengan bagian lain dari satu jenis buah atau lebih

    dengan atau tanpa penambahan gula, bahan pangan lainnya dan bahan

    tambahan pangan yang diizinkan (BSN, 2014). Sedangkan menurut

    Makhfoeld (1982), sari buah merupakan cairan buah yang tidak mengalami

    fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan buah. Syarat mutu

    minuman sari buah tersedia pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Syarat Mutu Minuman Sari Buah Menurut SNI 3719-2014

    No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan

    - Bau - Rasa - Warna

    -

    -

    -

    Khas, normal

    Khas, normal

    Khas, normal

    2 Padatan terlarut Brix Sesuai Tabel 2.3

    3 Keasaman % Sesuai Tabel 2.3

    4 Cemaran Logam

    - Timbal (Pb) - Kadnium (Cd) - Timah (Sn) - Merkuri (Hg) - Arsen (As)

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    mg/k

    maks. 0,2

    maks. 0,2

    maks. 40,0

    maks. 0,03

    maks. 0,1

    5 Cemaran Mikroba

    - Angka lempeng total - Coliform - E. coli - Salmonella - S. aureus - Kapang dan Khamir

    koloni/ml

    koloni/ml

    APM/ml

    -

    -

    koloni/ml

    Maks. 1104

    Maks. 20

  • 10

    Tabel 2.2 menunjukkan standar mutu minuman sari buah yang

    didalamnya berisi tentang persyaratan mengenai organoleptik, padatan

    terlarut, keasaman, cemaran logam dan cemaran mikroba. Namun untuk

    standar total padatan terlarut dan keasaman mengacu pada masing-masing

    jenis sari buah berdasarkan Tabel 2.3. Untuk sari buah salak belum

    memiliki standar total padatan terlarut dan keasaman.

    Tabel 2.3 Padatan Terlarut (Brix) dan Keasaman untuk Minuman Sari

    Buah Menurut SNI 3719-2014

    No Jenis Buah Padatan terlarut

    (Brix)

    Keasaman*

    (%)

    1 Anggur

    (Vitis vinifera) Min. 12,0 Min. 0,25

    2 Apel

    (Pyrus malus) Min. 10,5 Min. 0,30**

    3 Asam

    (Tamarindus indica) Min. 13,0 Min. 0,30

    4 Delima

    (Punica granatum) Min. 12,0 Min. 0,24

    5 Jambu Biji Merah

    (Psidium guajava var. Pink Guava) Min. 8,5 Min. 0,20

    6 Jeruk

    (Citrus sinensis) Min. 11,2 Min. 0,35

    7 Leci

    (Litchi chinensis) Min. 10,0 Min. 0,15

    8 Mangga

    (Mangifera indica) Min. 11,0 Min. 0,20

    9 Markisa

    (Pasiflora edulis) Min. 11,0 Min. 0,19

    10 Melon

    (Cucumis melo L.) Min. 12,0 Min. 0,15

    11 Nanas

    (Ananas comosus) Min. 10,0 Min. 0,60

    12 Sirsak

    (Annona muricata L.) Min. 12,0 Min. 0,45

    13 Strawberi

    (Fragaria x. Ananassa) Min. 7,5 Min. 0,20

    14 Mengkudu

    (Morinda citrifolia) Min. 16,0 Min. 0,90

    Catatan :

    *) nilai keasaman berasal dari sari buah dan dapat ditambahkan asidulan

    **) sebagai asam malat Sumber : BSN, 2014

  • 11

    Kualitas sari buah yang dihasilkan ditentukan oleh kondisi bahan baku

    yang digunakan dan proses produksi yang dilakukan. Adapun beberapa hal

    yang mempengaruhi kualitas sari buah, terutama yang berkaitan dengan

    pemilihan bahan dan proses produksi yang dilakukan, serta teknik

    pengendalian kualitas sari buah. Sari buah dibuat melalui beberapa tahapan

    proses yakni dari pemilihan buah hingga proses pembotolan dan

    pasteurisasi. Adapun masing-masing tahapan proses tersebut meliputi

    pemilihan buah, pencucian dan pengupasan, penghancuran, pengepresan,

    penyaringan, pengenceran, pengendapan dan penambahan bahan-bahan lain

    (Fachruddin, 2002).

    Pada pembuatan sari buah, selain menggunakan buah ditambahkan

    pula gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Fungsi utama

    sukrosa sebagai pemanis memegang pernanan penting, karena

    meningkatkan penerimaan suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa

    yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak

    ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama.

    Disamping itu sukrosa juga memperkuat citarasa pada makanan, karena

    menyeimbangkan rasa asam, pahit dan asin melalui reaksi kimia seperti

    karamelisasi (Nicol, 1979).

    Pada pembuatan sari buah ditambahkan asam. Asam sitrat berperan

    sebagai pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya

    dalam air yang cukup tinggi, memberikan rasa asam yang enak dan tidak

    bersifat racun. Disamping itu, asam sitrat bersifat sebagai chelating agent,

    yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg

    dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi

    biologis dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan

    Laksmi, 1947). Penambahan asam pada penjernihan sari buah bertujuan

    untuk mengkoagulasikan protein sehingga akan membentuk endapan

    (Mulyani, 2001).

    Dalam proses pengolahan sari buah salak terdapat permasalahan yang

    muncul dengan terbentuknya warna coklat pada sari buah salak akibat

  • 12

    browning enzimatis dari enzim polyphenol oxidase dan terjadi kekeruhan.

    Menurut Winarno (2004), browning enzimatis terjadi pada buah-buahan

    yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Terdapat banyak

    senyawa fenolik yang bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan

    enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Disamping katekin dan

    turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat serta

    leukoantosianin dapat menjadi susbstrat proses pencoklatan. Sedangkan

    kekeruhan terjadi karena protein atau pektin bereaksi dengan polifenol

    membentuk koloid.

    3. Penjernihan (Klarifikasi)

    Kekeruhan sari buah dari hasil pengepresan disebabkan oleh bahan-

    bahan penyusun sel buah yang tertahan sebagai suspensi dan cenderung

    mengendap apabila pengadukan dihentikan (Scoot dan Veldhius, 1965).

    Penjernihan sari buah dapat dilakukan secara enzimatis dan non-enzimatis.

    Penjernihan enzimatis dilakukan dengan menggunakan enzim pektinase,

    sedangkan penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan menggunakan

    bahan-bahan absorben misalnya gelatin, bentonit, asam tanat, arang aktif,

    albumin (putih telur) dan madu. Tahapan penjernihan sari buah secara non-

    enzimatis menambahkan bahan-bahan absorben yang berfungsi untuk

    mempercepat terjadinya pengendapan partikel-partikel di dalam sari buah.

    Setelah pengendapan, endapan dipisahkan dengan cara filtrasi atau

    sentrifugasi (Yonalia, 1988).

    Penjernihan spontan atau alami biasanya berjalan lambat sehingga jika

    diinginkan sari buah yang jernih maka proses penjernihan harus dipercepat.

    Cara penjernihan bisa dengan sentrifugasi atau filtrasi tetapi kurang efektif

    karena adanya pektin maka sari buah terjadi viscous (pengendapan) dan

    penyaringan lambat. Proses penjernihan dapat dipercepat dengan

    menambahkan suatu senyawa yang dapat bereaksi dengan komponen sari

    buah. Penambahan senyawa tersebut merangsang pembentukan endapan

    dengan membawa bahan-bahan lain dalam suspensi. Bahan yang biasa

  • 13

    ditambahkan yaitu gelatin yang akan dikombinasi dengan fenolat

    membentuk kompleks yang tidak larut, tetapi apabila jumlah berlebihan

    maka akan menstabilkan sistem koloidnya. Efektifitas penambahan bahan

    tersebut tergantung pada faktor suhu, pH dan konsentrasi ion-ion

    (Pujimulyani, 2009).

    Kekeruhan yang terjadi pada sari buah dapat dihilangkan

    menggunakan enzim dengan cara menghidrolisis protein atau pektin, tetapi

    kadang terbentuk busa apabila kadar enzim terlalu banyak. Sehingga

    alternatif lain dalam penjernihan sari buah dilakukan dengan menambahkan

    bahan penjernih dan absorben yang dapat menyerap polifenol atau protein.

    Daya larut zat penjernih sangat menentukan efektivitas bahan. Semakin

    kecil daya larutnya, semakin besar daya serap absorben terhadap partikel-

    partikel tersuspensi seperti kompleks protein-tanin. Bentonit adalah zat

    penjernih yang digunakan dalam anggur untuk mencegah pengendapan

    protein. Bentonit menyerap protein karena adanya tarik-menarik antara

    muatan negatif dari silikat yang dikandung bentonit dengan muatan positif

    protein. Partikel bentonit yang telah menyerap protein dapat juga menyerap

    tanin dan fenol lainnya. Untuk menjernihkan minuman sering kali

    digunakan senyawa golongan protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin

    pada sari buah akan membentuk kompleks gelatin-tanin yang dapat

    diendapkan kemudian dipisahkan. Bahan penjernih lainnya yang sering

    digunakan adalah arang aktif. Tetapi arang aktif selain menyerap molekul-

    molekul besar, juga dapat menyerap molekul-molekul kecil seperti pigmen

    dan senyawa lain yang penting artinya dalam cita rasa. Tanin dapat juga

    digunakan untuk mengendapkan protein, tetapi penggunaan tanin kadang-

    kadang menimbulkan akibat yang kurang baik, yaitu dapat mengendapkan

    berbagai senyawa yang diperlukan dalam bahan (Winarno, 2004).

    Sedangkan untuk penggunaan madu sebagai penjernih sari buah melalui

    tahap ekstraksi terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengambil protein

    yang terdapat pada madu. Kemudian protein akan bereaksi dengan tanin

    yang terdapat pada sari buah (La Rosa et al, 2011).

  • 14

    Teknik penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan menambahkan

    flokulan. Menurut Afrianti (2008), flokulan berfungsi mengurangi

    kekeruhan dan mensuspensi partikel. Mencegah kekeruhan, misalnya pada

    bir, mempertahankan warna dan flavor pada jus buah-buahan dan wine.

    Flokulan juga digunakan pada sirup, cuka, jeli dan sayuran.

    Dalam proses penjernihan sari buah terjadi koagulasi dan flokulasi

    dari bahan penjernih yang ditambahkan ke dalam sari buah. Menurut

    Risdianto (2007), koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses kimia,

    proses ini dilakukan secara berurutan dengan tujuan untuk memisahkan

    bahan tersuspensi dan koloid dengan fase cairnya. Koagulasi adalah proses

    destabilitasi muatan partikel koloid dan suspended solid menggunakan

    bahan koagulan yang diikuti pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan

    kimia koagulan agar merata sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang

    dapat diendapkan. Pengadukan cepat juga dilakukan pada proses ini yang

    bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan distribusi koagulan

    sehingga proses pembentukan gumpalan dapat terjadi secara merata.

    Sedangkan flokulasi adalah proses pengelompokan antara partikel dengan

    koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat) sehingga partikel yang

    berukuran besar mudah diendapkan.

    4. Albumin

    Albumin atau putih telur tersusun atas empat lapis, yaitu lapisan

    terluar yang terdiri dari cairan kental mengandung serat-serat musin, lapisan

    tengah yang terdiri dari anyaman musin yang berbentuk setengah padat,

    lapisan ketiga merupakan lapisan yang lebih encer dan lapisan terdalam

    dinamakan kalazifera yang bersifat kental (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

    Putih telur tersusun atas 86,8% air, 11,3% protein, 0,08% lemak, 1%

    karbohidrat dan 0,8% abu (Romanoff, 1963).

    Berat putih telur sekitar 63% dari berat total telur. Putih telur atau

    albumin terdiri dari protein ovalbumin, ovotransferin, ovomucoid, lisosim,

    ovomucin, ovoglobulin dan lain-lain. Ovalbumin merupakan protein

  • 15

    terbesar yang menyusun putih telur (54% w/w). Titik isoelektrik ovalbumin

    yaitu 4,5. pH optimum putih telur atau albumin dalam membentuk gel yaitu

    antara 6-7 (Ustunol, 2015).

    Albumin atau putih telur mengandung protein yang cukup tinggi.

    Albumin telur biasa digunakan untuk mengurangi rasa sepat pada anggur

    merah (red wines) dengan menurunkan kadar tanin. Albumin juga dapat

    digunakan untuk menjernihkan sirup, sup dan jelly, karena kemampuannya

    untuk berkoagulasi. Albumin telur dapat terkoagulasi oleh asam dan juga

    panas. Kisaran suhu mulai terjadinya koagulasi adalah 63C dan mulai

    sempurna pada suhu 71C (Mulyani, 2001). Mekanisme pengikatan tanin

    adalah melalui muatan listrik, albumin yang merupakan protein memiliki

    muatan positif sedangkan tanin memiliki muatan negatif kemudian berat

    kedua molekul tersebut meningkat sehingga terjadi pengendapan (Rayner

    (2002) dalam Suhirman dkk, 2006).

    Penelitian yang dilakukan Widyasari (2007) menunjukkan bahwa

    albumin yang ditambahkan dalam sari buah jambu mete dapat mengikat dan

    mengendapkan tanin dengan formula terbaik yang dihasilkan yaitu

    penambahan albumin konsentrasi 0,1% dan tingkat pengenceran 1:3.

    Sedangkan pada penelitian Suhirman dkk (2006) dengan pemberian albumin

    konsentrasi 1% dalam sari buah pala lebih disukai panelis dan dapat

    menurunkan kadar tanin dari 5.102,16 mg per 100 gram bahan menjadi

    3.544,06 mg per 100 gram bahan.

    5. Gelatin

    Gelatin merupakan derivat protein dari serat kolagen yang terdapat

    pada bagian kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir

    mirip dengan kolagen, terdiri dari glisin sebagai asam amino utama dan

    merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam

    amino sisanya diisi oleh prolin dan hidroksipolin (Putri, 2013). Gelatin

    mudah larut pada suhu 71,1C dan cenderung membentuk gel pada suhu

    48,9C (Norland (1997) dalam Junianto dkk, 2006). Sedangkan menurut

  • 16

    Montero, et al., (2000), pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin

    sekurang-kurangnya 49C atau biasanya pada suhu 60-70C. Menurut

    Ustunol (2015), titik isoelektrik gelatin tipe A yaitu pada pH 8-9, sedangkan

    gelatin tipe B yaitu pH 4,8-5,5. Pada pH dibawah titik isoelektrik maka

    gelatin bermuatan positif. Sedangkan pada pH diatas titik isoelektrik maka

    gelatin akan bermuatan negatif.

    Barbooti dkk (2008) menyatakan bahwa gelatin tipe A banyak

    digunakan pada proses pembuatan gelatin dengan bahan baku kulit babi

    sedangkan gelatin tipe B banyak digunakan untuk proses pembuatan gelatin

    dengan bahan baku kulit dan tulang sapi. Pada penelitian ini akan digunakan

    gelatin tipe B, yaitu gelatin berbahan baku tulang sapi.

    Secara kimiawi, gelatin merupakan sumber protein berharga yang

    merupakan produk sampingan hewani dari bagian yang tidak terpakai (by

    product) setelah melalui proses hidrolisis parsial (partial hidrolisis) kolagen

    dari bagian-bagian tertentu tubuh hewani seperti kartilago (cartilages),

    tulang, tendon, dan kulit. Dari segi penampakan fisik, gelatin merupakan

    substansi padat (solid), dari tidak berwarna sampai berwarna sedikit

    kekuningan serta nyaris tanpa rasa dan bau (Sompie dkk, 2012).

    Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin

    (Sumber : Groben et al, 2004)

    Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti

    gliserol, propylene glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam

    alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut

  • 17

    organik lainnya (Junianto dkk, 2006). Gelatin bubuk warna putih

    kekuningan yang dapat mengembang dan menjadi lunak bila direndam

    dalam air serta berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobotnya. Produk

    gelatin dipasaran ada yang berbentuk cair, granula dan bubuk. Keuntungan

    dari produk granula dibandingkan dengan yang berbentuk cair adalah

    kemudahannya dalam penggunaan dan penanganan produk oleh konsumen

    (GMIA, 2013). Gelatin juga menyerap kandungan-kandungan yang dapat

    menyebabkan bahan minuman menjadi berembun dan menimbulkan kesan

    kotor (Widyasari, 2007). Mekanisme penjernihan gelatin dalam minuman

    jus dan bir yaitu melalui ikatan hidrogen antara gelatin yang muatan positif

    serta komponen polifenol dan antosianogen yang bermuatan negatif

    (Schrieber dan Gareis, 2007).

    Gelatin mampu mengikat partikel-partikel yang terdapat dalam sari

    buah. Pembentukan gel gelatin terjadi karena pengembangan molekul

    gelatin selama pemanasan. Panas akan membuka ikatan-ikatan molekul

    gelatin dan gugus hidrofobik dari protein gelatin yang berada di permukaan,

    sedangkan gugus hidrofiliknya berada di dalam serta terjadi ikatan antara

    gugus COO-, NH

    3+ dan H2O sehingga membentuk ikatan silang antar

    molekul gelatin sehingga cairan yang awalnya bebas menjadi terperangkap

    di dalam struktur molekul gelatin tersebut (Belizt dan Grosch, 1986).

    Untuk menjernihkan minuman sering digunakan senyawa golongan

    protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin pada sari buah akan membentuk

    kompleks gelatin-tanin yang dapat diendapkan kemudian dipisahkan. Pada

    konsentrasi rendah, gelatin dan bahan penjernih yang bersifat larut lainnya

    bertindak sebagai koloid pelindung. Sedangkan pada konsentrasi tinggi

    bahan-bahan tersebut akan menyebabkan pengendapan, tetapi bila

    konsentrasi terlalu tinggi bahan tersebut tidak dapat menyebabkan

    pengendapan lagi (Winarno, 2004). Menurut Koswara (1992), konsentrasi

    gelatin yang direkomendasikan dalam produk minuman sari buah berkisar

    antara 0,5-1,5%.

  • 18

    Pada penelitian Widyasari (2007), semakin tinggi konsentrasi gelatin

    yang ditambahkan maka kenampakan sari buah jambu mete semakin jernih.

    Konsentrasi gelatin yang digunakan yaitu 0,3%; 0,4% dan 0,5%. Hasil

    kenampakan terbaik pada konsentrasi 0,5%. Penelitian Rahangmetan (2009)

    menyebutkan bahwa penggunaan gelatin dengan konsentrasi 0,2% ke dalam

    sari buah jeruk dengan waktu pengendapan 1 jam dapat menjernihkan sari

    buah jeruk yang diolah, serta tidak mempengaruhi aroma dan rasa.

    Sedangkan pada penelitian Farikha (2013), penambahan gelatin berperan

    sebagai penstabil terhadap sari buah naga dengan konsentrasi 1,5%

    menghasilkan kenampakan sari buah naga yang tidak mengalami

    pengendapan.

    6. Tanin

    Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak

    berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang dapat dibeli

    di pasaran mempunyai BM 1.701 dan kemungkinan besar terdiri dari

    sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa (Winarno, 2004).

    Tanin dalam berbagai jenis tanaman memiliki struktur kimia dan reaksi

    yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat

    mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat

    menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna

    terang, merah tua dan coklat, sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang

    khas sesuai sumbernya. Oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa

    berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein (Winarno (1992)

    dalam Widyasari, 2007).

    Gambar 2.3 Struktur Molekul Tanin

    (Hagerman, 2002)

  • 19

    Istilah tanin yang digunakan ahli pangan ada dua yaitu tanin

    terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi merupakan dimer

    4,8 atau 2,8 C-C atau ikatan dimer eter 3,3 dari senyawa katekin. Sedangkan

    tanin terkondenasi terdiri dari galotanin dan elogitanin.Tanin terdiri dari

    katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat

    menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa

    yang dapat bereaksi dengan protein dalam proses penyamakan kulit

    kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan BM yang sedang, sedangkan

    katekin dengan BM rendah banyak ditemukan pada buah-buahan dan

    sayuran (Winarno, 2004).

    Kadar tanin mengalami penurunan seiring dengan penuaan buah.

    Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan tanin dalam buah selain

    kultivar yaitu tingkat kemasakan buah. Kadar tanin akan mencapai

    maksimum pada waktu buah masih muda atau selama pertumbuhan dan

    perkembangan, dan akan menurun selama pematangan buah. Pada buah

    yang sudah tua terjadi polimerisasi tanin menjadi senyawa dengan berat

    molekul tinggi dan membentuk kompleks protein-tanin sehingga tidak

    menyebabkan rasa sepat ( Suhardi (1993) dalam Santosa dan Hulopi, 2011).

    7. Mekanisme Pengikatan Tanin-Protein

    Menurut Winarno (2004), interaksi protein-tanin dipengaruhi oleh :

    a. Karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoelektrik.

    b. Karakteristik tanin seperti bobot molekul, struktur dan heterogenitas

    tanin.

    c. Kondisi pereaksi seperti pH, temperatur, komposisi pelarut dan waktu.

    Semakin rendah pH, jumlah protein-tanin yang berinteraksi semakin

    kecil. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk

    membentuk kompleks dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein.

    Pada pH dimana grup fenolhidroksil terionisasi, maka tanin tidak

    berinteraksi dengan protein. Efektifitas pembentukan ikatan silang protein

    dan tanin sangat dipengaruhi oleh ukuran molekul tanin. Umumnya tanin

  • 20

    berukuran sedang (oligomer) menunjukkan efektifitas yang tinggi dalam

    membentuk ikatan silang. Tanin berukuran kecil (monomer) tidak mampu

    membentuk ikatan silang yang efektif. Sedangkan tanin berukuran besar

    (polimer) sangat tidak larut atau terlalu besar untuk berikatan dengan

    protein.

    Gambar 2.4 Cara Pengikatan Tanin dengan Protein

    (Hagerman, 2002)

    Albumin dan gelatin dapat digunakan sebagai penjernih ketika terjadi

    denaturasi. Menurut Winarno (2004), denaturasi merupakan suatu

    perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener

    terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen.

    Denaturasi protein disebabkan oleh panas, pH, senyawa kimia (urea dan

    garam guanida), mekanik dan sebagainya. Pemekaran atau pengembangan

    molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada

    pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada

    gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang

    terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu

    koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Dengan

    berkoagulasinya albumin dan gelatin maka dapat menjernihkan sari buah

    dengan menyerap kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan sari

    buah keruh seperti tanin.

  • 21

    B. Kerangka Berpikir

    Brix

    Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian

    C. Hipotesa

    Perbedaan formulasi konsentrasi albumin dan gelatin serta waktu

    pengendapan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori

    (kejernihan, aroma, rasa dan overall) sari buah salak pondoh (Salacca zalacca

    (Gaert.) Voss.)

    Buah salak

    Komoditi buah salak terbesar ke 5 di Indonesia

    Jawa Tengah menjadi provinsi produksi buah

    salak terbesar

    Data produksi tinggi, namun data konsumsi

    masih rendah sehingga berpotensi untuk

    dikembangkan Data Asosiasi

    Industri Minuman

    Ringan (2015)

    produksi sari buah

    di Indonesia

    meningkat periode

    3 tahun terakhir

    (2013, 2014, 2015) Proses pengolahan sari buah salak terdapat

    permasalahan yang muncul yaitu terbentuknya

    kekeruhan sehingga diperlukan teknik

    penjernihan

    Sari buah salak

    Penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan

    menambahkan flokulan sebagai absorban dan

    teknik penjernihan ini mudah diaplikasikan

    Perlu dikaji mengenai aplikasi penambahan

    albumin dan gelatin sebagai penjernih terhadap

    karakteristik fisik, kimia dan sensoris sari buah

    salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.)

    yang dihasilkan

    Flokulan

    (albumin dan gelatin)