bab ii landasan teori 2.1 siswa terhadap layanan...

23
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sikap Siswa Terhadap Layanan Konseling Individu 2.1.1 Pengertian sikap Menurut Petty & Cacioppo (dalam Azwar, 2007). Secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran.Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti LouisThurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatubentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. 2.1. 2. Komponen sikap Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: a. Komponen kognitif

Upload: vuongcong

Post on 13-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sikap Siswa Terhadap Layanan Konseling Individu

2.1.1 Pengertian sikap

Menurut Petty & Cacioppo (dalam Azwar, 2007). Secara lengkap

mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap

dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Menurut Fishben & Ajzen, sikap

sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam

cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan

bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam

hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap

merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan

atau tingkah laku. (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka

pemikiran.Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi

seperti LouisThurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka

sikap adalah suatubentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada

objek tersebut.

2.1. 2. Komponen sikap

Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan

seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek

sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah

emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum

komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap

menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada

dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

2.1.3. Karakteristik sikap

Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa

ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu :

a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam

hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu

mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.

c. Sikap dipelajari.

d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang

mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku

mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu.

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga

pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

a. Pengalaman pribadi

Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak

adanyapengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek

psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek

tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang

terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang

melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam

dan lebih lama membekas.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi

dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat

menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam

membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku

yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement)

yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 2007). Kebudayaan

memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat.

Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap

berbagai masalah.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

d. Media Massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah

dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini

dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang

sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan

sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Pendidikan Institusi dan Agama.

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai

pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang

boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat

keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara

dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula

merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Menurut Bimo Walgito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003),

pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam

menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang

datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu

yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni

dan Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu :

a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.

b. Karakter kepribadian individu

c. Informasi yang selama ini diterima individu

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan

sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan

faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu.

2.2 Layanan Konseling Individu

2.2.1 Pengertian Konseling individu

Konseling individu merupakan layanan konseling yang diselenggarakan

oleh seorang konselor terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan

masalah pribadi klien (Prayitno, 2004).Layanan konseling individu

dimaksudkan untuk bisa mendapatkan layanan langsung, tatap muka dengan

konselor sekolah dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalahnya

(Mugiharso, 2004).

Sedangkan menurut Willis S, (1994) layanan konseling individu yaitu

bantuan yang diberikan oleh konselor kepada seorang siswa dengan tujuan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

berkembangnya potensi siswa, mampu mengatasi masalah sendiri, dan dapat

menyesuaikan diri secara positif.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa salah satu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan

peserta didik untuk mendapatkan bantuan langsung secara tatap muka dengan

konselor dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalahnya.

2.2.3 Tujuan Layanan Konseling Individu

Berdasarkan teori mengenai pengertian layanan konseling individu di atas,

maka dapat diketahui tujuan dari layanan konseling individu. Tujuan layanan

konseling individu dapat dibedakan atas tujuan umum dan khusus, yaitu:

a) Tujuan umum, terentasnya masalah yang dialami klien. Dengan layanan

konseling individu, beban klien menjadi ringan, kemampuan klien

ditingkatkan, potensi klien dikembangkan.

b) Tujuan khusus, dalam kerangka tujuan umum itu, tujuan khusus layanan

konseling individu dapat dirinci dan secara langsung dikaitkan dengan

fungsi konseling yang secara menyeluruh diembannya. Menurut

Prayitno (2004) terdapat lima fungsi layanan konseling individu: 1)

fungsi pemahaman, 2) fungsi pencegahan, 3) fungsi pengentasan, 4)

fungsi pemeliharaan dan pengembangan, 5) fungsi advokasi.

c) Pertama melalui layanan konseling individu klien memahami seluk

beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komperatif, serta

positif dan dinamis (fungsi pemahaman). Kedua, pemahaman itu

mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan

demi terentasnya secara spesifik masalah yang dialami klien itu (fungsi

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

pemahaman) pemahaman dan pengentasan merupakan fokus yang

sangat khas, kongkrit dan langsung ditangani dalam layanan konseling

individu. Ketiga, pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan

berbagai unsur positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang

pemahaman dan pengentasan masalah klien dapat di capai (fungsi

pemeliharaan dan pengembangan). Keempat, pemeliharaan dan

pengembangan potensi dan unsur-unsur positif yang ada pada dirinya,

diperkuat oleh terentasnya masalah yang sedang dialami, serta

(diharapkan) tercegah pula masalah-masalah baru yang mungkin

timbul (fungsi pencegahan). Kelima, apabila masalah yang dialami

klien menyangkut dilarangnya hak-hak klien sehingga klien teraniyaya

dalam kelas tertentu, layanan konseling individu dapat mengenai

sasaran yang bersifat advokasi (fungsi advokasi). Melalui layanan

konseling individu klien memiliki kemampuan untuk membela diri

sendiri menghadapi keterangan itu.

2.2.4 Komponen layanan Konseling Individu

Dalam layanan konseling individu berperan dua pihak, yaitu seorang

seorang konselor dan klien(Winkel,1997):

a) Konselor, adalah seorang yang ahli dalam bidang konseling yang memiliki

kewenangan dan mandata secara professional untuk melaksanakan

kegiatan pelayanan konseling. Dalam layanan konseling individu,

konselor menjadi aktor yang secara aktif mengemban proses konseling

melalui dioperasionalkannya pendekatan, tehnik, dan asa-asas konseling

terhadap klien. Dalam proses konseling, selain media pembicaraan verbal,

konselor juga dapat menggunakan media tulisan, gambar, media

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

elektronik, dan media pembelajaran lainnya, serta media pengembangna

tingkah laku. Semua hal itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang

cermat dan tepat, terentaskannya masalah yang dialami klien.

b) Klien, adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau

setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin ia sampaikan

kepada orang lain. Klien datang dan bertemu konselor dengan cara yang

berbeda-beda. Ada yang datang sendiri dengan kemauan yang kuat untuk

menemui konselor, ada yang datang dengan perantara orang lain, bahkan

ada yang datang karena didorong atau diperintah oleh pihak lain sehingga

menjadi suatu keterpaksaan.

2.2.5 Asas dalam Layanan konseling Individu

Asas-asas konseling sangat memperlancar proses dan memperkuat

bangunan yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan kekhasan yang paling

mendasar dalam layanan konseling individu adalah hubungan interpersonal

yang amat intens antara klien dan konselor.

a) Etika Dasar Konseling etika konseling yang dikemukakan oleh Munro

Manthei, Small dalam Prayitno (2004) yaitu kerahasiaan, kesukarelaan dan

keputusan diambil oleh klien sendiri, mendasari seluruh kegiatan layanan

konseling individu.

1) Kerahasiaan, dalam layanan konseling individu hubungan

interpersonal yang amat intens sanggup membongkar isi pribadi

yang paling dalam sekalipun, terutama pada sisi klien. Untuk ini

asa kerahasiaan menjadi jaminannya.

2) Kesukarelaan dan keterbukaan, kesukarelaan penuh klien untuk

menjalani proses layanan konseling individu bersama konselor

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

menjadi buah dari jaminannya kerahasiaan pribadi klien.asas

kerahasiaan dan kesukarelaan akan menghasilkan keterbukaan

klien.

3) Keputusan yang diambil oleh klien sendiri, inilah asas yang secara

langsung menunjang kemandirian klien. Dalam hal ini konselor

tidak memberikan syarat apapun untuk diambilnya keputusan oleh

klien, tidak mendesak-desak atau mengarahkan sesuatu, begitu juga

tidak memberikan semancam petunjuk ataupun konfirmasi atas

sesuatu yang dikehendaki klien, meskipun klien memintanya.

b) Asas kekinian dan kegiatan kekinian diterapkan sejak awal konselor

bertemu klien. Dengan nuansa kekinian segenap proses layanan

dikembangkan, dan atas dasar kekinian pulalah keinginan klien

layanan konseling dijalankan.

c) Asas kenormatifan dan keahlian, segenap asek tehnik dan isi layanan

konseling individu adalah normatif, tidak ada satupun yang boleh

terlepas dari kaidah-kaidah norma yang berlaku, baik norma

agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan. Klien dan konselor

terikat sepenuhnyaoleh nilai-nilai dan norma yang berlaku.

2.2.6 Sikap Siswa terhadap layanan Konseling Individu

Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu

perbuatan atau tingkah laku. Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap

dalam tiga kerangka pemikiran.Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili

oleh para ahli psikologi seperti LouisThurstone, Rensis Likert dan Charles

Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatubentuk evaluasi atau reaksi

perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objekadalah perasaan mendukung

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak

memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif

b. Komponen afektif

c. Komponen perilaku

Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang

dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan

lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

a. Pengalaman pribadi

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

c. Pengaruh Kebudayaan

d. Media Massa

e. Pendidikan Institusi dan Agama

f. Faktor Emosional

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan

sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan

faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu.

Berdasarkan dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas, maka

peneliti berpendapat bahwa ciri-ciri siswa yang berminat memanfaatkan

layanan konseling individu adalah: a) siswa memilki perhatian terhadap

layanan konseling individu, b) adanya ketertarikan pada layanan konseling

individu, c) siswa memiliki keyakinan akan tujuan mengikuti kegiatan layanan

konseling individu, d) siswa mengambil keputusan untuk memanfatkan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

layanan konseling individu, e) adanya kecenderungan untuk datang ke ruang

BK dengan suka rela.

2.3 Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Empati Konselor

2.3.1 Pengertian Persepsi

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyatakan bahwa persepsi adalah

sebuah proses saat individu mengatur dan menginterprestasikan kesan-kesan

sensorik mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Menurut

Robert A Baron dan Donn Byrne (2003)persepsi juga tidak lepas dari

kehidupan sosialsehingga dikenal sebagai persepsi social, persepsi social

merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan

untuk mengetahui, menginterprestasi dan mengevaluasi orang lain yang

dipersepsi, baik mengenai sifatny, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada

dalam dirinya orang lain sebagai obyek persepsi.

Sears dkk dalam Sugiyono (2005) menyatakan persepsi adalah

bagaimana seseorang membuat kesan pertama, prasangka apa yang

memepengaruhi mereka dan jenis informasi apa yang kita pakai untuk sampai

terhadap kesan tersebut dan bagaimana akuratnya pesan tersebut. Menurut

Rahmat (2005) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan.

Ditinjau dari sudut pandang psikologi, persepsi dapat diartikan sebagai

proses penilaian terhadap obyek tertentu, yang mana proses penilaian tersebut

selalu didahului oleh proses penginderaan. Sehingga persepsi dapat

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

didefinisikan sebagai proses penilaian terhadap obyek tertentu yang didahului

oleh proses penginderaan.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas diatas, persepsi

adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian,

pendapat, merasakan dan menginterprestasikan suatu informasi yang

ditampilkan dari sumber lain (yang diprsepsi). Merupakan suatu proses yang

memungkinkan individu untuk menilai, memandang, dan mengartikan suatu

stimulus dengan melibatkan seluruh apa yang ada di dalam diri individu secara

aktif. Persepsi sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di

dalam memahami suatu informasi tentang lingkungannya. Baik lewat

penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kata kunci

untuk memahami persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap

situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha,

2002).

2.3.2 Aspek-aspek pesepsi

Menurut Mar’at (dalam Rudyanto, 2006 ) persepsi dipengaruhi oleh

empat aspek yang menonjol dalam diri individu yang bersangkutan yaitu:

a) Pengetahuan.

b) Cakrawala.

c) Proses Belajar.

d) Pengalaman.

2.3.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi

Rakhmat (dalam Pertiwi, 2007) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi, sebagai berikut.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

a) Faktor-faktor yang bersifat fungsional diantaranya kebutuhan,

pengalaman, motivasi, perhatian, emosi, dan suasana hati

b) Faktor yang bersifat structural diantaranya intensitas rangsangan,

ukuran rangsangan, perubahan rangsangan, dan pertentangan dari

rangsangan.

c) Faktor cultural atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh

individu.

Berdasarkan pemaparan faktor-faktor yang mempengaruhi diatas dapat

dikatakan bahwa persepsi itu banyak dipengaruhi oleh beberapa hal yang telah

disebutkan diatas. Sebab diyakini bahwa persepsi seseorang sangat

berpengaruh dari prilakunya.

2.3.4 Proses Terjadinya Persepsi

Mar’at (dalam Rudiyanto, 2006) mengemukakan bahwa proses persepsi

merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi.

Persepsi ini dipengaruhi oleh empat faktor yaitu pengalaman, proses belajar,

cakrawala, dan pengetahuannya.

Manusia mengamati obyek psikologis dengan kacamatanya sendiri yang

diwarnai oleh nilai dari pribadinya. Sedangkan obyek psikologis ini dapat

berupa kejadian, ide, atau situasi tertentu. Fakor pengalaman, proses belajar

atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat.

Sedangkan pengetahuannya dan cakrawalanya memberikan arti terhadap

obyek psikologik mengenai apa yang dilihatnya. Berdasarkan nilai dan norma

yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan (belief) terhadap obyek

tersebut. Selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional

(senang atau tidak senang) terhadap obyek. Pada tahap selanjutnya, berperan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

komponen konasi yang membutuhkan kesediaan atau kesiapan jawaban

berupa tindakan terhadap obyek. Atas dasar tindakan ini maka situasi yang

semula kurang atau tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan

pada situasi ini berarti bahwa antara obyek yang dilihat sesuai dengan

penghayatannya, di mana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima

secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai, maka individu

menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatis, acuh tak acuh atau

menentang sampai ekstrim memberontak. Keseimbangan ini dapat kembali

jika persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi. Terjadinya

keseimbangan ini akan melalui perubahan sikap di mana tiap komponen

mengolah masalahnya secara baik.

Proses terbentuknya persepsi, terdapat tiga sikap aspek yang menonjol

dalam diri individu yang bersangkutan yaitu:

a) Aspek kognisi, yaitu menyangkut pengharapan, cara mendapatkan

pengetahuan atau cara berfikir dan pengalaman masa lalu. Dari cara

individu tersebut memandang sesuatu berdasarkan pengalaman dari yang

pernah didengar atau dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.

b) Aspek konasi, yaitu yang menyangkut sikap, perilaku, aktivitas, dan motif.

Individu dalam mempersepsikan sesuatu bisa melalui aspek konasi yaitu

pandangan individu terhadap sesuatu yang berhubungan dengan motif

perilaku individu dalam kehidupan sehari hari.

c) Aspek afeksi, yaitu yang menyangkut emosi dari individu. Individu dalam

mempersepsikan sesuatu bisa melalui aspek afeksi yang berlandaskan

pada individu tersebut, hal ini dapat muncul karena adanya pendidikan

moral dan etika yang didapat sejak kecil.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses

terjadinya persepsi terdapat tiga aspek sikap yang menonjol dalam individu

antara lain adalah komponen kognitif yang merupakan unsure pokok dalam

mengadakan penalaran yang diawali dengan adanya pengetahuan baik dan

buruk yang akan menghasilkan persepsi. Selain itu juga ada komponen afektif

yang menyangkut masalah emosional dan pengalaman seseorang terhadap

objek persepsi. Dan yang ketiga adalah komponen konatif atau komponen

perilaku yang ditunjukkan dengan prilaku seseorang.

2.4 Empati

2.4.1 Pengertian Empati

Pada tahun 1920-an B Tichener, seorang ahli psikologi amerika

menggunakan istilah empathy Sebagai arti teknis asli dari kata empati. Menurut

teori Tichener empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban

orang lain , yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri

seseorang (Goleman, 1999).

Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana

perasaan orang lain (Goleman, 1999). Empati jarang diungkapkan dengan kata-

kata, emosi jauh lebih sering diungkapkan dengan isyarat. Goleman (1999)

menyatakan bahwa kunci untuk memahami perasaan orang lain atau empati

adalah mampu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara, gerak-gerik,

eksprsi wajah, dan sebagainya. Sesungguhnya, bila kata-kata seseorang tidak

cocok dengan nada bicara, gerak-gerik, atau saluran non verbal lainnya.

Kebenaran emosional terletak pada bagaimana ia mengatakan sesuatu

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

bukannya pada apa yang dikatakan. Empati dibangun berdasarkan kesadaran

diri, semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita

membaca perasaan.

Winkel (1991) mengartikan “empathy atau empathic understanding”

yaitu konselor mampu mendalami pikiran dan menghayati perasaan siswa,

tanpa terbawa sendiri oleh semua itu dan kehilangan kesadaran akan pikiran

serta perasaan pada diri sendiri.

Rogers menyebut empati yaitu memahami orang lain dari sudut kerangka

berpikir orang lain tersebut, empati yang dirasakan harus juga diekspresikan,

dan orang yang melakukan empati harus orang yang “kuat”, ia harus dapat

menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi ia tidak boleh larut didalamnya

nilai-nilai orang lain (dalam Lesmana, J.M, 2006).

Chaplin (1999) mengartikan empati sebagai”relisasi dan pengertian

terhadap perasaan, kebutuhan, dan penderitaan pribadi lain”. Dalam bukunya

Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa empati dianggap sebagai memahami

orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita, sebagai keadaan

ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain

mengalami atau siap mengalami suatu emosi.

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pengertian empati adalah ikut merasakan apa yang

dialami orang lain, serta mendalami pikiran dan menghayati perasaan orang

lain. Akan tetapi kita tidak boleh ikut larut dalam perasaan orang lain itu

sendiri. Setiap individu memiliki kemampuan untuk bisa ikut merasakan apa

yang dirasakan orang lain. Kemampuan ini adalah salah satu ketrampilan dalam

diri individu. Kaitan dalam penelitian ini adalah ketrampilan yang berasal dari

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

bakat, melainkan suatu kecakapan yang diperoleh melalui latihan-latihan

ketrampilan yang sangat dibutuhkan dalam melaksanankan layanan bimbingan

dan konseling, salah satunya adalah emapti. Jadi, empati adalah salah satu

ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor untuk bisa ikut

merasakan apa yang dialami oleh kliennya akan tetapi tidak boleh ikut larut

dalam perasaan kliennya tersebut.

2.4.2 Unsur-unsur Empati

Rakhmat (2005) membagi unsur-unsur dalam empati menjadi empat,

yaitu:

a) Terjadinya proses persepsi dengan orang lain.

b) Terjadinya proses komunikasi dengan orang lain baik verbal maupun

nonverbal.

c) Mengerti atau memahami kebutuhan orang lain.

d) Tidak ikut lebur dalam pengalaman emosi orang lain.

Dengan memperhatikan unsur-unsur tersebut diatas, maka diambil

pengertian bahwa empati yaitu kemampuan seorang konselor melihat realita

dengan memahami perasaan dan kebutuhan orang lain dan menunjukkannya

dalam gerakan cara berkomunikasi tanpa ikut lebur dalam pengalaman

emosional orang lain. Setelah kita mengetahui tentang pengertian dan unsur-

unsur empati, berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang dapat

menggambarkan kemampuan empati siswa sehingga potensi yang ada dalam

diri siswa dapat berkembang dengan baik.

2.4.3 Dampak Negatif Kurangnya Empati Konselor

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

Memampuan empati terhadap orang lain sangatlah penting. Terlebih

bagi seorang konselor yang latar belakangnya adalah memberikan pelayanan

terhadap kliennya dalam hal ini adalah siswa. Apabila seorang konselor belum

memiliki kemampuan empati yang cukup baik, maka akan berpengaruh

terhadap siswa itu sendiri dalam mengembangkan potensinya. Empati

konselor yang kurang berkembang dengan baik dapat berdampak negatif,

diantranya:

a) Merasa kurang dapat memahami dan merespon klien sesuai dengan

self-experience klien karena mereka tidak dapat memasuki peasaan

orang lain.

b) Konselor kurang mampu membangun hubungan terapeutik karena

tanpa adanya empati maka tidak akan terjadi proses pengaruh

identifikasi dari konselor kepada klien.

c) Konselor kurang dapat membantu klien dalam menyelesaikan masalah

secara optimal karena mereka tidak mau mendengarkan masalah yang

diceritakan, acuh tak acuh dan tidak memberikan tanggapan secara

positif terhadap hal yang sedang dibicarakan.

d) Konselor akan dijauhi oleh pengguna jasa atau klien karena mereka

tidak memberikan layanan yang professional atau empatinya tidak

berkembang.

Berdasarkan beberapa diskripsi diatas mengenai dampak negatif

kurangnya empati konselor, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

seorang konselor harus benar-benar memahami betapa pentingnya

kemampuan empati konselor guna terciptanya hubungan terapeutik yang

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

baik antara konselor dengan klien atau siswa sehingga potensi yang ada

dalam diri siswa dapat berkembang dengan baik.

2.4.4 Peran dan Fungsi Empati bagi Konselor

Berdasarkan pengertian empati, dapat diketahui betapa pentingnya

empati dalam setiap hubungan manusia. Empati selalu menjadi syarat dalam

setiap “profesi layanan bantuan atau helping service profession”. Seorang

konselor sudah seharusnya memiliki ketrampilan dalam berempati. Pengurus

besar ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) (2005)

menjadikan empati sebagai indikator dengan subkompetensi K.2.1.

menampilkan kebutuhan pribadi konselor. K.2.2 Memiliki kesadaran dan

komitmen etika professional dalam Standar Kompetensi Konselor Indonesia

(SKKI).

Dengan dimasukkannya empati sebagai keutuhan pribadi konselor

dalam SKKI, hal tersebut menunjukkan bahwa empati merupakan kompetensi

yang harus dikuasai oleh konselor. Empati sangat penting sekali keberadaanya

dalam hal mendidik anak. Salah satu hasil percobaan Stren (goleman, 2002)

menunjukkan bahwa tiadanya keselarasan (attunement: penyesuaian diri)

dalam jangka panjang antara orang tua dan anak akan menimbulkan kerugian

emosional yang sangat besar bagi si anak. Apabila orang tua terus menerus

gagal memperlihatkan empati apapun dalam bentuk emosi tertentu pada anak;

kebahagiaan, kesedihan, kebutuhan membelai, anak akan mulai menghindar

untuk mengungkapkan, dan barangkali bahkan untuk merasakan emosi-emosi

yang sama.

Winkel (1997) menyatakan bahwa guru pembimbing seharusnya

mempunyai sejumlah kualitas kepribadian, yaitu mengenal diri sendiri,

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

memahami orang lain, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Empati merupakan bagian dari kualitas memahami orang lain. Keterbukaan

hati dan pikiran memungkinkan menjadi peka (sensitivity) terhadap perasaan

dan pikiran yang diungkapkan oleh orang lain, baik dengan kata-kata maupun

ungkapan nonverbal, dan ikut menghayati tanpa kehilangan identitas dirinya

sendiri.

Berdasarkan diskriptif diatas, maka secara umum peneliti dapat

menyimpulkan bahwa fungsi dari empati adalah untuk memperoleh informasi

dan aliansi teaurupik. Secara lebih khusus fungsi empati adalah untuk

memahami beberapa aspek pengalaman seseorang. Dengan melakukan empati

konselor diharapkan mampu memahami klien dan merespon terhadap sikap

klien dengan self experience klien. Kondisi seperti itu akan membangun

hubungan terapeutik, dimana didasari atau tidak akan terjadi proses pengaruh,

identifikasi dari konselor kepada klien (Jumarin, 2002).

2.4.5 Ciri-ciri yang Menggambarkan kemampuan Empati

Berdasarkan uraian tentang empati diatas, maka peneliti menerangkan

ciri-ciri yang menggambarkan kemampuan empati konselor dari berbagai

tokoh yang sudah dipelajari sebelumnya. Ciri-ciri yang menggambarkan

kemampuan empati konselor tersebut yaitu:

a) Mampu untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain (Goleman,

1999).

b) Mampu membaca pesan non verbal klien (Goleman, 1999).

c) Mampu memdalami pikiran dan menghayati perasaan klien (Winkel,

1991).

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

d) Mampu memiliki sikap melihat realita dan sudut pandang orang lain

tanpa dirinya lebur di dalamnya (Rogers, dalam Lesmana,J.M,

2006).

e) Pengertian terhadap perasaan, kebutuhan, dan penderitaan orang lain

(Chaplin, 1999).

Berdasarlan ciri-ciri di atas, maka peneliti akan menjadikanya sebagai

indikator dalam penyusunan skala persepsi siswa tentang kemamuan empati

konselor.

2.4.6 Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Empati Konselor

Robert A Baron dan Donn Byrne (2003)persepsi juga tidak lepas dari

kehidupan social sehingga dikenal sebagai persepsi social, persepsi social

merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan

untuk mengetahui, menginterprestasi dan mengevaluasi orang lain yang

dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang

ada dalam dirinya orang lain sebagai obyek persepsi.

Tichener empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban

orang lain , yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri

seseorang (Goleman, 1999). Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk

mengetahui bagaimana perasaan orang lain (Goleman, 1999). Empati jarang

diungkapkan dengan kata-kata, emosi jauh lebih sering diungkapkan dengan

isyarat. Goleman (1999) menyatakan bahwa kunci untuk memahami perasaan

orang lain atau empati adalah mampu membaca pesan nonverbal seperti nada

bicara, gerak-gerik, eksprsi wajah, dan sebagainya.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

Persepsi siswa tentang kemampuan empati pada konselor berkaitan

dengan pengertian persepsi dan kemampuan empati pada konselor, maka

persepsi siswa terhadap kemampuan empati pada konselor dapat diartikan

sebagai pemberian makna atau tanggapan siswa terhadap kemampuan empati

konselor. Sehingga persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor

positif, maka minat siswa untuk memanfaatkan layanan konseling individu

akan semakin tinggi, namun apabila persepsi siswa tentang kemampuan

empati konselor negatif, maka minat siswa untuk mengikuti layanan konseling

individu rendah.

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti

berpendapat bahwa persepsi siswa tentang kemamuan empati konselor dapat

dilihat dari ciri-ciri yang menggambarkan kemampuan empati guru

pembimbing meliputi: (1) mampu untuk mengetahui bagaimana perasaan

orang lain, (2) mampu memdalami pikiran dan menghayati perasaan klien, (3)

mampu membaca pesan non verbal klien; (4) mampu memiliki sikap melihat

realita dan sudut pandang orang lain tanpa dirinya lebur di dalamnya; (5)

pengertian terhadap perasaan, kebutuhan, dan penderitaan orang lain.

2.5 Hubungan Persepsi Siswa tentang Kemampuan Empati Konselor dengan Sikap

Siswa terhadap Layanan Konseling Individu

Penelitian oleh Bagus Takwin(2008) yang meneliti pentingnya empati dalam

pendidikan, menemukan kuatnya empati pada seorang pengajar merupakan indikator

dari kesadaran diri, identitas diri yang sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan

baik, dan kecintaan terhadap diri sendiri dalam arti positif. Di sisi lain, empati juga

menunjukkan juga adanya kematangan kognitif dan afektif dalam memahami orang

lain, kemampuan menghargai dan mencintai orang lain, serta kesiapan untuk hidup

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siswa Terhadap Layanan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7344/2/T1_132008031_BAB II.pdf · ciri atau karakteristik dasar dari sikap, ... yang konsisten

bersama dan saling mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan “tembok

karang” moralitas seorang pengajar, bahwa ia mengajar, mengabdikan dirinya untuk

mengembangkan murid-muridnya bukan untuk memanfaatkan dan mengambil untung

dari mereka.

Berdasarkan penelitian yang berjudul hubungan antara persepsi siswa tentang

kemampuan empati konselor dengan minat siswa terhadap layanan konseling individu

pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Semarang oleh Riana Fitria (2010). Hasil dari

penelitian tersebut adalah persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor

termasuk dalam kategori yang cukup baik, dan minat siswa terhadap layanan

konseling individu dalam kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil

perhitungan korelasi product moment yang menghasilkan r hitung =0,575 karena r

hitung > dari r tabel pada N=49 sebesar0,281, maka korelasi ini signifikan.

2.6 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara

persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap

layanan konseling individu.